BAB I

download BAB I

of 35

description

anestesi

Transcript of BAB I

BAB IPENDAHULUAN

Rencana anestesi seharusnya diatur dengan baik agar dapat mempersiapkan keadaan fisiologis pasien secara optimal, termasuk kondisi medis, riwayat pembedahan sebelumnya, sensitivitas obat, riwayat anestesi sebelumnya, dan perbaikan keadaan fisiologis. Rencana preoperasi yang tidak adekuat dan kesalahan dalam persiapan pasien merupakan penyebab tersering komplikasi anestesi (Morgan dkk, 2007).Anestesia dan pembedahan elektif sebaiknya tidak dilakukan hingga pasien berada dalam kondisi medis yang optimal. Selain itu, setiap prosedur harus dilakukan setelah informed consent dilakukan kepada pasien. Pencatatan anestesia selama pembedahan berlangsung memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai alat monitor selama pembedahan, sebagai referensi untuk rencana anestesi berikutnya, dan sebagai alat penjamin kualitas (Morgan dkk, 2007).Saat ini teknik anestesi umum dengan inhalasi masih sering digunakan, namun munculnya teknik anestesi regional memperluas kemampuan ahli anestesi untuk menjalankan anlagesi dan anestesia dalam berbagai prosedur dan kondisi. Pemilihan teknik anestesi yang optimal pada pasien obstetri dan ginekologi sebaiknya mempertimbangkan keadaan anatomi, hormonal, dan adaptasi fisiologis pasien (Tsen (2008) dalam Longnecker dkk, 2008). Teknik analgesia untuk pasien-pasien obstetri dan ginekologi termasuk infiltrasi lokal dan blok regional dengan atau tanpa sedasi, agen parenteral dan blokade neuraksial sepanjang persalinan, dan anestesi umum untuk pembedahan yang lebih ekstensif dan, adakalanya, untuk persalinan dengan pembedahan SC.Dalam laporan kasus ini, akan dibahas mengenai anestesia pada pasien obstetri dan ginekologi, perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan, serta penyajian kasus. BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. ANESTESIA OBSTETRI DAN GINEKOLOGITindakan anestesia atau analgesia regional pada pasien obstetri sering diperlukan untuk persalinan tanpa nyeri, ekstraksi cunam atau vakum, versi dalam atau luar, bedah SC, atau tindakan penyulit persalinan yang lainnya. Metode anestesia sebaiknya seminimal mungkin mendepresi janin, aman dan nyaman bagi ibu, dan memungkinkan ahli obstetri bekerja optimal. Teknik yang aman tergantung pada pengalaman dan kemahiran yang dikuasai oleh ahli anestesi. Selain itu, perlu dipikirkan komplikasi yang mungkin terjadi dan sejauh mana teknik ini dapat menimbulkan efek samping pada janin yang akan dilahirkan (Muhiman dkk, 2004).

B. ANESTESI DISOSIATIFC. PERUBAHAN FISIOLOGIK KEHAMILANPada wanita hamil mulai 3 bulan terakhir, terjadi perubahan fisiologi sistim respirasi, kardiovaskuler, susunan saraf pusat, susunan saraf perifer, gastrointestinal, muskuloskeletal, dermatologi, jaringan mammae, dan mata.1. Sistem RespirasiPerubahan pada fungsi pulmonal, ventilasi dan pertukaran gas. Functional residual capacity menurun sampai 15-20 %, cadangan oksigen juga berkurang. Pada saat persalinan, kebutuhan oksigen (oxygen demand) meningkat sampai 100%.Menjelang atau dalam persalinan dapat terjadi gangguan / sumbatan jalan napas pada 30% kasus, menyebabkan penurunan PaO2yang cepat pada waktu dilakukan induksi anestesi, meskupun dengan disertai denitrogenasi. Ventilasi per menit meningkat sampai 50%, memungkinkan dilakukannya induksi anestesi yang cepat pada wanita hamil.

