BAB I

39
BAB I PENDIDIKAN KEBENCANAAN A. Konsep dan Definisi Bencana Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dan memiliki potensi alam yang besar pula, potensi alam yang terkandung di dalamnya meliputi potensi laut, perikanan laut, perairan darat, pegunungan, daratan, dan banyak lainnya. Akan tetapi selain potensi alam serta kekayaaan yang ada, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki potensi bencana, bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah Tsunami, Gempa Bumi, Tanah Longsor, Banjir, Angin Puting Beliung, dan letusan Gunung berapi. Bencana ini tergolong bencana tahunan, karena tiap tahun Indonesia mengalaminya. Indonesia merupakan negara yang luas dengan jumlah pulau sebanyak 13.700 pulau, dengan jumlah penduduk mencapai 230 juta jiwa. Terjadi ketimpangan distribusi penduduk, yaitu akumulasi 60 % jumlah penduduk yang tinggal dipulau Jawa, dan sebesar 80% GDP negara terkonsentrasi di pulau Jawa. Asumsi tersebut menunjukkan terjadinya ketimpangan distribusi penduduk dan distribusi pembangunan di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk cenderung menurunkan kualitas lingkungan. Terlepas dari

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDIDIKAN KEBENCANAAN

A. Konsep dan Definisi Bencana

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dan memiliki potensi alam

yang besar pula, potensi alam yang terkandung di dalamnya meliputi potensi

laut, perikanan laut, perairan darat, pegunungan, daratan, dan banyak lainnya.

Akan tetapi selain potensi alam serta kekayaaan yang ada, Indonesia juga

merupakan negara yang memiliki potensi bencana, bencana yang sering terjadi

di Indonesia adalah Tsunami, Gempa Bumi, Tanah Longsor, Banjir, Angin

Puting Beliung, dan letusan Gunung berapi. Bencana ini tergolong bencana

tahunan, karena tiap tahun Indonesia mengalaminya.

Indonesia merupakan negara yang luas dengan jumlah pulau sebanyak

13.700 pulau, dengan jumlah penduduk mencapai 230 juta jiwa. Terjadi

ketimpangan distribusi penduduk, yaitu akumulasi 60 % jumlah penduduk

yang tinggal dipulau Jawa, dan sebesar 80% GDP negara terkonsentrasi di

pulau Jawa. Asumsi tersebut menunjukkan terjadinya ketimpangan distribusi

penduduk dan distribusi pembangunan di Indonesia. Peningkatan jumlah

penduduk cenderung menurunkan kualitas lingkungan. Terlepas dari

ketimpangan yang ada, Indonesia juga mengalami beberapa jenis bencana

yakni banjir, tanah longsor, gempa bumi, pergerakan lempeng, letusan gunung

api, epidemik penyakit, kebakaran hutan, kekeringan, angin ribut dan masih

banyak lagi. (provetionweb, 2010).

Bencana merupakan fenomena yang dapat terjadi setiap saat, secara tiba-

tiba atau melalui proses yang berlangsung secara perlahan dimanapun dan

kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi

kehidupan masyarakat. Banyaknya daerah yang rawan terkena bencana di

Indonesia tidak terlepas dari faktor geologis Indonesia, dimana terdapat tiga

pertemuan Lempeng besar yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan

Lempeng Indo-Australia.

Page 2: BAB I

United Nation Internasional Strategy Of Disaster Reduction (UN-ISDR)

membedakan bencana menjadi lima kelompok:

1. Bahaya aspek Geologi, antara lain: Gempa Bumi, Tsunami, Gunung

meletus, Landslide (tanah longsor). Daerah rawan gempa bumi yang ada di

Indonesia tersebar pada wilayah dekat dengan zona penunjaman lempeng

tektonik dan sesar aktif. Gempa yang berpengaruh memicu terjadinya

tsunami yakni gempa yang memiliki kekuatan skala di atas 6 SR, dan

memiliki kedalaman kurang dari lima puluh kilometer.

2. Bahaya aspek Hidrometeorologi, diantaranya: banjir, kekeringan, angin

puting beliung dan gelombang pasang. Banjir umumnya terjadi ketika

tingginya curah hujan di atas rata-rata yang berakibat melebihi daya

tampung sungai dan jaringannya. Perilaku manusia sepanjang dari hulu,

sepanjang aliran sungai, hingga bagian bawah system sungai.

3. Bahaya aspek Lingkungan antara lain kebakaran hujan, kerusakan

lingkungan, dan pencemaran limbah.

4. Bahaya beraspek Biologi, antara lain wabah penyakit, hama dan penyakit

tanaman, hewan/ternak. Beberapa indikasi awal terjadinya endemik

misalnya, Avian Influenza/flu burung, antraks, serta beberapa penyakit

hewan lainnya yang mengakibatkan kerugian bahkan kematian.

5. Bahaya beraspek teknologi antara lain kecelakaan transportasi, kecelakaan

industri dan kegagalan teknologi. Dari beberapa klasifikasi yang

disampaikan oleh UN-ISDR, secara keseluruhan, pernah terjadi dan dialami

negara Indonesia, tentu kita masih ingat bencana tsunami di Aceh tahun

2004, bencana banjir dan tanah longsor di Wasior, kebakaran hutan yang

terjadi belum lama ini, semburan lumpur panas dan lainnya. (Indiyanto,

2012).

Bahaya alam yang diakibatkan oleh proses-proses alam merupakan

kejadian yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kerusakan lingkungan,

kerusakan lingkungan maupun kerugian material lainnya ini yang dinamakan

bencana.

Page 3: BAB I

Menurut WHO bencana yakni segala kejadian yang menyebabkan

kerusakan lingkungan, gangguan geologis, hilangnya nyawa manusia atau

memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan skala tertentu, yang

memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah tertentu (Indiyanto,

2012).

Undang-undang NO. 24 tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana,

bencana dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: bencana alam, bencana non

alam serta bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain

berupa gempabumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,

dan tanah longsor. Bencana non alam adalah Bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal

teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh

manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas

masyarakat, dan teror (UU 24/2007). Selain definisi bencana menurut UU NO.

24 tahun 2007 ada beberapa definisi bencana lainnya.

Bencana adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar

bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung

berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es,

gelombang panas, huricane, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan

wabah penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami. Contohnya

adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang

disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam. Dua jenis bencana alam

yang diakibatkan dari luar angkasa jarang mempengaruhi manusia, seperti

asteroid dan badai matahari (wikipedia.com).

