BAB I

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Intubasi endotrakeal adalah penempatan tabung ke dalam trakea (tenggorokan) untuk menjaga jalan napas tetap terbuka pada pasien yang tidak sadar atau tidak bisa bernapas sendiri. Oksigen , anestesi , atau obat-obatan gas lainnya dapat disampaikan melalui tabung. Intubasi endotrakeal merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk dikuasai dalam penanganan pasien yang tidak sadar, pasien yang akan di anastesi atau pada pasien yang gawat. Intubasi endotrakeal bisa menjadi sulit dan dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling serius adalah kerusakan otak akibat hipoksemia dan kematian. Kerusakan jaringan lunak yang terkadang fatal bisa diakibatkan oleh trauma saat pemasangan intubasi. Oksigenisasi harus dipertahankan terlebih dahulu jika terdapat kesulitan saat memasang intubasi endotrakeal dan percobaan intubasi harus ditunda hingga oksigenasi telah diperbaiki. 1.2 Tujuan a. Untuk mengetahui definisi intubasi endotrakeal b. Untuk mengetahui anatom dari system pernafasan 1

description

anastesi

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Intubasi endotrakeal adalah penempatan tabung ke dalam trakea (tenggorokan) untuk

menjaga jalan napas tetap terbuka pada pasien yang tidak sadar atau tidak bisa bernapas

sendiri. Oksigen, anestesi, atau obat-obatan gas lainnya dapat disampaikan melalui tabung.

Intubasi endotrakeal merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk dikuasai

dalam penanganan pasien yang tidak sadar, pasien yang akan di anastesi atau pada pasien

yang gawat. Intubasi endotrakeal bisa menjadi sulit dan dapat menimbulkan komplikasi.

Komplikasi yang paling serius adalah kerusakan otak akibat hipoksemia dan kematian.

Kerusakan jaringan lunak yang terkadang fatal bisa diakibatkan oleh trauma saat pemasangan

intubasi. Oksigenisasi harus dipertahankan terlebih dahulu jika terdapat kesulitan saat

memasang intubasi endotrakeal dan percobaan intubasi harus ditunda hingga oksigenasi telah

diperbaiki.

1.2 Tujuan

a. Untuk mengetahui definisi intubasi endotrakeal

b. Untuk mengetahui anatom dari system pernafasan

c. Untuk mengetahui prosedur intubasi secara umum

d. Untuk mengetahui kriteria pasien gawat darurat

e. Untuk mengetahui prosedur intubasi pasien gawat darurat

1

Page 2: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Intubasi endotrakeal adalah penempatan tabung ke dalam trakea (tenggorokan) untuk

menjaga jalan napas tetap terbuka pada pasien yang tidak sadar atau tidak bisa bernapas

sendiri. Oksigen, anestesi, atau obat-obatan gas lainnya dapat disampaikan melalui tabung.

2.2 anatomi

2

Page 3: BAB I

Secara sistem, jalan nafas dimulai dari bagian luar yaitu mulut dan hidung kemudian berakhir di

alveolar. Pemahaman mengenai anatomi jalan nafas dapat membantu penatalaksanaan pasien

selama periode operatif. Pada bagian berikutnya akan dilakukan peninjauan mengenai dasar

anatomi jalan nafas dan fungsionalnya. Anatomi jalan nafas akan didiskusikan dalam beberapa

bagian yaitu jalan nafas supraglotis, laring dan jalan nafas subglotis.

Jalan Nafas Supraglotis

Hidung

Hidung berfungsi melembabkan dan menghangatkan udara saaat udara masuk kedalam hidung.

3

Page 4: BAB I

Udara yang masuk dari hidung dibatasi dengan ukuran dari turbin pada lubang hidung, dimana

didalamnya banyak terdapat pembuluh darah, sehingga pada pemasukan endotracheal tube atau

bronchoscope melalui hidung dapat menyebabkan banyak perdarahan. Septum nasal kadang

berdeviasi pada beberapa orang sehingga menyebabkan salah satu lubang hidung akan

menyempit dibandingkan dengan sisi sebelahnya. Nasofaring kemudian terbuka dan

menyambung dengan orofaring. Cabang dari Nervus V yang akan menginervasi sensorik pada

hidung.

Faring

Ruang pada bagian posterior rongga mulut dapat dibagi dalam nasofaring, orofaring, dan hipo

faring. Jaringan limfoid pada sekitar faring dapat mempersulit proses intubasi dengan

endotracheal tube karena jaringan tersebut menutupi jalan masuk. Otot internal dari faring

membantu proses menelan dengan mengangkat palatum. Sedangkan otot eksternalnya

merupakan otot konstriktor yang membantu mendorong makanan masuk kedalam esophagus.

Gerakan otot ini dapat mempengaruhi jalan masuk dari endotracheal tube pada pasien yang akan

dilakukan intubasi sadar ataupun pada pasien yang teranestesi ringan. Persarafan sensorik dan

motorik dari faring berasal dari Nervus Kranial IX kecuali pada Muskulus Levator Veli Palatini

yang dipersarafi oleh Nervus Kranial V.

