BAB I

37
BAB I PENDAHULUAN LAPORAN KASUS Status Pasien I. Identitas Nama : Tn. R Usia : 26 tahun Jenis Kelamin : laki - laki Agama : Protestan Status : belum Menikah Alamat : Gang Gereja, Cilincing, Jakarta Utara No Telp : - Pekerjaan : Pegawai swasta Masuk RS : 6 Agustus 2015 II. Anamnesis a. Keluhan Utama Demam sejak 3 hari yang lalu SMRS b. Keluhan Tambahan Menggigil, pusing, batuk berdahak, nyeri perut, pegal, nafsu makan menurun c. Riwayat Penyakit Sekarang 1

Transcript of BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

LAPORAN KASUS

Status Pasien

I. Identitas

Nama : Tn. R

Usia : 26 tahun

Jenis Kelamin : laki - laki

Agama : Protestan

Status : belum Menikah

Alamat : Gang Gereja, Cilincing, Jakarta Utara

No Telp : -

Pekerjaan : Pegawai swasta

Masuk RS : 6 Agustus 2015

II. Anamnesis

a. Keluhan Utama

Demam sejak 3 hari yang lalu SMRS

b. Keluhan Tambahan

Menggigil, pusing, batuk berdahak, nyeri perut, pegal, nafsu makan menurun

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSIJ Sukapura dengan keluhan demam sejak 3 hari

SMRS. Demam timbul mendadak. Demam semakin lama semakin meningkat

dan menggigil. Keluhan ini disertai dengan pusing berdenyut pada seluruh

bagian kepala, batuk berdahak berwarna hijau tidak disertai pilek, mimisan,

dan sesak. Selain itu pasien mengeluh nyeri seluruh bagian perut terutama ulu

hati, tetapi tidak ada keluhan mual dan muntah. Pasien tidak mengeluh adanya

1

gusi berdarah. Pasien merasa pegal pada seluruh badan tetapi tidak nyeri pada

persendian dan nafsu makan menurun. BAB dan BAK pasien tidak ada

keluhan. Riwayat berpergian ke luar kota dalam waktu dekat disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pernah terkena demam berdarah disangkal.

Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, dan jantung disangkal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengeluh gejala yang sama seperti pasien.

Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit kencing manis, darah

tinggi, asma, dan jantung.

f. Riwayat Alergi

Pasien mengaku tidak memiliki alergi makanan, obat, cuaca, dan debu

g. Riwayat Pengobatan

Pasien berobat ke klinik dan diberi obat penurun panas dan batuk tetapi panas

tidak berkurang

h. Riwayat Psikososial

Pasien adalah seorang pekerja swasta. Pasien tinggal di asrama perusahaannya.

Keadaannya penuh dengan baju yang digantung dan kebersihan kurang

terawat. Ventilasi cukup baik dan tidak ada air yang mengenang di sekitar

tempat tersebut. Sering jajan di sembarangan. Pasien makan tidak teratur sekali

2 kali. Seringkali pasien mengonsumsi makanan pedas. Pasien tidak suka

mengonsumsi makanan asam, asin, dan manis. Pasien pernah memiliki

kebiasaan minum minuman beralkohol tetapi sejak 6 bulan terakhir sudah

berhenti. Pasien memiliki kebiasaan merokok sebanyak 20 bungkus sehari dan

minum teh 1 gelas sehari. Pasien tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi obat-

obatan dan kopi.

2

III. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum

1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang

2. Kesadaran: Komposmentis

3. Tanda vital

- Tekanan Darah: 120/70 mmHg

- Frekuensi nadi :120 kali/menit, reguler, isi, dan tegangan cukuop

- Frekuensi nafas: 20 kali/menit, reguler

- Suhu axilla : 38,2 O C

4. Status Gizi

Tinggi Badan :160 cm

Berat Badan : 70 cm

Kesimpulan : Obesitas 1

b. Pemeriksaan Khusus

1. Kepala

Bentuk : bulat, simetris, normocephal.

Rambut : pendek, warna hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek

cahaya +/+, nyeri retro-orbital (-)

Hidung : tidak ada sekret, tidak berbau, perdarahan (-), septum deviasi (-)

Telinga : normotia, sekret (-)

Mulut/bibir : Bibir kering(-), lidah kotor (-), sianosis (-), stomatitis (-),

perdarahan gusi (-).

Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-)

2. Thorax

Paru-Paru

– Inspeksi : normochest, simetris, retraksi dinding dada (-)

– Palpasi : vokal fremitus dalam batas normal

– Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

– Auskultasi : vesikuler (+/+), kanan=kiri, wheezing (-/-), ronkhi

(-/-)

3

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS IV PSL dextra

Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra

Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Gallop (-), murmur (-)

3. Abdomen

Inspeksi : Datar, Scar (-)

Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal

Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

Palpasi : Supel, Nyeri tekan di seluruh kuadran (+)

- Hepar : Inspeksi: datar, vena colateral (-)

Perkusi: pekak hati (+) pada batas bawah hepar dan batas atas

hepar di linea midclavicularis kanan dan linea sternalis

kanan

Palpasi: tidak teraba

- Spleen : Inspeksi : datar

Perkusi : timpani pada iga X kiri linea midclavicularis

Palapsi : tidak teraba

4. Ekstremitas

Superior : akral hangat +/+, edema -/-,petekie (+), RCT < 2 detik, ruam (-)

Inferior : akral hangat +/+, edema -/-,petekie (-), ruam (-)

4

IV. Pemeriksaan Penunjang

6 Agustus 2015

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi (Darah Rutin)

Hemoglobin 15,3 g/dL 13,8 – 17,0

Leukosit 13.900 /ul 4.5 – 10,8

Hematokrit 43,1% 35 – 47 %

Trombosit 192.000u/L 185.000 – 402.000

Serologi dan Uji Widal

S. typhosa H 1/160 Negatif

S. paratyphosa AH Negatif Negatif

S. paratyphosa BH Negatif Negatif

S. typhosa O Negatif Negatif

S. paratyphosa AO Negatif Negatif

S. paratyphosa BO Negatif Negatif

8 Agustus 2015

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

KARBOHIDRAT

Gula Darah Sewaktu 76 mg/dL <20

ENZYM

SGOT 21u/L <35

SGPT 40u/L <41

FAAL GINJAL

Ureum 17mg/dl 19-44

Creatinin 1.2 mg/dl 0.9-1.3

HEMATOLOGI

5

Laju Endap Darah 32 mm/1jam 0-15

Hemoglobin 14.7 g/dl 13.9-17.0

Leukosit 4.000/ul 4.5-10.8

Differential:

- Basofil 0% 0-0.3%

- Eosinofil 0% 2-4%

- Batang 1 1-5%

- N.Segmen 72 51-67%

- Limfosit 17 20-30%

- Monosit 9 2-6%

Hematokrit 41.9 40.0-54.0

Trombosit 136.000 185.000-402.000

SEROLOGI DAN

SALMONELLA IgM

NEGATIF NEGATIF

- Uji Rumple Leed : negatif

V. Resume

Pasien laki-laki 26 tahun, datang dengan keluhan demam sejak 3 hari

SMRS. Demam timbul mendadak. Demam semakin lama semakin

meningkat dan menggigil. Keluhan ini disertai dengan pusing berdenyut

pada seluruh bagian kepala, batuk berdahak berwarna hijau, nyeri seluruh

bagian perut terutama ulu hati, pegal pada seluruh badan dan nafsu makan

menurun.

Pemeriksaan Fisik:

- Keadaan umum: tampak sakit ringan

- Kesadaran: compos mentis

- Tanda Vital : - Tekanan darah 120/70 mmHg

6

- Frekuensi nadi 120 kali/menit, reguler, isi, dan tegangan

cukup

- Frekuensi nafas 20 kali/menit, reguler

- Suhu axilla 38,2 oC.

nyeri tekan pada seluruh kuadran abdomen(+).

- Hasil pemeriksaan penunjang di dapatkan Leukosit 139.000/Ul, S. typhosa

H 1/160, dan uji rumple leed negatif.

VI. Daftar masalah

• Diganosis klinis : Demam Dengue (active)

• Riwayat pasti : -

Riwayat penunjang : -

VI. PEMBAHASAN

DEMAM DENGUE

Pada kasus ini didapatkan gejala demam yang timbul mendadak.

