BAB-I

59
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara. Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus. Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki- laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Penyakit TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar karena TB merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar di Indonesia. Pengobatan TBC harus dilakukan secara terus- menerus tanpa terputus walaupun pasien telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten dan TBC akan sulit untuk disembuhkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama maka butuh keterlibatan anggota keluarga untuk mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat. Dukungan keluarga penderita sangat dibutuhkan untuk menuntaskan pengobatan

description

up

Transcript of BAB-I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara. Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus. Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, ataukaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Penyakit TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar karena TB merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar di Indonesia. Pengobatan TBC harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus walaupun pasien telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten dan TBC akan sulit untuk disembuhkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama maka butuh keterlibatan anggota keluarga untuk mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat. Dukungan keluarga penderita sangat dibutuhkan untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan. Banyaknya kasus TB paru dan masih rendahnya angka penyembuhan, kasus kambuh dan kegagalan pengobatan dan resistensi kuman karena kurang disiplinnya pasien dalam minum obat maka penulis berkeinginan untuk melakukan asuhan keperawatan keluarga dengan TB Paru.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Definisi Tuberkulosis Paru?

1.2.2 Bagaimana Etiologi TB Paru?

1.2.3 Bagaimana Patofisiologi TB Paru?

1.2.4 Bagaimana Web of Caution (WOC) ?

1.2.5 Bagaimana Manifestasi Klinis ?

1.2.6 (1)Bagaimana Pemeriksaan Penunjang ?

1.2.7 Bagaimana Penatalaksanaan Medis ?

1.2.8 Bagaimana Pengkajian Keperawatan ?

1.2.9 Bagaimana Analisa Data ?

1.2.10 Bagaimana Diagnosa Keperawatan ?

1.2.11 Bagaimana Intervensi Keperawatan ?

1.2.12 Bagaiaman Implementasi Keperawatan ?

1.2.13 Bagaimana Evaluasi Keperawatan ?

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penyusunan dan penulisan laporan studi kasus adalah untuk menjelaskan pada klien masalah Tuberkulosis Paru di ruang rawat inap RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk Mengetahui Definisi Tuberkulosis Paru.

1.3.2.2 Untuk Mengetahui Etiologi TB Paru.

1.3.2.3 Untuk Mengetahui Patofisiologi TB Paru.

1.3.2.4 Untuk Mengetahui Web Of Caution (WOC).

1.3.2.5 Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis.

1.3.2.6 Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang.

1.3.2.7 Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis.

1.3.2.8 Untuk Mengetahui Pengkajian Keperawatan.

1.3.2.9 Untuk Mengetahui Analisa Data

1.3.2.10 Untuk Mengetahui Diagnosa Keperawatan

1.3.2.11 Untuk Mengetahui Intervensi Keperawatan.

1.3.2.12 Untuk Mengetahui Implementasi Keperawatan.

1.3.2.13 Untuk Mengetahui Evaluasi Keperawatan.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Teoritis

Manfaat penyusunan dan penulisan laporan studi kasus adalah untuk mengembangkan pengetahuan teknologi serta dapat diaplikasikan dalam perkembangan ilmu keperawatan.

1.4.2 Praktis

Manfaat penyusunan dan penulisan laporan studi kasus dapat mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi, menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa khususnya mahasiswa STIKES Eka Harap Palangka Raya, serta dapat memberikan pengetahuan kepada klien dan keluarga khususnya di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat merupakan organisme patogen atau saprofit.

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah virus masuk ke dalam tubuh. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.

2.1.2 Etiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium tuberculosis, kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteria patogen, tetapi hanya starin bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 um, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intra seluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini memungkinkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain sehingga bagian apikal ini merupakan predilaksi penyakit tuberkulosis.

Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain :

2.1.2.1 Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif

2.1.2.2 Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)

2.1.2.3 (4)Pengguna obat-obat IV dan alkoholik

2.1.2.4 Individu tanpa perawatan yang adekuat

2.1.2.5 Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by pass gatrektomi.

