BAB I

60
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan atau cara penatalaksanaan balita sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organizations) merupakan suatu bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang. Derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang sangat luas, yakni bukan saja bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental. Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur-unsur mortalitas yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Untuk kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikator adalah angka harapan hidup waktu lahir (Lo). Sedangkan untuk mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian pneumonia pada balita

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood

Illness (IMCI) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana

balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh.

MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan atau cara

penatalaksanaan balita sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan

oleh organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organizations) merupakan suatu bentuk

strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian,

kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.

Derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun

masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status

gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang sangat luas, yakni bukan saja bebas

dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental.

Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur-

unsur mortalitas yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Untuk kualitas

hidup, yang digunakan sebagai indikator adalah angka harapan hidup waktu lahir (Lo).

Sedangkan untuk mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu angka kematian bayi (AKB)

per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup, angka

kematian pneumonia pada balita per 1000 balita, angka kematian diare pada balita per 1000

balita per 1000 balita dan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) per 1000 kelahiran.

Menurut Susenas 2001 Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 68 per 1000

kelahiran hidup, maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum usia lima tahun dan

diantaranya 155 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari seluruh kematian tersebut

sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut, diare dan gangguan

perinatal/neonatal (Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul-1 Depkes RI, 2004).

B. MANFAAT PENULISAN

Sebagaimana diketahui, derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan

perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup,

mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang

sangat luas, selain bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan kesejahteraan baik

fisik, sosial dan mental.

Page 2: BAB I

Makalah ini dimaksudkan untuk lebih menggali masalah yang membahas mengenai

Manajemen Terpadu Balita Sakit. Dengan makalah ini, diharapkan agar petugas kesehatan

lebih punya Wawasan tentang masalah ini.

Peningkatan keterampilan perawat dan bidan dalam tata laksana balita sakit secara

komprehensif dilaksanakan dengan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit atau lebih

dikenal dengan MTBS. Kegiatan ini dilaksanakan secara pre-service dan atau in-service

training. Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan standar pelayanan bagi balita sakit dan

dinilai cost effective serta berkontribusi sangat besar untuk menurunkan angka kematian

neonatus, bayi dan balita bila dilaksanakan secara luas, baik, dan benar.

1. Bagi Ilmu Kebidanan

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai manajemen

terpadu balita sakit sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan asuhan kebidanan terutama balita

2. Bagi Pengguna

a. Bagi STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta

Makalah ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan informasi

sehingga dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan kesehatan

b. Bagi Mahasiswa STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta

Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan implementasi

dalam penatalaksanaan sakit pada balita.

Page 3: BAB I

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. MTBS

1. Definisi Manajemen Terpadu Balita Sakit

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang digagas oleh

WHO dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian, membuat

klasifikasi serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang

umumnya mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petugas,

memperkuat sistem kesehatan serta meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan

masyarakat yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999.

Ditinjau dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, maka angka

kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKBA)

adalah 19/1000 kelahiran hidup (KH), 34/1000 KH dan 44/1000KH. Artinya, kematian balita

(0- 59 bulan) masih tinggi. Untuk itu, diperlukan kerja keras dalam upaya menurunkan angka

kematian tersebut, termasuk diantaranya peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam

menangani balita sakit, utamanya bidan dan perawat di Puskesmas sebagai lini terdepan

pemberi pelayanan.

2. Sejarah penerapan MTBS di Indonesia

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996.Pada

tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

melakukan adaptasi modul MTBS WHO.Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada

bulan November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia

berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai

perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.

Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun

belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya tenaga

kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih

tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas,

dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh

Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah

Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas

dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan

pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di

Puskesmas tersebut.

Page 4: BAB I

MTBS bukan merupakan program kesehatan,tetapi suatu standar pelayanan dan

tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. WHO

memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan

kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak

balita di negara-negara berkembang.

Ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu:

a. Komponen I : meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus

balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan)

b. Komponen II : memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita

lebih efektif

c. Komponen III : Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di

rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan

pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai “Manajemen Terpadu

Balita Sakit berbasis masyarakat”).

Untuk keberhasilan penerapan MTBS, proporsi penekanan pada ketiga komponen harus sama

besar.

