BAB I

46
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkotaan merupakan suatu tempat kegiatan atau konsentrasi penduduk yang tinggi dan mempunyai peranan yang sangat dominan dalam kehidupan masyarakat. Sebagai pusat konsentrasi penduduk dan berbagai aktifitasnya, maka suatu kota akan memiliki kecenderungan tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan penduduknya. Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan kota umumnya sama sebagaimana yang berpengaruh pada perkembangan kota-kota di negara yang sedang berkembang, antara lain pertambahan jumlah penduduk baik secara alami maupun karena migrasi desa-kota, dan perkembangan atau perubahan kegiatan usaha atau kehidupan penduduk yang berkembang. Kedua hal ini telah berakibat pada semakin meningkatnya kebutuhan akan berbagai fasilitas dan sarana pelayanan seperti perumahan, pelayanan sosial, dan air bersih.

description

www

Transcript of BAB I

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkotaan merupakan suatu tempat kegiatan atau konsentrasi penduduk yang tinggi dan mempunyai peranan yang sangat dominan dalam kehidupan masyarakat. Sebagai pusat konsentrasi penduduk dan berbagai aktifitasnya, maka suatu kota akan memiliki kecenderungan tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan penduduknya.Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan kota umumnya sama sebagaimana yang berpengaruh pada perkembangan kota-kota di negara yang sedang berkembang, antara lain pertambahan jumlah penduduk baik secara alami maupun karena migrasi desa-kota, dan perkembangan atau perubahan kegiatan usaha atau kehidupan penduduk yang berkembang. Kedua hal ini telah berakibat pada semakin meningkatnya kebutuhan akan berbagai fasilitas dan sarana pelayanan seperti perumahan, pelayanan sosial, dan air bersih. Salah satu tujuan pemerintah melaksanakan pembangunan adalah mengupayakan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah yang sehat lingkungan dan layak huni. Arah dan kebijaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman yang telah dicanangkan adalah upaya penciptaan lingkungan yang bersih dan sehat, termasuk peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan. Seperti Kota Makassar yang merupakan Ibu kota Sulawesi Selatan dan merupakan kota terbesar di kawasan Timur Indonesia karena Makassar mempunyai nilai strategis ditinjau dari letak geografisnya maupun perkembangannya. Kota Makassar mempunyai letak geografis yakni terletak di pantai barat koordinat 1192417,38 BT dan 586,19 LS. dengan luas kurang lebih 175,77 km2. Berdasarkan arahan undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka luas wilayah Kota Makassar 17.437 Ha atau 0,28 %, pulau-pulau 140 Ha, dan wilayah perairan 4 mil dari garis pantai meliputi 14 wilayah kecamatan dan Kecamatana Panakukang memiliki 5 kelurahan Dan salah satunya adalah Kelurahan Pampang yang merupakan salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan Panakukang yang terletak ditengah-tengah Kota Makassar dengan luas wilayah sebesar 0.57 Ha dan jumlah penduduk sebesar 15.946 Jiwa (BPS, Tahun 2007).Permasalahan permukiman kumuh di Kelurahan Pampang Kota Makassar, disamping masalah lingkungan, hal yang menjadi masalah utama adalah kondisi rumah tinggal yang tidak layak huni yang lebih disebabkan oleh ketidak mampuan dalam pengadaan rumah dan rendahnya kesempatan terhadap pengadaan tersebut. Oleh sebab itu kekumuhan kawasan permukiman di Kelurahan Pampang selain dipandang dari sisi kondisi konstruksi yang temporer juga dipandang dari sisi kesemrawutan lingkungannya, dimana sampah berbagai jenis masih berserahkan yang ditimbulkan oleh manusia itu sendiri, akibat masih kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan. Kemudian dengan adanya tumpukan-tumpukan sampah ini mengakibatkan saluran-saluran drainase tersumbat sehingga aliran airnya kurang lancar. Sehingga pada lokasi ini masih sering terjadi genangan terutama pada saat musim hujan. Namun keberadaan kawasan permukiman dengan kondisi kumuh tersebut menjadi motifasi untuk mengetahui seberapa besar tingkat kekumuhan kawasan permukiman tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah antara lain adalah : 1. Bagaimana tingkat kekumuhan di RW.01 Kel. Pampang?2. Bagaimana konsep penataan yang bisa digunakan untuk menangani kondisi kekumuhan di RW.01 Kel. Pampang?

