BAB I

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keperawatan jiwa merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Apalagi dengan terjadinya krisis multi dimensi dan global yang terjadi saat ini, semua rakyat Indonesia baik dari mulai kandungan sampai lanjut usia butuh keperawatan jiwa untuk mempertahankan dan terus meningkatkan kesehatan jiwanya. Keperawatan jiwa itu sendiri merupakan suatu pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik dan paripurna yang berfokus individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat jiwa, rentan terhadap stress maupun dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan. Tujuan pelayanan keperawatan jiwa adalah meningkatkan kesehatan jiwa, mencegah terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dalam memelihara kesehatan jiwa. Pelayanan keperawatan jiwa itu sendiri merupakan pelayanan yang komprehensif yang berfokus pada pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial dan gangguan jiwa dan pencegahan tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan. Selain itu keperawatan jiwa merupakan pelayanan yang holistik berfokus pada aspek bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual, dan lengkap jenjang pelayanannya yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa spesialistik, pelayanan kesehatan jiwa integratif dan pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat. Dan pelayanan keperawatan jiwa tersebut diberikan secara terus menerus (continuity of care) dari kondisi sehat sampai sakit dan sebaliknya, baik di rumah 1

Transcript of BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keperawatan jiwa merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Apalagi dengan terjadinya krisis multi dimensi dan global yang terjadi saat ini, semua rakyat

Indonesia baik dari mulai kandungan sampai lanjut usia butuh keperawatan jiwa untuk

mempertahankan dan terus meningkatkan kesehatan jiwanya.

Keperawatan jiwa itu sendiri merupakan suatu pelayanan keperawatan yang komprehensif,

holistik dan paripurna yang berfokus individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat jiwa, rentan

terhadap stress maupun dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan. Tujuan pelayanan

keperawatan jiwa adalah meningkatkan kesehatan jiwa, mencegah terjadinya gangguan jiwa,

mempertahankan dan meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dalam memelihara kesehatan

jiwa.

Pelayanan keperawatan jiwa itu sendiri merupakan pelayanan yang komprehensif yang berfokus

pada pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder pada

anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial dan gangguan jiwa dan pencegahan tersier

pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan. Selain itu keperawatan jiwa merupakan

pelayanan yang holistik berfokus pada aspek bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual, dan lengkap

jenjang pelayanannya yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa spesialistik, pelayanan kesehatan jiwa

integratif dan pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat. Dan pelayanan

keperawatan jiwa tersebut diberikan secara terus menerus (continuity of care) dari kondisi sehat

sampai sakit dan sebaliknya, baik di rumah maupun di rumah sakit, (di mana saja orang berada), dari

dalam kandungan sampai lanjut usia.

Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah yang banyak terjadi dan sering terabaikan

dimasyarakat, padahal dengan terjadinya berbagai krisis yang terjadi di negara kita ini, masalah-

masalah kesehatan jiwa ini semakin meningkat. Banyak kita lihat dimedia massa, bagaimana anak

kecil harus mati bunuh diri hanya karena problem sekolah maupun keluarganya.

Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk adalah penyakit yang sering dijumpai pada semua lapisan

masyarakat. Penyakit ini dialami oleh siapa saja, bukan hanya mereka yang mapan. Prevalensi

gangguan jiwa di negara sedang berkembang dan negara maju relatif sama. Di Indonesia,

prevalensinya sekitar 20 persen dari total penduduk dewasa. Dalam laporan WHO juga diperlihatkan

tingginya beban penyakit yang ditimbulkan oleh gangguan jiwa. Dari 10 penyebab yang

menimbulkan beban penyakit, empat di antaranya adalah akibat langsung dari gangguan jiwa, yaitu

1

depresi, penggunaan alkohol, gangguan bipolar, dan skizofrenia. Sayangnya, untuk mengatasi

masalah kesehatan jiwa ini, di Indonesia tidak didukung oleh sumber-sumber tenaga, fasilitas,

maupun kebijakan kesehatan jiwa yang memadai. Secara keseluruhan, sumber daya yang dimiliki

masih jauh dari mencukupi.

Untuk itu sangat perlu upaya kesehatan jiwa untuk kita semua, agar masyarakat dan generasi

penerus bangsa ini mempunyai kualitas kesehatan jiwa yang optimal, dan tidak rentan terhadap

permasalahan-permasalahan yang terjadi sepanjang hidupnya. Semua individu baik yang sehat,

mengalami masalah resiko maupun penderita gangguan jiwa harus dibina, dilatih agar mampu

mengatasi masalahnya dan mandiri dalam kehidupannya.1

1.2 RUANG LINGKUP MASALAH

didalam kajian makalah ini tentunya penulis menyajikan maslah seputar Upaya Pencegahan Dalam

Keperawatan Jiwa diantaranya :

1. Pengertiaan kesehatan jiwa

2. Pengertian keperawatan jiwa

3. Fungsi perawat kesehatan jiwa dalam upaya penanganan masalah kesehatan  jiwa

4. Upaya pencegahan primer

5. Upaya pencegahan sekunder

6. Upaya pencegahan tertier

7. Perawatan berkelanjutan

- Pencegahan kesehatan primer

- Intervensi krisis

- Rehabilitasi

1.3 TUJUAN

a. Tujuan umum

Mahasiswa mampu mengatahui prinsip dasar upaya pencegahan dalam keperawatan jiwa dan

mengetahui perawatan berkelanjutan.

