BAB I
-
Upload
s-indah-nur-havivah -
Category
Documents
-
view
244 -
download
3
description
Transcript of BAB I
eBAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan
verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak
hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu
menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Demensia adalah suatu gangguan intelektual atau daya ingat yang
umumnya progresif dan ireversibel.
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi
komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori
dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian
pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit
untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).
Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan
komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk
menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan
kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda
tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak
dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).
Komunikasi pada lansia dengan demensia membutuhkan perhatian
khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi,
dan sosial yang mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan yang
berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan
kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
terahadap suara.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian komunikasi terapeutik ?
2. Apa pengertian lanjut usia dengan demensia ?
3. Apa saja penyebab demensia pada lansia ?
4. Bagaimana tanda dan gejala demensia pada lansia ?
5. Bagaimana komunikasi terapeutik lansia yang mengalami demensia ?
6. Bagaimana tekhnik komunikasi terapeutik pada lansia dengan demensia ?
7. Bagaimana terapi dan strategi komunikasi pada lansia dengan demensia ?
8. Bagaimana contoh drama aplikasi komunikasi terapeutik pada pasien
lansia dengan demensia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi terapeutik.
2. Untuk mengetahui lanjut usia dengan demensia.
3. Untuk mengetahui penyebab demensia pada lansia.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala demensia pada lansia.
5. Untuk mengetahui komunikasi terapeutik pada lansia dengan demensia.
6. Untuk mengetahui tekhnik komunikasi terapeutik pada lansia dengan
demensia.
7. Untuk mengetahui terapi dan strategi komunikasi pada lansia dengan
demensia.
8. Untuk mengetahui contoh drama aplikasi komunikasi terapeutik pada
pasien lansia dengan demensia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003 48).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan
mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara
perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi
pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan,
namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional.
Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian
melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan
masalahnya (Arwani, 2003 50).
Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan
perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji
masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati,
2003 : 50).
Tujuan Komunikasi Terapeutik (Indrawati, 2003 48).
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien,
membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
3
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat
dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak
memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah
hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat
kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.
Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003),
komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan
publik.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984),
dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu
verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
1. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya
lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji
minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka
yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1) Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan
langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil
keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai
dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk
4
dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang
disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa,
bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan
menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara
sederhana.
2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang
digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini
digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak
mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting.
Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada
mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru
paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara
saya mendengarkan paru-paru anda”.
3) Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata
yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran,
perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius
dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi
perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan
yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan
keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah
untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika
menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4) Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan
sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan
cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk
5
menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar
untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat
dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan
sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari
pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat
atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
5) Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila
klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk
menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara
jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi
penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus
peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula
komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang
disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
6) Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa
membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan
oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan
Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor
merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa
sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan
menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak
atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan
klien.
2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat
6
menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-
lain.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :
1) Lengkap
2) Ringkas
3) Pertimbangan
4) Konkrit
5) Jelas
6) Sopan
7) Benar
Fungsi komunikasi tertulis adalah:
1) Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan
operasi.
2) Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang
telah diarsipkan.
3) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali
kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
4) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.
5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat
perintah, surat pengangkatan.
Keuntungan Komunikasi tertulis adalah:
1) Adanya dokumen tertulis
2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
3) Dapat meyampaikan ide yang rumit
4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
5) menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.
7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
8) Untuk penelitian dan bukti di pengadilan
Kerugian Komunikasi tertulis adalah:
1) Memakan waktu lama untuk membuatnya
2) Memakan biaya yang mahal
7
3) Komunikasi tertulis cenderung lebih formal
4) Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran
5) Susah untuk mendapatkan umpan balik segera
6) Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan
7) Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan Si pembaca.
3. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari
pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat
pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non
verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi
suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal
sebagai berikut:
1) Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam
bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan
bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para
penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi
juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk
mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab,
cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
2) Proksemik
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh
“ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu
berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
3) Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi
jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu
maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu
sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang,
8
mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda
dengan seseorang.
4) Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia
bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol
verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan
orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak
mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik
orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi
dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang
mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
5) Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal
dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana
cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan
tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian,
televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi
sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang
lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau
mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka
pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.
6) Logo dan Warna
Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan
merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m dapat
ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang
untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da
suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo
umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan
huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.
7) Tampilan Fisik Tubuh
Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik
tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang
9
mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking,
bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain).Tipe tubuh itu
merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu.
Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah
persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian
rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka
dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan
untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan
oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).
Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi
terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).
1. Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa
diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal
akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan
kondisinya secara tepat.
2. Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien.
Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan
tidak berlebihan.
3. Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan
pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa
takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih
mendalam.
Fase – fase dalam komunikasi terapeutik
1. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi
yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien.
Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building
10
trust, identification of problems and goals,clarification of
roles dan contract formation.
2. Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi
tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan
pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi
pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu
menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan
membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.
3. Penyelesaian (Termination)
Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan
penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah
kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada
fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani,
2003 61).
2.2 Pengertian Lanjut Usia dengan Demensia
Lanjut usia dengan demensia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke
atas dengan suatu gangguan intelektual atau daya ingat yang umumnya
progresif dan ireversibel.
2.3 Penyebab Demensia
Demensia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :
1. Faktor usia
Semakin tua seseorang maka akan semakin pikun. Hal tersebut
membenar adanya karena penyebab utama pikun adalah usia yang
semakin bertambah. Orang yang berusia di atas 60 tahun dikategorikan
sebagai lansia. Lansia pada umumnya lemah dalam mengingat hal-hal
baru yang dijumpai / dipelajari. Hal itu disebabkan oleh hilangnya
motivasi para lansia untuk mengingat sesuatu tersebut, kemampuan
11
pendengaran yang semakin lemah, dan juga karena kurangnya perhatian
terhadap objek yang dipelajari. Jadi sangat wajar jika para lansia
mengalami penyakit pikun.
2. Menurunnya fungsi sel syaraf otak
Menurunnya fungsi sel syaraf otak menjadi salah satu penyebab
munculnya penyakit pikun. Sel syaraf otak yang rusak akan membuat
kemampuan mengingat dan berpikir seseorang menjadi lemah. Salah
satu penyakit yang menyerang sel syaraf otak adalah alzheimer.
Alzheimer adalah sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang
hampir bersamaan. Sel-sel syaraf pada penderita Alzheimer tidak
memiliki kemampuan memulihkan synapse yang sudah rusak / aus.
Padahal, kemampuan stabilisasi atau regenerasi synapse dalam kondisi
normal tetap ada pada sel syaraf manusia lanjut usia. Orang yang pikun
karena alzheimer ini mengalami penurunan drastis kemampuan
regenerasi sel syaraf yang mana sebagian diakibatkan oleh mutasi
genetika dan sebagian lagi akibat dari pengerasan protein tertentu di
dalam otak.
3. Faktor makanan dan gaya hidup
Konsumsi makanan yang tidak sehat dapat mempercepat seseorang
menjadi pikun, misalnya konsumsi makanan yang berlemak secara rutin
dan dalam jumlah banyak. Makanan berlemak dapat menghambat
peredaran darah ke otak sehingga mengurangi fungsi otak. Begitu juga
dengan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, konsumsi
minuman beralkohol, narkoba, dan obat-obatan terlarang juga
meningkatkan potensi pikun dalam diri anda.
4. Stress
Stress adalah suatu kondisi dimana terdapat banyak tekanan / masalah
yang menyebabkan seseorang menjadi tegang baik syaraf maupun
mental dan mempengaruhi perilakunya. Orang yang stress cenderung
tidak terkontrol dalam makan dan berperilaku. Pada saat seseorang
mengalami stress maka sel-sel di hippocampus (bagian otak sebelah
12
dalam) terpaksa bekerja lebih keras sehingga otak menjadi lelah dan
mudah rusak.