C. Tujuan dan Sasaran Pembahasana. Tujuan pembahasana. Mengetahui tingkat kekumuhan di RW.01 Kel. Pampang?b. Menentukan konsep penataan yang bisa digunakan untuk menangani kondisi kekumuhan di RW.01 Kel. Pampang?

b. Sasaran pembahasan Secara umum sasaran pembahasan ini yakni terwujudnya suatu permukiman yang layak huni serta merencanakan penataan pada RW01 kelurahan pampang.dengan landasan konsepsual perencanaan yang merupakan hal-hal dasar dalam perencanaan pentaan permukiman akan mempertimbangkan beberapa factor :a. Existing condition b. Historis kawasan c. Standar kebujakan aturan aturan penataan ruang dan permukiman secara keseluruhan.

D. Batasan dan Lingkup Pembahasan1. Batasan pembahasan Pembahasan ditinjau dari segi disiplin ilmu arsitektur, sedangkan disiplin ilmu arstektur lainnya diidentifikasi sejauh mana dapat menjadi pengarah kesasaran dan pembahasan dibatasi tentang penataan kawasan area pampang terkhusus rw 01agar bisa memenuhi standard an kelayakan huni yang ada.

2. Lingkup pembahasanLingkup pembahasan secara umum ditinjau dari segi disiplin ilmu arsitektur ataupun disiplin ilmu lainnya yang dianggap relevan sebagai pengarah kepada perencanaan penataan fisik RW.01 kelurahan pampang.Pembahasan fisik adalah mencakup perencanaan penataan kawasan pampang terkhusus rw 01 yang sesuai dan memenuhi persyaratan dan fasilitas-fasilitas penunjang penataan, sedangkan pembahasan non fisik adalah mengungkapkan kriteria permukiman yang ada pada kelurahan pampang ..

3. Metode dan Sistematika Pembahasana. Metode pembahasanSesuai dengan tujuan pembahasan, maka langkah-langkah yang akan dilakukan secara umum dalam penelitian ada 2 yaitu : penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan merupakan tahap awal atau bagian dari kegiatan peneliti berupa kegiatan pencari data-data dari pustaka. Penelitian lapangan merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan di lapangan dengan mengadakan wawancara terhadap pelaku kegiatan.b. Jenis dan sumber dataSumber data mempunyai peran yang sangat penting dalam penelitian karena dengan adanya sumber data penulis akan mendapatkan tempat/ sumber yang dapat digunakan untuk mengetahui segala informasi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :1) Data primer, yakni data yang diperoleh peneliti secara langsung dari sumbernya. Data primer dalam penelitian ini, meliputi:a) Data kondisi kependudukan RW.01 Kel. Pamapangb) Data kondisi banguan RW.01 Kel. Pamapangc) Data kondis sarana dan prasarana dasar RW.01 Kel. Pamapangd) Data kondisi social ekonomi masyarakat RW.01 Kel. Pamapange) Data standar tata cara perencanaan perumahan dilingkungan perkotaan

2) Data sekunder, yakni buku-buku pendukung, dokumen dan sumber referensi lainnya yang relevan dengan pembahasan dimana dapat diperoleh data secara tidak langsung dari sumbernya yang terkait dengan pembahasan, meliputi :a) Foto dokumentasi kondisi fisik rumah RW.01 Kel. Pamapangb) Foto dokumentasi kondisi fisik sarana dan prasarana RW.01 Kel. Pamapang

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perumahan dan PermukimanPerumahan berasal dari kata dasar rumah yang diartikan sebagai bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pe mbinaan keluarga dan secara fisik merupakan tempat tinggal dan fungsional merupakan tempat awal pengembangan kehidupan dan penghidupan keluarga dalam lingkungan yang sehat, aman serasi dan teratur (Kamus Tata Ruang, 1997). Sedangkan dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perumahan dan Permukiman menjelaskan fungsi rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia (papan), yang juga memiliki fungsi startegis dalam peranannya sebagai pusat pendidikan keluarga, pesemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi yang kan datang, serta merupakan pengejewantahan jati diri (KSNPP, 2002).Dalam Undang - Undang No. 4 tahun 1992 dijelaskan perumahan secara umum yaitu kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Secara fisik bangunan rumah berfungsi sebagai tempat berteduh dari gangguan alam seperti iklim dan cuaca, dalam giliran berikutnya rumah harus memenuhi fungsi sebagai tempat tinggal atau kediaman untuk memperoleh ketenangan dan ketentraman hidup serta mampu mengespresikan kepribadian penghuninya. Sedangkan secara makro permukiman dapat diartikan sebagai kawasan yang didominasi oleh lingkungan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja yang terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsinya dapat berdaya guna dan berhasil guna. Permukiman ini dapat berupa permukiman perkotaan maupun permukiman perdesaan. Permukiman adalah tempat atau daerah untuk bertempat tinggal dan menetap (Kamus Tata Ruang).Menurut Budiharjo (1992, 92) perumahan dan prasarana lingkungan merupakan kebutuhan dasar setiap keluarga dalam masyarakat Indonesia, yang dicita-citakan dan merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan stabilitas sosial, dinamika dan produktivitas masyarakat. Disamping itu pembangunannya sendiri dapat memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi dari perluasan lapangan kerja. Pembangunan perumahan di kawasan pusat pertumbuhan yang sedang berlangsung sekarang ini nampaknya hanya mampu memenuhi fungsi rumah secara fisik saja, namun fungsi rumah sebagai hunian belum terpenuhi khususnya rumah-rumah type kecil dimana terdapat beberapa kekurangan dalam pengembangan perumahan pascahuni yang menyebabkan menurunnya kinerja rumah sebagai hunian seperti tidak adanya ruang pencahayaan dan ventilasi udara dari samping ataupun dari belakang sehingga penghuni merasa gerah tinggal didalamnya.

