BAB I

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau merupakan salah satu tanaman Leguminosae yang cukup penting di Indonesia. Posisinya menduduki tempat ketiga setelah kedelai dan kacang tanah. Permintaan terhadap kacang hijau cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun sedangkan luas panennya cenderung menurun (Marzuki dan Soeprapto, 2004). Produksi kacang hijau tahun 2008 di Provinsi Sumatera Utara sebesar 5.493 ton, meningkat sebesar 638 ton dibandingkan produksi kacang hijau tahun 2007. Peningkatan tersebut disebabkan kenaikan luas panen sebesar 591 ha atau 12,93 % dan produktivitas juga mengalami kenaikan sebesar 0,02 kw/ha atau 0,19 % (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2009). Namun produksi tersebut dibandingkan dengan tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 1.044 ton dan mengalami penurunan sebesar 2.606 ton dibandingkan dengan tahun 2005 dikarenakan penurunan luas panen. Tabel 1 : Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau di Kalimantan Barat Tahun 2005 – 2008 Uraian Satuan 2005 2006 2007 2008 Luas Panen Ha 7.663 6.173 4.569 5.160 Produktivit as Kw/Ha 10,57 10,59 10,63 10,65 Produksi *) Ton 8.099 6.537 4.855 5.493 Keterangan *): Bentuk hasil produksi biji kering Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2009. Tanaman kacang hijau termasuk multiguna, yakni sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan pupuk hijau. Dalam tatanan makanan sehari-hari, kacang hijau dikonsumsi sebagai bubur, sayur (taoge), dan kue-kue. Kacang hijau merupakan sumber gizi, terutama protein nabati. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram kacang hijau yaitu kalori 345, protein 22 g, lemak 1,2 SMA NEGERI 1 SEGEDONG 1

description

KTI kecambah

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kacang hijau merupakan salah satu tanaman Leguminosae yang cukup penting di

Indonesia. Posisinya menduduki tempat ketiga setelah kedelai dan kacang tanah. Permintaan terhadap kacang hijau cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun sedangkan luas panennya cenderung menurun (Marzuki dan Soeprapto, 2004).

Produksi kacang hijau tahun 2008 di Provinsi Sumatera Utara sebesar 5.493 ton, meningkat sebesar 638 ton dibandingkan produksi kacang hijau tahun 2007. Peningkatan tersebut disebabkan kenaikan luas panen sebesar 591 ha atau 12,93 % dan produktivitas juga mengalami kenaikan sebesar 0,02 kw/ha atau 0,19 % (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2009).

Namun produksi tersebut dibandingkan dengan tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 1.044 ton dan mengalami penurunan sebesar 2.606 ton dibandingkan dengan tahun 2005 dikarenakan penurunan luas panen.

Tabel 1 : Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau di Kalimantan Barat Tahun 2005 – 2008

Uraian Satuan 2005 2006 2007 2008Luas Panen Ha 7.663 6.173 4.569 5.160Produktivitas Kw/Ha 10,57 10,59 10,63 10,65Produksi *) Ton 8.099 6.537 4.855 5.493

Keterangan *): Bentuk hasil produksi biji kering Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2009.

Tanaman kacang hijau termasuk multiguna, yakni sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan pupuk hijau. Dalam tatanan makanan sehari-hari, kacang hijau dikonsumsi sebagai bubur, sayur (taoge), dan kue-kue. Kacang hijau merupakan sumber gizi, terutama protein nabati. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram kacang hijau yaitu kalori 345, protein 22 g, lemak 1,2 g, karbohidrat 62,9 g, kalsium 125 mg, fosfor 320 mg, zat besi 6,7 mg, vitamin A 157 SI, vitamin B1 0,64 mg, vitaminC 6 mg, air 10 g (Rukmana, 2004).

Pada perbanyakan secara generatif, masalah utama yang dihadapi adalah lamanya waktu yang diperlukan biji untuk berkecambah. Hal ini dikarenakan beberapa faktor antara lain keadaan biji (keadaan khusus yang menghambat perkecambahan biji kacang hijau adalah tidak mempunyai endosperm sebagai cadangan makanan pada awal perkecambahan biji), permeabilitas kulit biji, dan tersedianya air di sekeliling biji (Abidin, 1991).

Air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih. Dua faktor penting yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih adalah : sifat dari benih terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada medium sekitarnya. Banyaknya air yang diperlukan bervariasi tergantung pada jenis benih. Tingkat pengambilan air juga dipengaruhi oleh temperatur, temperatur yang tinggi menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air (Sutopo, 2002).

