BAB I
-
Upload
millatydirgahayu -
Category
Documents
-
view
52 -
download
2
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mata merupakan indera yang paling penting dalam menerima informasi.
Sekitar 83 persen informasi diperoleh dari penglihatan, sedangkan sisanya
diperoleh dari indera yang lain, seperti pendengaran, penciuman, pengecapan dan
perabaan. Jadi sangat terbayang sekali, betapa terganggunya manusia bila dia
tidak memiliki fungsi indera yang satu ini.1
Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO) ada sekitar 45 juta
penderita kebutaan di dunia, 60 persen diantaranya berada di negara miskin atau
berkembang. Dari data di atas, Indonesia merupakan negara tertinggi di Asia
Tenggara dengan angka kebutaan sebesar 1,5 persen. Berada di urutan ketiga
dunia sebesar 1,47 persen. Tingginya angka kebutaan di Indonesia disebabkan
usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat. Diperkirakan 12 orang
menjadi buta setiap menit di dunia dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia
Tenggara dan penyebab terbanyak adalah katarak. 1,2
Di Indonesia hingga saat ini ada tiga juta orang yang mengalami kebutaan.
Dari jumlah tersebut, 70% disebabkan katarak. Bahkan jumlah kasus kebutaan di
Indonesia tertinggi dibanding negara Asia lainnya seperti India, Bangladesh, dan
Thailand. Hal ini terutama disebabkan ketidakseimbangan antara insiden katarak
yang besarnya 210.000 orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang
hanya 80.000 orang per tahun. Akibatnya terjadi backlog (penumpukan
penderita) yang cukup tinggi. Minimnya penanganan di sebabkan tidak
berimbangnya perbandingan antara dokter mata dengan pasien. Perbandingan
dokter mata dengan pasien adalah 1 berbanding 350 ribu pasien. 2,3
Menurut WHO idealnya seorang dokter mata berbanding dengan 100 Ribu
pasien. Kondisi inilah yang membuat jumlah penderita katarak di Indonesia
meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan riset kesehatan dasar, proporsi low
1
vision di Indonesia adalah sebesar 4,8% (5% - 9%), kebutaan (0,9%) dan Katarak
(1,8%) yang meningkat dari 1,2%. Prevalensi nasional kebutaan adalah 0,9%
(berdasarkan hasil pengukuran, visus (<3/60). 3
Dari hasil riskesdas tahun 2007/2008 untuk provinsi Sulawesi Selatan
berdasarkan pemeriksaan visus pada usia di atas 5 tahun terdapat 2,6% visus di
bawah 3/60 dan 9,8% visus di bawah 6/18. Sementara hasil wawancara pada
penduduk di atas 30 tahun ke atas terdapat 1,2% pernah didiagnosis katarak 12
bulan terakhir, 23,4% keluhan mata berkabut atau silau dan dari yang pernah
didiagnosis katarak terdapat hanya 18% yang pernah dioperasi. 4
Hal ini dianggap sangat ironis, karena operasi untuk jenis penyakit ini
sebenarnya sudah sangat maju. Namun sayangnya kemampuan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan mengenai penyakit ini masih terasa sangat
rendah sehingga banyak orang tak mampu harus hidup dalam kebutaan. Tingginya
kasus penyakit katarak di Indonesia dibandingkan dengan negara lain karena
kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia terhadap penyakit katarak. 3,4
Dari data yang sudah disebutkan diatas, masih tingginya angka kebutaan yang
disebabkan oleh karena katarak dan masih kurangnya pengetahuan dan
kemampuan masyarakat tentang operasi katarak maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Persepsi Masyarakat terhadap Operasi Katarak. 4
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap penyakit katarak
2. Bagaiman persepsi masyarakat terhadap pengobatan katarak
3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata
I.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap operasi katarak
2
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan maysarakat terhadap
penyakit katarak
Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengobatan
katarak
Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan mata
Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang pengobatan
katarak berdasarkan pekerjaan
Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang pengobatan
katarak berdasarkan pendidikan
I.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran tetntang persepsi masyarakat terhadap operasi
katarak.
2. Sebagai bahan sumbangan ilmiah yang diharapkan dapat bermanfaat untuk
pembaca atau peneliti berikutnya serta menambah wawasan ilmu
pengetahuan bagi pembaca.