2.1.2.6 Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin Karibia)

2.1.2.7 Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)

2.1.2.8 Individu yang tinggal di daerah kumuh

2.1.2.9 Petugas kesehatan

2.1.3 Patofisiologi

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel-sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit T (sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh lomosit dan limokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersentifitas.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau bagian lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfogosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut, sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga terus berjalan dan bakteri terus difogosit atau kembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperi lesi nekrosis ini disebut caseosa. Daerah yang mengalami nekrosis caseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghan dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang seghat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiologi rutin.

Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas ke dalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Kavitas yang kecil dapat menutup tanpa peradangan dengan meninggalkan jaringan parut. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan bronkhus. Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini akan mengakibatkan peradangan aktif pada bronkhus.

Penyakit menyebar secara limohematogen melalui kelenjar-kelenjar getah bening dan secara hemotogen ke seluruh organ tubuh.

2.1.4 Web of Caution (WOC)

(Bersin, batuk) (Akumulasi secret pada saluran pernapasan) (Hypotalamus) (nyeri) (hypertermia) (Reseptor nyeri)

(Percikan dahak)

(Kuman TB (Mycrobacterium Tuberculosis))

(Mencapai lobus paru)

(Tuberculosis paru)

(Bakteri sampai pada bagian alveoli)

(Proses peradangan)

(peradangan)

(Aktivitas seluler meningkat) (Stimulasi sel-sel goblet dan sel mukosa)

(Merangsang pengeluaran bradikinin, prostaglandin, dan histamine) (Granulasi Chemorection)

(Sel mucus berlebihan) (Pengeluaran batuk droplet meningkat) (Peningkatan suhu tubuh)

(Peningkatan produksi mukus) (Pemecahan KH, lemak, protein)

(Nutrisi kurang dari kebutuhan)

(Kehilangan otot/lemak dan protein)

(Bersihan jalan nafas tidak efektif)

(Respon batuk)

(kelemahan)

(Pengeluaran droplet)

(Gangguan ADL)

(Resiko penularan)Bagan 1.1 Web of Caution (WOC)

2.1.5 Manifestasi Klinis

Adapun gejala-gejala klinis pada penderita tuberkulosa dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak adalah :

2.1.5.1 Demam

Biasanya sub febris menyerupai demam influenza tapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali, begitu seterusnya hilang timbul, sehingga pederita malas tidak pernah berobat dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

2.1.5.2 Batuk

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronnchus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang. Sifat batuk mulai dari yang kering, kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif. Keadaan ini yang lanjut adalah berupa batuk darah (haemaptoe) karena terdapat permbuluh-pembuluh darah yang pecah.

2.1.5.3 Sesak nafas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infasinya sudah setengah bagian paru-paru.

2.1.5.4 Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

2.1.5.5 Malaise

Penyakit tuberkulosis radang yang menahun, gejala malaise sering ditemukan, anoreksia makin kurus (BB menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

2.1.6.1 Pemeriksaan Laboratotium

Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya:

1) Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun

2) Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit

3) Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada umumnya nilai-nilaitersebut normal pada tahap penyembuhan.

2.1.6.2 Pemeriksaan radiologi

1) Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru

2) Bayangan yang berawan atau berbecak

3) Adanya kavitas tunggal atau ganda

4) Adanya kalsifikasi

5) Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru

6) Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu

2.1.6.3 Pemeriksaan bakteriologik (sputum)

Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan diagnosis TB parupada pemeriksaan dahak.

2.1.6.4 Uji tuberkulin

Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang dewasa kurang bernilai.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis

Pada prinsipnya penatalaksanaan TB paru adalah sebabai berikut :

2.1.7.1 Perlunya diagnosis yang cepat dan tepat

2.1.7.2 Pemakaian paduan obat yang tepat

2.1.7.3 Adanya penyakit penyerta lainnya seperti AIDS, DM yang mendapat terapi immunosupressi,keganasan, gagal hati, gagal ginjal dan sebagainya, semuanya dapat mempengaruhi dan menghambatTB paru.

