BAB I

41
eBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ). Demensia adalah suatu gangguan intelektual atau daya ingat yang umumnya progresif dan ireversibel. Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008). Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan 1

description

yutiyl

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

eBAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan

verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak

hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu

menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).

Demensia adalah suatu gangguan intelektual atau daya ingat yang

umumnya progresif dan ireversibel. 

Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi

komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori

dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian

pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit

untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).

Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan

komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk

menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan

kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda

tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak

dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).

Komunikasi pada lansia dengan demensia membutuhkan perhatian

khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi,

dan sosial yang mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan yang

berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan

kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan

telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran

terahadap suara.

1

Page 2: BAB I

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian komunikasi terapeutik ?

2. Apa pengertian lanjut usia dengan demensia ?

3. Apa saja penyebab demensia pada lansia ?

4. Bagaimana tanda dan gejala demensia pada lansia ?

5. Bagaimana komunikasi terapeutik lansia yang mengalami demensia ?

6. Bagaimana tekhnik komunikasi terapeutik pada lansia dengan demensia ?

7. Bagaimana terapi dan strategi komunikasi pada lansia dengan demensia ?

8. Bagaimana contoh drama aplikasi komunikasi terapeutik pada pasien

lansia dengan demensia?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi terapeutik.

2. Untuk mengetahui lanjut usia dengan demensia.

3. Untuk mengetahui penyebab demensia pada lansia.

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala demensia pada lansia.

5. Untuk mengetahui komunikasi terapeutik pada lansia dengan demensia.

6. Untuk mengetahui tekhnik komunikasi terapeutik pada lansia dengan

demensia.

7. Untuk mengetahui terapi dan strategi komunikasi pada lansia dengan

demensia.

8. Untuk mengetahui contoh drama aplikasi komunikasi terapeutik pada

pasien lansia dengan demensia.

2

Page 3: BAB I

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara

sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien

(Indrawati, 2003 48).

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik

tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan

mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara

perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi

pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien

menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).

Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan,

namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional.

Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian

melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan

masalahnya (Arwani, 2003 50).

Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan

menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan

perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji

masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati,

2003 : 50).

Tujuan Komunikasi Terapeutik (Indrawati, 2003 48).

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan

dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien,

membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

3

Page 4: BAB I

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat

dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak

memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah

hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat

kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.

Jenis Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan

memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia

sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003),

komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan

publik.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984),

dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu

verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

1. Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan

keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal

terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya

lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang

dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan

respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.

Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji

minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka

yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1) Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan

langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil

keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai

dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.

Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk

4

Page 5: BAB I

dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang

disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa,

bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan

menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara

sederhana.

2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu

menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang

digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini

digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak

mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting.

Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada

mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru

paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara

saya mendengarkan paru-paru anda”.

3) Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata

yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran,

perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius

dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi

perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan

yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan

keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah

untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika

menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

4) Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan

keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan

yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan

menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan

sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan

cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk

5

Page 6: BAB I

menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar

untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat

dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan

sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari

pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa

menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat

atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5) Waktu dan Relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila

klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk

menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara

jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi

penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus

peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula

komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang

disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

6) Humor

Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa

membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan

oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam

memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan

Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor

merangsang produksi catecholamines dan hormon yang

menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa

sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan

menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak

atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan

klien.

2. Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang

sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat

6

Page 7: BAB I

menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-

lain.

Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :

1) Lengkap

2) Ringkas

3) Pertimbangan

4) Konkrit

5) Jelas

6) Sopan

7) Benar

Fungsi komunikasi tertulis adalah:

1) Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan

operasi.

2) Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang

telah diarsipkan.

3) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali

kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.

4) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.

5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat

perintah, surat pengangkatan.

Keuntungan Komunikasi tertulis adalah:

1) Adanya dokumen tertulis

2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman

3) Dapat meyampaikan ide yang rumit

4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan

5) menyebarkan informasi kepada khalayak ramai

6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.

