BAB I

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kepentingan rakyat dengan memperhatikan kelestarian hidup sekitar. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya alam adalah kegiatan penambangan bahan galian, tetapi kegiatan-kegiatan penambangan selain menimbulkan dampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup terutama berubahnya estetika lingkungan, habitat flora dan fauna menjadi rusak, penurunan kualitas tanah, penurunan kualitas air atau penurunan permukaan air tanah, timbulnya debu dan kebisingan. Sumber daya mineral yang berupa endapan bahan galian memiliki sifat khusus dibandingkan dengan sumber daya lain yaitu biasanya disebut wasting assets atau diusahakan ditambang, maka bahan galian tersebut tidak akan “tumbuh” atau tidak dapat diperbaharui kembali. Dengan kata lain industri pertambangan merupakan industri dasar tanpa daur, oleh karena itu di dalam mengusahakan industri pertambangan akan selalu 1

description

a

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

 

Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan

nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kepentingan

rakyat dengan memperhatikan kelestarian hidup sekitar. Salah satu kegiatan dalam

memanfaatkan sumber daya alam adalah kegiatan penambangan bahan galian,

tetapi kegiatan-kegiatan penambangan selain menimbulkan dampak positif juga

dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup terutama

berubahnya estetika lingkungan, habitat flora dan fauna menjadi rusak, penurunan

kualitas tanah, penurunan kualitas air atau penurunan permukaan air tanah,

timbulnya debu dan kebisingan. Sumber daya mineral yang berupa endapan bahan

galian memiliki sifat khusus dibandingkan dengan sumber daya lain yaitu

biasanya disebut wasting assets atau diusahakan ditambang, maka bahan galian

tersebut tidak akan “tumbuh” atau tidak dapat diperbaharui kembali. Dengan kata

lain industri pertambangan merupakan industri dasar tanpa daur, oleh karena itu di

dalam mengusahakan industri pertambangan akan selalu berhadapan dengan

sesuatu yang serba terbatas, baik lokasi, jenis, jumlah maupun mutu materialnya.

Keterbatasan tersebut ditambah lagi dengan usaha meningkatkan keselamatan

kerja serta menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian dalam

mengelola sumberdaya mineral diperlukan penerapan sistem penambangan yang

sesuai dan tepat, baik ditinjau dari segi teknik maupun ekonomis, agar

perolehannya dapat optimal (Prodjosoemanto, 2006).

Sektor pertambangan adalah merupakan salah satu sektor yang dapat

dikembangkan dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat

Indonesia asalkan dapat dikelolah dengan baik dan bertanggung jawab.

Pembangunan sektor pertambangan haruslah diselenggarakan secara terpadu

dengan pembangunan daerah  dan pengembangan wilayah. Dalam konteks

1

Page 2: BAB I

pembangunan sektor pertambangan secara terpadu ini, maka jelas fungsi dan

peran sektor pertambangan rakyat terutama untuk mewujudkan aspek pemerataan

dan perluasan lapangan kerja di daerah, khususnya pada sektor pertambangan dan

dapat terdistribusi secara layak pada masyarakat luas. Pada umunya di Indonesia,

para pengusaha pertambangan rakyat masih  menggunakan cara penambangan dan

pengelolaan secara tradisional, namun perhatian dalam melestarikan lingkungan

serta penanganan limbahnya masih sangat rendah. Tambang Skala

Kecil (Artisanal and Small-scale Mining/ASM) memainkan peranan ekonomi

yang penting di banyak negara berkembang. Tambang skala kecil dapat sangat

membahayakan lingkungan dan seringkali menghasilkan dampak kesehatan dan

resiko keselamatan yang serius bagi pekerja dan masyarakat di

sekitarnya. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil,

pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg)

digunakan sebagai media untuk mengikat emas.

Kegiatan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah

berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan

relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi

peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin

membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih

kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam

mencapai lapisan bumi jauh di bawah permukaan. Hal ini menyebabkan kegiatan

tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat

penting. Pengaruh kegiatan pertambangan mempunyai dampak yang sangat

signifikan terutama berupa pencemaran air permukaan dan air tanah (Arif, 2007).

