BAB I
-
Upload
astri-nurita-berlianti -
Category
Documents
-
view
17 -
download
1
description
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Sejarah Singkat Pertamina RU- IV Cilacap
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal akan keanekaragaman sumber daya alamnya. Oleh karena memiliki banyak pulau itulah, sumber daya alam di dalamnya pun sangat melimpah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya alam yang penting bagi Indonesia adalah minyak dan gas bumi yang mana peranannya yang dominan dalam menunjang pembangunan di tanah air. Walaupun sempat dieksploitasi selama hampir 2 abad, saat zaman penjajahan terdahulu, ternyata masih banyak yang belum diberdayakan. Tercatat baru sekitar 30 cekungan yang telah dieksploitasi dan umumnya berada di wilayah barat Indonesia. Diperkirakan masih ada 30 cekungan lagi di wilayah timur yang masih menunggu sentuhan eksplorasi dan eksploitasi di masa depan.
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi kehidupaan manusia karena dapat menghasilkan energi baik untuk bahan bakar maupun untuk pembangkit tenaga listrik. Bagi Indonesia, minyak bumi merupakan sumber daya alam yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena disamping untuk keperluan dalam negeri, juga diperuntukkan sebagai sumber devisa melalui ekspor Migas. Seiring dengan perkembangan industri dan pembangunan di Indonesia yang kian lama kian maju dan berkembang, kebutuhan energi sudah dipastikan akan meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan UU No.19/1960 tentang pendirian Perusahaan Negara dan UU No.44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Minyak) dan PN PERMINA (Perusahaan Minyak Nasional) yang bergerak dalam usaha eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemasaran/distribusi. Pada tahun 1968 kedua perusahaan tersebut
digabung menjadi PN PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Milik Nasional). Demi kelanjutan dan perkembangannya, pada tanggal 15 September 1971, Pemerintah mengeluarkan UU No.8/1971 tentang PN PERTAMINA sebagai pengelola tunggal dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Akhirnya pada tanggal 1 Januari 1972, PN PERTAMINA diubah namanya menjadi PERTAMINA.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 31 th.2003 sebagai amanat dari pasal 60 UU no. 22 th 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta akta pendirian PT (persero) PERTAMINA
yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan pengalihan Badan Hukum serta pengalihan Direksi dan Komisaris. Untuk itu, perlu dibangun Refinery Unit minyak bumi guna memenuhi kebutuhan yang meningkat tersebut. Dalam usaha tersebut, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
Sejalan dengan pembangunan yang pesat, maka kebutuhan minyak bumi juga akan semakin bertambah. Untuk itu perlu dibangun Refinery Unit minyak bumi guna memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut maka pada tahun 1974 dibangun kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
Pembangunan kilang minyak Cilacap juga dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pengadaan serta penyaluran BBM untuk pulau Jawa yang merupakan daerah yang mengkonsumsi BBM terbanyak di Indonesia. Hingga saat ini, Pertamina memiliki unit-Refinery Unit yang tersebar di seluruh Indonesia di mana RU IV Cilacap merupakan Refinery Unit terbesar ditinjau dari kapasitas produksinya. Perbandingan kapasitas produksi RU IV dengan RU lainnya dapat dilihat padaTabel I.1.