2.1.7.4 Evaluasi pengobatan lebih ditujukan terhadap konversi sputum, walaupun kemajuan klinis danradiologis tetap diperhatikan. Adanya efek samping obat dan timbulnya resistennya obat harus selaludiwaspadai

2.1.7.5 Pemberian diet TKTP

2.1.7.6 Usaha preventif terhadap TB hendaknya ditingkatkan lagi profilaksis, juga terhadap klien lain yang mempunyai resiko tinggi seperti HIV positif yang mendapat immunosupresi dan lain-lain. Terutama pada negara yang berpopulasi tuberkulosis tinggi, jangan di lupakan juga segi pendidikan atau penyuluhan kesehatan pada klien tentang permasalahan dalam penanggulangan TB ini.

2.2 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat megnidentifikasi, mengenai masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.

2.2.1.1 Pengumpulan data

1) Identitas

Identitas klien, perlu dikaji identitas yang mempunyai hubungan meliputi : nama hubungan dengan penyakit tidak terbatas pada semua umur tetapi anak-anak dan orang tua lebih rentan terhadap penyakit ini, jenis kelamin lebih sering laki-laki terkena dari pada perempuan karena faktor kebiasaan seperti merokok, pendidikan hubungan dengan penyakit pendidikan rendah biasanya kurang pengetahuan tentang penyakit ini, pekerjaan hubungan dengan penyakit orang-orang yang bekerja di udara terbuka lebih sering terkena seperti kuli bangunan, sopir, status marital berpengaruh pada proses penularan, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no. medrec. Diagnosa medis dan alamat hubungan dengan penyakit TBC apakah klien tinggal dilingkungan kumuh dan rumah ventilasi kurang. Identitas penaggung jawab meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.

2) Riwayat Kesehatan

2.2.1.1 Keluhan utama

Pada klien TB paru biasanya ditemukan keluhan utama berupa sesak nafas disertai batuk-batuk dan nyeri dadRiwayat Kesehatan Sekarang.

Riwayat kesehatan sekarang merupakan data yang menceritakan awitan gejala yang klien alami sehingga klien dibawa ke rumah sakit sampai dilakukan pengkajian. Riwayat kesehatan sekarang menggunakan metoda PQRST sebagai pengebangan dari keluhan utama. Metode ini meliputi hal-hal yang memperberat atau memperingan, kualitas dan kekerapannya, waktu timbulnya dan lamanya.

2.2.1.2 Riwayat kesehatan dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit serupa sebelumnya, tanyakan juga penyakit infeksi yang pernah diderita klien seperti pneumonia, bronkhi\ritis dan lain-lain. Selain itu perlu juga dikaji pola kebiasaan sehari-hari mencakup aktifitas, penggunaan obat-obat tertentu, kebiasaan hygiene

2.2.1.3 Riwayat Kesehatan keluarga

Tanyakan di keluarga apakah ada yang menderita PPOM atau penyakit paru seperti TB paru. Jika ada gambaran dengan struktur keluarga. Bagaimana kondisi rumah dan lingkungan sekitarnya.

3) Pola Aktivitas sehari-hari

Mengungkapkan pola aktivitas klien antara sebelum sakit dan sesudah sakit meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup.

4) Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan cara inpeksi, palpasi, perpusi, dan auskultasi berbagai sistem tubuh, maka akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :

(1) Keadaan Umum

Pada klien yang dimobilisasi perlu dilihat dalam hal keadaan umumnya meliputi penampilan postum tubuh, kesadaran keadaan umum klien, tanda-tanda vital perubahan berat badan, perubahan suhu, bradikardi, labilitas emosional.

(2) Sistem kardiovaskular

Kemungkinan terjadi penurunan ekanan darah, tachikardi, peningkatan JVP, konjugtiva pucat, perubahan jumlah hemoglobin/ hematokrit dan leukosit, bunyi jantung S1 dan S2 mungkin meredup.

