BAB I
description
Transcript of BAB I
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatNya saya dapat menyelesaikan referat ini, walaupun masih jauh dari kata sempurna.
Referat ini berjudul Airway Management. Tujuan referat ini adalah untuk memngetahui lebih
dalam mengenai obstruksi jalan nafas dan bagaimana tatalaksana untuk membebaskan jalan
nafas. Serta untuk melengkapi syarat dalam menempuh program pendidikan dokter di bagian
Ilmu Anestesi. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing, dr,
Ucu Nurhadiat, Sp.An selaku konsulen ilmu anestesi yang telah memberikan bimbingan dalam
proses penyelesaian karya tulis ini, juga untuk segala dukungan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman kelompok kepaniteraan yang sama atas segala bantuan dan dukungan.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Karawang, 6 Mei 2015
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tatalaksana jalan nafas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh
setiap anestetis. Syarat utama yang harus diperhatikan pada saat anestesi umum adalah
menjaga jalan nafas agar selalu bebas dan nafas dapat berjalan lancar dan teratur.
Penanganan jalan nafas paling sering dilakukan selama pelaksanaan anestesi umum. Anestesi
umum menyebabkan pasien tidak merasakan stimulus noxius (nyeri) di seluruh tubuhnya dan
oleh karena itu diberikan selama berbagai prosedur pembedahan dari kraniotomi dan
tonsilektomi hingga reseksi hepar dan prostatektomi. Induksi intravena anestesi umum sering
kali bersamaan munculnya dengan apnu. Penanganan jalan nafas yang ahli (terampil) adalah
landasan keamanan untuk setiap anestesi umum. Pada pasien yang tidak sadar yang
berbaring dalam posisi telentang sangat berbahaya, karena akan terjadi obstruksi jalan nafas
dan asfiksia. Pada posisi ini lidah akan terjatuh ke belakang, meyebabkan obstruksi parsial
atau total pada faring. Oleh karena perlu dilakukan pembebasan jalan nafas. Menjaga jalan
nafas dapat dilakukan dengan maupun tanpa alat, seperti triple airway maneuver. Sedangkan
yang menggunakan alat dapat menggunakan alat seperti nasopharyngeal airway,
oropharyngeal airway, face mask, laryngeal mask airway dan intubasi trakea.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi jalan nafas
Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yang menuju
nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars oralis). Kedua bagian ini di
pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya, tapi kemudian bergabung di bagian posterior
dalam faring. Faring berbentuk U dengan struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar
tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus. Bagian depannya terbuka
ke dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring (pars
laryngeal). Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi mengarah ke posterior.
Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan orofaring dari laringofaring (atau
hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya aspirasi dengan menutup glotis- gerbang laring-
pada saat menelan. Laring adalah suatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot.
Laring disusun oleh 9 kartilago : tiroid, krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid,
kornikulata dan kuneiforme.1
Saraf sensoris dari saluran nafas atas berasal dari saraf kranial. Membran mukosa dari
hidung bagian anterior dipersarafi oleh divisi ophthalmic (V1) saraf trigeminal (saraf
ethmoidalis anterior) dan di bagian posterior oleh divisi maxila (V2) (saraf sphenopalatina).
Saraf palatinus mendapat serabut saraf sensori dari saraf trigeminus (V) untuk mempersarafi
permukaan superior dan inferior dari palatum molle dan palatum durum. Saraf lingual
(cabang dari saraf divisi mandibula [V3] saraf trigeminal) dan saraf glosofaringeal (saraf
kranial yang ke 9) untuk sensasi umum pada dua pertiga bagian anterior dan sepertiga bagian
posterior lidah. Cabang dari saraf fasialis (VII) dan saraf glosofaringeal untuk sensasi rasa di
daerah tersebut. Saraf glosofaringeal juga mempersarafi atap dari faring, tonsil dan bagian
dalam palatum molle. Saraf vagus (saraf kranial ke 10) untuk sensasi jalan nafas dibawah
epiglotis. Saraf laringeal superior yang merupakan cabang dari saraf vagus dibagi menjadi
saraf laringeus eksternal yang bersifat motoris dan saraf laringeus internal yang bersifat
3
sensoris untuk laring antara epiglotis dan pita suara. Cabang vagus yang lainnya yaitu saraf
laringeal rekuren, mempersarafi laring dibawah pita suara dan trachea.1
2.2 Obstruksi jalan nafas
Tatalaksana jalan nafas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh
setiap anestetis. Syarat utama yang harus diperhatikan pada saat anestesi umum adalah
menjaga jalan nafas agar selalu bebas dan nafas dapat berjalan lancar dan teratur. Pada pasien
yang tidak sadar yang berbaring dalam posisi telentang sangat berbahaya, karena akan terjadi
obstruksi jalan nafas dan asfiksia. Pada posisi ini lidah akan terjatuh ke belakang,
meyebabkan obstruksi parsial atau total pada faring.2
Tanda-tanda obstruksi partial:
a. Stridor.