Perubahan pada parameter respirasi dimulai pada minggu ke-4 kehamilan. Perubahan fisiologi dan anatomi selama kehamilan menimbulkan perubahan dalam fungsi paru, ventilasi dan pertukaran gas. Ventilasi semenit meningkat pada usia kehmilan aterm kira-kira 50% diatas nilai waktu tidak hamil. Peningkatan volume semenit ini disebabkan karena peningkatan volume tidal (40%) dan peningkatan frekuensi nafas (15%). Ventilasi alveoli meningkat seperti volume tidal tetapi tanpa perubahan pada dead space anatomi. Pada kehamilan aterm PaCO2 menurun (32-35mmHg). Peningkatan konsentrasi progesteron selama kehamilan menurunkan ambang pusat nafas di medula oblongata terhadap CO2.Pada kehamilan aterm functional residual capacity, expiratory reserve volume dan residual volume menurun. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena diaphragma terdorong keatas oleh uterus yang gravid. FRC (Functional Residual Capacity) menurun 15-20%, menimbulkan peningkatan "Shunt" dan kurangnya reserve oksigen. Dalam kenyataannya, "airway closure" bertambah pada 30% gravida aterm selama ventilasi tidal. Kebutuhan oksigen meningkat sebesar 30-40%. Peningkatan ini disebabkan kebutuhan metabolisme untuk foetus, uterus, placenta serta adanya peningkatan kerja jantung dan respirasi. Produksi CO2 juga berubah sama seperti O2. Faktor-faktor ini akan menimbulkan penurunan yang cepat dari PaO2 selama induksi anestesi, untuk menghindari kejadian ini, sebelum induksi pasien mutlak harus diberikan oksigen 100% selama 3 menit (nafas biasa) atau cukup 4 kali nafas dengan inspirasi maksimal (dengan O2 100%). Vital capacity dan resistensi paru-paru menurun.Terjadi perubahan-perubahan anatomis, mukosa menjadi vaskuler, edematus dan gampang rusak, maka harus dihindari intubasi nasal dan ukuran pipa endotrakheal harus yang lebih kecil daripada untuk intubasi orotrakheal. Penurunan functional residual capacity, peningkatan ventiiasi semenit, juga penurunan MAC akan menyebabkan parturien lebih mudah dipengaruhi obat anestesi inhalasi dari pada penderita yang tidak hamil. Cepatnya induksi dengan obat anestesi inhalasi karena:1. Hiperventilasi akan menyebabkan lebih banyaknya gas anestesi yang masuk ke alveoli.2. Pengenceran gas inhalasi lebih sedikit karena menurunnya FRC.3. MAC menurun. Pada kala 1 persalinan, dapat terjadi hiperventilasi karena adanya rasa sakit (his) yang dapat menurukan PaCO2 sampai 18 mmHg, dan menimbulkan asidosis foetal. Pemberian analgetik (misal: epidural analgesia) akan menolong. Semua parameter respirasi ini akan kembali ke nilai ketika tidak hamil dalam 6-12 minggu post partum.2. Perubahan Volume DarahVolume darah Ibu meningkat selama kehamilan, termasuk peningkatan volume plasma, sel darah merah dan sel darah putih. Volume plasma meningkat 40-50%, sedangkan sel darah merah meningkat 15-20% yang menyebabkan terjadinya anemia fisiologis (normal Hb : 12gr%, hematokrit 35%). Disebabkan hemodilusi ini, viskositas darah menurun kurang lebih 20%. Mekanisme yang pasti dari peningkatan volume plasma ini belum diketahui, tetapi beberapa hormon seperti renin-angiotensin-aldostefon, atrial natriuretic peptide, estrogen, progesteron mungkin berperan dalam mekanisme, tersebut. Volume darah, faktor I, VII, X, XII dan fibrinogen meningkat. Pada proses kehamilan, dengan bertambahnya umur kehamilan, jumlah thrombosit menurun. Perubahan-perubahan ini adalah untuk perlindungan terhadap perdarahan katastropik tapi juga akan merupakan predisposisi terhadap fenomena thromboemboli. Karena placenta kaya dengan thromboplastin, maka bila pada Solutio placenta, ada risiko terjadinya DIC.Peningkatan volume darah mempunyai beberapa fungsi penting, antara lain:1) Untuk memelihara kebutuhan peningkatan sirkulasi karena ada pembesaran uterus dan unit foeto-placenta.2) Mengisi peningkatan reservoir vena.3) Melindungi Ibu dari pendarahan pada saat melahirkan.4) Selama kehamilan Ibu menjadi hiperkoagulopati.Delapan minggu setelah melahirkan volume darah kembali normal. Jumlah perdarahan normal partus pervaginarn kurang lebih 400-600 ml dan 1000 ml bila dilakukan sectio caesarea, tapi pada umumnya tidak perlu dilakukan tranfusi darah.3. Perubahan sistem KardiovaskulerPeningkatan isi sekuncup / stroke volume sampai 30%, peningkatan frekuensi denyut jantung sampai 15%, peningkatan curah jantung sampai 40%. Volume plasma meningkat sampai 45% sementara jumlah eritrosit meningkat hanya sampai 25%, menyebabkan terjadinya dilutional anemia of pregnancy.Meskipun terjadi peningkatan isi dan aktifitas sirkulasi, penekanan / kompresi vena cava inferior dan aorta oleh massa uterus gravid dapat menyebabkan terjadinya supine hypertension syndrome. Jika tidak segera dideteksi dan dikoreksi, dapat terjadi penurunan vaskularisasi uterus sampai asfiksia janin. Pada persalinan, kontraksi uterus/his menyebabkan terjadinya autotransfusi dari plasenta sebesar 300-500 cc selama kontraksi. Beban jantung meningkat, curah jantung meningkat, sampai 80%. Perdarahan yang terjadi pada partus pervaginam normal bervariasi, dapat sampai 400-600 cc. Pada sectio cesarea, dapat terjadi perdarahan sampai 1000 cc. Meskipun demikian jarang diperlukan transfusi. Hal itu karena selama kehamilan normal terjadi juga peningkatan faktor pembekuan VII, VIII, X, XII dan fibrinogen sehingga darah berada dalam hypercoagulable state.