3. Latar belakang perlunya penerapan mtbs di indonesia

Menurut data hasil Survei yang dilakukan sejak tahun 1990-an hingga saat ini (SKRT

1991, 1995, SDKI 2003 dan 2007), penyakit/masalah kesehatan yang banyak menyerang bayi

dan anak balita masih berkisar pada penyakit/masalah yang kurang-lebih sama yaitu

gangguan perinatal, penyakit-penyakit infeksi dan masalah kekurangan gizi.

Penyebab kematian neonatal (bayi berusia 0-28 hari) menurut Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2007, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel proporsi penyebab kematian neonatal di Indonesia tahun 2007

Sumber: Badan Litbangkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007

Page 5: BAB I

Sedangkan penyebab kematian bayi dan anak balita menurut Riskesdas 2007, pada

kelompok bayi (29 hari - 11 bulan) dan kelompok anak balita (12 bulan - 59 bulan) ada dua

penyebab kematian tersering yaitu diare dan pneumonia.Selengkapnya dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel proporsi penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia tahun 2007

Sumber: Badan Litbangkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007

Penyakit-penyakit penyebab kematian tersebut pada umumnya dapat ditangani di

tingkat Rumah Sakit, namun masih sulit untuk tingkat Puskesmas. Hal ini disebabkan antara

lain karena masih minimnya sarana/peralatan diagnostik dan obat-obatan di tingkat

Puskesmas terutama Puskesmas di daerah terpencil yang tanpa fasilitas perawatan, selain itu

seringkali Puskesmas tidak memiliki tenaga dokter yang siap di tempat setiap saat. Padahal,

Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas kesehatan yang paling diandalkan di tingkat

kecamatan. Kenyataan lain di banyak provinsi, keberadaan Rumah Sakit pada umumnya

hanya ada sampai tingkat kabupaten/kota sedangkan masyarakat Indonesia banyak tinggal di

pedesaan.

Berdasarkan kenyataan (permasalahan) di atas, pendekatan MTBS dapat menjadi

solusi yang jitu apabila diterapkandengan benar (ketiga komponen diterapkan dengan

maksimal). Pada sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan

tunggal jarang terjadi. Menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki

beberapa keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering

pada balita yang menjadi fokus MTBS. Hal ini dapat diakomodir oleh MTBS karena dalam

setiap pemeriksaan MTBS, semua aspek/kondisi yang sering menyebabkan keluhan anak

akan ditanyakan dan diperiksa.

Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang paling

cost effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global.Bila

Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan pelayanan

Page 6: BAB I

kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang terpadu.Oleh karena itu, bila anda membawa anak balita berobat ke

Puskesmas, tanyakanlah apakah tersedia pelayanan MTBS di Puskesmas itu?bila ada,

mintalah dilayani memakai pendekatan MTBS.

4. Tujuan MTBS

a. Menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering pada

balita.

b. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak.

Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0 – 7 hari

terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %), prematuritas (32,4 %), sepsis (12,0

%).Kematian neonatal 7 – 29 hari disebabkan oleh sepsis (20,5 %), malformasi kongenital

(18,1 %) dan pneumonia (15,4 %). Kematian bayi terbanyak karena diare (42 %) dan

pneumonia (24 %), penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %)

dan DBD (6,8 %).

Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan MTBS

adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain pneumonia, diare,

malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia).

Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan menggunakan algoritma sederhana yang

digunakan oleh perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank

Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk

mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA),

diare, campak malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.

5. Penilaian Tanda Dan Gejala

Pada penilaian tanda dan gejala, yang dinilai adalah ada atau tidaknya tanda bahaya

umum.

a. Penilaian pertama, Keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum, tarikan

dinding dada kedalam, stridor, nafas cepat.

b. Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis atau tidak sadar,

mata cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek, gelisah, rewel, haus

atau banyak minum, adanya darah dalam tinja.

c. Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umum, kaku

kuduk, dan adanya infeksi local seperti kekeruhan pada kornea mata, luka pada

mulut, mata bernanah, adanya tanda pre syock seperti nadi lemah ekstremitas dingin

muntah darah, berak hitam, perdarahan hidung, nyeri ulu hati, dan lain-lain.