Beberapa definisi mengenai bencana yang telah disampaikan di atas,

maka dapat disampaikan bahwa yang dimaksud dengan bencana adalah suatu

kerusakan ekologi, sosial, material serta yang lainnya, dan terjadi oleh aktifitas

abnormal alam maupun perilaku manusia dan menyebabkan kerugian baik

secara material fisik, ataupun korban jiwa.

Page 4: BAB I

Kondisi alam dan keragaman budaya di Indonesia adalah kekayaan dan

sekaligus potensial bencana jika tidak dilakukan penanganan dan pengelolaan

yang tepat. Kondisi indonesia yang terdiri dari puluhan ribu pulau dan

memiliki kawasan pesisir yang terpanjang memiliki kerentanan terhadap

ancaman bencana. Salah satu penyebab rentannya daerah pesisir terkena

dampak bencana adalah perubahan cuaca dalam beberapa tahun terakhir,

perubahan cuaca yang terjadi sangat memungkinkan mempengaruhi kualitas

hidup manusia, serta mempengaruhi lingkungan, tentu kita masih ingat banjir

bandang yang terjadi di China pada tahun 2013, kemudian badai Catharina

yang menyerang Amerika sepanjang tahun 2013 juga akibat pengaruh

perubahan cuaca dan iklim atau istilah lainnya Climate Change. Isu perubahan

iklim ini telah menjadi fokus perhatian di beberapa negara-negara di dunia, tak

terkecuali Indonesia. Pada tahun 2014 Indonesia mempunyai andil penting

dilaksanakananya Konferensi Tingkat Tinggi Green Climate Fund atau Badan

Pembiayaan perubahan iklim Dunia diikuti oleh ratusan Negara. Forum ini

berlangsung di BTDC Nusa Dua Bali, sejak 19 sampai dengan 21 Februari

2014. Isi dari KTT ini adalah bagaimana negara-negara maju mau membantu

negara-negara berkembang dalam mengatasi persoalan bencana dengan

komitmen, bantuan dana, adaptasi, mitigasi dan pendanaan bagi negara

berkembang sebagai negara yang terkena dampak perubahan iklim. Tentu

bantuan yang diberikan oleh negara-negara maju untuk mengatasi persoalan

bencana belum optimal jika masyakarat di negara berkembang belum

sepenuhnya sadar akan permasalahan bencana tersebut, jadi perlu diadakannya

pendidikan kebencanaan.

B. Pengklasifikasian Bencana

Berdasarkan penyebabnya bencana diklasifikasikan menjadi dua yakni

bencana alam dan bencana oleh non alam atau biasa disebut bencana oleh

aktifitas manusia. Bencana yang dikategorikan bencana alam adalah seluruh

bencana yang terjadi akibat aktivitas atau fenomena alam yang menimbulkan

kerugian baik lingkungan maupun material. Sedangkan bencana yang non alam

Page 5: BAB I

atau yang diakibatkan oleh ulah manusia yakni segala aktifitas manusia baik

yang menyangkut kegiatan ekonomi maupun yang lainnya dan mengakibatkan

rusaknya lingungan hidup disebut bencana oleh manusia.

Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi

tiga jenis, yaitu:

1. Bencana alam Geologis

Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi

(gaya endogen). Atau biasa disebut bencana alam yang terjadi akibat

bergeraknya lempeng bumi, yang termasuk dalam bencana alam geologis

adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami. Bencana yang

diakibatkan oleh faktor geologis biasanya banyak menelan korban dan

kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian baik secara material

maupun kerugian non material. Bencana alam geologis merupakan bencana

alam yang paling banyak menelan korban jiwa di Indonesia.

2. Bencana alam Klimatologis

Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh

faktor cuaca dan iklim, Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir,

badai, banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan, dan kebakaran

alami hutan (bukan oleh manusia) kebakaran alami biasa terjadi ketika

musim kemarau dan sangat kering. Gerakan tanah (longsor) termasuk juga

bencana alam, walaupun pemicu utamanya adalah faktor klimatologis

(hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan

karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya). Bencana alam klimatologis

yang terjadi belakangan ini diakibatkan oleh perubahan iklim global yang

terjadi di seluruh dunia.

3. Bencana alam Ekstra-Terestrial

Bencana alam Ekstra-Terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar

angkasa, contoh: hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda-benda

langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam

yang dahsyat bagi penduduk bumi. Gejala alam yang dapat menimbulkan

bencana alam pada dasarnya mempunyai karakteristik umum, yaitu gejala

Page 6: BAB I

awal, gejala utama, dan gejala akhir. Dengan demikian, jika kita dapat

mengetahui secara akurat gejala awal suatu bencana alam, kemungkinan

besar kita dapat mengurangi akibat yang ditimbulkannya.

Kemudian bencana Berdasarkan cakupan wilayahnya diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Bencana Lokal

Bencana ini biasanya memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang

berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan

sekitarnya, akibat dari kelalaian manusia seperti kebakaran, terorisme,

kebocoran bahan kimia, keruntuhan bangunan disebabkan pembebanan

yang melebihi daya dukung optimal bangunan tersebut dan sebagainya.

Misal: kebakaran Pasar Klewer pada tahun 2013 yang merupakan bencana

lokal.

2. Bencana Regional

Jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh berbagai bencana

alam sebagai fenomena pemanasan global merupakan dampak dari

degradasi hutan. Dikhawatirkan jika degradasi dan deforesasi hutan terus

berlanjut diperkirakan 20% pulau di wilayah Indonesia akan tenggelam

seiring dengan naiknya suhu sekitar 2 derajad celcius dan cuaca disekitar

akibat pemanasan global. Demikian juga krisis air yang terjadi saat ini akan

semakin parah. Ketersediaan air permukaan di pulau Jawa dan Bali sudah

berada pada titik kritis dengan perbandingan tingkat pengguna dan

ketersediaan air lebih dari 50% pada area geografis yang cukup luas dan

biasanya disebabkan oleh faktor alam seperti banjir, letusan gunung api,

badai dan sebagainya.

