BAB I

31
PRARANCANGAN PABRIK BIOETANOL DARI MOLASSES KAPASITAS 9.000 TON/TAHUN (11.200 KL/TAHUN) BAB I STRATEGI PERANCANGAN 1.1 Latar Belakang Pada dekade terakhir, aktivitas manusia sudah bergantung akan ketersediaan energi. Hal ini diakibatkan oleh pesatnya perkembangan sektor industri dan teknologi sehingga pola hidup masyarakat menjadi urban, khususnya Indonesia. Selama periode tahun 1990-2008, peningkatan konsumsi energi Indonesia merata pada berbagai sektor, yaitu pada sektor industri 5.57%, rumahtangga 1.87%, transportasi 5.31%, pertanian 2.66%, serta sektor lainnya 8.72% (Elinur dkk., 2010). Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2011, dilaporkan bahwa konsumsi bahan bakar minyak Indonesia selama tahun 2010 menduduki peringkat 19 dunia, yaitu mencapai 476.13 miliar barrel/tahun (1304 barrel/hari), namun hal ini tidak diimbangi oleh produksi minyak Indonesia selama tahun 2010, yang hanya menduduki peringkat 22 dunia, yaitu mencapai 359.95 miliar barrel/tahun (986.0 barrel/hari). Kondisi ini menyebabkan neraca ketersediaan energi fosil Indonesia negatif, yang menyebabkan Indonesia saat ini menjadi net importir minyak mentah dan produk-produk turunannya serta memiliki kecenderungan yang besar mengalami krisis energi.

description

perancangan pabrik

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

PRARANCANGAN PABRIK BIOETANOL DARI MOLASSES KAPASITAS

9.000 TON/TAHUN (11.200 KL/TAHUN)

BAB I

STRATEGI PERANCANGAN

1.1 Latar Belakang

Pada dekade terakhir, aktivitas manusia sudah bergantung akan ketersediaan energi. Hal

ini diakibatkan oleh pesatnya perkembangan sektor industri dan teknologi sehingga pola hidup

masyarakat menjadi urban, khususnya Indonesia. Selama periode tahun 1990-2008, peningkatan

konsumsi energi Indonesia merata pada berbagai sektor, yaitu pada sektor industri 5.57%,

rumahtangga 1.87%, transportasi 5.31%, pertanian 2.66%, serta sektor lainnya 8.72% (Elinur

dkk., 2010). Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral

(ESDM) tahun 2011, dilaporkan bahwa konsumsi bahan bakar minyak Indonesia selama tahun

2010 menduduki peringkat 19 dunia, yaitu mencapai 476.13 miliar barrel/tahun (1304

barrel/hari), namun hal ini tidak diimbangi oleh produksi minyak Indonesia selama tahun 2010,

yang hanya menduduki peringkat 22 dunia, yaitu mencapai 359.95 miliar barrel/tahun (986.0

barrel/hari). Kondisi ini menyebabkan neraca ketersediaan energi fosil Indonesia negatif, yang

menyebabkan Indonesia saat ini menjadi net importir minyak mentah dan produk-produk

turunannya serta memiliki kecenderungan yang besar mengalami krisis energi.

Ketergantungan akan penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) setidaknya memunculkan

dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk

beberapa dekade mendatang, terkait dengan suplai, harga, dan fluktuasinya (2) faktor

lingkungan, berupa polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengumumkan rencana untuk mengurangi

ketergantungan Indonesia pada bahan bakar minyak, dengan meluncurkan Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk

mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak. Walapun

kebijakan tersebut menekankan penggunaan batu bara dan gas sebagai pengganti BBM,

kebijakan tersebut juga menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar

nabati sebagai alternatif pengganti BBM.

Page 2: BAB I

Bahan bakar nabati sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena bahan

bakunya yang melimpah. Selain itu, untuk biodiesel dan bioetanol Indonesia mempunyai potensi

yang sangat besar untuk memproduksinya secara komersial, mengingat kedua bahan bakar nabati

ini dapat memanfaatkan kondisi geografis Indonesia, sehingga ketersediaan bahan baku dapat

dipenuhi.

Bioetanol (C2H5OH) dikenal sebagai bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat

menyerupai minyak premium yang ramah lingkungan karena bersih dari emisi bahan pencemar.

Bioetanol merupakan hasil fermentasi biomassa dari berbagai bahan baku, seperti bahan baku

yang berbasis gula, pati dan etilen, dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan baku

yang berbasis gula lebih menguntungkan dalam memproduksi bioetanol secara massal, karena

gula tidak memerlukan pre-treatment sebelum proses fermentasi dibandingkan dengan bahan

baku lainnya. Contoh bahan baku yang berbasis gula seperti, tebu, gula bit, sorgum, dan molases.

Molases lebih dipilih karena selain merupakan limbah proses sisa pengkristalan gula,

ketersediaan molases juga cukup melimpah didukung oleh banyaknya jumlah pabrik gula di

Indonesia.

Molasses atau disebut juga gula tetes merupakan salah satu produk utama setelah gula

pasir. Molasses mengandung gula sekitar 50% - 60% dan sejumlah asam amino dan mineral

dihasilkan dari bermacam-macam tingkat pengolahan dari tebu menjadi gula. Produksi molasses

mempunyai pangsa pasar yang relatif besar di dalam dan luar negeri. Sebagian besar dari

produksi molasses laku terjual dengan harga Rp. 1.200 per kilogram. Pembuatan bioetanol dari

bahan baku molases dapat diproduksi melalui proses fermentasi anaerob dengan bantuan bakteri

Saccharomyces cereviseae.