5. Faktor tidur
Tidur adalah aktivitas yang pasti dilakukan oleh setiap orang karena
tidur merupakan sarana untuk beristirahat secara alami. Tidur yang
ideal bagi seseorang (selain bayi) adalah 6-8 jam. Tetapi jika anda tidur
lebih dari 8 jam dalam sehari semalam maka anda akan lebih cepat
terkena penyakit pikun. Begitu juga jika anda tidur kurang dari 6 jam
sehari semalam.
2.4 Tanda dan Gejala Demensia
a. Hilangnya ingatan yang mengganggu kehidupan sehari-hari.
Hilangnya ingatan adalah tanda umum dari demensia, terutama lupa
dengan informasi atau peristiwa yang belum lama dialami. Penderita
demensia mungkin akan berusaha keras untuk mengingat nama benda
atau teman, atau kesulitan untuk mengingat sesuatu yang baru saja
ditontonnya di TV.
b. Merasa bingung dengan waktu dan lokasi.
Jika demensia mulai berkembang, penderitanya mungkin akan lupa
akan waktu, tanggal atau bahkan tahun. Penderita demensia bahkan
mungkin juga lupa dimana lokasinya berada saat ini atau bagaimana dia
bisa sampai disitu, atau merasa bingung ketika berada di lingkungan
yang sebenarnya telah ia kenal.
c. Masalah dengan persepsi dan kesadaran sosial.
Pada sebagian orang, masalah penglihatan merupakan gejala demensia.
Penderita demensia mungkin mengalami kesulitan dalam membaca,
mengukur jarak, dan menentukan warna dan kontras.
13
d. Masalah dalam berbicara dan kosakata.
Penderita demensia mungkin akan berhenti di tengah-tengah
pembicaraannya, sulit untuk melanjutkan kembali atau sulit untuk
mengingat sampai dimana pembicaraannya tadi. Penderita demensia
juga mungkin mengalami kesulitan dalam mencari kosakata yang tepat.
e. Kesulitan dalam berencana atau mengatur.
Penderita demensia kemungkinan juga akan mengalami penurunan
kemampuan dalam merencanakan atau bekerja dengan perubahan-
perubahan angka. Sebagai contoh, penderita demensia mungkin
mengalami kesulitan dalam mengikuti daftar belanjaan atau melacak
tagihan.
f. Perubahan kepribadian dan suasana hati.
Penderita demensia mungkin selalu diliputi perasaan curiga, depresi,
takut, atau cemas. Penderita demensia biasanya juga mudah sekali
marah.
Perawatan dini akan mencegah demensia berkembang lebih lanjut atau
bahkan mengurangi gejalanya. Ketika sudah mencapai stadium akhir,
penderita demensia biasanya tidak lagi mampu untuk melakukan aktivitas
sehari-hari dan akan terus membutuhkan bantuan orang lain.
2.5 Komunikasi Terapeutik Lansia yang Mengalami Demensia
Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau demensia atau
kepikunan mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang
lain. hal ini sangat mengecewakan dan membingunkan lansia maupun
pemberi asuhan. Perawat atau pemberi asuhan perlu :
1. Mengenali minimal 10 gejala berikut
a. Lupa kejadian yang baru saja dialami
b. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari
14
c. Kesulitan dalam berbahasa
d. Disorientasi dalam waktu dan tempat
e. Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat
f. Kesulitan berpikir abstrak
g. Salah menaruh barang (misal, setrika di simpan dalam kulkas)
h. Perubahan suasana hati
i. Perubahan perilaku dan kepribadian
j. Kehilangan inisiatif
2. Menyiapkan mental. Perawat atau pemberi asuhan sebelum
berkomunikasi dan memberi asuhan keperawatan dan pelayanan sosial
kepada lansia terlebih dahulu sudah harus siap mental, yakni :
a. Menyadari bahwa akan menghadapi situasi yang sulit
b. Mengingat bahwa lansia yang mengalami penurunan daya ingat
mungkin menderita demensia
c. Siap untuk “tidak dihargai”