Page 7: BAB I

d. Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga, adanya

pembengkakan, dan lain-lain.

e. Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus, bengkak

pada kedua kaki, telapak tangan pucat, status gizi dibawah garis merah pada

pemeriksaan berat badan menurut umur.

Penentuan Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan :

a. Klasifikasi Pneumonia

1) Pneumonia berat, apabila adanya tanda bahaya umum, tarikan dinding dada

kedalam, adanya stridor.

2) Pneumonia, apabila ditemukan tanda frekuensi nafasyang sangat cepat.

3) Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada pneumonia dan hanya keluhan batuk.

b. Klasifikasi Dehidrasi

1) Dehidrasi berat, apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak sadar,

mata cekung, turgor jelek sekali.

2) Dehidrasi ringan atau sedang, dengan tanda gelisah, rewel, mata cekung, haus,

turgor jelek.

3) Diare tampa dehidrasi, apabila tidak cukup adanya tanda dehidrasi.

c. Klasifikasi Diare Persisten

1) Diare persisiten berat, diare lebih dari 14 hari dan adanya tanda dehidrasi.

2) Diare persisten, tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi.

d. Klasifikasi Disentri

Apabila diarenya disertai dengan darah dalam tinja.

e. Klasifikasi Risiko Malaria

1) Klasifikasi dengan resiko tinggi :

Klasifikasi penyakit berat dengan demam(suhu 37,5 derajat celcius atau lebih)

apabila ditemukan tanda bahaya umum disertai dengan kaku kuduk.

2) Klasifikasi resiko rendah :

a) Klasifikasi penyakit berat dengan demam apabila ada tanda bahaya umum

atau kaku kuduk,

b) Klasifikasi malaria apabila tidak ditemukan tanda demam atau campak.

c) Klasifikasi demam mungkin bukan malaria apabila hanya ditemukan pilek

atau adanya campak.

3) Klasifikasi tampa resiko :

a) Klasifikasi Penyakit berat dengan demam apabila ditemukan tanda bahaya

umum dan kaku kuduk.

b) Klasifikasi demam bukan malaria apabila tidak ditemukan tanda bahaya

umum dan tidak ada kaku kuduk.

Page 8: BAB I

f. Klasifikasi Campak

1) Campak dengan komplikasi berat apabila ditemukan adanya tandabahaya umum,

terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya tandaumum campak, adanya batuk,

pilek atau mata merah.

2) Campak dengan komplikasi apabila ditemukan tanda mata bernanah serta luka

dimulut.

3) Campak, apabila hanya tanda khas campak yang tidak disertai tanda klasifikasi di

atas.

g. Klasifikasi DBD (demam kurang dari 7 hari)

1) DBD apabila ditemukan tanda seperti petekie, tanda syock.

2) Mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah, bintik perdarahan

bawah kulit,dan uji torniqet negatif.

3) Mungkin bukan DBD apabila hanya ada demam.

h. Klasifikasi masalah telinga

1) Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkakan dan nyeri

dibelakang telinga.

2) Infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang keluar dari telinga dan

telah terjadi kurang dari 14hari serta adanya nyeri telinga.

3) Infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau nanah yang keluar

dari telinga dan terjadi 14 hari lebih.

4) Tidak ada infeksi telinga apabila tidak ada ditemukan gejala seperti di atas.

i. Klasifikasi status gizi

1) Klasifikasi gizi buruk (anemia berat), apabila BB sangat kurus, adanya bengkak

pada kedua kaki serta pada telapak tangan, ditemukan adanya kepucatan.

2) Klasifikasi bawah garis merah (anemia), apabila ditemukan tanda telapak tangan

agak pucat, BB menurut umur dibawah garis merah.

3) Tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada tanda seperti diatas.

6. Penentuan tindakan dan pengobatan

a. Pneumonia

Pengobatan pneumonia berat :

1) Berikan dosis pertama antibiotika : Kotrimoksazol dan amoksilin.

2) Lakukan rujukan segera

a) Apabila pneumonia saja berikan antibiotika yang sesuai selam 5 hari, berikan

pelega tenggorokan dan pereda batuk, beri tahu ibu atau keluarga, lakukan

kunjungan ulang setelah 2 hari.