Secara umum etanol/bioetanol dapat digunakan sebagai bahan baku industri turunan

alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, dan campuran bahan bakar untuk

kendaraan (Nurdyastuti, 2006). Mengingat pemanfaatan bioetanol beraneka ragam sehingga

grade etanol yang dimanfaatkan pun harus berbeda sesuai dengan penggunaanya. Secara umum,

bioetanol dapat diaplikasikan pada berbagai sektor, yaitu :

1. Kadar 60% s/d 70%, sebagai substitusi produk alkohol (industri farmasi) sebagai

substitusi Bahan Bakar Minyak jenis minyak tanah

2. Kadar 70% s/d 80%, sebagai substitusi produk alkohol (industri farmasi)

3. Kadar 70% s/d 90%, sebagai bahan pendukung produksi makanan & minuman

Page 3: BAB I

4. Kadar 99,5% sebagai substitusi Bahan Bakar Minyak jenis bensin.

1.2 Pemilihan Kapasitas Perancangan

Pemilihan kapasitas pabrik bioethanol dari molasses ini didasarkan pada beberapa

pertimbangan,

yaitu:

1. Kebutuhan bioethanol dalam negeri

Tabel 1.1 Perkembangan Kebutuhan dan Suplai Bioetanol Indonesia (satuan ton/tahun)

Tahun Produksi Ekspor Impor

2003 36.455,545 3.017,91 60,08

2004 42.171,204 4.847,82 69,292

2005 40.814,71 7.831,01 122,303

2006 45.354,742 11.740,17 134,359

2007 48.154,742 14.294,803 1260,053

Dari tabel diatas dapat diprediksi kondisi pada tahun 2015, dimana untuk

memprediksi produksi tahun 2015 sebagai berikut.

Gambar 1.1 Hubungan Antara Tahun vs Produksi Bioetanol

Dari gambar 1.1, pada batasan tahun 2003 sampai 2007 didapatkan hubungan

antara tahun vs produksi etanol nasional dengan persamaan y = 2658,2x – 5E+06, maka

Page 4: BAB I

dengan persamaan itu dapat diperkiraan kapasitas nasional produksi etanol pada tahun

2015 sebesar ±70.000 ton/tahun.

Gambar 1.2 Grafik Hubungan Antara Tahun vs Impor Bioetanol

Dari gambar 1.2, pada batasan tahun 2003 sampai 2007 didapatkan hubungan

antara tahun vs impor etanol dengan persamaan y = 246,5x - 493906. Dengan persamaan

tersebut dapat diperkirakan pada tahun 2015 impor etanol mengalami kenaikan sebesar ±

2.800 ton/tahun.

Page 5: BAB I

Gambar 1.3 Grafik Hubungan Antara Tahun vs Ekspor Bioetanol

Dari gambar 1.3, pada batasan tahun 2003 sampai 2007 didapatkan hubungan antara

tahun vs ekspor etanol dengan persamaan y = 2944,6x – 6E+06. Dengan persamaan tersebut,

pada tahun 2015 dapat diperkirakan ekspor etanol sebesar ±37.500 ton/tahun.

Kebutuhan etanol dalam negeri

Produksi etanol + Impor etanol – Ekspor Etanol

= 70.000 + 2.800 – 37.500

= 35.300 ton/ tahun

Dapat diketahui bahwa perkiraan pada tahun 2015 jumlah produksi etanol nasional lebih besar

dari kebutuhan etanol nasional. Sehingga pabrik etanol yang akan didirikan ini sebagian besar

digunakan untuk memenuhi kebutuhan etanol dalam negeri dan sebagian kecil untuk memenuhi

kebutuhan ekspor.

Kapasitas produksi dari pabrik baru yang akan didirikan ini hanya berkemampuan

memenuhi 25% dari produksi etanol dalam negeri pada tahun 2015. Maka didapatkan kapasitas

produksi pabrik baru sebesar :

Kapasitas produksi pabrik baru = 25% x 35.500

= 8.825 ton/tahun ∞ 9.000 ton/tahun

Pengambilan kapasitas tersebut dengan mempertimbangkan diprediksinya akan didirikan

pabrik alkohol absolut yang lain sehingga mampu memenuhi kebutuhan nasional dalam rangka

menjalankan program pemerintah sesuai road map.

Tabel 1.2 Perusahaan Etanol yang telah Beroperasi di Indonesia

Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas Produksi

(kL/tahun)

PT Basis Indah Sulawesi 1.600

PT Bukitmanikam

Subur Persada

Lampung 51.282

PT Indo Acidama

Chemical

Surakarta 42.000

PT Madu Baru Yogyakarta 6.820

PT Medco Ethanol

Indonesia

Lampung 60.000

Page 6: BAB I

B2TP, BPPT Lampung 30

PT Indo Lampung

Distillery

Lampung 60.000

PT Basis Indah Makassar 1.600

PT Molindo Raya

Industrial

Malang 10.000

PT PN XI Jati roto 6.000

PT Rhodia Manyar Gresik 11.000

PT RNI &

ChoiBiofuel Co.