Cardiac output meningkat sebesar 30-40% dan peningkatan maksimal dicapai pada kehamilan 24 minggu. Permulaannya peningkatan denyut jantung ketinggalan dibelakang peningkatan cardiac output dan kemudian akhirnya meningkat 10-15 kali permenit pada kehamilan 28-32 minggu. Peningkatan cardiac output mula-mula tergantung dari peningkatan stroke volume dan kemudian dengan peningkatan denyut jantung, tetapi lebih besar perubahan stroke volume daripada perubahan denyut jantung. Dengan ekhokardiographi terlihat adanya peningkatan ukuran ruangan pada end diastolic dan ada penebalan dinding ventrikel kiri. Cardiac output bervariasi tergantung dari besarnya uterus dan posisi Ibu saat pengukuran dilakukan.Pembesaran uterus yang gravid dapat menyebabkan kompresi aortocaval ketika wanita hamil tersebut berada pada posisi supine dan hal ini akan menyebabkan penurunan venous return dan maternal hipotensi, menimbulkan keadaan yang disebut supine hypotensive syndrome. 10% dari wanita hamil menjadi hipotensi dan diaphoretik bila berada dalam posisi terlentang, yang bila tidak dikoreksi dapat menimbulkan penurunan uterine blood flow dan foetal asfiksia. Efek ini akan lebih hebat lagi pada pasien dengan polihidramnion atau kehamilan kembar. Cardiac output meningkat selama persalinan dan lebih tinggi 50% dari saat sebelum per-salinan. Segera pada periode post parrum, cardiac output meningkat secara maksimal dan dapat mencapai 80% diatas periode pra persalinan dan kira-kira 100% diatas nilai ketika wanita tersebut tidak hamil,hal ini disebabkan karena pada saat kontraksi uterus terjadi placental autotranfusi sebanyak 300-500ml. CVP meningkat 4-6cm H2O karena ada peningkatan volume darah Ibu. Peningkatan stroke volume dan denyut jantung adalah unruk mempertahankan peningkatan cardiac output.9Peningkatan cardiac output ini tidak bisa ditoleransi dengan pada pasien dengan penyakit jantung valvula (misal : aorta stenosis, mitral stenosis) atau penyakit jantung koroner. Decompensatio cordis yang berat dapat terjadi pada kehamilan 24 minggu, selama persalinan dan segera setelah persalinan. Cardiac output, denyut jantung, stroke volume menurun ke sampai nilai sebelum persalinan pada 24-72 jam post partum dan kembali ke level saat tidak hamil pada 6-8 minggu setelah melahirkan. Kecuali peningkatan cardiac output, tekanan darah sistolik tidak berubah selama kehamilan, tetapi, tekanan diastolik turun l-15mmHg. Ada penurunan MAP sebab ada penurunan resistensi vaskuler sistemik. Hormon-hormon kehamilan seperti estradiol-17- dan progesteron mungkin berperan dalam perubahan vaskuler ini. Turunnya pengaturan dan reseptor juga memegang peranan penting. Selama kehamilan jantung tergeser ke kiri dan atas karena diaphragma tertekan ke atas oleh uterus yang gravid. Gambaran EKG yang normal pada parturien : Disritmia benigna, Gelombang ST, T, Q terbalik dan Left axis deviation.104. Perubahan pada GinjalAliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat sampai 150% pada trimester pertama, namun menurun sampai 60% di atas nonpregnant state pada saat kehamilan aterm. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktifitas hormon progesteron. Kadar kreatinin, urea dan asam urat dalam darah mungkin menurun namun hal ini dianggap normal.Pasien dengan preeklampsia mungkin berada dalam proses menuju kegagalan fungsi ginjal meskipun pemeriksaan laboratorium mungkin menunjukkan nilai normal.GFR meningkat selama kehamilan karena peningkatan renal plasma flow. Renal blood flow dan Glomerular filtration rate meningkat 150% pada trimester pertama kehamilan, tetapi menurun lagi sampai 60% diatas wanita yang tidak hamil pada saat kehamilan aterm. Hal ini akibat pengaruh hormon progesteron. Kreatinin, blood urea nitrogen, uric acid juga menurun tapi umumnya normal. Suatu peningkatan dalam filtration rate menyebabkan penurunan plasma blood urea nitrogen (BUN) dan konsentrasi kreatinin kira-kira 40-50%. Reabsorpsi natrium pada tubulus meningkat, tetapi, glukosa dan asam amino tidak diabsorpsi dengan efisien, maka glikosuri dan amino acid uri merupakan hal yang normal pada Ibu hamil. Pelvis renalis dan ureter berdilatasi dan peristaltiknya menurun.Nilai BUN dan kreatinin normal pada parturien (BUN 8-9 mg/dl, kreatinin 0,4 mg/dl) adalah 40% lebih rendah dari yang tidak hamil. Maka bila pada wanita hamil, nilainya sama seperti yang tidak hamil berarti ada kelainan ginjal. Pasien preeklampsi mungkin ada diambang gagal ginjal, walaupun hasil pemeriksaan laboratorium normal. Diuresis fisiologi pada periode post partum, terjadi antara hari ke-2 dan ke-5. GFR dan kadar BUN kembali ke keadaan sebelum hamil pada minggu ke-6 post partum.Tabel : Changes in the renal System

Nonpregnant

Pregnant

BUN (mg/dl) 0.67 0.14 Crearinine (mg/dl) 13 3

0.46 0.13 . 8.71.5

5. Perubahan pada GITUterus gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan sudut gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya regurgitasi dan aspirasi pulmonal isi lambung. Sementara itu terjadi juga peningkatan sekresi asam lambung, penurunan tonus sfingter esophagus bawah serta perlambatan pengosongan lambung. Enzim-enzim hati pada kehamilan normal sedikit meningkat.Kadar kolinesterase plasma menurun sampai sekitar 28%, mungkin akibat hemodilusi dan penurunan sintesis. Pada pemberian suksinilkolin dapat terjadi blokade neuromuskular untuk waktu yang lebih lama.Lambung harus selalu dicurigai penuh berisi bahan yang berbahaya (asam lambung, makanan) tanpa memandang kapan waktu makan terakhir.