d. Mengabaikan nalar
e. Kemarahan anda sebaiknya disalurkan ke tempat lain
f. Memfokuskan pada saat yang menyenangkan
g. Meghindari menganggap bahwa lansia selalu membuat ulah
h. Mengupayakan selalu mengembangkan rasa humor
i. Menghargai diri sendiri
j. Bila perlu menggunakan jasa respite care
3. Memberi asuhan keperawatan.
a. Minta pertolongan orang lain :
I. Mengikutsertakan dalam kelompok pemberi bantuan
II. Dapatkan bantuan dari keluarga atau sahabatnya
III. Tidak menunggu sampai terjadi masalah
IV. Dapatkan orang yang dapat diandalkan dan dapat memberi
pertolongan
V. Dapatkan keterangan mengenai sumber di masyarakat yang
dapat memberi pertolongan
b. Perhatikan kebutuhan pribadi :
15
I. Makanan yang cukup gizi
II. Olahraga atau latihan fisik yang cukup dan teratur
III. Tidur yang cukup
IV. Meluangkan waktu untuk diri sendiri (misal, menjenguk
teman)
V. Mengenali perasaan frustasi, sedih, marah, dan depresi.
Temukan orang yang dapat dipercaya untuk membicarakan
apa yang anda rasakan
c. Hindari kesendirian :
I. Cari hobi atau aktivitas yang disukai
II. Aktif dalam kegiatan rohani atau sosial
III. Menjalani komunikasi dengan orang yang dianggap masih
produktif dalam berpikir
Penyakit demensia Alzheimer membutuhkan penanganan yang
“menyeluruh” dan melibatkan lingkungannya. Lingkungan tersebut
meliputi kerabat dan sahabat yang terdiri dari seluruh anggota keluarga
orang dekat atau teman yang peduli dan menaruh minat dalam lansia.
Perawat bertanggung jawab terhadap kebutuhan kebutuhan lansia sehari-
hari :
1. Makan
2. Mandi
3. Berpakaian dan berias
Lansia demensia mudah bingung terhadap suara atau warna yang
berlainan, dan bila berada dalam lingkungan yang menakutkan timbul
perasaan yang berlebihan. Semua ini dapat membuat marah dan
mencemaskan untuk menciptakan pearsaan aman dan senang bagi lansia,
perawat harus :
1. Berfokus pada pencegahan
a. Berusaha mencegah masalah
b. Kecelakaan dapat terjadi bla seseorang terlalu diburu-buru
c. Beri waktu yang cukup
16
d. Jika lansia seorang perokok, awasi pemakaian rokok dan korek
2. pertahankan keamanan dan keselamatan
a. Pasang pintu di atas tangga dan alat untuk pegangan
b. Pasang kunci pada lemari tempat alat-alat berbahaya (pisau, alat
pembersih)
c. Pasang penutup pada kenop pintu sehingga menghalangi lansia
keluyuran
d. Ciptakan suasana sederhana. Keluarkan semua perabotan/mebel
yang tidak perlu serta Segala macam yang mengacaukan pikiran
termasuk perhiasan
e. Simpan barang yang sering dipakai selalu di tempat yang sama
f. Keluarkan barang-barang yang dapat menyebabkan kebingungan
(mis: krim cukur berdekatan dengan pasta gigi)
g. Sigkirkan barang yang berbahaya, termasuk tanaman beracun
h. Singkirkan benda-benda kecil yang dapat ditelan dan simpan semua
alat-alat yang tajam
i. Pastikan kabel listrik berada dalam keadaan aman
j. Sediakanpenerangan yang cukup. Pakai lampu yang tidak mudah
jatuh. Pasang lampu malam ditempat tidur, di gang, dan di kamar
mandi.
k. Pastikan ada penerangan yang cukup dan hindarti bayang-bayang
sehingga dapat mengakibatkan persepsi yang salah dari lansia
l. Amankan dapur. Pindahkan kenop oven bila kompor tidak dipakai.
Simpan alat-alat dapur dengan aman
m. Ciptakan kamar tidur yang aman. Sediakan bangku untuk duduk.
