BAB I

5
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterbelakangan mental atau dalam bahasa medis disebut retardasi mental (RM) adalah label yang diberikan kepada siapa saja yang memiliki skor IQ 70 atau kurang pada tes inteligensi psikologis. Retardasi mental tidak hanya mempengaruhi kinerja fungsi mental umum, tetapi juga keterbatasan pada kemampuan seseorang untuk perawatan diri, bahasa, kemampuan bicara, pendidikan sosial dan kemampuan kejuruan. (Nicholas, 2003:307) Hingga tahun 2000, menurut PBB diperkirakan sekitar 500 juta orang didunia mengalami kecacatan dan 80 persen dijumpai di negara- negara berkembang. Di Amerika Serikat, setiap tahun dilahirkan sekitar 3000-5000 anak penyandang Retardasi Mental (“pahami anak down”, 2004 dalam Bania Maulina dan Raras Sutatminingsih, 2005) Di Indonesia sendiri belum ada data pasti tentang jumlah anak termasuk anak usia sekolah penyandang cacat yang ada di masyarakat. Data dari Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2009 menunjukkan bahwa ada 70.501 anak penyandang cacat yang sekolah di Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Pertama dan 15.144 anak penyandang cacat di sekolah

description

latar belakang

Transcript of BAB I

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKeterbelakangan mental atau dalam bahasa medis disebut retardasi mental (RM) adalah label yang diberikan kepada siapa saja yang memiliki skor IQ 70 atau kurang pada tes inteligensi psikologis. Retardasi mental tidak hanya mempengaruhi kinerja fungsi mental umum, tetapi juga keterbatasan pada kemampuan seseorang untuk perawatan diri, bahasa, kemampuan bicara, pendidikan sosial dan kemampuan kejuruan. (Nicholas, 2003:307)Hingga tahun 2000, menurut PBB diperkirakan sekitar 500 juta orang didunia mengalami kecacatan dan 80 persen dijumpai di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, setiap tahun dilahirkan sekitar 3000-5000 anak penyandang Retardasi Mental (pahami anak down, 2004 dalam Bania Maulina dan Raras Sutatminingsih, 2005)Di Indonesia sendiri belum ada data pasti tentang jumlah anak termasuk anak usia sekolah penyandang cacat yang ada di masyarakat. Data dari Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2009 menunjukkan bahwa ada 70.501 anak penyandang cacat yang sekolah di Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Pertama dan 15.144 anak penyandang cacat di sekolah inklusif. Dan 4.250 anak diantaranya adalah Tunagrahita atau Retardasi Mental. (Kemenkes,2010)Insidensi Retardasi Mental sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. (Indonesian Children,2009)Setiap orang tua mengharapkan kehadiran seorang anak yang sehat baik secara fisik maupun psikis. Kehadiran anak RM dalam sebuah keluarga menciptakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Mengingat bahwa penyandang RM menuntut perhatian dan kebutuhan yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Ini disebabkan karena kemampuan anak yaitu fungsi intelektual di bawah rata-rata disertai ketidakmampuan fungsi adaptasinya. Anak tidak mampu untuk mandiri sebagai individu yang dapat melakukan aktivitas sehari-hari sendiri, keterbatasan dalam memahami perilaku sosial dan perkembangan keterampilan sosial. Selain itu, kondisi anak RM akan membawa pengaruh pada kemampuan anak dan keterlibatan anak untuk berfungsi dalam setting lingkungan seperti di kehidupan belajar, bermain, bekerja, sosialisasi dan interaksinya (Wenar & Kerig, 2006). Kondisi inilah yang menjadi sumber stres tersendiri terutama bagi orang tua.Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Islam MZ, Shanaz R, Farjana S (2013) menunjukkan bahwa orang tua dari anak-anak dengan RM mengalami tekanan mental yang signifikan lebih besar daripada orang tua dari anak-anak tanpa retardasi mental, temuan yang sama juga terungkap oleh penelitian yang dilakukan Gupta RK di India di mana orang tua dari anak-anak RM menunjukkan skor stres lebih besar daripada orang tua dari anak normal. Di antara orang tua, ibu merasa stres emosional, sosial dan beban dalam merawat anak-anak RM lebih tinggi daripada stres yang dialami ayah. (Tatsiana Budovich & Lori Sozio, 2012). Hal ini berhubungan dengan peran sebagai seorang Ibu. Seperti halnya hasil penelitian (Adams, 1999) menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak cacat cenderung mengalami stres yang lebih besar daripada ibu yang memiliki anak normal. (Bania Maulina dan Raras Sutatminingsih,2005)Tingkat stres yang dialami orangtua dengan anak RM terutama Ibu, dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor tersebut dapat berasal dari orangtua maupun anak itu sendiri. Faktor orangtua bisa berupa pendidikan, status ekonomi, support system dll. Sementara faktor anak seperti status kesehatan anak, jenis kelamin, usia, dll mungkin juga dapat berpengaruh terhadap stres yang dialami orangtua. Dimana semakin buruk status kesehatan anak, yang ditandai derajat RM yang parah, maka semakin kompleks pula kebutuhan yang memerlukan perawatan intensif dari orangtua, yang nantinya akan meningkatkan beban orangtua. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Mita Majumdar et al (2005), Mita membagi 3 kelompok responden yaitu A (orang tua dengan anak RM moderate atau sedang), B (orangtua dengan anak RM ringan atau border line), dan C (orangtua dengan anak normal). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu dalam kelompok A berbeda dari mereka dalam kelompok B dan C, yaitu secara significant kelompok A mempunyai frekuensi stresor dan tingkat ansietas yang lebih tinggi.Namun, dalam Studi yang berbeda mengenai dampak psikologis dan sosial dari anak retardasi mental pada orang tuanya, hasil penelitian menunjukkan bahwa 85% orang tua menderita kecemasan dan depresi mulai dari sedang sampai parah. Studi menyimpulkan bahwa jumlah, usia atau tingkat keterbelakangan anak-anak tidak mempengaruhi dampak sosial dan psikologis pada orang tua secara signifikan. (FH Shabo,2011) Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengidentifikasi hubungan antara status kesehatan anak termasuk tingkat keparahan RM dan tingkat stres yang dialami Ibu.1.2 Perumusan MasalahPada penelitian ini menggunakan rumusan masalah: Bagaimana hubungan antara status kesehatan anak dengan tingkat stres pada ibu yang memiliki anak retardasi mental1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum:Untuk mengetahui hubungan antara status kesehatan anak RM dengan stress pada ibu dengan anak Retardasi Mental.1.3.2 Tujuan Khusus:1. Mengidentifikasi status kesehatan pada anak dengan Retardasi mental2. Mengidentifikasi tingkat stres pada ibu dengan anak Retardasi Mental3. Mengidentifikasi hubungan antara status kesehatan anak dengan tingkat stres pada ibu dengan anak Retardasi Mental1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat teoritisPenelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu psikologi terutama ilmu psikologi keluarga.1.4.2 Manfaat praktis Penelitian ini sebagai sumber informasi guna meningkatkan mutu pelayanan keperawatan komunitas secara efektif dan efisien terutama pada keluarga dengan anak retardasi mental.