b. Tujuan khusus

1. Mahasisa mampu mengetahui pengertiaan kesehatan jiwa

2. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian keperawatan jiwa

3. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi perawat kesehatan jiwa dalam upaya penanganan

masalah kesehatan  jiwa

1 HTTP///keperawatan-jiwa-dan-undanng-undang.html Wednesday, April 24, 2013 11:10:42 AM

2

4. Mahasiswa mampu mengetahui upaya pencegahan primer

5. Mahasiswa mampu mengetahui upaya pencegahan sekunder

6. Mahasiswa mampu mengetahui upaya pencegahan tertier

7. Mahasiswa mampu mengetahui Perawatan berkelanjutan

1.4 METODE PENULISAN

Penulisan  makalah ini dengan menggunakan metode studi kepustakaan yaitu dengan cara

mencari dan membaca literatur yang ada di perpustakaan, jurnal, media internet.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini disusun secara teoritis dan sistematis yang tediri dari 3 bab yaitu : bab I adalah

pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup

penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II adalah pembahasan.

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KESEHATAN JIWA

Pengertian kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk oleh organisasi,

diantaranya menurut :

1. WHO

Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai

karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan

yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

2. UU Kesehatan Jiwa No 3 tahun 1996

Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelectual, emocional secara optimal

dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.

3. Stuart & Laraia

Indikator sehat jiwa meliputi sifat yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh,

berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai

kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan

4. Rosdahl

Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan

keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius.

B. PENGERTIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

1. Menurut Dorothy, Cecelia

Perawatan Psikiatric/Keperawatan Kesehatan Jiwa adalah proses dimana perawat

membantu individu/kelompok dalam mengembangkan konsep diri yang positif,

meningkatkan pola hubungan antar pribadi yang lebih harnonis serta agar berperan lebih

produktif di masyarakat.

2. Menurut ANA

Keperawatan Jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan

ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik

dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan

mental masyarakat dimana klien berada

4

3. Menurut Kaplan Sadock

Proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan prilaku

yang akan mendukung integrasi. Pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga,

kelompok, organisasi atau komunitas.

4. Caroline dalam Basic Nursing, 1999

Keahlian perawat kesehatan mental adalah merawat seseorang dengan penyimpangan

mental, dimana memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengoptimalkan

kemampuannya, harus peka, memiliki kemampuan untuk mendengar, tidak hanya

menyalahkan, memberikan penguatan atau dukungan, memahami dan memberikan dorongan.

5. Menurut Stuart Sundeen

Keperawatan mental adalah proses interpersonal dalam meningkatkan dan

mempertahankan perilaku yang berpengaruh pada fungsi integrasi. Pasien tersebut biasa

individu, keluarga, kelompok, organisasi atau masyarakat. Tiga area praktik keperawatan

mental yaitu perawatan langsung, komunikasi dan management.

C. FUNGSI PERAWAT KESEHATAN JIWA DALAM UPAYA PENANGANAN MASALAH

KESEHATAN  JIWA

Fungsi perawat kesehatan jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan

asuhan keperawatan secara tiak langsung. Fungsi ini dapat dicapai dengan aktifitas perawat

kesehatan jiwa yaitu :

1. Memberikan lingkungan terapeutik yaitu lingkungan yang ditata sedemikian rupa sehingga

dapat memberikan perasaan aman, nyaman baik fisik, mental dan social sehingga dapat

membentu penyembuhan pasien.

2. Bekerja untuk mengatasi masalah klien “here and now” yaitu dalam membantu mengatasi

segera dan tiak itunda sehingga tidak terjai penumpukan masalah.

3. Sebagai model peran yaitu paerawat dalam memberikan bantuan kepada pasien

menggunakan dir sendiri sebagai alat melalui contoh perilaku yang ditampilkan oleh

perawat.

4. Memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien merupakan hal yang penting. dalam

hal ini perawat perlu memasukkan pengkajian biologis secara menyeluruh dalam

mengevaluasi pasien kelainan jiwa untuk meneteksi adanya penyakit fisik sedini mungkin

sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat.

5

5. Member pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada pasien, keluarga dan komunitas yang

mencakup pendidikan kesehatan jiwa, gangguan jiwa, cirri-ciri sehat jiwa, penyebab

gangguan jiwa, cirri-ciri gangguan jiwa, fungsi dan ugas keluarga, dan upaya perawatan

pasien gangguan jiwa.

6. Sebagai perantara social yaitu perawat dapat menjadi perantara dari pihak pasien, keluarga

dan masyarakat alam memfasilitasi pemecahan masalah pasien.

7. Kolaborasi dengan tim lain. Perawat dalam membantu pasien mengadakan kolaborasi

dengan petugas lain yaitu dokter jiwa, perawat kesehatan masyarakat (perawat komunitas),

pekerja social, psikolog, dan lain-lain.

8. Memimpin dan membantu tenaga perawatan dalam pelaksanaan pemberian asuhan

keperawatan jiwa didasarkan pada management keperawatan kesehatan jiwa. Sebagai

pemimpin diharapkan dapat mengelola asuhan keperawatan jiwa an membantu perawat yang

menjadi bawahannya.

9. Menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan mental. Hal ini penting

untuk diketahui perawat bahwa sumber-sumber di masyarakat perlu iidentifikasi untuk

digunakan sebagai factor penukung dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada di

masyarakat. 

