BAB I
-
Upload
lucky-rima-novelita-simamora -
Category
Documents
-
view
216 -
download
2
description
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapatnya zat besi (FE) dalam darah baru diketahui setelah penelitian
oleh Lemory dan Geoffy (1713), kemudian Pierre Blud (1331) mendapatkan
bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan klorosis, anemia akibat
defisiensi Fe. Tubuh manusia sehat mengandung kurang lebih 3,5 g Fe yang
hampir seluruhnya dalam ikatan komplek dengan protein. Ikatan ini kuat dalam
bentuk organik, yaitu sebagai ikatan anion dan lebih lemah dalam bentuk
anorganik, yau sebagai ikatan ion.
Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin sehingga defisiensi akan
menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan
HB yang rendah. Untuk itu dilakukan suatu penetapan kadar besi dalam darah.
Salah satu dengan cara spektrofotometri sinar tampak.
Pembentukkan bentuk molekul yang dapat menyerap sinar tampak
diberikan bila senyawa yang dianalisis tidak melakukan penyerapan di daerah
tampak. Dalam hal demikian senyawa tersebut harus diubah menjadi senyawa
lain yang berwarna . Ion besi (III) warnanya sangat lemah (kuning) sehingga
serapannya kecil. Untuk itu perlu direaksikan dengan pereaksi tertentu. Misalnya
1.10 – fenantrolin atau kalium tiosianat. Sehingga memberikan warna yang
menyerap dengan kuat sehingga dapat digunakan untuk analisis besi dalam kadar
kecil.
1.2 Maksud dan Tujuan
Menetapkan kadar besi dalam darah secara spektrofotometri sinar tampak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran
menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan
spektrofotometri.
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan
visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh
suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombangdan dialirkan oleh suatu
perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang
berbeda.
Besi merupakan unsur keempat terbanyak dibumi, bilangan oksidasi besi
adalah +2 dan +3. Senyawa besi dengan bilangan oksidasi +2 adalah FeO yang
berwarna hijau mudah sedangkan besi dengan bilangan oksidasi +3 adalah Fe2O3
yang berwarna kuning.
Besi merupakan logam yang paling penting dalam sejarah umat manusia
sejak peradaban mesopotamia purba sampai abad modern masa ini. Tidak ada logam
lain yang jumlah pemakainnya melebihi besi. Manfaat atau kegunaan besi sudah kita
ketahui dewasa ini besi merupakan tulang punggung peradaban modern, gedung
pencakkar langit, dan lain – lain.
Sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak
dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam
hewan bertulang belakan. Bagian dalam eritrosit terdiri darihemoglobin, sebuah
biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari
paru-parudan insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewatipembuluh
kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang
unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sum-sum
tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak
terdapatnukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya
dihancurkan. Besi serum tes yang mengukur jumlah zat besi dalam darah dan Total
Serum Iron normal (TSI) konsentrasi, dalam kasus pria, itu harus 76-198 mg / dL,
sedangkan pada wanita itu adalah 26-170 mg / dL.
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat yang digunakan
1. Batang pengaduk
2. Gelas ukur
3. Kuvet
4. Labu ukur 25ml, 250 ml
5. Pipet tetes
6. Pipet volum
7. Spektrofotometri sinar tampak
3.2 Bahan yang digunakan
1. Aquadest
2. Feri amonium sulfat
3. HCL 4 N
4. Kalium Tiosianat
5. Sampel darah
3.3 Cara Kerja
1. Pembuatan larutan standar
Larutan standar besi (100 ppm)
1. Melarutkan 0,432 g feri amonium sulfat dalam air, menambahkan 5 ml
larutan HCL dan encerkan hingga 0,5 L .
2. Larutkan 50 mg serbuk besi dalam 50 ml HNO3 1 : 3. Didihkan dan
encerkan hingga 0.5 L.
Larutan KCNS (2 M)
Larutkan 20 g potasium tiosianat dalam 100 ml aquadest
2. Penentuan panjang gelombang maksimum
1. 0,3 ml larutan standar besi dalam labu takar 50 ml ditambah dengan 5 ml
larutan tiosianat dan 3 ml HCL 4 N
2. Ukur serapan dari larutan tersebut pada panjang gelombang antara 375 –
525 nm.
3. Buat kurva serapan Vs panjang gelombang dan tentukan panjang
gelombang maksimumnya.
3. Penentuan kadar besi dalam larutan
1. Pada 5 labu ukur 50 ml, memasukkan masing – masing 1 ml larutan
cuplikan.
2. Menambahkan larutan standar besi berturut – turut sebanyak 0 ml, 1 ml, 2
ml, 3 ml, 4 ml.
