BAB I

17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia kesehatan seperti sekarang ini, diabetes merupakan penyakit yang sering diperbincangkan oleh banyak orang di seluruh dunia. Diabetes melitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. Kematian akibat diabetes melitus sering menjadi suatu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia (Bustan, 2007). Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Pasien diabetes tidak bisa memproduksi insulin secara cukup, atau tubuh tidak mampu menggunakan secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah. Kelebihan gula yang 1

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia kesehatan seperti sekarang ini, diabetes merupakan

penyakit yang sering diperbincangkan oleh banyak orang di seluruh dunia.

Diabetes melitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang

disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan atau resistensi

insulin. Kematian akibat diabetes melitus sering menjadi suatu ancaman utama

bagi kesehatan umat manusia (Bustan, 2007).

Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula

sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau

menggunakan insulin secara cukup. Pasien diabetes tidak bisa memproduksi

insulin secara cukup, atau tubuh tidak mampu menggunakan secara efektif

sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah. Kelebihan gula yang kronis di

dalam darah (hiperglikemi) ini menjadi racun bagi tubuh. Sebagian glukosa yang

tertahan di dalam darah itu melimpah ke sistem urine untuk dibuang melalui

urine. Air kencing pasien diabetes yang mengandung gula dalam kadar tinggi

tersebut menarik bagi semut, karena itulah gejala ini disebut juga gejala kencing

manis. Diabetes menimbulkan beberapa komplikasi yaitu kebutaan, gangguan

saraf, gagal ginjal, penyakit jantung koroner dan stroke (Yunia, 2007).

1

Page 2: BAB I

Menurut organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO)

pada tahun 2010 menunjukan jumlah penderita diabetes melitus di dunia sekitar

171 juta dan diprediksikan akan meningkat dua kali, yaitu 366 juta jiwa pada

tahun 2030. Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2008 diperkirakan menjadi 21,3

juta pada tahun 2030. Indonesia merupakan urutan kelima di dunia sebagai negara

dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak setelah Bangladesh, Bhutan,

Cina, dan India (Bustan, 2007). Data terakhir Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada

tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita diabetes mencapai 2.210 orang (5,9%)

dari jumlah penduduk (Swastika, 2012).

Penyakit diabetes melitus berisiko menjadi kronis dan menimbulkan

berbagai komplikasi sehingga penderita sering merasa cemas menghadapinya.

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak

menyenangkan dan dialami oleh semua mahluk hidup dalam kehidupan sehari-

hari. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam

memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada

beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Kecemasan timbul akibat

ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan

(Suliswati, 2012).

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak

memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan

dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa takut,

yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Kecemasan adalah respon

2

Page 3: BAB I

emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan

untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat tidak sejalan dengan

kehidupan (Gail W. Stuart, 2007).

Kecemasan pada pasien diabetes melitus disebabkan oleh hilangnya

kendali, perasaan takut terhadap ketidakmampuan menangani diabetes, informasi

yang salah terhadap penyakit diabetes dan ketakutan terhadap komplikasi

penyakit diabetes. Pasien yang mengalami diabetes melitus sangat berisiko

terjadinya ulkus atau gangren serta berisiko untuk dilakukan amputasi.

Kehilangan bagian tubuh pada pasien diabetes melitus dianggap sebagai gangguan

fisik yang menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap

integeritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. Ancaman

terhadap integeritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau

penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari (Gail W.

Stuart, 2007).

Adanya kecemasan pada penderita diabetes melitus dapat mempengaruhi

kontrol gula darah. Penderita diabetes melitus yang mengalami kecemasan akan

terjadi peningkatan eksresi hormon ketokolamin, glucagon, glukokortikoid,

endorfin dan hormon pertumbuhan. Selain itu cemas juga menyebabkan produksi

berlebih pada kortisol. Kortisol merupakan musuh dari insulin sehingga membuat

glukosa sulit untuk memasuki sel dan meningkatkan gula darah (Sudoyo, 2006).

Kecemasan juga dapat menimbulkan reaksi destruktif, dimana individu bertingkah

laku maladaptif dan disfungsional seperti gangguan pola makan. Gangguan pola

makan ini mengakibatkan gula darah menjadi tidak terkontrol. Hal ini justru

3

Page 4: BAB I

memperburuk kondisi pasien dan proses penyembuhan akan semakin lama

(Suliswati, 2012).

Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik

akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan

antara wanita dengan pria 2 banding 1. Dan diperkirakan antara 2% - 4% diantara

penduduk di suatu saat dalam kehidupannya pernah mengalami gangguan cemas

(Hawari, 2013). Hasil penelitian tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus

menunjukkan bahwa dari 22 responden terdapat 18 responden (81,82%) dengan

tingkat kecemasan berat, 3 responden (13,64%) dengan tingkat kecemasan berat

sekali, dan 1 responden (4,54%) dengan kecemasan sedang (Suastini, 2008).