Perubahan anatomi dan hormonal pada kehamilan merupakan faktor predisposisi terjadinya oesophageal regurgitasi dan aspirasi paru. Uterus yang gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan merubah posisi normal gastro oesophageal junction. Alkali fosfatase meningkat Plasma cholinesterase menurun kira-kira 28%, kcmungkinan disebabkan karena sintesanya yang menurun dan karena hemodilusi. Walaupun dosis moderat succynil choline umumnya dimetabolisme, pasien dengan penurunan aktivitas cholinesterase ada risiko pemanjangan blokade neuro-muskuler.Disebabkan karena peningkatan kadar progesteron plasma, pergerakan GIT, absorpsi makanan dan tekanan sphincter oesophageal bagian distal menurun. Peningkatan sekresi hormon gastrin akan meningkatkan sekresi asam lambung. Obat-obat analgesik akan memperlambat pengosongan gaster. Pembesaran uterus akan menyebabkan gaster terbagi menjadi bagian fundus dan antrum, sehingga tekanan intragastrik akan meningkat.Aktivitas serum cholin esterase berkurang 24% sebelum persalinan dan paling rendah (33%) pada hari ke-3 post partum. Walaupun aktivitas lebih rendah, dosis normal succinyl choline untuk intubasi (1-1,5 mg/kg) tidak dihubungkan dengan memanjangnya blokade neuromuskuler selama kehamilan. Karena perubahan-perubahan tersebut wanita hamil harus selalu diperhitungkan lambung penuh, dengan tidak mengindahkan waktu makan terakhir misalnya walaupun puasa sudah > 6 jam lambung bisa saja masih penuh. Penggunaan antasid yang non-partikel secara rutin adalah penting sebelum operasi Caesar dan sebelum induksi regional anestesi. Walaupun efek mekanis dari uterus yang gravid pada lambung hilang dalam beberapa hari tetapi perubahan GIT yang lain kembali ke keadaan sebelum hamil dalam 6 minggu post partum.6. Perubahan SSP dan susunan saraf periferAkibat peningkatan endorphin dan progesteron pada wanita hamil, konsentrasi obat inhalasi yang lebih rendah cukup untuk mencapai anestesia; kebutuhan halotan menurun sampai 25%, isofluran 40%, metoksifluran 32%. Pada anestesi epidural atau intratekal (spinal), konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan untuk mencapai anestesi juga lebih rendah. Hal ini karena pelebaran vena-vena epidural pada kehamilan menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang epidural menjadi lebih sempit.Faktor yang menentukan yaitu peningkatan sensitifitas serabut saraf akibat meningkatnya kemampuan difusi zat-zat anestetik lokal pada lokasi membran reseptor (enhanced diffusion).Susunan Saraf Pusat dan Susunan Saraf perifer berubah selama kehamilan, MAC rnenurun 25-40% selama kehamilan. Halotane menurun 25%, isoflurane 40%, methoxyflurane 32%. Peningkatan konsentrasi progesteron dan endorphin adalah penyebab penurunan MAC tersebut Tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi endorphin tidak meningkat selama kehamilan sampai pasien mulai ada his, maka mungkin endorphin tidak berperan dalam terjadinya perbedaan MAC tetapi yang lebih berperan adalah akibat progesteron.Terdapat penyebaran dermatom yang lebih lebar pada parturien setelah epidural anestesi bila dibandingkan dengan yang tidak hamil. Hal ini karena ruangan epidural menyempit karena pembesaran plexus venosus epidural disebabkan karena kompresi aortocaval oleh uterus yang membesar. Tetapi penelitian-penelitian yang baru menunjukkan bahwa perbedaan ini sudah ada pada kehamilan muda (8-12 minggu) dirnana uterus masih kecil sehingga efek obstruksi mekanik masih sedikit ada maka faktor-faktor lain penyebabnya. Faktor-faktor lain itu adalah : Respiratory alkalosis compensate, Penurunan protein plasma atau protein likuor cerebro spinal dan Hormon-hormon selama kehamilan (progesteron).Walaupun mekanisme pasti dari peningkatan sensitivitas SSP dan SS perifer pada anestesi umum dan antesi regional belum diketahui tetapi dosis obat anestesi pada wanita hamil harus dikurangi. Peningkatan sensitivitas terhadap lokal anestesi untuk epidural atau spinal anestesi tetap ada sampai 36 jam post partum.7. Perubahan sistem muskuloskeletal, dermatologi, mammae dan mataHormon relaxin menyebabkan relaksasi ligamentum dan melunakkan jaringan kolagen. Terjadi hiperpigmentasi kulit daerah muka, leher, garis tengah abdomen akibat Melanocyt stimulating hormon. Buah dada membesar. Tekanan intra oculer menurun selama kehamilan karena peningkatan kadar progesteron, adanya relaxin, penurunan produksi humor aqueus disebabkan peningkatan sekresi chorionic gonado trophin. Akibat relaksasi ligamentum dan kalogen pada kolumna vertebralis dapat terjadi lordosis. Pembesaran buah dada terutama pada Ibu dengan leher pendek dapat menyebabkan kesulitan intubasi. Perubahan pada tekanan intra oculer bisa menimbulkan gangguan penglihatan.8. PlasentaFungsi pertukaran gas respirasi, nutrisi dan eksresi janin tergantung dari plasenta, plasenta dibentuk dari jaringan Ibu dan janin serta mendapat pasokan darah dari kedua jaringan tersebut. Transfer obat dari ibu ke janin melalui sirkulasi plasenta juga menjadi pertimbangan, karena obat-obatan anestesia yang umumnya merupakan depresan, dapat juga menyebabkan depresi pada janin. Harus dianggap bahwa semua obat dapat melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin.Gas respirasi dan ion-ion yang kecil ditransportasi melalui proses difusi, kebanyakan obat-obat yang digunakan dalam anestesi mempunyai berat molekul dibawah 1000 dan dapat berdifusi melewati plasenta. Zat yang larut dalam lemak seperti thiopentone paling cepat berdifusi, sedangkan obat-obat dengan ionisasi yang tinggi seperti semua obat pelumpuh otot sulit berdifusi. Obat-obat dengan ikatan protein tinggi seperti bupivacaine juga sulit berdifusi melewati plasenta.

D. BLIGHTED OVUMD.1. DefinisiBlighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi tidak ada bayi di dalam kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium hasilnya pun positif. Blighted ovum (kehamilan anembrionik) yang terjadi ketika ovum yang telah dibuahi menempel pada dinding uterus, tetapi embrio tidak berkembang. Sel berkembang membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak membentuk embrio itu sendiri. Blighted ovum biasanya terjadi dalam trimester pertama sebelum seorang wanita tahu tentang kehamilannya. Tingginya tingkat kelainan kromosom biasanya menyebabkan tubuh wanita secara alami mengalami keguguran.