Page 9: BAB I

b) Apabila batuk bukan pneumonia berikan pelega tenggorokan, beri tahu ibu

dan keluarga, dan lakukan kunjungan ulang setelah 5 hari.

b. Dehidrasi

1) Pengobatan dehidrasi berat :

a) Berikan cairan intravena secepatnya, berikan oralit, berikan 100 ml/kg RL

atau NACL

b) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi, apabila belum

membaik berikan tetesan intravena cepat.

c) Berikan oralit (kurang lebih 5ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum.

d) Lakukan monitoring kembali setelah 6 jam pada bayi dan 3 jam pada anak.

e) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI

2) Pengobatan dehidrasi ringan atau sedang :

a) Lakukan pemberian oralit 3 jam pertama.

b) Lakukan monitoring setelah 3 jam pemberian terhadap tingkat dehidrasi.

3) Pengobatan tanpa dehidrasi :

a) Berikan cairan tambahan sebanyak anak mau, dan lakukan pemberian oralit

apabila anak tidak memperoleh ASI eksklusif.

b) Lanjutkan pemberian makan.

c. Diare Persisten

Tindakan ditentukan oleh dehidrasi, kemudian jika ditemukan adanya kolera,

maka pengobatan yang dapat dianurkan adalah pilihan pertama antibiotik

kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah tetrasiklin.

d. Disentri

Tindakan pada disentri dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik yang

sesuai, misalnya pilihan pertamanya adalah kotrimoksazol dan pilihan keduanya

adalah asam nalidiksat.

e. Risiko Malaria

Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi risiko malaria adalah

sebagai berikut.

1) Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara intramuskukar.

Selanjutnya anjurkan anak tetap berbaring dalam 1 jam dan ulangi suntikan kina

pada 4 dan 8 jam kemudian. Selanjutnya 12 jam sampai anak mampu meminum

obat malaria secara oral dan jangan memberikan suntikan kina sampai dengan

lebih dari 1 minggu dan pada risiko rendah jangan berikan pada anak usia kurang

dari 4 bulan.

2) Pemberian obat antimalaria oral ( untuk malaria saja) dengan ketentuan dosis

sebagai berikut untuk pilihan antimalaria pertama adalah klorokuin + primakuin

Page 10: BAB I

dan pilihan kedua adalah sulfadoksin primetin + primakuin (untuk anak ≥ 12

bulan) dan tablet kina (untuk anak <12 bulan).

3) Lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah pemberian klorokuin dan apabila

dalam waktu tersebut terdapat muntah maka ulangi pemberian klorokuin.

4) Pemberian antibiotik yang sesuai.

5) Mencegah penurunan kadar gula darah.

6) Pemberian parasetamol apabila terjadi demam tinggi (≥ 38,5 derajat celcius).

f. Campak

Pada campak dpat dilkukan tindakan sebagai berikut:

1) Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat, maka tindakannya adalah

pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, salep mata tetrasiklin, atau

kloramfenikol.

2) Apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian parasetamol dianjurkan jika

disertai demma tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian apabila campak disertai

komplikasi mata dan mulut ditambahkan dengan pemberian gentian violet, jika

hanya campak saja tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain, maka

tindakannya hanya diberikan vitamin A.

g. Demam Berdarah Dengue

Pada demam berdarah dengue, tindakan yang dapat dilakukan antara lain

apabila ditemukan syok, maka segera diberi cairan intravena, pertahankan kadar gula

darah. Bila dijumpai demam tingg , maka berikan parasetamol dan caira atau oralit

bila dilakukan rujukan selama perjalanan.

Ketentuan pemberian cairan pra-rujukan pada demam berdarah.

1) Berikan cairan ringer laktat, jika memungkinkan beri glukosa 5% ke dalam ringer

laktat melalui intravena atau apabila tidak berikan oralit atau cairan per oral

selama perjalanan.

2) Apabila tidak ad, berikan cairan NaCl 10-20 ml/kgBB/30menit.