Pastikan alat pengatur suhu pada alat pemanas air telah diturunkan
untuk menghindari kebakaran. Lantai harus selalu kering dan
gunakan keset antiselip agar tidak tergelincir . keluarkan kunci dari
pintu kamar mandi
17
3. Bersiap menghadapi keadaan darurat
a. Buat petunjuk tertulis untuk menghadapi kebakaran atau bentuk lain
keadaan darurat dan pasang dekat telepon, bersama telepon polisi,
pemadam kebakaran dan dokter
b. Siapkan foto terbaru lansia tersebut agar dapat membantu polisi bila
lansia hilang
c. Pasien harus memamkai kalung identitas atau tanda ”memory lost”
d. Jangan biarkan lansia sendirian dirumah, walaupun untuk beberapa
menit
2.6 Tekhnik Komunikasi Terapeutik Lansia dengan Demensia
Ketika berkomunikasi dengan lansia dengan demensia perawat perlu
memperhatikan bagaimana mereka menampilkan diri kepada lansia
dengan demensia.
Tiga faktor yang membangun komunikasi adalah :
1. Bahasa tubuh (pesan yang kami berikan dengan ekspresi wajah kita,
postur dan gerak tubuh), yang menyumbang 55 % dari komunikasi.
2. Nada suara kami, yang menyumbang 38 % dari komunikasi.
3. Kata-kata yang kita gunakan, yang mencakup 7 % dari komunikasi.
Tiga faktor diatas sangat penting bagi keluarga dan perawat untuk
berkomunikasi dengan lansia yang menderita demensia. Bahasa tubuh
negatif, seperti mendesah dan mengangkat alis, dapat dengan mudah
dilihat. Ada sejumlah strategi atau pendekatan yang dapat digunakan untuk
berkomunikasi secara positif dengan lansia demensia, untuk membuat diri
perawat mengerti dan untuk menunjukkan perawat peduli pada mereka,
yaitu :
a. Sikap peduli
Perawat menjaga perasaan dan emosi meskipun mereka mungkin tidak
mengerti apa yang dikatakan lansia dengan dimensia, sehingga sangat
penting untuk selalu menjaga martabat dan harga diri lansia. Apabila
18
diperlukan, menggunakan sentuhan untuk menjaga perhatian orang dan
untuk mengkomunikasikan perasaan kehangatan dan kasih sayang.
b. Cara berbicara
Ketika berbicara kepada lansia dengan demensia, cobalah untuk :
1. Tetap tenang dan berbicara dalam lembut
2. Menggunkan kalimat pendek dan sederhana, dengan fokus pada satu
ide pada suatu waktu
3. Menggunakan orientasi nama atau label setiap kali kita komunikasi
agar mudah dipahami lansia
c. Bahasa tubuh
Perawat mungkin perlu menggunakan beberapa gerakan tangan dan
ekspresi wajah untuk membuat diri Anda mengerti. Menunjuk atau
menunjukkan juga dapat membantu. Menyentuh dan memegang tangan
lansia tersebut dapat membantu menjaga perhatian mereka dan
menunjukkan kepada mereka bahwa Anda peduli. Senyum hangat dan
tawa bersama.
d. Lingkungan yang tepat
Ketika berkomunikasi dengan orang dengan demensia, cobalah untuk :
1. Menghindari suara yang bising, seperti TV atau radio.
2. Berbicara pelan-pelan, ini membuat lebih mudah bagi lansia dengan
demensia untuk mengikuti apa yang kita katakan.
3. Mempertahankan rutinitas, ini membantu untuk meminimalkan
kebingungan dan dapat membantu komunikasi.
4. Pendekatan yang konsisten, itu lebih membingungkan bagi orang
dengan demensia jika semua orang menggunakan gaya yang sama
saat komunikasi. Mengulangi pesan dengan cara yang persis sama
penting bagi semua keluarga dan pengasuh.