3. Penelitian ini diharapkan menjadi pengalaman berharga bagi peneliti
dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan serta untuk
pengembangan diri khususnya dalam bidang penelitian
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Defenisi
Katarak adalah suatu kekeruhan yang terjadi pada lensa mata sehingga
terjadi penurunan kualitas penglihatan. Katarak berasal dari bahasa yunani
(katarrhakies) dan bahasa latin (cataracta) yang berarti air terjun. Saat air mengalir
dengan cepat (turbulensi), saat itu air dapat berubah dari jernih menjadi keruh atau
berawan. 5
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan
lensa di dalam kapsul lensa atau juga suatu keadaan patologik lensa di mana lensa
menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. Katarak
pada umumnya menyerang kedua mata, namun salah satu mata dapat mengalami
percepatan dibanding yang lainnya. 6
Katarak merupakan penyebab utama (52%) kebutaan. Beberapa gejala
umum katarak adalah pandangan yang kabur dan tidak dapat dikoreksi dengan
lensa, warna-warna tampak kusam, kesulitan melihat di tempat terang, dan
kesulitan membaca atau mengemudi di malam hari. Katarak menyebabkan
penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya
sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. 1,5
II.2 Epidemiologi
Katarak sangat umum mempengaruhi sekitar 60% orang berusia 60 tahun
dan lebih dari 1.5 juta operasi katarak dilakukan di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Penelitian potong –lintang mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar
10% orang Amerika Serikat dan prevalensi ini meningkat sampai 50% untuk
mereka yang berusia 65-74 tahun dan sampai 70% pada mereka yang berusia 75
tahun. 6
4
Di Indonesia hingga saat ini ada tiga juta orang yang mengalami kebutaan.
Dari jumlah tersebut, 70% disebabkan katarak. Bahkan jumlah kasus kebutaan di
Indonesia tertinggi dibanding negara Asia lainnya seperti India, Bangladesh, dan
Thailand. 6
Hal ini terutama disebabkan ketidakseimbangan antara insiden katarak
yang besarnya 210.000 orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang
hanya 80.000 orang per tahun. Akibatnya terjadi backlog (penumpukan
penderita) yang cukup tinggi. Minimnya penanganan di sebabkan tidak
berimbangnya perbandingan antara dokter mata dengan pasien. Perbandingan
dokter mata dengan pasien adalah 1 berbanding 350 ribu pasien. 5,6
II.3 Etiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit degenerasi pada usia lanjut. 7
I . Proses pada nukleus
Oleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong kearah
tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi lebih padat (nukleus)
mengalami dehidrasi, penimbunan ion calcium dan sklerosis. Pada nukleus ini
kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada kasus ini lensa menjadi lebih
hipermetrop.
II. Proses pada korteks
Timbulnya celah-celah antara serabut-serabut lensa yang berisi air dan
penimbunan calcium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung dan
membengkak menjadi lebih miop.
II.4 Patofisiologi
Katarak terjadi melalui dua proses, yaitu : 8
1. Penumpukan protein di lensa mata
5
Komposisi terbanyak pada lensa mata adalah air dan protein. Penumpukan
protein pada lensa mata dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa mata dan
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke retina. Proses penumpukan protein
ini berlangsung secara bertahap, sehingga pada tahap awal seseorang tidak
merasakan keluhan atau gangguan penglihatan. Pada proses selanjutnya
penumpukan protein ini akan semakin meluas sehingga gangguan penglihatan
akan semakin meluas dan bisa sampai pada kebutaan. Proses ini merupakan
penyebab tersering yang menyebabkan katarak yang terjadi pada usia lanjut.
2. Perubahan warna pada lensa mata yang terjadi perlahan-lahan
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan
usia, lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh
atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan
(pandangan buram/kabur) pada seseorang, tetapi tidak menghambat
penghantaran cahaya ke retina.