7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian

8) Untuk penelitian dan bukti di pengadilan

Kerugian Komunikasi tertulis adalah:

1) Memakan waktu lama untuk membuatnya

2) Memakan biaya yang mahal

7

Page 8: BAB I

3) Komunikasi tertulis cenderung lebih formal

4) Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran

5) Susah untuk mendapatkan umpan balik segera

6) Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan

7) Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan Si pembaca.

3. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan

kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk

menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari

pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat

pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non

verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi

suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal

sebagai berikut:

1) Kinesik

Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam

bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan

bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para

penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi

juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk

mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab,

cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.

2) Proksemik

Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh

“ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu

berkomunikasi atau antara individu dengan objek.

3) Haptik

Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi

jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu

maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu

sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang,

8

Page 9: BAB I

mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda

dengan seseorang.

4) Paralinguistik

Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia

bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol

verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan

orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak

mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik

orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi

dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang

mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.

5) Artifak

Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal

dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana

cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan

tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian,

televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi

sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang

lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau

mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka

pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.

6) Logo dan Warna

Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan

merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m dapat

ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang

untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da

suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo

umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan

huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.

7) Tampilan Fisik Tubuh

Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik

tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang

9

Page 10: BAB I

mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking,

bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain).Tipe tubuh itu

merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu.

Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah

persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian

rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka

dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan

untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan

oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).

Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi

terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).

1. Ikhlas (Genuiness)

Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa

diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal

akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan

kondisinya secara tepat.

2. Empati (Empathy)

Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien.

Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan

tidak berlebihan.

3. Hangat (Warmth)

Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan

pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa

takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih

mendalam.

Fase – fase dalam komunikasi terapeutik

1. Orientasi (Orientation)

Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi

yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien.

Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building

10

Page 11: BAB I

trust, identification of problems and goals,clarification of

roles dan contract formation.

2. Kerja (Working)

Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi

tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan

pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi

pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu

menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan

membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.

3. Penyelesaian (Termination)

Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan

penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah

kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada

fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani,

2003 61).

2.2 Pengertian Lanjut Usia dengan Demensia

Lanjut usia dengan demensia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke

atas dengan suatu gangguan intelektual atau daya ingat yang umumnya

progresif dan ireversibel. 

2.3 Penyebab Demensia

Demensia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :

1. Faktor usia

Semakin tua seseorang maka akan semakin pikun. Hal tersebut

membenar adanya karena penyebab utama pikun adalah usia yang

semakin bertambah. Orang yang berusia di atas 60 tahun dikategorikan

sebagai lansia. Lansia pada umumnya lemah dalam mengingat hal-hal

baru yang dijumpai / dipelajari. Hal itu disebabkan oleh hilangnya

motivasi para lansia untuk mengingat sesuatu tersebut, kemampuan

11

Page 12: BAB I

pendengaran yang semakin lemah, dan juga karena kurangnya perhatian

terhadap objek yang dipelajari. Jadi sangat wajar jika para lansia

mengalami penyakit pikun.

2. Menurunnya fungsi sel syaraf otak

Menurunnya fungsi sel syaraf otak menjadi salah satu penyebab

munculnya penyakit pikun. Sel syaraf otak yang rusak akan membuat

kemampuan mengingat dan berpikir seseorang menjadi lemah. Salah

satu penyakit  yang menyerang sel syaraf otak adalah alzheimer.

Alzheimer adalah sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang

hampir bersamaan. Sel-sel syaraf pada penderita Alzheimer tidak

memiliki kemampuan memulihkan synapse yang sudah rusak / aus.

Padahal, kemampuan stabilisasi atau regenerasi synapse dalam kondisi

normal tetap ada pada sel syaraf manusia lanjut usia. Orang yang pikun

karena alzheimer ini mengalami penurunan drastis kemampuan

regenerasi sel syaraf yang mana sebagian diakibatkan oleh mutasi

genetika dan sebagian lagi akibat dari pengerasan protein tertentu di

dalam otak. 

3. Faktor makanan dan gaya hidup

Konsumsi makanan yang tidak sehat dapat mempercepat seseorang

menjadi pikun, misalnya konsumsi makanan yang berlemak secara rutin

dan dalam jumlah banyak. Makanan berlemak dapat menghambat

peredaran darah ke otak sehingga mengurangi fungsi otak. Begitu juga

dengan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, konsumsi

minuman beralkohol, narkoba, dan obat-obatan terlarang juga

meningkatkan potensi pikun dalam diri anda.