Demam semakin lama semakin meningkat dan menggigil. Keluhan ini

disertai dengan pusing berdenyut pada seluruh bagian kepala, batuk

berdahak berwarna hijau, nyeri seluruh bagian perut terutama ulu hati,

pegal pada seluruh badan dan nafsu makan menurun. Tidak didapatkan

gejala : mual, muntah, lidah kotor, konstipasi, diare, hepatomegaly,

spelnomegali, bradikardi relatif, perdarahan spontan, nyeri retro-orbital,

dan artralgia

WD : Demam Dengue

DD : Demam Tifoid

7

VII.PLANNING

Planning Diagnostik

• Diagnostik etiologik

• Pemeriksaan IgM dan IgG

• Diagnostik komplikasi

• SGOT/SGPT, protein/albumin, foto thoraks, NS 1, pemantauan suhu, trombosit, dan hematokrit samapai fase konvalensens

• Diagnostik komorbid

• -

• Diagnostik gawat darurat

• -

Planning Terapi

• Klasifikasi perawatan

• Perawatan biasa

• Karena tidak ada kegawatan, KU baik

• Hidrasi

• Parenteral : IVFD : kristaloid (RL)

• Nutrisi

• Makanan lunak

• Farmakologi

• Paracetamol 500 mg 3x1

• Ranitidin 150 mg 2x1

VII. Prognosis

Dubia ad bonam

8

VIII. Follow up

Tanggal 7 Agustus 2015

Pemeriksaan Terapi

S: demam (+), menggigil (+), pusing

(+),batuk berdahak (+) berwarna hijau,

nyeri seluruh bagian perut (terutama

ulu hati) (+), pegal (+) dan nafsu

makan menurun (+)

O:

TD= 110/80 mmHg RR =

20x/menit

N = 100 x/menit S = 38,4° C

A: Observasi Febris H4 ec susp. DD

Infus RL

Paracetamol 500 mg 3x1

Ranitidin 150 mg 2x1

Tanggal 8 Agustus 2015

Pemeriksaan Terapi

S: Lemas, Nyeri epigastrikum,

Pusing(-), mual(+), muntah (-)

O:

TD= 120/70 mmHg RR =

20x/menit

N = 93 x/menit S = 39,7° C

Ureum : 17 mg/dl

LED: 32 mm/1jam

Leukosit : 4.000/ul

Eosinofil : 0%

N.Segmen : 1-2%

Limfosit : 17%

Paracetamol 500 mg 3x1

Ranitidin 150 mg 2x1

APS

9

Monosit : 9%

A: observasi febris H5 et causa susp.

DD

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Virus Dengue

10

Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus

Dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang

sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan

memepunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den 2, Den-3, Den-4 dengan

manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan /atau nyeri sendi, trombositopenia,

dan diatesis hemoragik. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan

antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak dapat

memeberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.

Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4

serotipe selama hidupnya.

2.2 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue di sebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus

merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai

tunggal dengan berat molekul 4 x 106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.

Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe

terbanyak.

2.3 Epidemiologi

World Health Organization mengestimasi bahwa 2,5 miliar

manusia tinggal di daerah virus dengue. Penyebaran secara geografi dari kedua

vector nyamuk dan virus dengue menyebabkan munculnya epidemi demam

dengue dan demam berdarah dengue dalam dua puluh lima tahun gterakhir,

sehingga berkembang hiperendemisistas di perkotaan di negara tropis. Pada tahun

2007 di Asia Tenggara, dilaporkan peningkatan kasus dengue yang meninggal

sekitar 15% dibanding tahun 2006.

Di Indonesia demam berdarah dengue masih merupakan masalah

kesehatanmasyarakat yang penting. Infeksi dengue terjadi secara lendemis di

11

Indonesia selam dua abad terakhir dari gejala yang ringan dan self limiting

disease. Indonesia merupakan negara dengan jumlah populasi yang padat

mencapai 245 juta penduduk. Hampir 60% penduduk tinggal di pulau jawa,

daerah kejadian luar biasa infeksi dengue terjadi.

2.2 Patogenesis

Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut

adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan

hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien

akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi

virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang

selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar

hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga

serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara

adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi

heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk

kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran

leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi

sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan

syok.1,2

2.3 Perjalanan Penyakit

12

Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan

recovery (penyembuhan) (gambar-1).5

Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5

a. Fase Febris

Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang

suhu tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun

panas. Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka

kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.

Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah

(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya

secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini

meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat

dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan

tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning

signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase

kritis.2,5,10Warning signs meliputi:5

Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

mukosa, pembesaran hati >2 cm

13

Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.

Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran

mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari

pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5

demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan

gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih

jarang.2,5,10Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif,

menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit

70,2% kasus DBD mempunyai hasil positif.2

Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.

Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling

awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan

kecurigaan ke arah dengue.2,5

b. Fase Kritis

Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam

mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini

harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga

dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan

permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan

peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis

biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5

Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat

merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.

Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran

plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding

dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5

Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis

akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat

14

tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari

dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,

kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami

hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,

dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan

hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat. 1,2,5

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat

dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang

menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada

pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya

kebocoran plasma.5

c. Fase Penyembuhan ( Recovery )

Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi

gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum

pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status

hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami

ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus

generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan

pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang

disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera

setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian

cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan

edema paru atau gagal jantung kongestif.5

2.4 Manajemen Kasus DBD

Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:5

1. Penilaian:

Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat

keluarga

Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental

15

Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue

2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan

3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan

hal-hal terkait lainnya:

Rawat jalan (kelompok A)

Rawat inap (kelompok B)

Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)

2. 5 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis harus meliputi:5 (1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake

oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status

mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu

terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD,

riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas,

diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun

(mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks

bebas (HIV serokonversi akut).

Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5 (1) Status mental, (2) Status

hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura,

(5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan,

(7) Uji torniquet.

2.6 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar

hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya

limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).1

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel

neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama

menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.1,2,10

Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/µl. Pada umumnya

trombosit terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu

16

turun. Jumlah trombosit <100.000/µl biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7.

Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit

dalam batas normal atau menurun.1,2

Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan

hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan

terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit

secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan

perdarahan.1,2

Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya

gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,

Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah

albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.1,2,5

2.7 Pemeriksaan Radiologi

Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II)

didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto

toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi

pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.1

2.8 Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara

tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi

virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu

yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan

yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan

mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.1,11

Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima

setelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar

IgM meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan

menurun hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul

beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah

17

dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan

seumur hidup.11 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih

banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG

merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.11

Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen

spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan

metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari

pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke

5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO

menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk

pelayanan primer.

2.9 Diagnosis

Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris.

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan

bila semua hal di bawah ini terpenuhi:1,9

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan

melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

dan hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,9

• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

18

• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.

• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak

terukur.

Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD

ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan),

menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta

apakah pasien memerlukan rawat.5

Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien

tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam

lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau

trombositopenia ± uji torniquet positif.

2.9 Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah

terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam

penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus

dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur

intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi

lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),

membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan

membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5

Kelompok-A 5

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi

untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam

jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.

19

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi

hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah

dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila

warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya

adalah:

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan

lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang

hilang akibat demam.

Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.

Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan

keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda

perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan

trombosit (kelompok-B).

Kelompok-B 5

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase

kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:5

1. Adanya warning signs

2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,

hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak

syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia

hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa

transpor memadai.

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti

normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu

20

kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi

2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.

Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,

lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda

vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–

10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan

periksa kecepatan cairan infus berkala.

Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin

output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus

berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal

ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht

menurun.

Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.

Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap

1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum

dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,

dan fungsi organ sesuai indikasi.

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%

atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk

pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan

volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-

48 jam.

Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin

output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan

trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

Kelompok-C 5

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila

mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.

Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk

menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid

21

pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.

Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer

(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat

dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran

membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:5

Klinis:

o Bebas demam selama minimal 48 jam

o Terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu makan

makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak

ada gangguan pernapasan)

Laboratoris:

o Peningkatan jumlah trombosit

o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

22

Gambar-2. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi

Terapi pada Syok Hipotensi

23

Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Hipotensi

DAFTAR PUSTAKA

24

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.

Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.

Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.

2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana Demam

Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004.

3. Situation update of dengue in the SEA Region, 2007 diunduh dari

www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf

4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam

Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1.

5. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World

Health Organization, 2009. Diunduh dari

http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf

6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd

edition. Geneva : World Health Organization. 1997. Diunduh dari

http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/

print.html

7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in

Small Hospitals. 1999. diunduh dari

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf

8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses. In: Braunwald,

et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 th ed. USA: McGraw Hill

Companies, 2008.

9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro S, et.al.

(editor). Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo, 2007.p.156-7.

10. Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health

Organization Sudan, 2005. Diunduh dari

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

25

11. World Health Organization. Dengue Fever. Diunduh dari

www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf

12. Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,

Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi

dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. P.522.

26