D.2. EtiologiBlighted ovum biasanya merupakan hasil dari masalah kromosom dan penyebab sekitar 50% dari keguguran trimester pertama. Tubuh wanita mengenali kromosom abnormal pada janin dan secara alami tubuh berusaha untuk tidak meneruskan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi normal dan sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal, atau kualitas sperma atau ovum yang buruk.Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus, penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, rendahnya kadar beta HCG serta faktor imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga dapat menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau istri semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi turun.Faktor genetik. Translokasi parenteral keseimbangan genetik.1. Mendelian 2. Multifaktor3. Robertsonian4. Resiprokal Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi awal kehamilan. Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploid yang disebabkan oleh keliainan sporadis, misalnya nondisjungction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma ( dispermi ) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Isiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindroma turner merupakan penyebab 20 25 % kelainan sitogenik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan sindrom down ( trisomi 21) bisa bertahan.Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosintesis pada semua ibu hamil dengan usia lanjut , yaitu diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom / trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun. Kelainan lain umumnya bergubungan dengan dengan fertilisasi abnormal (tetraploid, triploid). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan. Tetraploid terjadi pada 8 % kejadian abortus karena kelainan kromosom, di mana terjadinya kelainan pada fase sangat awal sebleum proses pembuahan.Struktur kromosom merupakan kelainan ketiga. Kelainan struktural terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenik pada abortus. Ini menunjukan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan oleh ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadi keguguran. Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh untuk kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah myotonik dystrophy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif, dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaic gonad pada ovarium atau testis.Gangguan konektif lain, misalnya sindroma marfan, sindroma Ehlers-Danlos, homosisteinuri dan pseudoaxanthoma elasticum. Juga pada perempuan dengan sickle cell. Anemia beresiko tinggi mengalami abortus. Hal ini karena adanya mikroinfark pada plasenta. kelainan hematologik lain yang menyebabkan abortus misalnya disfibrinogenemi, defisiensi faktor XIII, dan hipofibrinogenemi afibrinogenemi congenital. Abortus berulang bisa berulang bisa disebabkan oleh penyatuan oleh 2 kromosom yang abnormal, di mana salah bila kelainannya hanya pada salah satu orangtua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi pernah dilakukan menunjukan bahwa bila didapatkannya kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga beresiko abortus.Faktor InfeksiTeori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain :1. Bakteria Listeria monositogenes Klamidia trakomatis Ureaplasma urealitikum Mikoplasma hominis Bekterial vaginosis2. Virus Sitomegalovirus Rubella Herpes Simpleks Virus HIV Parovirus 3. Parasit Toksoplasmosis gondii Plasmodium falsiparum4. Spirokaeta Treponema pallidumBerbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan bahwa pada infeksi terhadap resiko abortus / EPL, diantaranya sebagai berikut : Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah ( missal Mikoplasma hominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV ). Amnionitis. Memacu perubahan genetic dan anatomi embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal.

Faktor hormonal Ovulasi implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem pengaturan hormone maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormone secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormone setelah konsepsi terutama kadar progesterone Diabetes MellitusPerempuan dengan diabetes mellitus yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak lebih jelek jika disbanding perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama, resiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus. Kadar progesterone yang rendahProgesterone mempunyai peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap implantasi korion. Pada tahun 1929, allen dan corner mempublikasikan tentang proses fisiologis korpus luteum, dan sejak itu diduga kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan resiko terjadinya blighted ovum. Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat di mana trofoblas harus menghasilkan banyak steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila progesterone diberikan akan mempertahankan kehamilan.

D.3. PatofisiologiPada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma yang buruk atau terdapatinfeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya, hal ini disebabkan Plasenta menghasilkan hormone hCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon hCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. .Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon hCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan. Manifestasi Klinis

E. Gejala dan TandaBlighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Pada awal kehamilan berjalan baik dan normal tanpa ada tanda-tanda kelainan. Gejala dan tanda-tanda mungkin termasuk:1. Periode menstruasi terlambat2. Kram perut3. Minor vagina atau bercak perdarahan4. Tes kehamilan positif pada saat gejala5. Ditemukan setelah akan tejadi abortus spontan dimana muncul keluhan perdarahan6. Hampir sama dengan kehamilan normal7. Gejala tidak spesifik (perdarahan spotting coklat kemerah-merahan, kram perut, bertambahnya ukuran rahim yang lambat)8. Ditemukan pada pemeriksaan USGF. DiagnosisDari anamnesis ini untuk mengetahui faktor faktor penyebab walaupun tidak pasti dalam mendiagnosis untuk blighted ovum ini, bisa ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami hal yang sama pada kehamilan yang lalu, karena kejadian blighted ovum ini bisa berulang. Lalu menanyakan apakah dirumah ada yang memelihara binatang yang berbulu seperti kucing untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi dari TORCH, merokok juga bisa ditanyakan kepada perempuan maupun kepada suaminya bisa menyebabkan kualitas sperma yang tidak baik atau karena ovumnya yang tidak baik.1. Pemeriksaan fisikBiasanya pada pemeriksaan ini didapatkan pembesaran dari kehamilan yang terlambat walaupun pada dasarnya kehamilan ini bisa diraba pada kehamilan 12 minggu, adanya nyeri tekan pada perut karena suatu respon untuk pengeluaran benda yang dianggap asing oleh tubuh.2. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan penunjang (USG)Didapatkan gambaran adanya kantung kosong pada pemeriksaan ini, hanya ada amnion dan cairan ketuban tetapi didalamnya tidak ditemukan pertumbuhan janin yang seharusnya terjadi.3. Diagnosis kehamilanan embrionik bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7minggu. Sebab saat itu diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat lebih jelas. Dari hasil itu juga akan tampak, adanya kantung kehamilan yang kosong dan tidak berisi janin. Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm, tidakdijumpai adanya struktur mudigah dan kantong kuning telur.

