BAB I
-
Upload
kristoforus-budi-lamhot-sinaga -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
description
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan
nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kepentingan
rakyat dengan memperhatikan kelestarian hidup sekitar. Salah satu kegiatan dalam
memanfaatkan sumber daya alam adalah kegiatan penambangan bahan galian,
tetapi kegiatan-kegiatan penambangan selain menimbulkan dampak positif juga
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup terutama
berubahnya estetika lingkungan, habitat flora dan fauna menjadi rusak, penurunan
kualitas tanah, penurunan kualitas air atau penurunan permukaan air tanah,
timbulnya debu dan kebisingan. Sumber daya mineral yang berupa endapan bahan
galian memiliki sifat khusus dibandingkan dengan sumber daya lain yaitu
biasanya disebut wasting assets atau diusahakan ditambang, maka bahan galian
tersebut tidak akan “tumbuh” atau tidak dapat diperbaharui kembali. Dengan kata
lain industri pertambangan merupakan industri dasar tanpa daur, oleh karena itu di
dalam mengusahakan industri pertambangan akan selalu berhadapan dengan
sesuatu yang serba terbatas, baik lokasi, jenis, jumlah maupun mutu materialnya.
Keterbatasan tersebut ditambah lagi dengan usaha meningkatkan keselamatan
kerja serta menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian dalam
mengelola sumberdaya mineral diperlukan penerapan sistem penambangan yang
sesuai dan tepat, baik ditinjau dari segi teknik maupun ekonomis, agar
perolehannya dapat optimal (Prodjosoemanto, 2006).
Sektor pertambangan adalah merupakan salah satu sektor yang dapat
dikembangkan dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia asalkan dapat dikelolah dengan baik dan bertanggung jawab.
Pembangunan sektor pertambangan haruslah diselenggarakan secara terpadu
dengan pembangunan daerah dan pengembangan wilayah. Dalam konteks
1
pembangunan sektor pertambangan secara terpadu ini, maka jelas fungsi dan
peran sektor pertambangan rakyat terutama untuk mewujudkan aspek pemerataan
dan perluasan lapangan kerja di daerah, khususnya pada sektor pertambangan dan
dapat terdistribusi secara layak pada masyarakat luas. Pada umunya di Indonesia,
para pengusaha pertambangan rakyat masih menggunakan cara penambangan dan
pengelolaan secara tradisional, namun perhatian dalam melestarikan lingkungan
serta penanganan limbahnya masih sangat rendah. Tambang Skala
Kecil (Artisanal and Small-scale Mining/ASM) memainkan peranan ekonomi
yang penting di banyak negara berkembang. Tambang skala kecil dapat sangat
membahayakan lingkungan dan seringkali menghasilkan dampak kesehatan dan
resiko keselamatan yang serius bagi pekerja dan masyarakat di
sekitarnya. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil,
pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg)
digunakan sebagai media untuk mengikat emas.
Kegiatan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah
berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan
relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi
peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin
membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih
kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam
mencapai lapisan bumi jauh di bawah permukaan. Hal ini menyebabkan kegiatan
tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat
penting. Pengaruh kegiatan pertambangan mempunyai dampak yang sangat
signifikan terutama berupa pencemaran air permukaan dan air tanah (Arif, 2007).
Masyarakat yang menambang ini umumnya memiliki sejumlah kendala antara lain
seperti: modal yang terbatas, kemampuan teknis penambangan yang rendah,
minimnya pemahaman standard lingkungan yang layak, penggunaan peralatan
yang tradisional dan sederhana. Umumnya mereka ini bekerja dengan membentuk
kelompok kecil dengan keterikatan kerja yang longgar, terkadang masih memiliki
keterkaitan tali persaudaraan. Seperti juga perusahaan pertambangan raksasa,
masyarakat yang menambang ini juga dituding sebagai sumber terjadinya
2
degradasi lingkungan. Mulai dari rusaknya bentang alam, lenyapnya vegetasi
permukaan, meningkatnya erosi, bahkan peristiwa banjir dan kekeringan, dan
sejumlah kerusakan lingkungan lainnya (Farrell, L. et al., 2004).