Dewasa ini perkembangan terapi di dunia kedokteran dalam proses

penyembuhan sudah berkembang ke arah pendekatan keagamaan. Dari berbagai

penelitian yang telah dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang erat

hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi problem

kehidupan. Organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) telah

menetapkan unsur spiritual sebagai salah satu dari empat unsur kesehatan

(Hawari, 2013).

Abernethy (2000) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa dengan

meningkatkan spiritual dapat mengurangi stres dan cemas secara bermakna yang

pada akhirnya akan memperbaiki respon imun melalui pelepasan hormon stres

dan neuropeptid dengan end product, berfungsinya makrofag, natural killer cell,

keseimbangan Th1/Th2 dan sebagainya. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa

dengan aktivitas spiritual dapat menurunkan kadar kortisol, menurunkan kadar

4

Page 5: BAB I

serotonin, norepinefrin dan kadar IL-6, semuanya itu merupakan parameter respon

imun. Masih banyak sekali penelitian serupa yang dipublikasikan dalam jurnal

kedokteran sehingga dari fakta-fakta ilmiah tersebut menunjukkan bahwa spiritual

berperan penting dalam proses kesembuhan pasien.

Seorang pasien umumnya sangat cemas dan ketakutan akan menghadapi

komplikasi yang terjadi akibat penyakitnya bahkan sangat cemas dan depresi bila

menghadapi hal yang paling tidak diinginkan dalam hidup yaitu kematian.

Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan pasien lebih memahami arti hidup,

menjadi lebih tenang dan tegar dalam menghadapinya dan tidak merasa takut lagi

menghadapi apapun yang terjadi (Wardhana, 2013).

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan

adalah meyakini bahwa kita adalah ciptaan Tuhan, melakukan persembahyangan

atau meditasi, melakukan pembersihan diri, beramal atau mengucap syukur dan

pasrah kepada Tuhan (Aribowo, 2006). Pendekatan spiritual diperluka pada

pasien yang menderita penyakit terminal seperti diabetes melitus. Dengan

mendekatkan diri kepada tuhan seorang pasien akan merasa lebih tenang, tegar,

pasrah menghadapi penyakitnya dan siap untuk menghadapi apapun yang terjadi.

Penelitian yang dilakukan oleh Udayani (2010) tentang hubungan tingkat

spiritual dengan depresi pada penderita ODHA menunjukan bahwa dari 30

responden sebagian besar memiliki tingkat spiritual sedang yaitu sebanyak 17

responden. Penelitian Larson (dalam Hawari, 2013) sebagaimana termuat dalam

“Religious Commitment and Health” menyatakan antara lain bahwa komitmen

agama amat penting agar seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan

5

Page 6: BAB I

kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila sedang sakit serta

mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Suatu survey

yang dilakukan oleh majalah Times, CNN dan USA Weekend menyatakan bahwa

lebih dari 70% pasien percaya bahwa berdoa dapat membantu proses

penyembuhan penyakit. Dari survey ini terungkap bahwa sebenarnya pasien

membutuhkan terapi spiritual selain terapi dengan obat-obatan dan tindakan medis

(Hawari, 2013).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 11 Oktober 2013 di

RSUD Wangaya, jumlah pasien diabetes melitus dengan komplikasi di ruang

rawat inap pada bulan Mei 2013 adalah 35 orang, pada bulan Juni sebanyak 41

orang dan pada bulan Juli terdapat 46 orang (Rekam Medik Kunjungan Pasien

DM, 2013). Hasil studi pendahuluan di ruang rawat inap RSUD Wangaya yang

dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2013 dengan membagikan kuisoner kepada

pasien diabetes melitus dengan komplikasi menunjukan bahwa dari 10 responden

terdapat 4 responden (40%) dengan tingkat kecemasan berat dan 6 responden

(60%) dengan tingkat kecemasan sedang.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti

“Hubungan Tingkat Spiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes

Melitus Dengan Komplikasi Di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya”.

6

Page 7: BAB I

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan suatu masalah penelitian yaitu “Apakah Ada Hubungan Antara

Tingkat Spiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus

Dengan Komplikasi Di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya Tahun 2013? ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

spiritual dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus dengan

komplikasi di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat spiritual pasien diabetes melitus dengan komplikasi

di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya Tahun 2013.

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien diabetes dengan komplikasi

melitus di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya Tahun 2013.

c. Menganalisa hubungan tingkat spiritual dengan tingkat kecemasan pada

pasien diabetes melitus dengan komplikasi di Ruang Rawat Inap RSUD

Wangaya Tahun 2013.