Tabel I.1. Refinery Unit PERTAMINA dan kapasitasnya
Refinery Unit ( RU )Kapasitas
(barrel/hari)
RU I Pangkalan Brandan (Sumatra Utara)Tidak beroperasi
RU II Dumai dan Sungai Pakning (Riau)170.000
RU III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan)135.000
RU IV Cilacap (Jawa Tengah)348.000
RU V Balikpapan (Kalimantan Timur)270.000
RU VI Balongan (Jawa Barat)125.000
RU VII Kasim (Papua Barat)10.000
* RU I Pangkalan Brandan sejak tahun 2006 sudah tidak lagi beroperasi
Kapasitas Refinery Unit Pertamina
10,000(barrel/hari)RU I Pangkalan Brandan
0
(Sumatra Utara)
125,000170,000RU II Dumai dan Sungai
Pakning (Riau)
270,000135,000RU III Plaju dan Sungai
Gerong (Sumatra Selatan)
348,000RU IV Cilacap (Jawa Tengah)
RU V Balikpapan
(Kalimantan Timur)
RU VI Balongan (Jawa Barat)
RU VII Kasim (Papua Barat)
Gambar I.1. Kapasitas Refinery Unit Pertamina
Gambar I.2. Lokasi Refinery Unit Pertamina Seluruh Indonesia
Pembangunan kilang minyak di Cilacap merupakan pembangunan salah satu dari unit-unit yang ada di Indonesia. Pembangunan kilang minyak di Cilacap juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengadaan serta penyaluran BBM bagi pulau Jawa sebagai daerah pengkonsumsi BBM terbesar di Indonesia. Pertamina RU-IV Cilacap berada di bawah tanggung jawab Direktorat Hilir Bidang Pengolahan Pertamina. Pertamina Refinery Unit IV Cilacap ini merupakan Refinery Unit terbesar dan terlengkap produksinya yang mana pembangunan kilang minyaknya dilaksanakan dalam lima tahap yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan Kilang SRU.
Pada FOC I, Minyak Timur Tengah diolah dalam beberapa unit seperti CDU (Crude Distilling Unit), NHT I (Naphtha Hydro Treater I), Kero Merox dan HDS menjadi LPG, Premium, Naphtha, Kerosin, Avtur, Solar (ADO/IDO), LSWR, minyak bakar (IFO). Long Residue yang merupakan produk bawah CDU I menjadi umpan untuk LOC I/II/III. Long Residue ini diolah melalui serangkaian unit di LOC I/II/III sehingga akhirnya menghasilkan VGO (Vacuum Gas Oil), DAO, Lube Base Oil HVI-60, HVI-95, HVI-160s, dan HVI-650, serta Slack Wax, Minarex, dan Asphalt Blending.
Di FOC II, campuran minyak domestik dan import, pertama diolah di CDU II kemudian difraksionasi menjadi light naphtha dan heavy naphta, kero, LDO (Light Diesel Oil), HDO (Heavy Diesel Oil), dan Reduce Crude. Produk-produk CDU II ini diolah lebih lanjut sehingga akhirnya akan menghasilkan Fuel Gas, LPG, Gasoline/Premium, Kerosene, ADO/IDO, IFO (Industrial Fuel Oil), dan LSWR (Low Sulfur Waxy Residue).
Heavy naphtha yang dihasilkan CDU II menjadi umpan untuk Kilang Paraxylene Complex (KPC). Setelah melewati beberapa unit di kilang Paraxylene terbentuk produk berRUa LPG, Raffinate, Paraxylene, Benzene, Toluene, dan Heavy Aromate.
LPG
Mixed CrudeGasoline
FOC II
(domestic&Kerosene
import)Avtur
230 MBSDADO/IDO
NaphtaIFO
LSWR
LPG
Paraxylene
Middle East
Benzene
CrudeFOC IParaxyleneRaffinate
118 MBSDHeavy-
Aromate
Toluene
Base Oil
Long residueParafinic
Minarex
LOC
Aspal
I/II/III
Slack Wax
IFO
Gambar I.3. Diagram Blok Proses Pertamina RU- IV
I.2. Kilang Minyak Pertamina RU IV Cilacap
Pembangunan kilang minyak di RU-IV Cilacap dilaksanakan dalam lima tahap yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan Kilang SRU.
I.2.1. Kilang Minyak I
Pembangunan kilang minyak I Cilacap dimulai tahun 1974 dan mulai beroperasi pada 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc yang dibantu oleh beberapa sub kontraktor dari perusahaan nasional Indonesia dan asing.