B. Kebijaksanaan Pembangunan Perumahan Dan PermukimanPembangunan perumahan dan permukiman tidak terlepas dari dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah dalam mengelolah perumahan dan permukiman. Hal tersebut menjadi salah satu pokok permasalahan untuk menginterpretasikan kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman, sehingga diperlukan rumusan kebijakan dan strategi pengembangan yang lebih mengakar di masyarakat dan dapat diterjemahkan oleh semua pihak. Pemahaman tersebut ditindak lanjuti dengan perumusan Kebijakan dan Startegi Nasional Perumahan Dan Permukiman yang mengacu pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman. Rumusan kebijakan pembangunan Perumahan dan Permukiman antara lain dalam bentuk rumusan visi dan misi penyelenggaraan perumahan dan permukiman.

C. Permukiman Kumuh1. Pengertian Permukiman KumuhKumuh atau slum adalah permukiman atau perumahan orang-orang miskin kota yang berpenduduk padat, terdapat di pinggir-pinggir jalan ataun lorong-lorong yang kotor dan merupakan bagian dari kota secara keseluruhan atau juga biasa disebut dengan wilayah pencomberan. Tetapi pada perincian ini permukiman kumuh dianggap sebagai tempat anggota masyarakat kota yang mayoritas berpenghasilan rendah dengan membentuk permukiman tempat tinggal dalam kondisi minim (Suparlan dalam Luthfie. Muhammad, II-9, 1997).Permukiman Kumuh adalah Permukiman tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya. UU No. 4 Pasal 22 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.Dengan melihat beberapa teori tersebut di atas maka pengertian permukiman kumuh adalah suatu kawasan permukiman yang sangat jorok dimana kondisi lingkungan sangat kotor, kondisi fisik bangunan rata-rata bersifat temporer atau darurat dan tidak layak huni sebab sebahagian besar penduduknya berpenghasilan rendah serta tingkat pendidikan yang sangat rendah pula, sebagaimana kawasan permukiman yang terdapat di Kelurahan Pampang Kota Makassar.Yang menyebabkan terjadinya permukiman kumuh di Kelurahan Pampang adalah: Dari segi fisik yaitu kondisi bangunan rumah yang tidak layak huni, kondisi lingkungan yang sangat kotor serta kondisi sarana dan prasarana yang kurang memadai. Dari segi non fisik yaitu tingkat pendidikan masyarakatnya sangat rendah sehingga kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya lingkungan yang bersih serta hunian yang layak. Selain itu juga disebabkan karena tingkat penghasilan yang rendah sehingga konstruksi bangunan rumahnya terbuat dari bahan yang kualitasnya rendah serta ditempatkan pada lahan yang dianggap masih kosong tanpa memperdulikan status lahan dengan alasan tidak mampu membeli tanah untuk lokasi pembangunan rumah. 2. Klasifikasi Permukiman KumuhMenurut Lutfi (16-21, 1997), klasifikasi permukiman kumuh dilihat dari segi fisik/kondisi bangunan, sehingga klasifikasi permukiman kumuh dapat dibedakan atas :a. Kumuh Permanen.Permukiman kumuh permanen dapat ditandai dengan beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut : Kondisi bangunan yang buruk serta status pemilikan rumah dan tanah adalah milik sendiri. Tingkat penghasilan masyarakat rendah. Rata-rata memiliki kondisi rumah yang non permanen. Kepadatan bangunan dan penduduk cukup tinggi, tata letak bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni. Sarana dan prasarana lingkungan (jalan, air bersih, drainase, MCK dan sistem persampahan) masih kurang bahkan tidak ada sama sekali. Lingkungan sekitarnya kotor dan jorok. b. Kumuh Semi Permanen.Adapun ciri permukiman kumuh semi permanen dapat ditandai oleh beberapa kondisi sebagai berikut : Kondisi bangunan yang buruk dan sedang serta status pemilikan rumah dan tanah adalah berstatus sewa atau menumpang milik keluarga. Rata-rata memiliki kondisi rumah bersifat semi permanen dan non permanen. Kepadatan bangunan dan penduduk tinggi, tata letak bangunan teratur, tidak teratur serta kurang teratur. Sarana dan prasarana lingkungan (jalan, air bersih, drainase, MCK dan sistem persampahan) masih kurang, walaupun ada tetapi masih dibawah standar. Lingkungan sekitarnya pun kotor dan jorok. c. Kumuh LiarPada dasarnya permukiman kumuh liar menempati lahan yang tidak legal, dengan ciri-ciri sebagai berikut : Kondisi bangunan yang buruk bahkan sangat buruk dengan kondisi bangunan yang hampir rubuh serta status pemilikan rumah dan tanah adalah tidak sah dalam hal ini tanah negara atau milik orang lain. Penghasilan masyarakat rendah. Rata-rata memiliki kondisi rumah yang bersifat non permanen dan terbuat dari tripleks atau kardus-kardus bekas. Kepadatan bangunan cukup tinggi, tata letak bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni. Sarana dan prasarana lingkungan (jalan, air bersih, drainase, MCK dan sistem persampahan) masih kurang bahkan tidak ada sama sekali. Lingkungan sekitarnya kotor dan jorok. Berada pada tanah negara seperti pada bantaran sungai atau pantai yang tidak diperuntukkan untuk permukiman. 2. Ciri dan Kriteria Permukiman KumuhCiri dan kriteria permukiman kumuh yang keluarkan oleh Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, mengemukakan beberapa hal, antara lain :a. Ciri permukiman kumuh yang menonjol adalah : Lebih dari 60 % kondisi rumahnya kurang memenuhi syarat. Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi. Prasarana dan sarana lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan kurang terpelihara. Umumnya penduduk tidak mempunyai kamar mandi sendiri. Tidak ada ruang lagi untuk fasilitas umum. Penataan Permukiman yang kurang baik.b. Kriteria Permukiman Kumuh, antara lain : Income per capita < 300.000/bulan. Prosentase konsumsi untuk makanan > dari rata-rata nasional. Gen ratio > rata-rata nasional (0,32). Prosentase pekerja sektor informal > 80 %. Tingkat pendidikan kepala keluarga rata-rata tidak tamat SD. Kualitas hunian sangat rendah(non permanen > permanen). Hunian tidak berstruktur dan tidak berpola. Kepadatan > 400 jiwa/Ha. Prasarana umum tidak tersedia dengan baik < 30 %.