D. PRINSIP DASAR UPAYA PENCEGAHAN DALAM KEPERAWATAN JIWA

1. Upaya promotif/preventif (pencegahan primer)

Usaha-usaha ini meliputi usaha promosi dan pencegahan terjadinya gangguan mental dengan

kegiatan-kegiatan berikut:

Pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip kesehatan mental

Usaha-usaha untuk meningkatkan kondisi kehidupan, bebas dari kemiskinan dan

peningkatan pendidikan kesehatan

Pengkajian terhadap stres-stres yang potensial dari perubahan-perubahan kehidupan

dimana dapat menimbulkan gangguan mental serta merujuk ke unit pelayanan yang

sesuai

Membantu pasien-pasien di rumah sakit umum untuk usaha-usaha pencegahan masalah

psikiatrik

Bekerjasama dengan keluarga/kelompok untuk mendorong anggota-anggota

keluarga/kelompok dapat berfungsi dengan baik.

Berperan serta dalam kegiatan masyarakat dan politik yang ada kaitannya dalam bidang

kesehatan jiwa.

6

2. Upaya kuratif (pencegahan sekunder)

Usaha yang meliputi pengurangan, jumlah angka kesakitan dengan deteksi dini dan

pengobatan, dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

Menyelenggarakan skrining test dan mengevaluasi hasil

Kunjungan rumah untuk persiapan perawatan dan pemberian pengobatan

Pelayanan pengobatan gawat darurat dan pelayanan psikiatri di rumah sakit umum

Menyelenggrakan milieu therapy

Supervisi pada pasien yang mendapatkan pengobatan

Pelayanan pencegahan bunuh diri

Memberikan konseling terbatas/sederhana

Menyelenggarakan intervensi krisis

Pelayanan psikoterapi kepada individu, keluarga, kelompok dari berbagai tingkatan umur

Berintegrasi dengan organisasi-organisasi dan masyarakat dalam mengidentifikasi

masalah-masalah kesehatan jiwa

3. Upaya rehabilitatif (pencegahan tertier)

Yaitu usaha untuk mengurangi gejala sisa dan atau bahaya akibat adanya

penyakit/gangguan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

Peningkatan latihan vokasional dan rehabilitasi

Penyelenggaraan program latihan (after care) bagi pasien setelah pulang dirawat ke

masyarakat

Menyelenggarakan ”partial hospitalization”2

E. INTERVENSI KRISIS

1. Tinjauan

a. Definisi

Krisis adalah reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat

kemampuan menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respons kopingnya

tidak adekuat untuk mempertahankan keseimbangan psikologis

b. Jenis krisis

2 http://triahi.blogspot.com/2012/10/konsep-dasar-keperawatan-kesehatan-jiwa.html Wednesday, April 24, 2013 11:10:42 AM

7

Krisis perkembangan terjadi sebagai respons terhadap transisi dari satu tahap

maturasi ke tahap lain dalam siklus kehidupan (misalnya., beranjak dari

manja ke dewasa).

Krisis situasional terjadi sebagai respons terhadap kejadian yang tiba-tiba dan

tidak terduga dalam kehidupan seseorang. Kejadian tersebut biasanya

berkaitan dengan pengalaman kehilangan (misalnya., kematian orang yang

dicintai).

Krisis adventisius terjadi sebagai respons terhadap trauma berat atau bencana

alam. Krisis ini dapat memengaruhi individu, masyarakat, bahkan negara.

c. Intervensi krisis

adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis, di

mana masalah yang membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera

diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan.

2. Pertimbangan Umum

a. krisis terjadi pada semua individu pada satu saat atau saat yang lain.

b. Krisis tidak selalu bersifat patologis; krisis dapat menjadi stimulus pertumbuhan

dan pembelajaran.

c. Krisis sangat terbatas dalam hal waktu dan biasanya teratasi dengan satu atau lain

cara dalam periode yang singkat (4 sampai 6 minggu).

Penyelesaian krisis dapat dikatakan berhasil bila fungsi kembali pulih atau

ditingkatkan melalui pembelajaran baru.

Penyelesaian krisis dinyatakan gagal bila fungsi tidak kembali pulih ke

tingkat sebelum krisis, dan individu mengalami penurunan tingkat fungsional.

d. Persepsi individu terhadap masalah yang dihadapi dapat menentukan krisis. Setiap

individu memiliki respons yang unik terhadap masalah yang dialaminya.

e. Faktor penyeimbang merupakan hal yang penting dalam memprediksi hasil dari

respons individu terhadap krisis. Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai

prediktor hasil yang baik (Aguilera, 1998).

Persepsi terhadap kejadian pencetus bersifat realistis bukan terdistorsi.

8

Dukungan situasional (misalnya., keluarga, teman) tersedia bagi individu

tersebut.

Mekanisme koping yang mengurangi ansietas.

f. Urutan perkembangan krisis

Periode prakrisis: individu memiliki keseimbangan emosional.

Periode krisis: individu memiliki pengalaman subjektif berupa kekecewaan,

gagal melakukan mekanisme koping yang biasa, dan mengalami berbagai

gejala.

Periode pascakritis: resolusi krisis

3. Jenis krisis

Perkembangan (maturasi): Mulai sekolah, Pubertas, Lulus sekolah, Menikah,

Melahirkan anak, Anak-anak meninggalkan rumah, pension.

Situasional: Bercerai, Kematian, Kehilangan pekerjaan, Kegagalan akademik,

Diagnosis penyakit serius .