b. Retraksi
c. Nafas paradoksal (pada waktu inspirasi dinding dada menjadi cekung/datar bukannya
mengembang/membesar).
d. Balon cadangan pada mesin anestesi kembang kempisnya melemah.
e. Nafas makin berat dan sulit (kerja otot-otot pernafasan meningkat).
f. Sianosis, merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan nafas yang lebih berat.2
Tanda-tanda obstruksi total:
Serupa dengan obstruksi partial, akan tetapi gejalanya lebih hebat dan stridor
justru menghilang.
a. Retraksi lebih jelas.
b. Gerak paradoksal lebih jelas.
c. Kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelas.
d. Balon cadangan tidak kembang kempis lagi.
e. Sianosis lebih cepat timbul.
Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia (hipoksemia ditambah
hiperkarbia), henti nafas dan henti jantung (jika tidak dikoreksi) dalam waktu 5 – 10
4
menit. Sumbatan partial harus pula dikoreksi segera, karena dapat menyebabkan
kerusakan otak, serta dapat menyebabkan henti nafas dan henti jantung sekunder.2
2.3 Pemeliharaan Jalan Nafas
a. Triple Manouver airway
Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras atau selipkan papan kalau
pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan menyumbat faring dan
epiglotis akan menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab utama tersumbatnya jalan
nafas pada pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini dilakukan beberapa tindakan,
yaitu:
Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift maneuver)
Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong
mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu
dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan epiglotis terbuka.
Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust maneuver)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan
pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Lidah ikut tertarik dan jalan nafas
terbuka karena lidah melekat pada rahang bawah.3
b. Jalan nafas faring ( oropharyngeal dan nasopharyngeal )
Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang dianestesi
menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring.
Mengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk
membebaskan jalan nafas Namun jika maneuver triple airway kurang berhasil maka
dapat dipasang jalan nafas mulut-faring (oropharyngeal airway) atau jalan nafas hidung-
faring (naso-pharyngeal airway). Jalan nafas buatan oropharyneal berbentuk pipa gepeng
melengkung seperti huruf C berlubang ditengahnya dengan salah satu ujungnya
bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah jika pasien mengigit lubang tetap
5
paten, sehingga aliran udara tetap terjamin. Oropharyngeal dipasang dengan bagian
konkaf menghadap keatas kemudia putarlah masuk ke faring.
Pada pasien yang kedua rahangnya mengatup jalan nafas nasopharyngeal lebih
membantu, pasanglah hati-hati untuk mencegah perdarahan hidung dan pipa harus diolesi
dengan jelly. Alat bantu jalan nafas ini berbentuk pipa bulat berlubang dibagian tengah
yang dibuat dari bahan lateks lembut. Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi
dengan penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan
spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/oropharyngeal
airway No 3), medium (90 mm/oropharyngeal airway no 4), dan besar (100
mm/oropharyngeal airway no 5). Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak
antara lubang hidung ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral
airway. Nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan atau
anak dengan adenoid karena adanya risiko epistaksis.2
c. Sungkup muka ( Face Mask )
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas anestesi
dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan rapat. Lingkaran
dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Orifisium face mask dapat
disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Face mask yang transparan
dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan.