II.5 Gejala Klinis
Gejala Subyektif 7,8
a. Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara
progresif.
b. Visus menurun yang derajatnya tergantung lokalisasi dan tebal tipisnya
kekeruhan, bila : Kekeruhan tipis, kemunduran visus sedikit atau sebaliknya
dan kekeruhan terletak diequator, tak ada keluhan apa-apa
c. Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak.
d. Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan yang disebabkan oleh
karena refraksi dari lensa sehingga benda-benda yang dilihat penderita akan
menyebabkan silau.
e. Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopia, hal ini terjadi karena
proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi cembung dan refraksi
power mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh dimuka retina.
6
Gejala Obyektif 7,8
a. Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi.
b. Pada oblique illumination (mata disinar dari samping): Lensa tampak keruh
keabuan atau keputihan dengan background hitam.
c. Pada fundus reflex dengan opthalmoscope: kekeruhan tersebut tampak
hitam dengan background orange dan pada stadium maturestem hanya
didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa background orange, hal
ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.
d. Camera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut camera
anterior menyempit sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya terjadi
glaukoma.
II. 6 Klasifikasi Katarak
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam : 6,8
Katarak kongenital, katarak yang sudah didapat sejak lahir
Katarak infantil, katarak yang terlihat pada usia di bawah satu tahun.
Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia satu tahun.
Katarak presenilis, katarak yang terjadi sebelum usia 50 tahun
Katarak senilis, katarak setelah usia 50 tahun.
Berdasarkan perkembangannya katarak dibagi atas 4 stadium yaitu : 6,8
Katarak Insipien
Katarak Immatur
Katarak Matur
Katarak Hipermatur
1. Stadium insipien
Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus. Kekeruhan
terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari
7
roda),terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis relatif masih jernih.
Gambaran ini disebut spokes of a wheel yang nyata bila pupil dilebarkan. 2
2. Stadium imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Kekeruhan terutama terdapat di
bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di
lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh
karena kekeruhan dibagian posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai
bagian yang keruh ini akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat
di pupil ada daerah yang terang sebagai refleks pemantulan cahaya pada daerah
lensa yang keruh dan daerah yang gelap,akibat bayangan iris pada lensa yang
keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+).2,5
3. Stadium matur
Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua sinar yang
melalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa. Tak ada bayangan
iris. Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Shadow test
membedakan stadium matur dari imatur, dengan syarat harus diperiksa lebih
lanjut dengan midriatika,oleh karena pada katarak polaris anterior juga terdapat
shadow test (-), karena kekeruhan terletak di daerah pupil. Dengan melebarkan
pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya terdapat pada daerah pupil saja.
Kadang-kadang, walaupun masih stadium imatur, dengan koreksi, visus tetap
buruk, hanya dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi1/300 atau satu
per tak hingga, hanya ada persepsi cahaya, walaupun lensanya belum keruh
seluruhnya. Keadaan ini disebut vera matur. 5,7
4. Stadium hipermatur
Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair, sehingga nukleus
lensa turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui pupil, pada daerah yang
keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian bawah, dengan
warna yang lain daripada bagian yang diatasnya, yaitu kecoklatan. Pada stadium
8
ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa, yang menjadi lebih permeabel, sehingga
isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang di bawahnya
terdapat nukleus lensa.Keadaan ini disebut katarak Morgagni. Pada perjalanan
dari stadium I ke stadium IV, dapat timbul suatu keadaan yang disebut
intumesensi yaitu penyerapan cairan bilik mata depan oleh lensa sehingga lensa
menjadi cembung dan iris terdorong ke depan, bilik mata depan menjadi dangkal.
Hal ini tidak selalu terjadi, pada umumnya terjadi pada stadium II. 3,6
5. Katarak Nuklear
Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi sklerotik. Lama
kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih kekuning-kuningan menjadi
coklat dan kemudian menjadi kehitam-hitaman . Keadaan ini disebut katarak
Brunesen atau Nigra. 2,4
6. Katarak Kortikal
Terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi miopisasi
akibat perubahan indeks refraksi lensa . Dapat menyebabkan silau terutama bila
menyetir pada malam hari. 3
7. Katarak Kupuliform
Mulai dapat terlihat pada stadium dini katarak kortikal atau nuklear. Kekeruhan
terletak dilapis korteks posterior dan dapat memberikan gambaran piring. 2
8. Katarak Brunesen
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam, terutama pada nucleus lensa. Dapat
terjadi pada pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi. 4
9. Katarak Komplikata
Katarak akibat penyakit mata lain seperti radang dan proses degenerasi.