3. Bencana Internasional

Bencana internasional adalah bencana alam yang melanda dua atau lebih

negara karena bencana alam ini mencakup wilayah yang lebih luas dari

bencana regional. Bencana alam yang termasuk bencana alam internasional

misalnya, gempa bumi, tsunami, badai dan sebagainya. Masih ingat tentu

Page 7: BAB I

kita, dengan bencana badai Catharina yang merupakan bencana

internasional atau kejadian Topan Haian pada akhir tahun 2013.

C. Data Bencana yang Terjadi di Indonesia Triwulan 1 tahun 2013

Selama bulan Maret 2013, BNPB mencatat 95 kali kejadian terjadi di

seluruh Indonesia. Data ini dikumpulkan dari berbagai sumber, baik dari media

maupun Pusdalops. Kejadian bencana di bulan ini tetap didominasi oleh

kejadian Hidrometeorologi, yaitu angin puting beliung, banjir, serta tanah

longsor. Ketiga kejadian tersebut mengambil porsi sebanyak 91% dari seluruh

kejadian yang terjadi di bulan Maret. Korban jiwa yang timbul akibat bencana

di bulan Maret ini yaitu sebanyak 40 jiwa meninggal dan hilang, 70.897 jiwa

menderita dan mengungsi. Sebanyak 744 rumah rusak berat, 377 rumah

lainnya rusak sedang, dan 2.000 rumah rusak ringan. Fasilitas umum yang

mengalami kerusakan akibat bencana yaitu 3 unit fasilitas pendidikan, 2

fasilitas peribadatan, dan 7 fasilitas kesehatan. Jika dilihat dari jumlah

kejadiannya, sejak Januari hingga Maret menunjukkan trend penurunan.

Namun demikian, pola dari tahun‐tahun sebelumnya menunjukkan bahwa trend

yang menurun ini tidak berlangsung hingga akhir tahun. Berdasarkan data

tahun 2000‐2012, terlihat bahwa rata‐rata kejadian bencana terus menurun

sejak awal hingga pertengahan tahun dan kembali meningkat di akhir tahun.

Pola ini kembali terlihat di tahun 2013 sehingga patut diwaspadai bahwa

bencana akan mulai meningkat sejak pertengahan hingga akhir tahun. Jika

dibandingkan dengan rata‐rata jumlah kejadian tahun 2000‐2012 per bulan,

terlihat bahwa jumlah kejadian bencana pada bulan Januari‐Maret 2013 ini

masih lebih kecil, artinya bencana di awal tahun 2013 ini masih tergolong

dalam kondisi normal (BNPB, 2013). Berikut adalah grafik terjadinya bencana

alam di tahun 2013, pada triwulan pertama bencana yang memperlihatkan

bahwa bencana yang masih sering terjadi adalah bencana angin puting beliung,

banjir serta tanah longsor yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 8: BAB I

Gambar 1. Diagram Jumlah Kejadian Bencana triwulan pertama 2013Sumber: bnpb.go.id

Berdasarkan uraian dan data yang diambil penulis dari BNPB maka, masih

bisa disimpulkan bahwa bencana yang ada di Indonesia masih tinggi, dan

umumnya pada akhir tahun jumlah bencana mengalami peningkatan, maka untuk

mengatasi atau mempersiapkan agar tidak menelan banyak korban, baik material

maupun korban jiwa, dibutuhkan pendidikan kebencanaan di seluruh lapisan

masyarakat. Pendidikan kebencanaan ini diharapkan mampu memberikan

perubahan perilaku yang ada di masyarakat yakni perilaku tangguh akan bencana

atau kalau boleh penulis memakai istilah “melek bencana”.

D. Pendidikan Kebencanaan

1. Konsep

Belajar dari pengalaman dalam menangani bencana yang terjadi di

beberapa daerah di Indonesia, penangangan bencana yang ada saat ini masih

dihadapkan pada beberapa kendala, baik di tingkat pemerintah maupun

masyarakat. Di tingkat pemerintah, masih lemahnya koordinasi antara

pemerintah dan stakeholder lainnya, baik dalam tahap prabencana, pada saat

terjadi bencana maupun setelah terjadinya bencana. Sementara itu di tingkat

Page 9: BAB I

masyarakat penanganan bencana masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari

rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai kebencanaan dan

penanggulangan yang akan dilakukan. Peran pemerintah dalam penanganan

bencana belum maksimal hal ini karena belum sepenuhnya undang-undang

NO. 24 tahun 2007 tentang penangulangan bencana dilaksanakan secara

optimal. Sehingga beberapa kejadian penanganan bencana yang telah terjadi

di Indonesia masih dilakukan secara eksternal oleh pihak-pihak diluar

komunitas masyarakat. Sampai sejauh ini, penanggulangan bencana di

Indonesia dilakukan oleh campur tangan pihak luar yang berlebihan,

sementara masyarakat setempat hanya dijadikan objek dari suatu program.

Kiranya perlu dikembangkan mekanisme manajemen internal atau

sering dikenal dengan pendekatan penanggulangan bencana berbasis

masyarakat atau istilah kerennya pendidikan kebencanaan. Di buku ini akan

diuraikan beberapa pendekatan yang bisa dijadikan salah satu solusi

penanganan bencana.

2. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanganan Bencana

Pemberdayaan sebenarnya terjemahan bebas dari empowerment, yang

merupakan konsep perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan

barat. Pemahaman konsep ini secara tegas memerlukan upaya pemahaman

latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Pemberdayaan masyarakat

merupakan suatu konsep bagaimana mengajak suatu kelompok masyarakat

agar mampu melakukan tindakan yang terbaik bagi kepentingan bersama.

Prinsip sederhananya adalah perlunya pemberian kekuasaan kepada pihak-

pihak yang yang pertama-tama dan terutama akan menanggung suatu akibat

dari aktifitas pembangunan (Rachman, 2011). Pemberdayaan masyarakat

adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai

sosial. Konsep ini mencerminkan adanya paradigma baru mengenai

pembangunan yang bersifat people centered, participatory, empowering dan

sustainable. Dengan demikian, konsep pemberdayaan lebih luas dari

sekedar upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar atau sekedar upaya

mencegah proses pemiskinan lebih lanjut.