Penyumbatan jalan nafas dapat terjadi pada daerah faring. Ini terjadi pada saat timbulnya

pembengkakan yang akan membatasi masuknya udara. Penyumbatan tersebut terjadi pada daerah

Palatum Molle yang kemudian menepel pada dinding nasofaring. Contoh lidah dapat jatuh

kebelakang dan kemudian akan menyumbat jalan nafas dengan menempel pada dinding posterior

orofaring. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang tersedasi dan teranestesi ataupun pada

pasien sewaktu tidur. Penyumbatan terjadi akibat penurunan tonus otot dan penurunan fungsi

lumen faring. Pada pasien yang bernafas spontan, penurunan fungsi lumen jalan nafas dapat

berhubungan dengan meningkatnya frekuensi respirasi dan menghasilkan jumlah tekanan negatif

yang besar dibawah tingkat obstruksi. Keadaan ini dapat menjadi lebih buruk dengan

penyumbatan yang timbul akibat adanya tekanan negatif yang menekan jaringan lunak ke daerah

yang kolaps. Permasalahan seperti ini terdapat pada pasien dengan obstuktive sleep apnea.

Laring

4

Page 5: BAB I

Laring memiliki bentuk yang rumit yang berfungsi yaitu melindungi jalan nafas bawah, sebagai

salah satu organ untuk fonasi, dan membantu proses pernafasan. Semua fungsi tersebut

bergantung pada proses interaksi antara kartilago, tulang, dan jaringan lunak yang merupakan

komponen dari faring dan laring. Laring memiliki 9 kartilago yaitu Epiglotis, Tiroid, Krikoid,

Sepasang Aritenoid, Sepasang Cuneiformis dan Sepasang Corniculata. Laring memiliki otot-otot

ekstrinsik dan intrinsik. Persarafan sensorik dan motorik dari jalan nafas bagian atas juga

banyak.

Struktur Laring

Bentuk struktur laring terdapat pada gambar 6-1. Tulang Hyoid akan menggantung pada laring

dan menempel pada tulang Temporal melalui ligament Stylohyoid.

Kartilago Laring

Kartilago Tiroid : Merupakan kartilago terbesar dari laring dan memiliki sudut yang lebih

tajam pada laki-laki sehingga memberikan bentuk menonjol dan panjang. Memberikan nada

rendah pada pita suara. Kartilago ini melekat pada membrane Hyoid di bagian atas dan

berartikulasi dengan kartilago Krikoid di bagian bawah. Bagian batang Epiglottis dan ligamen

Vestibular melekat pada permukaan bagian dalamnya.

Kartilago Krikoid : Berbentuk cincin utuh dengan bagian belakang yang lebih lebar melekat

pada Esophagus. Sudut anterior melekat pada kartilago tiroid melalui membrane Cricotiroid.

Membran Cricotiroid tidak memiliki pembuluh darah sehingga dapat menjadi akses jalan nafas

dalam keadaan gawat darurat dengan cara insisi di bagian tengahnya atau dengan menusukan

jarum pada bagian tengahnya.

Kartilago Aritenoid : Berbentuk pyramidal, Aritenoid adalah tempat tambatan bagi beberapa

otot internal laring dan juga bagi pita suara. Kartilago Cuneiformis dan Corniculata melekat pada

kartilago ini melalui ligamennya.

Epiglotis : Merupakan stuktur bentuk kartilago yang besar berbentuk tetesan air atau daun atau

sadel sepeda. Sifatnya flesibel dengan ukuran yang berbagai macam. Terletak vertical dibelakang

tulang Hyoid dan melekat pada ligamen Hyoepiglotis. Dasar epiglottis melekat pada Aritenoid

melalui lipatan Aryepiglotis. Mukosa dari Epiglotis berjalan ke anterior dan lateral membentuk

5

Page 6: BAB I

ruang antara lipatan Faringoepiglotis yang disebut Valecula. Ruang ini merupakan tempat

jatuhnya benda asing seperti makanan dan juga merupakan tempat yang tersedia untuk meletakan

ujung dari bilah laringoskop Macintosh.

Interior laring

Bagian dalam laring merupakan struktuk bentuk yang rumit juga. Lekukan pada laring dari

faring berbentuk hampir tegak lurus. Rongga laring dapat dibagi menjadi beberapa bagian.

Vestibula memanjang dari lengkung laring kearah lipatan vestibular yang disebut sebagai pita

suara palsu. Ventrikel laring memanjang dari pita suara palsu sampai ke pita suara asli. Daerah

antara pita suara saat menutup dan kartilago Aritenoid disebut Rima Glotis. Bagian ini adalah

bagian yang paling dangkal dari jalan nafas atas pada orang dewasa. Infraglotis laring

memanjang dari pita suara sampai bagian atas trakea dibatasi oleh membrane Cricotiroid dan

kartilago Krikoid. Daerah ini adalah daerah yang paling dangkal pada jalan nafas anak.