D. Indikator Penilaian Tingkat KekumuhanPenilaian terhadap tingkat kekumuhan lingkungan permukiman didasarkan pada Konsep Pelaksanaan Penilaian Tingkat Kekumuhan, yang dikeluarkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002). Dalam konsep tersebut dikemukakan bahwa tingkat kekumuhan suatu lingkungan permukiman ditinjau dari beberapa aspek yang didasarkan pada pertimbangan faktor-faktor pembentuk permukiman yang secara garis besar terdiri atas : Kondisi lokasi Kondisi bangunan Kondisi kependudukan Kondisi sarana dan prasarana dasar Kondisi sosial ekonomi masyarakat

1. Faktor Kondisi LokasiFaktor kondisi lokasi yang dinilai antara lain :a. Legalitas Tanah, metode penilaian dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :

Luas Permukiman pada Peruntukan Bukan PerumahanX 100 %

Jumlah Luas Wilayah

Dimana : Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Ringan : 11 30 % Kumuh Berat: 51 70 % - Tidak Kumuh : < 10 % Kumuh Sedang: 31 50 %b. Status Penguasaan Bangunan, merupakan perbandingan antara jumlah KK yang menempati bangunan dengan cara sewa/ kontrak dengan jumlah seluruh KK yang ada pada lingkungan permukiman yang akan dinilai, persamaan yang digunakan adalah

