BAB I

53
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah keadaan dimana organisme penyebab infeksi menetap didalam darah dan menimbulkan gejala- gejala malaise, kelemahan, dan tanda-tanda demam, mengigil, dan sebagainya. Organisme yang menetap didalam darah tersebut berjumlah sangat besar keadaan ini dinamakan bakterimia jika organisme ini cukup resisten dapat ditangani secara cepat dan efektif oleh makrofag dari sistem monosit-makrofag. Agen ini masuk pada saat pertama kali dari kelenjar limfe lalu ke vena. Sedangkan pada keadaan lanjut akan membentuk gumpalan-gumpalan, tersangkut pada banyak organ, dan menimbulkan banyak sekali mikro abses. Keadaan ini dinamakan septikopiemia, atau singkatnya piemia. 1 Sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari

description

ppt

Transcript of BAB I

4

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSepsis adalah keadaan dimana organisme penyebab infeksi menetap didalam darah dan menimbulkan gejala-gejala malaise, kelemahan, dan tanda-tanda demam, mengigil, dan sebagainya. Organisme yang menetap didalam darah tersebut berjumlah sangat besar keadaan ini dinamakan bakterimia jika organisme ini cukup resisten dapat ditangani secara cepat dan efektif oleh makrofag dari sistem monosit-makrofag. Agen ini masuk pada saat pertama kali dari kelenjar limfe lalu ke vena. Sedangkan pada keadaan lanjut akan membentuk gumpalan-gumpalan, tersangkut pada banyak organ, dan menimbulkan banyak sekali mikro abses. Keadaan ini dinamakan septikopiemia, atau singkatnya piemia.1Sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.2Sepsis merupakan keadaan yang serius tetapi jarang menular karena disebabkan oleh bakteri. Hal ini terjadi apabila bakteri (yang dapat berasal dari paru, usus, traktus urinarius) mengeluarkan toksin yang menyebabkan system imun tubuh melawan organ dan jaringan tubuh sendiri.2Berbagai kelompok umur dapat mengalami sepsis, tetapi prevalensi tertinggi terserang sepsis adalah bayi dan anak-anak dimana system imunnya tidak cukup kuat untuk melawan infeksi yang sangat berat.Orang dewasa yang mengalami immuno kompromise, sebagaimana kondisi pada penderita penyakit kronis dan Human immunodeficiency virus (HIV), juga lebih mudah mengalami sepsis.2 Mortalitas sepsis berat di negara sudah berkembang sudah menurun sampai hanya 9% akan tetapi di negara sedang berkembang seperti Indonesia masih sangat tinggi yaitu 50-70%, dan apabila sudah terjadi syok septik dan disfungsi organ multipel angka mortalitas 80%.3Saat ini patogenesis sepsis dan syok septik sudah lebih dimengerti.Keseimbangan antara sitokin proinflamasi dan anti-inflamasi dan mediator-mediator yang dilepaskan merupakan suatu jaring-jaring yang kompleks dan menyebabkan manifestasi klinis dengan derajat yang berbeda.3Konsep terbaru penanganan sepsis berat, dan syok septik yaitu meliputi: early goal directed therapy dalam waktu 6 jam sejak ditegakkan diagnosis di rumah sakit dengan terapi cairan agresif, obat-obatan inotropik, dan vasopresor dapat menurunkan angka kematian. Sebaliknya resusitasi cairan yang terlambat, menyebabkan ekspresi gen inflamasi, aktivasi endotel, trombosis, dan disfungsi/gagal organ multipel.3Tanda-tanda sepsis pada anak sulit dinilai sehingga peranan laboratorium sangat penting untuk menegakkan diagnosa sepsis. Cara mendiagnosis sepsis saat ini adalah dengan cara memeriksa leukosit, Laju endap darah (LED),C-Reactive protein (CRP) dan Procalcitonin. Salah satu pemeriksaan laboratorium yang digunakan sebagai pemeriksaan penunjang pada sepsis adalah serum CRP. Protein ini diproduksi oleh hepar apabila terjadi proses peradangan pada tubuh kita.2,4,5Pemeriksaan CRP ini sangat umum digunakan untuk mendiagnosa dan memonitor aktivitas peradangan dan keadaan infeksi. Kadar CRP berkurang pada kondisi dengan terapi kortikosteroid atau terapi lain yang mendepresi sistem immune. 2,5Berdasarkan teori terdapat hubungan antara penurunan kadar albumin dengan kadar CRP. Penelitian Harimukti menunjukkan 23 pasien yang menyelesaikan penelitian sampai 5 hari dengan 17 pasien memiliki kadar CRP awal tinggi, dan didapatkan penurunan albumin >10% pada 7 pasien setelah 5 hari perawatan.6Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan kadar C-reaktif protein dengan penurunan albumin pada pasien sepsis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan kadar C-reaktif protein dengan penurunan albumin pada pasien sepsis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013?