Trachea

Trakea dimulai dari kartilago Cricoid dan memanjang sampai T 5 (Panjang ±10 – 20 cm).

Kartilago tracheal adalah cincin yang tidak utuh bulat dengan bagian posterior berbentuk datar

tanpa kartilago. Percabangan bronkus ada ke kiri dan ke kanan dimana pada bronkus kanan sudut

percabangannya lebih landai pada orang dewasa sehingga pada saat intubasi endotracheal tube

lebih mudah masuk ke bronkus kanan.

Bronkus Lobaris

Paru kanan dan kiri mempunyai anatomi lobus yang berbeda (tabel 6-2). Paru kanan mempunyai

tiga lobus yaitu atas, tengah dan bawah sementara paru kiri mempunyai dua lobus yaitu atas dan

bawah. Tinggi lobus paru kanan lebih tinggi daripada paru kiri. Perbedaan ini berguna pada

pembedaan antara kiri dan kanan pada saat dilakukan bronchoscopy.

2.3 prosedur intubasi secara umum

Indikasi intubasi endotrakeal.

6

Page 7: BAB I

1. Pasien dengan gangguan/obstruksi jalan nafas yang tidak dapat ditangani dengan

sederhana.

2. Prosedur pembedahan dengan posisi pasien yang tidak biasa (misalnya duduk atau

tengkurap) diperlukan non-kinking tube dalam pelaksanaannya.

3. Operasi pada daerah kepala dan leher. Mungkin diperlukan intubasi nasotrakeal.

4. Proteksi saluran nafas terhadap aspirasi (darah, makanan). Misalnya pada pasien bedah

mulut atau pasien dengan lambung penuh yang dilakukan tindakan pembedahan dan

memerlukan anastesi umum.  Disini ET dengan cuff melindungi saluran nafas bawah

terhadap aspirasi.

5. Pada tindakan bedah yang memerlukan kontrol pernafasan atau menggunakan pelumpuh

otot.

6. Untuk melakukan penghisapan pada saluran pernafasan.

7. Posisi dimana pasien dengan posisi miring atau telungkup. Pada posisi ini biasanya untuk

menyalurkan udara kedalam saluran nafas secara normal adalh tidak munkin. Karena itu

sangat diperlukan pemasangan ET.

8. Operasi bedah toraks atau operasi intra thoraks. Pneumotoraks merupaka masalah yang

memerlukan banyak pemikiran, akan tetapi sangat mudah ditanggulangi pernafasannya

melalui pemasangan ET.

9. Operasi intraabdomen, laparatomi. Penggunaan pelumpuh otot dan pernafasan buatan

sangat diperlukan.

10. Operasi pada anak-anak.

11. Operasi yang diduga akan terjadi suatu mayor hemorraghe.

12. Suatu prosedur anestesi dimana pasiennya jauh dari anestesiolog. Anestesia endotrakeal

dapat dilakukan dengan memasukan anestesi kedalam trakea dengan cara memasukan

tube melalui laring (trakeotomi) ke dalam trakea. 

13. Beberapa keadaan non bedah tertentu, misalnya Grave asphyxia neonatorum,

Resuscitating patient, Grave laryngeal obstruction, Pasien dengan atelektasis dan tanda

eksudat pada paru ataupun pada pasien yang sakit parah.

14. Apabila terjadi suatu komplikasi dalam tehnik anestesi seperti hipotermia atau hipotensi.

15. Keadaan dimana intermitten possitive presure breathing akan digunakan.

7

Page 8: BAB I

Indikasi Utama Intubasi di Unit Terapi Intensif

Menjamin atau mempertahankan jalan nafas agar bebas.

Mencegah aspirasi isi saluran cerna

Memungkinkan penghisapan trakeal secara adekuat

Memberikan oksigen konsentrasi tinggi 10 lpm apabila menggunakan masker

Pemberian tekanan positif pada jalan nafas

Cara melakukan intubasi endotrakeal

1. Posisikan pasien dalam kondisi normal. (air sniffing position).

2. Posisi kepala pasien netral, pandangan tegak lurus keatas.

3. Buka mulut pasien, masukkan laringoskop yang sudah siap dengan cara pegang gagang

dengan tangan kiri, masukkan bilah lengkung (macintosh) kedalam mulut secara miring

dan serong kearah mukosa pipi kanan.

4. Masukkan hati-hati hingga ujung blade lengkung (macintosh) mendekati pangkal lidah,

geser pelan-pelan arahkan bilah lengkung (macintosh) kebagian tengah lidah, sehingga

lidah bagian depan dan tengah berada diatas blade lengkung (macintosh). Dorong pelan-

pelan dan hati-hati lebih kedalam hingga ujung bilah tepat dipangkal lidah. Keseluruhan

lidah sudah diatas blade lengkung (macintosh). Angkat gagang dan blade lengkung

(macintosh) kearah depan (jangan diungkit) sehingga seluruh lidah epiglotis terangkat

dan daerah rima glotidis terlihat jelas, serta terihat pita suara.

