BAB I
-
Upload
willy-wirawan -
Category
Documents
-
view
71 -
download
3
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau, bahasa,
suku dan agama. Salah satu pulau yang terdapat di Indonesia adalah pulau jawa.
Di pulau jawa ini terdapat beragam suku yaitu suku jawa, baduy, betawi dan salah
satunya juga adalah suku sunda.
Jika membahas tentang suku maka akan berhubungan dengan budaya, adat
istiadat dan kebiasaan masyarakatnya. Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Sedangkan adat istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu negeri
yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini
pada umumnya menyangkut pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat,
seperti acara-acara keramaian anak negeri, seperti pertunjukan randai, saluang,
rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara
perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati
kedatangan tamu agung.
Suku sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau
Jawa, Indonesia, dengan istilah Tatar Pasundan yang mencakup wilayah
administrasi provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta, Lampung dan wilayah barat
Jawa Tengah (Banyumasan). Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di
Indonesia. Sekurang-kurangnya 15,2% penduduk Indonesia merupakan orang
Sunda. Jika Suku Banten dikategorikan sebagai sub suku Sunda maka 17,8%
penduduk Indonesia merupakan orang Sunda. Mayoritas orang Sunda beragama
Islam, akan tetapi ada juga sebagian kecil yang beragama kristen, Hindu, dan
Sunda Wiwitan/ Jati Sunda. Agama Sunda Wiwitan masih bertahan di beberapa
komunitas pedesaan suku Sunda, seperti di Kuningan dan masyarakat suku Baduy
di Lebak Banten yang berkerabat dekat dan dapat dikategorikan sebagai suku
Sunda.
1
Wilayah yang mayoritas masyarakatnya masih mempertahankan adat
istiadat dan kebudayaannya dizaman yang serba modern ini. Salah satunya adalah
di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Terletak 38 km
dari kota Bandung dan 11 km dari pusat Kecamatan Pangalengan Bandung
Selatan yang bernama Kampung Cikondang.
Penelitian ini bertitik tolak pada permasalahan diatas, dengan tujuan untuk
mengetahui kebudayaan, adat istiadat, dan kebiasaan masayarakat apa saja yang
ada di Kampung Cikondang. Dengan memperhatikan sisi kearsitekturannya juga.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi pada penelitian ini
adalah “Masuknya aliran modernisasi ke lingkungan sekitar Kampung Cikondang
berdampak pada hilangnya keaslian kebudayaan dan adat istiadat terdahulu”.
C. Batasan Masalah
Agar masalah tidak terlalu meluas, maka penelitian ini diberikan batasan
permasalahan yaitu “Objek yang kami teliti yaitu mengenai kebudayaan, adat istiadat
sistem kekerabatan, arsitektur dan letak geografis Kampung Adat Cikondang”.
D. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah adat istiadat dari Kampung Cikondang?;
2. Bagaimana segi arsitektu rumah tradisional di Kampung Cikondang?;
3. Bagaimana letak geografis di Kampung Cikondang?.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian di Kampung Cikondang ini adalah:
1. Mengetahui adat istiadat di Kampung Cikondang;
2. Mengetahui segi arsitektur rumah tradisional di Kampung Cikondang;
3. Mengetahui letak geografis di Kampung Cikondang.
2
F. Manfaat
Adapun manfaat yang kami dapatkan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mendapatkan pengetahuan tentang kebudayaan dan adat istiadat Kampung
Cikondang
2. Mengetahui secara langsung kondisi Kampung Cikondang
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Arsitektur Vernakular
Kata ‘Vernakular’ berasal dari bahasa Latin yaitu ‘Vernakulus’ yang
memiliki arti penduduk negeri dan pribumi. Oleh karena itu, Arsitektur
Vernakular dapat dikatakan sebagai arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari
arsitektur pribumi. Pendapat lain mengatakan bahwa arsitektur vernakular
merupakan pengembangan dari arsitektur rakyat yang memiliki nilai ekologis,
arsitektonis, dan alami karena mengacu pada kondisi, potensi iklim dan budaya
masyarakat lingkungannya (Victor Papanek).