Mempunyai tanda khusus yaitu selamanya dimulai di korteks atau dibawah kapsul
menuju ke korteks atau dibawah kapsul menuju sentral. Pada lensa terlihat
9
kekeruhan titik subkapsular yang sewaktu-waktu menjadi katarak lamelar.
misalnya katarak diabetik akibat tidak terkontrolnya gula darah pada pasien
Diabetes Melitus sehingga mempercepat terjadinya katarak. Pada lensa terlihat
kekeruhan tebaran salju subkapsular yang sebagian jernih dengan pengobatan.
Sebetulnya hal ini terjadi pada kapsula posterior. Seluruh dunia lebih dari 285 juta
orang terkena dampak diabetes mellitus. Jumlah ini diperkirakan meningkat
menjadi 439 juta pada 2030 menurut Diabetes Internasional Federasi. Sebuah
komplikasi yang sering dari kedua tipe 1 dan tipe 2 diabetes retinopati diabetes,
yang dianggap penyebab kelima kebutaan di Amerika Serikat. Pada 95%
penderita diabetes tipe 1 dan 60% tipe 2 penderita diabetes dengan durasi penyakit
lebih dari 20 tahun, tanda-tanda retinopati diabetes terjadi. 3,6
10. Katarak Sekunder
Adanya cincin Soemmering (akibat kapsul pesterior yang pecah) dan Mutiara
Elsching (epitel subkapsular yang berproliferasi). 3
11. Katarak Traumatika
Dapat terjadi akibat trauma mekanik, agen-agen fisik (radiasi, arus listrik, panas
dan dingin). 2
II. 7 Penatalaksanaan
Non Bedah
Untuk katarak yang masih ringan dengan harapan proses pengeruhan dapat
dihentikan atau diperlambat diberikan pengobatan medikamentosa. Obat yang
dikenal dipasaran Catalin, Quinax, Catarlen. Yang harus diteteskan 5 kali sehari
satu tetes terus menerus. Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih
ringan dapat dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya
yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini
tidak diperlukan tindakan operasi. 3,6
10
Bedah
1. Indikasi Ektraksi Katarak
Indikasi Klinis
Apabila katarak menimbulkan penyulit uveitis atau glaukoma meskipun visus
masih baik untuk bekerja. Dilakukan operasi setelah keadaan menjadi tenang.
Indikasi Visuil
a) Katarak monokuler
- Apabila sudah masuk stadium matur.
- Apabila visus pasca bedah sebelum dikoreksi lebih baik dari pada sebelum
operasi.
b) Katarak Binokuler
- Apabila sudah masuk stadium matur.
- Bila visus meskipun telah dikoreksi tidak cukup untuk melakukan pekerjaan
sehari-hari.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa
mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi
katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam.
Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi
bersamaan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis, glaukoma, dan retinopati
diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi.
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang
katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa dengan
isi kapsul lensa atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan
nucleus) melalui kapsul anterior yang dirobek dengan meninggalkan kapsul
posterior. 7
11
a. Operasi katarak ekstrakapsular atau ekstraksi katarak ekstra kapsular
(EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan
pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah
gloukoma, mata dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema,
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan
ini yaitu dapat terjadi katarak sekunder. 4,8
b. Operasi katarak intrakapsular atau ekstraksi katarak intrakapsular
(EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus.
Pada tindakan ini tidak akan terjadi katarak sekunder. Penderita yang telah
menjalani pembedahan katarak biasanya akan mendapatkan lensa buatan sebagai
pengganti lensa yang telah diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan
plastik yang disebut lensa intraokular, biasanya lensa intraokular dimasukkan ke
dalam kapsul lensa di dalam mata. Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya
aman. Setelah pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata
yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah
infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama
beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk
melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau
pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar
sembuh. 6,7
12
c. Fakoemulsifikasi
Merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic
untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat
diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Teknik operasi ini menggunakan gelombang
ultrasonik dan hanya perlu membuat luka irisan sekitar 1,8 – 2,75 milimeter saja.
Dengan alat ini lensa dipecah dalam beberapa bagian selanjutnya dihisap.