Gambar 1 : Blighted Ovum Gambar 2 : Kehamilan NormalG. PencegahanDalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa pasangan seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran berulang di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu kali, dan jarang terjadi lebih dari satu kali pada wanita. Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu, dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan pola hidup sehat.

H. PenatalaksanaanJika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalis untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka maka dapat diobatai agar tidak terjadi kejadian berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan. Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang ditemukan, namun masih dapat diupayakan jika kemungkinan penyebabnya diketahui. Sebagai contoh, tingkat hormon yang rendah mungkin jarang menyebabkan kematian dini ovum. Dalam kasus ini, pil hormon seperti progesteron dapat bekerja. Namun efek samping dari pemakaian hormon adalah sakit kepala, perubahan suasana hati, dan lain-lain. Jika terjadi kematian telur di awal kehamilan secara berulang, maka pembuahan buatan mungkin efektif dalam memproduksi kehamilan. Dalam hal ini perlu donor sperma atau ovum untuk memiliki anak. Akan tetapi, pembuahan buatan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan risiko kelahiran kembar seringkali lebih tinggi. Jika belum berhasil maka adopsi adalah pilihan lain bagi banyak pasangan.Pada pasien diterapi dengan pemberian preparat misoprostol, setelah terjadi dilatasi servik kemudian dilakukan kuretase.

BAB IIIPENYAJIAN KASUS

IDENTITAS PASIENAnamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 17 Maret 2015, pukul 12.30 WIB.Nama: Ny. SUsia: 27 Tahun Jenis Kelamin: PerempuanAgama: IslamStatus: Sudah menikahPekerjaan: Ibu rumah tanggaJenis Pembiayaan: BPJSTanggal masuk rumah sakit: 17 April 2015Tanggal operasi: 17 April 2015Tanggal keluar rumah sakit: 20 April 2015

PEMERIKSAAN PRA ANESTESIa. Keluhan UtamaPersalinan lama b. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang atas rujukan dari puskesmas Rasau Jaya dengan keluhan persalinan yang lama dengan mulai merasakan kontraksi sejak 11 jam SMRS. Pasien mengalami perdarahan dari kemaluan berwarna merah segar, banyak, dan tidak merasakan nyeri saat perdarahan. Pasien kemudian dibawa ke Klinik Bunda Aliyah pukul 04.30 WIB. Pembukaan kira-kira 7-8 cm saat pasien dibawa di klinik tersebut. Ketuban telah dipecahkan oleh bidan di klinik tersebut untuk membantu mempermudah kepala bayi agar bisa turun namun tidak terdapat tanda-tanda bayi akan keluar. Nyeri perut bagian bawah (+), mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), pandangan kabur (-), sesak nafas (-), bengkak pada wajah dan anggota gerak bawah (-). Pasien saat ini hamil anak ketiga. Anak pertama lahir diabntu oleh bidan dengan persalinan normal dengan berat badan 2500 gram. Pasien pernah keguguran saat sedang hamil anak kedua. Riwayat kontrol selama kehamilan anak ketiga rutin sebulan sekali di Klinik Bunda Aliyah. Riwayat sakit dan penggunaan obat-obatan selama kehamilan anak ketiga disangkal. Riwayat KB suntik (+) dan sudah berhenti sejak 4 tahun SMRS. HPHT 07 Juli 2014. c. Riwayat Penyakit Dahulua) Status obstetri GIII P1 A1 Hamil 40 minggu.b) Persalinan dan kehamilan anak ke-1 secara per vaginamc) Pasien mengalami keguguran pada kehamilan ke-2 pada usia kehamilan 1 buland) Riwayat diabetes mellitus disangkale) Riwayat hipertensi (+) sejak penggunaan KB suntik setelah melahirkan anak pertama. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan untuk hipertensi yang dialaminya. Riwayat hipertensi disangkal saat melahirkan anak pertama.d. Alergic: Alergi terhadap obat-obatan (-), makanan (-) Medication: (-) Past Illness: Riwayat hipertensi tidak terkontrol Last Meal: Terakhir makan pukul 21.00 (16-04-2015), terakhir minum Pukul 11.00, pasien dipuasakan 6 jam sebelum operasi Environment: Merokok (-), Alkohol (-)

PEMERIKSAAN FISIKA. Breath (B1)Jalan napas bebas, tidak memakai gigi palsu, pembukaan mulut 3 jari, Mallampati 2, RR 18 kali/menit, sifat torakoabdominal, suara napas dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)B. Blooda) TD: 140/90 mmHgb) Nadi : 80/menit, teraba kuat, reguler, isi cukupc) Perfusi: merah kering hangatd) CRT: 60

PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratoriumHematologi (17-04-2015)a) Hemoglobin= 12,5 gr/dlb) Hematokrit= 35%c) Leukosit= 28.200/mm3d) Trombosit = 292.000/mm3e) Eritrosit= 3,98/juta/mm3f) Waktu pembekuan= 330g) Waktu pendarahan= 600USGTidak dilakukan pemeriksaan USG yang terbaru, USG terakhir saat umur kehamilan pasien 5 bulan

Diagnosis Pra BedahGIII PI AI H Aterm 40 minggu + Prolong Active Phase + Hipertensi Grade I

RENCANA OPERASI1. Operator : dr. Tri Wahyudi, Sp. OG 2. Jenis Pembedahan: SCTP (Sectio Cecarea Transperitoneal Profunda)3. Waktu Pembedahan: 17 April 2015, Pkl.14.15

RENCANA ANESTESI1. Anestesi: Regional Anestesi teknik spinal2. Status PS ASA: PS ASA 2, cito, SC: Obstetri 3. Persiapan operasi:a) Informed consentb) Pasien dipuasakan 6 jam sebelum operasic) Pemberian antasida 3x1 untuk mencegah refluks asam lambung d) Infus dengan cairan Ringer Dextrose 50 tetes/menita. Perhitungan cairanKebutuhan cairan pengganti puasa = 2 ml/kgBB x lama puasa= 2 x 75 x 6= 900 ml = 2 kolf