Selain itu, arsitektur vernakular juga dapat diartikan sebagai arsitektur yang
dibangun dan digunakan oleh masyarakat lokal dan tanpa arsitek. Hal tersebut
diwujudkan menggunakan teknik membangun yang didapat secara turun-
temurun. Proses pembangunan ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi
lingkungan karena arsitektur vernakular yang bergantung pada sumber daya
lokal.
Indonesia merupakan kepulauan yang memiliki budaya yang bermacam-
macam yang tersebar sesuai wilayahnya. Kekayaan akan kebudayaan ini tentu
mempengaruhi identitas serta aspek arsitekturnya. Menurut Mario Salvadori,
Arsitektur itu sendiri adalah buah daripada budaya. Oleh karena itu, hubungan
antara arsitektur dengan budaya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing daerah di
Indonesia memiliki tipe rumah tradisional yang unik yang dibangun berdasarkan
budaya dan tradisi arsitektur vernakularnya.
Salah satu wilayah yang memiliki bangunan etnik yang khas sebagai
arsitektur vernakular yang hingga kini masih terpelihara adalah di tatar Sunda.
B. Arsitektur Tradisional Masyarakat Sunda
Arsitektur tradisional masyarakat sunda lekat dengan banyak hal.
Diantaranya yaitu bagaimana arsitektur tersebut membagi suatu ruang atau
wilayah yang bersifat sakral atau profan. Arsitektur Tradisional masyarakat sunda
berada pada cakupan sebuah wilayah yang disebut Kampung Adat. Kampung adat
4
terbentuk dari sekurang-kurangnya dua puluh rumah beserta fasilitas
pendukungnya.
1. Berdasarkan letak geografisnya, kampung masyarakat Sunda terbagi menjadi:
a. Kampung pegunungan;
b. Kampung dataran rendah;
c. Kampung pantai.
2. Berdasarkan mata pencahariannya, kampung masyarakat Sunda terbagi
menjadi:
a. Kampung pertanian;
b. Kampung nelayan;
c. Kampung kerajinan.
3. Berdasarkan ukuran luas, kampung masyarakat Sunda terbagi menjadi:
a. Kampung gede : yang berukuran besar dan sebagai pusat;
b. Kampung leutik : berukuran kecil dan tersebar.
4. Kampung masyarakat sunda juga memiliki pola, diantaranya:
a. Pola linier: Kampung dengan perumahan penduduk memanjang
mengikuti alur jalan kampung;
b. Pola Radial: Kampung dengan perumahan penduduk berkelompok pada
persimpangan jalan;
c. Pola di sekitar alun-alun atau lapangan terbuka : Kampung dengan
perumahan penduduk berkelompok di sekeliling lapangan terbuka atau
alun-alun.
5. Menurut Bidang Kebudayaan Tahun 2009, Kampung Adat Sunda yang
terdapat di Jawa Barat diantaranya:
a. Kampung Cikondang yang berlokasi di Desa Lamajang, Kecamatan
Pangalengan, Kabupaten Bandung;
b. Kampung Kuta yang berlokasi di Desa Karang paningal, Kecamatan
Tambaksari, Kabupaten Ciamis;
c. Kampung Mahmud yang berlokasi di Desa Mekarrahayu, Kecamatan
Margaasih, Kabupaten Bandung;
d. Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar yang berlokasi di Kampung
Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi
5
e. Kampung Dukuh yang berlokasi di Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet,
Kabupaten Garut;
f. Kampung Naga yang berlokasi di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,
Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat;
g. Kampung Pulo yang berlokasi di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles,
kabupaten Garut;
h. Kampung Urug yang berlokasi di Desa Kiarapandak, Kecamatan
Sukajaya, Kabupaten Bogor.
6
BAB III
DESKRIPSI DATA KAMPUNG
A. Letak Geografis
Kampung Adat Cikondang terletak di Desa Lamajang Pangalengan dengan
wilayah seluas kurang lebih 2 Hektar. Desa Lamajang ini berbatasan dengan Desa
Cipinang Kecamatan Cimaung di sebelah utara. Sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Pulo Sari Kecamatan Pangalengan. Sebelah timur berbatasan dengan
Desa Cikalong dan Desa Tribhakti. Sebelah barat berbatasan dengan Desa
sukamaju Kecamatan Cimaung.
