BAB I

3
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bentuk gigi desidui sudah mulai berkembang pada usia 4 bulan dalam kandungan. Pertumbuhan dan perkembangan gigi melalui beberapa tahap, yaitu tahap inisiasi, proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, aposisi, kalsifikasi dan erupsi. Pada masing-masing tahap dapat terjadi kelainan yang menyebabkan anomali dalam jumlah gigi, ukuran gigi, bentuk gigi, struktur gigi, warna gigi dan gangguan erupsi gigi. Jumlah gigi manusia yang normal adalah 20 gigi sulung dan 32 gigi tetap, tetapi dapat dijumpai jumlah yang lebih atau kurang dari jumlah tersebut. Kelainan jumlah gigi adalah dijumpainya gigi yang berlebih karena benih berlebih atau penyebab lain dan kekurangan jumlah gigi disebabkan karena benih gigi yang tidak ada atau kurang. Banyak hipotesa yang berbeda telah dikemukakan tentang etiologi kelainan jumlah gigi, sehingga saat ini tidak ada yang dapat dikatakan dengan pasti sebagai etiologi, tetapi sifat herediter mempunyai peranan dengan melihat ras dan tendensi keluarga. Kelainan jumlah gigi disebabkan gangguan selama proses inisiasi ketika terjadi perkembangan lamina dental. Kelainan ini bersifat herediter atau menurun. Adapun macam-macam 1

description

lapsus pedo

Transcript of BAB I

2

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBentuk gigi desidui sudah mulai berkembang pada usia 4 bulan dalam kandungan. Pertumbuhan dan perkembangan gigi melalui beberapa tahap, yaitu tahap inisiasi, proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, aposisi, kalsifikasi dan erupsi. Pada masing-masing tahap dapat terjadi kelainan yang menyebabkan anomali dalam jumlah gigi, ukuran gigi, bentuk gigi, struktur gigi, warna gigi dan gangguan erupsi gigi.Jumlah gigi manusia yang normal adalah 20 gigi sulung dan 32 gigi tetap, tetapi dapat dijumpai jumlah yang lebih atau kurang dari jumlah tersebut. Kelainan jumlah gigi adalah dijumpainya gigi yang berlebih karena benih berlebih atau penyebab lain dan kekurangan jumlah gigi disebabkan karena benih gigi yang tidak ada atau kurang.Banyak hipotesa yang berbeda telah dikemukakan tentang etiologi kelainan jumlah gigi, sehingga saat ini tidak ada yang dapat dikatakan dengan pasti sebagai etiologi, tetapi sifat herediter mempunyai peranan dengan melihat ras dan tendensi keluarga.Kelainan jumlah gigi disebabkan gangguan selama proses inisiasi ketika terjadi perkembangan lamina dental. Kelainan ini bersifat herediter atau menurun. Adapun macam-macam kelainan jumlah gigi antara lain, hiperdontia / supernumerary, hipodontia (agenisi, oligodontia, anodontia). Supernumerary adalah anomali perkembangan jumlah yang ditandai dengan adanya gigi selain jumlah yang normal. Mesiodens adalah salah satu supernumerary yang paling sering ditemui dan biasanya terletak di antara insisivus sentral rahang atas. Prevalensi anomaly lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan rasio 2:1 usia antara 7-9 tahun (Carla et al., 2013). Gigi supernumerary dapat menyebabkan tertunda atau terganggunya erupsi gigi permanen, gigi berjejal, premature space closure, dilaserasi atau perkembangan akar gigi permanen yang abnormal, kista, erupsi ke rongga hidung. Dengan demikian perlu dilakukan deteksi dini dan manajemen agar mengurangi resiko gigi permanen tumbuh abnormal (Rakesh et al., 2012).Agenisi gigi merupakan salah satu anomali yang paling umum terjadi pada gigi manusia, ditandai dengan tidak adanya satu atau lebih gigi. Penelitian-penelitian terdahulu telah melaporkan bahwa prevalensi agenisi gigi permanen pada populasi Eropa dan Asia bervariasi dari 3% sampai 11% (Shimizu and Maeda, 2009). Etiologi agenesis gigi masih belum jelas. Beberapa hipotesis menunjukkan bahwa faktor genetik merupakan faktor utama dalam terjadinya agenesis gigi (Polder et.al., 2004). Keadaan yang berhubungan dengan agenisi diklasifikasikan menjadi tiga. Pertama, anodontia, yaitu semua benih gigi tidak terbentuk sehingga pasien tidak mempunyai gigi sama sekali. Anodontia jarang terjadi dan bisa merupakan bagian dari suatu sindrom displasia ektodermal. Kedua, hipodontia, yaitu agenisi beberapa gigi (sampai empat gigi). Ketiga, oligodontia, yaitu agenisi lebih dari empat gigi. Apabila gigi sulung agenisi maka gigi permanennya juga agenisi, tetapi meskipun gigi sulung ada bisa saja gigi permanennya agenisi. Gigi yang agenisi biasanya adalah gigi sejenis tetapi letaknya lebih distal, yaitu gigi molar ketiga, premolar kedua, dan insisiv lateral (Rahardjo, 2009). Perawatan pada anak dengan agenisi multipel merupakan perawatan yang kompleks multidisiplin ilmu, yaitu pedodonti, ortodonti, prostodonti, serta konseling genetik (Welbury et.al., 2005).

1