19
Hal yang seharusnya tidak dilakukan ketika berkomunikasi dengan
lansia demensia
Ketika berkomunikasi dengan lansia demensia, cobalah untuk tidak :
1. Berdebat, itu hanya akan membuat situasi lebih buruk.
2. Memberitahu orang apa yang lansia demensia tidak bisa.
3. Merendahkan nada merendahkan suara (berbicara ke lansia demensia)
dapat diambil, bahkan jika kata-kata yang tidak dimengerti.
4. Mengajukan banyak pertanyaan langsung yang mengandalkan memori
yang baik.
5. Berbicara tentang orang-orang di depan mereka seolah-olah mereka
tidak ada.
2.7 Terapi Dan Strategi Komunikasi Untuk Lansia Dengan Demensia
Sejumlah pendekatan komunikasi alternatif telah dikembangkan, yang
mencoba untuk memberikan kepercayaan dan dukungan sangat diperlukan
untuk kesejahteraan seseorang. Banyak anggota keluarga dan pengasuh akan
secara naluriah menggunakan beberapa teknik ini :
a. Terapi validasi pada demensia
Terapi validasi mengajarkan bahwa, daripada mencoba untuk membawa
lansia dengan demensia kembali ke realitas kita, itu lebih positif untuk
memasuki realitas mereka. Dengan cara ini, perawat dapat
mengembangkan empati dengan orang, dan membangun kepercayaan
dan rasa aman. Hal ini dapat mengurangi kecemasan.
b. Terapi musik pada demensia
Kegiatan yang melibatkan musik adalah cara lain yang efektif untuk
berkomunikasi dengan lansia yang memiliki demensia. Seringkali
ketika keterampilan lainnya telah hilang, mereka masih bisa menikmati
lagu-lagu masa lalu yang akrab ditelinga mereka. Sebuah musik tertentu
dapat membuka kenangan dan perasaan lansia.
20
Mengetahui musik yang disukai dan tidak disukai lansia sangat penting
untuk melakukan pendekatan dengan mereka. Musik dapat digunakan
sebagai terapi resmi atau hanya untuk kesenangan. Hal ini juga dapat
membantu dalam pengelolaan perilaku lansia yang sulit. Terapis musik
memiliki pelatihan dalam penggunaan musik dengan orang-orang
dengan demensia, dan dapat mengatasi beberapa perilaku yang sangat
kompleks.
c. Reminiscence dan demensia
Memori adalah cara meninjau peristiwa masa lalu. Ini biasanya sebuah
kegiatan yang sangat positif dan bermanfaat. Bahkan jika lansia dengan
demensia tidak dapat berpartisipasi secara verbal, mengenang dan
merenungkan masa lalu masih bisa memberikan mereka kesenangan.
Ketika meninjau peristiwa masa lalu dapat memberikan rasa damai dan
kebahagiaan, juga dapat membangkitkan kenangan yang menyakitkan
dan menyedihkan. Hal ini penting untuk perawat agar peka terhadap
reaksi lansia jika hal ini terjadi. Jika kesusahan mereka tampaknya luar
biasa, maka lebih baik menggunakan bentuk lain dari gangguan untuk
mengurangi kecemasan.
Hal-hal yang perlu diingat dalam melakukan komunikasi terapeutik
pada lansia dengan demensia
1. Kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi bisa membuat frustasi dan
sulit bagi orang-orang dengan demensia, keluarga dan pengasuh mereka.
2. Komunikasi positif dapat membantu lansia dengan demensia menjaga
martabat mereka dan harga diri.
3. Sikap peduli, penggunaan bahasa tubuh yang tepat dan mempertahankan
lingkungan yang tepat adalah semua aspek penting dari komunikasi.
4. Pendekatan komunikasi alternatif yaitu perawat dapat mencoba termasuk
terapi validasi, terapi musik, memori dan ini adalah buku hidup Anda.
21
BAB III
CONTOH DRAMA APLIKASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA
PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA
3.1 Contoh Kasus
Tn. T usia 79 tahun, tinggal di panti werdha budi luhur sejak 1 minggu
yang lalu, keluarga minitipkan Tn. T disebabkan karena keluarga sibuk
dengan urusan masing-masing. Tn. T dulunya bekerja dipabrik almunium,
kondisi fisik Tn. T saat ini mengalami gangguan memori dan orientasi. Selain
itu klien sering lupa jalan pulang apabila sedang berpergian, sering lupa
apabila menaruh benda. Tn. T juga sering tersinggung dan mudah marah.