B. Jumlah Penduduk
Menurut Dewan pemerhati kehutanan dan lingkungan Tatar Sunda, Dr. Ir.
Mubiar Purwasasmita, M.Sc. jumlah penduduk Desa Lamajang + 21 % atau
sekitar 2500 jiwa. Jumlah penduduk laku-laki di Kampung Adat ini lebih banyak
dari penduduk perempuan.
C. Sejarah
Kampung Adat ini awalnya merupakan sebuah pemukiman dengan pola
arsitektur tradisional yang terdiri dari rumah-rumah seperti Bumi Adat.
Masyarakat Kampung Adat Cikondang meyakini bahwa leluhur mereka adalah
seorang wali yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Mereka
menyebutnya dengan sebutan Uyut Pameget dan Uyut Istri yang diyakini dapat
memberi berkah serta melindungi anak cucunya. Diperkirakan kampung adat
Cikondang didirikan sekitar tahun 1800.
Kampung Adat ini diberi nama Cikondang karena menurut sejarahnya, di
daerah tersebut terdapat seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang
dinamakan Kondang. Selanjutnya, tempat tersebut dinamakan Cikondang yang
merupakan perpaduan dari kata ‘Ci’ yang artinya air (sumber air), dan ‘Kondang’
yaitu nama pohon tersebut.
Pada awalnya, pemukiman ini terdiri dari kurang lebih enam puluh rumah.
Namun, sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan seluruh
7
wilayah pemukiman tersebut dan menyisakan satu rumah yang kini dijadikan
Bumi Adat oleh masyarakat Kampung Adat Cikondang. Beberapa dugaan tentang
penyebab kebakaran bermunculan, salah satunya yaitu karena kampung
Cikondang merupakan tempat persembunyian para pejuang Indonesia dari
penjajah Belanda. Namun pada akhirnya tempat tersebut diketahui oleh Belanda
sehingga tempat tersebut dihanguskan.
Bumi Adat sebagai satu-satunya bangunan yang masih utuh pada saat itu
hingga kini masih dijaga dan dipelihara. Hal tersebut diyakini sebagai pesan dari
leluhur masyarakat Kampung Adat Cikondang.
Sampai sekarang terdapat enam kuncen yang memelihara Bumi Adat di
Kampung Adat Cikondang, yaitu:
a. Ma Empuh
b. Ma Akung
c. Anom Idil
d. Anom Rumya
e. Aki Emen
f. Anom Juhana
D. Sistem Kepercayaan/Agama
Agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Kampung Adat
Cikondang adalah Agama Islam. Namun, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Kampung Adat Cikondang masih mempercayai adanya roh-roh para leluhur.
Masyarakat Kampung Adat Cikondang meyakini bahwa roh-roh leluhur tersebut
akan terus melindungi mereka setiap saat, menyelamatkan dari berbagai
persoalan, dan mencegah bahaya yang akan datang.
Kepercayaan mereka pada leluhur tersebut berpengaruh pada adat istiadat
yang hingga kini masih dijalankan oleh masyarakat Kampung Adat Cikondang.
Adat istiadat ang dimaksud yaitu upacara-upacara adat serta adanya tabu/
pantangan-pantangan yang masih melekat di Kampung Adat tersebut.
8
E. Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian masyarakat Kampung Adat Cikondang adalah bertani dan
berdagang. Jenis pertanian tersebut diantaranya padi dan sayuran.
F. Pendidikan
Sebagian besar Masyarakat Kampung Adat Cikondang memiliki
penghasilan yang memadai dari bertani dan berdagang. Setiap keluarga mampu
menyekolahkan anaknya sampai sekolah menengah atas bahkan perguruan tinggi.
G. Sosial dan Kemasyarakatan
Hubungan sosial antar masyarakat Kampung Adat Cikondang terjalin
dengan baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya acara khusus
ataupun upacara yang masih dilakukan secara bersama-sama dan bergotong
royong. Selain dengan sesama masyarakat kampung, masyarakat ini juga terbuka
dan menerima kehadiran orang lain diluar Kampung Adat.