= 50 tpmHitung jenis cairanKebutuhan Na per hari = 2 4 mEq/kgBB = 2 4 x 75 = 150 300 mEqKebutuhan cairan per hari = 30 ml/kgBB = 30 x 75 = 2250 ml/24 jam= 5 kolfJenis cairan : Ringer DextroseNa : 130 mEq 1 kolf : 65 mEqe) Obat-obatan:Bupivakain, Efedrin, oksitosin, methergin, midazolam, Midazolam, asam traneksamat, ketolorac, ondansetron, tramadol. f) Maintenance: Bupivakaing) Monitoring: tanda-tanda vital dan perdarahanh) Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

TATALAKSANA ANESTESIPersiapan Pasien di Ruang Persiapana) Pasien masuk ke ruang persiapan operasib) Pemeriksaan kembali : identitas pasien, persetujuan operasi, dan lama puasa 6 jamc) Pastikan pasien telah terpasang infus, meminta pasien memakai pakaian operasi dan mengajak pasien untuk berdoa sebelum operasiPersiapan Alat dan Obat Anestesi Spinala. Mempersiapkan alat dan bahan berupa monitor pulse oxymetry, alat resusitasi, spuit 5 cc, kassa, povidone iodine, handscoon steril, jarum Quincke-Babcock 27 G, Ringer Laktat, HES b. Mempersiapkan obat obatan seperti bupivakain, efedrin HCl, oksitosin, methergin, midazolam, Midazolam, asam traneksamat, ketolorac, ondansetron, tramadol. PremedikasiPasien masuk ke ruang operasi, manset dan indikator saturasi oksigen dipasang serta monitor menyala, Maintenancea. Pasien diminta untuk duduk dan memeluk bantal

b. Berikan oksigen sebanyak 3 lpm pada pasien dengan menggunakan kanul oksigen. c. Selama proses pembedahan, monitor keadaan pasien, mulai dari tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dan keadaan umum pasien.

Medikasi Tabel 4. Pemberian ObatJamObatDosis

14.17Bupivakain4 ml

14.20Efedrin HCl2 ml

14.25Oksitosin drip1 ml

14.25Methylergometrine1 ml

14.28Midazolam3 ml

14.29Asam Traneksamat5 ml

14.50Midazolam3 ml

14.55Ketolorac Tromethalamine drip1 ml

14.55Ondansetron drip5 ml

14.55Tramadol drip1 ml

14.55Oksitosin drip1 ml

Monitoring Selama Anestesi Tabel 5. Monitoring Durante OpJamTensiNadiSa02MAP

14.15113/521009776

14.2099/431159362

14.25121/501149368

14.30125/631029186

14.35130/671059289

14.40123/661049283

14.45125/661089179

14.50125/671029290

14.55125/611059288

15.00114/581049280

Gambar 7. Monitoring Durante OpCatatan OperasiPasien muntah 1 kali setelah operasi selesai, muntah minimal berupa cairan bewarna kekuningan. Jam 14.20: Bayi lahir dengan bantuan seksio sesarea, menangis, berwarna kemerahan, laki-laki, BB : 3100 gr, A/S 9. Bayi telah diberikan Neo K dan perawatan tali pusat.

Akhir Anestesia) Sesaat sebelum operasi selesai, pasien diberikan ketolorac, ondansetron, tramadol, dan oksitosin drip.b) Memeriksa skor Aldrete1) Nilai Warnaa) Merah muda = 2b) Pucat = 1c) Sianosis = 02) Pernapasana) Dapat bernapas dalam dan batuk = 2b) Dangkal namun pertukaran udara adekuat = 1c) Apnue atau obstruksi = 03) Sirkulasia) Tekanan darah menyimpang 50% dari normal = 0 4) Aktivitas a) Sadar, siaga dan orientasi = 2b) Bangun namun cepat kembali tertidur = 1c) Tidak berespons = 0Jumlah skor Aldrete = 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.c) Membangunkan pasien dan memastikan pasien tidak mengalami kesulitan dalam bernapas

Instruksi Post OP di RuanganPosisi terlentang, tirah baring 24 jamKontrol tanda-tanda vitalPasien diinfus dengan Ringer Laktat 20 tetes per menitPuasa hingga motorik pasien mulai berfungsi dengan baik, bila sudah dapat menggerakkan ekstremitas pasien dibolehkan minum air sedikit demi sedikit sampai bising usus (+) normal, bila bising usus (+) dapat diberikan makanan lunak.

TATALAKSANA POST OPERASITabel 6. Pemeriksaan Post OpHariSOAP

Ke- 0(17/04/2015) Nyeri pada bagian operasi terutama saat batuk atau tertawa Kedua kaki masih terasa berat, pasien belum bisa mengangkat kaki kanan dan kaki kiri tetapi sudah bisa menggeser kaki ke kanan dan ke kiri Nyeri otot, demam, mual, muntah (+) 1 kali berisi cairan berwana putih jernihTD: 120/60 mmHg Nadi: 109x/menit Napas: 19x/menit Suhu: 37,20CVAS 12345678910BU (+) normalSt.Obstetri :TFU : 2 jari dibawah pusatStatus Lokalis : regio abdomen bawah dibalut oleh kassa perbanSkala bromage :Blok hampir lengkap

Kateter urin: 500 ml (pukul 07.30)Post Sectio Caesarea H+0 Tirah baring sampai besok jam 15.00 WIB Ringer Laktat 20 tpm Cefotaxime 2 x 1 gr IV Tramadol 3 x 100 mg IV Ranitidin 2 x 50 mg IV Ciprofloksasin 3 x 500 mg PO Asam mefenamat 3 x 500 mg PO Becom c 1x1 PO