(3) Sistem Pernafasan

Nlilai ukuran dan kesimetrisan hidung, pernafasan cuping hidung, deformitas, warna mukosa, edema, nyeri tekan pada sinus. Nilai-nilai ukuran, bentuk dan kesimterisan dada, adanya nyeri, ekspansi paru, pola pernapasan, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, sianosis, bunyi nafas dan frekuensi nafas. Biasnya pada klien TB paru aktif ditemukan dispneu, nyeri pleuritik luas, deviasi trachesa, sianosis. Ekspansi paru berkurang pada sisi yang terkena, perkusi hipersonar, suara nafas berkurang pada sisi yang terkena, vokal fremitu berkurang. Terdengar ronchi basah atau kering.

(4) Sistem Gastrointestinal

Kaji adanya lesi pada bibir, kelembaban mukosa, nyeri stomatitis, keluhan waktu menguyah. Amati bentuk abdomen, lesi, nyeri tekan adanya massa, bising usus. Biasanya ditemukan keluhan mual dan anorexia, palpalasi pada hepar dan limpe biasanya mengalami pembesaran bila telah terjadi komplikasi.

(5) Sistem Genitourinari

Kaji terhadap kebutuhan dari genetalia, terjadinya perubahan pada pola eliminasi BAK, jumlah urine ouput biasanya menurun, warna perasaan yeri atau terbakar. Kaji adanya retensio atau inkontinensia urine dengan cara palpalasi abdomen bawah atau pengamatan terhadap pola berkemih dan keluhan klien.

(6) Sistem Muskuloskeletal

Kaji pergerakan ROM dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, kaji nyeri pada waktu klien bergerak. Pada klien penumothorax akibat TB ditemukan keletihan, perasaan nyeri pada tulang-tulang dan intolerance aktivitas pada saat sesak yang hebat.

(7) Sistem Endokrin

Kaji adanya pembesaran KGB dan tiroid, kaji adakah riwayat DM pada klien dan keluarga.

(8) Sistem Persyarafan

Kaji tingkat kesadaran, penurunan sensori, nyeri, refleks, fungsi syaraf kranial dan fungsi syaraf serebal. Pada klien TB paru bila telah mengalami TB miliaris maka akan terjadi komplikasi meningitis yang berakibat penurunan kesadaran, penurunan sensasi, kerusakan nervus kronial, tanda kernig dan bruzinsky serta kaku kuduk yang positif.

(9) Sistem Integumen

Kaji keadaan kulit meliputi tekstru, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan, kaji turgor kulit dan perubahan suhu. Pada klien TB paru ditemukan fluktuasi suhu pada malam hari, kulit tampak berkeringat dan perasaan panas pada kulit. Bila klien mengalami tirah baring lama akibat pneumotorax, maka perlu dikaji adalah kemerahan pada sensi-sendi / tulang yang menonjol sebagai antisipasi dari dekubitus.

5) Data Psikososial

(1) Status emosi : pengendalian emosi mood yang dominan, mood yang dirasakan saat ini, pengaruh atas pembicaraan orang lain, kesetabilan emosi.

(2) Konsep dari bagaimana klien melihat dirinya sebagai seorang pria, apa yang disukai dari dirinya, sebagaimana orang lain menilai dirinya, dapat klien mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan.

(3) Gaya komunikasi : cara klien bicara, cara memberi informasi, penolakan untuk berespon, komunikasi non verbal, kecocokan bahasa verbal dan nonverbal.

(4) Pola interaksi, kepada siapa klien menceritakan tentang dirinya, hal yang menyebabkan klien merespon pembicaraan, kecocokan ucapan dan perilaku, anggaran terhadap orang lain, hubungan dengan lawan jenis.

(5) Pola koping apa yang dilakukan klien dalam mengatasi masalah, adalah tindakan mamadaptif, kepada siapa klien mengadukan masalah

(6) Sosial tingkat pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, teman dekat, cara pemanfaatan waktu dan gaya hidup

6) Data Spiritual

Arti kehidupan yang penting dalam kehidupan, keyakinan tentang penyakit dan proses kesembuhan, hubungan kepercayaan dengan Tuhan, ketaatan menjalankan ritual agama, keyakinan bantuan Tuhan dalam proses kesembuhan yang diyakini tentang kehidupan dan kematian.