4. Stress

Stress adalah suatu kondisi dimana terdapat banyak tekanan / masalah

yang menyebabkan seseorang menjadi tegang baik syaraf maupun

mental dan mempengaruhi perilakunya. Orang yang stress cenderung

tidak terkontrol dalam makan dan berperilaku. Pada saat seseorang

mengalami stress maka sel-sel di hippocampus (bagian otak sebelah

12

Page 13: BAB I

dalam) terpaksa bekerja lebih keras sehingga otak menjadi lelah dan

mudah rusak.

5. Faktor tidur

Tidur adalah aktivitas yang pasti dilakukan oleh setiap orang karena

tidur merupakan sarana untuk beristirahat secara alami. Tidur yang

ideal bagi seseorang (selain bayi) adalah 6-8 jam. Tetapi jika anda tidur

lebih dari 8 jam dalam sehari semalam maka anda akan lebih cepat

terkena penyakit pikun. Begitu juga jika anda tidur kurang dari 6 jam

sehari semalam.

2.4 Tanda dan Gejala Demensia

a. Hilangnya ingatan  yang mengganggu kehidupan sehari-hari. 

Hilangnya ingatan adalah tanda umum dari demensia, terutama lupa

dengan informasi atau peristiwa yang belum lama dialami. Penderita

demensia mungkin akan berusaha keras untuk mengingat nama benda

atau teman, atau kesulitan untuk mengingat sesuatu yang baru saja

ditontonnya di TV.

b. Merasa bingung dengan waktu dan lokasi. 

Jika demensia mulai berkembang, penderitanya mungkin akan lupa

akan waktu, tanggal atau bahkan tahun. Penderita demensia bahkan

mungkin juga lupa dimana lokasinya berada saat ini atau bagaimana dia

bisa sampai disitu, atau merasa bingung ketika berada di lingkungan

yang sebenarnya telah ia kenal.

c. Masalah dengan persepsi dan kesadaran sosial. 

Pada sebagian orang, masalah penglihatan merupakan gejala demensia.

Penderita demensia mungkin mengalami kesulitan dalam membaca,

mengukur jarak, dan menentukan warna dan kontras.

13

Page 14: BAB I

d. Masalah dalam berbicara dan kosakata. 

Penderita demensia mungkin akan berhenti di tengah-tengah

pembicaraannya, sulit untuk melanjutkan kembali atau sulit untuk

mengingat sampai dimana pembicaraannya tadi. Penderita demensia

juga mungkin mengalami kesulitan dalam mencari kosakata yang tepat.

e. Kesulitan dalam berencana atau mengatur. 

Penderita demensia kemungkinan juga akan mengalami penurunan

kemampuan dalam merencanakan atau bekerja dengan perubahan-

perubahan angka. Sebagai contoh, penderita demensia mungkin

mengalami kesulitan dalam mengikuti daftar belanjaan atau melacak

tagihan. 

f. Perubahan kepribadian dan suasana hati. 

Penderita demensia mungkin selalu diliputi perasaan curiga, depresi,

takut, atau cemas. Penderita demensia biasanya juga mudah sekali

marah.

Perawatan dini akan mencegah demensia berkembang lebih lanjut atau

bahkan mengurangi gejalanya. Ketika sudah mencapai stadium akhir,

penderita demensia biasanya tidak lagi mampu untuk melakukan aktivitas

sehari-hari dan akan terus membutuhkan bantuan orang lain.

2.5 Komunikasi Terapeutik Lansia yang Mengalami Demensia

Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau demensia atau

kepikunan mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang

lain. hal ini sangat mengecewakan dan membingunkan lansia maupun

pemberi asuhan. Perawat atau pemberi asuhan perlu :