Selaku pengawas dalam pelaksanaan proyek ini adalah Pertamina.
Kilang Minyak I ini dirancang dengan kapasitas semula 100.000 barrel/hari. Sejalan
dengan peningkatan kebutuhan konsumen, maka ditingkatkan
kapasitasnya melalui Debottlenecking Project Cilacap pada tahun 1998/1999 sehingga kapasitasnya menjadi 118.000 barrel/hari. Kilang ini dirancang untuk mengolah crude oil dari Timur Tengah yaitu Arabian Light Crude (ALC). Selain menghasilkan BBM, kilang ini juga merupakan satu-satunya kilang pelumas (lube base oil) dan aspal. Dalam perkembangan selanjutnya, kilang ini tidak hanya mengolah Arabian Light Crude (ALC) tetapi juga Iranian Light Crude (ILC) dan Basrah Light Crude (BLC). Kilang Minyak I Pertamina Refinery Unit IV Cilacap meliputi :
a.Fuel Oil Complex (FOC I), untuk memproduksi BBM.
b. Lube Oil Complex (LOC I), untuk memproduksi bahan baku minyak pelumas (lube
base oil) dan aspal.
c. Utilities Complex I (UTL I), menyediakan semua kebutuhan utilities dari unit-unit proses seperti steam, listrik, angin instrumen, air pendingin serta fuel system.
d. Offsite Facilities yaitu sebagai fasilitas penunjangyang terdiri dari tangki-tangki storage, flare sistem, utilitas dan environment system.
Tabel I.2. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC I dan LOC I
FOC ILOC I
UnitKapasitasUnitKapasitas
(ton/hari)(ton/hari)
CDU I13.650High Vacuum Unit I3.184
NHT I2.275Propane Deasphalting Unit I784
Gas Oil HDS2.300Furfural Extraction Unit I991-1.580
Platformer I1.650MEK Dewaxing Unit I226-337
Propane Manufacturing43.5
Merox Treater1.940
FUEL GAS
PMFLPG
NHTSTAB/
SPLITPLATFORMGASOLINE/
PREMIUM
KERO MEROX
AVTUR
KEROSENE
MIDDLLGO
ECDHDS
EASTADO / IDO
U
HGO
CRUD
E
to LOC
Gambar I.4. Diagram Blok FOC I
Long ResiduH
V
U
I
Short Residu
SPO DisSPO RafHVI-60, Par-60
IDISFM
ED
LMO DisLMOHVI-95, Par-95
UU
MMO DisSolvexII
LMOSlack Wax
PDU-I
DisMinarex-A , B
P. Asph
Asphalt 60/70, 80/100
HDAO
M
VFLMO RafHLMO HDR
ULMO DisDHVI-95
E
IIMMO DisMMO RafTMMO HDRUHVI-160
U
DAO RafUDAO HDRIIHVI-650
II
PDU-IIDAOSlack
Wax
PDU-IIIMinarex Hybrid
P AsphMDU-HVI-650
P. Asph
III
Slack
Wax
Gambar I.5. Konfigurasi LOC
I.2.2. Kilang Minyak II
Pembangunan kilang minyak II dimulai tahun 1981 dan mulai beroperasi setelah diresmikan pada 4 Agustus 1983 dan merupakan perluasan dari kilang minyak I. Kilang minyak ini dirancang untuk mengolah minyak mentah domestik dengan kapasitas awal 200.000 barrel/hari. Sejalan dengan dilaksanakannya Debottlenecking Project Cilacap pada tahun 1998/1999, maka kapasitasnya meningkat menjadi 230.000 barrel/hari.
Minyak mentah dalam negeri yang memiliki kadar sulfur lebih rendah dari pada
Arabian Light Crude (ALC) Minyak mentah ini merupakan campuran dengan komposisi 80%
Arjuna Crude dan 20% Attaka Crude yang pada perkembangan selanjutnya menggunakan crude oil lain dengan komposisi yang menyerupai rancangan awal.
