BAB I

7
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok sebagian besar umat manusia. Dibalik seluruh peran besarnya dalam rangka mendukung peradaban manusia, energi listrik juga menyebabkan timbulnya beberapa masalah baru. Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah tidak meratanya ketersediaan energi listrik bagi masyarakat. Pada sebagian negara yang telah dikategorikan sebagai negara maju hal ini bukanlah suatu masalah tetapi untuk beberapa negara yang belum termasuk kategori tersebut, hal ini merupakan masalah yang terus menerus menjadi perhatian, tidak terkecuali negara Indonesia. Nilai rasio elektrifikasi merupakan nilai perbandingan antara jumlah rumah tangga yang sudah mendapatkan listrik dengan rumah tangga yang belum mendapatkan listrik. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia pada tahun 2014, per Februari 2014 rasio elektrifikasi di indonesia hanya 80,54%, nilai tersebut meningkat apabila dibandingkan per September 2013 dimana rasio elektrifikasi hanya 80,1%.

description

propeller

Transcript of BAB I

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang MasalahDewasa ini energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok sebagian besar umat manusia. Dibalik seluruh peran besarnya dalam rangka mendukung peradaban manusia, energi listrik juga menyebabkan timbulnya beberapa masalah baru. Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah tidak meratanya ketersediaan energi listrik bagi masyarakat. Pada sebagian negara yang telah dikategorikan sebagai negara maju hal ini bukanlah suatu masalah tetapi untuk beberapa negara yang belum termasuk kategori tersebut, hal ini merupakan masalah yang terus menerus menjadi perhatian, tidak terkecuali negara Indonesia.Nilai rasio elektrifikasi merupakan nilai perbandingan antara jumlah rumah tangga yang sudah mendapatkan listrik dengan rumah tangga yang belum mendapatkan listrik. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia pada tahun 2014, per Februari 2014 rasio elektrifikasi di indonesia hanya 80,54%, nilai tersebut meningkat apabila dibandingkan per September 2013 dimana rasio elektrifikasi hanya 80,1%. Walaupun pertumbuhan rasio elektrifikasi di Indonesia setiap tahunnya cukup stabil, namun pemerintah tetap menargetkan rasio elektrisitas mencapai 100% di tahun 2020. Hal ini terkait dengan undang-undang energi pasal 19 ayat satu, dimana dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan energi. Penyediaan energi listrik di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh PLN. Bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan gas alam merupakan sumber energi utama pembangkit-pembangkit listrik tersebut. Selain menggunakan bahan bakar fosil, pembangkit di Indonesia juga sudah menggunakan energi terbarukan namun masih dalam jumlah terbatas. Berdasarkan laporan statistik PLN tahun 2013, penggunaan gas alam 41.254 GWh (28,61%), batubara 74.269 GWh (51,50%), minyak 11.307 GWh (7,84%), tenaga air 13.010 GWh (9,02%), dan 4.345 GWh (3,01%) berasal dari panas bumi. Dibandingkan tahun sebelumnya, pangsa gas alam, batubara, air dan panas bumi mengalami peningkatan, sedangkan minyak mengalami penurunan (PLN,2013). Dalam rangka mengatasi krisis kelistrikan yang terjadi di beberapa daerah, Pemerintah telah mengeluarkan program percepatan pembangunan pembangkit. Pada tahun 2006 pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 71 tahun 2006 untuk program percepatan pembangkit 10.000 MW atau dikenal sebagai fast track program (phase I) dengan bahan bakar batubara untuk memperbaiki bauran bahan bakar. Pendanaan sebagian dari proyek ini dilakukan oleh swasta sebagai Independent Power Producer (IPP). Program ini dilanjutkan dengan phase II sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 dengan menambah lagi sebesar 10.000 MW serta melakukan perbaikan bauran bahan bakar fosil ke energi hidro dan panas bumi sehingga bisa mengurangi subsidi. PLTP mendapat porsi yang terbesar dalam pengembangan phase II ini (ESDM, 2012)Agar penyediaan listrik di daerah terpencil dapat tetap dilakukan, energi terbarukan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit limstrik. Pemanfaatan energi terbarukan untuk pembangkit listrik di Indonesia meliputi energi panas bumi, energi angin, energi surya, biomassa dan energi air. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan potensi pengembangan energi panas bumi (geothermal) di Indonesia sangat besar hingga mencapai total kapasitas 29000 MW sedangkan yang baru digarap hanya sebesar 1.343 MW (KESDM, 2014).Walaupun potensi energi panas bumi di Indonesia sangat menjanjikan, hanya sebagian kecil dari potensi itu yang sudah dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor yang menjadi kekurangan dari sumber energi ini, yaitu: Pemilihan lokasi biasanya didasarkan pada nilai potensi yang tersedia, jarak dengan sistem jaringan listrik terkoneksi terdekat, dan berbagai faktor lainnya sehingga hanya lokasi-lokasi yang memenuhi kriteria yang akan digunakan sebagai pembangkit listrik. Pembangkit listrik energi panas bumi sangat bergantung pada sistem jaringan listrik terkoneksi. Sebagian besar lokasi yang mempunyai potensi energi panas bumi terletak pada wilayah jarang penduduk (pegunungan maupun laut) sehingga tidak dimungkinkan untuk memanfaatkan potensi energi panas bumi tersebut pada wilayah-wilayah terpencil dimana sistem jaringan listrik terkoneksi belum tersedia. Untuk energi biomassa, Indonesia tercatat sebesar 32.654 MW dan sebesar 1.716,5 MW telah dikembangkan. Pengembangan pembangkit listrik berbasis bioenergi (on grid) sampai dengan tahun 2013 mencapai sekitar 90,5 MW, sedangkan pengembangan pembangkit listrik berbasis bioenergi (off-grid) sekitar 1.626 MW, dimana pembangkit listrik tersebut berbasis biomassa, biogas, dan sampah kota. Pembangkit listrik berbasis bioenergi ini juga memiliki potensi di daerah-daerah terpencil yang berasal dari limbah kehutanan, limbah pertanian, industri kelapa sawit, industri kertas, industri tapioka, dan industri lainnya (KESDM, 2014)Walaupun secara umum pemanfaatan biomassa sebagai pembangkit energi listrik di Indonesia mempunyai keuntungan, terdapat juga beberapa kelemahan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya, berikut diantaranya: Energi listrik yang dihasilkan dari biomassa pada suatu industri perkebunan biasanya akan digunakan kembali oleh pihak industri pengolahan perkebunan tersebut sehingga energi listrik tersebut tidak dapat didistribusikan untuk membantu elektrifikasi lingkungan sekitar. Pemanfaatan biomassa sebagai pembangkit listrik hanya dapat diwujudkan apabila biomassa yang dihasilkan disekitar lingkungan tersebut mempunyai nilai kuota sesuai dengan standar beroperasinya suatu sistem pembangkit listrik. Indonesia terletak di wilayah khatulistiwa hampir sepanjang tahunnya mendapat penyinaran matahari dengan intensitas radiasi rata-rata yang