1. Mengenali minimal 10 gejala berikut

a. Lupa kejadian yang baru saja dialami

b. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari

14

Page 15: BAB I

c. Kesulitan dalam berbahasa

d. Disorientasi dalam waktu dan tempat

e. Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat

f. Kesulitan berpikir abstrak

g. Salah menaruh barang (misal, setrika di simpan dalam kulkas)

h. Perubahan suasana hati

i. Perubahan perilaku dan kepribadian

j. Kehilangan inisiatif

2. Menyiapkan mental. Perawat atau pemberi asuhan sebelum

berkomunikasi dan memberi asuhan keperawatan dan pelayanan sosial

kepada lansia terlebih dahulu sudah harus siap mental, yakni :

a. Menyadari bahwa akan menghadapi situasi yang sulit

b. Mengingat bahwa lansia yang mengalami penurunan daya ingat

mungkin menderita demensia

c. Siap untuk “tidak dihargai”

d. Mengabaikan nalar

e. Kemarahan anda sebaiknya disalurkan ke tempat lain

f. Memfokuskan pada saat yang menyenangkan

g. Meghindari menganggap bahwa lansia selalu membuat ulah

h. Mengupayakan selalu mengembangkan rasa humor

i. Menghargai diri sendiri

j. Bila perlu menggunakan jasa respite care

3. Memberi asuhan keperawatan.

a. Minta pertolongan orang lain :

I. Mengikutsertakan dalam kelompok pemberi bantuan

II. Dapatkan bantuan dari keluarga atau sahabatnya

III. Tidak menunggu sampai terjadi masalah

IV. Dapatkan orang yang dapat diandalkan dan dapat memberi

pertolongan

V. Dapatkan keterangan mengenai sumber di masyarakat yang

dapat memberi pertolongan

b. Perhatikan kebutuhan pribadi :

15

Page 16: BAB I

I. Makanan yang cukup gizi

II. Olahraga atau latihan fisik yang cukup dan teratur

III. Tidur yang cukup

IV. Meluangkan waktu untuk diri sendiri (misal, menjenguk

teman)

V. Mengenali perasaan frustasi, sedih, marah, dan depresi.

Temukan orang yang dapat dipercaya untuk membicarakan

apa yang anda rasakan

c. Hindari kesendirian :

I. Cari hobi atau aktivitas yang disukai

II. Aktif dalam kegiatan rohani atau sosial

III. Menjalani komunikasi dengan orang yang dianggap masih

produktif dalam berpikir

Penyakit demensia Alzheimer membutuhkan penanganan yang

“menyeluruh” dan melibatkan lingkungannya. Lingkungan tersebut

meliputi kerabat dan sahabat yang terdiri dari seluruh anggota keluarga

orang dekat atau teman yang peduli dan menaruh minat dalam lansia.

Perawat bertanggung jawab terhadap kebutuhan kebutuhan lansia sehari-

hari :

1. Makan

2. Mandi

3. Berpakaian dan berias

Lansia demensia mudah bingung terhadap suara atau warna yang

berlainan, dan bila berada dalam lingkungan yang menakutkan timbul

perasaan yang berlebihan. Semua ini dapat membuat marah dan

mencemaskan untuk menciptakan pearsaan aman dan senang bagi lansia,

perawat harus :

1.       Berfokus pada pencegahan

a. Berusaha mencegah masalah

b. Kecelakaan dapat terjadi bla seseorang terlalu diburu-buru

c. Beri waktu yang cukup

16

Page 17: BAB I

d. Jika lansia seorang perokok, awasi pemakaian rokok dan korek

2.       pertahankan keamanan dan keselamatan

a. Pasang pintu di atas tangga dan alat untuk pegangan

b. Pasang kunci pada lemari tempat alat-alat berbahaya (pisau, alat

pembersih)

c. Pasang penutup pada kenop pintu sehingga menghalangi lansia

keluyuran

d. Ciptakan suasana sederhana. Keluarkan semua perabotan/mebel

yang tidak perlu serta Segala macam yang mengacaukan pikiran

termasuk perhiasan

e. Simpan barang yang sering dipakai selalu di tempat yang sama

f. Keluarkan barang-barang yang dapat menyebabkan kebingungan

(mis: krim cukur berdekatan dengan pasta gigi)

g. Sigkirkan barang yang berbahaya, termasuk tanaman beracun

h. Singkirkan benda-benda kecil yang dapat ditelan dan simpan semua

alat-alat yang tajam

i. Pastikan kabel listrik berada dalam keadaan aman

j. Sediakanpenerangan yang cukup. Pakai lampu yang tidak mudah

jatuh. Pasang lampu malam ditempat tidur, di gang, dan di kamar

mandi.

k. Pastikan ada penerangan yang cukup dan hindarti bayang-bayang

sehingga dapat mengakibatkan persepsi yang salah dari lansia

l. Amankan dapur. Pindahkan kenop oven bila kompor tidak dipakai.