Jumlah KK dengan cara menyewa/ kontrakX 100 %

Jumlah KK

Dimana : Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Ringan : 11 30 % Kumuh Berat: 51 70 % Tidak Kumuh: < 10 % Kumuh Sedang: 31 50 %

c. Frekwensi Bencana Kebakaran, dinilai dari banyaknya kejadian selama satu tahun, dengan ketentuan : Nilai Sangat Kumuh: > 7 kali/thn Nilai Kumuh Berat : 5 7 kali/thn Nilai Kumuh Sedang : 3 5 kali/thn Nilai Kumuh Ringan: 1 3 kali/thn Nilai Tidak Kumuh: 0 kali/thnd. Frekwensi Bencana Banjir dinilai dari banyaknya kejadian selama satu tahun, pada satu wilayah. Nilai Sangat Kumuh: > 7 kali/thn Nilai Kumuh Berat : 5 7 kali/thn Nilai Kumuh Sedang : 3 5 kali/thn Nilai Kumuh Ringan: 1 3 kali/thn Nilai Tidak Kumuh: 0 kali/thne. Frekwensi Bencana Longsor dinilai dari banyaknya kejadian selama satu tahun, pada satu wilayah. Nilai Sangat Kumuh: > 7 kali/thn Nilai Kumuh Berat : 5 7 kali/thn Nilai Kumuh Sedang : 3 5 kali/thn Nilai Kumuh Ringan: 1 3 kali/thn Nilai Tidak Kumuh: 0 kali/thn

2. Kondisi KependudukanPenilaian terhadap kondisi kependudukan meliputi :a. Tingkat Kepadatan penduduk, adalah perbandingan banyaknya penduduk dengan luas wilayah administrasi kelurahan (Ha).

Jumlah Penduduk dalam suatu Wilayah (jiwa)

Luas Wilayah (Ha)

Tabel 1 : Ketentuan Penilaian Untuk Ukuran Masing-Masing KotaNoTingkat KumuhKota MetroKota BesarKota SedangKota Kecil

1Sangat Kumuh> 750> 500> 250> 150

2Kumuh Berat750 700500 450250 225150 100

3Kumuh Sedang700 600450 350225 200100 75

4Kumuh Ringan600 500350 250200 15075 50

5Tidak Kumuh500 250250 150150 10050 25

Sumber : Konsep Pelaksanaan Penilaian Tingkat Kekumuhan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Tahun 2002

b. Rata - Rata Anggota Rumah Tangga, dinilai dengan membandingkan jumlah penduduk keseluruhan dengan jumlah seluruh KK.Jumlah seluruh Penduduk dalam satu Wilayah

Jumlah seluruh KK

Sangat Kumuh: > 13 jiwa/ KK Kumuh Berat: 11 13 jiwa/ KK Kumuh Sedang: 8 10 jiwa/ KK Kumuh Ringan : 5 7 jiwa/ KK Tidak Kumuh: < 5 jiwa/ KK

c. Jumlah Kepala Keluarga/unit rumah, persamaan matematisnya adalah :Banyaknya KK dalam suatu wilayah

Jumlah Bangunan Rumah

Sangat Kumuh: > 4 KK/ rmh Kumuh Berat: 4 KK/ rmh Kumuh Sedang: 3 KK/ rmh Kumuh Ringan: 2 KK/ rmh Tidak Kumuh: 1 KK/ rmh

d. Tingkat Pertumbuhan Penduduk, adalah perbandingan jumlah pertambahan penduduk dalam satu tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama dikalikan dengan 100Jumlah Penduduk Akhir Tahun Jumlah Penduduk Awa l TahunX 100

Penduduk Awal Tahun

Sangat : > 2,5 % Kumuh Berat : 2,1 2,5 % Kumuh Sedang: 1,6 2,0 % Kumuh Ringan: 1,0 1,5 % Tidak Kumuh: < 1,0 %

e. Angka Kematian Kasar, adalah perbandingsn banyaknya jumlah kematian yang terjadi pada tahun tertentu dengan penduduk awal pertengahan tahun tersebut dikalikan 1.000.f. Jumlah Kematian selama Satu TahunX 1000

Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun yang sama

Sangat Kumuh: > 40 % Kumuh Berat: 31 40 % Kumuh Sedang: 21 30 % Kumuh Ringan: 11 20 % Tidak Kumuh: < 10 %

g. Status Gizi Balita, dinilai dengan metode persamaan sebagai berikut :Jumlah Balita di Bawah Garis MerahX 100 %

Jumlah Balita

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat: 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan: 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %

h. Angka Kesakitan Malaria, penilaian dilakukan dengan persamaan berikut :Jumlah Penderita Malaria dalam Satu TahunX 1000

Jumlah Penduduk

Sangat Kumuh: > 20 % Kumuh Berat: 16 20 % Kumuh Sedang: 11 15 % Kumuh Ringan: 6 10 % Tidak Kumuh: < 5 %i. Angka Kesakitan Diare, penilaian dilakukan dengan persamaan berikut :Jumlah Penderita Diare dalam Satu TahunX 1000

Jumlah Penduduk

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat: 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan: 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %

j. Angka Kesakitan Demam Berdarah, metode penilaian adalah :Jumlah Penderita Demam Berdarah dalam Satu TahunX 1000

