BAB I
-
Upload
ady-nurjayana -
Category
Documents
-
view
35 -
download
3
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia kesehatan seperti sekarang ini, diabetes merupakan
penyakit yang sering diperbincangkan oleh banyak orang di seluruh dunia.
Diabetes melitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang
disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan atau resistensi
insulin. Kematian akibat diabetes melitus sering menjadi suatu ancaman utama
bagi kesehatan umat manusia (Bustan, 2007).
Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula
sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara cukup. Pasien diabetes tidak bisa memproduksi
insulin secara cukup, atau tubuh tidak mampu menggunakan secara efektif
sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah. Kelebihan gula yang kronis di
dalam darah (hiperglikemi) ini menjadi racun bagi tubuh. Sebagian glukosa yang
tertahan di dalam darah itu melimpah ke sistem urine untuk dibuang melalui
urine. Air kencing pasien diabetes yang mengandung gula dalam kadar tinggi
tersebut menarik bagi semut, karena itulah gejala ini disebut juga gejala kencing
manis. Diabetes menimbulkan beberapa komplikasi yaitu kebutaan, gangguan
saraf, gagal ginjal, penyakit jantung koroner dan stroke (Yunia, 2007).
1
Menurut organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO)
pada tahun 2010 menunjukan jumlah penderita diabetes melitus di dunia sekitar
171 juta dan diprediksikan akan meningkat dua kali, yaitu 366 juta jiwa pada
tahun 2030. Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2008 diperkirakan menjadi 21,3
juta pada tahun 2030. Indonesia merupakan urutan kelima di dunia sebagai negara
dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak setelah Bangladesh, Bhutan,
Cina, dan India (Bustan, 2007). Data terakhir Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada
tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita diabetes mencapai 2.210 orang (5,9%)
dari jumlah penduduk (Swastika, 2012).
Penyakit diabetes melitus berisiko menjadi kronis dan menimbulkan
berbagai komplikasi sehingga penderita sering merasa cemas menghadapinya.
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua mahluk hidup dalam kehidupan sehari-
hari. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam
memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada
beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Kecemasan timbul akibat
ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan
(Suliswati, 2012).
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak
memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa takut,
yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Kecemasan adalah respon
2
emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan
untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat tidak sejalan dengan
kehidupan (Gail W. Stuart, 2007).
Kecemasan pada pasien diabetes melitus disebabkan oleh hilangnya
kendali, perasaan takut terhadap ketidakmampuan menangani diabetes, informasi
yang salah terhadap penyakit diabetes dan ketakutan terhadap komplikasi
penyakit diabetes. Pasien yang mengalami diabetes melitus sangat berisiko
terjadinya ulkus atau gangren serta berisiko untuk dilakukan amputasi.
Kehilangan bagian tubuh pada pasien diabetes melitus dianggap sebagai gangguan
fisik yang menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap
integeritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. Ancaman
terhadap integeritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau
penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari (Gail W.
Stuart, 2007).
Adanya kecemasan pada penderita diabetes melitus dapat mempengaruhi
kontrol gula darah. Penderita diabetes melitus yang mengalami kecemasan akan
terjadi peningkatan eksresi hormon ketokolamin, glucagon, glukokortikoid,
endorfin dan hormon pertumbuhan. Selain itu cemas juga menyebabkan produksi
berlebih pada kortisol. Kortisol merupakan musuh dari insulin sehingga membuat
glukosa sulit untuk memasuki sel dan meningkatkan gula darah (Sudoyo, 2006).
Kecemasan juga dapat menimbulkan reaksi destruktif, dimana individu bertingkah
laku maladaptif dan disfungsional seperti gangguan pola makan. Gangguan pola
makan ini mengakibatkan gula darah menjadi tidak terkontrol. Hal ini justru
3
memperburuk kondisi pasien dan proses penyembuhan akan semakin lama
(Suliswati, 2012).
Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik
akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan
antara wanita dengan pria 2 banding 1. Dan diperkirakan antara 2% - 4% diantara
penduduk di suatu saat dalam kehidupannya pernah mengalami gangguan cemas
(Hawari, 2013). Hasil penelitian tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus
menunjukkan bahwa dari 22 responden terdapat 18 responden (81,82%) dengan
tingkat kecemasan berat, 3 responden (13,64%) dengan tingkat kecemasan berat
sekali, dan 1 responden (4,54%) dengan kecemasan sedang (Suastini, 2008).