1

Page 2: BAB I

Struktur biji kacang hijau terluar terdiri atas kulit, hilum, mikrofil, dan khalaza. Kulit biji (testa) merupakan karakter morfologi penting biji kacang hijau karena menentukan proses fisiologis embrio, sekaligus menjadi penutup dan pelindung embrio. Kulit biji berperan dalam menentukan derajat dan kecepatan imbibisi air. Jumlah air yang diserap benih menentukan kecepatan berkecambah benih. Hsu et al. (1983) melaporkan suhu, konsentrasi larutan, dan kadar air awal benih berkorelasi kuat dengan laju penyerapan air maksimal pada biji kacang-kacangan dan jaringan palisade menjadi faktor penentu permeabilitas kulit biji.

Sehubungan dengan lamanya waktu yang diperlukan biji untuk berkecambah, dan banyaknya air atau volume air yang diserap benih kacang hijau dalam memacu perkecambahan biji, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh volume air perendaman dan lama perendaman terhadap perkecambahan benih kacang hijau (Phaseolus radiatus).

B. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh volume air perendaman dan lama perendaman terhadap perkecambahan benih kacang hijau (Phaseolus radiatus L).

C. HipotesisAda perbedaan pengaruh yang nyata volume air perendaman dan lama perendaman serta interaksi volume air perendaman dan lama perendaman terhadap perkecambahan benih kacang hijau (Phaseolus radiatus L).

2

Page 3: BAB I

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tanaman

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, tanaman kacang hijau diklasifikasikan seperti berikut ini.

Divisio : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rosales

Famili : Papilionaceae

Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus radiatus L.

(Marzuki dan Soeprapto, 2004).

Tanaman kacang hijau berakar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua yaitu mesophytes dan xerophytes. Mesophytes mempunyai banyak cabang akar pada permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya menyebar, sementara xerophytes memiliki akar cabang lebih sedikit dan memanjang ke arah bawah (Purwono dan Hartono, 2008).

Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau kecokelat-cokelatan atau kemerah-merahan; tumbuh tegak mencapai ketinggian 30 cm - 110 cm dan bercabang menyebar ke semua arah. Daun tumbuh majemuk, tiga helai anak daun per tangkai. Helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau (Rukmana, 2004).

Daun tanaman kacang hijau tumbuh majemuk dan terdiri dari tiga helai anak daun setiap tangkai. Helai daun berbentuk oval dengan bagian ujung lancip dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Letak daun berseling. Tangkai daun lebih panjang daripada daunnya sendiri (Purwono dan Purnamawati, 2009).

Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaprodite), berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning. Proses penyerbukan terjadi pada malam hari sehingga pada pagi harinya bunga akan mekar dan pada sore hari menjadi layu (Rukmana, 2004).

Polong kacang hijau berbentuk silindris dengan panjang antara 6-15 cm dan biasanya berbulu pendek. Sewaktu muda polong berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam atau cokelat. Setiap polong berisi 10-15 biji (Marzuki dan Soeprapto, 2004).

Biji kacang hijau berbentuk bulat. Biji kacang hijau lebih kecil dibandingkan dengan biji kacang tanah atau kacang kedelai, yaitu bobotnya hanya sekitar 0,5 - 0,8 mg. Kulitnya hijau berbiji putih. Bijinya sering dibuat kecambah atau taoge (Purwono dan Hartono, 2008).

3

Page 4: BAB I

B. Syarat Tumbuh 1. Iklim

Kacang hijau merupakan tanaman tropis yang menghendaki suasana panas selama hidupnya. Tanaman ini dapat ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Di Jawa, tanaman ini banyak ditanam di daerah Pasuruan, Probolinggo, Bondowoso, Mojosari, Jombang, Pekalongan, Banyumas, Jepara, Cirebon, Subang dan Banten. Selain di Jawa, tanaman ini juga ditanam di Madura, Sulawesi, NusaTenggara dan Maluku (Marzuki dan Soeprapto, 2004).

Berdasarkan indikator di daerah sentrum produsen, keadaan iklim yang ideal untuk tanaman kacang hijau adalah daerah yang bersuhu 250C - 270C dengan kelembaban udara 50% - 80%, curah hujan antara 50 mm - 200 mm/bulan, dan cukup mendapat sinar matahari (tempat terbuka). Jumlah curah hujan dapat mempengaruhi produksi kacang hijau. Tanaman ini cocok ditanam pada musim kering (kemarau) yang rata-rata curah hujannya rendah (Rukmana, 2004).