9
BAB VI
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kampung Adat Cikondang memiliki banyak hal menarik untuk dikaji. Objek
yang kami teliti yaitu mengenai adat istiadat, kebudayaan, sistem kekerabatan, dan
arsitektur.
A. Adat Istiadat
1. Seleh Taun Mapag Taun ( Musiman / Wuku Taun )
Upacara ini berkaitan dengan peringatan Tahun Baru Hijriah.
Diperingati setiap tanggal 15 Muharam. Adapun tujuan pelaksanaan
upacara ini yaitu sebagai upacara untuk mengungkapkan rasa terimakasih
dan rasa syukur, tujuan lainnya adalah berdo’a memohon keselamatan
kepada Yang Maha Kuasa. Upacara ini diselenggarakan di Bumi Adat.
2. Ngaruat Lembur (Hajat Lembur)
Upacara ini dilaksanakan setahun sekali setiap bulan Safar, hari
selasa atau kamis, jam 11.00 s.d 5.00. Upacara ini dilaksanakan di tengah-
tengah kampung. Yang dimaksud dengan Ngaruat Lembur atau Hajat
Lembur adalah mengadakan selamatan yang dilakukan untuk keselamatan
kampung halamannya.
3. Ngaruat Kandang Hayam.
Acara ini sering dilakukan pada kesempatan-kesempatan yang
berkaitan dengan maksud seseorang, misalnya pada saat akan membuat
rumah, membuat pacilingan, dan pada saat seorang warga akan membuat
kandang ayam. Upacara ini dilakukan diatas tanah yang akan dibuat
sebagai kandang ayam. Kegiatan ini biasa dilakukan sekitar pukul 7.00,
8.00, dan 11.00.
4. Rasulan
Maksud upacara rasulan adalah mengadakan upacara adat untuk
keselamatan para karuhun, nenek moyang mereka sebagai perintis
berdirinya Kampung Cikondang. Upacara ini diadakan di rumah masing-
masing dengan mengundang warga sekitar rumah dan diadakan pada bulan
10
silih Mulud. Upacara ini biasanya diselenggarakan pada hari selasa dan
kamis, malam hari antara waktu shalat magrib atau isya.
5. Ngabungbang
Upacara Adat ini biasanya dilakukan secara individu, upacara ini
dilakukan oleh seseorang yang menginginkan sesuatu seperti misalnya
ingin segera mendapatkan pekerjaan tetap, ingin mendapatkan jodoh, dan
sebagainya. Upacara ini dilakukan pada tanggal 14 bulan Mulud.
6. Tirakatan
Tirakat artinya membersihkan diri dengan bertafakur atau
mengasingkan diri di tempat yang sepi. Tirakatan dilakukan jika ia
menginginkan sesuatu misalnya ingin lulus sekolah, ingin mendapat jodoh,
dan apa yang dimilikinya dapat bemanfaat atau ada hasilnya. Kegiatan ini
dilakukan terus menerus sampai cita-citanya tercapai. Pelaksanaan
tirakatan biasanya dilakukan dengan berpuasa disesuaikan dengan hari
kelahiran misalnya jika hari kelahirannya hari kamis maka ia akan
memulai tirakatan pada hari rabu dengan melakukan makan sahur pada
pukul satu siang (13.00) dan buka puasa pada hari kamis pukul satu siang
(13.00).
7. Tujuh Bulanan
Upacara Adat ini merupakan perayaan kehamilan berusia tujuh
bulan, adapun tujuan upacara ini adalah ungkapan terimakasih dan syukur
kepada Tuhan YME atas kehamilannya yang sudah berusia tujuh bulan,
dan berharap diberikan kelancaran pada saat melahirkan kelak.
8. Ngalahirkeun
Pada saat melahirkan, sang ibu dibantu oleh paraji (dukun beranak),
dan selesai bersalin, plasenta sang bayi dikuburkan di dekat rumahnya.