Dewasa ini perkembangan terapi di dunia kedokteran dalam proses
penyembuhan sudah berkembang ke arah pendekatan keagamaan. Dari berbagai
penelitian yang telah dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi problem
kehidupan. Organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) telah
menetapkan unsur spiritual sebagai salah satu dari empat unsur kesehatan
(Hawari, 2013).
Abernethy (2000) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa dengan
meningkatkan spiritual dapat mengurangi stres dan cemas secara bermakna yang
pada akhirnya akan memperbaiki respon imun melalui pelepasan hormon stres
dan neuropeptid dengan end product, berfungsinya makrofag, natural killer cell,
keseimbangan Th1/Th2 dan sebagainya. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa
dengan aktivitas spiritual dapat menurunkan kadar kortisol, menurunkan kadar
4
serotonin, norepinefrin dan kadar IL-6, semuanya itu merupakan parameter respon
imun. Masih banyak sekali penelitian serupa yang dipublikasikan dalam jurnal
kedokteran sehingga dari fakta-fakta ilmiah tersebut menunjukkan bahwa spiritual
berperan penting dalam proses kesembuhan pasien.
Seorang pasien umumnya sangat cemas dan ketakutan akan menghadapi
komplikasi yang terjadi akibat penyakitnya bahkan sangat cemas dan depresi bila
menghadapi hal yang paling tidak diinginkan dalam hidup yaitu kematian.
Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan pasien lebih memahami arti hidup,
menjadi lebih tenang dan tegar dalam menghadapinya dan tidak merasa takut lagi
menghadapi apapun yang terjadi (Wardhana, 2013).
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
adalah meyakini bahwa kita adalah ciptaan Tuhan, melakukan persembahyangan
atau meditasi, melakukan pembersihan diri, beramal atau mengucap syukur dan
pasrah kepada Tuhan (Aribowo, 2006). Pendekatan spiritual diperluka pada
pasien yang menderita penyakit terminal seperti diabetes melitus. Dengan
mendekatkan diri kepada tuhan seorang pasien akan merasa lebih tenang, tegar,
pasrah menghadapi penyakitnya dan siap untuk menghadapi apapun yang terjadi.
Penelitian yang dilakukan oleh Udayani (2010) tentang hubungan tingkat
spiritual dengan depresi pada penderita ODHA menunjukan bahwa dari 30
responden sebagian besar memiliki tingkat spiritual sedang yaitu sebanyak 17
responden. Penelitian Larson (dalam Hawari, 2013) sebagaimana termuat dalam
“Religious Commitment and Health” menyatakan antara lain bahwa komitmen
agama amat penting agar seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan
5
kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila sedang sakit serta
mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Suatu survey
yang dilakukan oleh majalah Times, CNN dan USA Weekend menyatakan bahwa
lebih dari 70% pasien percaya bahwa berdoa dapat membantu proses
penyembuhan penyakit. Dari survey ini terungkap bahwa sebenarnya pasien
membutuhkan terapi spiritual selain terapi dengan obat-obatan dan tindakan medis
(Hawari, 2013).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 11 Oktober 2013 di
RSUD Wangaya, jumlah pasien diabetes melitus dengan komplikasi di ruang
rawat inap pada bulan Mei 2013 adalah 35 orang, pada bulan Juni sebanyak 41
orang dan pada bulan Juli terdapat 46 orang (Rekam Medik Kunjungan Pasien
DM, 2013). Hasil studi pendahuluan di ruang rawat inap RSUD Wangaya yang
dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2013 dengan membagikan kuisoner kepada
pasien diabetes melitus dengan komplikasi menunjukan bahwa dari 10 responden
terdapat 4 responden (40%) dengan tingkat kecemasan berat dan 6 responden
(60%) dengan tingkat kecemasan sedang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti
“Hubungan Tingkat Spiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes
Melitus Dengan Komplikasi Di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya”.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan suatu masalah penelitian yaitu “Apakah Ada Hubungan Antara
Tingkat Spiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus
Dengan Komplikasi Di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya Tahun 2013? ”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
spiritual dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus dengan
komplikasi di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat spiritual pasien diabetes melitus dengan komplikasi
di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya Tahun 2013.