3) Pantau selama setelah 30 menit dan bila nadi teraba, berikan cairan intravena

dengan tetesan 10 ml/kgBB dalam 1 jam. Apabila nadi tidak teraba berikan cairan

dengan tetesan 15-20 ml/kgBB dalam 1 jam.

h. Klasifikasi Masalah Telinga

Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telinga dapat dilakukan

antara lain dengan memberikan dosis pertama untuk antibiotik yang sesuai.

Parasetamol dapat diberikan apabila dijumpai demam tinggi, apabila ada ifeksi akut

pada telinga, maka pengobatan sama seperti mastoiditis krnis ditambah dengan

mengeringkan telinga dengan kain penyerap.

i. Klasfikasi Status Gizi

Page 11: BAB I

Tindakan yang dapat dilakukan antara lain pemberian vitamin A. Apabila

anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan dijumpai adanya

anemia, maka dapat dilakukan pemberian tablet zat besi. Jika berada di daerah risiko

tinggi malaria, dapat diberikan antimalaria oral dan pirantel pamoat hanya diberikan

untuk anak usia 4 bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6 bulan terakhir

serta hasil pemeriksaan tinja positif.

7. Cara penatalaksanaan balita sakit dengan pendekatan mtbs

Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) sudah terintegrasi di dalam pendekatan

Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS), maka bagan MTBM menjadi bagian dari bagan

MTBS. MTBM dan MTBS sudah diterapkan di seluruh provinsi di Indonesia sehingga sudah

menjadi milik masyarakat. Banyaknya permintaan bagan MTBS (termasuk bagan MTBM)

oleh Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten perlu dipenuhi sehingga perkembangan

penerapannya di lapangan tidak tersendat. Oleh karena itu masyarakat dan tenaga kesehatan

yang memerlukan dapat memperbanyak bagan ini untuk meningkatkan kelancaran

implementasi penerapannya di Puskesmas, Polindes, Poskesdes, Klinik swasta, Rumah Sakit,

dll.

Agar lebih mudah dipelajari, maka bagan MTBM ditampilkan terpisah dengan bagan

MTBS. Berikut ini bagan-bagan MTBS dan MTBM :

Page 12: BAB I

Bagan Penilaian, Klasifikasi dan Tindakan bayi muda umur kurang

dari 2 bulan:

Page 13: BAB I
Page 14: BAB I

Berikut Ini Tindakan Pengobatan Untuk Bayi Muda:

Page 15: BAB I
Page 16: BAB I
Page 17: BAB I
Page 18: BAB I

Berikut Ini Konseling Bagi Ibu / Keluarga

Page 19: BAB I
Page 20: BAB I
Page 21: BAB I

Formulir   MTBM

Untuk setiap bayi muda yang diperiksa, selalu dicatat pada lembar 'Formulir Bayi

Muda Kurang Dari 2 Bulan' seperti pada contoh di bawah ini. Formulir ini disamping

berfungsi sebagai status pasien, juga berfungsi sebagai media pencatatan yang nantinya akan

direkap kedalam buku register MTBS. Petugas akan mengisi identitas pasien, penilaian,

klasifikasi penyakit serta tindakan /pengobatan yang diberikan.

Page 22: BAB I
Page 23: BAB I

Lampiran:

Page 24: BAB I

Bagan MTBS Terbaru

Page 25: BAB I
Page 26: BAB I
Page 27: BAB I
Page 28: BAB I

Berikut Ini Bagan Tindakan Pengobatan MTBS:

Page 29: BAB I
Page 30: BAB I
Page 31: BAB I
Page 32: BAB I
Page 33: BAB I
Page 34: BAB I

Berikut Ini Pemberian Konseling Bagi Ibu:

Page 35: BAB I
Page 36: BAB I

Berikutnya Pemberian Pelayanan Tindak Lanjut Pada Kunjungan Ulang:

Page 37: BAB I
Page 38: BAB I

Formulir MTBS

Untuk setiap balita usia 2 bulan - 59 bulan yang diperiksa, hendaknya dicatat pada lembar 'Formulir Balita Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun' seperti pada contoh di bawah ini. Formulir ini disamping berfungsi sebagai status pasien, juga berfungsi sebagai media pencatatan yang nantinya akan direkap kedalam buku register MTBS. Petugas akan mengisi identitas pasien, penilaian, klasifikasi penyakit serta tindakan/pengobatan yang diberikan.