Simpan alat-alat dapur dengan aman

m. Ciptakan kamar tidur yang aman. Sediakan bangku untuk duduk.

Pastikan alat pengatur suhu pada alat pemanas air telah diturunkan

untuk menghindari kebakaran. Lantai harus selalu kering dan

gunakan keset antiselip agar tidak tergelincir . keluarkan kunci dari

pintu kamar mandi

17

Page 18: BAB I

3.      Bersiap menghadapi keadaan darurat

a. Buat petunjuk tertulis untuk menghadapi kebakaran atau bentuk lain

keadaan darurat dan pasang dekat telepon, bersama telepon polisi,

pemadam kebakaran dan dokter

b. Siapkan foto terbaru lansia tersebut agar dapat membantu polisi bila

lansia hilang

c. Pasien harus memamkai kalung identitas atau tanda ”memory lost”

d. Jangan biarkan lansia sendirian dirumah, walaupun untuk beberapa

menit

2.6 Tekhnik Komunikasi Terapeutik Lansia dengan Demensia

Ketika berkomunikasi dengan lansia dengan demensia perawat perlu

memperhatikan bagaimana mereka menampilkan diri kepada lansia

dengan demensia.

Tiga faktor yang membangun komunikasi adalah :

1. Bahasa tubuh (pesan yang kami berikan dengan ekspresi wajah kita,

postur dan gerak tubuh), yang menyumbang 55 % dari komunikasi.

2. Nada suara kami, yang menyumbang 38 % dari komunikasi.

3. Kata-kata yang kita gunakan, yang mencakup 7 % dari komunikasi.

Tiga faktor diatas sangat penting bagi keluarga dan perawat untuk

berkomunikasi dengan lansia yang menderita demensia. Bahasa tubuh

negatif, seperti mendesah dan mengangkat alis, dapat dengan mudah

dilihat. Ada sejumlah strategi atau pendekatan yang dapat digunakan untuk

berkomunikasi secara positif dengan lansia demensia, untuk membuat diri

perawat mengerti dan untuk menunjukkan perawat peduli pada mereka,

yaitu :

a. Sikap peduli

Perawat menjaga perasaan dan emosi meskipun mereka mungkin tidak

mengerti apa yang dikatakan lansia dengan dimensia, sehingga sangat

penting untuk selalu menjaga martabat dan harga diri lansia. Apabila

18

Page 19: BAB I

diperlukan, menggunakan sentuhan untuk menjaga perhatian orang dan

untuk mengkomunikasikan perasaan kehangatan dan kasih sayang.

b. Cara berbicara

Ketika berbicara kepada lansia dengan demensia, cobalah untuk :

1. Tetap tenang dan berbicara dalam lembut

2. Menggunkan kalimat pendek dan sederhana, dengan fokus pada satu

ide pada suatu waktu

3. Menggunakan orientasi nama atau label setiap kali kita komunikasi

agar mudah dipahami lansia

c. Bahasa tubuh

Perawat mungkin perlu menggunakan beberapa gerakan tangan dan

ekspresi wajah untuk membuat diri Anda mengerti. Menunjuk atau

menunjukkan juga dapat membantu. Menyentuh dan memegang tangan

lansia tersebut dapat membantu menjaga perhatian mereka dan

menunjukkan kepada mereka bahwa Anda peduli. Senyum hangat dan

tawa bersama.

d. Lingkungan yang tepat

Ketika berkomunikasi dengan orang dengan demensia, cobalah untuk :

1. Menghindari suara yang bising, seperti TV atau radio.

2. Berbicara pelan-pelan, ini membuat lebih mudah bagi lansia dengan

demensia untuk mengikuti apa yang kita katakan.

3. Mempertahankan rutinitas, ini membantu untuk meminimalkan

kebingungan dan dapat membantu komunikasi.