7

Page 8: BAB I

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

di bidang keperawatan khususnya berkaitan dengan tingkat spiritual terhadap

tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus dengan komplikasi.

b. Sebagai refrensi untuk penelitian berikutnya yang berkaitan tentang tingkat

spiritual terhadap tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus dengan

komplikasi.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan

pelayanan kesehatan serta meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan pasien diabetes mellitus dengan komplikasi.

b. Sebagai masukan dan informasi pada masyarakat khususnya penderita diabetes

melitus dengan komplikasi untuk mengatasi kecemasan dengan melakukan

pendekatan spiritual.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian lain yang relevan mengenai hubungan tingkat spiritual dengan

tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus dengan komplikasi adalah :

1. Udayani (2010) tentang “Hubungan Tingkat Spiritual Dengan Depresi pada

ODHA di Yayasan Spirit Paramacitta Denpasar”, penelitian ini menggunakan

jenis penelitian deskriptif korelasional. Rancangan yang digunakan adalah

8

Page 9: BAB I

cross sectional. Hasil penelitian menujukkan sebagian besar tingkat spiritual

yang dimiliki responden yaitu tingkat spiritual sedang sebanyak 17 responden

(56,7%), sedangkan untuk depresi didapatkan sebagian besar responden

mengalami depresi ringan sebanyak 7 responden (23,3%). Hasil uji hipotesis

menggunakan spearman rank test didapatkan bahwa ada hubungan negatif

dan sangat signifikan antara tingkat spiritual dengan depresi pada ODHA di

yayasan spirit paramacitta dengan taraf signifikansi (p) 0,000 dan nilai

korelasi (r) sebesar 0,694. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat spiritual maka

semakin rendah depresi yang dialami oleh ODHA, begitu pula sebaliknya.

Kelemahan dari penelitian ini adalah faktor-faktor stressor yang menjadi

pemicu munculnya depresi bukan hanya berasal dari dalam diri, namun juga

berasal dari lingkungan sekitar dan perselisihan tidak diteliti dalam penelitian

ini. Perbedaan penelitian ini adalah variabel dependen yang diteliti dan tempat

penelitiannya.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Suastini (2008) dengan judul

“Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Rawat Inap Di

RSUD Sanjiwani Gianyar”. Jenis penelitian ini yaitu penelitian observasional

analitik (deskriptif) dengan rancangan cross sectional, jumlah responden yaitu

22 orang. Hasil penelitian ini adalah tingkat kecemasan pasien Diabetes

Melitus yang dirawat inap di RSUD Sanjiwani Gianyar lebih banyak

mengalami tingkat kecemasan berat yaitu sebesar 81,82%. Keterbatasan

penelitian ini terletak pada jumlah sampel penelitian yang terlalu sedikit yaitu

22 responden, dimana ukuran sampel yang layak digunakan dalam penelitian

9

Page 10: BAB I

adalah 30 sampai 50 sampel. Perbedaan penelitian ini terletak pada jenis

penelitian yang digunakan dan tempat penelitian. Penelitian ini termasuk

penelitian analitik korelasional yang bertujuan mencari hubungan antara

tingkat spiritual dengan tingkat kecemasan. Tempat penelitian dilakukan di

RSUD Wangaya.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2011) dengan judul “Hubungan

Tingkat Kecemasan Dengan Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Di

Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara”. Jenis penelitian yang

digunakan adalah non-eksperimen studi korelasi secara cross sectional dengan

pemilihan sampel secara consecutive sampling dan dianalisa menggunakan

analisa rank spearman. Instrument yang digunakan adalah kuisioner untuk

tingkat kecemasan dan gluco test untuk mengetahui kadar gula darah. Tingkat

kecemasan responden didapatkan sebesar 57,55 mengalami kecemasan

sedang, 22,5% mengalami kecemasan ringan, dan 20% mengalami kecemasan

berat. Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel penelitian, teknik

sampling, instrument penelitian dan tempat penelitian. Dalam penelitian ini

tingkat kecemasan merupakan variabel dependen, dan variabel independennya

adalah tingkat spiritual. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive

sampling, instrumen yang digunakan untuk kedua variabel adalah kuisioner

dan penelitian dilakukan di RSUD Wangaya.

10

Page 11: BAB I

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menitikberatkan pada tingkat

spiritual pasien yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes

melitus. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan menggunakan

teknik purposive sampling. Intrumen pengumpulan data yang digunakan adalah

WHO-Quality of Life-SRPB dan Hamilton Rating Scale-Ansiety (HRS-A). Teknik

analisa data yang digunakan adalah analisa korelasi univarian dan bivarian yaitu

melihat apakah ada hubungan antara dua variabel dengan menggunakan uji

statistik korelasi sperman rank.

11