Ke- 1(18/04/2015) Nyeri pada bagian operasi terutama saat batuk berkurang Sudah bisa miring ke kanan dan ke kiri Kedua kaki sudah tidak terasa berat dan pasien sudah bisa mengangkat kedua kaki. Nyeri otot, demam, mual, muntah (-) Belum bisa BAB Karena tidak terbiasa BAB jika tidak di rumah sendiri, namun sudah sering kentut

TD: 120/80 mmHg Nadi: 97x/menit Napas:28 x/menit Suhu: 38,20CVAS 12345678910BU (+) normalFlatus (+)St.Obstetri :TFU : 2 jari dibawah pusat

Status Lokalis : regio abdomen bawah dibalut oleh kassa perban

Skala bromage : blok tidak adaKateter urin: 1900 ml (pukul 07.30)Post Sectio Caesarea H+1 Ringer laktat 20 tpm Cefotaxime 2 x 1 gr IV Tramadol 3 x 100 mg IV Ranitidin 2 x 50 mg IV Ciprofloksasin 3 x 500 mg PO Asam mefenamat 3 x 500 mg PO Becom c 1x1 PO Parasetamol 3 x 500 mg PO (p.r.n. demam)

Ke- 2(19/04/2015) Nyeri pada bagian operasi berkurang Pasien sudah duduk dan dapat mengerakkan kaki serta mengangkat kaki tanpa disertai rasa berat Belum mencoba untuk berjalan karena pasien takut selang kencing lepas dan jahitan pada perut pasien lepas Sudah memberikan ASI pertama kepada bayinya Nyeri otot, mual, muntah (-) Lengan bawah kanan pasien bengkak dan demam sejak pukul 21.00 WIBTD: 120/80 mmHg Nadi: 97x/menit Napas:27 x/menit Suhu: 38,10CVAS 12345678910BU (+) normalFlatus (+)St.Obstetri :TFU : 2 jari dibawah pusat

Status Lokalis : regio abdomen bawah dibalut oleh kassa perbanPost Sectio Caesarea H+2 Aff infus e.c. flebitis Ciprofloxacin 3 x 500 mg PO Asam mefenamat 3 x 500 mg PO Becom c 1 x 1 Sanmol infus 500 mg

Ke-3 (20/04/2015) Nyeri pada bagian operasi sudah mulai tidak terasa Pasien sudah dapat duduk dan dapat menggerakkan kaki serta mengangkat kaki Belum mencoba untuk berjalan karena pasien takut selang kencing lepas dan jahitan pada perut pasien lepas ASI pertama diberikan secara rutin kepada bayinya Nyeri otot, mual, muntah (-) Bengkak pada lengan bawah kanan sudah mulai berkurang, demam (-) TD: 120/80 mmHg Nadi: 90x/menit Napas:16 x/menit Suhu: 35,60CVAS 12345678910BU (+) normalFlatus (+)St.Obstetri :TFU : 2 jari dibawah pusat

Status Lokalis : regio abdomen bawah sudah diganti kassa perban yang baruPost Sectio Caesarea H+3 Ciprofloxacin 3 x 500 mg PO Asam mefenamat 3 x 500 mg PO Becom c 1 x 1 Lepas kateter urin Pasien boleh pulang

TERAPI CAIRANSelain obat-obatan, terapi cairan juga diberikan secara tepat untuk mengoreksi kehilangan darah selama operasi.a. Defisit cairan karena puasa 6 jam 2 x 75 x 6 = 900 mlb. Kebutuhan cairan selama operasi sedang selama 45 menit = kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang (2 x 75 x 0,45) + (6 ml x 75 x 0,45) = 67,5 ml + 202,5 ml = 270 mlc. Perdarahan yang terjadi kira-kira 1000 mlEBV = 65 ml x 75 kg = 4875 mlDarah yang hilang = 1000/4875 x 100% = 20,51 % EBVMaka:487,5 ml (10%) = kristaloid substitusi (975 1950 ml)487,5 ml (10% kedua) = koloid (487,5 ml)25 ml= darah (25 ml)d. Kebutuhan cairan total = 900 + 270 + (975 1950) + 487,5 + 25 = 2657,5 3632 mle. Cairan yang sudah diberikana) Pra anestesi = 250 mlb) Saat operasi = 500 mlTotal cairan yang masuk = 750 mlJadi kekurangan cairan sebesar 1907,5 2882 ml maka penambahan cairan masih diperlukan saat pasien dibangsal ditambah kebutuhan cairan per hari selama 24 jam.f. Terapi cairan pasca bedaha) Memenuhi kebutuhan air, elektrolit nutrisib) Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah (cairan lambung, febris)c) Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatifd) Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairane) Kebutuhan cairan pasien post operasi 50ml/kgBB/24 jam (BB = 75 kg)50 ml x 75 kg = 3750 ml/24 jam

a) Kebutuhan elektrolit anak dan dewasaNa+ = 2 - 4 mEq / kgBB= (2 x 75) (4 x 75) = 150 300 mEqK+= 1 2 mEq / kgBB= (1 x 75) (2 x 75) = 75 150 mEqb) Kebutuhan Kalori BasalDewasa = 75 x 20-30 = (75 x 20) (54 x 30) = 1500 2250 kkalPada pasien post operasi yang tidak puasa, pemberian cairan diberikan berupa cairan maintenance selama di ruang pulih sadar (RR). Apabila keluhan mual, muntah, dan bising usus sudah ada maka pasien dicoba untuk minum sedikit-sedikit. Setelah kondisi baik dan cairan oral adekuat sesuai kebutuhan, maka secara perlahan cairan maintenance parenteral dikurangi. Apabila sudah cukup cairan hanya diberikan lewat oral saja.