Pasuruan 11.200

PT Sampurna Ponorogo 16.800

2. Road map pemanfaatan biofuel

Indonesia pada tahun 2011-2015 membutuhkan 2,78 juta kL bioethanol sebagai konsumsi

10% Gasoline (Ditjen Migas 2009)

3. Ketersediaan bahan baku

Bahan baku yang berupa tetes tebu (molasses) dapat diperoleh dari beberapa pabrik gula

PTP Nusantara IX (kawasan Solo-Semarang) dengan jumlah 13 unit pabrik gula

kapasitas tetes tebu 99.580 ton/tahun (PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara).

1.3 Pemilihan Lokasi Pabrik

Salah satu hal yang dapat menentukan tingkat keberhasilan pabrik adalah penentuan

lokas pabrik. Pemilihan lokasi pabrik merupakan salah satu faktor utama yang menentukan

keberhasilan dan kelangsungan hidup suatu pabrik. Untuk itu sebelum pabrik berdiri perlu

dilakukan studi kelayakan untukmempertimbangkan faktor-faktor penunjang yang mendukung

kelangsungan pabrik tersebut. Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah:

1. Penyediaan bahan baku,

2. Penyediaan listrik dan bahan bakar,

3. Penyediaan air,

Page 7: BAB I

4. Transportasi,

5. Tenaga kerja.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut di atas maka lokasi pabrik etil alkohol

ditetapkan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dengan alasan:

1. Penyediaan bahan baku

Lokasi pabrik dipilih mendekati sumber bahan baku untuk mengurangi biaya transportasi

dan kehilangan bahan baku dalam transportasi. Bahan baku tetes tebu diperoleh dari

pabrik gula kawasan Solo-Semarang.

2. Penyediaan listrik

Kebutuhan listrik dapat dipenuhi dengan menyediakan genset sendiri. Sehingga sewaktu-

waktu terjadi gangguan listrik dari PLN maka pabrik tidak mengalami kerugian sebagai

akibat terhentinya produksi.

3. Penyediaan air

Di daerah Karanganyar, air untuk proses cukup tersedia karena dekat dengan sungai

Bengawan Solo.

4. Transportasi

Transportasi memadai sehinga akan mempermudah pengangkutan bahan baku dan

produk.

5. Tenaga kerja

Tenaga kerja di daerah Jawa sehingga akan dengan didirikannya pabrik akan mampu

menyerap tenaga kerja dan menunjang program pemerintah untuk mengurangi

pengangguran.

1.4 Tinjauan Pustaka

1.4.1 Pembuatan etanol

Etanol untuk kebutuhan industri dapat dibuat secara fermentasi dari karbohidrat, yang

produknya disebut sebagai bioetanol; atau hasil reaksi kimia dengan cara hidrasi ethylene,

memakai katalis asam pospat. Etanol dari hidrasi gas ethylene yang merupakan hasil samping

pemurnian minyak bumi, dikenal sebagai etanol sintetis. Setelah Perang II, eksplorasi minyak

bumi secara besar-besaran memungkinkan pembuatan etanol sintetis lebih murah dan

menggantikan proses produksi etanol secara fermentasi. Namun sejak kenaikan harga yang

Page 8: BAB I

disertai ketidak-pastian penyediaannya, telah memacu berbagai negara Eropa, US, Brazil, untuk

mengembangkan kembali teknologi pembuatan etanol secara fermentasi, terutama bertumpu

pada sumber daya yang dapat terbarukan. Pembuatan etanol secara sintetis tidak dibahas lagi,

mengingat salah satu tujuan pengembangan produk alkohol di sini, adalah sebagai bahan bakar

cair pengganti minyak bumi.

Penerapan teknologi fermentasi etanol dalam skala industri, sejak Perang Dunia II belum

ada perubahan yang mendasar. Proses fermentasinya menggunakan sistem bacth dengan masa

inkubasi berkisar 50 jam dan semata-mata mengandalkan strain khamir yang telah terpilih secara

nyata berproduktivitas tinggi. Khamir mempunyai sifat selektivitas sangat tinggi untuk

membentuk etanol (metabolite lain sebagai hasil samping sangat kecil) dan sangat tahan terhadap

perubahan kondisi pertumbuhan atau gangguan kontaminasi (Maiorella dkk, 1981). Konsentrasi

etanol dalam broth di akhir proses, berkisar 8 sampai 12%v.v dan selanjutnya dipekatkan

(dimurnikan) dengan proses distilasi atau cara lain. Berbagai penelitian maupun pengembangan

modifikasi sistem proses fermentasi dan atau penggunaan mikroba lain, telah banyak dilakukan

untuk memperbaiki hasil, meningkatkan konsentrasi etanol dalam broth dan mempersingkat

waktu proses (Alico, 1982; Kosaric dkk, 1981; Maiorella dkk,1981).

Produktivitas Saccharomyces cerevisiae pada proses fermentasi secara batch 1.8 hingga

2.5 g per-jam dalam setiap liter fermentor (Kosaric dkk, 1981; Maiorella dkk, 1981; Scott, 1983).

Kapang juga mempunyai prospek bagus untuk industri etanol. Sebagai contoh genus

Rhizopus yang biasa digunakan dalam proses fermentasi anggur China tipe tertentu. Kadar etanol

akhir dalam broth anggur tersebut mendekati 18 %vv (Wittcoff, 1980).