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui hubungan kadarC-reaktif protein dengan penurunan albumin pada pasien sepsis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 20131.3.2 Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui kadar C-reaktif protein pada pasien sepsis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 20132. Untuk mengetahui penurunan albumin pada pasien sepsis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 20133. Untuk mengetahui hubungan kadar C-reaktif protein dengan penurunan albumin pada pasien sepsis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat bagi penelitiMenambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai hubungan kadar C-reaktif protein dengan penurunan albumin pada pasien sepsis.

1.4.2 Manfaat Bagi Institusi PendidikanDapat memberikan manfaat khususnya untuk dapat menambah referensi Perpustakaan dan sebagai bahan acuan yang akan datang.I.4.3 Manfaat Bagi Tenaga Medis atau Profesi KesehatanMembantu menegakkan diagnosa dan membantu upaya pengobatan serta pencegahan tentang terjadinya Sepsis.

I.5. Ruang LingkupBerdasarkan penelitian yang disusun, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan cross sectional, subjek penelitian yaitu hubungan kadar C-reaktif protein dengan penurunan albumin pada pasien sepsis. Objek penelitian adalah pasien sepsis di Ruang Rawat Inap Pasien Dewasa Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sepsis 2.1.1 DefinisiSepsis adalah kumpulan gejala klinis dari kelainan yang disebabkan oleh karena adanya bakterimia.7Sepsis merupakan keadaan gawat darurat yang sering ditemukan di ruang perawatan intensif anak. Penyulit yang sering adalah syok septic dan disfungsi organ multipel.3Menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.8Tabel 2.1 Kriteria Sepsis8Infeksi

Terbukti infeksi (proven infection) bila ditemukan kuman penyebab atau Tersangka infeksi (suspected infection) bila terdapat sindrom klinis (gejala klinis dan pemeriksaan penunjang lain).

Sepsis

SIRS disertai infeksi yang terbukti atau tersangka.

Sepsis berat

Sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular atau disertai gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi).

Syok septik Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 20 kali/menit atau PaCO2< 32 mmHg4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur/band.

2.1.2 Etiologi SepsisSepsis dapat terjadi akibat adanya infeksi mikroorganisme di bagian tubuh manapun. Penyebab sepsis adalah infeksi bakteri gram negatif dengan prosentase 60-70% kasus yang dapat menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Produk ini yang akan menimbulkan pelepasan mediator inflamasi berupalipopolisakarida (LPS). Contoh bakteri Gram negatif yang dapat menyebabkan sepsis adalah Pseudomonas aeuriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. coli, Proteus, dan lain-lain.Selain itu, infeksi bakteri Gram positif juga dapat menyebabkan sepsis dengan prosentase kejadian kasus sebesar 20-40%. Contohnya adalah Staphylococcus aureus, Streptokokus dan Pneumokokus. Infeksi jamur dan virus dengan angka kejadian sebesar 2-3% juga dapat menyebabkan sepsis. Diantaranya seperti Dengue Hemorrhagic Fever, virus herpes, protozoa penyebab malaria seperti Plasmodium falciparum. Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, disusul oleh Staphylococcus dan Pneumokokus.9