Adventisius: Banjir, Gempa bumi, Perang, Kejahatan dengan kekerasan,

Perkosaan, Pembunuhan, Penculikan, Tindakan teroris.

4. Gejala Umum Individu yang Mengalami Krisis

a. Gejala Fisik:

Keluhan somatik (mis., sakit kepala, gastrointestinal, rasa sakit)

Gangguan nafsu makan (mis., peningkatan atau penurunan berat badan yang

signifikan)

Gangguan tidur (mis., insomnia, mimpi buruk)

Gelisah; sering menangis; iritabilitas

b. Gejala Kognitif

Konfusi sulit berkonsentrasi

Pikiran yang kejar mengejar

Kewtidak mampuan mengambil keputusan

c. Gejala Perilaku

9

Disorganisasi

Impulsif ledakan kemarahan

Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa

Menarik diri dari interaksi social

d. Gejala Emosional

Ansietas; marah, merasa bersalah

Sedih; depresi

Paranoid; curiga

Putus asa; tidak berdaya

5. Penatalaksanaan Krisis : Intervensi Krisis

a. Bantuan

1) Bantuan untuk individu yang mengalami krisi meliputi konseling melalui

telepon, hotlines, dan konseling krisis singkat (1 sampai 6 sesi).

2) Bantuan untuk kelompok atau komunitas yang mengalami krisis.

- Tim bantuan krisis

Tim interdisipliner inimemberikan layanan bagi kelompok atau komunitas

yang mengalami kejadian krisis tertentu.

- Tim bantuan bencana

Tim ini memiliki rencana yang terorganisir untuk membantu segmen-

segmen besar populasi yang terkena bencana alam.

- Konseling stres akibat krisis

Bantuan ini ditujukan untuk kelompok profesional, seperti petugas rumah

sakit, polisis dan pemadam kebakaran, yang terlibat dalam situasi krisis.

b. Peran perawat

Perawat memberikan layanan langsung pada orang-orang yang mengalami krisis

da bertindak sebagai anggota tim intervensi krisis (ANA, 1994).

1) Perawat di lingkungan rumah sakit akut dan kronik membantu individu dan

keluarga berespons terhadap krisis penyakit yang serius, hospitalisasi, dan

kematian.

10

2) Perawat di lingkunagn masyarakat (mis., kantor, klinik rumah, sekolah,

kantor) memnerikan bantuan pada individu dan keluarga yang mengalami

krisis situasional dan perkembangan.

3) Perawat yang bekerja dengan sekelompok klien tertentu harus mengantisipasi

situasi dimana krisis dapat terjadi.

Keperawatan ibu dan anak. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti

kelahiran bayi prematur atau lahir mati, keguguran dan lahir abnormal.

Keperawatan pediatrik. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti

awitan penyakit serius, penyakit kronis atau melemahkan, cedera

traumatik, atau anak menjelang ajal.

Keperawatan medikal-bedah. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti

diagnosis penyakit serius, penyakit yang melemahkan, hospitalisasi

karena penyakit akut atau kronis, kehilangan bagian atau fungsi tubuh,

kematian dan menjelang ajal.

Keperawatan gerontologi. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti

kehilangan kumulatif, penyakit yang melemahkan, ketergantungan, dan

penempatan di rumah perawatan.

Keperawatan darurat. Perawat harus mengantisispasi krisis seperti trauma

fisik, penyakit akut, krisis perkosaan, dan kematian.

Keperawatan psikiatri. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti

hospitalisasi akibat penyakit jiwa, stressor kehidupan karena sakit jiwa

yang serius, dan bunuh diri.

Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk

membantu individu mengatasi situasi krisis.

c. Prinsip intervensi krisis

1) Tujuan intervensi krisis adalah mengembalikan individu ke tingkat fungsi

sebelum krisis.

2) Penekanan intervensi ini adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek

kesehatan dari fungsi individu.

11

3) Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah digunakan secara

sistematis (serupa dengan proses keperawatan), yang meliputi:

mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji: kelebihan

dan kekurangan sistem pendukung individu dan keluarga.

Merencanakan hasil yang spesifik dan tujuan yang didasarkan pada

prioritas.

Memberikan penanganan langsung(mis., menyediakan rumah singgah bila

klien diusir rumah, merujuk klien ke ”rumah perlindungan” bila terjadi

penganiyaan oleh suami atau istri).

Mengevaluasi hasil dari intervensi.

4) Hierarki Maslow. Kerangka kerja hierarki Maslow tentang kebutuhan dapat

membantu menentukan prioritas intervensi.

Sumber daya fisik diperlukan untuk bertahan hidup (mis., makanan, rumah

singgah, keselamatan).

Sumber daya sosial diperlukan untuk mendapatkan kembali rasa memiliki

(mis., dukungan keluarga, jaringan kerja sosial, dukungan komunitas).

Sumber daya psikologis diperlukan untuk mendapatkan kembali harga diri

(mis., penguatan yang positif, pencapaian tujuan).

5) Petugas intervensi krisis. Peran petugas intervensi krisis mencakup berbagai

fungsi beriut ini.

Membentuk hubungan dan mengomunikasikan harapan serta optimisme.

Melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan, bila perlu.

Memberikan anjuran dan alternatif (mis., membuat rujukan ke lembaga

yang tepat, seperti lembaga kesejahteraan anak atau klinik medis).

Membantu klien memilih alternatif.

Bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan

sumber daya yang diperlukan klien.