5. Ambil pipa ET (arah lengkungan ke depan), arahkan ujung pipa ET menuju rima glotidis.

Pada saat pita suara terbuka, masukkan pipa hingga seluruh cuff masuk tepat dibawah

pita suara.

6. Hubungkan dengan mesin nafas atau mesin anestesi. Berikan oksigen dan lakukan

penilaian apakah pipa ET sudah tepat kedudukannya. Amati pengembangan dada, apakah

simetris dan mengembang besar, serta dengarkan suara nafas apakah sama antara paru

kanan dan paru kiri. Bila terlalu dalam, tarik pelan-pelan.

7. Setelah semuanya tepat, pasang pipa orofaring, lakukan fiksasi pipa ET dengan plester

dengan kuat.

8

Page 9: BAB I

Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai Bibir

Prematur 2,0-2,5 10 10 cm

Neonatus 2,5-3,5 12 11cm

1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm

½-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm

1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm

4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm

6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm

8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm

10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm

12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm

Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm

Dewasa pria 7,5-10 32-34 20-24 cm

*Tersedia dengan atau tanpa cuff

Tabel 1. Pipa Trakea dan peruntukannya

Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:

Diameter dalam pipa trakea (mm)                               = 4,0 + ¼ umur (tahun)

Panjang pipa orotrakeal (cm)                                      = 12 + ½ umur (tahun)

Panjang pipa nasotrakeal (cm)                                    = 12 + ½ umur (tahun)

2.3 kriteria pasien gawat darurat

Pasien gawat darurat adalah seseorang atau banyak orang yang mengalami suatu keadaan yang

mengancam jiwanya yang memerlukan pertolongan secara cepat, tepat dan cermat yang mana

bila tidak ditolong maka seseorang atau banyak orang tersebut dapat mati atau mengalami

kecacatan.

Kriteria pasien gawat darurat adalah mengalami kegawatan yang menyangkut:

· Terganggunya jalan nafas, antara lain sumbatan jalan nafas oleh benda asing, asma berat,

spasme laryngeal, trauma muka yang mengganggu jalan nafas dan lain-lain

9

Page 10: BAB I

· Terganggunya fungsi pernafasan, antara lain trauma thorak (tension pneumotorak, masif

hematotorak, emfisema, fraktur flail chest, fraktur iga), paralisis otot pernafasan karena obat atau

penyakit dan lain-lain

· Terganggunya fungsi sirkulasi antara lain syok (hipovolumik, kardiogenik, anafilaksis, sepsis,

neurogenik), tamponade jantung dan lain-lain

· Terganggunya fungsi otak dan kesadaran antara lain stroke dengan penurunan kesadaran,

trauma capitis dengan penurunan kesadaran, koma diabetika, koma uremikum, koma hepatikum,

infeksi otak, kejang dan lain-lain

Tanda dan Gejala Syok

a. Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal

b. Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan lemah,

tekanan darah turun.

c. system saraf pusat : kesadaran pasien tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung

sampai keadaan tidak sadar.

d. Sistem ginjal : produksi urin menurun (normalnya 0,5-1cc/kg BB/jam)

e. Sistem pencernaan : mual dan muntah

f. Sistem kulit/otot : tugor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.

Penanganan Syok

Memperbaiki system pernapasan dan sirkulasi :

1.  Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway).Bila tidak sadar

sebaiknya lakukan intubasi.

10

Page 11: BAB I

2. Periksa pernafasan korban, beri O2 10 l/mnt dengan menggunakan masker atau 2l/mnt dengan

menggunakan nasal canule (Breathing)

3.  Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)

4.  Peninggian tungkai sekitar 8-12 cm jika ABC clear

5.  Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)

6.  Pasang jalur infuse RL rata-rata 1000-2000cc digrojog.

7. . obat-obatan:

- adrenalin pada kolaps kardiovaskuler yang berat diberikan secara SC / IM 0,3-0,5 cc atau 3 cc

adrenalin 1 ampuls yang dilarutkan dalam 9 cc NaCl 0,9%

- oradexon/kortikosteroid 10-20 mg IV

- vasopresor, bila cairan saja tak memberikan hasil yang memadai (dopamine, dobuject/kombina

Prinsip Terapi Cairan :

Terapi cairan merupakan salah satu aspek terpenting dari perawatan pasien. Pemilihan

cairan sebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit dan kelainan

metabolik yang ada. Resusitasi atau pengganti yaitu untuk mengganti kehilangan cairan akut dan

rumatan untuk mengganti kehilangan harian. Kebutuhan air dan elektrolit sebagai terapi dapat

dibagi atas 3 kategori:

1. Terapi pemeliharaan atau rumatan

Sebagai pengganti cairan yang hilang melalui pernafasan, kulit, urin dan tinja ( Normal

Water Losses = NWL). Kehilangan cairan melalui pernafasan dan kulit disebut Insesible

Water Losses (IWL). Kebutuhan cairan pengganti rumatan ini dihitung berdasarkan kg