Page 10: BAB I

Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan yaitu; (1)

proses pemberdayaan yang mencoba menekankan kepada proses

memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau

kemampuan kepada masyarakat agar individu atau masyarakat agar individu

atau masyarakat menjadi lebih berdaya: dan (2) menekankan pada proses

menstimulasi, mendorong, dan memotivasi individu agar memiliki

kemampuan dan keberdayaan untuk menentukan apa yang telah menjadi

pilihan hidupnya melalui proses dialog. Masyarakat dituntut untuk

malakukan inovasi atau pembaharuan untuk menemukan kemampuan diri

sendiri, menentukan prioritas kebutuhannya. Serta penguasaan atas sumber

daya yang ada. Prinsip ini mengandaikan bahwa suatu pekerjaan sudah

dapat dilakukan oleh lapisan masyarakat, hendaknya tidak diambil alih oleh

pemerintah atau birokrasi.

Memberdayakan masyarakat harus didahului dengan empat tahap

pendekatan penting yakni (1) sosialisasi permasalahan untuk mengantar

masyarakat agar makin mengetahui dan terampil; (2) pengorganisasian diri

oleh masyarakat itu sendiri; (3) motivasi yang kontinyu oleh fasilitator; (4)

internalisasi nilai-nilai oleh masyarakat yang bersangkutan. Namun untuk

menumbuhkan atau mensukseskan pembangunan harus memperhatikan

kultur masyarakat setempat dan siapa model partisipasinya. Sebuah ilustrasi

bagaimana dikatakan oleh Taruna (1997) yang mengutip pendapat Cocrane

pada kasus masyarakat di India, yaitu mereka diberdayakan untuk mendiami

rumah sehat. Ketika pengembang membangun dapur di luar rumah induk.

Maka masyarakat setempat tidak sepakat karena kultur mereka dapur adalah

di dalam rumah induk. Padahal pembangunan dapur itu hanya bonus saja

dari pengembang. Singkatnya pemberdayaan adalah kemampuan

masyarakat dalam mengambil keputusan dan peran partisipan atau

pemerintah hannya sekedar fasilitator saja (Eka, 2012).

Pemberdayaan masyarakat akan lebih mudah berhasil jika: (1)

dilakukan sosialisasi dan dialog kecil dalam skala kecil serta sederhana atau

mudah dipahami; (2) ada manajemen politik yang orientasinya semata-mata

Page 11: BAB I

ditujukan kepada kepentingan masyarakat; dan (3) masyarakat bebas

menentukan pilihannya, dan fasilitator menginspirasinya, artinya nilai-nilai

yang sudah berkembang di masyarakat, jika positif terus dikembangkan dan

didorong maju, kalau negatif dihilangkan secara perlahan.

Pandangan diatas dapat dipahami karena, sesederhana apapun

kelompok masyarakat mereka memiliki nilai-nilai rasional yang objektif.

Secara umum, masyarakat seperti ini akan sulit menerima suatu inovasi baru

meskipun sudah terasa manfaatnya. Beberapa faktor psikis dan non psikis

lainnya yang sering berpengaruh terhadap inovasi, karenanya peran

fasilitator diharapkan dengan tekun, giat, aktif, niat, dan kejujuran amat

menentukan sikap itu. Dengan kata lain latar belakang budaya, gaya hidup,

adat-istiadat, tipe wilayah, kondisi wilayah, dan sebagainya harus

diperhatikan para fasilitator jika menginginkan perubahan sikap suatu

kelompok masyarakat.

Pemberdayaan dapat dikatakan adalah suatu proses dan tujuan.

Sebagai proses pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk

memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam

masyarakat. Termasuk individu-individu yang mengalami masalah

kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau

hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial. Yaitu masyarakat

yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik,

ekonomi, maupun sosial, seperti memiliki kepercayaan diri, mampu

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpatisipasi dalam

kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas kehidupan (Marfai,

2012).

Dari uraian diatas maka dapat diambil benang merah yakni kegiatan

pemberdayaan masyarakat untuk penanganan bencana adalah upaya yang

dilakukan secara sadar oleh stakeholder, baik dari fasilitator maupun

masyarakat untuk turut serta ambil bagian dari keseluruhan kegiatan

kebencanaan dimulai dari kegiatan sosialisasi, kegiatan pada saat bencana,

Page 12: BAB I

maupun kegiatan setelah bencana terjadi atau pascabencana. Pemberdayaan

penanganan bencana ini juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan

kultur atau budaya lokal setempat. Agar keberhasilan di dalam sosialisasi

dapat sepenuhnya dirasakan dan dinikmati seluruh lapisan atau stakeholder.

3. Pendidikan kebencanaan

Pendidikan kebencanaan adalah salah satu solusi internal di masyarakat

untuk mengurangi dampak bencana, serta membiasakan masyarakat untuk

tanggap dan sigap terhadap bencana yang terjadi. Pendidikan kebencanaan

bermacam-macam bentuknya dimulai dari penangulangan bencana berbasis

masyarakat, pendidikan kebencanaan untuk menuju masyarakat sadar

bencana, serta kearifan lokal masyarakat dalam menangani bencana.

a. Penanggulangan bencana berbasis masyarakat.

Pendekatan yang dilakukan dengan mekanisme mengajak seluruh

lapisan masyarakat di lokasi bencana, baik keluarga, organisasi sosial

maupun masyarakat lokal. Metode ini dilakukan dengan pendampingan

oleh universitas atau perguruan tinggi yang berkompeten di bidang

kebencanaan, program ini harus dilaksanakan secara berkesinambungan

antar waktu dan antar generasi.

Penanggulangan bencana berbasis masyarakat dalam hal ini

dipahami sebagai upaya meningkatkan kapasitas masyarakat atau

mengurangi kerentanan masyarakat, agar mampu menolong diri sendiri

dan kelompoknya dalam menghadapi ancaman dan bahaya bencana.

Metode ini meliputi seluruh kegiatan tahapan pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan. Penanggulangan bencana

berbasis masyarakat intinya merupakan sebuah cara penanggulangan yag

berbasis masyarakat lokal dengan menggunakan konsep-konsep lokal

yang mudah dipahami oleh mereka. Cara ini mensyaratkan adanya sikap

politik yang memberikan keberpihakan kepada kepentingan komunitas

lokal. pendekatan ini juga menggunakan pendekatan lokal dan jenius

lokal, di latar depan. Dalam praktiknya, pendekatan ini mengakomodasi

potensi dan modal sosial yang ada di masyarakat sebagai sumber daya

Page 13: BAB I

dalam melaksanakan program penanggulangan bencana. Sehingga

diharapkan masyarakat akan tanggap dan sadar bahwa mereka hidup di

daerah rawan bencana.

