BAB I

9
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi (ADB) adalah penyebab tertinggi anemia nutrisi pada anak di Indonesia dan berisiko menyebabkan kelainan jangka panjang pada fungsi otak terhadap perilaku dan proses berpikir manusia walaupun sudah didiagnosa dan ditangani lebih awal (Georgieff, 2011). Banyak faktor yang dapat menyebabkan anemia defisiensi besi, antara lain adalah kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya zat-zat penghambat penyerapan zat besi, adanya parasit dalam tubuh, pendarahan akut maupun kronis, meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada masa pertumbuhan, adanya parasit seperti cacing tambang atau cacing pita dan masa penyembuhan dari penyakit atau operasi (Purba, 2007). Pada anak yang sedang tumbuh, dimana penyimpanan, kebutuhan, serta pasokan zat besi sering tidak menentu, penting untuk mendiagnosa defisiensi besi pada tingkat sebelum menjadi anemia. Anemia defisiensi besi pada ibu hamil, bayi dan anak-anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami di berbagai negara berkembang (WHO, 2002). 1

description

fvdv

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah penyebab tertinggi anemia nutrisi pada

anak di Indonesia dan berisiko menyebabkan kelainan jangka panjang pada fungsi

otak terhadap perilaku dan proses berpikir manusia walaupun sudah didiagnosa

dan ditangani lebih awal (Georgieff, 2011). Banyak faktor yang dapat

menyebabkan anemia defisiensi besi, antara lain adalah kurangnya asupan zat besi

dan protein dari makanan, adanya zat-zat penghambat penyerapan zat besi, adanya

parasit dalam tubuh, pendarahan akut maupun kronis, meningkatnya kebutuhan

zat besi seperti pada masa pertumbuhan, adanya parasit seperti cacing tambang

atau cacing pita dan masa penyembuhan dari penyakit atau operasi (Purba, 2007).

Pada anak yang sedang tumbuh, dimana penyimpanan, kebutuhan, serta pasokan

zat besi sering tidak menentu, penting untuk mendiagnosa defisiensi besi pada

tingkat sebelum menjadi anemia.

Anemia defisiensi besi pada ibu hamil, bayi dan anak-anak merupakan salah

satu masalah kesehatan yang dialami di berbagai negara berkembang (WHO,

2002). Prevalensi anemia defisiensi terutama pada bayi di negara berkembang

(40%) lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju (16,2%) (Radlowski dan

Johnson, 2013).

Studi dalam menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi masih menemukan

banyak halangan karena tidak ditemukannya acuan metode untuk mendeteksi

defisiensi besi. Pewarnaan besi sumsum tulang merupakan gold standard, hanya

saja karena prosedurnya yang invasif, maka pemeriksaan ini jarang dilakukan

(Brugnara, 2002). Walaupun beberapa prosedur laboratorium tersedia untuk

mendeteksi anemia defisiensi besi, namun defisiensi besi ringan sering tidak

terdeteksi dengan pemeriksaan CBC (Complete Blood Count) saja. Pemeriksaan

yang dapat mendeteksi adanya defisiensi besi di antaranya adalah feritin, serum

1

Page 2: BAB I

2

iron (SI), serum transferin serta TIBC. Feritin merupakan protein penyimpan besi

intraseluler terpenting kedua yang ditemukan di sistem retikuloendothelial. Feritin

serum menggambarkan cadangan zat besi di dalam tubuh, dimana peningkatannya

seiring dengan peningkatan cadangan besi dalam tubuh seseorang. Feritin

memiliki indikator keberhasilan hingga 90% untuk mendeteksi perubahan status

besi pada 10 uji coba pengobatan terkontrol (WHO, 2007). Namun, parameter ini

masih memiliki keterbatasan. Serum feritin tidak adekuat dalam kasus infeksi,

peradangan dan neoplasia (Cook, 2005). Selain itu, screening menggunakan

serum feritin tidak selalu dilakukan pada semua kasus anemia di RSMH.

SI dan TIBC sering dijadikan sebagai acuan diagnosa ADB. Namun, dalam

mendiagnosa ADB sering ditemukan perbedaan dari yang acuan yang sudah

ditetapkan WHO. Konsentrasi serum iron akan menurun bila cadangan besi tubuh

berkurang, tetapi tidak menggambarkan keadaan cadangan besi yang akurat

karena adanya faktor tambahan seperti absorbsi besi dari makanan, infeksi,

inflamasi, dan variasi diurnal dimana nilainya lebih tinggi pada siang hari

(Hillman, 2005).