6. Tinjauan Proses Keperawatan Intervensi Krisis

a. Pengkajian

12

1. Identifikasi kejadian pencetus dam situasi krisis

2. Tentukan persepsi klien tentang krisis yang dihadapi, meliputi kebutuhan

utama yang terancam krisis, tingkat gangguan hidup, dan gejala-gejala yang

dialami klien.

3. Tentukan faktor-faktor penyeimbang yang ada, meliputi apakah klien

memiliki persepssi yang realistis terhadap krisis yang terjadi, dukungan

situasional (mis, keluarga, teman, sumber daya finansial, sumber daya

spiritual, dukungan masyarakat), dan penggunaan mekanisme koping.

4. Identifikasi kelebihan klien

Apa yang terjadi pada Anda? = Persepsi individu terhadap hal yang

terjadi (realistik atau terdistorsi).

Apa yang Anda pikir dan rasakan? = Gejala kognitif atau emosional atas

apa yang terjadi.

Apakah Anda mengalami gejala fisik atau perubahan prilaku Anda yang

biasanya? = Gejala fisik, prilaku.

Apakah Anda sudah pernah mengalami hal yang serupa dengan kejadian

ini dalam hidup Anda? Kalau ya, bagaimana Anda melakukan koping

pada saat itu ? = Pengalaman di masa lalu tentang krisis dan koping yang

digunakan.

Menurut Anda apa yang menjadi kelebihan pribadi Anda? = Pengakuan

individu atas kelebihannya.

Siapa yang Anda rasa sangat banyak membantu atau mendukung Anda?

= Sistem pendukung dalam hidup Anda .

Apa yang telah Anda coba selama ini untuk mengatasi krisis tersebut ? =

Penggunaan tindakan koping dalam situasi saat ini.

b. Diagnosis Keperawatan

1. Analisis

13

a) Analisis persepsi unik klien terhadap krisis dan kejadian pencetusnya.

b) Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukungan pribadi,

sosial dan lingkungan klien.

c) Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis, seperti keluarga

klien, jaringan kerja sosial, dan masyarakat.

2. Diagnosis Keperawatan.

Tentukan diagnosa keperawatan spesifik untuk klien, keluarga, masyarakart,

atau gabungan dari itu, termasuk, namun tidak terbatas pada yang berikut ini

a) Gangguan citra tubuh

b) Ketegangan peran pemberi asuhan

c) Koping komunitas tidak efektif

d) Koping individu tidak efektif

e) Penyangkalan tidak efektif

f) Koping keluarga : potensi untuk pertumbuhan

g) Disfungsi berduka

h) Respon pasca trauma

i) Ketidakberdayaan

j) Sindrom trauma perkosaan

k) Perubahan kinerja peran

l) Distres spiritual

m) Resiko kekerasan pada diri sendiria/orang lain

2. Perencanaan dan Identifikasi Hasil

a. Bantu klien,keluarga, masyarakat, atau gabungan dari itu, dalam

menetapkan tujuan jangka pendek yang realistis untuk pemulihan seperti

sebelum krisis.

b. Tentukan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, kelurga, masyarakat,

atau gabungan dari itu. Individu yang mengalami krisis akan :

1) Mengungkapkan secara verbal arti dari situasi krisis

2) Mendiskusikan pilihan –pilihan yang ada untuk mengatasinya.

14

3) Mengidentifikasi sumber daya yang ada yang dapat memberikan

bantuan

4) Memilih strategi koping dalam menghadapi krisis

5) Mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi

krisis.

6) Menjaga keselamatan bila situasi memburuk

3. Implementasi

a. Bentuk hubungan dengan mendengarkan secara aktif dan menggunakan

respon empati.

b. Anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan bantu

kien mengutarakan pikiran dan perasaannya.

c. Dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping.

d. Gunakan pendekatan pemecahan masalah.

e. Lakukan intervensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri atau

bunuh diri.

1) Kenali tanda-tanda bahaya akan adanya kekerasan terhadap diri

sendiri.(mis ; klien secara langsung mengatakan akan melakukan

bunuh diri, menyatakan secara tidak langsung bahwa ia merasa kalau

orang lain akan lebih baik jika ia tidak ada, atau adanya tanda-tanda

depresi)

2) Lakukan pengkajian tentang kemungkinan bunuh diri

3) singkirkan semua benda yang membahayakan dari tempat atau sekitar

klien.

4) Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan jiwa untuk menentukan

apakah hospitalisasi perlu dilakukan atau tidak.

d. Implementasi untuk klien yang marah atau melakukan kekerasan

15

1. Lakukan intervensi dini untuk mencegah klien melakukan kekerasan terhadap

orang lain.

a) Kenali tanda-tanda verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; berteriak,

berbicara cepat, menuntut perhatian, pernyataan-pernyataan agresif)

b) Kenali tanda-tanda non verbal adanya peningkatan rasa marah (mis;

rahang dikencangkan, postur tubuh menegang, tangan dikepalkan, berjalan

mondar-mandir).

2. Lakukan beberap tindakan untuk mengurangi kemarahan klien.

a) Jawab pertanyaan dan tuntutan klien dengan informasi faktual dan sikap

yang mendukung serta meyakinkan.

b) Berikan respon terhadap ansietas, marah dan frustasi yang dirasakannya.