Kemudian diteruskan dengan pemasangan lensa tanam lipat (Foldable IntraOculer
Lens). Keuntungan dari teknik ini adalah luka irisan minimal, resiko infeksi kecil,
tanpa jahitan, penyembuhan lebih cepat dan rehabilitasi visus/penglihatan lebih
cepat sehingga pasien lebih puas. Dengan teknik ini seberapapun derajat ketipisan
katarak operasi dapat dilakukan tanpa menunggu matang. Tehnik operasi ini
menggunakan suatu alat yang disebut “tip” yang dikendalikam secara ultrasonik
untuk memecahkan nukleus dan mengaspirasi lensa sehingga berbeda dengan
EKEK konvensional. Pada fakoemulsifikasi luka akibat operasi lebih ringan
sehingga penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat disamping perbaikan
penglihatan juga lebih baik. Astigmat pasca bedah katarak bisa diabaikan.
Pemilihan tehnik operasi ini tergantung keras/ lunaknya lensa. Setelah lensa
katarak diambil penderita hanya mempunyai tajam penglihatan 1/60. 7
Penggantian lensa ada dua cara yaitu : 8
Penderita setelah operasi diberi kaca mata atau lensa kontak S + 10 dioptri
supaya dapat melihat jauh. Untuk penglihatan dekatnya harus ditambah
dengan S + 3 doptri. Jika keadaan refraksi penderita sebelumya miopia
harus dikurangi dengan derajat miopianya, pada hipermetropia ditambah.
Penderita dipasang lensa tanam bersamaan waktu dilakukan operasi,
keuntungannya adalah penderita langsung dapat melihat jelas, tidak perlu
memakai kaca mata sangat tebal, lapang pandang penderita tetap luas dan
distorsi sinar dapat dihilangkan.
13
d. Small Incision Cataract Surgery ( SICS )
Perbedaan yang nyata dengan EKEK adalah pada irisan operasi dilakukan
dengan irisan kecil sehingga terkadang hampir tidak membutuhkan jahitan
luka insisi. Penyembuhan lebih cepat dan risiko astigmatisma yang lebih
kecil.
II.8 KOMPLIKASI
Bila katarak tidak segera ditangani dan dibiarkan maka jelas akan mengganggu
kemampuan melihat dan kemungkinan juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa glaukoma dan uveitis. Dari katarak matur tidak di operasi bisa menjadi
katarak hipermatur kemudian berubah kepada Morgagnian. Akhirnya massa lensa
keluar dan terjadilah uveitis.
Pada katarak hipermatur juga bisa terjadi luksasi / subluksasi lensa dan akhirnya
vitreus lensa menutup pupil dan terjadilah glaukoma sekunder. Pada perjalanan
katarak dapat terjadi penyulit. Yang tersering adalah glaukoma yang terjadi karena
:
Fakotopik
- Berdasarkan kedudukan lensa. Oleh karena proses intumesensi, iris
terdorong kedepan, sudut COA dangkal, aliran COA tidak lancar
sedangkan produksi terus berlangsung sehingga tekanan intra okular
meninggi dan menimbulkan glaukoma.
Fakolitik
- Lensa yang keruh jika kapsulnya rusak substansi lensa yang keluar akan
diresorpsi oleh serbukan fagosit atau makrofag yang banyak di COA,
serbukan ini sedemikian banyaknya sehingga menyumbat sudut COA dan
menyebabkan glaukoma.
- Penyumbatan dapat terjadi pula oleh karena substansi lensa sendiri yang
menumpuk disudut COA terutama bagian kapsul lensa dan menyebabkan
exflolation glaucoma.
Fakotoksik
14
- Substansi lensa di COA merupakan zat toksik bagi mata sehingga terjadI
reaksi alergi dan timbullah uveitis. Uveitis ini dapat menyebabkan
glaukoma.
A. Dapat Timbul Waktu Melakukan Operasi Katarak :
- Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang
merupakan risiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina. Keadaan ini
membutuhkan pengangkatan dengan satu instrumen yang mengaspirasi
dan mengeksisi gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokular sesegera
mungkin tidak bisa dilakukan pada kondisi ini.