Dan dibungkus dengan jonggol (serpihan batang pisang). Setelah itu
membakar kemenyan. Tujuan merawat plasenta bayi sampai dikuburkan
adalah agar usia anak panjang dan mendapatkan banyak berkah dari Tuhan
YME.
11
9. Marhabaan
Marhabaan dilakukan pada saat bayi berumur empat puluh hari.
Acara ini diadakan pada malam hari dengan melakukan kegiatan makan-
makan. Pada acara ini, rambut bayi dipangkas sampai gundul. Pada hari itu
juga sang bayi diberi nama oleh kedua orangtuanya. Puncak acara
biasanya dibacakan wawacan barjah, sebagai hiburan sekaligus berisi
tentang nasihat-nasihat yang baik untuk didengarkan oleh warga yang
hadir.
10. Upacara Kematian
Upacara yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang di
Kampung Cikondang adalah; tiluna, matangpuluh, natus, nyewu, dan
mendak. Sidekah Tiluna diselenggarakan atas meninggalnya seseorang
pada hari ketiga, sidekah tujuhnan dilaksanakan padahari ketujuh, sidekah
matangpuluh diselenggarakan pada hari keempatpuluh, sidekah natus
dilaksanakan pada hari keserataus, sidekah nyewu pada hari keseribu, dan
sidekah mendak dilaksanakan setiap tahun, artinya setiap tahun setelah
kematian yang jatuh pada tanggal dan bulan yang sama.
11. Pada saat akan bertani, para petani menyiapkan seperangkat bahan-bahan
untuk melangsungkan upacara yang sangat sederhana. Acara ini
dilaksanakan pada pagi hari sebelum pukul 10 pagi. Tujuan dilaksanakan
upacara seperti ini adalah agar tanahnya tetap subur dan padinya berbuah
bagus dan berisi sehingga enak untuk dikonsumsi. Adapun saat menjelang
panen, diadakan lagi upacara sederhana. Tujuan diadakannya upacara
menyambut panen ini adalah agar hasilnya lebih banyak sehingga cukup
untuk dikonsumsi sampai datang musim panen selanjutnya.
B. Kebudayaan
1. Pantangan-pantangan yang ada (tabu)
Selain masih mempercayai adanya roh-roh leluhur, masyarakat
Kampung Adat Cikondang mempercayai adanya pantangan-pantangan
yang hingga kini masih melekat di Kampung Adat Cikondang,
diantaranya:
12
a. Tidak boleh memanjangkan kaki ke sebelah selatan, karena sebelah
selatan adalah tempat orang yang telah meninggal;
b. Tidak boleh membangun rumah menghadap selatan;
c. Buang air harus menghadap ke utara dan tidak boleh menghadap ke
selatan, karena di sebelah selatan terdapat tempat suci yang tidak boleh
dikotori;
d. Rumah memiliki satu pintu untuk keluar-masuk agar kehidupannya
selamat;
e. Tidak boleh menebang kayu di hutan keramat;
f. Ziarah tidak boleh dilakukan pada hari jumat dan sabtu;
g. Tidak ada yang boleh masuk ke Bumi Adat pada hari jumat dan sabtu;
h. Rumah Adat tidak boleh dimasuki oleh wanita yang sedang haid dan
orang yang beragama non-islam;
i. Tidak boleh membawa barang pecah belah dan barang elektronik
kedalam Bumi Adat.
2. Tradisi Kebudayaan
a. Benda Pusaka Purbakala masih dipelihara, setiap setahun sekali
tepatnya di bulan Muharam, mereka secara bersama-sama untuk
memandikan benda pusaka tersebut. Benda pusaka yang menjadi
keramat bagi masayarakat di Kampung Adat Cikondang diantaranya
berupa:
1. Keris pusaka duhung lekuk tujuh dan lima sampai lekuk sembilan,
ada badik dan gobang citrayuda, yang artinya kecil-kecil jagoan
perang;
2. Bayonet rampasan dari Jepang ata unipon.
b. Pakaian
1. Laki-laki: tutup kepala berupa kopeah/peci, baju kampret, celana
sontog, alas kaki gamparan bagi kaum laki-laki.
Bagi kaum perempuan rambut digelung, baju kebaya, pakai
karembong, sinjang kain kebat, alas kaki kelom.