Proses pemberdayaan ini menghendaki adanya kemauan politik,

dari pemerintah untuk berperan sebagai fasilitator dalam rangka

mendorong berkembangnya kelompok masyarakat sadar, tanggap dan

tangguh bencana akan bencana. Implementasi pendekatan

penanggulangan bencana berbasis masyarakat dipandang sangat perlu,

mengingat hampir seluruh wilayah di Indonesia merupakan daerah rawan

bencana. masyarakat yang berada di daerah rawan bencana hendaknya

diposisikan sebagai subjek yang aktif dengan berbagai kemampuan dan

kapasitasnya. Mereka mempunyai potensi berupa pengetahuan lokal dan

kearifan lokal yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi

dan melakukan penanganan apabila terjadi bencana. Masyarakat dan

pemerintah perlu bersinergi agar lebih siap dalam menghadapi bencana.

sejak awal harus dipersiapkan, agar tanggap darurat dapat dilaksanakan

secara cepat dan tepat sasaran dengan memperhatikan dampak jangka

panjang. Masyarakat perlu ditingkatkan pemahaman dan kapasitasnya

dalam hal kebencanaan dan penanganannya tanpa meninggalkan

gagasan, potensi, dan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat

(Retnowati, 2012).

Peningkatan kesadaran masyarakat di daerah rawan bencana adalah

agenda mendesak, sehingga mereka dapat cepat dan tanggap untuk

menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Namun, kapasitas

masyarakat tidak akan dapat berkembang jika tanpa dukungan dari

pemerintah dan stakeholder lainnya. Peningkatan kesadaran ini akan

memberikan habit yang baik bagi generasi selanjutnya untuk sadar dan

tangguh bencana.

b. Pendidikan kebencanaan untuk menuju masyarakat sadar bencana.

Pendidikan kebencanaan untuk menuju masyarakat sadar bencana

adalah metode atau pendekatan dengan pemahaman konsep-konsep yang

Page 14: BAB I

berkaitan dengan kebencanaan, dalam rangka mengembangkan

pengertian dan kesadaran yang diperlukan untuk mengambil sikap dalam

melakukan adaptasi kehidupan di daerah rawan bencana. Arti dari

pendidikan kebencanaan yakni sebagai upaya sadar untuk menciptakan

suatu masyarakat yang peduli, memiliki pengetahuan, dan keterampilan

dalam mengatasi permasalahan kebencanaan, serta menghindari

permasalahan kebencanaan yang mungkin akan muncul di saat

mendatang.

Pemahaman masyarakat akan karakter bencana merupakan modal

awal keselamatan hidup di masa depan, mengingat pengalaman sejarah

dan peristiwa bencana lebih banyak menyisakan kepiluan dan

penderitaan. Kejadian bencana yang terjadi di Indonesia merupakan

kejadian yang berulang hampir tiap tahunnya, akan tetapi masyarakat

mudah untuk melupakan kejadian yang terkadang menghancurkan dan

mengakibatkan kerugian baik material, fisik, maupun korban jiwa.

Agaknya masyarakat Indonesia belum mampu menghadapi bencana

dengan sadar dan terkesan panik serta tidak pernah siap untuk

menghadap bencana. Kesiapan menghadapi bencana di Indonesia harus

telah terpatri oleh seluruh lapisan masyarakat dan terbiasa untuk

menghadapi bencana tahunan, kebiasaan tangguh bencana ini telah

dimiliki warga Jepang, dan patut kita contoh bagaimana mereka

menghadapi bencana serta cara mereka mengurangi dampak dan

kerugian akibat bencana.

Pembahasan bencana tidak dapat dilakukan secara sepihak, hal ini

disebabkan oleh sifat interdependensi yang melekat pada lingkungan

hidup manusia yang menuntut kerjasama multipihak secara serentak, dan

menyangkut seluruh lapisan masyarakat. Pentingnya pemahaman tentang

bencana untuk masa sekarang hingga masa yang akan datang secara

eksplisit menunjukkan bahwa manusia untuk menyelamatkan diri dari

ancaman bencana harus dilakukan secara berkesinambungan, dengan

jaminan estafet antar generasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Page 15: BAB I

Dengan demikian fondasi awal kegiatan pendidikan kebencanaan sejak

dini menjadi bekal menuju masyarakat yang sadar akan bencana dari

masa ke masa, mengacu pendapat (Soetaryono, 1999) tentang pendidikan

lingkungan, pendidikan kebencanaan juga mampu disebut long life

education. Dikatakan pembelajaran seumur hidup karena kita tinggal

memang di zone yang rawan bencana yang menuntut kita untuk siap

siaga serta tangguh menghadapi bencana selama kita hidup.

Pendidikan kebencanaan merupakan aspek fundamental bangsa

Indonesia untuk membangun moral manusia Indonesia agar mampu

menjunjung tinggi nilai etika lingkungan, serta mau bertindak dan

berpartisipasi dalam mencari jawab yang fundamental tentang

penanggulangan bencana. mengacu pada konsep pendidikan yang

dikemukakan oleh The Ministry of Education (2003) bahwa pendidikan

kebencanaan tidak boleh terlepas dari empat konsep kunci pendekatan,

yaitu (1) Saling ketergantungan (Interdependency) (2) Keberlanjutan

(Sustainability) (3) Keanekaragaman (Diversity) (4) Tanggung jawab

personal dan sosial aksi (Personal And Sosial Responsibility For Action).

Keempat kunci tersebut menyatakan bahwa ketika membahas

lingkungan kehidupan, kita harus berpijak pada basis ekosentris, yang

menjunjung tinggi nilai interdependensi, yaitu nilai ekologis yang

menyatakan bahawa mahluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya

saling terkait satu sama lain. Menurut Keraf (2002), salah satu teori

ekosentrisme yang populer disebut dengan deep ecology tidak hanya

memusatkan perhatian pada kepentingan jangka pendek, tetapi jangka

panjang. Inilah kunci keberlanjutan, pemahaman dari ketiga konsep

tersebut. Secara bersama-sama menjadi bekal manusia sebagai nilai etik

dalam bertindak dan bertangung jawab dengan antisipasi terhadap risiko

terjadinya bencana. Pendidikan kebencanaan pada hakikatnya merupakan

salah satu aspek dari kehidupan lingkungan. Konsepsi dari pendidikan

kebencanaan merupakan proses pendidikan tentang hubungan manusia

dengan alam dan lingkungan binaan, termasuk tata hubungan manusia

Page 16: BAB I

dengan dinamika alam, pencemaran, alokasi pengurasan sumber daya

alam, pelestarian alam, transportasi, teknologi perencanaan kota dan

pedesaan (Soetaryono, 1999).