Sebagai contoh : Perawat dapat mengatakan ”Tampaknya Anda merasa

frustasi karena tidak dapat pulang ke rumah sesuai keinginan Anda.”

c) Biarkan klien mengeluarkan kemarahannya secara verbal, tunjukan bahwa

perawat menerima kemarahan ayng diperlihatkannya.

d. Jangan membela atau membenarkan perilaku anda sendiri ataupun

perilaku orang lain. (mis., anggota tim pengobatan, kebijakan Rumah

Sakit).

d) Pantau bahasa tubuh anda sendiri, gunakan postur yang rileks dengan

kedua tangan bergantung santai disamping tubuh.

e) Berikan kontrol pada klien terhadap situasi masalah dengan menawarkan

solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah.

3. Berespons terhadap perilaku klien

a) Lindungi diri anda sendirindengan berdiri diantara klien dan pintu keluar

sehingga memungkinkan anda mudah untuk melarikan diri.

b) Lindungi orang lain dengan menginstruksikan mereka untuk

meninggalkan tempat.

c) Ikuti protokol lembaga, gunakan kode khusus untuk menghadapi

kekerasan jika ada.

16

4. Gunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan kode kekerasan bila diperlukan

(mis., bila klien mengancam akan melukai, klien yang lain atau anggota staf

atau jika klien melempar barang-barang atau merusak perabotan).

a) Pastikan untuk dilakukannya unjuk kekuatan (minimal lima staf).

b) Tugaskan satu anggota tim sebagai ketua, yang akan berinteraksi dengan

klien dan arahkan respons tim.

c) Ketua tim berdiri di depan, sedangkan yang lain berdiri di belakangnya

dalam dua atau tiga barisan.

d) Bila diperlukan restrain fisik, ketua tim akan memutuskan siapa yang akan

memegang kaki dan tangan, dan siapa yang akan memegang kepala (agar

tidak digigit).

e) Tim bertindak sebagai satu kesatuandan melakukan penaklukan yang

lancardan tenang.

f) Lakukan latihan dimana jika teknik-teknik ini dilakukan dapat memastikan

keamanan dan menghindarkan klien dan staf dari cedera.

4. Evaluasi hasil

Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam menentukan

efektifitas implementasi keperawatan.

a. Keselamatan klien, keluarga, dan masyarakat dapat dipertahankan

sebagai hasil dari intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku

yang tidak terkendali.

b. Klien mengidentifikasi hubungan antara stresor dengan gejala yang

dialami selama krisis.

c. Klien mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasi

krisis.

d. klien memilih berbagai pilihan solusi.

e. Klien kembali ke keadaan sebelum krisis atau memperbaikisituasi atau

perilaku.3

3 Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik edisi 3. Jakarta: EGC

17

F. REHABILITASI GANGGUAN JIWA

1. Pengertian Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan

vokasional sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri yang optimal serta

mempersiapkan klien secara fisik, mental, sosial dan vokasional untuk suatu kehidupan

penuh sesuai dengan kemampuannya (Nasution, 2006).

2. Tujuan Rehabilitasi

Maksud dan tujuan rehabilitasi klien mental dalam psikiatri yaitu mencapai perbaikan

fisik dan mental sebesarbesarnya, penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal

dan penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan dan sosial sehingga bisa berfungsi

sebagai anggota masyarakat yang mandiri dan berguna.

Mencapai perbaikan fisik dan mental sebesaar-besarnya

- Penempatan/penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal

- Penyesuaian diri dalam hubungan perorangan dan sosial secara

memuaskan, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berswadaya,

swasembada, (mandiri) dan berguna.

Setiap aspek dari rehabilitasi memiliki tujuan khusus:

a. Aspek medis

Bertujuan untuk mengurangi invaliditas serta meningkatkan validitas

b. Aspek psikologi dan sosial

Bertujuan kearah tercapainya penyesuaian diri, tercapainya harga

diri dan juga tercapainya pandangan dan sikap yang sehat dari masya

rakat terhadap rehabilitant.

c. Aspek vokasional dan re-edukasi

Bertujuan ke arah tercapainya kecakapan yang produktif dan berguna

d. Aspek legislatif dan administrative

Bertujuan ke arah terbentuknya peraturan perundang-undangan yang

mengatur rehabilitasi pasien jiwa.

3. Tahapan Rehabilitasi

Upaya Rehabilitasi terdiri dari 3 tahap yaitu ;

a. Tahap persiapan

1) Orientasi.

18

Selama fase orientasi klien akan memerlukan dan mencari bimbingan seorang yang

professional. Perawat menolong klien untuk mengenali dan memahami masalahnya

dan menentukan apa yang diperlukannya.

2) Identifikasi

Perawat mengidentifikasi dan mengkaji perasaan klien serta membantu klien seiring

penyakit yang ia rasakan sebagai sebuah pengalaman dan memberi orientasi positif

akan perasaan dan kepribadiannya serta memberi kebutuhan yang diperlukan.

b. Tahap pelaksanaan

Perawat melakukan eksploitasi dimana selama fase ini klien menerima secara penuh

nilai-nilai yang ditawarkan kepadanya melalui sebuah hubungan (Relationship). Tujuan

baru yang akan dicapai melalui usaha personal dapat diproyeksikan, dipindah dari

perawat ke klien ketika klien menunda rasa puasnya untuk mencapai bentuk baru dari apa

yang dirumuskan.

c. Tahap pengawasan

Tahap pengawasan perawat melakukan resolusi.Tujuan baru dimunculkan dan secara

bertahap tujuan lama dihilangkan. Ini adalah proses dimana klien membebaskan dirinnya

dari ketergantungan terhadap orang lain.