2. Pakaian adat wuku taun
13
Laki-laki: tutup kepala disebut iket alias totopong, dengan corak
batik, model pemakaian yaitu poros nangka, kolenyangsang, dan
barangbang semplak. Baju kampret putih, celana sontog hitam, sarung
dan alas kaki terumpah atau gamparan.
Bagi perempuan: tutup kepala cindung, rambut digelung, baju
kebaya, pakai epek/ amben sinjang kain kebat, alas kaki kelom.
Bagi perempuan yang melaksanakan numbuk padi adat wuku taun,
kepala pakai cindung digelung, baju cukup pakai kaway diamben,
sinjang kebat, alas kaki kelom.
C. Sistem Kekerabatan
Jabatan kuncen di Bumi Adat atau ketua adat kampung Cikondang memiliki
pola pengangkatan yang khas. Ada beberapa syarat untuk menjadi kuncen Bumi
Adat, yaitu harus memiliki ikatan darah atau masih keturunan leluhur Bumi Adat.
la harus laki-laki dan dipilih berdasarkan wangsit, artinya anak seorang kuncen
yang meninggal tidak secara otomatis diangkat untuk menggantikan ayahnya. Dia
layak dan patut diangkat menjadi kuncen jika telah menerima wangsit. Biasanya
nominasi sang anak untuk menjadi kuncen akan sirna jika pola pikirnya tidak
sesuai dengan hukum adat leluhurnya.
Pergantian kuncen biasanya diawali dengan menghilangnya "cincin wulung"
milik kuncen. Selanjutnya orang yang menemukannya dapat dipastikan menjadi
ahli waris pengganti kuncen. Cincin wulung dapat dikatakan sebagai mahkota
bagi para kuncen di Bumi Adat kampung Cikondang.
Kuncen yang telah terpilih, dalam kehidupan sehari-hari diharuskan
mengenakan pakaian adat Sunda, lengkap dengan iket (ikat kepala). Jabatan
kuncen Bumi Adat mencakup pemangku adat, sesepuh masyarakat, dan pengantar
bagi para pejiarah.
D. Arsitektur
Bentuk rumah di Kampung Adat Cikondang yaitu Rumah Panggung
(memiliki kolong), merupakan salah satu prototype rumah adat daerah Jawa Barat.
Bumi Adat ini memiliki bentuk atap suhunan jolopong (suhunan lurus) yakni
14
bentuk atap yang terdiri dari dua bidang atap yang terdiri dari dua bidang atap.
Kedua bidang atap ini dipisahkan oleh jalur bubungan (suhunan) di bagian tengah
bangunan rumah. Pintu muka rumah ini dikenal dengan bentuk buka palayu yakni
letak pintu sejajar dengan salah satu sisi bidang atap, dengan demikian jika dilihat
dari arah muka tampak dengan jelas keseluruhan garis suhunan yang melintang
dari kiri ke kanan. Di halaman bumi adat terdapat bangunan pelengkap antara lain
lumbung padi (leuit), kolam, jamban atau kamar mandi. Leuit ini terletak di depan
(timur laut) rumah, sedangkan kolam dan kamar mandi/jamban terletak di sebelah
timur rumah, serta saung lisung (tempat menumbuk padi).
1. Atap
Atap adalah bagian dari suatu bangunan yang berfungsi sebagai penutup
seluruh ruangan yang ada dibawahnya terhadap pengaruh panas, hujan, angin,
debu atau untuk keperluan perlindungan.
Rumah adat Kampung Cikondang bagian penutup atapnya tebuat dari
talahab yaitu penutup atap yang terbuat dari bilahan bambu. Bentuk atap yaitu
suhunan jolopong.
Gambar 1. Atap
15
2. Plafon/ langit-langit
Plafond, berasal dari bahasa Belanda yang artinya langit-langit. Kata
langit-langit mungkin terasa kurang pas dan juga terlalu panjang maka orang
sekarang lebih suka menyebutnya plafon. Plafon menjadi salah satu elemen
yang harus dipenuhi agar interior ruang terlihat lebih rapi. Fungsi plafon
adalahSebagai pembatas antara ruang atap dan ruang aktivitas dibawahnya.
dan sebagai penutup kesemrawutan dalam ruang atap, seperti: simpang
siurnya konstruksi.
di Kampung Cikondang Plafon/ langit-langit (lalangit/paparan) terbuat
dari bilah-bilah bambu yang dipasang dengan jarak tertentu,ada juga lalangit
yang dibuat dari bambu bulat (utuh) yang dijajar rapat.
Gambar 2. Plafon
3. Tiang dan pondasi
Tiang atau kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang
memikul beban dari balok. Tiang atau kolom merupakan suatu elemen
struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga
keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat
menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh
total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).
Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi
untuk menempatkan bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari
struktur atas ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa
terjadinya differential settlement pada sistem strukturnya.
16
Tiang rumah adat Kampung Cikondang terbuat dari bahan kayu, untuk
pondasi tiang digunakan batu alam berbentuk bulat.
Gambar 3. Tiang dan pondasi
4. Dinding
Dinding adalah suatu struktur padat yang membatasi dan kadang
melindungi suatu area. Umumnya, dinding membatasi suatu bangunan dan
menyokong struktur lainnya, membatasi ruang dalam bangunan menjadi
ruangan-ruangan, atau melindungi atau membatasi suatu ruang di alam
terbuka. Tiga jenis utama dinding struktural adalah dinding bangunan, dinding
pembatas (boundary), serta dinding penahan (retaining).
Dinding rumah adat kampung cikondang terbuat dari anyaman bambu
(bilik). Untuk menahan dinding rumah di bagian dalam dipasang kayu dengan
posisi horizontal disebut Paneer dan berfungsi pula sebagai penahan tiang
rumah.
Gambar 4. Dinding
17
5. Jendela
Jendela adalah produk yang memungkinkan pembukaan pada
tembok/pintu agar cahaya, udara atau suara dapat masuk ke dalam. Biasanya
dipasang dengan kaca atau dilapisi dengan material transparan, yang
ditempatkan dalam suatu rangka yang menahannya dengan kuat.
Jendela rumah adat Kampung Cikondang berbentuk persegi panjang dan
dipasang kayu dengan jarak tertentu secara vertikal disebut jalosi, serta daun
jendela kayu sebagai penutupnya.
Gambar 5. Jendela
6. Lantai
Lantai adalah bagian dasar sebuah ruang, yang memiliki peran penting
untuk memperkuat eksistensi obyek yang berada di dalam ruang. Fungsi lantai
secara umum adalah menunjang aktivitas dalam ruang dan membentuk
karakter ruang. Ketika orang berjalan di atas lantai, maka karakter yang
muncul adalah tahan lama, tidak licin dan berwarna netral (tidak dominan).
Lantai rumah digunakan untuk meletakkan barang-barang seperti kursi, meja,
almari, dan sebagainya serta mendukung berbagai aktivitas seperti berjalan,
anak-anak berlari, duduk di lantai, dan lain-lain.
Lantai (palapuh) rumah adat kampung cikondang terbuat dari bambu
yang dibentuk lempengan bambu yang digelarkan di atas bambu bulat (utuh)
dinamakan dengan darurang.
Gambar 6. Lantai
18
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian kami, Kampung Adat Cikondang adalah salah satu
kampung adat yang ada dalam zona tidak aman, karena cepat atau lambat bisa
tersisihkan oleh lingkungan di sekitarnya. Tersisihkan adat istiadatnya, tersisihkan
budayanya, tersisihkan arsitektur rumah adatnya, dan sebagainya. Bisa
disimpulkan seperti ini karena radius satu meter saja sudah banyak perbedaan
drastis yang timpang, seperti rumah – rumah warga yg sudah mulai mendirikan
rumah tinggal dengan nuansa yang modern, mulai menggunakan listrik, dan lain
sebagainya. Ini menjadi satu kekhawatiran besar yang bisa menggerus keteguhan
para penghuni kampung adat Cikondang. Karena modernitas selalu menggiurkan,
bagi siapapun.
Ini terbukti dari obrolan sesepuh Kampung Adat Cikondang yang
mengatakan bahwa sudah mulai ada generasi muda Kampung Adat Cikondang
yang mulai tidak tertarik untuk tidak mendalami dan melakoni adat yang menjadi
kebanggaan selama berpuluh – puluh tahun itu.
Bagaimana pun, mereka harus diperhatikan. Kampung Adat Cikondang
harus dilestarikan. Adat mereka harus dihargai dan dihormati. Budaya mereka
harus tetap tertanam kokoh di atas tanah mereka sendiri dan tidak ada yang bisa
menggoyahkannya. Semua hal yang telah dipaparkan di atas menjadi poin penting
yang menjadi tugas bersama. Bukan hanya tugas pemerintah yang harusnya peka,
tapi masyarakat sekitarnya, bahkan para pengunjungnya pun harus sadar bahwa
Kampung Adat Cikondang dengan segala kekayaan tradisinya adalah aset budaya
dan warisan tatar Sunda yang harus dijaga.
Semoga dengan adanya laporan dari hasil penelitian ini bisa menjadi bahan
pertimbangan bagi pihak/lembaga yang berwenang, dan bagi siapapun
pembacanya. Semoga Kampung Adat Cikondang selalu berkembang dan tetap
lestari.
19
B. Rekomendasi
Adapun saran-saran yang dapat disampaikan yaitu :
1. Penulis berharap pemerintah merencanakan dan melaksanakan pantauan rutin
ke Kampung Adat Cikondang. Karena selain menjadi warisan yang akan
menjadi identitas tatar Sunda pada khususnya, dan identitas bangsa pada
umumnya Kampung Adat Cikondang ini menjadi aset pariwisata milik
bangsa yang harus dikelola sebaik mungkin.
2. Penulis berharap laporan ini dapat menjadi sumber untuk pembaharuan
informasi mengenai Kampung Adat Cikondang.
3. Penulis berharap kritik dan saran untuk memperbaiki segala kekurangan yang
terdapat di dalam laporan ini.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1 halaman:
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/destdet.php?id=24&lang=i d
Anonimous. 2014. Bandungheritage1 halaman:
http://www.bandungheritage.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=17:kampung-dan-rumah-adat-di-
jawa-barat&catid=14:heritage
Anonimous. 2012. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI). Menggali masa
lalu, pada masa kini, untuk masa depan yang cerah. 1 halaman:
http://iaaipusat.wordpress.com/2012/03/19/arsitektur-vernakular-
indonesia-peran-fungsi-dan-pelestarian-di-dalam-masyarakat/
Bidang kebudayaan. 2009. Data Kampung Adat di Jawa Barat. 26 halaman:
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/fupload/Data%20Kampung
%20Adat%20di%20Jawa%20Barat.pdf?idf=22
Dey Caesstari Caztha. 2011. Scribd. Cikondang. 14 halaman:
http://www.scribd.com/doc/106706821/CIKONDANG
Dicas. 2012. Buka Mata. pengertian budaya, adat istiadat, dan kebiasaan. 1
halaman:
http://buka-mata.blogspot.com/2013/05/pengertian-budaya-adat-istiadat-
dan.html
I Made Asdhiana. 2013. Kompas. com. Kampung Adat Cikondang, Merawat
yang Tersisa. 1 halaman:
http://travel.kompas.com/read/2013/11/22/1655115/Kampung.Adat.Cikon
dang.Merawat.yang.Tersisa
21
Linova zeka. 2014. Scribd. Laporan GEP (Fixed). 16 halaman:
http://www.scribd.com/doc/83220001/Laporan-GEP-Fixed
Meilia Jim Vionna. 2013. komunikasi antarbudaya. Kampung Cikondang, Surga
Tradisional Orang Sunda. 1 halaman:
http://tugaskab.blogspot.com/2013/01/kampung-cikondang-surga-
tradisional.html
PDF. Linda Octavia, 2010. Makna Dalam Arsitektur Vernakular
PDF. Wiranto, 2012. Arsitektur Vernakular Indonesia
PDF. Ir.Primi, 2012. Arsitektur Vernakular Indonesia
22