1.4.2. Bahan Baku

Bahan baku untuk pembuatan etanol secara fermentasi berupa karbohidrat, dan hampir

semua karbohidrat terbentuk dalam tanaman melalui proses photosintesa, baik sebagai gula

(sakharida) yang terdiri dari satu atau dua gugus sakharosa, maupun senyawa lebih komplek

sebagai zat pati dan selulosa.

Bahan sumber gula yang dapat dibuat menjadi etanol, meliputi nira tebu, nira kelapa, nira

aren, beet dan sweet sorghum, namun bahan ini paling mahal dan biasa digunakan dalam industri

gula. Molassess sebagai hasil samping dari industri pembuatan gula tersebut, lebih umum

digunakan sebagai bahan baku industri etanol, dari pada langsung diambil niranya. Keuntungan

Page 9: BAB I

penggunaan nira gula dan molassess dalam industri etanol, yaitu tidak memerlukan proses

pendahuluan karena bentuk senyawa karbohidratnya sudah siap diubah oleh mikrobia (Kosaric

dkk, 1981; Maiorella dkk, 1981).

Bahan hasil pertanian yang berkadar pati tinggi, meliputi biji-bijian (gandum, jagung,

beras, dll), kacang-kacangan dan umbi-umbian (kentang, ubi jalar dan ubi kayu). Karbohidrat

dalam bentuk zat pati tersebut untuk pembuatan etanol harus dihidrolisa dahulu menjadi glukosa.

Pada Tabel 1.3 disajikan potensi berbagai jenis tanaman yang biasa dibudi-dayakan dan dapat

dijadikan bahan baku bioetanol. Berdasarkan hasil panennya terlihat, bahwa beet dan kentang

merupakan tanaman pilihan terbaik untuk daerah beriklim sedang. Adapun tebu dan ubi kayu

tampaknya paling potensial untuk daerah tropis. Ubi kayu bersifat lebih kokoh dan tidak

memerlukan persyaratan kualitas tanah yang tinggi.

Tabel 1.3. Potensi beberapa Tanaman sebagai Bahan Baku Bioetanol

Jenis Tanaman

Hasil Panen Equivalen Ethanol

Ton per Tahu/Ha L per Tahun /Ha

Jagung 1-6 400-2500

Ubi Kayu 10-50 2000-7000

Tebu 40-120 3000-8500

Ubi Jalar 10-40 1200-5000

Shorgum 3-12 1500-5000

Sweet Shorgum 20-60 2000-6000

Kentang 10-35 1000-4500

Beet 20-100 3000-8000

Molasses merupakan salah satu bahan pembuatan etanol yang merupakan limbah pabrik

gula berupa kristal gula yang tidak terbentuk menjadi gula pada proses kristalisasi. Sehingga

harganya yang lebih murah dan dapat digunakan sebagai pengolah limbah pabrik. Produk

molasses sendiri di Indonesia cukup tinggi, seperti yang dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut.

Tabel 1.4 Data Peningkatan Produksi Molasses Secara Nasional

Tahun Kuantitas (Kg) Persentase

1997 1.267.990.000 14.06

Page 10: BAB I

1998

2000

2001

2002

1.415.115.971

1.536.200.007

1.829.745.972

2.966.023.440

15.07

17.04

20.30

32.90

Sumber : Biro Pusat Statistik

Selain itu, molasses juga memiliki konversi etanol yang cukup besar, seperti dapat dilihat

di table 1.8

Tabel 1.5 Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat Dan Tetes

Menjadi Bio-Ethanol

Jenis Bahan Baku

Konsumsi Bahan Baku

(Kg)

Kandungan Gula dalam Bahan

Baku (Kg)

Jumlah Hasil Konversi

Bioetanol (Liter)

Perbandingan Bahan Baku dan

BioetanolUbi Kayu 1000 250-300 166.6 6,5 : 1 (96 % v/v)

Ubi Jalar 1000 150-200 125 8 : 1 (96 % v/v)

Jagung 1000 600-700 200 5 : 1 (96 % v/v)

Sagu 1000 120-160 90 12 : 1 (96 % v/v)

Tetes 1000 500 250 4 : 1 (96 % v/v)

4,2 : 1 (99,5 % v/v)

Molasses merupakan media fermentasi yang baik karena mengandung gula, sejumlah

asam amino dan mineral. Sehingga dengan pertimbangan – pertimbangan ini, molasses

merupakan bahan baku yang paling tepat yang akan digunakan sebagai bahan baku bioetanol.

1.5. Pemilihan Proses

1.5.1. Biosintesa Etanol (Fermentasi)

Mikrobia yang biasa diharapkan aktif dalam perubahan glukosa menjadi etanol, adalah

khamir dari spesies Saccaromyces Cerevisiae. Pada fermentasi sistem batch, metabolisme

khamir diharapkan berlangsung pada kondisi anaerob, karena adanya cukup oksigen (aerob) akan

menjadikan Saccaromyces Cerevisiae berkembang bagus tetapi etanol sebagai salah satu produk

metabolismenya hanya terbentuk sedikit . Secara umum, kondisi anaerob glukosa akan terurai

menjadi etanol dan karbon dioksida melalui proses glikolisis. Dalam keseluruhan reaksi tersebut,

dihasilkan energi untuk kebutuhan biosintesa, serta terbentuknya 1,97766 mole etanol dan

karbon dioksida dari tiap mole glukosa yang dikonsumsi (pers 1)

Page 11: BAB I

Pembentukan etanol sistem batch, diawali dengan kondisi aerob kemudian dilanjutkan

dengan kondisi anaerob. Jika kondisi anaerob dimulai terlalu dini maka sel yang ada tidak cukup

banyak untuk melakukan fermentasi secara bagus. Bahkan untuk mewujudkan kondisi aerob

perlu diadakan aerasi sebentar supaya nantinya tidak banyak kehilangan hasil (Crueger, 1984).

