BAB I

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Demam berdarah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh daerah tropis dan sub- tropis di dunia. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, dengan peningkatan 30 kali lipat dalam insiden global selama 50 tahun terakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa populasi di dunia yang berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam berdarah dengue (DBD) dan 500.000 kasus

description

berisi tentang latar belakang surveilans demam berdarah dengue di kabupaten jepara tahun 2013

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Demam berdarah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama

di seluruh daerah tropis dan sub-tropis di dunia. Penyakit demam berdarah

dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue

yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, dengan peningkatan 30 kali

lipat dalam insiden global selama 50 tahun terakhir. Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) memperkirakan bahwa populasi di dunia yang berisiko

terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal di

daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan

ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun.

Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam berdarah

dengue (DBD) dan 500.000 kasus DBD yang memerlukan perawatan di

rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang

dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DBD mencapai 5%

dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012:1).

Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan

pertama dalam jumlah penderita DBD setia tahunnya. Sementara itu,

terhitung sejak tahun 1986 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi

nomor dua di dunia setelah Thailand (Kemenkes RI, 2010:7).

Page 2: BAB I

Pada tahun 2012, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak

90.245 kasus dengan jumlah kematian 816 orang (Incidence Rate/ Angka

Kesakitan= 37,11 per 100.000 penduduk dan CFR= 0,90%). Terjadi

peningkatan jumlah kasus pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 yang

sebesar 65.725 kasus dengan IR 27,67. Target Renstra angka kesakitan

DBD tahun 2012 sebesar 53 per penduduk, dengan demikian Indonesia telah

mencapai target Renstra 2012 (Dirjen PP & PL Kemenkes RI, 2012:114).

Penyakit DBD masih merupakan masalah serius di Provinsi Jawa

Tengah. Pada tahun 2012 jumlah kasus DBD Provinsi Jawa Tengah

menempati posisi ketiga setelah provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur yaitu

7.088 kasus dengan 108 kematian (Dirjen PP & PL Kemenkes RI,

2012:114). Dari 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD.

Angka kesakitan/ Incindence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2013 sebesar 30,84/100.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan

tahun 2012 sebesar 19,29/100.000 penduduk dan tahun 2011sebesar

15,27/100.000 penduduk, sementara masih dalam target nasional yaitu

<20/100.0000 penduduk. Angka kesakitan tertinggi di Kabupaten Jepara

sebesar 158,6/100/000 penduduk, terendah di Kabupaten Wonogiri sebesar

4,4/100.000 penduduk (Dinkes Prov. Jateng, 2013:24).

Angka kematian/ Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2013 sebesar

1,21% menurun bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 1,52%, tetapi

tetap lebih tinggi dari target nasional <1%. Angka kematian DBD tertinggi

di Provinsi Jawa Tengah adalah di Kabupaten Tegal sebesar 5,5% dan tidak

Page 3: BAB I

ada kematian di 9 kabupaten/kota. Sedangkan kabupaten/kota dengan angla

kematian >1% sebanyak 17 kabupaten/kota (Dinkes Prov. Jateng, 2013:25).

Kabupaten Jepara yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah

pantai dan dataran rendah, merupakan daerah endemik DBD. Terjadi

peningkatan angka kejadian DBD setiap tahunnya, pada tahun 2003 kasus

DBD di Kabupaten Jepara tertinggi di Jawa Tengah dengan jumlah kasus

782 dan kematian 16 orang (CFR 2,04%). Terjadi penurunan pada tahun

2005 terdapat 242 kasus dengan IR sebesar 2,3/100.000 penduduk dan CFR

2,5%. Namun terjadi peningkatan lagi pada tahun 2006 sebesar 455 kasus

dengan IR 4,2/100.000 dan CFR 0,22% dan meningkat tajam pada tahun

2007 sebesar 2136 kasus dengan IR 20,19/100.000 penduduk dan CFR 1,9%

(Dinkes Kab. Jepara, 2013:20-21).