4. Jenis Kegiatan Rehabilitasi

Abroms dalam Stuart (2006) menekankan 4 keterampilan penting psikososial pada

klien gangguan jiwa yaitu:

a. Orientation

Orientaton adalah pencapaian tingkat orientasi dan kesadaran terhadap realita yang

lebih baik. Orientasi berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman klien terhadap

waktu, tempat atau maksud/ tujuan, sedangkan kesadaran dapat dikuatkan melalui

interaksi dan aktifitas pada semua klien.

b. Assertion

Assertion yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan sendiri dengan tepat. Hal ini

dapat dilakukan dengan cara mendorong klien dalam mengekspresikan diri secara efektif

dengan tingkah laku yang yang dapat diterima masyarakat melalui kelompok pelatihan

asertif, kelompok klien dengan kemampuan fungsional yang rendah atau kelompok

interaksi klien.

19

c. Accuption

Accuption adalah kemampuan klien untuk dapat percaya diri dan berprestasi melalui

keterampilan membuat kerajinan tangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

memberikan aktifitas klien dalam bentuk kegiatan sederhana seperti teka- teki (sebagai

aktivitas yang bertujuan) mengembangkan keterampilan fisik seperti menyulam.

Membuat bunga, melukis dan meningkatkan manfaat interaksi sosial.

d. Recreation

Recreation adalah kemampuan menggunakan dan membuat aktifitas yang

menyenangkan dan relaksasi. Hal ini memberi kesempatan pada klien untuk mengikuti

bermacam reaksi dan membantu klien menerapkan keterampilan yang telah ia pelajari

seperti:orientasi asertif, interaksi sosial, ketangkasan fisik. Contoh aktifitas relaksasi

seperti permainan kartu, menebak kata dan jalan- jalan, memelihara binatang,

memelihara tanaman, sosio- drama, bermain musik dan lain-lain.

5. Tim dalam pelaksanaan Rehabilitasi

Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan oleh multiprofesi yang terdiri dari dokter, perawat,

psikologi, sosial worker serta okupasi therapist yang memiliki peran dan fungsi masing-

masing. Dokter memberikan terapi somatik, psikolog melakukan pemilahan klien

berdasarkan hasil psikotest, kemampuan serta minat klien, social worker menjadi

penghubung antara klien dengan keluarga dan lingkungan serta okupasi terapis memberikan

terapi kerja bagi pasien. Perawat sendiri mempunyai peran yang sangat penting dalam

pelaksanaan rehabilitasi baik dalam tahap persiapan, pelaksanaan maupun pengawasan.

Sebagai sebuah team, perawat memberi peran yang sangat penting dalam mengkoordinasikan

berbagai cara dan kerja yang dilakukan semua anggota team sesuai dengan tujuan yang akan

dicapai antara klien dan team kesehatan sehingga rehabilitasi berjalan sesuai tujuan yang

diharapkan.

Dalam rehabilitasi gangguan jiwa tenaga perawat sebagai anggota tim kesehatan

dalam menjalankan peran dan fungsinya bersifat mandiri, kolaboratif dan atau saling

tergantung dengan anggota tim kesehatan lain, untuk dapat berperan secara aktif dalam

memenuhi memberikan pelayanan kesehatan.

a. Pengertian peran

Peran perawat : merupakan tingkah laku yang diharapkan baik oleh individu, keluarga

maupun masyarakat terhadap perawat sesuai kedudukannya dalam sistem pelayanan

kesehatan (Kusnanto, 2005)

20

b. Peran perawat pada rehabilitasi

1) Pada tahap persiapan

Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa

a) Peran stranger (orang yang tidak dikenal).

Hal yang pertama terjadi ketika perawat dan klien bertemu mereka belum

saling mengetahui maka klien diperlakukan secara biasanya. Klien akan

memerlukan dan mencari bimbingan seorang yang professional. Perawat

menolong klien untuk mengenali dan memahami masalahnya dan menentukan

apa yang diperlukannya. Hal in dilakukan dengan cara Membina hubungan

saling percaya

Perawat mengucapkan salam kepada klien

Bersikap terbuka dengan mendengarkan apa yang klien sampaikan

Memanggil klien dengan nama yang disukai

Menyapa klien dengan ramah

b) Peran pendidik

Merupakan kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal dari apa yang

klien tidak ketahui dan dikembangkan dari keinginan dan minatnya dalam

menerima dan menggunakan informasi. Perawat memberikan jawaban dari

pertanyaan–pertanyaan yang spesifik meliputi segala hal tentang rehabilitasi yang

dijalani oleh klien dan menginterpretasikan kepada klien dan keluarga bagaimana

cara perawatan klien dan rencana perawatan selanjutnya setelah dilakukan

rehabilitasi.

c) Peran wali/pendamping

Klien menganggap perawat sebagai peran walinya. Sikap dan tingkah laku

perawat menciptakan suatu perasaan tertentu dalam diri klien yang bersifat

reaktif dan muncul dari hubungan sebelumnya.

d) Peran Kepemimpinan/manajer kasus.

Membantu klien mengerjakan tugas-tugas melalui hubungan yang kooperatif

dan partisipasi aktif yang demokratis antar tim kesehatan yang terlibat dalam

pelaksanaan rehabilitasi dengan mengkomunikasikan tim rehabilitasi tentang

jadwal dan jenis kegiatan rehabilitasi yang dilaksanakan klien untuk

kelangsungan perawatan secara berkesinambungan

e) Peran pelaksana

21

Memberikan obat sesuai dengan hasil kolaborasi dengan medis yang

diperlukan.