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask yang
rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan
reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran
sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan
pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas. Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk
melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memompa breathing bag. Face mask
dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan
telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi atlantooccipital
joint. Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak yang menopang
6
dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas. Jari kelingking ditempatkan
dibawah sudut jaw dan digunakan untuk jaw thrust maneuver yang paling penting untuk
dapat melakukan ventilasi pasien.2,4
d. Sungkup laring (Laryngeal Mask Airway atau LMA )
LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang diakhir bagian proksimal
dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm, dan dibagian distal
terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa. Balon dikempiskan
dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke hipofaring, sekali telah
dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara laring. Pemasangannya
memerlukan anestesi yang lebih dalam dibandingkan untuk memasukan oral airway.
Posisi ideal dari balon adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme di bagian
lateral, dan spincter oesopagus bagian atas di inferior. LMA melindungi laring dari
sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap
dipertahankan pada tempatnya sampai reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini
biasanya ditandai dengan batuk atau membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA yang
dapat dipakai lagi dibuat dari karet silikon, dapat di autoklaf (bebas lateks) dan tersedia
dalam berbagai ukuran. Alat yang telah dilubrikasi diinsersikan ke dalam mulut pasien
mengikuti palatum durum, melewati lidah, dan didudukkan di ujung hipofaring. Cuff lalu
dikembangkan yang akan mengisolasi traktus gastrointestinal dari traktus respiratori di
atas glotis.4
e. Intubasi trachea
Intubasi trakea adalah tindakan memasukan pipa khusus ke dalam trakea sehingga
jalan nafas dapat bebas hambatan dan nafas mudah dibantu atau dikendalikan. Pipa trakea
mengantarkan gas anestetik langsung kedalam trakea. Ukuran diameter pipa trakea dalam
millimeter, karena penampang melintang trakea bayi, anak dan dewasa berbeda,
penampang melintang bayi dan anak kecil dibawah usia lima tahun hamper bulat,
sedangkan dewasa seperti huruf D, maka pada bayi dan anak digunakan pipa trakea yang
7
tidak ada cuff dan pada dewasa menggunakan cuff agar tidak terjadi kebocoran. Pipa
trakea dapat dimasukkan melalui hidup atau mulut. Pada anestesi umum tindakan ini
bertujuan untuk:
Mempermudah pemberian anesthesia
Mempertahankan agar jalan nafas tetap bebas, mempertahankan kelancaran
pernafasan
Mencegah kemungkinan aspirasi lambung
Memudahkan penghisapan secret trako bronkial
Pemakaian ventalasi mekanis yang lama
Anestesi umum dengan teknik endotrakea dilakukan pada operasi yang lama yang
memerlukan nafas kendali.5
2.4 Teknik intubasi
a. Alat yang digunakan :
Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas intubasi
trachea. Terdiri dari bagian pegangan atau batang (handle) dan bilah (blade) ada 3-4
ukuran bilah. Handle biasanya berisi batre untuk cahaya bola lampu pada ujung blade,
atau untuk energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari
bundle fiberoptik tertuju langsung dan tidak tersebar. Ada beberapa jenis laringoskop
yaitu tipe magill yaitu bilah lurus dan tipe macintosh dengan bentuk bilah bengkok.
Bilah macintosh ini paling sering dipakai untuk tindakan intubasi karena kurang
traumatis dan lapangan pandang luas serta kemungkinan timbul reflek vagal
berkurang.