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi hasil etanol dan efisiensinya, yaitu (1)

kondisi fisiologis inokulum mikroba yang ditambahkan ke dalam media, (2) kondisi lingkungan

selama proses fermentasi berlangsung, dan (3) kualitas bahan media. Kondisi fisiologis (seed)

tergantung pada kondisi pertumbuhan optimal yang spesifik bagi mikroba yang digunakan.

Faktor lingkungan yang paling penting, yaitu pH dan suhu. Sedangkan faktor lain (1) buffer

capacity, (2) tingkat kontaminasi di awal pertumbuhan, (3) kepekatan gula, (4) konsentrasi

alkohol, (5) pemilihan strain khamir, (6) kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan khamir, dan (7)

jumlah oksigen yang tersedia (Stark dalam Alico, 1982).

Pengaturan suhu dalam fermentor perlu dilakukan, terutama dalam selang waktu 48 jam

di awal proses fermentasi. Suhu optimal untuk pertumbuhan khamir berkisar 28,9°~32,2°C. Di

atas suhu tersebut, aktifitas khamir pada umumnya sudah terhambat dan cocok bagi pertumbuhan

bakteri kontaminan. Adanya panas yang terbentuk selama proses fermentasi (125 Kcal/g etanol)

harus dipertimbangkan pula dalam upaya pengaturan suhu proses (Alico, 1982).

Kontaminasi mikroba yang tak diinginkan dapat diusahakan sekecil mungkin, dengan

menambahkan inokulum khamir dalam jumlah besar. Hal ini untuk meyakinkan, bahwa

pertumbuhan khamir jauh lebih besar dari pada kontaminan dan nutrient yang ada segera habis

terkonsumsi. Jumlah cairan inokulum berkisar 3–8% terhadap jumlah bubur media fermentasi,

dengan kerapatan sel 3x106 per ml (Alico,1982; Crueger, 1984).

Penentuan konsentrasi gula dalam media, dipengaruhi oleh dua hal yang mendasar, yaitu

(1) konsentrasi gula yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan sel khamir di awal

proses fermentasi, dan (2) konsentrasi etanol tinggi akan mematikan khamir (Alico, 1982).

Glukosa yang melebihi 15%wv akan menghambat berbagai enzim yang dihasilkan sel khamir.

Toleransi berbagai khamir terhadap etanol tergantung pada strain yang dipilih, tetapi secara

umum pertumbuhan sel terhenti sepenuhnya dalam alkohol yang konsentrasinya lebih besar 13,6

%vv (Maiorella, 1981).

Page 12: BAB I

Dalam media fermentasi, selain ada sumber gula untuk pembentukan etanol, juga harus

tersedia nutrisi yang dapat menunjang pertumbuhan sel. Kebutuhan utama untuk komponen

dasar sel, yaitu unsur karbon, oksigen, nitrogen dan hidrogen. Bahan lain yang diperlukan dalam

jumlah sedikit untuk komponen sel yaitu unsur pospor, sulfur, kalium dan magnesium.

Disamping itu perlu trace minerals dan growth factor berupa asam amino, purine, pirimidin dan

vitamin. Growth factor yang paling penting untuk khamir, meliputi biotin, asam pantotenat,

inositol, thiamin, asam nikotinat, dan asam folat (Maiorella, 1981).

Namun dalam skala industri, unsur karbon, hidrogen dan oksigen umumnya tersedia

dalam sumber karbohidrat. Unsur nitrogen selain terdapat dalam asam amino, disediakan pula

dalam bentuk amoniak atau berbagai garam amonium, terutama amonium sulfat. Berdasarkan

alasan ekonomis, urea juga sering digunakan, tetapi kurang cepat terasimilasi kecuali jika disertai

penambahan biotin. Unsur pospor biasanya disediakan sebagai asam pospat atau

amonium/kalium pospat. Sedangkan komponen lain umumnya sudah terdapat dalam sumber

karbon, meskipun kadangkala perlu penambahan magnesium, Cl, sulfat, biotin dan thiamin

(Maiorella, 1981).

1.5.2. Distilasi

Proses akhir pembuatan etanol adalah distilasi, dimana alkohol hasil proses fermentasi

yang berkonsentrasi 8%~12%v/v, dipisahkan dan dipekatkan untuk dapat dipakai sebagai bahan

bakar ataupun kebutuhan lain. Distilasi adalah proses pemisahan dua atau lebih cairan dalam

larutan dengan berdasarkan relative volatilitynya dan perbedaan titik didihnya. Distilasi

fraksinasi merupakan pemisahan ataupengambilan uap dari setiap tingkat yang berbeda dalam

kolom distilasi. Produk yang lebih berat diperoleh di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan

akan keluar dari bagian atas kolom. Hasil distilasi alkohol berkisar 95-96%vv, pada kondisi

tersebut campuran membentuk azeotrope, dimana campuran alkohol dan air sukar untuk

dipisahkan. Agar diperoleh konsentrasi yang lebih tinggi dari kadar tersebut haruslah ditempuh

dengan cara lain (Alico, 1982).

Residu atau sisa distilasi yang tertinggal dalam kolom bagian bawah dan masih

bercampur dengan air disebut stillage. Residu tersebut masih banyak mengandung bahan-bahan

organik yang tidak terfermentasikan. Jika stillage tidak dimanfaatkan sebagai hasil samping,

Page 13: BAB I

bahan tersebut menjadi limbah yang harus ditangani lebih lanjut. Limbah tersebut mempunyai

beban BOD (Biological Oxygen Demand) tinggi sampai 40.000 ppm. Beberapa metode seperti

anaerobic digestion, activated sludge dan metode lain dapat dilakukan untuk mengolahnya.

Namun pengolahan dengan berbagai cara tersebut perlu biaya tinggi (Alico, 1982).

Dalam proses produksi anhydrous alcohol, kondisi azeotrop harus dipecahkan dengan

bahan pelarut lain, biasanya benzene, atau n-hexane kemudian alkohol dipisahkan lebih lanjut

dari campurannya. Cara lain yang umum dipakai adalah desiccants process, dan molecular

sieves. Pada proses desiccant, untuk mendapatkan anhydrous alcohol digunakan bahan kimia

yang sifatnya stabil yang bereaksi hanya dengan air, dan tidak bereaksi dengan alkohol.

Contohnya adalah kalsium oksida. Reaksi antara CaO dengan air mengeluarkan panas, sehingga

perlu rancangan khusus pada kolomnya. Selain itu berbagai macam pati juga dapat dipakai

sebagai dessicant.

Molecular sieves adalah kristal aluminosilikat, merupakan bahan penyaring yang tidak

mengalami hidrasi maupun dehidrasi pada struktur kristalnya. Molekul penyaring ini secara

selektif menyerap air, karena lubang kristalnya mempunyai ukuran lebih kecil dibanding ukuran

molekul alkohol, dan lebih besar dibandingkan molekul air. Alkohol yang berbentuk cair

maupun uap dilewatkan kolom yang berisi bahan penyaring, air akan tertahan dalam bahan

tersebut dan akan diperoleh alkohol murni. Biasanya proses ini menggunakan dua kolom, kolom

kedua untuk aliran uap alkohol sedangkan pada kolom pertama setelah proses dialirkan udara

atau gas panas untuk menguapkan air (Winston dkk, 1981).

Pada industri pembuatan etanol, juga akan diperoleh hasil lain, baik yang dapat

dimanfaatkan langsung maupun harus diproses lebih lanjut. Hasil samping tersebut antara lain

stillage, karbon dioksida, dan minyak fusel. Stillage dari proses distilasi jumlahnya cukup besar,

yaitu 10~13 kali jumlah alkohol yang dihasilkan. Mengingat bahan yang terkandung di

dalamnya, stillage dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, makanan ternak dan biogas. Sedangkan

gas karbon dioksida yang dihasilkan selama proses fermentasi biasanya diserap dan dimurnikan

kemudian ditekan menjadi bentuk cair.

1.6. Kegunaan Produk

Pada perancangan ini ditujukan membangun sebuah pabrik bioetanol di Indonesia dengan

kapasitas 9.000 ton per tahun (37,3 kL per hari) grid bahan bakar untuk mengurangi

Page 14: BAB I

ketergantungan terhadap bahan bakar konvensional. Dengan dioperasikannya pabrik bioetanol

ini, diharapkan produksi etanol dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri serta dapat

meningkatkan jumlah ekspor etanol yang memiliki daya saing di pasar internasional.

1.7 Sifat Fisis dan Kimia Bahan baku dan Produk

a. Bahan baku : Molasses

Sifat Fisik

Molassess merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan wujud

bentuk cair. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pond dkk., (1995) yang menyatakan

bahwa molasses adalah limbah utama industri pemurnian gula. Molassess merupakan

sumber energi yang esensial dengan kandungan gula didalamnya. Oleh karena itu,

molasses telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pembuatan industry

pangan. Molasses mengandung biotin yang berfungsi sebagai vitamin untuk

pertumbuhan bakteri. Keadaan ini mengakibatkan terbentuknya lapisan lemak yang

membungkus dinding sel bakteri sehingga asam glutamate yang dihasilkan oleh

bakteri hanya sebagian kecil yang dikeluarkan. Komposisi cairan molasses sangat

bervariasi tergantung dari lokasi penanaman, variasi tebu dan iklim.

Sifat Kimia

Komposisi nilai nutrisi molasses dari tetes tebu adalah sebagai berikut:

Tabel 1.9. Komposisi Nilai Nutrisi Molasses

Nutrisi Molasses

Kadar Gula Total Min 55 %

Kadar Kalsium 0,8 – 1,3 %

Berat Jenis 1,4 – 1,6 kg/L

Brix Min 80oC

Molasses tebu dapat digolongkan sebagai asam karena memiliki pH = 5,5-6,5,

sedangkan molasses beet yang terdapat di Amerika lebih bersifat basa, pH = 7,5-8,6.

Suasana pH yang rendah ini merupakan tanda adanya asam organic bebas, ditambah

dengan pH yang rendah yang dihasilkan selama proses klarifikasi.

Page 15: BAB I

Molasses tebu memiliki perbedaan komposisi dengan beet molasses. Molasses beet

mengandung sukrosa lebih banyak dibandingkan dengan molasses tebu, tetapi

sebaliknya kandungan gula invert jauh lebih kecil.

Tabel 1.10. Komposisi Molasse Tebu dan Molasses Beet

Komposisi Molasses Tebu Molasses Beet

Bahan Kering 78 - 75 77 – 84

Sukrosa 48,5 33,4

Gula Invert 1,0 21,2

N 0,2 – 2,8 0,4 – 1,5

C 28 - 34 28 – 33

P2O5 0,02 – 0,07 0,6 – 2,0

MgO 0,01 – 0,1 0,0 – 30,1

CaO 0,15 – 0,7 0,1 – 11

SiO2 0,1 – 0,5 -

K2O 2,2 – 4,5 -

Al2O3 0,005 – 0,06 -

Fe2O3 0,001 – 0,02 -

Sumber : Rhodes dan Fletcher (1996)

b. Produk Etanol

Sifat Fisik

Etanol atau etil alkohol adalah senyawa yang memiliki rumus molekul C2H5OH. Dalam

suhu kamar (25oC) bahan kimia ini berbentuk cairan, mudah menguap (volatile) dan mudah

terbakar. Etanol tidak berwarna, mudah bercampur dengan air, metanol, eter, kloroform, dan

aseton serta berbau khas alkohol. Cairan yang memiliki berat molekul 46,07 ini memiliki specific

gravity (SG) sebesar 0,916 dan mendidih pada suhu 78,25oC (Perry).

Gambar 1.1. Struktur Molekul Etanol

Page 16: BAB I

Titik Didih (Td,n) = 78,32oC; ∆Hv,n = 0,839 MJ/kg ± 0,659 MJ/liter.

Temperatur kritik = 240,75oC

Tekanan kritik = 6147 kPa

Volume kritik = 0,167080000042915 m3/kgmol

Acentricity = 0,644370019435883

Data fisik lainnya pada kondisi T=25 oC dan P=1 bar adalah sebagai berikut :

Molar enthalpy = -278815,229 kJ/kgmol

Molar entrophy = -6,7073 kJ/kgmol.C

Molar density = 17,0958 kgmol/m3

Mass density = 787.605 kg/ m3

Heat capacity = 159,264045769961 kJ/kgmol.C

Kalor pembakaran netto : ∆Hb,25 C = 25,79 MK/kg = 21,03 MK/liter

(bensin ± 30 MJ/liter).

Hal ini disebabkan etanol absolute memiliki angka oktan riset (RON) = 109

(Perry)

Sifat Kimia Etanol

Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang berikatan dengan

gugus hidroksil paling tidak memiliki dua hidrogen atom yang terikat. Reaksi kimia yang

dijalankan oleh etanol kebanyakan berkaitan pada gugus hidroksilnya

Reaksi asam-basa

Gugus hidroksil etanol menyebabkan sifatnya sedikit basa. Etanol hampi netral dalam air,

dengan pH 100% etanol adalah 7,33, berbanding dengan pH air murni yang sebesar 7,00. Etanol

dapat diubah menjadi konjugat basanya, ion etoksida (CH3CH2O−), dengan mereaksikannya

dengan logam alkali seperti natrium

2CH3CH2OH + 2Na → 2CH3CH2ONa + H2

ataupun dengan basa kuat seperti natrium hidrida:

CH3CH2OH + NaH → CH3CH2ONa + H2.

Reaksi ini tidak dapat dilakukan dalam larutan akuatik, karena air lebih asam daripada

etanol.

Page 17: BAB I

Halogenasi

Etanol bereaksi dengan hidrogen halida dan menghasilkan etil halida seperti etil klorida

dan etil bromida:

CH3CH2OH + HCl → CH3CH2Cl + H2O

Reaksi dengan HCl memerlukan katalis seperti seng klorida. Hidrogen klorida dengan

keberadaan seng klorida dikenal sebagai reagen Lucas.

CH3CH2OH + HBr → CH3CH2Br + H2O

Reaksi dengan HBr memerlukan proses refluks dengan katalis asam sulfat.

Etil halida juga dapat dihasilkan dengan mereaksikan alkohol dengan agen halogenasi

yang khusus, seperti tionil klorida untuk pembuatan etil klorida, ataupun fosforus tribromida

untuk pembuatan etil bromida.

CH3CH2OH + SOCl2 → CH3CH2Cl + SO2 + HCl

Pembentukan ester

Etanol bereaksi dengan asam karboksilat dengan katalis asam akan menghasilkan

senyawa etil eter dan air:

RCOOH + HOCH2CH3 → RCOOCH2CH3 + H2O

Agar reaksi ini menghasilkan rendemen yang cukup tinggi, air perlu dipisahkan dari

campuran reaksi seketika ia terbentuk.

Etanol juga dapat membentuk senyawa ester dengan asam anorganik. Dietil sulfat dan

trietil fosfat dihasilkan dengan mereaksikan etanol dengan asam sulfat dan asam fosfat. Senyawa

yang dihasilkan oleh reaksi ini sangat berguna sebagai agen etilasi dalam sintesis organik.