Meskipun dianggap termasuk sebagai pemicu peristiwa degradasi
lingkungan, ancaman yang paling serius dari mereka ternyata adalah adanya
pencemaran merkuri. Pencemaran ini terjadi sebagai akibat para penambang
(dalam hal ini adalah penambang emas primer) tersebut menggunakan merkuri
dalam usaha memisahkan emas dari material pembawanya. Selanjutnya merkuri
yang tercampur dengan dengan air buangan kemudian mencemari air tanah dan
sungai. Bahkan pada tahun 2008 penambang artisanal dianggap sebagai salah satu
dari sepuluh penyebab terjadinya pencemaran terparah terbesar di dunia (Ericson,
B., et al., 2008). Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran
logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin
secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu
dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang
dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas. Untuk mencapai hal tersebut
di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau
limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi
penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
Pendataan penyebaran merkuri akibat penambangan emas rakyat pernah
dilakukan di wilayah pertambangan emas Gunung Botak Pulau Buru dan hasilnya
menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri yang
cukup tinggi baik pada endapan sungai, tanah maupun air. Oleh karenanya
pendataan penyebaran merkuri di lokasi pertambangan emas Gunung Botak Pulau
Buru perlu dilakukan sebagai implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang
ramah lingkungan. Pendataan penyebaran merkuri di lingkungan usaha
pertambangan emas rakyat dimaksudkan untuk menginventarisasi sebaran merkuri
dan logam berat lainnya, yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
pencegahan penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengetahui zona penyebaran merkuri dan logam berat lainnya sehingga
penyebarluasan logam berbahaya ini dapat diantisipasi sedini mungkin, serta
3
daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan dapat dideteksi agar tidak
terjadi pencemaran lingkungan yang lebih luas.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja contoh studi kasus di pertambangan emas rakyat?
1.2.2. Apa dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan pertambangan emas
rakyat?
1.2.3. Apa saja undang-undang yang berkaitan dengan pertambangan emas
rakyat?
1.2.4. Apa saja solusi untuk menanggulangi dampak negatif dari pertambangan
emas rakyat?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1.Menjelaskan contoh sudy kasus pertambangan emas rakyat.
1.3.2.Menjelaskan dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan
pertambangan emas rakyat.
1.3.3.Menjelaskan undang-undang yang berkaitan dengan pertambangan emas
rakyat.
1.3.4.Menjelaskan solusi untuk menanggulangi dampak negatif dari
pertambangan emas rakyat.
1.4. Manfaat Penulisan
Makalah ini mampu untuk memberikan kita informasi yang baik kepada
para pembaca. Dengan adanya makalah ini kita dapat memahami peristiwa
ataupun kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesia yang melanggar UU
tambang. Sehingga kita tahu sejauh mana pengaruh hadirnya perusahaan
tambang terhadap kesejahteraan rakyat dan keselamatan lingkungan di
Indonesia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Studi Kasus Pertambangan Emas Rakyat
Emas yang Mengubah Pulau Buru, sebuah artikel di Kompas tanggal 21
Februari 2012 mengangkat persoalan Pertambangan Rakyat. Sehari sebelumnya,
Kompas memuat persoalan tambang dan dampaknya mulai dari kerusakan
lingkungan hingga konflik sosial. Sejumlah pemberitaan kemudian melansir,
Bupati Ramli Umasugi, Pemerintah Kabupaten Buru, Maluku, gerah dan
mengancam mengambil tindakan keras kepada para pendulang atau pencari emas
jika mereka tidak mengosongkan lahan tambang. Ancaman yang dibungkus
dalam ‘himbauan’ ini berlaku mulai 22 Februari 2012. Larangan keras tersebut
dikeluarkan karena makin rusaknya alam di lokasi eksplorasi, yakni di
Pegunungan Wamsaid, Kecamatan Waepoangan.
Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara No. 4 tahun 2009
(UU Minerba) yang diterbitkan menggantikan UU No. 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang seyogyanya mengandung misi
ideologis untuk memakmurkan rakyat, malah menjadi paradoks. Rakyat miskin di
atas alamnya sendiri. Rakyat hanya menerima residu dari usaha pertambangan.