Page 39: BAB I
Page 40: BAB I

B. Jurnal yang mendukung

Page 41: BAB I

Intervensi diperkenalkan oleh WHO sebagai MTBS (manajemen terpadu balita sakit)

dimaksudkan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian balita di negara

berkembang dari lima penyebab paling penting dari kematian anak - respirator infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA), diare, campak, malaria atau demam berdarah dengue (DBD) dan gizi

buruk. Dalam adaptasi terhadap MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Indonesia,

kebutuhan dari situs pelatihan yang cocok sesuai dengan rumah sakit akademik yang tersedia

dan sistem rujukan adalah masalah yang cukup harus dipelajari. Penelitian deskriptif

observasional, untuk mencocokkan MTBS / MTBS penyakit klasifikasi dengan diagnosis

klinis dan menindaklanjuti kasus yang dilakukan di klinik rawat jalan oleh warga Pediatric

untuk mendirikan sebuah situs pelatihan untuk IMCI / MTBS. Hasil dari 96 kasus usia 2-59

bulan adalah: 1). Dari 11 kasus yang Tergolong Pneumonia, itu ditemukan secara klinis

didiagnosis sebagai Pneumonia dalam sebanyak 7 (77%) kasus. 2). Tidak ada perbedaan

dalam kasus-kasus diare. 3). Dalam 35 kasus diklasifikasikan sebagai demam, ditemukan

bahwa sebagian besar kasus didiagnosis ISPA, hanya 1 dengan Demam Berdarah Dengue

4). Dari 24 kasus dengan masalah gizi, 22 kasus diklasifikasikan sebagai tipus dan

didiagnosis klinis sebagai gizi kurang. Hal ini disimpulkan bahwa MTBS / MTBS klasifikasi

perlu diikuti dengan penyelidikan klinis secara menyeluruh dalam kasus rumah sakit

pelatihan dimaksud, untuk memperbaiki klasifikasi tertandingi dan ilmiah menjembatani

menuju diagnosis klinis.

BAB III

Page 42: BAB I

ASUHAN KEBIDANAN

Manajemen Terpadu Balita Sakit

An D Umur 11 Bulan Dengan Demam Bukan Malaria

Di RSUD Jogja

No RM : 044

Tanggal : 7 Februari 2013

Pengkajian data oleh : Agustina Nilam C

I. Data Subyektif

Identitas

Nama Anak : An.D

Umur : 11 bulan

Jenis Kelamin : perempuan

Alamat : Cebongan Kidul, Sleman

Nama Ibu : Ny. S Nama Ayah : Tn. A

Umur : 39 tahun Umur : 35 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku :Jawa/Indonesia Suku : jawa

Pendidikan : SMA Pendidikan : S1

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

1. Alasan Kunjungan : Ibu ingin memeriksakan anaknya

2. Keluhan Utama : anak panas sejak tadi malam, tidak pilek, tidak batuk

3. Riwayat Imunisasi

Ibu mengatakan anak telah mendapatkan imunisasi lengkap yaitu Hb0, BCG, DPT I

sampai III, Polio I sampai IV dan campak

4. Riwayat Kesehatan Anak dan Keluarga

a. Ibu mengatakan sejak tadi malam anak demam. Anak tidak mempunyai riwayat

penyakit sepeti TBC, Hepatitis, asma, bronkhitis.

b. Ibu mengatakan keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit menurun, menular

dan menahun seperti hepatitis, HIV/AIDS, TBC, Diabetes, Hipertensi, asma dan

jantung

Page 43: BAB I

5. Riwayat pemenuhan kebutuhan sehari-hari

a. Pola Nutrisi

1) Makan

3x/hari, jenis makanan keluarga porsi kecil , tidak ada keluhan

2) Minum

6-8 gelas/hari, jenis (air putih, susu) porsi 1 gelas belimbing, tidak ada keluhan

b. Pola eliminasi

1) BAK : 5-6 x/hari, konsistensi cair, warna kuning jernih, bau khas, tidak ada

keluhan.