Jumlah Penduduk

Sangat Kumuh : > 20 % Kumuh Berat: 16 20 % Kumuh Sedang: 11 15 % Kumuh Ringan: 6 10 % Tidak Kumuh: < 5 %

k. Angka Kesakitan ISPA, metode penilaian adalah :

Jumlah Penderita ISPA dalam Satu TahunX 1000

Jumlah Penduduk

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat: 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan : 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %

3. Penilaian Kondisi BangunanPenilaian terhadap kondisi bangunan meliputi :a. Tingkat Kualitas Struktur Bangunan, metode persamaan yang digunakan adalah :

Jumlah Bangunan Rumah dengan Struktur Tidak LayakX 100 %

Jumlah Keseluruhan Bangunan Rumah

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat: 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan: 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %

b. Tingkat Kepadatan Bangunan, metode penilaian adalah :Jumlah Bangunan Rumah

Luas Wilayah (Ha)

Sangat Kumuh: > 200 unit/ Ha Kumuh Berat: 151 200 unit/ Ha Kumuh Sedang: 101 150 unit/ Ha Kumuh Ringan: 51 100 unit/ Ha Tidak Kumuh: < 50 unit/ Ha

c. Tingkat Kesehatan dan Kenyamanan Bangunan, penilaian dilakukan dengan metode :Jumlah Bangunan Rumah Tidak Sehat dan AmanX 100 %

Jumlah Keseluruhan Bangunan Rumah

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat: 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan: 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %

d. Tingkat Penggunaan Luas Lantai Bangunan, metode penilaian yang digunakan adalah :Luas Bangunan Rumah

Jumlah Penghuni Rumah

Sangat Kumuh: < 4,5 m2/ Org Kumuh Berat: 4,5 6,5 m2/ Org Kumuh Sedang: 6,6 8,5 m2/ Org Kumuh Ringan: 8,6 10,5 m2/ Org Tidak Kumuh: > 10,5 m2/ Org

4. Kondisi Sarana dan PrasaranaAspek-aspek yang dinilai pada kondisi sarana dan prasarana antara lain :a. Tingkat Pelayanan Air Bersih, metode penilaian adalah :Jumlah KK yang Tidak Mendapat Pelayanan Air BersihX 100 %

Jumlah KK Keseluruhan

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat: 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan: 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %b. Kondisi Sanitasi Lingkungan, metode penilaian adalah :Jumlah KK yang tidak Menggunakan Jamban Keluarga/UmumX 100 %

Jumlah Keseluruhan KK

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat: 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan: 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %

c. Kondisi Persampahan, metode penilaian yang digunakan adalah :Jumlah KK yang Buang Sampah Bukan pada TempatnyaX 100%

Jumlah Keseluruhan KK

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat: 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan: 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %

d. Kondisi Drainase, penilaian dilakukan dengan meote persamaan :

Panjang Saluran Drainase yang Tidak Lancar, TergenangX 100%

Jumlah Total Panjang Saluran Drainase

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat : 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan: 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %

e. Kondisi Jalan, penilaian dilakukan dengan metode persamaan :Panjang Jalan yang Sedang, Rusak dan Rusak BeratX 100 %

Jumlah Total Panjang Jalan

Sangat Kumuh: > 70 % Kumuh Berat : 51 70 % Kumuh Sedang: 31 50 % Kumuh Ringan: 11 30 % Tidak Kumuh: < 10 %

f. Besarnya Ruang Terbuka, penilaian dilakukan adalah :Luas Ruang Terbuka (Ha)X 100 %

Luas Seluruh Wilayah Permukiman (Ha)

Sangat Kumuh: < 2,5 % Kumuh Berat: 2,5 5,0 % Kumuh Sedang: 5,0 7,5 % Kumuh Ringan: 7,5 10,0 % Tidak Kumuh: > 10,0 %

5. Kondisi Sosial Ekonomi MasyarakatAspek-aspek yang dinilai pada kondisi sosial ekonomi masyarakat antara lain :a. Tingkat Kemiskinan, penilaian dilakukan dengan metode persamaan berikut :

Jumlah KK Pra-Sejahtera dan Sejahtera I karena Alasan EkonomiX 100 %

Jumlah KK Keseluruhan

Sangat Kumuh: > 35 % Kumuh Berat: 26 - 35 % Kumuh Sedang: 16 - 25 % Kumuh Ringan: 6 - 15 % Tidak Kumuh: < 6 %

b. Tingkat Pendapatan Masyarakat, metod penilaian adalah :

Jumlah Penduduk berpenghasilan di bawah UMP/UMKX 100 %

Jumlah Keseluruhan Penduduk

Sangat Kumuh: > 35 % Kumuh Berat: 26 - 35 % Kumuh Sedang: 16 - 25 % Kumuh Ringan: 6 - 15 % Tidak Kumuh: < 6 %

c. Tingkat Pendidikan,, penilaian dilakuan dengan metode berikut :