2.1.4 PatogenesisTerjadinya sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi sitokin. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri Gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri Gram positif dapat mengaktifkan: Sistim komplemen Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit Faktor XII (Hageman faktor)Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler.10Sistem komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, enzim lisosom. Lipopolysaccharide (LPS)-binding protein (LBP) monosit kompleks dapat mengaktifkan sitokin, kemudian sitokin akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Sitokin dapat secara langsung menimbulkan demam, perubahan-perubahan metabolik dan perubahan hormonal. Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri Gram positif lalu akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor XII yang sudah aktif akan merubah prekalikrein menjadi kalikrein yang pada akhir perjalanannya akan akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahan-perubahan metabolik, perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis.10Proses infeksi menyebabkan pengelepasan berbagai sitokin proinflamasi, antara lain tumor necrosis facor-alfa (TNF-), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6 (IL-6) oleh makrifag dan monosit pada tempat inflamasi. Sitokin tersebut kemudian akan menginduksi respon fase aku berupa perubahan kadar berbagai protein plasma anatara lain meningkatkannya kadar komplement, fibrinogen, feritin, dan CRP, serta turun nya kadar albumin.11Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan hubungan anatar beratnya infeksi/inflamasi dengan kadar berbagai sitokin dan protein fase akut. Harris dkk, menyebutkan bahwa kadar IL-6 dan CRP berhubungan dengan mortalitas pada populasi usia lanjut dan pengukuran kedua parmeter tersebut dapat bermanfaat dalam identifikasi kelompok beresiko tinggi untuk intervensi antiinflamasi. Penelitian prospektif oleh smith dkk, menujukkan bahawa CRP merupakan pertanda yang sensitif untuk sepsis dan berhubungan dengan respon teraoi, sementara IL-6 dan TNF- tidak menujukkan kolerasi dengan komplikasi dan beratnya sepsis.11Dibandingkan protein fase akut lain, waktu paruh dan klirens CRP hampir selalu konstan pada orang normal, seperti juga pada kondisi infeksi, inflamasi, dan kegnasan. Oleh karena itu CRP merupakan indikator objektif utuk menggambarkan aktifitas inflamasi dan adanya rangsangan sitokin yng mendasari. Walaupun demikian, beberapa penelitian masi belum dapat mengkonfirmasi hubungan antara kadar CRP dengan berbagai indikator beratnya infeksi yang lain, baik secara klinis maupun pemeriksaan labolatorium sederhana (jumlah leukosit dan neutrofil serta LED).12,13,14 Turunnya kadar albumin pada proses inflamasi merupakan kompensasi berbagai faktor, yaitu terhambatnya sintesis albumin, peningkatan laju katobolisme serta redistribusi albumin dari plasma keruang ekstra vaskuler. Hubungan antara proses inflamasi dengan kadar albumin yang rendah telah dilaporkan oleh beberapa peniliti, namun penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada populasi usia lanjut dengan berbagai penyakit kronis termasuk pasien-pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir (end-stage renal disease, ESRD)yang menjalani hemodialisi yang diasumsikan dalam kondisi inflamasi kronis.11, 15 Pada pasien dengan infeksi akut, baru terdapat satu penelitian yang secara khusus mengamati penyebab terjadinya hipoalbuminemia pada pasien sepsis yang dirwat dengan penekan khusus pada aspek inflamasi dan nutrisi.11Gambar 2.1 Patogenesis Sepsis

2.1.5 Manifestasi KlinikGejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang paling sering adalah paru-paru, traktus digestivus, traktus urinaris, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan determinan penting untuk berat atau tidaknya gejala-gejala sepsis yang terjadi.9Penderita syok sepsis yang dini mungkin mempunyai peredaran volume darnah ormal, takikardia sedang, kulit berwarna merah jambu dan teraba hangat, tekanan sistolik mendekati normal dan tekanan nadi yang lebar.Pada penderita sepsis dapat terjadi gangguan neurologis akibat syok sepsis yang dapat diketahui dengan adanya demam akut, nyeri kepala, mual, muntah, kesadaran dapat menurun mulai dari somnolen sampai koma, defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi, pada keadaan yang berat dapat ditemukan gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil serta nafas cheynestoke.9