7) Data Penunjang

Pemeriskaan laboratorium, darah yaitu Hb, leukosit, trombosit, hematokrit, AGD, pemeriksaan radiologik : thorax foto, sputum dan bila perlu pemeriksaan LCS.

Data penunjang untuk klien dengan TB paru yaitu :

(1) Pemeriksaan darah

a) Anemia terutama bila periode akut

b) Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit

c) LED meningkat terutama fase akut

d) AGD menunjukkan peninggian kadar CO2.

(2) Pemeriksaan radiologik

Karakteristik radiologik yang menunjang diagnosis antara lain :

a) Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru

b) Bayangan yang berawan atau berbercak

c) Adanya klasifikasi

d) Kelainan yang bilateral

e) Bayangan menetap atau relatif menetap beberapa minggu

f) Bayangan milier

(3) Pemeriksaan Bakteriologi

Ditemukannya kuman mycobacterium tuberculosis dari dahak penderita TB

(4) Uji Tuberkulin (Mantoux tes)

Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantaoux yaitu penyuntikan melalui intrakutan menggunakan semprit tuberkulin 1 cc jarum no. 26 Uji tuberkulin positif jika indusrasi lebih dari 10 mm pada gizi baik atau 5 mm pada gizi buruk . hal ini dilihat setelah 72 jam penyuntikan. Bila uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB paru.

8) Therapi

(1) Agen anti infeksi

Obat primer : isoniazid (INH), ethambutol, rifampycin, streptomycin

(2) Diet TKTP

(3) Cairan rehidrasi RL

2.2.2 Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan pada perawatan klien.

2.2.3 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu respon individu pada masalah kesehatan yang aktual maupun potensial

2.2.3.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.

2.2.3.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.

2.2.3.3 Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.

2.2.3.4 Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.

2.2.3.5 Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif.

1

2.2.4 Intervensi Keperawatan

No

Diagnosa Keperawatan

Perencanan

Tujuan

Intervensi

Rasional

1.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal

1. Mempertahankan jalan napas pasien.

2. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.

3. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.

4. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.

5. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

1. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori

2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis

3. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.

4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.

5. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.

6. Lembabkan udara/oksigen inspirasi

7. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.

8. Bantu inkubasi darurat bila perlu.

1. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat

2. Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

3. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan

4. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

5. Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

6. Mencegah pengeringan membran mukosa

7. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas

8. Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

2

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.

1. Melaporkan tidak terjadi dispnea

2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.

3. Bebas dari gejala distress pernapasan.

1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan

2. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku

3. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim

4. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.

5. Monitor GDA

6. Berikan oksigen sesuai indikasi

1. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress

2. Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.

3. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.

4. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

5. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.

6. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

3

Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.

1. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.

2. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.

2. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan

3. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk

4. Gunakan masker setiap melakukan tindakan

5. Monitor temperature

6. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker

7. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani

8. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin

9. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.

10. Monitor sputum BTA

1. Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi

2. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.

3. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.

4. Mengurangi risilio penyebaran infeksi

5. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi

6. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk

7. Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

8. INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.

9. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.

10. Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

4.

Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial

1. Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.

2. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat

1. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.

2. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai

3. Monitor intake dan output secara periodic

4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).

5. Anjurkan bedrest

6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.

7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

8. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet

9. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.

10. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).

11. Berikan antipiretik tepat

1. berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.

2. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.

3. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan

4. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi

5. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.

6. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.

7. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

8. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet

9. Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.

10. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

11. Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.

5.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif

1. Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

2. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.

3. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.

4. Menerima perawatan kesehatan adekuat

1. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.

2. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo

3. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.

4. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.

5. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.

6. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah

7. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.

8. perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.

9. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.

10. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan

11. Anjurkan untuk berhenti merokok

12. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.

1. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien

2. Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.

3. Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak

4. Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

5. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.

6. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.

7. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis

8. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.

9. Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.

10. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.

11. Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.

12. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

Tabel 1.1 Intervensi Keperawatan

2.2.5 Implementasi Keperawatan

Implementasi Keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

2.2.6 Evaluasi Keperawatan

Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

3.1 Pengkajian Keperawatan

3.1.1 Identitas Pasien

Nama: Tn. H

Umur: 58 tahun

Jenis Kelamin: Laki-laki

Suku/Bangsa: Dayak/Indonesia

Agama: Kristen Protestan

Pekerjaan: Swasta

Pendidikan: SMP

Status Perkawinan : Kawin

Alamat : Sampit

Tgl MRS : 04 Mei 2015

Diagnosa Medis : TB Paru

3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan

3.1.2.1 Keluhan Utama: pasien mengatakan sesak nafas

3.1.2.2 Riwayat penyakit sekarang: Beberapa hari yang lalu klien mengeluhkan batuk berdahak dan klien segera dibawa ke RS daerah sampit. Kemudian klien dirujuk ke RS Doris Sylvanus P. Raya pada tanggal 04 mei 2015 pukul 19.00 WIB. Di IGD klien diberikan terapi O2 3 L/mnt, Infus NaCl 0,9% 20 tpm, Inj. Cefotaxim 2x1gr, Inj. Ranitidine 2x1, levemir SC, P.O: salbutamol 3x2mg, ambroxol 3xcth, nebulizer combivent dan flixotide/8 jam. Setelah klien di IGD, klien dibawa ke ruangan Gardenia untuk dirawat inap

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi): Riwayat sebelumnya klien pernah memiliki penyakit stroke 6 tahun yang lalu dan klien pernah memiliki riwayat TB Paru

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga: Di keluarga Tn. H tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti yang diderita pasien.

(23)

3.1.2.5 (Ket:: laki-laki : perempuan: klien (Tn. H): garis keturunan.......: tinggal serumah/: meninggal)Genogram Keluarga

Bagan 1.2 Genogram Keluarga

3.1.3 Pemeriksaan Fisik

3.1.3.1 Keadaan Umum: Pasien tampak lemah, tangan bagian kiri terpasang infuse NaCl 0,9% 20 tpm, klien terpasang O2 5 L/mnt

3.1.3.2 Status Mental: tingkat kesadaran composmenthis, ekspresi wajah sedih, bentuk badan kurus, cara berbaring telentang, berbicara jelas, suasana hati sedih, penampilan cukup rapi, insight baik, mekanisme pertahanan diri adaptif.

3.1.3.3 Tanda-tanda vital: Tekanan Darah 90/60 mmHg, Nadi 86x/mnt, Pernapasan 26x/mnt, Suhu 35,90C.

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing): bentuk dada simetris, kebiasaan merokok 1 bungkus/2 hari, batuk sejak 2 bulan, sputum warna kuning, sesak nafas saat istirahat, tipe pernapasan dada dan perut, suara nafas vesikuler, suara nafas tambahan ronchi (+). Masalah Keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif

3.1.3.5 Kardiovaskuler (Bleeding): capillary refill < 2 detik, iktus cordis tidak terlihat, vena jugularis tidak meningkat, suara jantung normal S1 lup S2 dup.

3.1.3.6 Persyarafan (Brain): nilai GCS 15, E: 4 (spontan), V: 5 (orientasi baik), M: 6 (dengan perintah). Pupil isokor, refleks cahaya kanan (+) dan kiri (+), uji kestabilan tubuh (-).

3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder): produksi urin 1100 ml 3x/hr, warna kuning, bau khas amoniak.

3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel): mulut dan bibir bersih, gusi tidak ada karies, mukosa lembap, tonsil tidak ada peradangan, BAB 1x/hr, warna kuning kecoklatan dengan konsistensi lembek, auskultasi bising usus 10x/mnt, nyeri tekan (-).

3.1.3.9 Tulang-Otot-Integumen (Bone): kemampuan pergerakan sendi terbatas, ukuran otot simetris, uji kekuatan otot pada ekstermitas atas 5 5 , ekstermitas bawah 5 5 , tulang belakang normal.

3.1.3.10 Kulit-kulit rambut: riwayat alergi (-), suhu kulit hangat, warna kulit normal, turgor kulit cukup, tekstur kulit halus, tekstur rambut lembut, distribusi rambut merata, bentuk kuku simetris.