Dalam satu dekade ini, kasus DBD di Kabupaten Jepara cenderung

fluktuatif. Pada tahun 2009 Kabupaten Jepara menduduki peringkat 2

tertinggi kasus DBD di Jawa Tengah, yaitu 1680 kasus dengan IR

15,4/100.000 penduduk dan CFR 1,13% . Kasus DBD meningkat lagi pada

tahun 2010 yaitu 1894 kasus dengan 15 kematian. Terjadi penurunan kasus

pada tahun 2011 dan tahun 2012. Namun, meningkat lagi pada tahun 2013.

Pada tahun 2013 Kabupaten Jepara menempati posisi pertama di Jawa

Tengah sebanyak 1196 kasus dengan angka kesakitan/ Incindence Rate (IR)

sebesar 158,6/100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,6% (Dinkes Kab.

Jepara, 2013:18).

Page 4: BAB I

Jumlah kasus DBD menunjukkan kecenderungan meningkat baik

dalam jumlah, maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis

selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun. Meningkatnya

jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit DBD, disebabkan

karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman

baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk

(PSN), terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta

adanya empat serotype virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Kemenkes,

2004:12).

Berdasarkan kondisi di atas, pemerintah daerah Kabupaten Jepara

memprioritaskan program pemberantasan DBD dalam upaya pemutusan

mata rantai penyakit melalui Kebijakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

(PSN) plus larvasida. Kegiatan ini melibatkan berbagai pihak, antara lain

Pokja/Pokjanal DBD, bidan desa dan jumantik (juru pemantau jentik).

Kegiatan lain yang dilakukan dalam upaya pencegahan dan pemutusan

mata rantai penularan meliputi abatesasi, fogging focus dan penyuluhan/

promosi kesehatan disamping pengobatan penderita. Agar kegiatan tersebut

dapat berlangsung efektif, efisien dan tepat sasaran maka diperlukan suatu

kegiatan surveilans epidemiologi dimana hasil kegiatan surveilans sangat

menentukan tindakan pengambilan keputusan dalam perencanaan,

pelaksanaan maupun evaluasi kegiatan (Azrul A, 1988:56-58).

Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,

analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta

Page 5: BAB I

penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat

mengambil tindakan (Kepmenkes 1116, 2003:5-6). Surveilans epidemiologi

merupakan pengamatan penyakit pada populasi yang dilakukan secara terus-

menerus dan berkesinambungan, untuk menjelaskan pola penyakit,

mempelajari riwayat penyakit dan memberikan data dasar untuk

pengendalian dan penanggulangan penyakit tersebut. Surveilans

epidemiologi tidak terbatas pada pengumpulan data, tetapi juga tabulasi,

analisis dan interpretasi data serta publikasi dan distribusi informasi. Jenis

data yang dikumpulkan juga menyangkut subyek yang sangat luas, tidak

hanya data kesakitan, kematian, wabah, data rumah sakit tetapi lebih luas

termasuk data tentang faktor risiko individu, demografis maupun

lingkungan (Budioro B, 1997:153-6). Dalam masalah penyakit DBD,

surveilans penyakit mencakup empat aspek yaitu (1) surveilans kasus, (2)

vektor (termasuk ekologinya), (3) peran serta masyarakat dan (4) tindakan

pengendalian (Nur N, 2000: 82-91).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten

Jepara, ditinjau dari segi kinerja surveilans demam berdarah tahun 2013

untuk pelaksanaan evaluasi surveilans spidemiologi penyakit demam

berdarah oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara masih terdapat beberapa

masalah seperti: 1) Hasil analisis perkiraan waktu terjadinya KLB seringkali

tidak tepat. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya mobilitas penduduk, dimana