BB. Kebutuhan cairan untuk terapi rumatan dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan

meningkatnya aktifitas terutama IWL oleh karena itu setiap kenaikan suhu 1 C

kebutuhan cairan ditambah 12%. Sebaliknya IWL akan suhu tubuh 37 menurun pada

keadaan menurunnya aktivitas seperti dalam keadaan koma dan keadaan hipotermi maka

11

Page 12: BAB I

kebutuhan cairan rumatan harus dikurangi 12% C dibawah suhu tubuh normal. Cairan

pada setiap penurunan suhu 1 intravena untuk terapi rumatan ini biasanya campuran

Dextrosa 5% atau 10% dengan larutan NaCl 0,9% 4:1 , 3:1, atau 1:1 yang disesuaikan

dengan kebutuhan dengan menambahkan larutan KCl 2 mEq/kgBB.

2. Terapi defisit.

Sebagai pengganti air dan elektrolit yang hilang secara abnormal (Previous

Water Losses=PWL) yang menyebabkan dehidrasi. Jumlahnya berkisar antara 5-15%

BB. Biasanya kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi ini disebabkan oleh diare,

muntah-muntah akibat stenosis pilorus, kesulitan pemasukan oral dan asidosis karena

diabetes. Berdasarkan PWL ini derajat dehidrasi dibagi atas ringan yaitu kehilangan

cairan sekitar 3-5% BB, dehidrasi sedang kehilangan cairan sekitar 6-9% BB dan

dehidrasi berat kehilangan cairan berkisar 10% atau lebih BB.

3. Terapi pengganti kehilangan cairan yang masih tetap berlangsung( Concomitant water

losses=CWL).

Kehilangan cairan ini bisa terjadi melalui muntah dan diare yang masih tetap

berlangsung, pengisapan lendir, parasentesis dan lainnya. Jumlah kehilangan CWL ini

diperkirakan 25ml/kgBB/24 jam untuk semua umur. Untuk mengatasi keadaan diatas

diperlukan terapi cairan. Bila pemberian cairan peroral tidak memungkinkan, maka

dicoba dengan pemberian cairan personde atau gastrostomi, tapi bilajuga tidak

memungkinkan, tidak mencukupi atau membahayakan keadan penderita, terapi cairan

secara intra vena dapat diberikan.

2.4 prosedur intubasi pasien gawat darurat

Algoritma untuk laringoskopi dan intubasi darurat urutan yang cepat harus sederhana dan

mudah untuk diterapkan pada saat-saat krisis. Meskipun intubasi cepat secara rutin digunakan

untuk manajemen darurat jalan nafas ada beberapa situasi ketika kontraindikasi. Kontraindikasi

primer adalah ketika relaksasi otot tidak diperlukan (yaitu, pasien tidak memiliki respon terhadap

laringoskopi dan intubasi), atau ketika ada patologi oral atau laryngo-trakea yang dapat

mencegah penyelamatan jalan nafas.

Strategi laringoskopi untuk keberhasilan yang pertama

12

Page 13: BAB I

Laringoskopi adalah pengelolaan darurat saluran napas, tetapi harus dilakukan dengan strategi

yang benar. Beberapa upaya berkorelasi dengan tingkat lebih tinggi dari komplikasi dan

kematian.

Algoritma ini menggabungkan epiglottoscopy, laringoskopi bimanual, dan elevasi kepala untuk

memaksimalkan paparan laring. Morbidyobese tidak dapat diangkat secara dinamis, telinga-to-

sternai positioning harus dilakukan terlebih dahulu. straight-to-manset stylet membentuk

membantu dengan pengiriman tabung tanpa menghalangi garis pandang ke target. Sebuah stylet

optik atau bougie (tube introducer) dapat dengan cepat dikerahkan untuk membantu dalam

pandangan epiglotis-satunya. Jika laringoskopi awal dengan pisau melengkung tidak

mengizinkan intubasi trakea, masker ventilasi atau ventilasi penyelamatan menggunakan saluran

napas supraglottic mungkin diperlukan. Laringoskopi berulang tidak boleh dimulai dengan

pasien hipoksia. Tujuan utama dari intubasi cepat dan pengelolaan darurat saluran napas adalah

untuk memastikan efektif oksigenasi jika pasien hipoksia, ventilasi mengambil prioritas di atas

upaya yang gigih saat pemasangan plastik! Laringoskopi pisau lurus berguna jika epiglottis dapat

dilihat tetapi tidak ditinggikan. Pada kebanyakan orang dewasa lebih sulit untuk menemukan

epiglotis dengan flange yang lebih kecil dari pisau lurus, dan biasanya lebih menantang untuk

memberikan tabung dibandingkan dengan pisau melengkung.

13

Page 14: BAB I

Rapid Sequence Intubation Algorithm

  Urutan intubasi cepat (RSI) adalah pengelolaan teknik jalan nafas yang sangat penting

dalam intubasi darurat. Ini menghasilkan merangsang unresponsiveness langsung (induksi agen,

yaitu, etomidate) dan relaksasi otot (neuromuscular blocking agent, yaitu, suksinil kolin).