4. Pendekatan yang konsisten, itu lebih membingungkan bagi orang

dengan demensia jika semua orang menggunakan gaya yang sama

saat komunikasi. Mengulangi pesan dengan cara yang persis sama

penting bagi semua keluarga dan pengasuh.

19

Page 20: BAB I

Hal yang seharusnya tidak dilakukan ketika berkomunikasi dengan

lansia demensia

Ketika berkomunikasi dengan lansia demensia, cobalah untuk tidak :

1. Berdebat, itu hanya akan membuat situasi lebih buruk.

2. Memberitahu orang apa yang lansia demensia tidak bisa.

3. Merendahkan nada merendahkan suara (berbicara ke lansia demensia)

dapat diambil, bahkan jika kata-kata yang tidak dimengerti.

4. Mengajukan banyak pertanyaan langsung yang mengandalkan memori

yang baik.

5. Berbicara tentang orang-orang di depan mereka seolah-olah mereka

tidak ada.

2.7 Terapi Dan Strategi Komunikasi Untuk Lansia Dengan Demensia

Sejumlah pendekatan komunikasi alternatif telah dikembangkan, yang

mencoba untuk memberikan kepercayaan dan dukungan sangat diperlukan

untuk kesejahteraan seseorang. Banyak anggota keluarga dan pengasuh akan

secara naluriah menggunakan beberapa teknik ini :

a. Terapi validasi pada demensia

Terapi validasi mengajarkan bahwa, daripada mencoba untuk membawa

lansia dengan demensia kembali ke realitas kita, itu lebih positif untuk

memasuki realitas mereka. Dengan cara ini, perawat dapat

mengembangkan empati dengan orang, dan membangun kepercayaan

dan rasa aman. Hal ini dapat mengurangi kecemasan.

b. Terapi musik pada demensia

Kegiatan yang melibatkan musik adalah cara lain yang efektif untuk

berkomunikasi dengan lansia yang memiliki demensia. Seringkali

ketika keterampilan lainnya telah hilang, mereka masih bisa menikmati

lagu-lagu masa lalu yang akrab ditelinga mereka. Sebuah musik tertentu

dapat membuka kenangan dan perasaan lansia.

20

Page 21: BAB I

Mengetahui musik yang disukai dan tidak disukai lansia sangat penting

untuk melakukan pendekatan dengan mereka. Musik dapat digunakan

sebagai terapi resmi atau hanya untuk kesenangan. Hal ini juga dapat

membantu dalam pengelolaan perilaku lansia yang sulit. Terapis musik

memiliki pelatihan dalam penggunaan musik dengan orang-orang

dengan demensia, dan dapat mengatasi beberapa perilaku yang sangat

kompleks.

c. Reminiscence dan demensia

Memori adalah cara meninjau peristiwa masa lalu. Ini biasanya sebuah

kegiatan yang sangat positif dan bermanfaat. Bahkan jika lansia dengan

demensia tidak dapat berpartisipasi secara verbal, mengenang dan

merenungkan masa lalu masih bisa memberikan mereka kesenangan.

Ketika meninjau peristiwa masa lalu dapat memberikan rasa damai dan

kebahagiaan, juga dapat membangkitkan kenangan yang menyakitkan

dan menyedihkan. Hal ini penting untuk perawat agar peka terhadap

reaksi lansia jika hal ini terjadi. Jika kesusahan mereka tampaknya luar

biasa, maka lebih baik menggunakan bentuk lain dari gangguan untuk

mengurangi kecemasan.

Hal-hal yang perlu diingat dalam melakukan komunikasi terapeutik

pada lansia dengan demensia

1. Kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi bisa membuat frustasi dan

sulit bagi orang-orang dengan demensia, keluarga dan pengasuh mereka.

2. Komunikasi positif dapat membantu lansia dengan demensia menjaga

martabat mereka dan harga diri.

3. Sikap peduli, penggunaan bahasa tubuh yang tepat dan mempertahankan

lingkungan yang tepat adalah semua aspek penting dari komunikasi.

4. Pendekatan komunikasi alternatif yaitu perawat dapat mencoba termasuk

terapi validasi, terapi musik, memori dan ini adalah buku hidup Anda.

21

Page 22: BAB I

BAB III

CONTOH DRAMA APLIKASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA

PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA

3.1 Contoh Kasus

Tn. T usia 79 tahun, tinggal di panti werdha budi luhur sejak 1 minggu

yang lalu, keluarga minitipkan Tn. T disebabkan karena keluarga sibuk

dengan urusan masing-masing. Tn. T dulunya bekerja dipabrik almunium,

kondisi fisik Tn. T saat ini mengalami gangguan memori dan orientasi. Selain

itu klien sering lupa jalan pulang apabila sedang berpergian, sering lupa

apabila menaruh benda. Tn. T juga sering tersinggung dan mudah marah.

Sebelumnya klien pernah dibawa berobat ke RSUD Jombang dan di diagnosa

oleh dokter bahwa Tn. T menderita demensia yang merupakan bagian normal

dari proses penuaan.

Skenario

1. Fase Pra Interaksi

Dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan dan melihat kondisi pasien

lansia yang bernama Tn. T yang menderita demensia. Tn. T mengalami

gangguan memori dan orientasi. Selain itu klien sering lupa jalan pulang

apabila sedang berpergian, sering lupa apabila menaruh benda. Tn. T juga

sering tersinggung dan mudah marah.

2. Fase Orientasi

Perawat 1 (perawat primer) dan perawat 2 (perawat sekunder) mendatangi

pasien Tn. T diruangan bersama anaknya yang sedang menjenguknya.

P1 dan P2 : Assalamu’alaikum

Keluarga (anak) : Wa’alaikum salam

P1 dan P2 : Selamat pagi bapak/ibu, mas/mbak (sambil tersenyum)

Keluarga (anak) : Pagi juga mbak…

Kakek sedikit kebingungan melihat kedatangan perawat

22

Page 23: BAB I

P1 dan P2 : Pagi kek… Bagaimana kabarnya pagi hari ini, sudah

lebih baik??

Tn. T : Pagi…’’ ini siapa?

Kakek masih tampak kebingungan dan tampak berfikir

P1 : Kek.. perkenalkan saya perawat Ani dan ini teman saya

perawat Ana..

P2 : Kami berdua yang bertugas untuk merawat kakek hari

ini..

3. Fase Kerja

Pada tahap kerja perawat akan melakukan beberapa pemeriksaan mini mental

state exam ( mmse ) pada kakek T

P1 : Kenalan dulu ya kek.. Kakek namanya siapa??

Tn. T : Nama saya T

P1 : Kakek umurnya berapa ya? Terus kakek lahir tahun

berapa? ( Tes orientasi )

Tn. T : Waduhh.. saya sudah tidak ingat lahir tahun berapa?”

P1 : Kalau sekarang tahun berapa ya kek?? ( Tes orientasi )

Tn. T : Tahun 2012

P1 : Kakek tau nggak presiden kita sekarang siapa?

Tn. T : Ya taulahh presiden kita sekarang Pak SBY, ini sudah

periode kedua pak SBY jadi presiden..

P1 : Wahh kakek pasti cita-citanya dulu jadi presiden yaa…

(sambil tersenyum)

Sebenarnya sekarang tahun 2015 kek terus pak Jokowi

presiden kita sekarang.

Tn. T : Oalahh tahun 2015 to...

P1 : Ehmm.. kalau sekarang hari apa ya kek? (tes orientasi)

Tn. T : Hari senin..

P1 : Hari ini hari rabu kek

Sambil perawat 1 melakukan anamnesa dengan pasien perawat 2 mencatat

hasil dari pemeriksaaan.

P1 : Kek tadi pagi sudah sarapan? (tes mengingat)

23

Page 24: BAB I

Tn. T : Belum..

P1 : Lhooh kenapa kok belum sarapan kek??

Tn. T : Saya juga ndak tau kenapa saya belum diberi makan..

P1 : Kakek laper nggak sekarang?

Tn. T : Perut kakek kenyang.. ( kakek lupa kalau sudah sarapan)

P1 : Kakek suka jalan-jalan?

Tn. T : Suka banget

Keluarga (anak) : Ayah saya sebelum masuk panti ini sering jalan-jalan

keluar rumah dan kami anak-anaknya terlalu sibuk dan

tidak sadar kalau ayah kami tidak pulang karena kesasar

lupa jalan pulang. Untung ada tetangga saya yang melihat

ayah saya dijalanan..