Tanaman kacang hijau termasuk tanaman golongan C3. Artinya, tanaman ini tidak menghendaki radiasi dan suhu yang terlalu tinggi. Fotosintesis tanaman kacang hijau akan mencapai maksimum pada sekitar pukul 10.00. Radiasi yang terlalu terik tidak diinginkan oleh tanaman kacang hijau. Panjang hari yang diperlukan minimum 10 jam/hari (Purwono dan Hartono, 2008).

2. Tanah Hal yang penting diperhatikan dalam pemilihan lokasi kebun kacang hijau adalah

tanahnya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), aerasi dan drainasenya baik, serta mempunyai kisaran pH 5,8 - 6,5. Untuk tanah yang ber-pH lebih rendah daripada 5,8 perlu dilakukan pengapuran (liming) (Rukmana, 2004).

Tanaman kacang hijau menghendaki tanah yang tidak terlalu berat. Artinya, tanah tidak terlalu banyak mengandung tanah liat. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi sangat disukai oleh tanaman kacang hijau. Tanah berpasir pun dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman kacang hijau, asalkan kandungan air tanahnya tetap terjaga dengan baik (Purwono dan Hartono, 2008).

Kacang hijau menghendaki tanah dengan kandungan hara (fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan belerang) yang cukup. Unsur hara ini penting untuk meningkatkan produksinya (Marzuki dan Soeprapto, 2004).

3. Perendaman Benih Kacang Hijau Air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses

perkecambahan benih. Dua faktor penting yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih adalah : sifat dari benih terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada medium sekitarnya. Banyaknya air yang diperlukan bervariasi tergantung pada jenis benih. Tingkat pengambilan air juga dipengaruhi oleh temperatur, temperatur yang tinggi menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air (Sutopo, 2002).

Untuk menghasilkan perkecambahan yang optimum sebagian besar benih membutuhkan media perkecambahan dalam kondisi kapasitas lapang. Tahap awal perkecambahan tetap dapat berlangsung menggunakan air yang tersedia dari kondisi

4

Page 5: BAB I

kelembaban udara yang tinggi, meskipun kondisi ini tidak cukup untuk mendukung terjadinya perkecambahan secara lengkap. Perkecambahan pada umumnya terhambat apabila terlalu banyak air, hal ini disebabkan karena keterbatasan oksigen yang tersedia (Direktorat Jenderal Pangan, 2005).

Air di dalam proses perkecambahan berfungsi untuk mencairkan zat-zat makanan yang berada dalam keping biji yang disalurkan di dalam lembaga. Dalam lembaga telah tersedia bahan baku auksin dalam bentuk amino, yang dalam perkembangan pertumbuhan kecambah berubah menjadi auksin. Penyebarluasan auksin ke dalam tubuh kecambah akan berlangsung hingga ke pucuk akar. Untuk kelangsungan penyebaran ini secara mutlak dibutuhkan cukup air, tanpa air pertumbuhan kecambah akan gagal total (Rismundar, 1999).

Mekanisme proses penyerapan air dapat berlangsung karena adanya proses, difusi, osmosis, transport aktif, dan imbibisi. Imbibisi merupakan salah satu proses difusi yang terjadi pada tanaman. Imbibisi merupakan masuknya air pada ruang interseluler dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Pada peristiwa perendaman inilah terjadi proses imbibisi oleh kulit biji tanaman tersebut. Proses imbibisi juga memiliki kecepatan penyerapan air yang berbeda-beda untuk setiap jenis biji tanaman (Wachid, 2005).

Peristiwa imbibisi juga bisa dikatakan sebagai suatu proses penyusupan atau peresapan air ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding selnya akan mengembang. Ada dua kondisi yang diperlukan untuk terjadinya imbibisi adalah adanya gradient, potensial air antara permukaan adsorban dengan senyawa yang diimbibisi dan adanya affinier (daya gabung) antara komponen adsorban dengan senyawa yang diimbibisi. Luas permukaan biji yang kontak dengan air, berhubungan dengan kedalaman penanaman biji, berbanding lurus dengan kecepatan penyerapan air. Saat biji kacang hijau yang kering direndam dalam air, air akan masuk ke ruang antar sel penyusun endosperm secara osmosis (Gardner, 1991).