Bukan hanya kerusakan lingkungan dan pencemaran, tetapi juga kesengsaraan
hidup akibat kekerasan atas nama hukum yang lazim terhadap rakyat miskin.
Dampak pertambangan telah membuat masyarakat lokal tercerabut dari indentitas
kulturalnya.
Menurut UU No. 11 Tahun 1967, defenisi pertambangan rakyat adalah
suatu usaha pertambangan bahan – bahan galian dari semua golongan a, b dan c
seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat
secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk
pencaharian sendiri. Pertambangan rakyat yang kemudian diatur dalam UU
Minerba adalah mengenai wilayah dan perizinan pertambangan. Pengaturannya
dimuat BAB V Bagian Ketiga Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Pasal 20
5
hingga Pasal 26 dan BAB IX Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Pasal 66 hingga
Pasal 73.
Kabar mendulang emas yang cepat tersiar ke seluruh Pulau Buru,
mengakibatkan ribuan orang dari Sulawesi dan Jawa berdatangan dengan kapal
laut. Masyarakat adat pemilik lahan tempat emas dieksploitasipun mendapat
keuntungan. Setiap pendulang yang masuk diharus membayar Rp. 100.000.
Ditelisik pada daerah lain, sekitar tahun 2009 juga terjadi penambangan emas oleh
rakyat. Warga Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi,
Jawa Timur merupakan warga yang menyandarkan hidupnya sebagai nelayan.
Tapi sejak pemerintah mengeluarkan izin pertambangan PT Indo Multi Niaga
yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi, warga lalu ikut menyerbu
kawasan untuk melakukan penambangan. Entah darimana ijin tambang rakyat
tersebut mereka peroleh. Warga menunjukan sikap tidak setuju dengan adanya
penambangan yang dilakukan oleh PT Indo Multi Niaga, akhirnya tambang –
tambang kecil menyerbu kawasan tersebut. Nelayan beralih fungsi menjadi
penambang emas.
Pertambangan rakyat menurut JATAM, adalah proses penambangan
dengan skala kecil dan tidak merusak lingkungan. Tambang rakyat menjadi
bagian keseharian masyarakat. Namun tambang – tambang tradisional tersebut
hancur karena masuknya tambang – tambang dengan skala besar. Kemudian
muncul istilah Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang justru bersifat
dilematis. Pada satu sisi, positif untuk kehidupan rakyat kecil namun negatifnya
merusak lingkungan. Maka komprominya diberi ijin dan pembinaan dengan
nomenklatur Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Ketentuan tentang IPR memang
belum bisa menjamin apakah bisa dimanfaatkan oleh rakyat ataukan justru
dimanfaatkan oleh cukong. Namun dengan memperhatikan pertimbangan
kemampuan rakyat mengurus izin, maka izin untuk penambangan ini bisa
didelegasikan ke camat. Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
pembahasan RUU Mineral dan Batubara, ada pendapat yang mengenai IPR
setelah UU disahkan, agar IPR diberikan melalui koperasi.
6
Sejarahnya tambang rakyat tidak pernah jadi perhatian pemerintah,
padahal dari tahun ke tahun jumlah penambang skala kecil terus meningkat.
Menurut data yang dikumpulkan Pusat Pengembangan Teknologi Mineral
(PPTM) terdapat sekitar 77.000 operasi penambangan kecil yang menghasilkan
hampir semua mineral untuk industri dengan nilai sekitar 58 juta dolar AS per
tahun. Dari jumlah tersebut ternyata hanya 3% yang memiliki izin. Rendahnya
jumlah penambang skala kecil yang mendapat izin dari pemerintah lebih
disebabkan oleh persoalan birokrasi yang rumit dan bertele-tele dalam
memperoleh izin penambangan. Selain masalah-masalah tersebut, kebijakan yang
mendahulukan pemegang kontrak pertambangan daripada penambang rakyat, juga
menuai konflik.