Dehidrasi

Asam kuat yang sangat higroskopis seperti asam sulfat akan menyebabkan dehidrasi

etanol dan menghasilkan etilena maupun dietil eter:

2 CH3CH2OH → CH3CH2OCH2CH3 + H2O (pada 120'C)

CH3CH2OH → H2C=CH2 + H2O (pada 180'C)

Oksidasi

Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida, yang kemudian dapat dioksidasi lebih

lanjut menjadi asam asetat. Dalam tubuh manusia, reaksi oksidasi ini dikatalisis oleh enzim

tubuh. Pada laboratorium, larutan akuatik oksidator seperti asam kromat ataupun kalium

permanganat digunakan untuk mengoksidasi etanol menjadi asam asetat. Proses ini akan sangat

Page 18: BAB I

sulit menghasilkan asetaldehida oleh karena terjadinya overoksidasi. Etanol dapat dioksidasi

menjadi asetaldehida tanpa oksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat menggunakan piridinium

kloro kromat (Pyridinium chloro chromate, PCC).

C2H5OH + 2[O] → CH3COOH + H2O

Produk oksidasi etanol, asam asetat, digunakan sebagai nutrien oleh tubuh manusia

sebagai asetil-koA.

Pembakaran

Pembakaran etanol akan menghasilkan karbondioksida dan air:

C2H5OH(g) + 3 O2(g) → 2 CO2(g) + 3 H2O(l) (ΔHr = −1409 kJ/mol)

1.8. Deskripsi Proses secara Umum

Secara umum sintesis bioetanol yang berasal dari biomassa terdiri dari dua tahap utama,

yaitu hidrolisis dan fermentasi.

a. Hidrolisa

Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil (-OH) oleh suatu senyawa.

Gugus -OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis

murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air dan hidrolisis

dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan menjadi

hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap.

Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air. Reaksi ini adalah orde

satu karena reaktan air yang dibuat berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan. Reaksi

hidrolisis pati dapat menggunakan katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam. Reaksi yang

terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai berikut

(C6H10O5)n + n H2O → n C6H12O6 (4)

Zat-zat penghidrolisis ada beberapa macam, antara lain :

1. Air

Kelemahan zat penghidrolisa ini adalah prosesnya berjalan lambat, kurang sempurna dan

hasilnya kurang baik. Biasanya ditambahkan katalisator. Untuk mempercepat reaksi dapat

dipakai uap air pada temperatur tinggi.

2. Asam

Asam berfungsi sebagai katalisator dengan pengaktif air dengan kadar asam yang encer.

Umumnya kecepatan reaksi sebanding dengan ion H+ tetapi konsentrasi yang tinggi

Page 19: BAB I

hubungannya tidak terlihat lagi. Dalam industri asam yang dipakai H2SO4, HCl, asam

oksalat. Tetapi asam oksalat jarang digunakan karena harganya mahal. HCl lebih

menguntungkan karena lebih reaktif dibandingkan H2SO4.

3. Basa

Basa yang dipakai dalam 3 bentuk yaitu basa encer , basa pekat, dan basa padat.

4. Enzim

Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut

dengan enzymatic hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau

jenis yang lain. Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim adalah dapat mengurangi

penggunaan asam sehingga dapat mengurangi efek negatif terhadap lingkungan. Penggunaan

enzim dalam industri misalnya pembuatan alkohol dari tetes tebu.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempercepat atau menyempurnakan reaksi

adalah dengan mengatur variabel yang berpengaruh pada proses, sebagai berikut :

Katalisator, yang dapat digunakan untuk hidrolisa diantaranya enzim atau asam yaitu

HCl, H2SO4, HNO3

Suhu dan tekanan, hal ini mengikuti persamaan Arrhenius, dimana makin tinggi suhu

makin cepat jalannya reaksi.

Pencampuran, pada proses basah dapat dilakukan dengan cara mengaduk, untuk proses

kontinyu dapat dilakukan dengan mengatur masuknya bahan agar timbul olakan.

Perbandingan zat pereaksi, salah satu pereaksi apabila diberi berlebihan agar dapat

menggeser kesetimbangan kearah kanan. Suspensi pati yang rendah kadarnya justru

memberikan hasil yang lebih baik karena molekul zat pereaksi mudah bergerak.

b. Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik

(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi dalam

lingkungan anaerobik tanpa akseptor elektron eksternal.

Gula merupakan bahan yang umum digunakan dalam fermentasi. Beberapa

contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, asam butirat, etanol. Ragi dikenal

sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam

bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia

Page 20: BAB I

Gambar 1.4. Jalur Glikolisis Glukosa

selama kerja yang keras (tidak memiliki akseptor elektron eksternal) dapat dikategorikan

sebagai bentuk fermentasi.

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan

dan produk yang dihasilkan. Glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana

akan menghasilkan etanol (2C2H5OH) melalui fermentasi.

Persamaan Reaksi Kimia :

+ 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Jalur biokimia yang terjadi bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi pada

umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi

aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk

akhir yang dihasilkan.

Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi alkohol :

Bakteri : Clostridium acetobutylicum, Klebsiella pnemoniae, Leuconoctoc

Page 21: BAB I

mesenteroides, Sarcina ventriculi, Zymomonas mobilis, dan lain-lain.

Fungi    : Aspergillus oryzae, Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyreromyces fragilis,

Mucor sp., Neurospora crassa, Rhizopus sp., Saccharomyces beticus,

S. cerevisiae, S.ellipsoideus, S. oviformis, S. saki, Torula sp., dan lain-lain.