- Pendarahan, dapat terjadi pada waktu melakukan insisi kornea. Prolaps
iris, dapat terjadi pada waktu memasukkan keratome sehingga iris tidak
dimasukkan lagi.
- Prolaps corpus ciliar, akibatnya iris tertarik keatas, sehingga hilang
tidak terlihat.
- Hifema, perdarahan bisa terjadi dari insisi korneo-sklera, korpus siliaris
atau vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari insisi, harus
dilakukan kauterisasi. Irigasi dengan BBS dilakukan sebelum ekstraksi
lensa. Perdarahan dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya timbul bila
terdapat rubeosis iridis dan iridosiklitis.
B. Dapat Timbul Setelah Operasi Katarak :
- Pada hari pertama dapat timbul peradangan yang dapat di obati dengan
anti biotik.
- Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pascaoperasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada
lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan
perbaikan segera dengan pembedahan. COA menjadi dangkal.
- Jika dibiarkan pada hari ke – 4 dan 5 dapat menyebabkan COA dangkal
sehingga timbul ablasio retina.
15
- Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun
jarang terjadi (kurang dari 0,3%). Pasien datang dengan:
a) mata merah yang terasa nyeri:
b) penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah
pembedahan;
c) pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
- Pasien membutuhkan penilaian mata segera, pengambilan sampel akueous
dan vitreous untuk analisis mikrobiologi, dan terapi dengan antibiotik
intravitreal, topikal, dan sistemik.
- Astigmatisne pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan
kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum
melakukan pengekuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh
dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih
dapat terjadi pada garis jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan
jahitan biasanya menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan
mudah di klinik dengan anestesi lokal, dengan pasien duduk di depan slit
lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat untuk mencegah infeksi namun
rnungkin diperlukan penjahitan kembali jika penyembuhan lokasi insisi
tidak sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil
rnenghindarkan komplikasi ini. Selain itu, penempatan luka
memungkinkan koreksi astigmatisme yang telah ada sebelurnnya.
- Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan,
terutama bile disertai hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu
namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
- Opasifikasi kapsul posterior. Komplikasi bedah katarak paling umum
terjadi pada prosedur fakoemulsifikasi adalah selubung lensa yang
berkabut atau kapsul lensa yang tertinggal di mata tempat diletakkannya
lensa lensa yang berkabut atau kapsul lensa yang tertinggal di mata tempat
diletakkannya lensa intraokular. Kapsul yang tertinggal akan secara
progresif menjadi berkabut sekitar dua tahun kemudian. Ini akan
menyebabkan penurunan penglihatan, sama seperti mendapatkan katarak
16
lensa yang berkabut atau kapsul lensa yang tertinggal di mata tempat
diletakkannya lensa intraokular. Kapsul yang tertinggal akan secara
progresif menjadi berkabut sekitar dua tahun kemudian. Ini akan
menyebabkan penurunan penglihatan, sama seperti mendapatkan katarak
lagi. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau. Dapat
dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser sebagai prosedur klinis
rawat jalan. Terdapat risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya
retina setelah kapsulotomi.
- Jika jahitan nilon dada tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan
dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan
mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan
jahitan.
Komplikasi sementara dari bedah katarak yang paling umum terjadi adalah:
- Mata terasa gatal dan lengket serta pandang kabur setelah prosedur
bedah katarak,
- Kemerahan di bagian putih dari mata disertai dengan rasa kasar yang
gatal,
- Beberapa diantaranya akan mengalami rasa sakit pada mata, namun
ini biasanya akan menghilang setelah satu atau dua minggu kemudian.
- Sakit pada kelopak mata atau mata
Komplikasi bedah katarak yang umum terjadi:
- Pelepasan retina (Retinal detachment). Komplikasi bedah katarak jenis
ini merupakan suatu kondisi di mana cairan meresap melalui suatu
retakan di retina, yang menyebabkan retina terlepas dari belakang
mata.
- Perdarahan koroidal (Choroidal Hemorrhage). Perdarahan koroidal
adalah ketika jaringan pembuluh darah kecil (disebut choroid/koroid"
yang menyuplai darah ke retina mengalami perdarahan selama
17
Penyakit Degenerasi
Penglihatan Kabur
Penumpukan protein
Katarak Penatalaksanaan
Operasi
EKEK, EKIK, Faekoemulsifikasi, SICS
1.pelepasan retina2.perdarahan koroidal
dilakukannya prosedur bedah. Biasanya terjadi pada pasien tua dan
pasien yang memiliki glaukoma.