Perluasan kilang dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) untuk Fuel Oil Complex,
Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM) untuk Lube Oil Complex dan Fluor Eastern Inc untuk offsite facilities. Sedangkan kontraktor utamanya adalah Fluor Eastern Inc. dengan sub kontraktor diutamakan perusahaan nasional Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku naphta dan sarana pendukung seperti tangki, dermaga dan utilities maka pada tahun 1988 dibangunlah Kilang Paraxylene Cilacap (KPC) guna memenuhi kebutuhan bahan baku kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) di Plaju, sekaligus sebagai usaha meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM. Kapasitas desain tiap unit pada FOC II dan LOC II/III dapat dilihat pada Tabel I.3. di bawah ini.
Tabel I.3. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC II dan LOC II/III
FOC IILOC II
UnitKapasitasUnitKapasitas
(ton/hari)(ton/hari)
CDU II26.680High Vacuum Unit II2.238
NHT II2.500Propane Deasphalting Unit II583
AH Unibon2.680Furfural Extraction Unit II478-573
FOC IILOC II
KapasitasUnitKapasitasUnit
(ton/hari)(ton/hari)
Platformer II2.440MEK Dewaxing Unit II226-377
LPG Recovery730
Naphtha Merox1.620
THDT1.800
Visbreaker8.387
Gambar 1.6. Diagram Blok FOC II
I.2.3. Kilang Paraxylene
Kilang Paraxylene dibangun pada tahun 1988 dan sebagai kontraktor pelaksanaannya adalah Japan Gasoline Corporation (JGC). Kilang ini mulai beroperasi, setelah diresmikan oleh Presiden RI pada 20 Desember 1990. pembangunan kilang ini didasarkan pada pertimbangan adanya bahan baku Naphtha dan sarana pendukung yang tersedia, seperti tangki, dermaga, dan utilities. Pertamina RU IV semakin penting dengan adanya kilang Paraxylene, karena dengan mengolah naphta 590.000 ton/tahun menjadi produk utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya, otomatis RU IV menjadi satu-satunya Refinery Unit minyak bumi di Indonesia yang terintegrasi dengan industri Petrokimia. Jenis produk kilang Paraxylene yaitu : paraxylene, benzene, LPG, raffinate, heavy aromate, dan fuel gas/excess. Paraxylene yang dihasilkan menjadi bahan baku pabrik Purified Terepthalic Acid (PTA) pada pusat aromatik di Plaju, Sumatera Selatan. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha penghematan devisa sekaligus sebagai usaha peningkatan nilai tambah produksi kilang BBM. Seluruh produk benzene diekspor, sedangkan produk-produk lainnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kilang sendiri.
Kilang Paraxylene meliputi beberapa unit dengan kapasitas masing-masing unitnya
dapat dilihat pada Tabel I.4. di bawah ini.
Tabel I.4. Kapasitas Desain Tiap Unit di Kilang Paraxylene
UnitKapasitas (ton/hari)
NHT1.791
CCR / Platformer1.791
Sulfolane1.100
Tatoray1.730
Xylene Fractionator4.985
Parex4.440
Isomar3.590
BLOK DIAGRAM KILANG PARAXYLENE RU IV
Gas toBenzene to Day Tank
Fuel gasGas to
KPC
Toluen to MogasFuel gas
Ligh. PL.KPC
Formate
SulfolaneRaffinate to Mogas
Unit 85
OVH.
NHTBott.IsomarDeheptan 89
Unit 89
HeavyUnit 82Toluen.
UOP I-9
NaphthaCol 85
Gas to Fuel gasH2Bott.
H2KPCDeheptan 89
make
makeOVH Bz.
up
upCol 86
TreatedNaphthaH2 to LOC III
Tatoray
Unit 86
LPG
TA-5
ColH2 to Fuel
gas KPC
Str.