Suksinil kolin merupakan relaksan otot skelet depolarisasi beraksi ultra pendek. Berkombinasi

dengan reseptor kolinergik dari lempeng akhiran motorik untuk menghasilkan depolarisasi

(fasikulasi). Suksinil kolin tidak mempunyai efek terhadap kesadaran, ambang nyeri, uterus atau

otot polos lain. Suksinil kolin dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Efek jantung awal

mencerminkan aksi pada ganglia otonomik (meningkatkan nadi dan tekanan darah). Pada dosis

yang lebih tinggi dapat terjadi bradikardi sinus. RSI adalah cara tercepat dan paling efektif untuk

mengontrol jalan napas darurat dan telah menjadi standar perawatan di bagian gawat darurat dan

program aeromedical. Meskipun RSI menciptakan laringoskopi optimal dan kondisi ventilasi,

penghentian ventilasi spontan melibatkan resiko yang cukup besar jika provider tidak intubasi

atau ventilasi pasien pada waktu yang tepat. RSI sangat berguna pada pasien dengan refleks

muntah utuh, "penuh" perut, dan mengancam kehidupan cedera atau sakit yang memerlukan

kontrol saluran napas langsung. Skrining tes untuk prediksi "nafas sulit" (Mallampati scoring,

jarak thyromental, dll), bekerja buruk, terutama dalam situasi darurat. Jarak thyromental: adalah

jarak dari sumbu anterior mandibula sampai dengan puncak kartilago thyroid. Semakin pendek

maka anterior laring akan semakin terlihat

14

Page 15: BAB I

     

1)Pasien keselamatan menggunakan engsel RSI pada redundansi keselamatan.

Dapatkah Anda intubasi? Jika intubasi gagal, bisa Anda ventilasi? Algoritma (atas) berfokus

pada rute intubasi dan keputusan RSI.

2)Panah berwarna kontraindikasi untuk RSI.

Dalam serangan jantung (kotak biru - apneic pasien) relaksan otot yang tidak diperlukan. Ketika

ada patologi lisan yang jelas, atau intrinsik laryngo-trakea patologi (hijau kotak - pernapasan

pasien spontan), redundansi keselamatan tidak ada - menghindari RSI. Ketika mulut diblokir

(langkah 2), intubasi melalui hidung atau melalui leher (krikotiroidotomi). RSI secara khusus

dilakukan untuk mengoptimalkan kondisi laringoskopi dan intubasi memungkinkan oral. Jika

sudah jelas bahwa rute oral memiliki masalah anatomi yang jelas (tidak hanya kesulitan

potensial), RSI tidak harus dipertimbangkan. Ketika rute oral tidak mungkin, intubasi akan perlu

dilakukan melalui hidung atau leher, dan ini harus dilakukan dengan pasien terjaga. Contoh

termasuk angioedema besar, angina canggih Lundwig itu, rahang kabel, atau kombinasi mudah

terlihat dari jalan napas distorsi, disproporsi, dan dysmobility (tulang belakang leher dan rahang

bawah), yang menghalangi intubasi oral. Dengan patologi laring intrinsik (langkah 3),

15

Page 16: BAB I

pendekatan paling aman adalah dengan penderita bernafas spontan, menggunakan intubasi serat

optik, atau saluran napas bedah (tracheotomy) di bawah tingkat lesi.

3) Pada langkah 4, keputusan untuk menggunakan RSI adalah masalah penilaian, bukan

merupakan kontraindikasi yang ketat. Empat Ds (distorsi, disproporsi, dysmobility, gigi) dapat

membuat laringoskopi langsung dengan peralatan standar yang mustahil. Adalah "terjaga"

pendekatan layak? Anda akan dapat menyelamatkan ventilasi? Seberapa cepat intubasi dan

kontrol diperlukan pasien? Apa resiko keterlambatan vs potensi risiko RSI?

4) Setelah melewati garis RSI, keselamatan pasien sering tergantung pada keberhasilan pertama

di laringoskopi, karena banyak pasien yang membutuhkan intubasi muncul sudah sangat singkat

periode apneic aman. Pra-oksigenasi hanya sedikit efektif pada pasien sakit kritis.

5) pemulihan pernapasan setelah dosis 1mg/kg IV rata-rata succinylcholine 9 menit. Jika

laringoskopi gagal, dan ventilasi masker sulit atau tidak mungkin, perangkat ventilasi

penyelamatan (LMA, Raja LT, dll) mungkin diperlukan.

Dosis obat untuk RSI

Muscle Relaxants Sedation/Induction Agents:

Etomidate 0.3-0.4 mg/kg

Succinylcholine 1-1,5 mg/kg

Fentanyl 2 µg/kg

Rocuronium 0.3-0.6 mg/kg

Midazolam   0.1-0.3   mg/kg

Vecuronium   0.15-0.25   mg/kg

Propofol   2-2,5   mg/kg

Thiopental          3-5 mg/kg

Mempersiapkan RSI

STATICS: Sebuah mnemonik untuk mempersiapkan intubasi selama intubasi urutan cepat.