Adapun sasaran pendidikan kebencanaan sesuai dengan yang

disampaikan Resolusi Belgrad International Conference On

Environmental Education.

1) Kesadaran, membantu individu ataupun kelompok untuk memiliki

kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan keseluruhan berikut

permasalahan yang terkait.

2) Pengetahuan, membantu individu atau kelompok sosial memiliki

pemahanam terhadap lingkungan total, permasalahan yang terkait

serta kehadiran, manusia yang menyandang peran dan tanggung jawab

penting di dalamnya.

3) Sikap, membantu individu atau kelompok sosial memiliki nilai-nilai

sosial, rasa kepedulian, yang kuat terhadap lingkungannya, serta

motivasi untuk berperan aktif dalam upaya perlindungan dan

pengembangan lingkungan.

4) Ketrampilan, membantu individu atau kelompok sosial mengevaluasi

persyaratan-persyaratan lingkungan dengan program pendidikan dari

segi ekologi, politik, ekonomi, sosial, estetika dan pendidikan.

5) Peran serta, membantu individu atau kelompok sosial untuk dapat

mengembangkan rasa tanggng jawab, dan urgensi terhadap suatu

permasalahan lingkungan sehingga dapat mengambil tindakan relevan

untuk pemecahannya.

Bagi para pemerhati kebencanaan, pendidikan kebencanaan

merupakan bagian dari gerakan guna mengatasi efek bencana, di

antaranya dengan cara mempersiapkan generasi yang sadar dan arif

melalui sebuah proses pendidikan yang memiliki muatan-muatan

penyadaran terhadap bencana.

Sosialisasi sebagai media pendidikan kebencanaan bagi

masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menyampaikan

Page 17: BAB I

informasi mengenai bencana dan pendidikan kebencanaan adalah

sosialisasi bencana. Kegiatan ini mempunyai kunci yakni dengan adanya

komunikasi massa, yang melibatkan interaksi antara komunikator dan

media komunikan. Menurut Candra Kirana (2001) melalui komunikasi

dapat ditampilkan gambaran mengenai keadaan lingkungan lengkap

dengan segala argumen ilmiah. Argumentasi legal dan argumentasi

moral. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi perubahan perilaku

manusia yang lebih baik. Bagaimanapun manusia dan masyarakat

memiliki nilai-nilai dan akal sehat yang mampu diajak bekerja sama

memikirkan dan mempratekkan pola perilaku yang lebih kondusif di

dalam lingkungannya yang rawan akan bencana. hal-hal yang perlu

diperhatikan agar sosialisasi efektif adalah:

1) Kenali setiap sasaran dengan baik: hal ini dimaksudkan bahwa ketika

kegiatan sosialisasi akan dilakukan hendaknya kita mengenali subjek

dan objek yang akan kita beri informasi, ini penting karena semakin

kita mengenalinya maka akan mempermudah dilakukan kegiatan

sosialisasi. Tentunya ini akan berbeda jika kita tidak mengenal objek

dan subjek sasaran sosialisasi.

2) Fokuskan pada upaya merubah perilaku: sosialisai yang baik adalah

berusaha untuk merubah perilaku dari yang sebelumnya kurang atau

belum baik menuju ke perilaku yang lebih baik dari sebelumnya,

kaitannya dengan kebencanaan yakni perubahan perilaku ke arah

sadar dan tanggap terhadap bencana.

3) Kembangkan pesan-pesan yang mudah dimengerti, dalam sosialisasi

hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua

kalangan, hal ini akan mempermudah penyampaian pesan, karena

dengan bahasa yang mudah dimengerti mereka, subjek sasaran

sosialisasi juga akan semakin mudah faham dan akhirnya mampu

menafsirkan isi sosialisasi dan melaksanakan pesan tersebut, bahkan

mampu menularkan pesan kepada pihak lain dan mengahbituasi

generasi selajutnya.

Page 18: BAB I

4) Sampaikan pesan terus-menerus, penyampaian pesan dan informasi

mengenani bencana dan pendidikan bencana hendaknya dilakukan

secara kontinu dan berkesinambungan, hal ini dimaksudkan agar

sasaran sosialiasi tidak mudah lupa, yang akan mengakibatkan

pengulangan sosialisasi.

5) Gunakan keanekaragaman media, keanekaragaman media dapat

membantu terlaksananya sosialisasi dengan lancar, karena dengan

penggunaan media yang beragam maka sasaran sosialiasi tidak mudah

bosan.

Cakupan dimensi yang ada di pendidikan kebencanaan sangatlah

luas dan merupakan pendidikan seumur hidup, serta menyangkut

kepentingan semua orang. Maka sebenarnya sosialiasi bencana

merupakan kegiatan membentuk peran serta atau partisipasi publik dalam

upaya penanggulangan bencana. hal penting selajutnya adalah upaya

mencari cara-cara untuk menciptakan serta memberi ruang publik

sebagai wadah pemberdayaan penanggulangan bencana yang

berkelanjutan. Maka kegiatan sosialisasi ini diarahkan untuk memotivasi

masyarakat agar lahirnya ruang publik yang memunculkan suatu lembaga

komunitas masyarakat tangguh bencana.

c. Pengurangan risiko bencana, berdialog dengan kearifan lokal (local

wisdom).

Berangkat dari tingginya tingkat kerawanan bencana yang dihadapi

oleh masyarakat, menarik untuk dilakukan kajian bagaimana masyarakat

mampu beradaptasi dengan alam dan lingkungan sekitarnya. pada titik

ini, kearifan lokal dijadikan objek kajian yang mempunyai peran besar di

masyarakat. Kearifan lokal masyarakat di dalam perancangan

penanganan bencana sangatlah penting, karena transfer pengetahuan

mengenai kebencanaan akan sangat mudah jika memanfaatkan kearifan

lokal.

Berbagai macam perubahan lingkungan sebagai akibat dari

bencana akan memberikan dampak terhadap keberlangsungan hidup

Page 19: BAB I

mereka, baik positif maupun negatif. Maka kearifan lokal muncul sebagai

upaya mengelola perubahan yang mungkin akan dihadapi, baik

memperbesar peluang memperoleh keuntungan maupun memperkecil

dampak negatif yang diperoleh.