Penambahan volume dalam peristiwa imbibisi adalah lebih kecil dari pada penjumlahan volume zat mula-mula, dengan zat yang diimbibisikan apabila dalam keadaan bebas. Perbedaan ini diduga karena zat atau molekul yang diimbibisikan harus menempati ruang diantara molekul-molekul zat yang mengimbibisisehingga volume zat yang diimbibisikan tertakan lebih kecil dari pada bila dalam keadaan bebas (Heddy, 1990). Banyaknya air yang dihisap selama proses imbibisi umumnya kecil, cepat dan tidak boleh lebih dari 2-3 kali berat kering dari biji. Kemudian pertumbuhan biji tampak terhadap pertumbuhan akar dan sistem yang cepat, lebih luas dan banyak menampung sumber air yang diterima. (Bewley and Black. 1992).

Imbibisi berlangsung jika potensial osmotik larutan disekitar benih lebih rendah daripada tekanan osmotik di dalam sel benih. Peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut diluar benih dapat memperlambat kecepatan imbibisi benih. Benih dapat mengalami kekeringan fisiologis, bahkan jika konsentrasi larutan luar sel benih lebih tinggi, maka dapat terjadi pergerakan air dalam benih mengalami plasmolisis (Mugnisjah, 1994).

Sebagian benih menunjukkan pola penyerapan yang tidak normal. Pada legume, penyerapan awal terkadang berlangsung melalui stropiole. Aliran kedalam benih ini sering lambat, tetapi karena benih menyerap air, kulit pecah dan penyerapan berlangsung melalui seluruh kulit biji. Benih yang sangat kering terkadang kecepatan

5

Page 6: BAB I

penyerapannya lebih lambat daripada benih yang lembab karena gerakan air dalam jaringan kering mengalami hambatan fisik.

Pengambilan air selama tiga fase perkecambahan meliputi : tingkat I imbibisi; tingkat II proses yang berjalan lambat; dan tingkat III perpanjangan dan pembelahan sel. Proses metabolic benih membutuhkan oksigen maka kelebihan kelembaban dan kadar oksigen yang rendah disekitar benih dapat menghambat proses perkecambahan atau benih dapat membusuk (Bewley dan Black, 1992).

4. Perkecambahan Benih Kacang Hijau Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari

perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Perkecambahan adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai. Perkecambahan meliputi: imbibisi dan absorpsi air, hidrasi jaringan, absorpsi oksigen, pengaktifan enzim dan pencernaan, transpor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio, peningkatan respirasi dan asimilasi, inisiasi pembelahan dan pembesaran sel, dan munculnya embrio (Gardner et al, 1991).

Pola pertumbuhan kecambah kacang hijau yaitu tipe epigeal dimana hipokotil memanjang dan menarik kotiledon ke atas permukaan tanah. Proses perkecambahan kacang hijau dimulai dengan mengimbibisi air melalui kulit benih dan mikropil. Akar primer menembus kulit benih, memanjang dengan cepat membentuk kecambah didalam tanah. Pada saat yang sama hipokotil memanjang. Hipokotil terletak antara akar primer dan kulit benih masih di dalam tanah. Untuk mencapai permukaan dibentuk sebuah lengkungan dan membantu hipokotil menembus tanah. Kulit benih bias muncul ke permukaan tanah bersama kotiledon, tapi seringkali kulit benih tertinggal dalam tanah dan kotiledon keluar karena pemanjangan hipokotil lebih lanjut. Plumula dan daun primer terlindung diantara kotiledon, setelah kotiledon muncul dari tanah hipokotil menguat epikotil memanjang, kotiledon membuka dan daun primer mengembang. Di atas tanah kotiledon menjadi hijau dan dapat melakukan fotosintesis, setelah daun pertama mengembang, kotiledon akan lepas (Direktorat Jenderal Pangan, 2005).Faktor internal yang mempengaruhi proses perkecambahan adalah : 1. Tingkat kemasakan benih.

Benih yang di panen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai, tidak mempunyai viabilitas tinggi. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio yang belum sempurna.

2. Ukuran benih Di dalam jaringan penyimpanannya, benih padi memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Dimana bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Diduga bahwa benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dibandingkan dengan benih yang kecil, mungkin pula embrionya lebih besar.