Jumlah Penduduk yang tidak Tamat Pendidikan Dasar 9 TahunX 100 %

Jumlah Keseluruhan Penduduk

Sangat kumuh: > 15 % Kumuh Berat: 11 - 15 % Kumuh Sedang: 6 - 10 % Kumuh Ringan: 1 - 5 % Tidak Kumuh: < 0 %

d. Tingkat Kerawanan Keamanan, penilaian dilakukan berdasarkan banyaknya kejadian tindak kriminalitas dalam setahun, dengan asumsi : Sangat Kumuh: > 6 kali/ thn Kumuh Berat: 5 6 kali/ thn Kumuh Sedang: 3 4 kali/ thn Kumuh Ringan: 1 2 kali/ thn Tidak Kumuh: 0 kali/ thn

Secara rinci penilaian tingkat kekumuhan diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 2 :Nilai Masing - Masing Sebaran Indikator Tingkat Kekumuhan Lingkungan Permukiman

NoIndikatorNilai Bobot Indikator

54321

IKondisi Lokasi

1. Legalitas Tanah> 70 %51 - 70%31 - 50%11 - 30 %< 10 %

2. Status Penguasaan Bangunan> 70 %51 - 70%31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

3. Frekwensi Bencana Kebakaran> 7 kali/th5-7 kali/th3-4 kali/th1 - 2 kali/th0 kali/th

4. Frekwensi Bencana Banjir> 7 kali/th5-7 kali/th3-4 kali/th1 - 2 kali/th0 kali/th

5. Frekwensi Bencana Tanah Longsor> 7 kali/3th5-7 kali/3th3-4 kali/3th1-2 kali/3th< 1 kali/th

IIKependudukan

1. Tingkat Kepadatan Penduduk150150 - 100100 - 7575 - 5050 - 25

2. Rata-Rata Anggota Rumah Tangga>13/ jw/kk11-13 jw/kk8-10 jw/kk5-7 jw/kk< 5 jiwa/kk

3. Jumlah KK Setiap Rumah>4kk/rmh4 kk/rmh3 kk/rmh2 kk/rmh1 kk

4. Tingkat Pertambahan Penduduk>2,5%2,1 - 25%1,6 - 2 %1,0-1,5 %< 1,0 %

5. Angka Kematian Kasar> 40%31 - 40%21 - 30 %11 - 20 %< 10 %

6. Status Gizi Balita>70 %51 - 70 %31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

7. Tingkat Kesakitan Malaria>20 %16 - 20 %11 - 15 %6 - 10 %< 5 %

8. Tingkat Kesakitan Diare>70 %51 - 70%31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

9. Tingkat Kesakitan Demam Berdarah>20 %16 - 20 %11 - 15 %6 - 10 %< 5 %

10. Tingkat Kesakitan ISPA>70 %51 - 70 %31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

IIIKondisi Bangunan

1. Tingkat Kualitas Bangunan>70 %51 - 70 %31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

2. Tingkat Kepadatan Bangunan>200 u/Ha151-200u/Ha101-150u/Ha51-100 u/ha< 50 u/ha

3. Tingkat Kelayakan Bangunan>70%51 - 70 %31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

4. Tingkat Penggunaan Luas Lantai 10,5m2/or

IVKondisi Prasarana dan Sarana Dasar

1. Tingkat Pelayanan Air Bersih>70 %51 - 70 %31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

2. Kondisi Sanitasi Lingkungan>70 %51 - 70 %31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

3. Kondisi Persampahan>70 %51 - 70 %31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

4. Saluran Air Hujan>70 %51 - 70 %31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

5. Kondisi Jalan>70 %51 - 70 %31 - 50 %11 - 30 %< 10 %

6. Besarnya Ruang Terbuka 10 %

VKondisi Sosial Ekonomi

1. Tingkat Kemiskinan>35 %26 - 35 %16 - 25 %6 - 15 %< 6 %

2. Tingkat Pendapatan>35 %26 - 35 %16 - 25 %6 - 15 %< 6 %

3. Tingkat Pendidikan>15%11 - 15 %6 - 10 %1 - 5 %0%

4. Tingkat Keamanan>6kali/th5 - 6 kali/th3 - 4 kali/th1 - 3 kali/th0 kali/th

Sumber : Dirjen Perumahan dan Permukiman, Dep. Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2007

BAB IIIPembahasanA. Analisa kondisi fisik sarana dan prasaran permukiman RW.01 pampang.