2.1.6 PrognosisPerbaikan sepsis lebih tergantung kepada faktor host dari pada virulensi organisme. Angka kematian dapat mencapai 60% untuk pasien dengan masalah kesehatan sebelumnya. Mortalitas lebih berkurang tetapi tetap signifikan pada individu lain tanpa masalah kesehatan. Angka mortalitas lebih dipengaruhi oleh penyakit yang mendasari, misal pasien sepsis dengan leukemia akut lebih tinggi angka mortalitasnya dari pada pasien sepsis lainnya. 162.1.7 KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan keadaan sepsis adalah berlanjut menjadi sindrom distress pernapasan akut (ARDS), koagulasi intravaskular diseminata (KID), gagal ginjal akut (ARF/acute renal failure), perdarahan usus, gagal hati, disfungsi sistem saraf pusat, gagal jantung maupun kematian.16

2.2 Pemeriksaan Laboratorium pada Sepsis2.2.1 Pemeriksaan Darah RutinMeliputi pemeriksaan jumlah leukosit, hemoglobin, eritrosit, hematokrit dan trombosit, LED dan hitung jenis leukosit.a. Jumlah leukositJumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit. Pada laki-laki dan perempuan dewasa setiap mm kubiknya darah hanya terdapat kira-kira 4.500 sampai 10.000 jumlah butir. Leukosit mempunyai bentuk bervariasi dan mempunyai ukuran lebih besar dari eritrosit. Leukosit mempunyai inti bulat dan cekung. Sel-sel ini dapat bergerak bebas secara amuboid serta dapat menembus dinding kapiler (diapedesis).17b. Pemeriksaan LEDPemeriksaan ini digunakan untuk pemantauan keberhasilan terapi dan perjalanan penyakit terutama penyakit kronis, mengetahui kemungkinan adanya keganasan, penyakit kolagen atau infeksi, membedakan tingkat radang atau pembentukan antibodi terhadap dua penyakit yang secara klinis susah dibedakan. Nilai normal : laki-laki : 0-8 mm/jam, perempuan : 0-15 mm/jam.18c. Hitung jenis leukosit.Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu diagnosis dan memantau penyakit terutama penyakit infeksi dan keganasan.Shift to the left(terjadi bila sel yang didapat lebih banyak granulosit muda batang dan mieolosit) pada infeksi, toksemia, perdarahan akut, Shift to the right(hipersegmentasi) terjadi pada penyakit hati, anemia megaloblastik herediter. Pemeriksaan hitung jenis terdiri dari17 :1. Basofil: Basofil berperan dalam proses alergi dan inflamasi. Nilai normal : 0-1,0 %2. Eosinofil: Eosinofil berperan dalam reaksi alergi, reaksi obat dan infeksi parasit. Nilai normal : 2-4 %3. Neutrofil :Neutrofil berperan dalam melindungi tubuh melawan infeksi. Nilai normal : 50-70 %4. Limfosit: Limfosit berperan untuk memproduksi antibodi dalam melawan infeksi. Nilai normal : 25-40 %

d. Hemoglobin (Hb)Hb merupakan protein yang terdapat dalam eritrosit yang berfungsi membawa oksigen ke dalam tubuh.Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi Hb. Nilai normal : Laki-laki : 14-18 (g/dL), Perempuan : 12-16 (g/dl), anak-anak: 11,3-14,1 (g/dl).18e. EritrositFungsi eritrosit / sel darah merah adalah membawa oksigen ke seluruh tubuh. Nilai normal : laki-laki : 4,4-5,9 (106/l), perempuan : 3,8-5,2 (106/l).18f. HematokritHematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah, sel darah putih dan trombosit dengan plasma darah.Nilai normal : laki-laki : 42-52 %, perempuan : 37-47 %.18