Masyarakat yang menambang ini umumnya memiliki sejumlah kendala antara lain

seperti: modal yang terbatas, kemampuan teknis penambangan yang rendah,

minimnya pemahaman standard lingkungan yang layak, penggunaan peralatan

yang tradisional dan sederhana. Umumnya mereka ini bekerja dengan membentuk

kelompok kecil dengan keterikatan kerja yang longgar, terkadang masih memiliki

keterkaitan tali persaudaraan. Seperti juga perusahaan pertambangan raksasa,

masyarakat yang menambang ini juga dituding sebagai sumber terjadinya

2

Page 3: BAB I

degradasi lingkungan. Mulai dari rusaknya bentang alam, lenyapnya vegetasi

permukaan, meningkatnya erosi, bahkan peristiwa banjir dan kekeringan, dan

sejumlah kerusakan lingkungan lainnya (Farrell, L. et al., 2004).

Meskipun dianggap termasuk sebagai pemicu peristiwa degradasi

lingkungan, ancaman yang paling serius dari mereka ternyata adalah adanya

pencemaran merkuri. Pencemaran ini terjadi sebagai akibat para penambang

(dalam hal ini adalah penambang emas primer) tersebut menggunakan merkuri

dalam usaha memisahkan emas dari material pembawanya. Selanjutnya merkuri

yang tercampur dengan dengan air buangan kemudian mencemari air tanah dan

sungai. Bahkan pada tahun 2008 penambang artisanal dianggap sebagai salah satu

dari sepuluh penyebab terjadinya pencemaran terparah terbesar di dunia (Ericson,

B., et al., 2008). Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran

logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin

secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu

dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang

dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas. Untuk mencapai hal tersebut

di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau

limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi

penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.

Pendataan penyebaran merkuri akibat penambangan emas rakyat pernah

dilakukan di wilayah pertambangan emas Gunung Botak Pulau Buru dan hasilnya

menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri yang

cukup tinggi baik pada endapan sungai, tanah maupun air. Oleh karenanya

pendataan penyebaran merkuri di lokasi pertambangan emas Gunung Botak Pulau

Buru perlu dilakukan sebagai implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang

ramah lingkungan. Pendataan penyebaran merkuri di lingkungan usaha

pertambangan emas rakyat dimaksudkan untuk menginventarisasi sebaran merkuri

dan logam berat lainnya, yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam

pencegahan penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk

mengetahui zona penyebaran merkuri dan logam berat lainnya sehingga

penyebarluasan logam berbahaya ini dapat diantisipasi sedini mungkin, serta

3

Page 4: BAB I

daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan dapat dideteksi agar tidak

terjadi pencemaran lingkungan yang lebih luas.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa saja contoh studi kasus di pertambangan emas rakyat?

1.2.2. Apa dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan pertambangan emas

rakyat?

1.2.3. Apa saja undang-undang yang berkaitan dengan pertambangan emas

rakyat?

1.2.4. Apa saja solusi untuk menanggulangi dampak negatif dari pertambangan

emas rakyat?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1.Menjelaskan contoh sudy kasus pertambangan emas rakyat.

1.3.2.Menjelaskan dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan

pertambangan emas rakyat.

1.3.3.Menjelaskan undang-undang yang berkaitan dengan pertambangan emas

rakyat.

1.3.4.Menjelaskan solusi untuk menanggulangi dampak negatif dari

pertambangan emas rakyat.

1.4. Manfaat Penulisan

Makalah ini mampu untuk memberikan kita informasi yang baik kepada

para pembaca. Dengan adanya makalah ini kita dapat memahami peristiwa

ataupun kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesia yang melanggar UU

tambang. Sehingga kita tahu sejauh mana pengaruh hadirnya perusahaan

tambang terhadap kesejahteraan rakyat dan keselamatan lingkungan di

Indonesia.

4

Page 5: BAB I

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Studi Kasus Pertambangan Emas Rakyat

Emas yang Mengubah Pulau Buru, sebuah artikel di Kompas tanggal 21

Februari 2012 mengangkat persoalan Pertambangan Rakyat. Sehari sebelumnya,

Kompas memuat persoalan tambang dan dampaknya mulai dari kerusakan

lingkungan hingga konflik sosial. Sejumlah pemberitaan kemudian melansir,

Bupati Ramli Umasugi, Pemerintah Kabupaten Buru, Maluku, gerah dan

mengancam mengambil tindakan keras kepada para pendulang atau pencari emas

jika mereka tidak mengosongkan lahan tambang.  Ancaman yang dibungkus

dalam ‘himbauan’ ini berlaku mulai 22 Februari 2012. Larangan keras tersebut

dikeluarkan karena makin rusaknya alam di lokasi eksplorasi, yakni di

Pegunungan Wamsaid, Kecamatan Waepoangan.

Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara No. 4 tahun 2009

(UU Minerba) yang diterbitkan menggantikan UU No. 11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang seyogyanya mengandung misi

ideologis untuk memakmurkan rakyat, malah menjadi paradoks. Rakyat miskin di

atas alamnya sendiri.  Rakyat hanya menerima residu dari usaha pertambangan.

Bukan hanya kerusakan lingkungan dan pencemaran, tetapi juga kesengsaraan

hidup akibat kekerasan atas nama hukum yang lazim terhadap rakyat miskin.

Dampak pertambangan telah membuat masyarakat lokal tercerabut dari indentitas

kulturalnya.

Menurut UU No. 11 Tahun 1967, defenisi pertambangan rakyat adalah

suatu usaha pertambangan bahan – bahan galian dari semua golongan a, b dan c

seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat

secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk

pencaharian sendiri.  Pertambangan rakyat yang kemudian diatur dalam UU

Minerba adalah mengenai wilayah dan perizinan pertambangan. Pengaturannya

dimuat BAB V Bagian Ketiga Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Pasal 20

5

Page 6: BAB I

hingga Pasal 26 dan BAB IX Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Pasal 66 hingga

Pasal 73.

Kabar mendulang emas yang cepat tersiar ke seluruh Pulau Buru,

mengakibatkan ribuan orang dari Sulawesi dan Jawa berdatangan dengan kapal

laut. Masyarakat adat pemilik lahan tempat emas dieksploitasipun mendapat

keuntungan. Setiap pendulang yang masuk diharus membayar Rp. 100.000.

Ditelisik pada daerah lain, sekitar tahun 2009 juga terjadi penambangan emas oleh

rakyat. Warga Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi,

Jawa Timur merupakan warga yang menyandarkan hidupnya sebagai nelayan.

Tapi sejak pemerintah mengeluarkan izin pertambangan PT Indo Multi Niaga

yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi, warga lalu ikut menyerbu

kawasan untuk melakukan penambangan. Entah darimana ijin tambang rakyat

tersebut mereka peroleh. Warga menunjukan sikap tidak setuju dengan adanya

penambangan yang dilakukan oleh PT Indo Multi Niaga, akhirnya tambang –

tambang kecil menyerbu kawasan tersebut. Nelayan beralih fungsi menjadi

penambang emas.

Pertambangan rakyat menurut JATAM, adalah proses penambangan

dengan skala kecil dan tidak merusak lingkungan. Tambang rakyat menjadi

bagian keseharian masyarakat. Namun tambang – tambang tradisional tersebut

hancur karena masuknya tambang – tambang dengan skala besar. Kemudian

muncul istilah Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang justru bersifat

dilematis. Pada satu sisi, positif untuk kehidupan rakyat kecil namun negatifnya

merusak lingkungan. Maka komprominya diberi ijin dan pembinaan dengan

nomenklatur Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Ketentuan tentang IPR memang

belum bisa menjamin apakah bisa dimanfaatkan oleh rakyat ataukan justru

dimanfaatkan oleh cukong. Namun dengan memperhatikan pertimbangan

kemampuan rakyat mengurus izin, maka izin untuk penambangan ini bisa

didelegasikan ke camat. Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)

pembahasan RUU Mineral dan Batubara, ada pendapat yang mengenai IPR

setelah UU disahkan, agar IPR diberikan melalui koperasi.

6

Page 7: BAB I

Sejarahnya tambang rakyat tidak pernah jadi perhatian pemerintah,

padahal dari tahun ke tahun jumlah penambang skala kecil terus meningkat.

Menurut data yang dikumpulkan Pusat Pengembangan Teknologi Mineral

(PPTM) terdapat sekitar 77.000 operasi penambangan kecil yang menghasilkan

hampir semua mineral untuk industri dengan nilai sekitar 58 juta dolar AS per

tahun. Dari jumlah tersebut ternyata hanya 3% yang memiliki izin. Rendahnya

jumlah penambang skala kecil yang mendapat izin dari pemerintah lebih

disebabkan oleh persoalan birokrasi yang rumit dan bertele-tele dalam

memperoleh izin penambangan. Selain masalah-masalah tersebut, kebijakan yang

mendahulukan pemegang kontrak pertambangan daripada penambang rakyat, juga

menuai konflik.

Selain persoalan izin, penambangan rakyat tidak menjadi prioritas yang

diurus pemerintah. Penambang rakyat tidak didampingi, agar dapat menggunakan

teknologi yang aman bagi keselamatan mereka maupun lingkungan. Kawasan

penambangan emas rakyat di Poboya Kecamatan Palu Timur, Palu, sebelumnya

adalah kawasan ladang dan kebun – kebun milik masyarakat. Namun kini, Poboya

disibukkan dengan ativitas pengolahan emas dan ratusan lubang digali oleh

penambang rakyat dengan menggunakan alat sederhana. Karena minim mata

pencaharian, maka lahirlah budaya pertambangan. Kasus lainnya adalah di

Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, tambang rakyat di kabupaten tersebut

terpaksa ditutup. Pemda setempat mengemukakan bahwa selain menggali lubang-

lubang di tepi sungai, penambangan rakyat dan mencemari air sungai dengan

bahan kimia. kerusakan lingkungan yang parah akibat penambangan tersebut.

”Tambang rakyat memang di anak tirikan pada masa Soeharto, dan sampai masa

sekarang diperlakukan sama aja” tegas Siti Maimunah.

Meskipun UU Minerba menyebutkan bahwa penetapan wilayah

pertambangan dilaksanakan secara partisipasi, memperhatikan aspirasi daerah,

serta memperhatikan aspirasi masyarakat, namun UU ini memiliki kelemahan

dalam implementasinya yaitu pengakuan hak masyarakat atas ruang hidup.

Kawasan masyarakat secara sepihak dijadikan kawasan pertambangan termasuk

7

Page 8: BAB I

mengabaikan pertambangan rakyat yang merupakan hak hidup mereka. Riset

kebijakan yang mengeksplorasi masalah representasi pada kebijakan sumber daya

mineral yang dilakukan Demos saat ini, menemukan rendahnya kualitas

representasi dalam proses penyusunan UU Mineral dan Batubara No. 4 tahun

2009. Undang – undang ini bukan saja lemah pada saat penjaringan aspirasi,

namun pertambangan tidak menempatkan masyarakat sebagai subjek. Atau dapat

dikatakan UU Mineral dan Batubara No. 4 tahun 2009 ini tidak

merepresent kepentingan rakyat. Esensi representasi demokratis bahwa

kewenangan (authorization) dan akuntabilitas didasarkan para kesetaraan politik

masih jauh dari capaian karena kehilangan penyangga yaitu transparansi

dan  responsiveness. Hingga kini rakyat masih memimpikan negerinya yang

kaya. Negeri yang dapat memberikan kesejahteraan bukan kesengsaraan.

2.2. Dampak Positif dan Dampak Negatif dari Kegiatan Pertambangan Emas

Rakyat

2.2.1. Dampak Positif

1. Meningkatkan kesempatan kerja.

2. Meningkatkan roda perekonomian sektor dan sub sektor lain di sekitarnya

3. Menambah penghasilan negara maupun daerah dalam bentuk pajak,

retribusi ataupun royalti.

2.2.2. Dampak Negatif

Ada empat permasalahan utama yang harus menjadi perhatian akibat

adanya penambangan yang tidak dilakukan secara baik dan benar (Good Mining

Practice), diantaranya adalah pertama (i) adalah masalah sosial masyarakat, hal ini

terkait dengan mulai ada beberapa perubahan yang biasanya terjadi ketika ada

sumber pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pertambangan diantaranya:

terjadi perubahan pola hidup masyarakat, yang biasanya melakukan kegiatan

pertanian dan perikanan sekarang harus beralih ke kegiatan menambang; adanya

8

Page 9: BAB I

gangguan terhadap kegiatan adat istiadat masyarakat sekitar wilayah

pertambangan, sehingga terjadi pergeseran budaya lokal; disebabkan

tercampurnya beberapa budaya yang di bawah oleh pekerja tambang; terjadi

pertikaian antara pekerja yang ada di wilayah penambangan, hal ini biasanya

muncul akibat perebutan lahan atau yang biasa diistilakan dengan lubang tikus;

munculnya penyakit kelamin, akibat mulai maraknya PSK (pekerja seks komersil)

yang berada di wilayah sekitar pertambangan; terjadi penurunan tingkat

pendidikan, karena biasanya anak usia sekolah diikutsertakan dalam kegiatan

pertambangan; dan masih banyak lagi persoalan terkait dengan dampak yang

ditimbulkan kegiatan pertambangan tanpa izin terhadap kehidupan sosial

masyarakat sekitar wilayah pertambangan. Aktualnya beberapa kasus yang timbul

di Gunung Botak, Namlea (dihimpun oleh penulis dalam beberapa media),

diantaranya: 4 orang sekitar wilayah pertambangan terjangkit HIV-AIDS, siswa

SMK Perikanan terbengkalai akibat guru ikut melakukan aktivitas penambangan,

jam belajar siswa SD dikurangi, oleh karena guru-guru juga terlibat dalam kegiata

penambangan serta masyarakat lokal yang dikenal dengan masyarakat religi,

terpengaruh dengan adanya kegiatan judi dan prostitusi yang mulai merajalela di

sekitar kegiatan penambangan serta adanya bentrok baik sesama masyarakat lokal

maupun antara masyarakat lokal dengan para pendatang.

Kedua (ii) dampak terhadap lingkungan sekitar wilayah pertambangan, dampak

yang dapat timbul akibat kegiatan pertambangan yang tidak berdasarkan kaidah

pertambangan yang baik dan benar diantaranya: terjadi penurunan kualitas air,

misalnya adanya penurunana nilai pH air, nilai DO (dissolved oksigen)

meningkat, terjadinya kekeruhan air, sehingga sumber air yang biasanya

digunakan untuk kebutuhan masyarakat, tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana

mestinya; terjadi perubahan morfologi wilayah sekitar, hal ini disebabkan karena

adanya bekas lubang-lubang bukaan yang ditinggalkan oleh para pekerja; erosi

terhadap tanah meningkat; terjadinya peningkatan konsentrasi logam berat seperti

adanya merkuri yang biasanya ditemukan di badan sungai, akibat limbah hasil

pengolahan yang langsung dibuang ke badan sungai, akibatnya akan sangat

berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sekitar yang masih memanfaatkan air

9

Page 10: BAB I

untuk kebutuhan hari – harinya; dan masih ada beberapa lagi yang tidak dapat

diuraikan di sini. Beberapa kasus yang muncul disekitar wilayah penambangan

gunung botak, diantaranya: meningkatnya konsentrasi logam berat (terutama

mercury) pada 13 derah aliran sungai (DAS).

Ketiga (iii) akibat penambangan yang tidak baik dan benar, akan menyebabkan

masalah terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Biasanya para penambangan

yang melakukan kegiatan penambangan secara ilegal adalah mereka yang

pengetahuan terhadap kegiatan penambangan sangat rendah, akibatnya akan

muncul masalah yang paling utama terkait dengan kegiatan penambangan

tersebut, adalah sering terjadinya korban jiwa, baik meninggal maupun luka,

disebabkan oleh adanya runtuhan pada lubang yang digunakan untuk mengambil

bijih yang mengandung emas, hal ini terjadi akibat kegiatan penambangan tidak

dilakukan dengan melengkapi diri dengan alat pelindung diri (APD), penyangga

tidak diterapkan sebagaimana mestinya, kondisi kerja yang tidak aman. Selain

masalah utama tersebut, ada juga masalah terkait dengan kesehatan masyarakat,

dimana timbul perilaku kehidupan yang tidak baik, seperti sanitasi yang buruk,

dan lain-lain. Beberapa kasus yang muncul disekitar wilayah tambang gunung

botak adalah: tertimbunnya para pekerja tambang.

Keempat (iv), masalah Perekonomian, dengan adanya kegiatan penambangan

menyebabkan adanya peningkatan nilai ekonomi dengan terlihat adanya

perputaran uang dalam jumlah yang besar di wilayah sekitar penambangan, hal ini

menyebabkan adanya kenaikan harga barang pokok, kemudaian tersedianya

lapangan kerja yang informal, hal ini menyebabkan masyarakat yang tergolong

dalam masyarakat miskin mulai ikut dalam kegiatan pertambangan, karena tidak

ada pilihan lain. Beberapa kasus yang timbul di wilayah penambangan gunung

botak adalah adanya peningkatnya harga kebutuhan bahan pokok, meningkatnya

harga solar dan premium (naik menjadi Rp 20.000/liter).

10

Page 11: BAB I

2.3. Undang-Undang Yang Berkaitan Dengan Pertambangan Emas Rakyat

Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara No. 4 tahun 2009

(UU Minerba) yang diterbitkan menggantikan UU No. 11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang seyogyanya mengandung misi

ideologis untuk memakmurkan rakyat, malah menjadi paradoks. Rakyat miskin di

atas alamnya sendiri.  Rakyat hanya menerima residu dari usaha pertambangan.