Sebelumnya klien pernah dibawa berobat ke RSUD Jombang dan di diagnosa
oleh dokter bahwa Tn. T menderita demensia yang merupakan bagian normal
dari proses penuaan.
Skenario
1. Fase Pra Interaksi
Dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan dan melihat kondisi pasien
lansia yang bernama Tn. T yang menderita demensia. Tn. T mengalami
gangguan memori dan orientasi. Selain itu klien sering lupa jalan pulang
apabila sedang berpergian, sering lupa apabila menaruh benda. Tn. T juga
sering tersinggung dan mudah marah.
2. Fase Orientasi
Perawat 1 (perawat primer) dan perawat 2 (perawat sekunder) mendatangi
pasien Tn. T diruangan bersama anaknya yang sedang menjenguknya.
P1 dan P2 : Assalamu’alaikum
Keluarga (anak) : Wa’alaikum salam
P1 dan P2 : Selamat pagi bapak/ibu, mas/mbak (sambil tersenyum)
Keluarga (anak) : Pagi juga mbak…
Kakek sedikit kebingungan melihat kedatangan perawat
22
P1 dan P2 : Pagi kek… Bagaimana kabarnya pagi hari ini, sudah
lebih baik??
Tn. T : Pagi…’’ ini siapa?
Kakek masih tampak kebingungan dan tampak berfikir
P1 : Kek.. perkenalkan saya perawat Ani dan ini teman saya
perawat Ana..
P2 : Kami berdua yang bertugas untuk merawat kakek hari
ini..
3. Fase Kerja
Pada tahap kerja perawat akan melakukan beberapa pemeriksaan mini mental
state exam ( mmse ) pada kakek T
P1 : Kenalan dulu ya kek.. Kakek namanya siapa??
Tn. T : Nama saya T
P1 : Kakek umurnya berapa ya? Terus kakek lahir tahun
berapa? ( Tes orientasi )
Tn. T : Waduhh.. saya sudah tidak ingat lahir tahun berapa?”
P1 : Kalau sekarang tahun berapa ya kek?? ( Tes orientasi )
Tn. T : Tahun 2012
P1 : Kakek tau nggak presiden kita sekarang siapa?
Tn. T : Ya taulahh presiden kita sekarang Pak SBY, ini sudah
periode kedua pak SBY jadi presiden..
P1 : Wahh kakek pasti cita-citanya dulu jadi presiden yaa…
(sambil tersenyum)
Sebenarnya sekarang tahun 2015 kek terus pak Jokowi
presiden kita sekarang.
Tn. T : Oalahh tahun 2015 to...
P1 : Ehmm.. kalau sekarang hari apa ya kek? (tes orientasi)
Tn. T : Hari senin..
P1 : Hari ini hari rabu kek
Sambil perawat 1 melakukan anamnesa dengan pasien perawat 2 mencatat
hasil dari pemeriksaaan.
P1 : Kek tadi pagi sudah sarapan? (tes mengingat)
23
Tn. T : Belum..
P1 : Lhooh kenapa kok belum sarapan kek??
Tn. T : Saya juga ndak tau kenapa saya belum diberi makan..
P1 : Kakek laper nggak sekarang?
Tn. T : Perut kakek kenyang.. ( kakek lupa kalau sudah sarapan)
P1 : Kakek suka jalan-jalan?
Tn. T : Suka banget
Keluarga (anak) : Ayah saya sebelum masuk panti ini sering jalan-jalan
keluar rumah dan kami anak-anaknya terlalu sibuk dan
tidak sadar kalau ayah kami tidak pulang karena kesasar
lupa jalan pulang. Untung ada tetangga saya yang melihat
ayah saya dijalanan..
P1 : Ohh.. begitu.