3.1.3.11 Mata: fungsi penglihatan berkurang, gerakan bola mata bergerak normal, sclera normal/putih, konjungtiva pucat/anemic, kornea bening.

3.1.3.12 Telinga: fungsi pendengaran baik, inspeksi tidak terdapat serumen, tampak simetris, palpasi nyeri tekan (-)

3.1.3.13 Hidung: bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, kebersihan (+), terpasang O2 kanul 5 L/mnt, tidak ada peradangan.

3.1.3.14 Leher dan Kelenjar Limfe: tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak teraba kelenjar limfe, tidak teraba kelenjar tyroid, mobilitas leher bebas.

3.1.3.15 Sistem Reproduksi: tidak ada kemerahan, tidak ada gatal-gatal, tidak ada kelainan.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan

3.1.4.1 Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit: Klien mengatakan bahwa penyakitnya bisa disembuhkan dan ingin segera cepat sembuh dari penyakitnya.

3.1.4.2 Nutrisi: TB 164 cm, BB sekarang 48 kg, BB saat sakit 48 kg, diet biasa, mual, muntah 1 kali/hari, tidak ada kesukaran menelan, rasa haus ada setiap saat.

Pola Makan Sehari-hari

Sesudah Sakit

Sebelum Sakit

Frekuensi/hari

3 x/hari

3 x/hari

Porsi

1 porsi tidak dihabiskan

1 porsi

Nafsu makan

Berkurang

Bertambah

Jenis Makanan

Nasi, lauk pauk

Nasi, lauk pauk, sayuran, buah-buah

Jenis Minuman

Air putih

Air putih

Jumlah minuman/cc/24 jam

600 ml/24 jam

1100ml/24 jam

Kebiasaan makan

Nafsu makan berkurang

Normal

Keluhan/masalah

Tidak ada

Tidak ada

Masalah Keperawatan: Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur: saat sakit klien tidur siang 1-2 jam, malam hari klien tidur 4-5 jam

3.1.4.4 Kognitif: Klien kurang mengetahui tentang penyakitnya dan cara pencegahan penularan penyakit yang dialaminya sekarang

3.1.4.5 Konsep diri: gambaran diri pasien menerima keadaannya sekarang, ideal diri pasien berharap sakitnya cepat sembuh, identitas diri pasien bekerja sebagai tani (swasta), harga diri pasien tidak malu akan penyakitnya, peran pasien sangat sedih akan penyakitnya.

3.1.4.6 Aktivitas sehari-hari: sebelum sakit aktivitas sehari-hari klien adalah bertani, saat sakit klien tidak dapat bekerja, hanya beristirahat di tempat tidur.

3.1.4.7 Koping-Toleransi terhadap stress: pasien mengatakan apabila ada masalah/sakit selalu diceritakan dengan istri dan anak.

3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan: pasien dan keluarga merasa tidak ada tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan yang di anut.

3.1.5 Sosial-Spiritual

3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi: Tn. H dapat berkomunikasi dengan baik ketika berbicara dengan keluarga dan perawat maupun dokter

3.1.5.2 Bahasa sehari-hari: bahasa yang digunakan sehari-hari Tn. H adalah dayak

3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga terlihat ketika Tn. H sakit, istri dan anak selalu menemani, menjaga, dan member dukungan agar pasien cepat sembuh

3.1.5.4 Hubungan Tn. H dengan teman/petugas kesehatan/orang lain sangat baik

3.1.5.5 Orang berarti/terdekat bagi Tn. H adalah istri dan anak

3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang: saat dirumah Tn. H menggunakan waktu luang dengan bertani, tetapi saat sakit waktu luang digunakan untuk beristirahat

3.1.5.7 Kegiatan beribadah: pasien dan keluarga selalu mendukung dan berdoa untuk kesembuhan pasien

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)

Tanggal pemeriksaan

Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

04 Mei 2015

Glukosa S

Creatinin

WBC

RBC

HGB

PLT

SGOT

SGPT

342 mg/dL

1,4 mg/dL

7,46 x 10^3/uL

4,58 x 10^6/uL

13,9 g/dL

171 x 10^3/uL

141

120