g. TrombositTrombosit berperan dalam proses pembekuan darah. Pemeriksaan trombosit dilakukan untuk mengevaluasi gangguan pembekuan darah.Nilai normal : 150-450 (103/l).182.2.2 Pemeriksaan KulturKultur darah adalah uji laboratorium untuk memeriksa bakteri dalam sampel darah.Nilai normal berarti tidak ada mikroorganisme tumbuh di media pertumbuhan.a. Kultur darahDalam keadaan normal darah bersifat steril, tidak dikenal adanya flora normal dalam darah. Ditemukannya bakteri dalam darah. Ditemukannya bakteri disebut juga bakterimia.19b. Kultur sputumEksudat pus yang didapat dari penderita adalah tanda bahwa sudah ada infeksi oleh kuman tertentu pada penderita.Kuman tersebut disolasi dari pus.Kegagalan dalam pembiakan. Kuman dari bahan pus terutama karena pasien sudah minum antibiotika.19c. Kultur urinePada orang sehat, urine semestinya steril. Apabila didalam urine ditemukan adanya mikroorganisme (kuman ) yang jumlahnya lebih dari 10000/ml. merupakan suatu indikasi bahwa orang tersebut mengalami infeksi. Untuk mengetahui jenis kuman kuman yang menginfeksi, dapat dilakukanpemeriksaan urine kultur.192.2.3 Pemeriksaan Kimiaa. AlbuminPemeriksaan albumin merupakan pengukuran kadar albumin dalam darah. Albumin merupakan jenis protein yang paling banyak di dalam tubuh dan memiliki fungsi penting bagi tubuh. Albumin diproduksi oleh hati, dan memiliki waktu paruh 20 hari. Nilai normal Dewasa : 3,4-4,8 g/dL; 0-4 hari : 2,8-4,4 g/dL; 5 hari-14 tahun : 3,8-5,4 g/dL; 15-18 tahun : 3,2-4,5 g/dL.18b. FibrinogenPemeriksaan atas protein yang dihasilkan hati untuk membantu menghentikan perdarahan dengan membantu pembentukan pembekuan darah. Nilai normal 200-400 mg/dL.18c. Pemeriksaan Elektrolit, meliputi18 :1. Natrium (Na) dan Kalium (K)Pemeriksaan Natrium (Na) dan Kalium (K) berguna untuk mengetahui konsentrasi elekrolit dan mineral di dalam darah. Kedua ion ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan air (sejumlah cairan di dalam maupun di luar sel tubuh) dan elektrolit di dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, serta berperan penting dalam fungsi kerja saraf dan otot. Nilai normal Na: Dewasa : 136-145 mmol/L, 1-18th : 132-145 mmol/L, 2-12bln : 129-143 mmol/L, 1-28hr : 132-147 mmol/L.Nilai normal K 3,5-5,1 mEq/L