Tn. T : Sebenernya kakek kepengen tiap hari jalan-jalan tapi
kakek malah ditinggal disini sama anak-anak kakek..”
(sambil muka manyun, sedih)
P1 : Mungkin anak-anak kakek kasian sama kakek dirumah
sendirian jadi menitipkan kakek tinggal disini sehingga
kakek punya banyak teman disini
Kakek nanti kalau pengen jalan – jalan keluar bisa bilang
dulu biar nanti ada yang nemenin kakek..
Tn. T : Iya..
P1 dan P2 : Kalau begitu kami permisi dulu ya kek… nanti 30 menit
lagi kita kesini lagi… kalau kakek butuh sesuatu kakek bisa
minta bantuan sama perawat penjaga di panti ini…
Perawat 1 dan Perawat 2 meninggalkan ruangan untuk mendiskusikan hasil
pemeriksaan kakek T dan merencanakan tindakan atau terapi untuk kakek T
yang mengalami demensia.
Setelah 30 menit Perawat 1 dan Perawat 2 kembali menemui kakek T dan
diikuti kepala panti.
Kepala panti : Assalamu’alaikum…
P1, P2, Tn. T dan anaknya : Wa’alaikumsalam…
24
Kepala panti : Bagaimana kek kabarnya hari ini?? Terus bagaimana
rasanya diperiksa sama perawat Ana dan perawat Ani??
Tn. T : Saya senang..
Kepala panti dan P1, P2 dan keluarga Tn. T berbicara sebentar…….
Kepala panti : Bagaimana suster Ana dan Ani kondisi kakek T??
P1 & P2 : Kondisinya baik tapi kakek T megalami gangguan memori
dan gangguan orientasi
Kepala panti : Oh begitu… iya suster sebelumnya kakek T didiagnosa
demensia, kakek T memang sering lupa jalan pulang apabila
sedang berpergian, sering lupa apabila menaruh
Keluarga (anak) : Terus bagaimana solusinya supaya ayah saya tidak seperti
itu??”
P1 dan P2 : Bagaimana kalau kita lakuakan tindakan pencegahan
dengan menaruh no telepon panti, alamat panti disaku baju
kakek T supaya nanti ada yang bisa bantu kalau kakek
nyasar..
Anaknya, Kepala panti : Iya, saya setuju..
Kepala panti : Kakek T juga sering tersinggung dan dan kadang marah-
marah.. bagaimana caranya agar tidak seperti itu??
P1 dan P2 : Kalau itu, kita lakukan terapi pada kakek dengan mengajak
kakek untuk melakukan hal-hal yang disukai kakek, selain
itu saat berbicara sebaiknya kita memperhalus komunikasi,
berbicara pelan dengan kalimat sederhana..
Anaknya, Kepala panti : Iya, itu ide yang bagus
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Demensia dapat mempengaruhi komunikasi antara lansia yang menderita
demensia, dengan keluarga mereka dan perawat. Perawat dan keluarga dapat
meningkatkan komunikasi dengan menggunakan sejumlah strategi atau
pendekatan. Sikap peduli, penggunaan bahasa tubuh yang tepat dan
lingkungan yang tepat adalah semua aspek penting komunikasi. Pendekatan
komunikasi alternatif dapat perawat ataupun keluarga coba lakukan termasuk
terapi validasi, terapi musik, kenang-kenangan dan membuat buku kenangan.
4.2 Saran
Komunikasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses keperawatan.
Sejak tahap awal sampai tahapan penilaian diperlukan keterampilan
komunikasi. Agar pesan dapat diterima dengan mudah oleh pasien lansia
dengan demensia dan agar tujuan agar dapat dicapai dengan baik, diperlukan
komunikasi yang efektif. Oleh karena itu, hendaknya seorang perawat harus
memiliki keterampilan untuk meningkatkan komunikasi yang efektif dengan
lansia demensia.
26
DAFTAR PUSTAKA
Arwani. 2002. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi. 2006. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta :
EGC
Maryam, R. Siti. 2012. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Stanley, Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi2. EGC. Jakarta :
EGC
27