Suction: Yankauer hisap kateter di sisi kanan kepala pasien, dalam jangkauan tangan kanan

operator selama laringoskopi. Ketika terhubung dengan benar, hisap yang terdengar dan teraba

ketika ujung kateter disentuh melawan tangan.

16

Page 17: BAB I

Oksigen: Bag valve Resuscitator masker terhubung ke sumber oksigen pada 15 lpm. Aliran

oksigen harus terdengar dan cukup tinggi untuk mengisi tas reservoir atau tabung. Peras tas

tangan untuk memverifikasi terhadap tekanan positif.

Airways: Lisan dan hidung saluran udara dan perangkat ventilasi penyelamatan, seperti LMA (#

4, 5) dan Combitube Dewasa Kecil. Manset dari tabung trakea harus diperiksa dan sepenuhnya

mengempis. Tabung trakea harus styletted dengan bentuk lurus-to-manset. Ujung stylet harus

berhenti pada atau sebelum ujung distal dari manset, meninggalkan 2-3 cm terakhir dari tabung

fleksibel.

Positioning dan Pra-Oksigenasi: Ear-to-sternal notch posisi seperti yang dijelaskan. Kecuali

dalam kasus ketika laringoskopi dilakukan segera (seperti serangan jantung dan penangkapan

dekat) pra-oksigenasi dengan masker non-rebreather baik pas dan oksigen aliran tinggi (15 lpm)

harus dilakukan selama 4 menit sebelum intubasi urutan cepat (RSI) . Pasien dengan ventilasi

spontan memadai membutuhkan ventilasi tas topeng sebagai persiapan untuk laringoskopi

dibuat.

Pemantauan peralatan dan Pengobatan: Pada pasien tanpa denyut nadi, laringoskopi akan terjadi

segera sebagai monitoring juga sedang dibentuk. Dengan RSI, pasien harus memiliki oksimetri

pulsa terus menerus dan pemantauan jantung, dan pra-dan pasca-prosedur pemantauan tekanan

darah. Semua obat harus ditarik dan diberi label. Laryngoscopist harus secara jelas

berkomunikasi dengan semua anggota tim perawatan mengenai urutan dan waktu obat.

End-tidal CO2 dan perangkat Detector Intubasi Terserang: Untuk memverifikasi penempatan

trakea setelah tabung telah ditempatkan, semua pasien membutuhkan end-tidal CO2 pemantauan,

baik oleh kapnografi, capnometry, atau pengujian kolorimetri. Sebuah detektor intubasi esofagus

berguna untuk memverifikasi lokasi tabung dalam serangan jantung.

17

Page 18: BAB I

BAB III

KESIMPULAN

Intubasi endotrakeal adalah penempatan tabung ke dalam trakea (tenggorokan) untuk

menjaga jalan napas tetap terbuka pada pasien yang tidak sadar atau tidak bisa bernapas

sendiri. Oksigen, anestesi, atau obat-obatan gas lainnya dapat disampaikan melalui tabung.

Intubasi endotrakeal merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk dikuasai dalam

penanganan pasien yang tidak sadar, pasien yang akan di anastesi atau pada pasien yang

gawat. Intubasi endotrakeal bisa menjadi sulit dan dapat menimbulkan komplikasi.

Komplikasi yang paling serius adalah kerusakan otak akibat hipoksemia dan kematian.

Kerusakan jaringan lunak yang terkadang fatal bisa diakibatkan oleh trauma saat pemasangan

intubasi. Oksigenisasi harus dipertahankan terlebih dahulu jika terdapat kesulitan saat

memasang intubasi endotrakeal dan percobaan intubasi harus ditunda hingga oksigenasi telah

diperbaiki.

Indikasi Utama Intubasi di Unit Terapi Intensif yaitu menjamin atau mempertahankan

jalan nafas agar bebas, mencegah aspirasi isi saluran cerna, memungkinkan penghisapan

trakeal secara adekuat, memberikan oksigen konsentrasi tinggi, pemberian tekanan positif

pada jalan nafas.

Kriteria pasien gawat darurat adalah mengalami kegawatan yang menyangkut

terganggunya jalan nafas, terganggunya fungsi pernafasan, terganggunya fungsi sirkulasi,

terganggunya fungsi otak dan kesadaran.

Algoritma untuk laringoskopi dan intubasi darurat urutan yang cepat harus sederhana dan

mudah untuk diterapkan pada saat-saat krisis. Meskipun intubasi cepat secara rutin

digunakan untuk manajemen darurat jalan nafas ada beberapa situasi ketika kontraindikasi.

Kontraindikasi primer adalah ketika relaksasi otot tidak diperlukan (yaitu, pasien tidak

memiliki respon terhadap laringoskopi dan intubasi), atau ketika ada patologi oral atau

laryngo-trakea yang dapat mencegah penyelamatan jalan nafas.