2) BAB : 1x/hari, konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak

ada keluhan

c. Pola Aktivitas ; anak sering bermain dengan temannya, saat sakit ini aktivitas

berkurang

d. Istirahat :

Tidur siang 2 jam / hari

Tidur malam 10 jam/hari, keluhan anak saat ini sering terbangun karena merasa

tak enak badan

e. Personal Hygiene

Mandi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari

6. Riwayat Tumbuh Kembang

Menurut ibu tumbuh kembang anak normal

7. Riwayat Psikososialspiritual

Ibu dan keluarga khawatir dengan keadaan anak, ibu berharap anak lekas sembuh, ibu

dan keluarga selalu berdoa untuk kesembuhan anak

II. Data Obyektif

1. Keadaan umum : baik Kesadaran : composmentis

BB ; 7,5 kg S ; 38,5 0C R : 37 x/mnt

1. Pemeriksaan Fisik

Kepala : mesochepal, rambut bersih

Muka : tidak pucat

Mata : sklera putih, konjungtiva merah muda

Hidung : bersih, tidak ada polip, tidak ada lendir

Page 44: BAB I

Telinga : tidak ada pembengkakan, tidak ada nanah yang keluar, tidak ada

kemerahan

Dada : payudara simetris, auskultasi tidak ada suara ronchi maupun

wheezing

Abdomen : Bersih, tidak kembung

Eksremitas : simetris, gerakan aktif , telapak tangan tidak pucat, akral hangat

2. Pemeriksaan penunjang : tidak dilakukan

III. Analisa

An.S umur 11 bulan dengan demam bukan malaria.

IV. Penatalaksanaan

1. Memberitahukan kepada ibu bahwa berdasarkan hasil pemeriksaananak ibu saat ini

demam bukan malaria, Suhu 38,5 oC. Ibu mengerti dan agak cemas

2. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri anak, menjaga dan memperhatikan

makan dan minum anak, serta menjaga istirahat anak agar terpenuhi. Ibu mengerti dan

akan melakukannya.

3. Menganjurkan ibu untuk melakukan kompres hangat pada anak jika terasa panas. Ibu

mengerti dan akan melakukannya.

4. Memberikan ibu terapi obat paracetamol ¼ tablet (500mg) dalam bentuk puyer

diminum tiap 6 jam sampai demam hilang. Ibu mengerti dan akan meminumkannya

5. Memberitahu ibu untuk kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam. Ibu mengerti dan

akan mewaspadainya

6. Menganjurkan ibu untuk kembali segera apabila ada keluhan lain / keadaan anak

memburuk. Ibu mengerti dan akan mewaspadainya

BAB IV

PEMBAHASAN

Page 45: BAB I

Kasus yang ada pada Bab III adalah kasus balita sakit dengan keluhan panas/demam

selama sehari tidak disertai pilek dan batuk. Daerah anak tinggal merupakan daerah risiko

rendah penyakit malaria. Tanya jawab dengan orang tua mengenai keluhan yang dirasakan

anak tersebut kemudian diakukan pemeriksaan dengan ‘lihat dan raba’.

Dari lihat dan raba pada anak didapatkan hasil

a. Tidak ada tanda bahaya umum

b. Anak tidak kaku kuduk

c. Anak tidak pilek

d. Mata tidak merah

e. Tidak ada ruam merah pada kulit

Setelah didapatkan hasil tersebut kemudian dilakukan pengklasikasian penyakit.

Klasifikasi penyakit yang dari gejala yang dialami ana adalah Demam Bukan Malaria. Hal

ini dikarenakan daerah anak tinggal merupakan daerah risiko rendah malaria, tidak ada tanda

bahaya umum dan tidak ada kaku kuduk pada balita.

Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit tersebut, bidan menentukan

tindakan/pengobatan sesuai yang ada dalam buku bagan MTBS yaitu

1. Beri dosis pertama paracetamol yang sesuai

Pamol diminum tiap 6 jam ¼ tablet 500 mg dalam bentuk puyer 10 bungkus.

Diminum sampai demam hilang.