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien diabetes dengan komplikasi
melitus di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya Tahun 2013.
c. Menganalisa hubungan tingkat spiritual dengan tingkat kecemasan pada
pasien diabetes melitus dengan komplikasi di Ruang Rawat Inap RSUD
Wangaya Tahun 2013.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
di bidang keperawatan khususnya berkaitan dengan tingkat spiritual terhadap
tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus dengan komplikasi.
b. Sebagai refrensi untuk penelitian berikutnya yang berkaitan tentang tingkat
spiritual terhadap tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus dengan
komplikasi.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan
pelayanan kesehatan serta meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pasien diabetes mellitus dengan komplikasi.
b. Sebagai masukan dan informasi pada masyarakat khususnya penderita diabetes
melitus dengan komplikasi untuk mengatasi kecemasan dengan melakukan
pendekatan spiritual.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian lain yang relevan mengenai hubungan tingkat spiritual dengan
tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus dengan komplikasi adalah :
1. Udayani (2010) tentang “Hubungan Tingkat Spiritual Dengan Depresi pada
ODHA di Yayasan Spirit Paramacitta Denpasar”, penelitian ini menggunakan
jenis penelitian deskriptif korelasional. Rancangan yang digunakan adalah
8
cross sectional. Hasil penelitian menujukkan sebagian besar tingkat spiritual
yang dimiliki responden yaitu tingkat spiritual sedang sebanyak 17 responden
(56,7%), sedangkan untuk depresi didapatkan sebagian besar responden
mengalami depresi ringan sebanyak 7 responden (23,3%). Hasil uji hipotesis
menggunakan spearman rank test didapatkan bahwa ada hubungan negatif
dan sangat signifikan antara tingkat spiritual dengan depresi pada ODHA di
yayasan spirit paramacitta dengan taraf signifikansi (p) 0,000 dan nilai
korelasi (r) sebesar 0,694. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat spiritual maka
semakin rendah depresi yang dialami oleh ODHA, begitu pula sebaliknya.
Kelemahan dari penelitian ini adalah faktor-faktor stressor yang menjadi
pemicu munculnya depresi bukan hanya berasal dari dalam diri, namun juga
berasal dari lingkungan sekitar dan perselisihan tidak diteliti dalam penelitian
ini. Perbedaan penelitian ini adalah variabel dependen yang diteliti dan tempat
penelitiannya.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Suastini (2008) dengan judul
“Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Rawat Inap Di
RSUD Sanjiwani Gianyar”. Jenis penelitian ini yaitu penelitian observasional
analitik (deskriptif) dengan rancangan cross sectional, jumlah responden yaitu
22 orang. Hasil penelitian ini adalah tingkat kecemasan pasien Diabetes
Melitus yang dirawat inap di RSUD Sanjiwani Gianyar lebih banyak
mengalami tingkat kecemasan berat yaitu sebesar 81,82%. Keterbatasan
penelitian ini terletak pada jumlah sampel penelitian yang terlalu sedikit yaitu
22 responden, dimana ukuran sampel yang layak digunakan dalam penelitian
9
adalah 30 sampai 50 sampel. Perbedaan penelitian ini terletak pada jenis
penelitian yang digunakan dan tempat penelitian. Penelitian ini termasuk
penelitian analitik korelasional yang bertujuan mencari hubungan antara
tingkat spiritual dengan tingkat kecemasan. Tempat penelitian dilakukan di
RSUD Wangaya.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2011) dengan judul “Hubungan
Tingkat Kecemasan Dengan Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Di
Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara”. Jenis penelitian yang
digunakan adalah non-eksperimen studi korelasi secara cross sectional dengan
pemilihan sampel secara consecutive sampling dan dianalisa menggunakan
analisa rank spearman. Instrument yang digunakan adalah kuisioner untuk
tingkat kecemasan dan gluco test untuk mengetahui kadar gula darah. Tingkat
kecemasan responden didapatkan sebesar 57,55 mengalami kecemasan
sedang, 22,5% mengalami kecemasan ringan, dan 20% mengalami kecemasan
berat. Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel penelitian, teknik
sampling, instrument penelitian dan tempat penelitian. Dalam penelitian ini
tingkat kecemasan merupakan variabel dependen, dan variabel independennya
adalah tingkat spiritual. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive
sampling, instrumen yang digunakan untuk kedua variabel adalah kuisioner
dan penelitian dilakukan di RSUD Wangaya.
10
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menitikberatkan pada tingkat
spiritual pasien yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes
melitus. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Intrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
WHO-Quality of Life-SRPB dan Hamilton Rating Scale-Ansiety (HRS-A). Teknik
analisa data yang digunakan adalah analisa korelasi univarian dan bivarian yaitu
melihat apakah ada hubungan antara dua variabel dengan menggunakan uji
statistik korelasi sperman rank.
11