1. kondisi fisik sarana permukiman RW.01 pampang.Kota Makassar yang merupakan Ibu kota Sulawesi Selatan dan merupakan kota terbesar di kawasan Timur Indonesia karena Makassar mempunyai nilai strategis ditinjau dari letak geografisnya maupun perkembangannya. Kota Makassar mempunyai letak geografis yakni terletak di pantai barat koordinat 1192417,38 BT dan 586,19 LS. dengan luas kurang lebih 175,77 km2. Berdasarkan arahan undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka luas wilayah Kota Makassar 17.437 Ha atau 0,28 %, pulau-pulau 140 Ha, dan wilayah perairan 4 mil dari garis pantai meliputi 14 wilayah kecamatan dan Kecamatana Panakukang memiliki 5 kelurahan

Dan salah satunya adalah Kelurahan Pampang yang merupakan salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan Panakukang yang terletak ditengah-tengah Kota Makassar dengan luas wilayah sebesar 0.57 Ha dan jumlah penduduk sebesar 15.946 Jiwa (BPS, Tahun 2007).Dapat lihat dari gambar di bawah bahwa,Permasalahan permukiman kumuh di Kelurahan Pampang Kota Makassar tepatnya pada RW 01, disamping masalah lingkungan, hal yang menjadi masalah utama adalah kondisi rumah tinggal yang tidak layak huni yang lebih disebabkan oleh ketidak mampuan dalam pengadaan rumah dan rendahnya kesempatan terhadap pengadaan tersebut. Oleh sebab itu kekumuhan kawasan permukiman di Kelurahan Pampang selain dipandang dari sisi kondisi konstruksi yang temporer juga dipandang dari sisi kesemrawutan lingkungannya, dimana sampah berbagai jenis masih berserahkan yang ditimbulkan oleh manusia itu sendiri, akibat masih kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan.

gambaran umum kondisi fisik rumahSumber: dokumentasi penulisDengan salah satu landasan teori yang diambil,Permukiman Kumuh adalah Permukiman tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya. UU No. 4 Pasal 22 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman..Yang menyebabkan terjadinya permukiman kumuh di Kelurahan Pampang adalah: 1. Dari segi fisik yaitu kondisi bangunan rumah yang tidak layak huni, kondisi lingkungan yang sangat kotor serta kondisi sarana dan prasarana yang kurang memadai.2. Dari segi non fisik yaitu tingkat pendidikan masyarakatnya sangat rendah sehingga kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya lingkungan yang bersih serta hunian yang layak. Selain itu juga disebabkan karena tingkat penghasilan yang rendah sehingga konstruksi bangunan rumahnya terbuat dari bahan yang kualitasnya rendah serta ditempatkan pada lahan yang dianggap masih kosong tanpa memperdulikan status lahan dengan alasan tidak mampu membeli tanah untuk lokasi pembangunan rumah

Dalam kelurahan pampang terkhusus rw.01 tersebut terdapat beberapa prasarana,berdasarkan data yang di perolehdari hasil observasi terdapat :

Berdasarkan dari data tersebut maka diketahui bahwa prasarana pada permukiman RW.01 Kel. Pampang terdapat: 2 Sarana Olahraga 2 Sarana pendidikan yang terdiri dari SD dan SLTA 1474 Sarana Tempat Tinggal yang terdiri dari 239 rumah permanen, 520 rumah semi permanen, dan 715 rumah darurat, dan 8 Sarana Hiburan.Tingginya jumlah rumah yang ada tidak di dukung dengan penataan yang baik mengakibatkan banyaknya terjadi pembangunan liar pada lahan lahan kosong di kawana RW.01 Kel. Pampang. Tidak terdapat sarana tempat pembuangan sampah juga mengakibatkan banyaknya lahan lahan kosong yang seharusnya bisa dikembangkan tetapi menjadi tempat tumpukan sampah dan akibatnya menjadi salah satu sumber penyakit dan lingkungan yang tidak sehat.

gambaran kondisi lahan terbuka yang dijadikan tempat sampahsumber : dokumentasi pribadi

Kepadatan rumah salah satu akibat dari pembangunan liar juga menyebabkan aliran drainase di RW.01 Kel. Pampang juga menjadi salah satu kondisi yang patut di perhatikan. Padatnya jarak antara rumah mengakibatkan jarak antara bahu jalan dan bagian pagar rumah menjadi sangat sempit. Oleh karena itu aliran air dari drainase menjadi terhambat, dan apabila tejadi hujan deras maka drainase akan meluap dan mengakibatkan banyaknya genangan air dan banjir. Kuarangnya kesadaran masyarakat sekitar akan kebersihan drainase mengakibatkan kondisi drainase yang tidak terawat kotor.

Gambaran drainase yang sempit dan tidak terawattSeumber : Dokumentasi Pribadi