P1 : Ohh.. begitu.

Tn. T : Sebenernya kakek kepengen tiap hari jalan-jalan tapi

kakek malah ditinggal disini sama anak-anak kakek..”

(sambil muka manyun, sedih)

P1 : Mungkin anak-anak kakek kasian sama kakek dirumah

sendirian jadi menitipkan kakek tinggal disini sehingga

kakek punya banyak teman disini

Kakek nanti kalau pengen jalan – jalan keluar bisa bilang

dulu biar nanti ada yang nemenin kakek..

Tn. T : Iya..

P1 dan P2 : Kalau begitu kami permisi dulu ya kek… nanti 30 menit

lagi kita kesini lagi… kalau kakek butuh sesuatu kakek bisa

minta bantuan sama perawat penjaga di panti ini…

Perawat 1 dan Perawat 2 meninggalkan ruangan untuk mendiskusikan hasil

pemeriksaan kakek T dan merencanakan tindakan atau terapi untuk kakek T

yang mengalami demensia.

Setelah 30 menit Perawat 1 dan Perawat 2 kembali menemui kakek T dan

diikuti kepala panti.

Kepala panti : Assalamu’alaikum…

P1, P2, Tn. T dan anaknya : Wa’alaikumsalam…

24

Page 25: BAB I

Kepala panti : Bagaimana kek kabarnya hari ini?? Terus bagaimana

rasanya diperiksa sama perawat Ana dan perawat Ani??

Tn. T : Saya senang..

Kepala panti dan P1, P2 dan keluarga Tn. T berbicara sebentar…….

Kepala panti : Bagaimana suster Ana dan Ani kondisi kakek T??

P1 & P2 : Kondisinya baik tapi kakek T megalami gangguan memori

dan gangguan orientasi

Kepala panti : Oh begitu… iya suster sebelumnya kakek T didiagnosa

demensia, kakek T memang sering lupa jalan pulang apabila

sedang berpergian, sering lupa apabila menaruh

Keluarga (anak) : Terus bagaimana solusinya supaya ayah saya tidak seperti

itu??”

P1 dan P2 : Bagaimana kalau kita lakuakan tindakan pencegahan

dengan menaruh no telepon panti, alamat panti disaku baju

kakek T supaya nanti ada yang bisa bantu kalau kakek

nyasar..

Anaknya, Kepala panti : Iya, saya setuju..

Kepala panti : Kakek T juga sering tersinggung dan dan kadang marah-

marah.. bagaimana caranya agar tidak seperti itu??

P1 dan P2 : Kalau itu, kita lakukan terapi pada kakek dengan mengajak

kakek untuk melakukan hal-hal yang disukai kakek, selain

itu saat berbicara sebaiknya kita memperhalus komunikasi,

berbicara pelan dengan kalimat sederhana..

Anaknya, Kepala panti : Iya, itu ide yang bagus

25

Page 26: BAB I

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Demensia dapat mempengaruhi komunikasi antara lansia yang menderita

demensia, dengan keluarga mereka dan perawat. Perawat dan keluarga dapat

meningkatkan komunikasi dengan menggunakan sejumlah strategi atau

pendekatan. Sikap peduli, penggunaan bahasa tubuh yang tepat dan

lingkungan yang tepat adalah semua aspek penting komunikasi. Pendekatan

komunikasi alternatif dapat perawat ataupun keluarga coba lakukan termasuk

terapi validasi, terapi musik, kenang-kenangan dan membuat buku kenangan.

4.2 Saran

Komunikasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses keperawatan.

Sejak tahap awal sampai tahapan penilaian diperlukan keterampilan

komunikasi. Agar pesan dapat diterima dengan mudah oleh pasien lansia

dengan demensia dan agar tujuan agar dapat dicapai dengan baik, diperlukan

komunikasi yang efektif. Oleh karena itu, hendaknya seorang perawat harus

memiliki keterampilan untuk meningkatkan komunikasi yang efektif dengan

lansia demensia.

26

Page 27: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

Arwani. 2002. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahjudi. 2006. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta :

EGC

Maryam, R. Siti. 2012. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :

Salemba Medika

Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

Stanley, Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi2. EGC. Jakarta :

EGC

27