Hal ini sesuai dengan bagan MTBS yaitu dosis sesuai berat badan anak (7,5 kg)

adalah ¼ tablet paracetamol (500 mg) didapatkan 125 mg sekali minum, diminum

tiap 6 jam sekali smapai demam hilang

2. Obati penyakit lain dari demam

3. Jika demam lebih dari 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan

4. Nasihati kembali segera

5. Kunjungan ulang 2 hari jika anak tetap demam

Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit pada kasus yang ditemukan di lahan

praktek dalam hal ini BPS Atiek Pujiati telah sesuai dengan teori-teori relevan yang sudah

ada. Hal ini dapat dilihat pada tabel kesesuaian teori dan penatalaksanaan yang dilakukan di

lahan berikut ini :

Teori Penatalaksanaan di Lahan Praktek

Page 46: BAB I

1. Melakukan Tanya jawab

pada ibu atau keluarga anak

mengenai keluhan yang

dirasakan

2. ‘Lihat dan Raba’ atau ‘Lihat

Dengar’

3. Mengklasifikasikan penyakit

sesuai hasil tanya jawab dan

lihat raba

4. Memberikan terapi

pengobatan/tindakan untuk

demam yang sesuai

Balita umur6 bulan - <3tahun

(7<14kg) yaitu

a. ¼ tablet 500mg

b. 1 tablet 100 mg

c. 5 ml pamol sirup

120mg/5ml

Diminum tiap 6 jam

sampai demam hilanh

5. Memberitahu kapan kembali

segera dan kunjungan ulang

1. Tanya jawab dilakukan pada ibu

atau keluarga anak mengenai

keluhan yang dirasakan anak. Ibu

mengeluh anak demam sehari tidak

disertai pilek maupun batuk

2. ‘Lihat dan Raba’ didapatkan hasil

a. Tidak ada tanda bahaya umum

b. Anak tidak kaku kuduk

c. Anak tidak pilek

d. Mata tidak merah

e. Tidak ada ruam merah pada

kulit

3. Mengklasifikasikan penyakit sesuai

hasil tanya jawab dan lihat raba

Klasifikasi “Demam Bukan

Malaria”

4. Memberikan terapi

pengobatan/tindakan yang sesuai

Terapi yang diberikan oleh lahan

praktek sesuai dengan teori yaitu

paracetamol ¼ tablet 500mg (125

mg) sekali minum diminum tiap 6

jam sampai demam hilang

5. Memberitahu kapan kembali segera

yaitu jika ada gejala lain maupun

Page 47: BAB I

6. Memberitahu kunjungan

ulang 2 hari jika tetap demam

demam tak kunjung turun

6. Kunjungan ulang 2 hari jika tetap

demam

BAB V

PENUTUP

Page 48: BAB I

A. Kesimpulan

MTBS Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk

mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita.

Dikatakan lengkap karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan),

perbaikan gizi, imunisasi dan konseling (promotif). Badan Kesehatan Dunia WHO telah

mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang

dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.

Penerapan Manajemen terpadu pada balita sakit di BPS Atiek Pujiati sudah sesuai

dengan penatalaksanaan dalam teori dan modul MTBS. Anamnesa dan penapisan awal

dilakukan secara menyeluruh sehingga klasifikasi penyakit yang diderita bayi atau balita

dapat diketahui.

B. Saran

Setelah mengetahui berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada bayi

maupun balita dan mengetahui cara penilaian kesehatan berdasarkan form MTBS

diharapkan kepada petugas kesehatan untuk dapat mengaplikasikannya dalam melakukan

penilaian kesehatan secara tepat sesuai teori yang sudah ada. Selain itu disarankan kepada

mahasiswa kebidanan agar dapat membuat makalah yang lebih sempurna dari makalah

ini.

Daftar Pustaka

Page 49: BAB I

1. Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008

2. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta :

Salemba Medika

3. Mansjoer, Arif M, dkk . 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media

Aesculapius

4. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

5. Education Material Matching in Imci Training Site Dr. Soetomo Referral Hospital.

Jurnal Folia Medica Indonesiana Vol. 39 - No. 3 / 2003-07

6. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

7. Alimul, aziz hidayat.2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan. Jakarta: salemba Medika

8. Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang

disampaikan pada Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak,

2009, Manajemen Terpadu Balita Sakit.

9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2007, Laporan Nasional 2007. 

Page 50: BAB I

Lampiran:

Page 51: BAB I