Kearifan lokal mempunyai tiga proses adaptasi yaitu; (1)

mewariskan pengetahuan mengenai bencana; (2) kontrol sosial

masyarakat; (3) tindakan nyata. Ketiga proses tersebut beriringan dan

saling melengkapi, dan menjadi catatan yang menyertai kehidupan

masyarakat. (Marfai, 2012).

Selain melalui transfer pengalaman, pengetahuan bencana dan

fenomena alam yang dimiliki oleh masyarakat seringkali dibingkai dalam

sebuah konsensus atau kesepakatan. Kesepakatan-kesepakatan tertentu

disepakati bersama oleh komponen masyarakat, munculnya kesepakatan

secara tidak langsung memunculkan kontrol sosial di dalam masyarakat,

baik norma yang secara formal dilembagaan maupun sekedar nilai yang

harus ditaati bersama. Berbagai pihak dapat berperan dalam proses

tersebut, bukan hanya wewenang tokoh tertentu yang diberikan mandat,

kontrol sosial juga seringkali dilakukan secara langsung antar anggota

masyarakat. Hal ini berdasar pada keyakinan bahwa mereka hidup di

alam dan lingkungan yang sama. Pelanggaran terhadap alam tidak hanya

berdampak pada individu yang melanggar akan tetapi juga dialami oleh

masyarakat sekitar secara keseluruhan.

Urgensi kajian budaya dalam memahami bencana, seperti kearifan

lokal, didasarkan pada fakta bahwa bencana merupakan proses panjang,

pengurangan risiko bencana tidak semata-mata dimaknai sebagi upaya-

upaya preventif atau tanggap darurat semata, namun juga sampai pada

tahap perencanaan dan rekonstruksi dan rehabilitasi fisik, ekonomi, lain-

lain yang kesemuanya mebutuhkan pertimbangan-pertimbangan sosial

budaya (Winarna, 2012).

Bencana dalam hal ini dibagi kedalam 6 tahap yang berurutan

dimana setiap tahapnya terdapat pertanyaan-pertanyaan penting terkait

Page 20: BAB I

keadaan sosial budaya masyarakat yang harus dilihat (Marsella et all,

2008).

1) Tahap prabencana, dibutuhkan pengetahuan mengenai sejarah bencana

disebuah daerah. Hal tersebut tidak hanya berhenti pada catatan

sejarah bencana yang pernah terjadi, namun bagaimana bencana

tersebut berpengaruh terhadap lingkungan, masyarakat, dan nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya.

2) Tahap peringatan dan ancaman bencana, dalam kejadian bencana

dibutuhkan pengetahuan seberapa cepat bencana akan datang, dalam

proses ini dibutuhkan analisis tentang peluang mengoptimalkan

segenap sumber daya yang ada. Selain itu, tahap ini dibutuhkan pula

pengetahuan mengenai sistem sosial yang dipercaya oleh masyarakat.

Hal tersebut akan berpengaruh terhadap sikap dan tanggapan

masyarakat atas peringatan bencana yang akan diberikan.

3) Kejadian bencana dan dampaknya, pengetahuan yang dibutuhkan

dalam hal ini adalah kemampuan untuk mengidentifikasi jenis

bencana yang dihadapi, bagaimana dampak yang diperoleh, seberapa

besar sumber daya manusia, sosial, teknis dan ekonomi yang dimiliki.

Serta pengetahuan masyarakat terhadap bencana dan dampaknya.

4) Tanggap darurat, perlu untuk melakukan analisis mengenai respons

apa yang pertama kali harus dilakukan, seberapa besar sumber daya

masyarakat yang tersedia, apakah respons yang diberikan oleh

masyarakat cukup untuk menciptakan respons positif terhadap

bencana, ataukah mereka membutuhkan bantuan pada pihak luar.

5) Tahap rekonstruksi, dalam proses ini, pertanyaan penting yang harus

dijawab adalah bagaimana mengimplementasikan kebijakan

rekonstruksi harus dijalankan. Seringkali kegagalan dalam

penanganan bencana akibat gagalnya rekonstruksi dan rehabilitasi.

Tahap rekonstruksi dan tahap rehabilitasi ini merupakan tahap yang

membutuhkan fokus lebih, baik dana maupun perhatian pemerintah

dalam percepatan pembangunan pascabencana.

Page 21: BAB I

6) Tahap pembelajaran bencana, Kejadian bencana akan memberikan

pengalaman terhadap suatu masyarakat di suatu wilayah. Dibutuhkan

usaha untuk mengembangkan aktifitas mitigasi bencana yang

beroientasi pada masa depan, dengan melibatkan peran serta

masyarakat.

Pemahaman bencana tidak hanya dimaknai sebatas bagaimana

bencana itu terjadi, apa dampaknya, dan bagaimana harus mengatasinya,

namun perlu melihat juga faktor yang ada dimasyarakat. Dalam konteks

ini masyarakat tidak dapat terhenti dan harus menempatkan mereka

sebagai korban saja, melainkan mereka harus ikut diberdayakan untuk

memegang peranan penting dalam menangulangi bencana. oleh itu

strategi yang komprehensif yang mampu merangkul kearifan lokal dan

pengetahuan pemerintah menjadi penting untuk rumusan sebagai usaha

pengurangan risiko bencana, maka sinergi antara pemerintah, masyarakat

dan stakeholder lainnya akan mempunyai dampak signifikan dalam

penanggulangan bencana.

4. ProgramPerspektif, Preventif, dan Pro-Aktif Penanggulangan Bencana

Penyampaian informasi dan pengetahuan tentang bencana dapat

dilakukan dan disalurkan lewat beberapa media. Antara lain media sekolah

formal maupun sekolah informal, media industri, maupun media sosial publik.

Komponen yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa setiap materi

diharapkan mempertimbangkan usia dan dijadikannya paket sesuai dengan usia

perkembangan yang berbeda-beda. Misalnya usia anak-anak, remaja, dewasa.

Dengan demikian akan sangat efektif jika penyampaian informasi dan

pendidikan kebencanaan disajikan sesuai paket umur atau jenjang usia subjek.