18

Page 19: BAB I

Urutan intubasi cepat (RSI) adalah pengelolaan teknik jalan nafas yang sangat penting

dalam intubasi darurat. Ini menghasilkan merangsang unresponsiveness langsung (induksi

agen, yaitu, etomidate) dan relaksasi otot (neuromuscular blocking agent, yaitu, suksinil

kolin). Suksinil kolin merupakan relaksan otot skelet depolarisasi beraksi ultra pendek.

Pada keadaan gawat darurat dan pasien dalam keadaan syok harus segera ditangani

dengan cara membebaskan jalan nafas dengan cara intubasi, lalu berikan O2 agar pernafasan

pasien menjadi lancar dan berikan terapi cairan untuk mengatasi kekurangan cairannya.

19

Page 20: BAB I

PERBAIKAN REFERAT ANESTESI

NO SEBELUM

PERBAIKKAN

SETELAH PERBAIKKAN HAL PARAF

1. ET no 7,5 untuk….

ET no 7 untuk……

Prematur 2,0-2,5Neonatus 2,5-3,01-6 bulan 3,0-3,54-6 tahun 3,0-3,56-8 tahun 5,0-5,58-10 tahun 5,5-6,010-12 tahun 6,0-6,512-14 tahun 6,5-7,0Dewasa wanita 6,5-8,5Dewasa pria 7,5-10

8

2. Cara penanganan

pasien syok

Penanganan Syok

Memperbaiki system pernapasan

dan sirkulasi :

1.  Buka jalan napas korban, dan

pertahankan kepatenan jalan nafas

(Airway).Bila tidak sadar sebaiknya

lakukan intubasi.

2. Periksa pernafasan korban, beri

O2 5-6 l/mnt (Breathing)

3.  Periksa nadi dan Cegah

perdarahan yang berlanjut

(Circulation)

4.  Peninggian tungkai sekitar 8-12

inchi jika ABC clear

5.  Cegah hipotermi dengan

menjaga suhu tubuh pasien tetap

hangat (misal dengan selimut)

10

20

Page 21: BAB I

6.  Pasang jalur infuse NaCl 0,9%

atau RL 50 tetes/menit, rata-rata

1000-2000cc digrojog.

7. . obat-obatan:

- adrenalin pada kolaps

kardiovaskuler yang berat diberikan

secara SC / IM 0,3-0,5 cc atau 3 cc

adrenalin 1 ampuls yang dilarutkan

dalam 9 cc NaCl 0,9%

- oradexon/kortikosteroid 10-20 mg

IV

- vasopresor, bila cairan saja tak

memberikan hasil yang memadai

(dopamine, dobuject/kombina

3. Kenapa memakai obat

suksinil kolin?

Suksinil kolin merupakan relaksan

otot skelet depolarisasi beraksi ultra

pendek. Berkombinasi dengan

reseptor kolinergik dari lempeng

akhiran motorik untuk

menghasilkan depolarisasi

(fasikulasi). Suksinil kolin tidak

mempunyai efek terhadap

kesadaran, ambang nyeri, uterus

atau otot polos lain. Suksinil kolin

dapat meningkatkan tekanan intra

okuler. Efek jantung awal

mencerminkan aksi pada ganglia

otonomik (meningkatkan nadi dan

tekanan darah). Pada dosis yang

13

21

Page 22: BAB I

lebih tinggi dapat terjadi bradikardi

sinus.

4. Jarak thyromental? Jarak thyromental: adalah jarak dari

sumbu anterior mandibula sampai

dengan puncak kartilago thyroid.

Semakin pendek maka anterior

laring akan semakin terlihat.

13

5. Algoritma…? 12

6. Gambar anatomi rima

glottis

2

22

Page 23: BAB I

7. Algoritma RSI 14

23

Page 24: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

Anonym.   2008.  Emergency Airway Algorithms. http://www.airwaycam.com/emergency-airway-

algorithms.html diunduh 2 April 2013 pukul 01.07

Sikka.   2012.  Intubasi endoracheal Tube http://sikkahoder.blogspot.com/2012/10/intubasi-

endotrakeal-tube-indikasi-cara.html diunduh 2 April 2013 pukul 02.30

Opie. 2010. Obat induksi http://opie-asyrofie.blogspot.com/2010/08/obat-induksi.html diunduh 3

April 2013 pukul 17.00

Forensik093. 2012. Intubasi aka memasang selang nafas ett

http://forensik093.blogspot.com/2012/03/intubasi-aka-memasang-selang-nafas-ett.html diunduh

3 April 2013 pukul 17.15

Anonym. 2011. Syok dan penanganannya http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2011/04/syok-dan-penanganannya.html diunduh 3 April 2013 pukul 21.00

Asla. 2011. Penanganan pasien dengan anatomi jalan nafas normal dan tidak normal

http://aslabuhan.blogspot.com/p/penatalaksanaan-pasien-dengan-anatomi_28.html diunduh 3

April 2013 pukul 21.30

24