H2Raffinate
Bott. Bz.makeOVH.
up
H2 RecycleCol 86
PlatParaxylene
FormerParex
Unit 84Unit 88
R-134OVH HA.
Col 87
Heavy PL.XyleneO,M,P
Xylene
FormateFraction
Unit 87
OVHHeavy
Aromate to
Finishing
ADO/RFO
Col. 88
Gambar 1.7. Blok Diagram Kilang Paraxylene RU IV
I.2.4 Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit
Pemerintah berencana untuk mengurangi kadar emisi SO2 pada buangan. Untuk mendukung komitmen terhadap lingkungan pada tanggal 27 Februari 2002 RU IV membangun kilang SRU dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit proses dan unit penunjang. Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU IV, khususnya SO2 sehingga emisi yang
dibuang ke udara akan lebih ramah terhadap lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari berbagai unit di RU-IV menjadi produk berupa sulfur cair, LPG, dan condensate.
Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain, Gas Treating Unit, LPG Recovery Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail Gas Unit, dan Refrigeration. Umpan pada Gas Treating Unit terdiri dari 9 stream sour gas yang sebelumnya kesembilan stream gas ini hanya dikirim ke fuel gas system sebagai bahan bakar kilang atau dibakar di flare. Dengan adanya unit LPG Recovery pada kilang SRU
ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari stream treated gas.
Dengan melakukan treatment terhadap 9 stream sour gas dengan jumlah total sebesar 600 metric ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair sebanyak 59-68 metric ton/hari, produk LPG sebanyak 324-407 metric ton/hari dan produk condensate (C5+) sebanyak 28-103 metric ton/hari. Sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan kandungan H2S sangat rendah dari Unit LPG Recovery akan dikirimkan keluar sebagai fuel sistem.
Unit-unit di Kilang SRU adalah sebagai berikut:
1. Gas Treating
Gas treating unit dirancang untuk mengurangi kadar hydrogen sulfide (H2S) di dalam gas buang (sebagai umpan) agar tidak lebih dari 10 ppmv sebelum dikirim ke LPG recovery unit dan PSA unit yang telah ada. Dalam metode operasi normal larutan amine disirkulasikan untuk menyerap H2S pada suhu mendekati suhu kamar.
2. LPG Recovery
Memiliki Cryogenic Refluxted Absorber design sebagai utilitas di LPG Recovery Unit untuk menambah produk LPG Recovery secara umum. Proses ini mempunyai LPG Recovery optimum pada excess 99,9% (pada Deethanizer Bottom Stream). Refrigeration proses digunakan sebagai pelengkap umum Chilling (pendinginan).
3. Sulfur Recovery Unit
Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui eksport.
4. Tail Gas Unit
TGU (Tail Gas Unit) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur Recovery Unit (SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar menjadi jenis sulfur yang terdiri dari SO2 kemudian dibuang ke atmosfer.
5. Unit 95 : Refrigeration
Unit Refrigeration dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian Tail Gas Unit untuk memaksimalkan pengambilan sulphur secara umum. System Refrigeration terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration.
Tabel 1.5. Komposisi Design Refrigeration
KomponenMol, %
Ethane2,07
Propane94,54
i-butane3,79
Total100
HP
HDS GAS
LP SOUR STREAM (8)
HPHIDROGEN
AmineTO PSAFuel
Gas
Compressin & LPMol. SieveCompressionLPGLPGLPG
Amine ReatingDehydratio&RecoveryTreating
Refrigeration
n
LeanCondensat
RichAcide
AmineAmineSulfurSulfur
RegeneratiRecovery
Gambar I.8. Blok Diagram LPG dan Sulphur Recovery
I.2.5. Proyek Debottlenecking
Proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) untuk peningkatan kapasitas operasional Pertamina Refinery Unit IV Cilacap telah berhasil dilaksanakan dengan modernisasi instrumentasi kilang yang meliputi unit pada : FOC I, FOC II, Utilities I, Utilities II, LOC I, dan LOC II. Modernisasi instrumentasi tersebut juga ditambah beroperasinya Utilities IIA yang dihubungkan dengan Utilities I dan Utilities II serta beroperasinya LOC III, maka secara otomatis meningkatkan kapasitas operasional Pertamina Refinery Unit IV Cilacap.