2) Pada tahap pelaksanaan

Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa menurut Peplau dalam

Potter Perry (2005) yaitu :

a) Peran pelaksana

Membimbing/mengajarkan klien jenis kegiatan rehabilitasi sesuai dengan

kemampuan klien

Mengobservasi perilaku klien selama kegiatan rehabilitasi

Memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam melaksanakan kegiatan

rehabilitasi

Memberikan dukungan jika klien belum bisa menyelesaikan kegiatan

rehabilitasi sesuai rencana

b) Peran wali/pendamping

Fungsi perawat disini membimbing klien mengenali dirinya dengan sosok

yang ia bayangkan dengan mendampingi klien selama kegiatan rehabilitasi.

c) Tahap pengawasan dan evaluasi

Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa menurut Peplau dalam

Potter Perry (2005) yaitu :

Peran pendidik

Merupakan kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal dari apa

yang klien tidak ketahui dan dikembangkan dari keinginan dan minatnya

dalam menerima dan menggunakan informasi. Perawat memberikan jawaban

dari pertanyaan–pertanyaan yang spesifik meliputi segala hal tentang

rehabilitasi yang dijalani oleh klien dan menginterpretasikan kepada klien

dan keluarga bagaimana cara perawatan klien dan rencana perawatan

selanjutnya setelah dilakukan rehabilitasi.

Peran Kepemimpinan/manajer kasus.

Membantu klien mengerjakan tugas-tugas melalui hubungan yang

kooperatif dan partisipasi aktif yang demokratis antar tim kesehatan yang

terlibat dalam pelaksanaan rehabilitasi dalanm hal ini dengan sosial worker

untuk untuk home visite jika klien sudah kooperatif dan direncanakan akan

dilakukan pemulangan ke rumah.

22

Peran pelaksana

Melakukan dokumentasi dengan menerapkan prinsip dokumen4

Aktivitas kegiatan untuk mencapai tujuan rehabilitasi kesehatan jiwa menurut Anthoni (1980)5

Fisik Emosional Intelektual

KETERAMPILAN HIDUP

Higiene personal

Kebugaran fisik

Penggunaan angkutan umum

Memasak

Belanja

Kebersihan

Peran serta dalam olah raga

Penggunaan fasilitas rekreasi

Hub antar manusia

Kontrol diri

Penghargaan yang selektif

Reduksi stigma

Penyelesaian masalah

Keterampilan berbicara

Pengelolaan uang

Penetapan tujuan

Pengembangan

masalah

Penggunaan sumber-

sumber komunitas

KETERAMPILAN

BELAJAR

Dapat tenang

Memberikan perhatian

Tetap duduk

Mengamati

Ketepatan waktu

Kemampuan berbicara

Mengajukan pertanyaan

Menjawab dengan sukarela

Mengikuti petunjuk

Meminta pengarahan

Mendengarkan

Membaca

Menulis

Keterampilan

Belajar

Aktivitas hobi

Mengetik

KETERAMPILAN Wawancara bekerja Pemenuhan syarat

4 http://taufikners.blogspot.com/2010/08/rehabilitasi.html Wednesday, April 24, 2013 11:23:50 AM

5 http://keperawatanjiwa01.blogspot.com/2010/07/rehabilitasi-kesehatan-jiwa.html Wednesday, April 24, 2013 11:23:34 AM

23

BEKERJA

Ketepatan waktu

Penggunaan alat kerja

Kekuatan pekerjaan

angkutan pekerjaan

Tugas pekerjaan spesifik

Pembuatan keputusan

Hubungan antar manusia

Kontrol diri

Mempertahankan

pekerjaan

Tugas pekerjaan spesifik

kerja

Pencariaan kerja

Tugas pekerjaan

spesifik.

24

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Fungsi perawat kesehatan jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan

asuhan keperawatan secara tiak langsung

Krisis adalah reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat kemampuan

menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respons kopingnya tidak adekuat untuk

mempertahankan keseimbangan psikologis

Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan vokasional sebagai

usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri yang optimal serta mempersiapkan klien

secara fisik, mental, sosial dan vokasional untuk suatu kehidupan penuh sesuai dengan

kemampuannya (Nasution, 2006)

B. SARAN

Penyusun menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi kesempurnaan makalah ini. Akhir

kata penyusun ucapkan terimakasih.

25

DAFTAR PUSTAKA

HTTP///keperawatan-jiwa-dan-undanng-undang.html Wednesday, April 24, 2013 11:10:42 AM

http://triahi.blogspot.com/2012/10/konsep-dasar-keperawatan-kesehatan-jiwa.html Wednesday,

April 24, 2013 11:10:42 AM

Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik edisi 3. Jakarta:

EGC

Hawari.(2001). Pendekatan Holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.FKUI: Jakarta

Keliat, Budi Ana. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi kedua. Jakarta : EGC.

Keliat dan Akemat (2004). Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC

http://taufikners.blogspot.com/2010/08/rehabilitasi.html Wednesday, April 24, 2013 11:23:50

AM

http://keperawatanjiwa01.blogspot.com/2010/07/rehabilitasi-kesehatan-jiwa.html Wednesday,

April 24, 2013 11:23:34 AM

26