II.8 KERANGKA TEORI
18
Pelayanan Kesehatan Mata
Pengobatan Katarak
Penyakit Katarak
Persepsi Masyarakat terhadap operasi katarak
Pendidikan
Pekerjaan
Tingkat Ekonomi
BAB III
KERANGKA KONSEP
III.1 KERANGKA KONSEP
Ket : : Variabel Independen
: Variabel Dependen
III.2 DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF
Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan
dalam pemikirannya, memanfaatkan, mengalami dan mengolah perbedaan
atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Persepsi seseorang
dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki dan pengalaman yang telah
dialaminya.
1. persepsi masyarakat tentang katarak
19
pengetahuan atau anggapan masyarakat tentang apa itu katarak
Alat Ukur :
kuisioner, dengan cara pengukuran mencatat jawaban dari kuisioner
yang diajukan.
kriteria objektif :
tingkat pengetahuan baik bila skor 66 – 100% dari jumlah
kuisioner yang dijawab benar
tingkat pengetahuan cukup bila skor 33 – 65% dari jumlah
kuisioner yang dijawab benar
tingkat pengetahuan buruk bila skor kurang dari 33% dari
jumlah kuisioner yang dijawab benar
2. persepsi masyarakat tentang pengobatan katarak
pengetahuan dan tanggapan masyarakat tentang pengobatan katarak
alat ukur :
kuisioner, dengan cara pengukuran mencatat jawaban dari kuisioner
yang diajukan.
kriteria objektif :
tingkat pengetahuan baik bila skor 66 – 100% dari jumlah
kuisioner yang dijawab benar
tingkat pengetahuan cukup bila skor 33 – 65% dari jumlah
kuisioner yang dijawab benar
tingkat pengetahuan buruk bila skor kurang dari 33% dari
jumlah kuisioner yang dijawab benar
3. persepsi masyarakat terhadap pelayan kesehatan mata
pengetahuan dan tanggapan masyarakat tentang pelayanan kesehatan
mata
alat ukur :
kuisioner, dengan cara pengukuran mencatat jawaban dari kuisioner
yang diajukan.
20
nilai ukur :
nilai 1 : Benar
nilai 0 : Salah
kriteria objektif :
tingkat pengetahuan baik bila skor 66 – 100% dari jumlah
kuisioner yang dijawab baik
tingkat pengetahuan cukup bila skor 33 – 65% dari jumlah
kuisioner yang dijawab baik
tingkat pengetahuan buruk bila skor kurang dari 33% dari
jumlah kuisioner yang dijawab baik
21
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneltian
deskriptif, yaitu menggambarkan persepsi masyarakat terhadap operasi
katarak.
IV.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian adalah Puskesmas Tamalate Makassar dan penelitian
akan diadakan selama 13-31 Agustus 2012.
IV.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah masyarakat yang berdomisisli di daerah kerja
Puskesmas Tamalate Makassar
Sampel yang digunakan akan diambil sesuai kriteria inklusi dengan
metode total sampling.
IV.4 Kriteria Seleksi
Kriteria Inklusi :
1. Bersedia ikut serta mengisi kuesioner.
2. Masyarakat dalam lingkup daerah kerja puskesmas tamalate yang
datang berobat ke poli selama periode penelitian.
3. Masyarakat yang berusia >17 tahun.
Kriteria Ekslusi
1. Tidak Mengembalikan kuesioner
2. Masyarakat yang tidak datang berobat pada Puskesmas Tamalate
selama periode penelitian
3. Masyarakat yang berusia < 17 tahun.
22
IV.5 Pengumpulan Data
Data primer berupa identitas subjek dan persepsi terhadap operasi katarak
dikumpulkan dengan menguisi kuesioner secara tertulis oleh subjek.
IV.6 Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan mengelompokkan hasil
wawancara sesuai dengan tujuan penelitian dan selanjutnya dilakukan
analisis isi kemudian diinterpretasikan yang akan disajikan dalam bentuk
tabel dan narasi.
23