Endotracheal tube (ETT) digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke
dalam trakhea dan mengizinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi.2,5
b. Cara intubasi
Posisi kepala dan leher
8
Posisi yang baik untuk melihat laring adalah dengan leher sedikit fleksi dan
kepala diekstensikan pada persendian atlanto-oksipitalis. Pada hampir semua orang
dewasa dapat dibantu dengan meletakkan bantal dibelakang leher sedangkan pada
anak kecil dibutuhkan bantal kecil dibelakang bahu
Oksigenasi
Pertama-tama perlu diberi oksigen kepada pasien sampai saat laringoskop
dimulai
Penggunaan laringskop
Pegang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan laringoskop dengan lembut
pada bagian kanan mulut dan tekanlah diatas lidah sampai uvula terlihat. Kemudian
pindahkan ujungnya ketengah garis dan masukkan lebih dalam lagi sehingga
epiglottis terlihat. Ujung laringoskop masuk diantara epiglottis dan dasar lidah. Tarik
laringoskop kearah langit-lagit dan ostium laring akan terlihat pada bagian anterior
dan kartilago aritenoidea pada bagian posterior. Saat menarik laringoskop jangan
sampe menggunakan gigi pasien sebagai titik tumpu
Pemasangan pipa
ETT diambil dengan tangan kanan, dan ujungnya dilewatkan melalui pita
suara yang terbuka (abduksi). Balon ETT harus berada dalam trakhea bagian atas tapi
diluar laring. Langingoskop ditarik dengan hati- hati untuk menghindari kerusakan
gigi. Balon dikembungkan dengan sedikit udara yang dibutuhkan untuk tidak adanya
kebocoran selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang
ditransmisikan pada mukosa trakhea.
Memeriksa posisi pipa
Setelah intubasi penting untuk memeriksa kembali posisi pipa endotrakea
untuk meyakinkan bahwa pipa tidak masuk kedalam esophagus. Cara untuk
meyakinkan pipa sudah masuk atau belum. Hanya dengan melihat dada bergerak
dengan baik ketika kantong udara ditekan tidaklah cukup. Perlu dilakukan dengan
9
segera di auskultasi dan capnogragraf dimonitor untuk memastikan ETT ada di
intratrakheal. Jika ada keragu-raguan tentang apakah pipa dalam esophagus atau
trakhea, cabut lagi ETT dan ventilasi pasien dengan face mask. Sebaliknya, pipa
diplester atau diikat untuk mengamankan posisi.2,5
c. Indikasi Intubasi Trakea
Intubasi trakea merupakan bagian rutin dari pemberian anestasi umum. Intubasi
bukan prosedur bebas resiko, bagaimanapun, tidak semua pasien dengan anestesi umum
memerlukan intubasi, tetapi TT dipasang untuk proteksi, dan untuk akses jalan nafas.
Secara umum, intubasi adalah indikasi untuk menjaga jalan nafas oleh sebab apa pun,
mempermudah ventilasi positif serta pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
Ventilasi dengan face mask atau LMA biasanya digunakan untuk prosedur operasi
pendek.2
d. Sistem Skoring Mallampati
Pemeriksaan yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien untuk
menemukan adanya kesulitan intubasi adalah penentuan sesuatu yang disebut Kelas
Mallampati. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah
dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi. Dasarnya adalah
terlihatnya struktur faring saat mulut dibuka selebar-lebarnya.2 Pasien diklasifikasi
sebagai berikut :
Gambar 1. Tampakan Faring pada Skoring Mallampati.2
10
BAB III
KESIMPULAN
Tatalaksana jalan nafas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap
anestetis. Syarat utama yang harus diperhatikan pada saat anestesi umum adalah menjaga jalan
nafas agar selalu bebas dan nafas dapat berjalan lancar dan teratur. Pada pasien yang tidak sadar
yang berbaring dalam posisi telentang sangat berbahaya, karena akan terjadi obstruksi jalan nafas
dan asfiksia. Pada posisi ini lidah akan terjatuh ke belakang, meyebabkan obstruksi parsial atau
total pada faring. Oleh karena perlu dilakukan pembebasan jalan nafas.Menjaga jalan nafas dapat
dilakukan dengan maupun tanpa alat, seperti triple airway maneuver. Sedangkan yang
menggunakan alat dapat menggunakan alat seperti nasopharyngeal airway, oropharyngeal
airway, face mask, laryngeal mask airway dan intubasi trakea.
11
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Lunn JN. Catatan kuliah anestesi. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2004.h.30-7.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2001.h.36-44
3. Huhardi M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Edisi ke-1. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.h.103-9.
4. Staf Pengajar Department Anestesiologi. Buku ajar anestesiologi. Edisi ke-1. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2012.h.304-8
5. Dobson M. Penuntun praktis anestesi. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran
EGC; 2002.h.12-20.
12