kasus DBD disuatu daerah terjadi akibat virus yang dibawa penduduk dari

daerah lain. 2) Upaya intervensi yang dilakukan (fogging) terbatas pada

Page 6: BAB I

pengendalian penyakit agar kejadian DBD tidak meluas dan belum mampu

mendeteksi seberapa besar kemungkinan suatu daerah akan terjadi kasus

DBD. 3) Kepatuhan petugas dalam penggunaan formulir dalam kegiatan

Penyelidikan Epidemiologi (PE) masih kurang baik. Data yang didapatkan

dari form–PE kurang lengkap karena hanya meliputi pemeriksaan jentik dan

pencarian penderita baru yang terbatas hanya di sekitar kasus. Sedangkan

faktor risiko lain yang berkaitan dengan perilaku dan lingkungan (kebiasaan

PSN, kebiasaan menggantung pakaian, adanya tempat yang dapat

menampung air hujan dan lain-lain) belum ada. Data PE tahun lalu yang

berupa house index (HI) juga sering berubah, sehingga data angka tersebut

tidak dapat dijadikan pedoman untuk intervensi saat ini. 4) Ketepatan waktu

pelaporan bulanan surveilans epidemiologi penyakit demam berdarah

sebesar 56,78%, artinya belum memenuhi target sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116 Tahun 2003 sebesar

80% atau lebih.

Melihat masalah yang ada dalam pelaksanaan evaluasi surveilans

penyakit demam berdarah oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara tahun

2013 di atas, maka perlu adanya penilaian kinerja petugas dalam

melaksanakan kegiatan surveilans epidemiologi penyakit demam berdarah

tingkat puskesmas di Kabupaten Jepara.

Menurut Gibson (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

petugas adalah: 1) Faktor personal/ individu (kemampuan dan keterampilan,

fisik maupun mental, latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial

Page 7: BAB I

dan faktor demografis), 2) Faktor organisasi (sumber daya, kepemimpinan,

imbalan, struktur dan desain pekerjaan), 3) Faktor psikologis (persepsi,

sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi). Berdasarkan penelitian Eni

Haryanti (2010) menyebutkan bahwa variabel motivasi (p=0,008), beban

kerja (p=0,003) dan imbalan (p=0,004) mempengaruhi kinerja petugas

sedangkan variabel pengetahuan (p=0,851) dan ketersediaan sarana

(p=1,000) tidak mempengaruhi kinerja petugas. Penelitian lain oleh Oliva

Virvizat (2013) menyebutkan bahwa variabel pengetahuan (p=0,016) dan

ketersediaan sarana (p=0,004) berhubungan dengan kinerja petugas

sedangkan lama kerja (0,647), pelatihan surveilans (0,988), disiplin kerja

SOP (p=0,100) dan motivasi (p=0,977) tidak mempengaruhi kinerja

petugas. Variabel tingkat pengetahuan (p=0,0016) yang diungkapkan oleh

Oliva Virvizat (2013) dengan variabel pengetahuan (p=0,851) dalam

penelitian Eni Haryanti (2010) hasilnya berbeda. Penelitian yang dilakukan

oleh Oliva Virvizat (2013) mengenai variabel ketersediaan sarana (p=0,004)

berhubungan dengan kinerja petugas juga berbeda dengan hasil yang

disebutkan oleh Nur Khayati (2012) bahwa variabel ketersediaan sarana

(p=1,000) tidak berhubungan dengan kinerja petugas. Selain itu penelitian I

Gusti Agung Ketut Suardiana (2009) menyebutkan bahwa variabel motivasi

(p=0,872) tidak berhubungan dengan kinerja petugas, hal ini berbeda

dengan hasil penelitian Eni Haryanti (2010) yang menyebutkan bahwa

variabel motivasi (p=0,008) berhubungan dengan kinerja petugas. Variabel

beban kerja (p=0,003) pada penelitian Eni Haryanti (2010) berhubungan

Page 8: BAB I

dengan kinerja petugas sedangkan pada penelitian I Gusti Agung Ketut

Suardiana (2009) menyebutkan bahwa variabel beban kerja (p=0,963) tidak

berhubungan dengan kinerja petugas.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nur Kahyati (2012) menyebutkan

bahwa variabel masa kerja (p=0,018) dan tingkat pendidikan (p=0,025)

berhubungan dengan kinerja petugas sedangkan variabel tingkat pegetahuan

(p=0,569), sikap petugas (p=0,274), dukungan pimpinan (p=1,000) dan

kelengkapan sarana (p=0,596) tidak berhubungan dengan kinerja petugas.