Bukan hanya kerusakan lingkungan dan pencemaran, tetapi juga kesengsaraan

hidup akibat kekerasan atas nama hukum yang lazim terhadap rakyat miskin.

Dampak pertambangan telah membuat masyarakat lokal tercerabut dari indentitas

kulturalnya.

Menurut UU No. 11 Tahun 1967, defenisi pertambangan rakyat adalah

suatu usaha pertambangan bahan – bahan galian dari semua golongan a, b dan c

seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat

secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk

pencaharian sendiri.  Pertambangan rakyat yang kemudian diatur dalam UU

Minerba adalah mengenai wilayah dan perizinan pertambangan. Pengaturannya

dimuat BAB V Bagian Ketiga Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Pasal 20

hingga Pasal 26 dan BAB IX Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Pasal 66 hingga

Pasal 73.

2.4. Solusi Untuk Menanggulangi Dampak Negatif Dari Pertambangan Emas

Rakyat

Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam

lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai

dengan peruntukannya. Dalam bentuk pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk

membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah,

yaitu in-situ (atauon-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah

11

Page 12: BAB I

pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas

pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan off-site meliputi

penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman.

Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya,

tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih

dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar

dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan

off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.

Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan

menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk

memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun

atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-

amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi

pencemaran Hg.

Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya

Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan

pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat

diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus

dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus

implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.

Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya

perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko

kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.

12

Page 13: BAB I

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pertambangan emas rakyat di Pulau Buru yang berdasarkan dari artikel di

Kompas mengangkat persoalan Pertambangan Rakyat. Sehari sebelumnya,

Kompas memuat persoalan tambang dan dampaknya mulai dari kerusakan

lingkungan hingga konflik sosial. Sejumlah pemberitaan kemudian melansir,

Bupati Ramli Umasugi, Pemerintah Kabupaten Buru, Maluku, gerah dan

mengancam mengambil tindakan keras kepada para pendulang atau pencari emas

jika mereka tidak mengosongkan lahan tambang.  Ancaman yang dibungkus

dalam ‘himbauan’ ini berlaku mulai 22 Februari 2012. Larangan keras tersebut

dikeluarkan karena makin rusaknya alam di lokasi eksplorasi, yakni di

Pegunungan Wamsaid, Kecamatan Waepoangan.

Berdasarkan artikel diatas bahwa kegiatan pertambangan emas rakyat di

Pulau Buru sudah menyalahi aturan yang berkaitan dengan Undang-Undang

Pertambangan. Dari kegiatan pertambangan tersebut sudah menimbulkan banyak

dampak negatif terhadap lingkungan hingga sampai kepada konflik sosial. Untuk

itu pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang baik terhadap masyarakat di

Pulau Buru bahwa kegiatan pertambangan yang mereka lakukan sudah merusak

lingkungan dan sebaiknya perlu diberhentikan. Selain itu, kegiatan pertambangan

tersebut harus memiliki izin dari pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun

pemerintah pusat. Kemudian dilanjutkan permohonan izin untuk melakukan

kegiatan pertambangan emas rakyat dari Badan Lingkungan Hidup (BLH).

Dengan mengikuti beberapa prosedur yang baik, pertambangan emas

rakyat tetap bias dilakukan. Selain harus memiliki izin, pertambangan emas rakyat

di Pulau Buru harus mengedepankan aspek keselamatan lingkungan hidup, bukan

hanya mengerjar sisi nilai ekonominya saja. Sehingga dengan cara ini kerusakan

lingkungan hidup dapat diminimalisir dan konflik sosial dapat dihindari.

13

Page 14: BAB I

3.2. Saran

Berdasarkan studi kasus pertambangan emas rakyat yang terjadi di Pulau

Buru, kita telah melihat begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan terhadap

lingkungan. Pemerintah diharapkan pro-aktif dalam menanggulangi permasalahan

tersebut dan menindak tegas bagi penambang yang terbukti tidak memiliki izin

pertambangan rakyat yang dapat merusak lingkungan. Selain itu, masyarakat perlu

sadar akan keselamatan lingkungan hidup mereka. Karena lingkungan hidup itu,

masih digunakan untuk keberlangsungan hidup di generasi yang akan datang.

14