3. Dormansi

6

Page 7: BAB I

Dormansi atau disebut juga masa istirahat biji, dimana biji tidak akan berkecambah meskipun dalam keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan (biji belum masak sempurna).

4. Penghambat perkecambahan Banyak zat-zat yang diketahui dapat menghambat perkecambahan benih, antara lain: larutan dengan tingkat osmotik tinggi seperti larutan mannitol dan larutan NaCL; bahan-bahan yang mengganggu lintasan metabolisme, umumnya menghambat respirasi seperti sianida dan fluorida; herbisida; coumarin, auxin; dan bahan-bahan yang terkandung dalam buah (Sutopo, 2002).

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perkecambahan benih antara lain: air, suhu, oksigen, cahaya, dan media tumbuh. Dua faktor penting yang

mempengaruhi penyerapan air oleh benih adalah sifat dari benih itu sendiri terutama pada kulit dan jumlah air yang tersedia pada medium sekitarnya. Banyaknya air yang diperlukan tergantung dari jenis benih, tapi umumnya tidak melampaui dua atau tiga kali berat keringnya. Pada saat perkecambahan berlangsung proses respirasi yang akan meningkat disertai pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida, air, dan energi. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih. (Sutopo, 2002).

Metode perkecambahan dengan pengujian dilaboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan total. Dan dibatasi pada pemunculan dan perkembangan struktur – struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan tersebut dinilai sebagai kecambah abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Sutopo, 2002).

Kecambah normal menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal apabila ditanam dilapangan pada lingkungan yang sesuai, dengan kriteria : perakaran berkembang dengan baik terutama akar primer kemudian akar sekunder, perkembangan hipokotil sempurna tanpa kerusakan pada jaringan-jaringannya, pertumbuhan plumula yang sempurna denagan daun hijau yang tumbuh baik kemudian pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup normal, memiliki dua kotiledon untuk dikotil (Direktorat Jenderal Pangan, 2005).

BAB III

7

Page 8: BAB I

PEMBAHASAN

Volume air perendaman berpengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan benih dan kecambah normal benih kacang hijau, lama perendaman juga signifikan terhadap parameter persentase perkecambahan kacang hijau, tetapi tidak signifikan terhadap parameter kecambah normal, sedangkan interaksinya tidak signifikan pada kedua parameter tersebut.1. Kecambah normal (%)

Menurut Pengamatan yang pernah dihitung selama batas periode perkecambahan, yaitu dengan menentukan kecambah normal dengan kriteria: a. Dalam perkecambahannya, akar terlebih dahulu keluar daripada tunas. b. Akar kecambah tidak berbentuk spiral dan yang keluar merupakan akar utama dan

bukan akar samping. c. perkembangan hipokotil sempurna tanpa kerusakan pada jaringan-jaringannya,

pertumbuhan plumula yang sempurna denagan daun hijau yang tumbuh baik kemudian pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup normal, memiliki dua kotiledon.

2. Persentase Perkecambahan (%) Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa volume air perendaman dan

lama perendaman berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan. Interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan.

Rataan persentase perkecambahan dari perlakuan volume air perendaman dan lama perendaman dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan persentase perkecambahan (%) akibat perlakuan volume air perendaman danlama perendaman.

Volume Air Perendaman

Lama Perendaman RataanL1 L2 L3 L4

V1 30.67(33,61) 68.00(55.56) 74.00(59.37) 88.67(70.52) 65.33 c V2 52.67(46.53) 86.00(68.06) 94.00(75.95) 96.67(79.6) 82.33 a V3 40.67(39.62) 73.33(58.92) 87.33(69.24) 92.00(73.65) 73.33 b

Rataan 41.33 d 75.78 c 85.11 b 92.44 a

Dari tabel 2 diketahui bahwa rataan persentase perkecambahan dengan perlakuan volume air perendaman tertinggi pada V2 (82,33 %) yang berbeda

nyata dengan V1 (65,33 %) dan V3 (73,33 %). Pada perlakuan lama perendaman tertinggi pada L4 (92,44 %) yang berbeda nyata dengan L1 (41,33), L2 (75,78 %), dan L3 (85,11%).

Hubungan volume air perendaman dan lama perendaman terhadap persentase perkecambahan kacang hijau dapat dilihat pada gambar 1.

8

Page 9: BAB I

Gambar 1. Hubungan volume air perendaman dan lama perendaman terhadap persentase perkecambahan kacang hijau.

Berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa volume air perendaman dan lama perendaman terhadap persentase perkecambahan kacang hijau. Pada persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan V1L4 (88.67%) dan terendah pada kombinasi perlakuan V1L1 (30.67 %). Pada persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan V2L4 (96.67%) dan terendah pada kombinasi perlakuan V2L1 (52.67 %). Pada persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan V3L4 (92.00%) dan terendah pada kombinasi perlakuan V3L1 (40.67 %).

Kecambah normal (%) Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa volume air perendaman

berpengaruh nyata terhadap kecambah normal dan lama perendaman berpengaruh tidak nyata terhadap kecambah normal. Sedangkan interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kecambah normal.

Rataan kecambah normal dari perlakuan volume air perendaman dan lama perendaman dapat dilihat pada tabel 3.

9

Page 10: BAB I

Tabel 3. Rataan kecambah normal (%) akibat perlakuan volume air perendaman dan lama perendaman.

Volume Air Perendaman

Lama Perendaman RataanL1 L2 L3 L4

V1 62.67(52.39) 71.33(57.65) 68.00(55.58) 68.00(55.56) 67.50 c

V2 90.00(71.62) 90.00(71.57) 93.33(75.07) 94.67(76.83) 92.00 a

V3 84.00(66.53) 82.67(65.45) 83.33(65.91) 83.33(65.96) 83.33 b

Rataan 78.89 81.33 81.55 82.00

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5%.

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa rataan kecambah normal pada V2 (92.00 %) berbeda nyata dengan V3 (83.33 %) dan V1 (67,50 %). Kecambah normal tertinggi pada V2 (92.00%) dan terendah pada V1 (67.50%).

Hubungan antara volume air perendaman terhadap kecambah normal kacang hijau dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Hubungan volume air perendaman terhadap kecambah normal kacang hijau.

Berdasarkan gambar 2 menunjukkan bahwa pengaruh volume air perendaman

terhadap kecambah normal kacang hijau yang tertinggi terdapat pada perlakuan V2 (92.00

%) yang berbeda nyata dengan V3 (83.33%) dan V1 (67.50).

A. Pembahasan Pengaruh Volume Air Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.)

10

Page 11: BAB I

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan volume air perendaman berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan. Perlakuan V2 (82,33 %) menunjukkan persentase perkecambahan tertinggi, karena pada perlakuan V2 biji terendam 1/2 akan memaksimalkan pertukaran udara selama proses perkecambahan melalui kulit benih kacang hijau. Perkecambahan yang optimum sebagian besar benih membutuhkan komposisi udara normal terdiri dari 20 % oksigen, 0.03 % karbon dioksida, 80 % nitrogen. Hal ini sesuai dengan literatur Direktorat Jenderal Pangan (2005) yang menyatakan perkecambahan pada umumnya terhambat apabila terlalu banyak air, hal ini disebabkan karena keterbatasan oksigen yang tersedia

Perlakuan volume air perendaman berpengaruh nyata terhadap kecambah normal. Hal ini terlihat pada kecambah normal tertinggi pada V2 yang berbeda nyata dengan V3 dan V1. Volume air perendaman dapat mempengaruhi kemampuan benih untuk menjadi kecambah normal, dimana efektifitas imbibisi oleh benih dipengaruhi ketersediaan air sesuai dengan literatur Bewley and Black (1992) yang menyatakan banyaknya air yang dihisap selama proses imbibisi umumnya kecil, cepat dan tidak boleh lebih dari 2-3 kali berat kering dari biji. Kemudian pertumbuhan biji tampak terhadap pertumbuhan akar dan sistem yang cepat, lebih luas dan banyak menampung sumber air yang diterima.

Pengaruh Lama Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.)

Lama perendaman menunjukkan pengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan, dimana lama perendaman L4 menghasilkan persentase perkecambahan 92,44 %. Lama perendaman yang terbaik yaitu L4 = 17 jam. Berarti semakin lama benih direndam maka makin tinggi persentase perkecambahannya. Menurut Gardner (1991) persentase perkecambahan berbanding lurus dengan kecepatan penyerapan air. Hal ini disebabkan potensi imbibisi oleh benih akan berbeda setiap waktunya. Banyaknya air yang dihisap selama proses imbibisi umumnya kecil, cepat dan tidak boleh lebih dari 2-3 kali berat kering dari biji.

Lama perendaman menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap paremeter kecambah normal. Hal ini disebabkan lama perendaman yang semakin lama akan mengurangi volume air perendaman karena proses imbibisi biji dan penguapan Berkurangnya air perendaman secara langsung akan mengurangi kemampuan benih untuk berkecambah. Menurut Sutopo (2002) ada dua faktor penting yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih adalah : sifat dari benih terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada medium sekitarnya dan air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih.

Pengaruh Interaksi Volume Air Perendaman dan Lama Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.)

Interaksi antara volume air perendaman dengan lama perendaman berpengaruh tidak nyata terhadap persentase perkecambahan. Hal ini dapat diakibatkan dari kondisi benih

11

Page 12: BAB I

kacang hijau yang kering. Dimana kondisi biji yang kering mengakibatkan embrio mengalami penyusutan. Hal ini sesuai dengan literatur Schmidt (2000) yang menyatakan benih yang sangat kering terkadang kecepatan penyerapannya lebih lambat daripada benih yang lebih lembab karena gerakan air dalam jaringan kering mengalami hambatan fisik. Selain itu benih yang mengering, penyerapan awal dikaitkan dengan kebocoran hidrolit (gula, asam amino, dan lain-lain). Kebocoran ini disebabkan oleh pecahnya membran sel dalam benih yang mengering.

Interaksi antara volume air perendaman dengan lama perendaman berpengaruh tidak nyata terhadap kecambah normal. Perkecambahan mutlak memerlukan air yang cukup untuk menunjang kecambah normal. Pengambilan air pada tahap perpanjangan dan pembelahan sel cenderung meningkat sedangkan laju penyerapan air terhambat dikarenakan volume air telah berkurang, hal ini mengakibatkan proses perkecambahan terganggu.

BAB IVPENUTUP

12

Page 13: BAB I

A. Kesimpulan

1. Perendaman dengan volume air setengah benih teredam signifikan dalam meningkatkan persentase perkecambahan benih kacang hijau.

2. Lama perendaman dengan menggunakan air lebih lama signifikan dalam meningkatkan persentase perkecambahan benih kacang hijau sampai 17 jam.

3. Perendaman dengan volume air setengah benih terendam yang semakin lama (dalam hal ini lama perendaman sampai 17 jam) dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih sampai 96,67%.

B. SaranSebaiknya percobaan dilakukan secara nyata dan dalam waktu yang lebih lama agar

terlihat lebih jelas dan lebih detail dalam menyimpulkan perbedaan antara tumbuhan yang berada ditempat terang dan berada ditempat gelap dengan pengarahan yang lebih jelas. Juga peralatan yang lebih komplit dan modern.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1991. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Bandung : Angkasa

13

Page 14: BAB I

Bewley, D.J and Black, M. 1986. Seeds Physiology of Development and Germination. Second Printing. Plenum Press. New York. Pages 136-139.

BPS Provinsi Sumatera Utara. 2009. Statistik Padi dan Palawija Sumatera Utara Tahun 2008 dan Ramalan Kondisi Tahun 2009. Dikutip dari http://sumut.bps.go.id. Diakses 7 Januari 2010.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2005. Evaluasi Kecambah Pengujian Daya Berkecambah. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan. Depok.

Gardner, F.P: R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Diah, R.L dan Sumaryono. Ui Press. Jakarta.

Hanafiah, K. A. 2004. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Heddy, S. 1990. Hormon Tumbuhan. CV. Rajawali, Jakarta. Hsu, K.H., C.J. Kim, and L.A. Wilson. 1983. Factors Affecting Water Uptake by

Soybeans During Soaking. Cereal Chemistry 60:208-211. Marzuki, A. R. dan Soeprapto HS., 2004. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya,

Jakarta. Mugnisjah. W.Q; Asep. S; S. Suwarto; Cecep. S; 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian

Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Purwono dan H. Purnamawati. 2009. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar

Swadaya, Jakarta. Purwono dan R. Hartono. 2008. Kacang Hijau. Penebar Swadaya, Jakarta. Rismunandar. 1999. Hormon Tanaman dan Ternak. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Rukmana, R., 2004. Kacang Hijau: Budidaya dan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta. Universitas Sumatera Utara Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius.

Yogyakarta. Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis.

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Wachid. M.2005. Optimalisasi Zat Gizi pada Proses Perkecambahan Pembuatan Taoge :

Kajian Suhu dan Lama perendaman. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/article/viewFile/67/68_umm_scientific_journal.doc. Malang.

Universitas

14