Total iron-binding capacity (TIBC) dalam serum merepresentasikan

konsentrasi maksimum dari besi yang dapat berikatan dengan protein serum

seseorang. TIBC memiliki korelasi dekat dengan serum transferin, protein

transport utama dalam serum, karena > 95% besi nonheme dalam serum diikat

oleh transferin (Siek et al, 2002). Hampir semua besi dalam serum berikatan

dengan protein, yaitu transferrin sehingga TIBC secara tidak langsung juga

menunjukkan kadar transferrin yang akan meningkat bila konsentrasi dan

cadangan besi dalam serum menurun. Pemeriksaan TIBC juga dipengaruhi oleh

faktor lain selain status besi, TIBC akan rendah pada keadaan malnutrisi,

inflamasi, infeksi kronis, dan keganasan (Schwartz, 2004).

SI dan TIBC merupakan marker biokimia standar untuk mendeteksi kadar besi

dinamis di dalam tubuh. Dari perbandingan keduanya didapatkanlah kadar

saturasi transferin (ST) dalam persentase dengan rumus [(Serum Iron)/(TIBC) x

100] (Blanck et al, 2003). Berdasarkan penelitian Blanck etal, 2003 mengenai

Page 3: BAB I

3

perbandingan SI dan TIBC, tidak ditemukan perbedaan signifikan dari hasil yang

diperoleh metode yang digunakan untuk menentukan SI maupun TIBC sehingga

TS juga dapat digunakan sebagai acuan untuk mendeteksi adanya defisiensi besi.

Untuk mendiagnosis ADB di Palembang, SI, TIBC serta Feritin digunakan

secara komprehensif untuk mendiagnosa pasti adanya ADB. Feritin, SI, dan TIBC

memiliki algoritma yang berbeda dalam mendeteksi status besi di dalam tubuh.

Feritin mewakili kadar cadangan besi dalam tubuh (besi statis) sementara SI dan

TIBC menggambarkan besi dalam serum (besi dinamis). Di RSMH, ketiga tes

tersebut dilakukan untuk mendeteksi terjadinya anemia defisiensi besi pada anak.

Namun, sejak pemberlakuan sistem BPJS 2014, efisiensi dan efektivitas dari

penegakan diagnosis penyakit sangat diperhatikan untuk menghemat pengeluaran

RS. Anemia defisiensi besi memerlukan banyak uji marker biokimia untuk

menegakkan diagnosis tersebut, diantaranya feritin, SI dan TIBC. Apabila ketiga

uji ini dilakukan, makan akan dianggap sebagai suatu pemborosan. Maka dari itu

dengan harapan terdapat hasil positif (korelasi kuat) dari masing-masing uji

terhadap ADB sehingga dapat dilakukan salah satu atau beberapa saja uji terpisah

untuk menegakkan diagnosis,bila tidak ditemukan korelasi kuat maka ketiga uji

tersebut harus dilakukan secara bersamaan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Berapa proporsi dari penderita anemia defisiensi besi di Bagian Anak Rumah

Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013?

2. Bagaimana nilai feritin, serum iron, dan TIBC dengan anemia defisiensi besi

pada penderita anemia defisiensi besi di Bagian Anak Rumah Sakit dr.

Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013?

3. Bagaimana korelasi feritin, serum iron, dan TIBC dengan anemia defisiensi

besi pada penderita anemia defisiensi besi di Bagian Anak Rumah Sakit dr.

Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013?

Page 4: BAB I

4

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui korelasi kadar serum feritin, SI dan TIBC dengan anemia

defisiensi besi pada penderita anemia defisiensi besi di Bagian Anak Rumah Sakit

dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui usia dan jenis kelamin penderita anemia defisiensi besi di Bagian

Anak Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013.

2. Mengetahui rerata kadar feritin penderita anemia defisiensi besi di Bagian

Anak Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013.

3. Mengetahui rerata serum iron penderita anemia defisiensi besi di Bagian Anak

Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013.

4. Mengetahui rerata TIBC penderita anemia defisiensi besi di Bagian Anak

Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013.

5. Mengetahui rerata ST penderita anemia defisiensi besi di Bagian Anak Rumah

Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013.

6. Mengetahui korelasi antar pemeriksaan biomarker besi dengan anemia

defisiensi besi pada penderita anemia defisiensi besi di Bagian Anak Rumah

Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013.

Page 5: BAB I

5

1.4. Hipotesis

Terdapat kesesuaian antara kadar serum feritin, SI dan TIBC dengan

anemia defisiensi besi pada penderita anemia defisiensi besi di Bagian Anak

Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

1. Mengetahui kadar feritin, serum iron, TIBC dan ST pada penderita anemia

defisiensi besi di Bagian Anak Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin

Palembang tahun 2013.

2. Menambah info tentang kadar feritin, SI, TIBC dan ST pada penderita anemia

defisiensi besi di Bagian Anak Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin

Palembang tahun 2013.

1.5.2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi dan bahan penentu kebijakan pada instansi terkait

mengenai proporsi anemia defisiensi besi dan korelasi kadar feritin, SI dan TIBC

di Bagian Anak serta dapat bermanfaat sebagai data dasar untuk penelitian

selanjutnya.