Berbeda dengan penelitian I Gusti Agung Ketut Suardiana (2009) yang

menyebutkan bahwa variabel masa kerja (p=0,475) tidak berhubungan

dengan kinerja petugas. Variabel tingkat pendidikan (p=0,025) pada

penelitian Nur Khayati (2012) berhubungan dengan kinerja petugas

sedangkan pada penelitian Oliva Virvizat (2013) variabel tingkat pendidikan

(p=1,000) tidak berhubungan dengan kinerja petugas. Penelitian I Gusti

Agung Ketut Suardiana (2009) mengenai variabel jenis kelamin (p=0,962)

dengan penelitian Oliva Virvizat (2013) mengenai variabel jenis kelamin

(p=0,316) sama-sama tidak berhubungan dengan kinerja petugas.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin petugas

surveilans epedimiologi demam berdarah, tingkat pendidikan petugas

surveilans epedimiologi demam berdarah, tingkat pengetahuan surveilans

epedimiologi demam berdarah, masa kerja petugas surveilans epedimiologi

demam berdarah, beban kerja petugas surveilans epidemiologi demam

berdarah, pemberian motivasi oleh kepala puskesmas kepada petugas

Page 9: BAB I

surveilans epedimiologi demam berdarah, dan ketersediaan sarana yang

menunjang kegiatan surveilans epedimiologi demam berdarah.

Peneliti mengambil variabel bebas tersebut karena masih adanya

ketidak-konsistensian dalam hasil penelitian-penelitian sebelumnya, selain

itu juga berdasarkan pertimbangan hasil penelitian pendahuluan yang

dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara megenai evaluasi

pelaksanaan surveilans penyakit demam berdarah di Kabupaten Jepara tahun

2013.

Kaitannya dengan pelaksanaan surveilans, maka pelaksanaan

surveilans yang optimal akan dapat menggambarkan epidemiologi penyakit

demam berdarah dengan tepat sehingga akan menghasilkan informasi

epidemiologi yang berguna dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan

dengan penyakit demam berdarah sehingga dapat menurunkan angka

kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit demam berdarah.

Tingkat administratif kesehatan di tingkat kabupaten adalah Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) puskesmas yang melaksanakan program berkaitan

dengan pengendalian penyakit demam berdarah yang berada di wilayah

kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mencoba meninjau,

mempelajari, dan meneliti lebih jauh mengenai “Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit

Demam Berdarah di Kabupaten Jepara Tahun 2013”.

Page 10: BAB I

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Rumusan Masalah Umum

Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan

surveilans epidemiologi penyakit demam berdarah tingkat

puskesmas di Kabupaten Jepara tahun 2013?

1.2.2. Rumusan Masalah Khusus

a. Apakah faktor jenis kelamin petugas surveilans demam

berdarah berhubungan dengan kinerja petugas surveilans

epidemiologi demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten

Jepara tahun 2013?

b. Apakah faktor tingkat pendidikan petugas surveilans demam

berdarah berhubungan dengan kinerja petugas surveilans

epidemiologi demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten

Jepara tahun 2013?

c. Apakah faktor tingkat pengetahuan petugas surveilans demam

berdarah berhubungan dengan kinerja petugas surveilans

epidemiologi demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten

Jepara tahun 2013?

d. Apakah faktor masa kerja petugas surveilans demam berdarah

berhubungan dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi

demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten Jepara tahun

2013?

Page 11: BAB I

e. Apakah faktor beban kerja petugas surveilans demam berdarah

berhubungan dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi

demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten Jepara tahun

2013?

f. Apakah faktor pemberian motivasi oleh kepala puskesmas

kepada petugas surveilans demam berdarah berhubungan

dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi demam

berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten Jepara tahun 2013?

g. Apakah faktor ketersediaan sarana kegiatan surveilans demam

berdarah berhubungan dengan kinerja petugas surveilans

epidemiologi demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten

Jepara tahun 2013?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian Umum

Untuk mengatahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

pelaksanaan surveilans epidemiologi demam berdarah tingkat

puskesmas di Kabupaten Jepara tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Penelitian Khusus

a. Mengetahui hubungan jenis kelamin petugas surveilans demam

berdarah dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi

demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten Jepara tahun

2013.

Page 12: BAB I

b. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan petugas surveilans

demam berdarah dengan kinerja petugas surveilans

epidemiologi demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten

Jepara tahun 2013.

c. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan petugas surveilans

demam berdarah dengan kinerja petugas surveilans

epidemiologi demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten

Jepara tahun 2013.

d. Mengetahui hubungan masa kerja petugas surveilans demam

berdarah dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi

demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten Jepara tahun

2013.

e. Mengetahui hubungan beban kerja petugas surveilans demam

berdarah dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi

demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten Jepara tahun

2013.

f. Mengetahui hubungan pemberian motivasi oleh kepala

puskesmas kepada petugas surveilans demam berdarah dengan

kinerja petugas surveilans epidemiologi demam berdarah tingkat

puskesmas di Kabupaten Jepara tahun 2013.

g. Mengetahui hubungan ketersediaan sarana kegiatan surveilans

demam berdarah dengan kinerja petugas surveilans

Page 13: BAB I

epidemiologi demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten

Jepara tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan memberikan manfaat:

1.4.1. Bagi Petugas P2P (Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit) Dinas

Kesehatan Kabupaten Jepara

Dapat memberikan masukan kepada petugas P2P (Pemberantasan

dan Pencegahan Penyakit) Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan

surveilans epidemiologi demam berdarah tingkat puskesmas di

wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.

1.4.2. Bagi Petugas Puskesmas Bidang Surveilans di Wilayah Kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten Jepara

Dapat memberikan masukan kepada petugas puskesmas bidang

surveilans di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan

surveilans epidemiologi demam berdarah tingkat puskesmas di

Kabupaten Jepara.

1.4.3. Bagi Perpustakaan Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan menambah khasanah

penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

Page 14: BAB I

pelaksanaan surveilans epidemiologi demam berdarah tingkat

puskesmas di Kabupaten Jepara.

1.4.4. Bagi Peneliti

Dapat memperoleh keterampilan, pengalaman dan wawasan

mengenai mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

pelaksanaan surveilans epidemiologi demam berdarah tingkat

puskesmas di Kabupaten Jepara yang dapat diterapkan dan

dikembangkan lebih lanjut.

1.5. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1. : Penelitian-penelitian yang Relevan dengan Penelitian ini

No. Judul Penelitian Nama Peneliti, Tahun

Tempat Penelitian

Rancangan Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

1 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keterlambatan Petugas dalam Melaksanakan Penyelidikan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) Puskesmas Di Kota Semarang Tahun 2010.

Eni Haryanti, 2010.

Puskesmas di Kota Semarang.

Cross Sectional.

Variabel bebas:Imbalan, beban kerja, motivasi, pengetahuan, ketersdiaan tenaga, ketersediaan sarana, dukungan pimpinan, persepsi dan sikap.

Variabel terikat:Keterlambatan petugas dalam melaksanakan penyelidikan epidemiologi demam berdarah dengue (DBD) Puskesmas di Kota Semarang.

Variabel yang berhubungan:

- imbalan (p=0,004)

- beban kerja (p=0,003)

- motivasi (p=0,08)

Variabel yang tidak hubungan:

- pengetahuan (p=0,851)

- ketersediaan tenaga (p=0,660)

- persepsi (p=1,000)

- sikap (p=1,000)

Page 15: BAB I

No Judul Penelitian Nama Peneliti, Tahun

Tempat Penelitian

Rancangan Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

2 Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Kesehatan dalam Diagnosis Pneumonia dalam Diagnosis Pneumonia Balita pada Sistem Surveilans Pneumonia di Kabupaten Bangli Tahun 2006.

I Gusti Agung Ketut Suardiana, 2006.

Kabupaten Bangli.

Cross Sectional.

Variabel bebas: pendidikan, kemampuan, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pelatihan, motivasi, persepsi, sikap, kepemimpinan, supervisi, penghargaan, suasana lingkungan, koordinasi, umpan balik, masa kerja, dan beban kerja.

Variabel terikat:Kinerja petugas keseahatan dalam diagnosis pneumonia balita pada sistem surveilans pneumonia di Kabupaten Bangli.

Variabel yang berhubungan:

- pendidikan (p = 0,05)

- kemampuan (p= 0,049)

Variabel yang tidak berhubungan:

- umur (p = 0,958)

- jenis kelamin(p = 0,962)

- status perkawinan(p = 0,987)

- pelatihan (p = 0,853)

- motivasi (p = 0,872)

- persepsi (p = 0,206)

- sikap (p = 0,398)

- kepemimpinan (p = 0,520)

- supervisi (p = 0,811)

- penghargaan (p = 0,085)

- suasana lingkungan kerja (p = 0,085)

- koordinasi (p = 0,980)

- umpan balik (p = 0,411)

- masa kerja (p = 0,475)

- beban kerja (p = 0,963)

Page 16: BAB I

No. Judul Penelitian Nama Peneliti, Tahun

Tempat Penelitian

Rancangan Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

3 Beberapa Faktor Petugas yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Surveilans Epideimiologi Malaria Tingkat Puskesmas di Kabupaten Purworejo.

Nur Khayati, 2012.

Puskesmas di Kabupaten Purworejo.

Cross-sectional.

Variabel Bebas:lama kerja, tingkat pendidikan, tingklat pengetahuan, sikap petugas, dukungan pimpinan, kelengkapan sarana.

Variabel Terikat:Pelaksanaan Surveilans Epideimiologi Malaria Tingkat Puskesmas di Kabupaten Purworejo.

Variabel yang berhubungan:

- lama kerja (p=0,018)

- tingkat pendidikan (p=0,025)

Variabel yang tidak berhubungan:

- tingklat pengetahuan (p=0,569)

- sikap petugas (p=0,274)

- dukungan pimpinan (p=1,000)

- kelengkapan sarana (p=0,596)

4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi Penyakit Malaria Tingkat Puskesmas di Kabupaten Kebumen Tahun 2012.

Oliva Virvizat Prasastin, 2013.

Puskemas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen.

Cross-sectional.

Variabel Bebas:pengetahuan, ketersediaan sarana, jenis kelamin, lama kerja, tingkat pendidikan, pelatihan surveilans, disiplin kerja SOP, dan pemberian motivasi.

Variabel Terikat:Kinerja petugas surveilans epidemiologi malaria tingkat puskesmas di Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen.

Variabel yang berhubungan:

- pengetahuan (p=0,016)

- ketersediaan sarana (p=0,004)

Variabel yang tidak berhubungan:

- jenis kelamin (p=0,316)

- lama kerja (p=0,647)

- tingkat pendidikan (p=1,000)

- pelatihan surveilans (p=0,988)

- disiplin kerja SOP (p=0,100)

Page 17: BAB I

No. Judul Penelitian Nama Peneliti, Tahun

Tempat Penelitian

Rancangan Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

- pemberian motivasi (p=0,977)

5 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Tingkat Puskesmas Di Kabupaten Jepara Tahun 2013.

Nila Prastiana Dewi, 2014.

Puskesmas Kabupaten Jepara.

Cross-sectional.

Variabel Bebas:Jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, masa kerja, beban kerja, motivasi, dan ketersediaan sarana.

Variabel terikat:Pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit demam berdarah tingkat puskesmas di Kabupaten Jepara.

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-

penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

a. Variabel yang di teliti dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, masa kerja, beban kerja, motivasi dan

ketersediaan sarana.

b. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah petugas surveilans

epidemiologi penyakit demam berdarah.

c. Penyakit yang berhubungan dengan penelitian ini adalah penyakit

demam berdarah.

Page 18: BAB I

d. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah puskesmas di wilayah kerja

Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di tingkat puskesmas wilayah kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten Jepara.

1.6.2. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilaksanakan setelah proses prapenelitian sampai

dengan penelitian selesai dilaksanakan yaitu bulan September 2014.

1.6.3. Ruang Lingkup Materi

Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu kesehatan masyarakat

khususnya di bidang surveilans epidemiologi penyakit menular dan

manajemen kesehatan.