Perlu penyusunan matriks jenis bencana alam, usia perkembangan, dan

media sosiokulturalnya. Penyusunan matriks ini sangat penting bila dilakukan

bersama para ahli dan orang-orang lokal yang nantinya menjadi barisan

pertama dalam implementasi program. Salah satu kendala untuk tindakan

preventif dan pro-aktif dalam menghadapi bencana tampaknya adalah biaya

Page 22: BAB I

yang tidak murah. Akan tetapi jika program ini dilaksanakan akan mempunyai

pengaruh yang sangat besar dan signifikan.

Ada beberapa hal penting, belajar dari pegalaman bencana di Indonesia,

yang harus diperhatikan adalah saat pembuatan dan perencanaan program siaga

bencana berbasis preventif dan pro-aktif.

Pertama sampai saat ini tampaknya belum ada lembaga khusus dari

pemerintah yang mewadahi profesional yang sangat dibutuhkan saat terjadi

bencana, mungkijn hanya BNPB saat ini dan BPBD. Profesioanal yang

diharapkan adalah seperti dokter, terapis, psikolog, dan sebagainya secara

sukarela. Baik atas nama pribadi atau lembaga tertentu. Bertindak ketika terjadi

bencana. akan lebih baik jika sejak sekarang ada lembaga yang secara sukarela

mewadahi para profesional untuk mau mengabdikan jasanya saat terjadi

bencana.

Program pembelajaran bencana yang terintegrasi pada sekolah formal

maupun non formal yang disesuaikan usia dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Masa Anak-Anak

Masa anak-anak adalah masa pada saat usia manusia dua tahun hingga

sebelas tahun, dilihat dari tingkatan sekolahnya dibedakan menjadi tingkat

pra sekolah, PAUD, TK, SD. Masa anak-anak adlah masa perkembangan

awal manusia yang biasa disebut fase emas perkembangan otak manusia.

Infromasi yang di dapat pada masa ini akan lebih cepat masuk, terjaga dan

bertahan lama. Dibandingkan ketika manusia telah melewati masa dewasa.

Hal ini disebabkan perkembangan kognitifpada mas ini sangatlah cepat.

Bahkan Freud ahli psikologi perkembangan mengungkapkan bahwa lima

tahun awal manusia akan menentukan hidupnya di masa depan. Maka masa

emas penanaman sikap tangguh bencana adalah saat anak-anak. Penanaman

nilai-nilai budaya sadar akan bencana atau melek bencana oleh masyarakat

dimulai dari penanaman dan kebiasaan orangtua kepada anak-anaknya.

Nilai-nilai ini secara keseluruhan dan berkelanjutan akan terus menerus

diturunkan kepada anak-anak dan generasi berikutnya.

Page 23: BAB I

Mengingat hal tersebut, program pembudayaan sadar bencana pada

anak-anak tentunya harus melibatkan peran pola asuh orang tua, di samping

peran pemodelan dari masyarakat serta pendidikan formal disekolah.

Program-program tersebut dapat dilakukan melalui beberapa media, seperti

dongeng, atau cerita rakyat, komik, dan permainan traditional anak, drama,

atau kegiatan-kegiatan yang terintegrasi dalam kurikulum pendidikan formal

disekolah. Dongeng merupakan cara yang sangat efektif untuk menyelipkan

pesan sadar akan bencana, serta menanamkan nilai-nilai moral pada anak.

Program yang dapat dilaksanankan oleh pemerintah untuk

menanamkan sikap sadar akan bencana, yakni dengan bekerjasama denga

oenulis fiksi untuk membuat cerita terkait sadar akan bencana, kemudian

dongeng atau cerita yang dibuat harus disesuaikan dengan muatan lokal atau

budaya lokal, agar pemahaman nilai-nilai yang disampaiakan cepat terserap

olah anak-anak. Selain dongeng atau cerita fiksi bisa juga dibuat cerita

bergambar atau komik yang dapat dijadikan media penyampaian nilai-nilai

sadar bencana, komik atau cerita bergambar ini akan sangat efektif karena

menarik bagi anak-anak untuk membacanya.

Sekali lagi program penanaman nilai-nilai sadar bencan yang

ditujukan untuk anak-anak harus disesuaikan dengan konteks budaya lokal.

pembuatan cerita dan dongeng ini disesuaikan dengan potensi bencana yang

ada di daerah mereka.

2. Masa Remaja

Masa remaja adalah masa dimana manusia berusia sebelas hingga dua

puluh satu tahun, yang terbagi menjadi tiga tahap yakni pra remaja, remaja

awal, dan remaja akhir. Masa ini dihadapkan pada pilihan keputusan

mereka. Mau jadi apa, mau dibawa kemana hidup mereka. Kegagalan dalam

menentukan identitas mereka serigkali menimbulkan kebingungan identitas

diri atau disebut krisis identitas. Pada fase ini remaja sangat senang

melakukan aktifitas yang mendukung pencarian diri mereka, aktifitas-

aktifitas bermusik olahraga dan hobi lainnya. Penyampaian nilai-nilai sadar

bencana kepada remaja dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan-

Page 24: BAB I

kegiatan kebencanaan yang melibatkan remaja dengan masuk kedunia

mereka, misalnya membuat musik atau konser yang pengisi acaranya adalah

remaja-remaja namun tema kegiatan tersebut masih sama yakni tentang

bencana. Pengembangan musik ini sangatlah bermanfaat untuk

pembudayaan atau menghabituasi remaja untuk sadar akan bencana. di

sekolah-sekolah formal juga harus memasukan kurikulum bencana serta

simulasi menghadapi bencana yang sudah dibiasakan terhadpa para siswa

agar mereka menjadi manusia yang tangguh akan bencana.

3. Masa Dewasa

Masa dewasa adalah masa rentag usia dua puluh satu tahun hingga

enam puluh tahun yang terbagi pada dewasa awal, dewasa madya atau akhir

yakni empat puluh tahun hingga enam puluh tahun. Program penyampaian

informasi dan tanggap ataupun siaga bencana hendaknya disesuaikan

dengan pekerjaan tiap individu, sekaligus kegiatan-kegiatan keagamaan di

lingkungan tempat tinggalnya. Peran pemerintah baik pusat dan daerah

sangat penting untuk mensosialisasikan program-program mereka mengenai

siaga bencana.

Penting yaitu program-program pembentukan budaya siaga bencana preventif, dan proaktif adalah program terintegrasi. Artinya seluruh komponen masyarakat, termasuk pemerintah harus terlibat aktif dalam pelaksanaan program. Dukungan pemerintah tidak akan optimal tanpa dukungan masyarakat.