Tenaga air bisa di manfaatkan dengan berbagai cara. Cara yang umum adalah digunakan untuk turbin yang digerakkan oleh pergerakan air didalam bak penampung. Teknologi ini telah digunakan diseluruh dunia Water power can be harnessed in many ways; the most common way is to use a turbine which is turned by water moving in a controlled manner. It is a technology that has been used throughout the world, by a diverse range of societies and cultures, for many centuries.

Table 1: Classification of hydropower by size[footnoteRef:1]. [1: Practical Action is a registered charity and company limited by guarantee. Company Reg. No. 871954, England | Reg. Charity No.247257 | VAT No. 880 9924 76 | Patron HRH The Prince of Wales, KG, KT, GCB]

Large- hydro More than 100 MW and usually feeding into a large electricity grid

Medium-hydro 15 - 100 MW - usually feeding a grid

Small-hydro 1 - 15 MW - usually feeding into a grid

Mini-hydro Above 100 kW, but below 1 MW; either stand alone schemes or more often feeding into the grid

Micro-hydro From 5kW up to 100 kW; usually provided power for a small community or rural industry in remote areas away from the grid.

Pico-hydro From a few hundred watts up to 5kW

Pico hydro is hydro power with a maximum electrical output of five kilowatts. Hydro power systems of this size benefit in terms of cost and simplicity from different approaches in the design, planning and installation than those which are applied to larger hydro power. Recent innovations in pico hydro technology have made it an economic source of power even in some of the worlds poorest and most inaccessible places. It is also a versatile power source. AC electricity can be produced enabling standard electrical appliances to be used and the electricity can be distributed to a whole village. Common examples of devices which can be powered by pico hydro are light bulbs, radios, televisions, refrigerators and food processors. Mechanical power can be utilised with some designs. This is useful for direct drive of machinery such as workshop tools, grain mills and other agro-processing equipment[footnoteRef:2]. [2: Phillip Maher and Nigel Smith.2001. PICO HYDRO FOR VILLAGE POWER A Practical Manual for Schemes up to 5 kW in Hilly Areas. Edition 2.0. Ukraina]

1.2. Rumusan Masalah1.3. Batasan Masalah1.4. Tujuan Penelitian1.5. Manfaat Penelitian1.6. Sistematika Penulisan