2. Klorida (Cl)Pemeriksaan yang berguna untuk mengukur konsentrasi klorida (Cl) di dalam tubuh. Klorida merupakan suatu elektrolit yang memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan cairan di dalam dan di luar sel-sel tubuh, serta mempertahankan volume darah normal, tekanan darah, dan pH cairan tubuh. Nilai Cl Dewasa < 65 tahun : 98-106 mmol/L; Dewasa >= 65 tahun : 94-110 mmol/L; Usia 1 hari-4 minggu : 95-116 mmol/L; Usia 2-12 tahun : 93-112 mmol/L; Usia > 1-18 tahun 96-111 mmol/L; sampel LCS Dewasa : 118-132 mmol/L; sampel LCS Anak-anak : 110-130 mmol/L3. Kalsium (Ca)Pemeriksaan kalsium digunakan untuk mengukur konsentrasi kalsium (Ca) di dalam darah, bukan yang tersimpan di dalam tulang. Kalsium merupakan suatu mineral yang paling umun dan penting bagi tubuh, memiliki beberapa fungsi yaitu membentuk dan memperbaiki tulang dan gigi, membantu kerja saraf dan pembekuan darah, serta kerja jantung. Hampir seluruh Ca di dalam tubuh tersimpan di dalam tulang, dan hanya sebagian yang ditemukan di dalam darah.Usia > 1-4 tahun : 8,4-10,4 mg/dL; Usia 2-12 tahun : 8,4-10,8 mg/dL; Usia 5-20 tahun : 9,2-11,0 mg/dL; Usia 21-50 tahun : 8,8-10,2 mg/dLd. Pemeriksaan Analisa Gas DarahAnalisis gas darah merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH), jumlah oksigen dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah dan mengambil karbondioksida dari dalam darah. Analisis gas darah meliputi pemeriksaan PO2, PCO3, pH, HCO3, dan saturasi O2.18Nilai normal analaisa gas darahPH = 7,35 -7,45pO2 = 80-100 mmHgsaturasi 02 = >95%PCO2 = 35-45 mmHgHCO3 = 22-26mEq/LBE (kelebihan basa) = -2 sampai +22.2.4 Pemeriksaan Serologia. C-reaktif protein, pemeriksaan darah dengan cara melihat kadar CRP dalam darah. CRP merupakan petanda radang (inflammatory marker) dimana substansi ini akan muncul jika tubuh mengalami respon peradangan.18b. Procalcitonin adalah polipeptida yang terdiri dari 116 asam amino dan merupakan prohormon calcitonin. Calcitonin terdiri dari 32 asam amino, sedangkan PCT dibentuk oleh prePCT yang terdiri dari 141 asam amino dengan bobot molekul 16 kDa. Pemecahan terjadi di sel C kelenjar tiroid. Pemeriksaan semikuantitatif PCT sangat praktis dan dapat digunakan secara bed-side. Peningkatan PCT yang cukup besar terjadi bila terdapat reaksi peradangan sistemik yang disebabkan oleh endotoxin bakteri, exotoxin, dan beberapa jenis sitokin.18

2.3 Tinjauan Teori tentang CRP2.3.1 CRP (C-Reaktif Protein)2.3.1.1 Definsi: Protein C-reaktif (CRP) adalah suatu alfa-globulin yang diproduksi di hepar dan kadarnya akan meningkat dalam 6 jam di dalam serum bila terjadi proses inflamasi akut. Kadar CRP dalam plasma dapat meningkat dua kali lipat sekurang-kurangnya setiap 8 jam dan mencapai puncaknya setelah kira-kira 50 jam. Setelah pengobatan yang efektif dan rangsangan inflamasi hilang, maka kadar CRP akan turun secepatnya, kira-kira 5-7 jam waktu paruh plasma dari CRP eksogen.3,20Pemeriksaan CRP adalah pemeriksaan darah dengan cara melihat kadar CRP dalam darah. CRP merupakan petanda radang (inflammatory marker) dimana substansi ini akan muncul jika tubuh mengalami respon peradangan.8, 20, 21Protein ini disebut demikian karena ia bereaksi dengan C-polisakaride yang terdapat pada pneumokokus. Semula disangka bahwa timbulnya protein ini merupakan respons spesifik terhadap infeksi pneumokokus, tetapi ternyata sekarang bahwa protein ini adalah suatu reaktan fase akut, yaitu indicator nonspesifik untuk inflamasi, sama halnya seperti LED. Tetapi berbeda dengan LED, kadar CRP tidak dipengaruhi oleh anemia, kehamilan atau hiperglobulinemia. Pada penderita dengan inflamasi yang berkaitan dengan kelainan imunologis, kadar CRP kembali normal bila pengobatan immunosupresif berhasil.3, 20

2.3.1.2 Penyebab peningkatan Kadar CRPKadar CRP yang tinggi di dalam darah menunjukkan adanya proses peradangan pada tubuh tetapi tidak dapat diketahui penyebab dan lokasinya.8, 20, 21Pemeriksaan CRP lebih sensitive dibandingkan dengan LED karena pada keadaan inflamasi kadar CRP lebih cepat meningkat yaitu dalam 6 jam dari awal terjadinya inflamasi. Sedangkan LED kadarnya meningkat setelah satu minggu dari awal terjadinya inflamasi. Kadar CRP dapat berbeda dari berbagai laboratorium tetapi menurut standar internasional kadar normal CRP adalah 0 1,0 mg/dL atau