Proyek peningkatan kapasitas kilang minyak secara keseluruhan termasuk kilang
Paraxylene dan pembuatan sarana pengolahan pelumas baru (LOC III) dimulai tahun 1995 dan selesai Maret 1999.
Proyek ini bertujuan untuk mengingkatkan kapasitas Pengolahan FOC I dari 100.000 barel/hari menjadi 118.000 barel/hari. FOC II dari 200.000 barel/hari menjadi 230.000 barel/hari. Kapasitas LOC I dan LOC II dari 225.000 ton/tahun menjadi 286.800 ton/tahun. Unit baru LOC III dapat memproduksi 141.200 ton/tahun lube base untuk semua grade.
Total kapasitas kilang BBM naik dari 300.000 barel/hari menjadi 348.000 barel/hari, produksi bahan baku minyak pelumas (lube base oil) naik dari 255.000 ton/tahun menjadi 428.000 ton/tahun atau sebesar 69%, sedangkan produksi aspal naik dari 512.000 ton/tahun menjadi 720.000 ton/tahun atau sebesar 40,63%.
Pendanaan Debottlenecking Cilacap Project (DPC) berasal dari pinjaman dari 29 bank dunia yang dikoordinir oleh CITICORP dengan penjamin US Exim Bank. Dana yang dipinjam sebesar US$ 633 juta dengan pola Tyrustee Borrowing Scheme. Sedangkan sistem penyediaan dananya adalah Non Recourse Financing artinya pengembalian pinjaman berasal dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh proyek sehingga dana pinjaman tersebut tidak membebani anggaran Pemerintah maupun cash flow Pertamina.
Tenaga kerja tambahan untuk Debottlenecking Cilacap Project (DPC) sebagian besar diambil dari tenaga lokal, dimana pada puncak penyelesaian proyek mencapai sekitar 3000 orang yang terdiri dari tenaga kerja lokal, nasional dan asing.
Area untuk pembangunan Lube Oil Complex III seluas 6,8 hektar dengan perincian 4,3 hektar untuk pembangunan kilang LOC III dan 2,5 hektar untuk pembangunan tangki produk. Area ini diambil dari sisa area rencana perluasan pabrik. Fasilitas untuk melindungi lingkungan dari pencemaran pun ditambah dengan modifikasi peralatan yang ada, serta penambahan peralatan baru.
Tujuan dari proyek ini adalah untuk :
a. Meningkatkan kapasitas produksi Kilang Minyak I dan II dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri,
b. Meningkatkan kapasitas produksi Lube Oil Plant dalam rangka memenuhi kebutuhan
Lube Base Oil dan Asphalt, dan
c. Menghemat / menambah devisa negara.
LingkRU dari proyek ini adalah :
a. Modifikasi FOC I dan II, LOC I dan II, dan Utilities II / offsite,
b. Pembangunan LOC III (Lube Oil Complex III),
c. Pembangunan Utilities III dan LOC III Tankage,
d. Modernisasi Insrumentasi Kilang dengan DCS (Distributed Control System).
Berbagai pekerjaan yang dilakukan pada masing-masing area selama proyek
Debottlenecking dapat dilihat pada Tabel 1.6. berikut.