3. Kemudian menambahkan pula pada masing – masing labu ukur 5 ml
larutan tiosianat dan 3 ml HNO3 4 N atau HCL 4 N.
4. Menambahkan aquadest hingga tanda batas
5. Mengukur serapannya pada panjang gelombang maksimum.
6. Membuat kurva/ grafiknya dan tentukan kadar besi dalam cuplikan.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil pengamatan
1. Tabel penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang
( λ) nm
Absorban
(A)
400 0,213
410 0,222
420 0,275
430 0,325
440 0,344
450 0,385
460 0,431
470 0,436
480 0,437
490 0,345
500 0,394
510 0,387
520 0,344
Panjang gelombang maksimum = 480 nm
2. Tabel penentuan kurva kalibrasi
Konsentrasi
(ppm)
Absorban
(A)
Blangko (0) -0,087
0,1 -0,045
0,2 -0,044
0,3 -0,042
0,4 -0,033
3. Tabel penentuan kadar besi dalam darah
Konsentrasi
(ppm)
Absorban
(A)
480 1,465
4.2 Analisa data dan grafik
1 Tabel penentuan kurva kalibrasi
Konsentrasi
(ppm)
Absorban
(A)
0 -0,087
0,1 -0,045
0,2 -0,044
0,3 0,042
0,4 -0,033
a = -0,0724
b = 0,111
r = 0,831
A. Penentuan konsentrasi larutan standar
Dik : V1 = 0,1, 0,2, 0,3 0,4 ml
M1 = 100 ppm
V2 = 50 ml
Dit : M2 ...?
1. 0,1 ml 2. 0,2 ml
V1 . M1 = V2 . M2 V1 . M1 = V2 . M2
0,1 . 100 = 50 . M2 0,2 . 100 = 50 . M2
M2 =1050
M2 = 2050
M2 = 0,2 ppm M2 = 0,4 ppm
3. 0,3 ml 4. 0,4 ml
V1 . M1 = V2 . M2 V1 . M1 = V2 . M2
0,3 . 100 = 50 . M2 0,4 . 100 = 50 . M2
M2 =3050
M2 = 4050
M2 = 0,6 ppm M2 = 0,8 ppm
B. Grafik kurva kalibrasi
4. Tabel penentuan kadar besi dalam darah
Konsentrasi
(ppm)
Absorban
(A)
480 1,465
y = bx + a
1,465 = 0,111x + (-0,0724)
x = 1,465+0,0724
0,111
x = 1,53740,111
x = 13,85
Penentuan besi dalam darah menggunakan rumus :
Dik : A : 1,465
b : 1 cm
E1%lem : 3,450
Dit : C…….
Penyelesain :
AC = E 1%
Lem . b
C = 1,465
3,450×1
C = 0,4246 gr/100ml
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil percobaan pada penentuan besi dalam darah secara
spektrofotometri sinar tampak, diperoleh hasil untuk penentuan panjang gelombang
dimana 0,3 ml larutan standar besi dalam labu takar 50 ml yang ditambahkan 5 ml
larutan tiosianat dan 3 ml HCL 4 N yang diukur pada panjang gelombang 325-525
nm diperoleh panjang gelombang maksimum yaitu 480 nm dengan absorban 0,437
ppm.
Untuk penentuan kurva kalibrasi yaitu pada 5 labu ukur 50 ml masing –
masing masukan standar besi sebanyak 0 ml, 0,1 ml, 0,2 ml, 0,3 ml, 0,4 ml yang
kemudian ditambahkan masing – masing 5 ml larutan tiosianat, HCL 4 N dan
aquadest sampai tanda batas, maka pada konsentrasi 0,2 ppm, 0,4 ppm, 0,6 ppm, dan
0,8 ppm diperoleh absorbannya 0,139 untuk blanko sedangkan yang lainnya
diperoleh 0,081, 0,065, 0,028, dan 0,038.
Jadi pada penentuan kadar besi dalam darah diperoleh konsentrasinya 6,5286
ppm ppm pada absorban 1,786.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa penentuan kadar besi secara spektrofotometri sinar tampak diperoleh
hasil konsentrasi 13,85 ppm pada absorban 1,465.
6.2 Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya jumlah asisten tambah. Agar
setiap kelompok mempunyai asisten. Sehingga praktikum dapat berjalan
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswara Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Ed. IV. Universitas Indonesia.
Jakarta.
2. Svehla. G. 1985. Vogel Bagian I. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta
3. Khopkar. S. M., 1990, “ Konsep Dasar Kimia Instrumen” Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
4. Hoan Tjay, T dan Rahardja. 2000. Obat-obat penting. PT. Elex Media
Computindo.
5. Poedjiadi, A. 1986. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia. Jakarta