Selain persoalan izin, penambangan rakyat tidak menjadi prioritas yang
diurus pemerintah. Penambang rakyat tidak didampingi, agar dapat menggunakan
teknologi yang aman bagi keselamatan mereka maupun lingkungan. Kawasan
penambangan emas rakyat di Poboya Kecamatan Palu Timur, Palu, sebelumnya
adalah kawasan ladang dan kebun – kebun milik masyarakat. Namun kini, Poboya
disibukkan dengan ativitas pengolahan emas dan ratusan lubang digali oleh
penambang rakyat dengan menggunakan alat sederhana. Karena minim mata
pencaharian, maka lahirlah budaya pertambangan. Kasus lainnya adalah di
Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, tambang rakyat di kabupaten tersebut
terpaksa ditutup. Pemda setempat mengemukakan bahwa selain menggali lubang-
lubang di tepi sungai, penambangan rakyat dan mencemari air sungai dengan
bahan kimia. kerusakan lingkungan yang parah akibat penambangan tersebut.
”Tambang rakyat memang di anak tirikan pada masa Soeharto, dan sampai masa
sekarang diperlakukan sama aja” tegas Siti Maimunah.
Meskipun UU Minerba menyebutkan bahwa penetapan wilayah
pertambangan dilaksanakan secara partisipasi, memperhatikan aspirasi daerah,
serta memperhatikan aspirasi masyarakat, namun UU ini memiliki kelemahan
dalam implementasinya yaitu pengakuan hak masyarakat atas ruang hidup.
Kawasan masyarakat secara sepihak dijadikan kawasan pertambangan termasuk
7
mengabaikan pertambangan rakyat yang merupakan hak hidup mereka. Riset
kebijakan yang mengeksplorasi masalah representasi pada kebijakan sumber daya
mineral yang dilakukan Demos saat ini, menemukan rendahnya kualitas
representasi dalam proses penyusunan UU Mineral dan Batubara No. 4 tahun
2009. Undang – undang ini bukan saja lemah pada saat penjaringan aspirasi,
namun pertambangan tidak menempatkan masyarakat sebagai subjek. Atau dapat
dikatakan UU Mineral dan Batubara No. 4 tahun 2009 ini tidak
merepresent kepentingan rakyat. Esensi representasi demokratis bahwa
kewenangan (authorization) dan akuntabilitas didasarkan para kesetaraan politik
masih jauh dari capaian karena kehilangan penyangga yaitu transparansi
dan responsiveness. Hingga kini rakyat masih memimpikan negerinya yang
kaya. Negeri yang dapat memberikan kesejahteraan bukan kesengsaraan.
2.2. Dampak Positif dan Dampak Negatif dari Kegiatan Pertambangan Emas
Rakyat
2.2.1. Dampak Positif
1. Meningkatkan kesempatan kerja.
2. Meningkatkan roda perekonomian sektor dan sub sektor lain di sekitarnya
3. Menambah penghasilan negara maupun daerah dalam bentuk pajak,
retribusi ataupun royalti.
2.2.2. Dampak Negatif
Ada empat permasalahan utama yang harus menjadi perhatian akibat
adanya penambangan yang tidak dilakukan secara baik dan benar (Good Mining
Practice), diantaranya adalah pertama (i) adalah masalah sosial masyarakat, hal ini
terkait dengan mulai ada beberapa perubahan yang biasanya terjadi ketika ada
sumber pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pertambangan diantaranya:
terjadi perubahan pola hidup masyarakat, yang biasanya melakukan kegiatan
pertanian dan perikanan sekarang harus beralih ke kegiatan menambang; adanya
8
gangguan terhadap kegiatan adat istiadat masyarakat sekitar wilayah
pertambangan, sehingga terjadi pergeseran budaya lokal; disebabkan
tercampurnya beberapa budaya yang di bawah oleh pekerja tambang; terjadi
pertikaian antara pekerja yang ada di wilayah penambangan, hal ini biasanya
muncul akibat perebutan lahan atau yang biasa diistilakan dengan lubang tikus;
munculnya penyakit kelamin, akibat mulai maraknya PSK (pekerja seks komersil)
yang berada di wilayah sekitar pertambangan; terjadi penurunan tingkat
pendidikan, karena biasanya anak usia sekolah diikutsertakan dalam kegiatan
pertambangan; dan masih banyak lagi persoalan terkait dengan dampak yang
ditimbulkan kegiatan pertambangan tanpa izin terhadap kehidupan sosial
masyarakat sekitar wilayah pertambangan. Aktualnya beberapa kasus yang timbul
di Gunung Botak, Namlea (dihimpun oleh penulis dalam beberapa media),
diantaranya: 4 orang sekitar wilayah pertambangan terjangkit HIV-AIDS, siswa
SMK Perikanan terbengkalai akibat guru ikut melakukan aktivitas penambangan,
jam belajar siswa SD dikurangi, oleh karena guru-guru juga terlibat dalam kegiata
penambangan serta masyarakat lokal yang dikenal dengan masyarakat religi,
terpengaruh dengan adanya kegiatan judi dan prostitusi yang mulai merajalela di
sekitar kegiatan penambangan serta adanya bentrok baik sesama masyarakat lokal
maupun antara masyarakat lokal dengan para pendatang.
Kedua (ii) dampak terhadap lingkungan sekitar wilayah pertambangan, dampak
yang dapat timbul akibat kegiatan pertambangan yang tidak berdasarkan kaidah
pertambangan yang baik dan benar diantaranya: terjadi penurunan kualitas air,
misalnya adanya penurunana nilai pH air, nilai DO (dissolved oksigen)
meningkat, terjadinya kekeruhan air, sehingga sumber air yang biasanya
digunakan untuk kebutuhan masyarakat, tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya; terjadi perubahan morfologi wilayah sekitar, hal ini disebabkan karena
adanya bekas lubang-lubang bukaan yang ditinggalkan oleh para pekerja; erosi
terhadap tanah meningkat; terjadinya peningkatan konsentrasi logam berat seperti
adanya merkuri yang biasanya ditemukan di badan sungai, akibat limbah hasil
pengolahan yang langsung dibuang ke badan sungai, akibatnya akan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sekitar yang masih memanfaatkan air
9
untuk kebutuhan hari – harinya; dan masih ada beberapa lagi yang tidak dapat
diuraikan di sini. Beberapa kasus yang muncul disekitar wilayah penambangan
gunung botak, diantaranya: meningkatnya konsentrasi logam berat (terutama
mercury) pada 13 derah aliran sungai (DAS).
Ketiga (iii) akibat penambangan yang tidak baik dan benar, akan menyebabkan
masalah terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Biasanya para penambangan
yang melakukan kegiatan penambangan secara ilegal adalah mereka yang
pengetahuan terhadap kegiatan penambangan sangat rendah, akibatnya akan
muncul masalah yang paling utama terkait dengan kegiatan penambangan
tersebut, adalah sering terjadinya korban jiwa, baik meninggal maupun luka,
disebabkan oleh adanya runtuhan pada lubang yang digunakan untuk mengambil
bijih yang mengandung emas, hal ini terjadi akibat kegiatan penambangan tidak
dilakukan dengan melengkapi diri dengan alat pelindung diri (APD), penyangga
tidak diterapkan sebagaimana mestinya, kondisi kerja yang tidak aman. Selain
masalah utama tersebut, ada juga masalah terkait dengan kesehatan masyarakat,
dimana timbul perilaku kehidupan yang tidak baik, seperti sanitasi yang buruk,
dan lain-lain. Beberapa kasus yang muncul disekitar wilayah tambang gunung
botak adalah: tertimbunnya para pekerja tambang.
Keempat (iv), masalah Perekonomian, dengan adanya kegiatan penambangan
menyebabkan adanya peningkatan nilai ekonomi dengan terlihat adanya
perputaran uang dalam jumlah yang besar di wilayah sekitar penambangan, hal ini
menyebabkan adanya kenaikan harga barang pokok, kemudaian tersedianya
lapangan kerja yang informal, hal ini menyebabkan masyarakat yang tergolong
dalam masyarakat miskin mulai ikut dalam kegiatan pertambangan, karena tidak
ada pilihan lain. Beberapa kasus yang timbul di wilayah penambangan gunung
botak adalah adanya peningkatnya harga kebutuhan bahan pokok, meningkatnya
harga solar dan premium (naik menjadi Rp 20.000/liter).
10
2.3. Undang-Undang Yang Berkaitan Dengan Pertambangan Emas Rakyat
Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara No. 4 tahun 2009
(UU Minerba) yang diterbitkan menggantikan UU No. 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang seyogyanya mengandung misi
ideologis untuk memakmurkan rakyat, malah menjadi paradoks. Rakyat miskin di
atas alamnya sendiri. Rakyat hanya menerima residu dari usaha pertambangan.
Bukan hanya kerusakan lingkungan dan pencemaran, tetapi juga kesengsaraan
hidup akibat kekerasan atas nama hukum yang lazim terhadap rakyat miskin.
Dampak pertambangan telah membuat masyarakat lokal tercerabut dari indentitas
kulturalnya.
Menurut UU No. 11 Tahun 1967, defenisi pertambangan rakyat adalah
suatu usaha pertambangan bahan – bahan galian dari semua golongan a, b dan c
seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat
secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk
pencaharian sendiri. Pertambangan rakyat yang kemudian diatur dalam UU
Minerba adalah mengenai wilayah dan perizinan pertambangan. Pengaturannya
dimuat BAB V Bagian Ketiga Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Pasal 20
hingga Pasal 26 dan BAB IX Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Pasal 66 hingga
Pasal 73.
2.4. Solusi Untuk Menanggulangi Dampak Negatif Dari Pertambangan Emas
Rakyat
Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya. Dalam bentuk pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk
membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah,
yaitu in-situ (atauon-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah
11
pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas
pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan off-site meliputi
penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman.
Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya,
tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar
dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan
off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk
memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun
atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-
amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi
pencemaran Hg.
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan
pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat
diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus
dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus
implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya
perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko
kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pertambangan emas rakyat di Pulau Buru yang berdasarkan dari artikel di
Kompas mengangkat persoalan Pertambangan Rakyat. Sehari sebelumnya,
Kompas memuat persoalan tambang dan dampaknya mulai dari kerusakan
lingkungan hingga konflik sosial. Sejumlah pemberitaan kemudian melansir,
Bupati Ramli Umasugi, Pemerintah Kabupaten Buru, Maluku, gerah dan
mengancam mengambil tindakan keras kepada para pendulang atau pencari emas
jika mereka tidak mengosongkan lahan tambang. Ancaman yang dibungkus
dalam ‘himbauan’ ini berlaku mulai 22 Februari 2012. Larangan keras tersebut
dikeluarkan karena makin rusaknya alam di lokasi eksplorasi, yakni di
Pegunungan Wamsaid, Kecamatan Waepoangan.
Berdasarkan artikel diatas bahwa kegiatan pertambangan emas rakyat di
Pulau Buru sudah menyalahi aturan yang berkaitan dengan Undang-Undang
Pertambangan. Dari kegiatan pertambangan tersebut sudah menimbulkan banyak
dampak negatif terhadap lingkungan hingga sampai kepada konflik sosial. Untuk
itu pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang baik terhadap masyarakat di
Pulau Buru bahwa kegiatan pertambangan yang mereka lakukan sudah merusak
lingkungan dan sebaiknya perlu diberhentikan. Selain itu, kegiatan pertambangan
tersebut harus memiliki izin dari pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat. Kemudian dilanjutkan permohonan izin untuk melakukan
kegiatan pertambangan emas rakyat dari Badan Lingkungan Hidup (BLH).
Dengan mengikuti beberapa prosedur yang baik, pertambangan emas
rakyat tetap bias dilakukan. Selain harus memiliki izin, pertambangan emas rakyat
di Pulau Buru harus mengedepankan aspek keselamatan lingkungan hidup, bukan
hanya mengerjar sisi nilai ekonominya saja. Sehingga dengan cara ini kerusakan
lingkungan hidup dapat diminimalisir dan konflik sosial dapat dihindari.
13
3.2. Saran
Berdasarkan studi kasus pertambangan emas rakyat yang terjadi di Pulau
Buru, kita telah melihat begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan terhadap
lingkungan. Pemerintah diharapkan pro-aktif dalam menanggulangi permasalahan
tersebut dan menindak tegas bagi penambang yang terbukti tidak memiliki izin
pertambangan rakyat yang dapat merusak lingkungan. Selain itu, masyarakat perlu
sadar akan keselamatan lingkungan hidup mereka. Karena lingkungan hidup itu,
masih digunakan untuk keberlangsungan hidup di generasi yang akan datang.
14