Tabel I.6. Jenis Pekerjaan Dalam Proyek Debottlenecking Cilacap
LokasiUnitJenis Pekerjaan
FOC ICDU- Penambahan Crude Desalter, Preflash Drum
- Modifikasi / penambahan tray pada Crude Splitter, Product
Side Stripper, Naphtha Stabilizer dan Gasoline Splitter
NHTModifikasi / penambahan peralatan
KeroseneMeroxModifikasi peralatan
Treating
SWSModifikasi / penambahan peralatan
Lain-lain- Modifikasi / penambahan pumping dan piping system
- Modifikasi / penambahan heat exchange system
FOC IICDU- Penambahan Crude Desalter
- Modifikasi / penambahan tray pada Crude Splitter, Product
Side Stripper, Naphtha Stabilizer dan Gasoline Splitter
AH UnibonModifikasi / penambahan peralatan
LPG RecoveryModifikasi / penambahan peralatan
SWSModifikasi / penambahan peralatan
Lain-lain- Modifikasi / penambahan pumping dan piping system
- Modifikasi / penambahan heat exchange system
LOC IHVU IModifikasi / penambahan peralatan
Lain lainRekonfigurasi / penambahan heat exchange, pumping
tankfarm dan piping system
LOC IIHVU IIModifikasi / penambahan peralatan
PDU IIModifikasi / penambahan peralatan
FEU IIModifikasi / penambahan peralatan
HOS IIModifikasi / penambahan peralatan
Lain-lainRekonfigurasi / penambahan heat exchange, pumping
tankfarm dan piping system
LokasiJenis Pekerjaan
LOC IIIPembangunan PDU III
Pembangunan MDU III
Pembangunan HTU / RDU
Pembangunan new tankage, pumping dan piping system
Utilities/Pembangunan Power Generation 8 MW dan Distribution System
OffsitePembangunan Boiler 60 ton /hari beserta BFW dan SteamDistribution System
Modifikasi / penambahan peralatan pada Flare System
Pembangunan Instrument Air
Pembangunan tangki penimbun Asphalt dan Lube Oil
Modifikasi / penambahan kolam pengolah limbah
Modifikasi / penambahan Cooling Water System
Denganselesainya proyek ini, kapasitas pengolahan Kilang Minyak I
meningkat 118.000 barrel/hari, dan Kilang Minyak II meningkat menjadi 230.000
barrel/hari. Total kapasitas keseluruhan menjadi 348.000 barrel/hari. Sementara kapasitas produk minyak dasar pelumas (Lube Base Oil) meningkat menjadi 428.000 ton/tahun. Produksi aspal juga mengalami peningkatan dari 512.000 ton/tahun menjadi 720.000 ton/tahun. Perbandingan kapasitas produksi tiap kilang sebelum dan sesudah Proyek Debottlenecking dapat dilihat pada Tabel I.7., I.8., dan I.9. di bawah ini :
Tabel I.7. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek Debottlenecking pada FOC I (dalam barrel/hari)
UnitHasil ProduksiSebelumSesudahKenaikan
CDUFraksi minyak100.000118.00018.000 (18%)
NHTNaphtha dan gasoline20.00025.6005.600(28%)
Kerosene-MeroxAvtur/kerosene15.70817.3001.592(10,13%)
Tabel I.8. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek Debottlenecking pada FOC II (dalam barrel/hari)
UnitHasil ProduksiSebelumSesudahKenaikan
CDUFraksi minyak200.000230.00030.000(15 %)
AH UnibonKerosene20.00023.0003.000(15 %)
LPG RecoveryGas Propane/Butane7.3217.740419(5,72%)
Tabel I.9. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek Debottlenecking pada LOC I/II/III (dalam ton/tahun)
UnitHasil ProduksiSebelumSesudahKenaikan
Lube Base OilHVI 60/100/160S/650255.000428.000173.000 (69 %)
AsphaltAsphalt512.000720.000208.000 (40.63%)
LPG RecoveryGas Propane/Butane7.3217.740419 (5,72 %)
Dengan demikian kapasitas desain FOC I, FOC II, LOC I, II, dan III mengalami
perubahan seperti terlihat pada Tabel I.10. dan I.11. seperti di bawah ini.
Tabel I.10. Kapasitas Desain Baru FOC I dan II Pertamina RU IV Cilacap
FOC IFOC II
UnitKapasitasUnitKapasitas
(ton/hari)(ton/hari)
CDU I16.126CDU II30.680
NHT I2.805NHT II2.441
Gas Oil HDS2.300AH Unibon3.084
Platformer I1.650Platformer II2.441
Propane Manufacturing43,5LPG Recovery636
Merox Treater2.116Naphtha Merox1.311
Sour Water Stripper780SWS2.410
THDT1.802
Visbreaker8.390
Tabel I.11. Kapasitas Desain Baru LOC I, II, & III
Pertamina RU IV Cilacap
UnitKapasitas (ton/hari)
LOC ILOC IILOC III
HVU2.5743.883-
PDU538784784
FEU478-5731786-2270-
MDU226-337501-841501-841
Hydrotreating Unit--1700
I.3.Lokasi dan Tata Letak
I.3.1.Lokasi Pabrik
Lokasi perusahaan adalah hal penting yang akan menentukan kelancaran perusahaan dalam menjalankan operasinya. Demikian pula dalam menentukan lokasi kilang. Hal-hal yang menjadi pertimbangan meliputi biaya produksi, biaya operasi, dampak sosial, kebutuhan bahan bakar, sarana, studi lingkungan dan letak geografis.
Pertamina Refinery Unit IV Cilacap terletak di Desa Lomanis, Kecamatan Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap. Dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang minyak didasarkan atas pertimbangan :
a. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa penduduk pulau Jawa adalah konsumen BBM terbesar.
b. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup dalam dan tenang karena terlindung pulau Nusakambangan.
c. Terdapatnya jaringan pipa Maos-Yogyakarta dan Cilacap-Padalarang sehingga penyaluran produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi lebih mudah.
d. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh Pemerintah sebagai pusat pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan.
Dari hasil pertimbangan tersebut maka dengan adanya area tanah yang tersedia dan
memenuhi persyaratan untuk pembangunan kilang minyak, maka Pertamina Refinery Unit IV
Cilacap didirikan di Cilacap dengan luas area total yang digunakan adalah 526 ha.
Letak PT. PERTAMINA RU IV Cilacap dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar I.9. Peta Lokasi Pabrik PT.PERTAMINA RU IV Cilacap
I.3.2.Tata Letak Kilang
Tata letak kilang minyak Cilacap beserta sarana pendukung yang ada adalah sebagai
berikut :
No.Nama AreaLuas (Ha)
1Area Kilang Minyak dan kantor203,19
2Area terminal dan Pelabuhan50,97
3Area Pipa Track dan Jalur Jalan12,77
4Area Perumahan dan Sarananya100,80
5Area Rumah Sakit dan Lingkungannya10,27
6Area lapangan Terbang70
7Area Paraxylene9
8Sarana Olah Raga / rekreasi69,71
Total526,71
I.4.Bahan Baku dan Produk PT Pertamina RU- IV Cilacap
Produksi Pertamina RU IV bermacam-macam, selain BBM juga dihasilkan produk seperti lube base oil (bahan dasar minyak pelumas) dan asphalt. Adapun bahan baku dan produk yang dihasilkan di Pertamina RU-IV Cilacap adalah :
1.Fuel Oil Complex I
Bahan Baku: Arabian Light Crude,
Iranian Light Crude,
Basrah Light Crude
Dengan spesifikasi sebagai berikut :
Wujud: cair
Kenampakan: hitam
Bau: berbau sedikit belerang
Spesific gravity pada 60/60oF: 0,8594
Viskositas kinematik pada 37,8 oC: 6,590
Viskositas kinematikpada 50 oC: 4,754
Pour point: