Bab i

44
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kuliah teknik lapangan merupakan salah satu matakuliah wajib bagi mahasiswa jurusan biologi FMIPA UNIB. Untuk memenuhi perkuliahan tersebut, maka dosen pengampu dan mahasiswa terjun langsung ke lapangan untuk mengaplikasikan ilmu dan materi yang telah didapatkan dari perkuliahan sebelumnya. Pada kuliah lapangan untuk teknik lapangan ini dilakukan praktek langsung mengenai teknik-teknik pengambilan sampel yang akan dianalisis di laboratorium. Dengan terjun ke lapangan secara langsung dan mempraktekkan ilmu yang telah diperoleh dari kuliah sehingga kita dapat terlatih dan memperoleh bekal untuk penelitian nanti. Pada kuliah lapangan ini dilaksanakan serangkaian kegiatan observasi lapangan berupa observasi biota air dan debit sungai. I.2 Tujuan pengamatan Tujuan diadakannya kegiatan ini antara lain: Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam pelaksanaan studi observasi lapangan sehingga kedepannya dapat melaksanakannya secara mandiri. Mahasiswa dapat menggunakan alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel di lapangan. Dapat menghitung kelimpahan spesies makhluk hidup di suatu tempat. Untuk mengetahui dan mengenal karakteristik atau ciri-ciri morfologi dari beberapa jenis aves. Untuk mengetahui dan mengenal karakteristik atau ciri-ciri morfologi dari beberapa jenis plankton Untuk mengetahui dan mengenal karakteristik atau ciri-ciri morfologi dari beberapa jenis mamalia Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan Indeks Perbandingan Sekuensial.

Transcript of Bab i

Page 1: Bab i

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kuliah teknik lapangan merupakan salah satu matakuliah wajib bagi mahasiswa

jurusan biologi FMIPA UNIB. Untuk memenuhi perkuliahan tersebut, maka dosen pengampu

dan mahasiswa terjun langsung ke lapangan untuk mengaplikasikan ilmu dan materi yang

telah didapatkan dari perkuliahan sebelumnya. Pada kuliah lapangan untuk teknik lapangan

ini dilakukan praktek langsung mengenai teknik-teknik pengambilan sampel yang akan

dianalisis di laboratorium. Dengan terjun ke lapangan secara langsung dan mempraktekkan

ilmu yang telah diperoleh dari kuliah sehingga kita dapat terlatih dan memperoleh bekal

untuk penelitian nanti.

Pada kuliah lapangan ini dilaksanakan serangkaian kegiatan observasi lapangan

berupa observasi biota air dan debit sungai.

I.2 Tujuan pengamatan

Tujuan diadakannya kegiatan ini antara lain:

Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam pelaksanaan studi observasi lapangan

sehingga kedepannya dapat melaksanakannya secara mandiri.

Mahasiswa dapat menggunakan alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel

di lapangan.

Dapat menghitung kelimpahan spesies makhluk hidup di suatu tempat.

Untuk mengetahui dan mengenal karakteristik atau ciri-ciri morfologi dari beberapa

jenis aves.

Untuk mengetahui dan mengenal karakteristik atau ciri-ciri morfologi dari beberapa

jenis plankton

Untuk mengetahui dan mengenal karakteristik atau ciri-ciri morfologi dari beberapa

jenis mamalia

Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan Indeks

Perbandingan Sekuensial.

Page 2: Bab i

Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan

yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 5 Desember 2013, pengambilan

sampel dilakukan pada pukul 08.00-02.30 WIB, bertempat di Sungai yang terdapat di

kawasan wisata Taman Hutan Raya (TAHURA) dan praktikum dalam laboratorium

dilakukan pada pukul 08.00-10.00 WIB, bertempat di Laboratorium Jurusan Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu.

Page 3: Bab i

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aves

Burung atau aves adalah salah satu kelompok yang paling banyak dan paling terkenal

di dunia. Mereka berdarah panas seperti mamalia tetapi lebih dekat kekerabatannya dengan

reptil, mereka berkembang sejak 135 juta tahun yang lalu. Semua burung lebih dulu bernenek

moyang dari fosil burung pertama, yaitu Archaeopteryx (Mac Kinnon, 1991).

Kelas Aves adalah kelas hewan vertebrata yang berdarah panas dengan memiliki bulu

dan sayap. Tulang dada tumbuh membesar dan memipih, anggota gerak belakang beradaptasi

untuk berjalan, berenang dan bertengger. Mulut sudah termodifikasi menjadi paruh, punya

kantong hawa, jantung terdiri dari empat ruang, rahang bawah tidak mempunyai gigi karena

gigi-giginya telah menghilang yang digantikan oleh paruh ringan dari zat tanduk dan

berkembang biak dengan bertelur. Kelas ini dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber

makanan, hewan ternak, hobi dalam peliharaan. Dalam bidang industri bulunya dapat

dimanfaatkan contohnya baju, hiasan dinding, dan lainnya. (Mukayat, 1990).

Kelas aves memiliki kemajuan bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang

mendahuluinya dalam hal; 1. Tubuh mempunyai penutup yang bersifat isolasi, 2. Darah vena

dan arteri terpisah secara sempurna dalam sirkulasi pada jantung, 3. Pengaturan suhu tubuh,

4. Rata-rata metabolisme aves tinggi, 5. Mempunyai kemampuan untuk terbang, 6. Suaranya

berkembang dengan baik, 7. Menjaga anaknya dengan baik dan cara khusus (Jasin, 1992) .

Bulu adalah ciri khas kelas aves yang tidak dimiliki oleh vertebrata lain. Hampir

seluruh tubuh aves ditutupi oleh bulu, yang secara filogenetik berasal dari epidermal tubuh,

yang pada reptile serupa dengan sisik. Secara embriologis bulu aves bermula dari papil

dermal yang selanjutnya mencuat menutupi epidermis. Dasar bulu itu melekuk ke dalam pada

tepinya sehingga terbentuk folikulus yang merupakan lubang bulu pada kulit. Selaput

epidermis sebelah luar dari kuncup bulu menanduk dan membentuk bungkus yang halus,

sedang epidermis membentuk lapisan penyusun rusuk bulu.Sentral kuncup bulu mempunyai

bagian epidermis yang lunak dan mengandung pembuluh darah sebagai pembawa zat-zat

makanan dan proses pengeringan pada perkembangan selanjutnya (Jasin, 1992).

Pada bagian mulut terdapat bagian yang terproyeksi sebagai paruh ( Rostrum) yang

terbentuk oleh maxila pada ruang bagian atas dan mandibula pada ruang bagian bawah.

Pada bagian luar dari rostrum dilapisi oleh pembungkus zat tanduk dan pada kelompok

burung Neornithes tidak bergigi. Tubuhnya dibungkus oleh kulit, pada kulit terdapat bulu

Page 4: Bab i

yang merupakan hasil derivat epidermis menjadi bentuk yang ringan, fleksibel, dan sebagai

sebagai pembungkus tubuh yang sangat resisten (Jasin, 1992).

Burung pada umumnya mempunyai kulit yang tipis, mengandung keratin sedikit

sekali. Hubungan dengan jaringan yang ada disebelahnya tidak erat. Struktur tambahan dari

kulit ialah bulu mengalami penandukan kuat sekali. Bagian bawah kaki dan jari, ditutupi oleh

sisik tanduk yang terdapat pada Archosauria dan ini mengelupas. Paruh juga mengalami

penandukan (Djuhanda, 1983).

Burung berkembang biak dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil, hanya

cangkangnya lebih keras karena berkapur. Beberapa jenis burung seperti burung maleo dan

burung gosong, menimbun telurnya di tanah pasir yang bercampur serasah, tanah pasir pantai

yang panas, atau di dekat sumber air panas. Alih-alih mengerami, burung-burung ini

membiarkan panas alami dari daun-daun membusuk, panas matahari, atau panas bumi

menetaskan telur-telur itu. persis seperti yang dilakukan kebanyakan reptil. Akan tetapi

kebanyakan burung membuat sarang, dan menetaskan telurnya dengan mengeraminya di

sarangnya itu. Sarang bisa dibuat secara sederhana dari tumpukan rumput, ranting, atau batu

atau sekedar kaisan di tanah berpasir agar sedikit melekuk, sehingga telur yang diletakkan

tidak mudah terguling. (Anonimous, 2010).

Walaupun kebanyakan burung mampu terbang, terdapat beberapa spesies yang tidak

mapu terbang seperti burung penguin, unta, rea, emu, kiwi, dan lain-lain. Burung adalah

oviparous atau bertelur, kadang kala kedua pasangan akan bergilir (penguin) dan dalam

setengah spesies burung hanya burung jantan yang akan mengerami telur. Terdapat juga

spesies burung yang bertelur dalam sarang burung burung lain untuk dieramkan oleh burung

lain (Jasin, 1992).

Burung ada pula yang memiliki cakar tajam untuk mencengkram mangsanya, cakar

pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan sarasah, cakar berselaput untuk berenang, cakar

kuat untuk berlari dan merobek mangsa. Tipe-tipe cakar ini merupakan adaptasi dari

pengaruh habitat dan fungsinya. Burung berkembang biak dengan bertelur. Telur burung

mirip telur reptil, hanya saja cangkangnya lebih keras karena mengandung zat kapur. Burung

kebanyakan mengerami telurnya, tapi ada beberapa jenis burung yang menimbunnya dalam

pasir atau sarasah seperti burung Maleo dan burung Gasong. Sebagai ganti mengerami telur

burung-burung ini mengandalkan panas bumi dan fermentasi dari sarasah/sampah yang

membusuk persis seperti yang dilakukan kebanykan reptil (Djuhanda, 1983).

Untuk mengidentifikasi burung, warna merupakan cara identifikasi utama, kemudian

dilanjutkan dengan melihat pola warna bulu-bulu burung tersebut. Pengklasifikasian lebih

Page 5: Bab i

lanjut perlu diketahui ukuran, keistimewaannya, ciri-ciri khusus, tingkah laku, cara terbang,

dan tempat burung tersebut ditemukan (Mackinnon et.al, 1998).

1. Habitat Burung

Secara umum, habitat satwa didefinisikan sebagai tempat hidup satwa. Habitat satwa

harus dapat menyediakan keperluan dasar bagi satwa yaitu pakan, air, dan pelindung

(Morrison et al. 1992). Habitat merupakan hasil interaksi antara berbagai komponen seperti

komponen fisik dan komponen biologis (Alikodra 2002). Habitat yang baik akan mendukung

perkembangbiakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Bailey (1984)

menyatakan bahwa kelengkapan habitat terdiri dari berbagai jenis termasuk makanan,

perlindungan dan faktor lain yang diperlukan oleh jenis satwa untuk bertahan hidup.

Beberapa faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat

untuk beristirahat, bermain, berkembang biak, bersarang, bertengger, dan berlindung. Untuk

hidup di dalam suatu habitat, burung memerlukan syarat-syarat tertentu seperti kondisi

habitat yang cocok, baik, dan aman dari segala gangguan (Ontario et al. 1991). Komposisi

dari suatu profil habitat sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan tentang suatu

hubungan antara derajat kelimpahan satwaliar dengan tipe habitatnya (Alikodra,2002).

Anggota kelas aves memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap

lingkungannya, sehingga hewan ini mampu bertahan dan berkembang biak pada suatu

tempat. Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan dalam berbagai cara untuk penerbangan

yang efisien. Yang paling utama di antara semuanya adalah sayap. Meskipun sekarang sayap

itu memungkinkan burung untuk terbang jauh mencari makanan yang cocok dan berlimpah,

mungkin saja sayap itu dahulu timbul sebagai adaptasi yang membantu hewan ini lolos dari

pemangsanya. Adanya burung-burung yang tidak memiliki sayap yang hidup di Antartika,

Selandia Baru dan daerah-daerah lain yang jarang ada pemangsanya membuktikan hal ini

(Kimball, 1983).

2. Keanekaragaman Jenis

Pada tingkat yang paling sederhana, keanekaragaman didefinisikan sebagai jumlah

jenis yang ditemukan dalam komunitas (Primack et al. 2007). Pengukuran terhadap

keanekaragaman merupakan dugaan atas jenis-jenis penting pada suatu komunitas

berdasarkan jumlah, biomassa, cover, dan produktivitas. Menurut Desmukh (1992)

keanekaragaman lebih besar jika kelimpahan populasi satu sama lain merata. Keragaman

jenis tidak hanya menyangkut kekayaan jenis, tetapi juga kemerataan dari kelimpahan

Page 6: Bab i

individu tiap jenis. Menurut Mardiastuti (1999) keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah

kelimpahan berbagai jenis sumberdaya alam hayati (tumbuhan dan hewan) yang terdapat di

muka bumi. Keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkat yaitu

keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman komunitas. Ketiga

tingkatan keanekaragaman hayati tersebut diperlukan untuk kelanjutan kelangsungan hidup di

bumi dan penting bagi manusia.

Kekayaan jenis burung di suatu tempat tidak tersebar merata tetapi tinggi di

beberapa habitat tertentu dan rendah di habitat lainnya (Sujatnika et al. 1995). Krebs (1978)

menyebutkan bahwa ada 6 faktor penting yang berkaitan dengan keanekaragaman jenis suatu

komunitas yaitu waktu, keragaman, ruang, persaingan, pemangsaan dan kestabilan

lingkungan serta produktivitas. Selain itu, stratifikasi tajuk juga merupakan faktor yang

mempengaruhi keanekaragaman jenis burung (Sayogo 2009). Penutupan tajuk, tinggi tajuk,

dan keanekaragaman jenis pohon juga menentukan keanekaragaman jenis burung di suatu

tempat.

3. Pola Sebaran Burung

Pergerakan adalah strategi dari individu ataupun populasi untuk menyesuaikan dan

memanfaatkan keadaan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembang biak secara normal.

Pergerakan berfungsi untuk mencari pakan, sumber air, untuk berkembang biak ataupun

untuk menghindarkan diri dari pemangsaan dan gangguan lainnya (Alikodra, 1990).

Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan

penyebarannya dapat secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari

tife habitat yang dihuni burung, sedangkan secara vertikal dari stratifikasi profil hutan yang

dimanfaatkan oleh burung. Keberadaan jenis-jenis burung dapat dibedakan menurut

perbedaan strata, yaitu strata semak, strata pohon, dan starta tajuk. Setiap strata mempunyai

kemampuan untuk mendukung kehidupan jenis-jenis burung.

Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan dalam berbagai cara untuk penerbangan

efisien. Yang paling utama dari semua ini tentu saja adalah sayap. Meskipun sekarang sayap

itu bisa memungkinkan burung untuk terbang jarak jauh untuk mencari makanan yang cocok

dan berlimpah. Mungkin saja sayap itu dahulu timbul sebagai adaptasi yang membantu

mereka meloloskan diri dari pemangsanya (Kimball, 1999).

Adanya bulu pada burung merupakan karakter spesifik yang menunjukkan jenis

burung. Sayap merupakan adaptasi dari burung yang jelas untuk terbang. Merupakan airfoil

yang menggambarkan prinsip aerodinamika. Sisik pada kaki burung merupakan sisa evolusi

Page 7: Bab i

dari reptil. Bulu adalah salah satu adaptasi vertebrata yang paling luar biasa karena sangat

ringan dan kuat. Bulu terbuat dari keratin, protein yang juga menyusun rambut dan kuku pada

mammalia dan sisik pada reptilia. Pertama kali, burung merupakan hewan yang memiliki

sayap sebagai penyekat selama evolusi hewan endoterm, setelah itu baru dimanfaatkan

sebagai peralatan terbang. Selain itu bulu juga dapat dimanipulasi untuk mengntrol

pengerukan udara di sekitar sayap (Kimball, 1999).

4. Gangguan Terhadap Burung

Manusia mempunyai peranan yang sangat besar terhadap timbulnya gangguan

terhadap burung (Alikodra 2002). Penyebab utama masalah gangguan terhadap satwa liar

termasuk burung yaitu pertumbuhan penduduk yang membutuhkan lahan hutan lebih banyak

untuk pembangunan sehingga mendesak kehidupan burung. Sutopo (2008) menambahkan

bahwa terdapat empat jenis ancaman terhadap burung diantaranya (1) perusakan dan

perubahan habitat, (2) perburuan dan perdagangan, (3) perusakan tempat berkembang biak,

dan (4) pencemaran dan pestisida. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Sujatnika et al. (1995)

bahwa meningkatnya tekanan terhadap hidupan liar dan ekosistem alami antara lain

disebabkan oleh terus meningkatnya jumlah penduduk, ketidakpastian tata guna dan

pengelolaan lahan, dan kebijakan ekonomi serta pembangunan.

Selain itu, erat kaitannya dengan kemiskinan, tekanan penduduk, pemanfaatan

sumberdaya dan lahan hutan serta pengembangan pertanian. Van Balen (1999) menjelaskan

bahwa gangguan terhadap burung disebabkan oleh tekanan pertumbuhan populasi manusia

sehingga berpengaruh juga terhadap kelimpahan dan distribusi burung-burung di hutan.

Besarnya jumlah penduduk dan meningkatnya eksploitasi terhadap sumberdaya yang

memiliki nilai ekonomi, maka tidak dapat dipungkiri bahwa hutan didesak sampai ke puncak

gunung yang paling tinggi, burung-burung diburu untuk dimakan, untuk olahraga atau dijual

(MacKinnon et al. 1998).

B.Bentos

Bentos adalah semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu

perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas). Berdasarkan

tempat hidupnya, bentos dapat dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang hidupnya di

atas substrat dasar perairan dan infauna,yaitu bentos yang hidupnya tertanam di dalam

substrat dasar perairan. Berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat dibagi menjadi holobentos,

yaitu kelompok bentos yang seluruh hidupnya bersifat bentos dan merobentos, yaitu

Page 8: Bab i

kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya

(Barus, 2004).

Menurut Lalli dan Pearsons (1993), hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan

ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari

sedimennya.

Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas :

a. Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah

hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca,

annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata dan lain sebagainya.

b. Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm -1,0 mm. Kelompok ini

adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk

kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil, dan crustaceae kecil.

c. Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Kelompok ini

merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah protozooa

khususnya cilliata.

Rosenberg dan Resh (1993) menyatakan bahwa hewan bentos yang relatif mudah

diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis yang tergolong

ke dalam kelompok makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air dikenal juga dengan istilah

makrozoobentos.

Hewan ini memegang peranan penting dalam perairan seperti dalam proses

dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan. Hewan bentos,

terutama yang bersifat herbivor dan detrivor dapat menghancurkan makrofit akuatik yang

hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-

potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi

nutrien bagi produsen perairan (Lind, 1985).

Odum (1994) menyatakan makroinvertebrata air (makrozoobenthos) memegang

peranan penting dalam ekosistem perairan dan menduduki beberapa tingkatan trofik pada

rantai makanan. Kedudukan makroinvertebrata air di dalam tingkatan trofik digolongkan ke

dalam kelompok :

Page 9: Bab i

a. Grazers dan Serapers, adalah herbivor pemakan tumbuhan air dan periphyton. Taksa yang

termasuk ke dalam golongan ini adalah Ecdyonurus sp. (Ephemeroptera), Gastropoda, Elmis

sp. dan Latelmis sp. (Coleoptera).

b. Shredders adalah detritivor pemakan partikel organik kasar. Takson yang tergolong ke

dalam golongan ini adalah Tipula sp. (Diptera), Neumora sp. (Plecoptera).

c. Collector adalah detritivor pemakan organik halus. Berdasarkan cara pengambilan

makanannya collector dapat dibagi dua yaitu filter feeder dan deposit feeder. Golongan filter

feeder adalah collector yang mengambil makanan dengan cara menyaring materi yang

terlarut di dalam air. Karakteristik collector dari golongan ini adalah mempunyai fila di

daerah mulut atau kaki sebagai alat pengumpul makanan. Taksa yang termasuk golongan

filter feeder adalah Simulidae (Diptera), Rheotanytarsus sp., Hydropsyche sp. Golongan

deposit feeder adalah collector yang mengambil makanan yang ada di permukaan dasar

perairan. Taksa yang termasuk golongan ini adalah Chiromonidae, Orthoeladine, Diamesiae.

d. Predator adalah carnivor pemakan hewan lain. Taksa yang termasuk golongan ini adalah

Tanypodidae (Diptera), Perla sp.,(Plecoptera) dan Hirudinae.

Sebagai organisme dasar perairan, bentos memiliki habitat yang relatif tetap. Dengan

sifat yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat

mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya. Komposisi maupun kemelimpahan

makroinvertebrata tergantung kepada kepekaan/ toleransinya terhadap perubahan lingkungan.

Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara

penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi

dan kemelimpahan makroinvertebrata air relatif tetap ( APHA, 1992 ).

Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozobentos berdasarkan

kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik ke dalam kelompok :

a. Intoleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi

lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik. Organisme ini

tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan kualitas.

b. Fakultatif, yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan

yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun organisme ini

dapat bertahan hidup diperairan yang banyak bahan organik namun tidak dapat mentolerir

tekanan lingkungan.

Page 10: Bab i

c. Toleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi

lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai diperairan yang berkualitas

jelek. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan

dan kelimpahannya dapat bertambah diperairan yang tercemar oleh bahan organik.

3. Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air

Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan

analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika

dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan kualitas perairan, sedangkan

analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan

gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga

baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah

yang masuk ke habitatnya. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka

terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk makrozoobentos

(Pradinda, 2008).

Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan

perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan

kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut,

sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Triadmodjo, 2008).

2.4 Faktor Fisika - Kimia yang Mempengaruhi Komunitas Makrozoobentos

Menurut Nybakken (1992), sifat fisika-kimia perairan sangat penting dalam ekologi.

Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti

makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisika- kimia)

perairan, karena antara faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi. Menurut Barus (2004),

dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor

abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kondisi dan kualitas perairan.

Faktor abiotik (fisika-kimia) perairan yang mempengaruhi komunitas makrozoobentos antara

lain:

2.4.1 Kecepatan arus

Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian antara bagian hilir dan hulu

(topografi) badan air, dimana semakin tinggi perbedaan ketinggian (elevasi) tersebut maka

arus semakin kuat. Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar (sedimen)

Page 11: Bab i

dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada. Kaitannya dengan

kecepatan arus Odum (1971) dalam Suradi (1993) menyebutkan tujuh bentuk adaptasi yang

dilakukan makrozoobentos, yaitu:

a. Membentuk kait dan alat pelekat

b. Melekat pada substrat yang kokoh.

c. Bentuk tubuh yang sesuai.

d. Tubuh pipih.

e. Reotaksis positif.

f. Tigmotaksis positif.

g. Bagian tubuh melekat.

Kecepatan arus merupakan salah satu faktor penentu kemelimpahan dan

keanekaragaman makrozoobentos. Pada perairan yang relatif tenang dan banyak ditumbuhi

tumbuhan air biasanya banyak ditemukan kelompok Molusca sedangkan perairan dengan

arus kuat atau jeram banyak ditemukan makrozoobentos dari kelompok Insekta dan

Hirudinae (Koesbiono, 1979).

Organisme yang ada di dasar sungai bergantung kepada sifat dasar sungainya. Dasar

sungai tergantung kepada kecepatan arus air jika aliran sungai deras, maka dasar sungai

mengandung kerikil dan pasir. Jika arus hampir diam, maka dasar sungai adalah lumpur

(Sastrawidjaya, 1991).

2.4.2 Temperatur Air

Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran temperatur air

merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis

gas di air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh

temperatur. Menurut hukum Van’ Hoffs kenaikan temperatur sebesar 100 C (hanya pada

kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme

sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi

oksigen meningkat. Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya,

Page 12: Bab i

ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan

yang tumbuh di tepi (Brehm dan Meijering, 1990 dalam Barus, 2004).

Temperatur air pada suatu perairan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan

distribusi makroinvertebrata air. Pada umumnya temperatur di atas 300C dapat menekan

populasi makroinvertebrata air (Odum, 1994). Welch (1980) menyatakan bahwa hewan

makroinvertebrata air pada masa perkembangan awal sangat rentan terhadap temperatur

tinggi dan pada tingkatan tertentu dapat mempercepat siklus hidup sehingga lebih cepat

dewasa. James dan Evison (1979)

menyatakan bahwa temperatur yang tinggi menyebabkan semakin rendahnya kelarutan

oksigen yang menyebabkan sulitnya organisme akuatik dalam melakukan respirasi karena

rendahnya kadar oksigen terlarut.

2.4.3 Penetrasi Cahaya

Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan

mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan (Brower et

al., 1990). Menurut Koesbiono (1979), pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan

penetrasi cahaya secara mencolok. Sehingga menurunkan aktifitas fotosintesis fitoplankton

dan alga, akibatnya menurunkan produktivitas perairan.

Muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan, menurut Sandy (1985) sangat dipengaruhi oleh

musim. Pada waktu musim penghujan kandungan lumpur relatif lebih tinggi karena besaran

laju erosi yang terjadi; sedangkan pada musim kemarau tingkat kekeruhan air sungai

dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan sungai.

Menurut Sastrawijaya (1991), cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan

jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi. Berkurangnya cahaya matahari

disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang tidak larut seperti debu,

tanah liat maupun mikroorganisme air yang mengakibatkan air menjadi keruh.

2.4.4 Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis

dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan

dipantulkan ke luar dari permukaan air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat

mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke mengabsorbsi cahaya matahari. Efek ini

terutama akan terlihat pada daerah hulu yang aliran airnya umumnya masih kecil dan sempit.

Page 13: Bab i

Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan

mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Larva dari Baetis rhodani akan

bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya, dimana jika intensitas cahaya matahari

berkurang, hewan ini akan ke luar dari tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian

bawah dari bebatuan didasar perairan, bergerak menuju ke bagian atas bebatuan untuk

mencari makanan (Barus, 2004).

2.4.5 DO (Disolved Oxygen)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air,

yaitu untuk respirasi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat

dipengaruhi temperatur, dimana kelarutan maksimum oksigen di dalam air pada temperatur

00 C sebesar 14,16 mg/l O2, kelarutan ini akan menurun jika temperatur air meningkat (Barus,

2004).

Menurut Sanusi (2004), nilai DO yang berkisar di antara 5,45 – 7,00 mg/l cukup bagi

proses kehidupan biota perairan. Barus (2004), menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di

perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi

tingkat pencemaran ekosistem tersebut.

Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan

makrozoobentos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobentos

tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan

meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai organisme dasar, bentos menyukai

substrat yang kaya akan bahan organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik,

umumnya terjadi peningkatan populasi hewan bentos (Koesbiono, 1979).

2.5 Indeks Keanekaragaman

Penggunaan bentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk

indeks biologi. Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat

kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organisme ini

berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar. Kemudian oleh

para ahli biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan

komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator

kualitas perairan (Rosenberg, 1993).

Page 14: Bab i

C.Plankton

Menurut Gusrina dalam BSE menyatakan plankton adalah organisme renik yang

hidup melayang-layang mengikuti pergerakan air. Plankton didalam perairan dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu phytoplankton dan zooplankton. Phytoplankton adalah

organisme renik yang hidup melayang-layang mengikuti pergerakan air yang berasal dari

jasad nabati sedangkan zooplankton adalah organisme renik yang hidup melayang-layang

mengikuti pergerakan air yang berasal dari jasad hewani. Sedangkan bentos adalah organisme

air yang hidup didasar perairan .Jenis-jenis phytoplankton dan zooplankton yang dapat

dibudidayakan dapat dikelompokkan berdasarkan habitatnya adalah plankton air tawar dan

plankton air laut. Plankton air tawar hidup diperairan tawar sedangkanplankton air laut hidup

diperairan laut. Dalam siklus hidupnya phytoplankton melakukan proses fotosintesa dan

berukuran kecil yaitu terdiri dari satu sel atau beberapa sel. Bentuk phytoplankton antara lain:

oval, bulat dan seperti benang. Phytoplankton yang hidup di dalam perairan ini akan

memberikan warna yang khas pada perairan tersebut seperti berwarna hijau, biru atau coklat.

Hal ini dikarenakan didalam tubuh phytoplankton terdapat zat warna atau pigmen. Zat warna

atau pigmen ini dapat diklasifikasikan yaitu :

1. Warna biru (Fikosianin)

2. Warna hijau (Klorofil)

3. Warna pirang (Fikosantin)

4. Warna merah (Fikoeritrin)

5. Warna kuning (Xantofil)

6. Warna keemasan (Karoten)

Plankton adalah kelompok-kelompok organisme yang hanyut bebas dalam laut dan

daya renangnya sangat lemah. Kemampuan berenang organisme-organisme planktonik

demikian lemah sehingga mereka sama sekali dikuasai oleh gerakan air, hal ini berbeda

dengan hewan laut lainnya yang memiliki gerakan dan daya renang yang cukup kuat untuk

melawan arus laut( Nybakken,1992).

Page 15: Bab i

Plankton adalah suatu organisme yang terpenting dalam ekosistem laut, kemudian

dikatakan bahwa plankton merupakan salah satu organisme yang berukuran kecil dimana

hidupnya terombang-ambing oleh arus perairan laut (Hutabarat dan Evans, 1988)

Menurut ukurannya, plankton dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu

makroplankton (lebih besar dari 1 mm), mikroplankton (0,06–1 mm) dan nanoplankton

(kurang dari 0,06 mm) meliputi berbagai jenis fitoplankton. Diperkirakan 70 % dari semua

fitoplankton di laut terdiri dari nanoplankton dan inilah yang memungkinkan terdapatnya

zooplankton sebagai konsumer primer (Sachlan, 1972).

Berdasarkan daur hidupnya, plankton terbagi dalam dua golongan yaitu holoplankton

yang merupakan organisme akuatik dimana seluruh hidupnya bersifat sebagai plankton,

golongan kedua yaitu meroplankton yang hanya sebagian dari daur hidupnya bersifat sebagai

plankton (Bougis, 1976; Nybakken, 1992).

Berdasarkan keadaan biologisnya menggolongkan plankton sebagai berikut : (a)

Fitoplankton yang merupakan tumbuhan renik, (b) Zooplankton yang merupakan hewan-

hewan yang umumnya renik (Newel,1963).

Zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat hewani, sangat beraneka

ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh

filum hewan. Zooplankton memiliki ukuran yang lebih besar dari fitoplankton (Nontji, 1987).

Effendi (1997) membagi ukuran zooplankton dengan ketentuan khusus, yaitu

makrozooplankton yang berukuran lebih besar dari 2 cm, dan mesozooplankton yang

berukuran 200 – 20.000 m. Larva ikan maupun ikan-ikan muda yang bersifat planktonik

disebut ichtyoplankton umumnya berukuran besar. Umumnya zooplankton mempunyai alat

gerak seperti flagel, cilia atau kaki renang, namun tidak dapat melawan pergerakan air

(Raymont, 1963).

Komposisi jenis zooplankton sangat bervariasi di berbagai wilayah laut. Bagian

terbesar dari organisme zooplankton adalah anggota filum Arthropoda dan hampir semuanya

termasuk kelas Crustacea. Holoplankton yang paling umum ditemukan di laut adalah

Copepoda. Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi di semua laut dan

samudera, serta merupakan herbivora utama dalam perairan-perairan bahari dan memiliki

kemampuan menentukan bentuk kurva populasi fitoplankton. Copepoda berperan sebagai

Page 16: Bab i

mata rantai yang amat penting antara produksi primer fitoplankton dengan para karnivora

besar dan kecil (Nybakken,1992).

Romimohtarto dan Juwana (1998) menyatakan bahwa Crustacea merupakan jenis

zooplankton yang terpenting bagi ikan-ikan, baik di perairan tawar maupun di perairan laut.

Diantara anggota filum Arthropoda, hanya Crustacea yang dapat hidup sebagai plankton

dalam perairan. Menurut Davis (1955), kelimpahan zooplankton sangat ditentukan oleh

adanya fitoplankton, karena fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton. Silvania

(1990) mengemukakan bahwa di perairan fitoplankton mempunyai peranan sebagai produsen

yang merupakan sumber energi bagi kehidupan organisme lainnya. Hal ini juga didukung

oleh Arinardi (1977) yang menyatakan bahwa kepadatan zooplankton sangat tergantung pada

kepadatan fitoplankton, karena fitoplankton adalah makanan bagi zooplankton, dengan

demikian kuantitas atau kelimpahan zooplankton akan tinggi di perairan yang tinggi

kandungan fitoplanktonnya.Zooplankton merupakan organisme penting dalam proses

pemanfaatan dan pemindahan energi karena merupakan penghubung antara produsen dengan

hewan-hewan pada tingkat tropik yang lebih tinggi. Dengan demikian populasi yang tinggi

dari zooplankton hanya mungkin dicapai bila jumlah fitoplankton tinggi. Namun dalam

kenyataannya tidak selalu benar dimana seringkali dijumpai kandungan zooplankton yang

rendah meskipun kandungan fitoplankton sangat tinggi. Hal ini dapat diterangkan dengan

adanya “The Theory of Differential Growth Rate” (Teori Perbedaan Kecepatan Tumbuh)

yang dikemukakan oleh Steeman dan Nielsen (1973) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan

zooplankton tergantung pada fitoplankton tetapi karena pertumbuhannya lebih lambat dari

fitoplankton maka populasi maksimum zooplankton akan tercapai beberapa waktu setelah

populasi maksimum fitoplankton berlalu( Sachlan, M. 1982).

Kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan

fluktuasi populasi plankton yang akan mempengaruhi tingkatan trofik perairan tersebut.

fluktuasi dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama oleh perubahan berbagai faktor

lingkungan .salah satu faktor yang dapat mempengaruhi populasi plankton adalah

ketersediaan nutrisi di suatu perairan. unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang

terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi

fitoplankton dan proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang dapat menurunkan

kualitas suatu perairan (Uun, 2006).

Page 17: Bab i

Plankton mempunyai massa yang aktif yang mirip dengan organisme tingkat tinggi,

dimana untuk phytoplankton akan terdapat dalam jumlah besar pada siang hari dan

zooplankton pada malam hari. (Fajri, 2013).

Penyumbang oksigen planet Bumi selama ini yang kita tahu adalah pohon, tapi pada

kenyataannya ternyata plankton lah ayang merupakan penyumbang oksigen terbesar di planet

Bumi. Pohon hanya menumbang oksigen sebesar 20% untuk Planet Bumi. Pohon berguna

untukNmitigasiN(mengurangi)NkarbondioksidaNyangNadaNdiNbumi.

(http://adityaaqbari.blogspot.com/2010/12/penyumbang-oksigen-terbesar-bagi-bumi.html).

Plankton adalah organisme yang hidupnya melayang atau mengambang di dalam air.

Kemampuan geraknya, kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme tersebut terbawa oleh

arus namun, mempunyai peranan penting dalam ekosistem laut, karena plankton menjadi

bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya. Selain itu hampir semua hewan laut

memulai kehidupannya sebagai plankton terutama pada tahap masih berupa telur dan larva

( Nontji,2005).

Klasifikasi dalam biologi membedakan plankton dalam dua kategori utama yaitu

fitoplankton yang meliputi semua hubungan renik dan zooplankton yang meliputi hewan

yang umumnya renik (Rutter, 1973 dalam Sahrainy, 2001).

Walaupun Plankton potensial berbahaya menyebar luas secara geografis dan hal ini

mengidentifikasikan adanya kisaran yang luas terhadap toleransi suhu, tetapi spesies alga

potensial berbahaya daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan

suhu. Kisaran suhu optimal bagi spesies alga potensial berbahaya adalah 250–300 C dan

kemampuan proses fotosintesis akan menurun tajam apabila suhu perairan berada di luar

kisaran optimal tersebut (Gross dan Enevoldsen, 1998 dalam Gosari, 2002).

D.Mamalia

Mamalia adalah vertebrata yang tubuhnya tertutup rambut. Yang betina mempunyai

kelenjar mamae (air susu) yang tumbuh baik. Anggota gerak depan pada mamalia dapat

bermodifikasi untuk berlari, menggali lubang, berenang, dan terbang. Pada jari-jarinya

terdapat kuku, cakar, atau tracak.pada kulit banyak terdapat kelenjar minyak dan kelenjar

keringat. Gigi umumnya terbagi menjadi 4 tipe: gigi seri, gigi taring, premolar, dan molar.

Dibanding dengan kondisi vertebrata lainnya, jumlah tulang tengkorak mamalia banyak

tereduksi. Ada 2 kondil oksipital. Vertebrae servikal biasanya ada 7 buah. Dalam sabuk

Page 18: Bab i

pektoral tidak terdapat tulang korakoid, dan klavikula vestigial atau tidak ada sama sekali.

Ekor jika ada, panjang dan dapat digerakan. Ada 3 buah osikel auditori, yaitu malleus, inkus,

dan stapes. Akhir organ pendengaran (koklea) berstruktur sangat kompleks dan sedikit

banyak bergelung. Pada telinga terdapat suatu auditori eksternal dan pinna (telinga luar) pada

tiap sisi lateral kepala ( Brotowidjoyo, 1990).

Mamalia merupakan kelompok tertinggi derajatnya dalam dunia hewan. Termasuk

dalam kelas ini adalah tikus, kelelawar, kucing, kera, ikan paus, kuda, kijang, manusia, dan

lain-lain. Hampir semua tubuhnya tertutup dengan kulit yang berambut banyak atau sedikit

dan berdarah panas (homoiotherm). Sebutan mamalia berdasar adanya kelenjar mamae pada

hewan betina untuk menyusui anaknya yang masih muda. Mamalia hidup di berbagai habitat

mulai dari kutub sampai daerah ekuator, dari dasar laut sampai hutan lebat dab gurun pasir.

Banyak yang hidup secara nocturnal dan banyak juga yang hidup secara diurnal. Species

tertentu sebagai hewan buas yang diburu, species lainnya jinak. Beberapa pemakan daging

(carnivora), sebagai hewan pengerat, sebagai hewan pemakan biji-bijian dan buah-buahan,

dan beberapa sebagai sumber penyakit. Tubuh diisolasi oleh pembungkus (bulu atau rambut

dan sub cutan yang berlemak); darah vena dan darah arteriil terpisah secara sempurna. Oleh

karenanya suhu tubuh dapat diatur. Dengan sistem itu maka rata-rata metabolismenya tinggi

dan akibatnya dibutuhkan banyak makanan. Gigi kompleks dan berdeferensiasi. Cerebellum

dan cerebrum yang besar berfungsi sebagai koordinator dalam semua aktivitas dan untuk

belajar dan menyimpan ingatan (Jasin, 1992).

Mamalia hidup pada berbagai tipe habitat, mulai dari habitat teresterial sampai habitat

akuatik, mamalia teresterial tersebar luas mulai dari kutub sampai ke kawasan tropis Mamalia

teresterial dapat menempati tipe habitat yang beraneka ragam, baik hutan maupun bukan

hutan seperti kawasan pertanian, perkebunan, gua dan padang rumput .Kebanyakan jenis

mamalia di Indonesia hidup di hutan hujan dipterocarpacea, dengan agak lebih sedikit spesies

di hutan rawa dan hutan kerangas. Banyak spesies mampu bertahan hidup di habitat yang

berubah-ubah, dan sering mudah terlihat di hutan yang baru ditebang dan hutan sekunder

bahkan perkebunan, dimana vegetasinya lebih jarang. Mamalia juga banyak menggunakan

lahan pertanian sebagai habitat, sehingga dapat menjadi hama pertanian karena mencari

makan di lahan pertanian dan berlindung di hutan-hutan sekitarnya. Kawasan pinggiran hutan

yang berbatasan dengan perkebunan atau lahan pertanian penduduk sering mendukung

berbagai spesies binatang dengan kepadatan yang relatif lebih tinggi (Priyono, 1991).

Page 19: Bab i

Mamalia dibagi menjadi dua sub kelas berdasarkan sifat perkembangbiakannya. Kedua sub

kelas ini selanjutnya di bagi menjadi 18 ordo. Anggota ordo primates mempunyai ciri-ciri

tubuh tertutup oleh rambut, tungkai-tungkainya sedikit, banyak bersifat prehensil, kelima jari

dilengkapi kuku yang pipih, ibu jari lebih pendek daripada yang lain, cara berjalan plantigrad,

kelenjar susu sepasang terletak di daerah dada, hidup aboreal. Ordo rodentia (mamalia

pangerat), anggota-anggota ini mempunyai ciri-ciri: tubuh kecil, tungkai-tungkai berjari-jari

lima masing-masing bercakar gigi seri pada rahang atas hanya sepasang berbentuk seperti

pahat tanpa taring. Ordo carnivora, anggota-anggotanya mempunyai ciri-ciri: gigi dengan

tepi yang tajam, taring besar, gigi seri kecil berjumlah 6 pada tiap rahang, jumlah jari pada

tiap kaki tidak kurang dari 4, ujungnya bercakar runcing dan tajam kelenjar susu

abdominal. Ordo proboscidea, anggota-anggotanya mempunyai ciri-ciri: tubuh besar,

mempunyai belalai lubanghidung di ujung belalai, kulit tebal, rambut tersebar, mata kecil,

telinga besar, tungkai besar menyerupai tiang, kaki berjari lima, gigi seri rahang atas berubah

menjadi gading, tidak bertaring, mamae satu pasang di daerah pectoral. Ordo perissodactyla,

anggota-anggotanya mempunyai ciri-ciri: mempunyai ukuran besar, jari-jari teracak, jari

tengah, kaki-kakinya tumbuh membesar dan menjadi tumpuan berat badannya, mammae di

daerah inguinal. Ordo artiodactyla, anggota-anggotanya mempunyai ciri-ciri: kaki depan atau

kaki belakang mempunyai jari-jari sedikitnya satu pasang umumnya dua pasang masing-

masing jari teracak, mamae satu pasang, atau beberapa pasang bila satu pasang terdapat di

daerah inginal, bila beberapa pasang di daerah (Tim Pembina mata kuliah, 2012).

Berdasarkan ukurannya, mamalia dibagi menjadi dua, yakni mamalia besar dan

mamalia kecil. International Biological Program mendefinisikan mamalia besar sebagai jenis-

jenis mamalia yang memiliki ukuran berat badan dewasa > 5Kg, sedangkan mamalia kecil

dengan ukuran berat badan dewasa < 5Kg. Jenis-jenis mamalia besar, dicontohkan sebagai

berikut: rusa, harimau, dan kerbau air. Mamalia kecil, antara lain tikus, bajing, dan kelelawar

(Jasin, 1992).

Dalam pemanfaatan waktu aktivitas, mamalia juga dibagi menjadi mamalia diurnal

dan mamalia nokturnal. Mamalia diurnal merupakan jenis-jenis mamalia yang melakukan

aktivitasnya pada pagi dan sore hari, seperti orangutan, rusa, dan beberapa jenis bajing.

Mamalia nokturnal merupakan jenis-jenis mamalia yang melakukan aktivitasnya mulai

menjelang malam hari hingga menjelang pagi hari, seperti kelelawar, tenggalung malaya,

serta musang. Selain itu, terdapat juga jenis-jenis yang beraktivitas sepanjang hari seperti

babi hutan (priyono, 1991).

Page 20: Bab i

Mamalia dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan habitatnya , yakni mamalia darat

dan mamalia laut. Mamalia darat merupakan mamalia yang sebagian besar aktivitasnya

dilakukan di darat, sedangkan mamalia laut melakukan aktivitasnya sebagian besar di laut.

Contoh dari mamalia darat, yakni monyet-ekor panjang, macan tutul, tikus, serta kuda.

Mamalia laut, antara lain pesut, dugong, dan paus (anonim c, 2012).

Sebagian besar tubuh mamalia memiliki bagian utama yaitu caput (kepala), truncus

(badan), cauda (ekor) dan extrimitas liberae (alat gerak). Pada bagian caput terdapat

auriculae (telinga), porus acusticus externa, organon visus, nares (lubang hidung), fibrisae

dan rima oris. Auricularae telah berkembang dengan sempurna memiliki daun telinga yang

membantu untuk proses pendengaran. Organon visusnya terdapat palpebra superior (pelupuk

mata atas) dan inferior (pelupuk mata bawah), selain itu juga terdapat plica semilunaris yang

terletak di sudut mata sebelah medial. Rima oris dibatasi oleh labium superius, serta terdapat

palantum durum (langit-langit keras) dan palantum molle (langit-langit lunak). Rima oris

pada Rattus norvegicus terdapat insisivus (gigi seri) yang termodifikasi sebagai hewan

pengerat (Radiopoetra, 1996).

Mamalia merupakan salah satu kelas dari kingdom animalia yang memiliki sejarah

evolusi hampir sempurna dibandingkan dengan kelas yang yang lain. Mammalia adalah

organisme yang memiliki kelenjar susu (glandula mammae) yang dapat menghasilkan susu

dan memiliki daun telinga untuk membantu pendengaran. Mammalia juga mempunyai

rambut yang menutupi seluruh bagian tubuhnya (Kant, 2001).

Bagian internal mamalia sebagian besar memiliki struktur yang hampir sama yaitu

terdapat organ-organ vital yang meliputi hepar, cor, ren, vesica fellea, ventriculus, lien,

intestinum tenue, intestinum crasum, coccum, dan vesica urinaria. Hepar mamalia memiliki 5

lobi, 3 lobi hepar dexter dan 2 lobi hepar sinister. Cor terletak di dekat pulmo dan pada posisi

sebelah thorax bagian sinister. Vesica fellea dan ventriculus terletak di caudal hepar. Lien

berbentuk pipih lonjong dan menempel pada ventriculus. Intestinum merupakan saluran yang

panjang berbelit-belit dengan dindingnya yang sangat tebal dan mengandung vili-vili.

Terdapat dua macam intestinum yaitu intestinum tenue (usus halus) dan intestinum crasum

(usus besar). Intestinum crasum biasanya disebut coecum yang terdiri dari incisurae (kolon

naik), haustrae (kolon mendatar), dan taeniae (kolon menurun). Untuk proses ekskresinya

yang berupa urine terdapat organ vesica urinaria (Kardong, 2002).

Page 21: Bab i

System pencernaan pada mamalia dibedakan menjadi dua yaitu Tractus digestivus (saluran

pencernaan) dan Glandula digestoria (kelenjar pencernaan). Tractus digestivus disusun oleh

cavum oris, lingua, pharynk, esophagus, ventrikulus, intestinum tenue, coecum, intestinum

crasum, dan anus. Cavun oris terdiri dari palantum durum (langit-langit keras), palantum

molle (langit-langit lunak)dan dentes. Dentes terdapt empat macam yaitu dens insisivus, dan

caninus yang berkembang tereduksi, dens praemolare, dan dens molare. Diantara dens

insisivus dan praemolare terdapat celah yang dinamakan diastema. Pada lingua terdapat

lingua yang mempunyai banyak papillae (tonjolan kecil) yang berfungsi sebagai indra perasa.

(lytle dan John, 2005).

Mamalia mempunyai tubuh berbentuk bilateral simetris dengan tulang rangka yang

mempunyai kendio okspital, pada rahangya terdapat gigi yang bentuk dan besarnya berbeda

untuk setiap individu. Kaki teradaptasi untuk berjalan, memanjat, menggali tanah, serta

berenang sehingga kakinya mempunyai cakar, kuku, dan telapak. Jantung mempunyai empat

ruang dengan sekat yang sempurna, aortanya hanya terdapat di sebelah kiri. Ukuran paru-

paru relatif besar, kompak dan kenyal yang terdapat pada rongga dada. (Djuhanda, 1982).

Mamalia mempunyai glandula mamae yang menghasilkan kelenjar susu untuk

diberikan pada anaknya sebagai minuman pertama setelah lahir. Mamalia dapat dibedakan

bagian-bagiannya dengan nyata yaitu, kepala (caput), badan (truncus), dan ekor (cauda) pada

umumnya. Sistem pencernaan pada mamalia dimulai dari rima oris, di dalam rima oris

bermuara glandula salives diantaranya yang terbesar adalah glandula parotis. Ventrikulus

mempunyai kelenjar yang menghasilkan HCl, dan pepsin. Intestinum dibagi menjadi

intestinum tinue dan intestinum crassum. Intestinum tinue dibagi lagi menjadi colon dan

rectum, di dalam duodenum bermuara dua kelenjar, yaitu hepar dan pankreas.

Hepar sebagai kelenjar empedu yang disimpan di dalam vesica felea. Fase setelah

melalui hepar, kemudian melewati ductus pancreaticus yang kemudian bersatu dengan ductus

systicus yang datang dari vesica felea dan menjadi ductus choleductus yang bermuara

bersama dengan ductus pancreaticus yang datang dari pankreas ke dalam duodenum. Colon

dimulai dari caecum dimana pada ujungnya bermuara appendiks vermiformis. (Radiopoetro,

1977).

Page 22: Bab i

Debit Air

Debit aliran merupakan satuan untuk mendekati nilai-nilai hidrologis proses yang

terjadi di lapangan. Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui

potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk

memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi

sumberdaya air permukaan yang ada. Perlu diingat bahwa distribusi kecepatan aliran di

dalam alur tidak sama arah horisontal maupun arah vertikal. Dengan kata lain kecepatan

aliran pada tepi alur tidak sama dengan tengah alur, dan kecepatan aliran dekat permukaan air

tidak sama dengan kecepatan pada dasar alur.

Ada beberapa metode pengukuran debit aliran sungai yaitu :

Area-velocity method

Tracer method

Slope area method

Weir dan flume

Volumetric methodArea

Pada prinsipnya adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran.

Penampang basah (A) diperoleh dengan pengukuran lebar permukaan air dan pengukuran

kedalaman dengan tongkat pengukur atau kabel pengukur. Kecepatan aliran dapat diukur

dengan metode-metode current-meter dan metode apung. Current meter adalah alat untuk

mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus). Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-

baling (proppeler type) dan tipe canting (cup type).

Oleh karena distribusi kecepatan aliran di sungai tidak sama baik arah vertikal

maupun horisontal, maka pengukuran kecepatan aliran dengan alat ini tidak cukup pada satu

titik. Debit aliran sungai dapat diukur dengan beberapa metode. Tidak semua metode

pengukuran debit cocok digunakan. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai,

tingkat turbulensi aliran) dan tingkat ketelitian yang akan dicapai.

Pengukuran Debit dengan Cara Apung (Float Area Methode)

Prinsip pengukuran debit air yaitu :

kecepatan aliran (V) ditetapkan berdasarkan kecepatan pelampung (U)

luas penampang (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran lebar saluran (L) dan

kedalaman saluran (D)

Page 23: Bab i

debit sungai (Q) = A x V atau A = A x k dimana k adalah konstanta

Q=AxkxU

Q = debit (m3/det)

U = kecepatan pelampung (m/det)

A = luas penampang basah sungai (m2)

k = koefisien pelampung

Pengukuran Debit dengan Metode Kontinue

Current meter diturunkan kedalam aliran air dengan kecepatan penurunan yang

konstant dari permukaan dan setelah mencapai dasar sungai diangkat lagi ke atas dengan

kecepatan yang sama(Radiopoetro, 1977).

Page 24: Bab i

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat :

Pipet tetes

Botol film

Plankton net

Piring secchi

Saringan

Kertas label

Botol sample

Meteran

Eickmen grab

Tali

Teropong

Camera

Buku panduan pengenalan jenis burung,mamalia,plankton(File guide)

Alat tulis

Buku tabel pengamatan

plastik

Bahan :

Formalin 4%

Page 25: Bab i

3.2 langkah kerja

Plankton

- Rangkaian mulut plankton net (yang berbentuk kerucut) dengan silinder

penampungan air sample.

- Pasangkan penyumbatan pada silinder penampung.

- Air dapat disaring memalui mulut plankton net, volume air contoh yang akan

disaring diambil dengan ember dan air yang disaring harus diketahui.

- Dengan membuka penyumbat silinder tampunglah sample plankton kedalam

botol-botol kecil.

- Berikan label untuk setiap botol tersebut dan lakukan segera pengawetan. Proses

pengawetan plankton akan sangat membantu dalam mempertahankan dan menjaga

eksistensi hasil sampling dilapangan sebelum dalakukan analisis lebih lanjut.

Bentos

- Menentukan titik tempat penelitian

- Mengambil sedimen dengan menggunakan Ekman grab

- Meletakkan sedimen yang didapat di atas ayakan

- Mencuci sedimen tersebut dan mengambil hewan-hewan yang ada dan

dimasukkan ke dalam botol koleksi yang telah diisi alkohol atau formalin 4%

- Memberi label di setiap botol dan dibawa ke laboratorium

- Identifikasi hewan-hewan makroinvertebrata yang didapat

- Menghitung jumlah hewan dan setiap jenis dan keseluruhan jenis

- Kemudian dapat diketahui jumlah makroinvertebrata keseluruhan dan masing-

masing jenis.

Burung

- Dengan menentukan titik pengamatan,jarak dari satu titik ke titik lainnya dengan

jarak 30 meter,dalam satu titik kita mengamati dengan waktu 15-30menit.

Page 26: Bab i

- jalan mengendap-endap

- mencari tempat yang baik untuk bersembunyi

- menggunakan atribut/pakaian yang tidak mencolok

- tidak melakukan kegiatan yang dapat mengganggu burung

- tidak melepaskan binokuler sampai deskripsi jenis burung dapat tergambarkan

ketika melakukan identifikasi

- membuat sketsa burung yang terlihat dan mendeskripsikan ciri-cirinya.

Metode pengamatan mamalia yang digunakan dalam pengumpulan data dilapangan

adalah:

1), Metode Transek Garis (Line Transcek)

Perlakuan metode ini yaitu pengamat berjalan di sepanjang jalur yang telah

ditentukan kemudian mencatat semua satwa mamalia. Data yang dikumpulkan

berdasarkan pada perjumpaan langsung maupun tidak langsung dengan satwa

mamalia. Tiap tipe vegetasi dibuat satu jalur pengasmatan. Lebar jalur transek

untuk pengamtan ditetapkan 50 meter dengan panjang jalur 1000 meter.

2). Concentration Count (Fokus Area)

Khusus untuk pengamatan primata, pengamatan dilakukan secra terkonsentrasi

pada suatu titik yang diduga sebagai tempat dengan peluang perjumpaan yang

tinggi. Misalnya tempat tersedianya pakan, pohon tidur dan sebagainya.

Pencatatan data melalui kontak langsung ataupun tidak langsung antara lain

meliputi perjumpaan jejak kaki, tempat untuk bersarang, maupun kotoran atau

feses.

Debit air

- Ukur lebar sungai.

- Dilakukan pengukuran kedalaman sungai pada 1 titik saja, selebar sungai.

- Hitung kecepatan arus sungai, dan Catat hasilnya.

- Analisis hasil yang didapatkan.

Page 27: Bab i

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengamatan dilapangan

Lokasi I

Suhu : 29o

Kedalaman : 67 cm

Daftar Identifikasi

1. Gymnodinium sp = 1

2. Sp 1 = 225

3. Sp 2 = 1

Lokasi II

Suhu : 26o

Kedalaman : 43 cm

Daftar Identifikasi : -

Lokasi III

Suhu : -

Kedalaman : -

Daftar Identifikasi : -

Lokasi IV

Suhu : 27o

Kedalaman : 36cm

Page 28: Bab i

Kelimpahan :

𝑘 =D x B x E

C x F x A

𝑘 =0 , 0660185 m2 x 0,11 x 57,1

1,776.10 − 6 x 3.10 − 3x660 ,185

𝑘 =0,3769

3,5174

𝑘 = 0,107 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢/𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟

Indeks Diversitas

1. Gymnodinium sp = 1

2. Sp 1 = 225

3. Sp 2 = 1

1.Gymnodinium sp

H’ = -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= - Ʃ(1/227) log (1/227)

= -(-0,0103)

= 0,0103

2. Sp 1

H’ = -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(225/227) log (225/227)

= -(-0,0038)

= 0,0038

3.Sp 2

H’ = -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= - Ʃ(1/227) log (1/227)

= -(-0,0103)

= 0,0103

Page 29: Bab i

Penghitungan debit air

Lebar Penampang sungai : 10 meter

Kedalaman Penampang : 1,2 meter

Pengulangan 1 : r= 5 meter

T (waktu): 9.25 detik

Pengulangan 2 : r : 5 meter

T(waktu ) : 10 detik

Pengulangan 3 : r = 5 meter

T(waktu) : 7,10 detik

T rata –rata = 9.25+10+7.10= 35.05/3 = 8.76

Rumus Debit : Q= V.a

V=s/t…

V= 5 meter/ 8,7625

V= 0.57 m/detik

A= lebar * kedalaman

= 10 * 1.2

= 12

Q=V.a

= 0.57*12

= 6.84 m2/detik

Page 30: Bab i

Data mamalia dan Aves

Titik 1

1. Elang Bondol = 1 ekor

Ciri : warna coklat , ekor kuncup ke bawah, dada kuning, lagi betengger

2. Ceriti = 10 ekor

Ciri : warna hitam, bawah sayap putih, sayap lancip, lagi terbang

3. Merbah = 1 ekor

Ciri : identifikasi dari pendengaran

4. Perenjak jawa = 2 ekor

Cirri : atas zaitu, perut kuning , 2 garis sayap putih

Titik 2

1. Mamalia : monyet 2 ekor

Cirri : ekor panjang , putih kekuningan

2. Ceriti = 10 ekor

3. Lencurak = 1 ekor

Titik 3

1. mamalia : lutung hitam , ekor panjang = 2 individu

2. burung kruok = 5 individu

3. tupai = 1

4. sinpai = 2

5. ceriti = 5

6. merbah = 1

7. perenjak = 2

8. terocok = 1

9. mamalia :monyet = 2

titik 4

1. terocok =2

2. monyet =3

3. tupai =2

4. ceriti= 5

5. burung madu = 1

Page 31: Bab i

6. canius sp = 1

7. bentet = 1

8. lonchura magal =1

9. elang hitam = 1

titik 5

1. wallet : 2

2. cabe : 1

3. merbah :1

4. burung madu = 2

5. elang ular bido =2

6. cinenen = 1

7. hirundo sp =1

DATA UNTUK AVES

No Spesies Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

1 Elang bondol 1

2 Ceriti 10 10 5 5

3 Merbah 1 1 1

4 Perenjak

Jawa

2 2

5 Lencurak 1

6 Truok 5

7 Terocok 1 2

8 Burung

madu

1 2

9 Canius sp 1

10 Bentet 1

11 Walet 2

12 Cabe 1

13 Elang ular

bido

2

Page 32: Bab i

14 Cinenen 1

15 Hirundo sp 1

16 Lonchura

magal

1

17 Elang hitam 1

Penghitungan Kelimpahan masing-masing jenis

Jumlah seluruh burung (aves) = 61 individu

Jumlah titik = 5 titik

Jumlah waktu = 15 x 5 = 75 menit

Jumlah spesies 17 spesies

Perhitungan

1. Elang bondol

Kelimpahan : 1/5 = 0.2 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(1/61) log (1/61)

= -(-0,0285)

= 0,0285

2. Ceriti

Kelimpahan : 30/5= 6 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(30/61) log (30/61)

= -(-0,151)

= 0,151

3. Merbah

Kelimpahan : 3/5 = 0,6 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(3/61) log (3/61)

= -(-0,0641)

= 0,0641

Page 33: Bab i

4. Perenjak Jawa

Kelimpahan : 4/5 = 0,8 individu/titik

Indeks divesitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(4/61) log (4/61)

= -(-0,0769)

= 0,0769

5. Lencurak

Kelimpahan : 1/5 = 0.2 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(1/61) log (1/61)

= -(-0,0285)

= 0,0285

6. Truok

Kelimpahan : 5/5 = 1 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(5/61) log (5/61)

= -(-0,089)

= 0,089

7. Terocok

Kelimpahan : 3/5 = 0,6 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(3/61) log (3/61)

= -(-0,0641)

= 0,0641

8. Burung Madu

Kelimpahan : 3/5 = 0,6 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(3/61) log (3/61)

= -(-0,0641)

= 0,0641

Page 34: Bab i

9. Canius Sp

Kelimpahan : 1/5 = 0.2 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(1/61) log (1/61)

= -(-0,0285)

= 0,0285

10. Bentet

Kelimpahan : 1/5 = 0.2 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(1/61) log (1/61)

= -(-0,0285)

= 0,0285

11. Walet

Kelimpahan : 2/5 = 0.4 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(2/61) log (2/61)

= -(-0.0486)

= 0.0486

12. Cabe

Kelimpahan : 1/5 = 0.2 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(1/61) log (1/61)

= -(-0,0285)

= 0,0285

13. Elang ular bido

Kelimpahan : 2/5 = 0.4 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(2/61) log (2/61)

= -(-0.0486)

= 0.0486

Page 35: Bab i

14. Cinenen

Kelimpahan : 1/5 = 0.2 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(1/61) log (1/61)

= -(-0,0285)

= 0,0285

15. Hirundo Sp

Kelimpahan : 1/5 = 0.2 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(1/61) log (1/61)

= -(-0,0285)

= 0,0285

16. Lonchura magal

Kelimpahan : 1/5 = 0.2 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(1/61) log (1/61)

= -(-0,0285)

= 0,0285

17. Elang Hitam

Kelimpahan : 1/5 = 0.2 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(1/61) log (1/61)

= -(-0,0285)

= 0,0285

Page 36: Bab i

DATA UNTUK MAMALIA

No Spesies Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

1 Monyet 2 2 3

2 Lutung 2

3 Tupai 1 2

4 Sinpai 2

Perhitungan untuk mamalia

Jumlah seluruh individu : 14

Jumlah titik : 5 titik

Jumlah spesies : 4 spesies

Perhitungan

1. Monyet

Kelimpahan : 7/5 = 1,4 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(7/14) log (7/14)

= -(-0,15)

= 0,15

2. Lutung

Kelimpahan : 2/5 = 0,4 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(2/14) log (2/14)

= -(-0,12)

= 0,12

3. Tupai

Kelimpahan : 3/5 = 0,75 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(3/14) log (3/14)

= -(-0,143)

= 0,143

Page 37: Bab i

4. Sinpai

Kelimpahan : 2/5 = 0,4 individu/titik

Indeks diversitas : H’= -Ʃ(ni/N) log (ni/N)

= -Ʃ(2/14) log (2/14)

= -(-0,12)

= 0,12

4.2 Pembahasan

Plankton adalah setiap organisme hanyut seperti hewan, tumbuhan, archaea, atau

bakteri yang menempati zona pelagik samudera, laut, atau air tawar. Jumlah plankton yang

kami temukan berjumlah 257 terdiri atas beberapa spesies diantaranya Gymnodinium sp ,Sp

1 dan Sp 2.Pada Spesies Gymnodinium sp memiliki indeks diversitas sebesar

0,0103,sedangkan pada Sp 1 memiliki indeks diversitas sebesar 0,0038 dan pada Sp2

memiliki indeks diversitas sebesar 0,0103. Kelimpahan jenis plankton tersebut sebesar 0,107

individu/liter.Kondisi lingkungan jelas sangat berpengaruh pada keadaan zooplankton dala

perairan. Lingkugan dapat menjadi sumber kehidupan phytoplanton dimana phytoplankton

tersebut merupakan sumber makanan bagi zooplankton yang ada disekitarnya.

Dalam pengamatan tentang aves kami mengidentifikasi burung didaerah Tahura

dengan menggunakan metode point count dengan menggunakan 5 titik.Jarak antara satu titik

dengan titik lainnya dengan jarak 30 meter,dalam satu titik kami membutuhkan waktu 15-20

menit dengan menngunakan terepong dan kamera.Dari semua titik kami mendapatkan 17

spesies burung dengan jumlah total keseluruhan 61 individu.Nama spesies,nilai

kelimpahan,dan indeks diversitas burung yang kami dapatkan sebagai berikut :

Elang bondol,Lencurak,Canius sp,Bentet,Cabe,Cinenen,Hirudo sp,Lonchura

magal,dan Elang hitam memiliki kelimpahan yang sama yaitu sebesar 0,2

individu/titik dan indeks diversitasnya sebesar 0,0285.

Ceriti memiliki nilai kelimpahan sebesar 6 individu/titik dan indeks diversitasnya

sebesar 0,151.

Merbah,Terocok,Burung madu memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,6 individu/titik

dan indeks diversitasnya sebesar 0,0641.

Page 38: Bab i

Perenjak jawa memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,8 individu/titik dan indeks

diversitasnya sebesar 0,0769.

Teruwok memiliki nilai kelimpahan sebesar 1 individu/titik dan indeks diversitasnya

sebesar 0,089.

Walet dan Elang ular bido memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,4 individu/titik dan

indeks diversitasnya sebesar 0,0486.

Kendala yang kami alami dalam pengamatan burung ini yaitu ributnya suasana ditempat

pengamatan dikarenakan banyaknya pengamat,padahal untuk meneliti burung maksimal

dilakukan sebanyak 3 orang/kelompok. Selain itu kurangnya pengetahuan tentang nama dari

jenis-jenis burung juga membuat kami sulit untuk menentukan nama dari jenis burung yang

kami temui dilapangan.

Pada pengamatan mamalia dari 5 titik yang telah ditentukan, kami mendapatkan 4 spesies

mamalia diantaranya :Monyet,Lutung,Tupai,dan Sinpai.Jumlah seluruh mamalia dari

keempat spesies tersebut berjumlah 14 individu.Setelah kami lakukan perhitungan didapatkan

nilai kelimpahan dan indeks diversitas yang kami dapatkan yaitu,pada spesies Monyet

didapatkan nilai kelimpahannya 1,4 individu/titik dan indeks diversitasnya 0,15. Pada spesies

Lutung didapatkan nilai kelimpahannya 0,4 individu/titik dan indeks diversitasnya 0,12. Pada

spesies Tupai didapatkan nilai kelimpahannya 0,75 individu/titik dan indeks diversitasnya

0,143. Pada Simpai didapatkan nilai kelimpahannya 0,4 individu/titik dan indeks

diversitasnya 0,12.

Untuk pengukuran debit air kami memperoleh data dan hasil dari perhitungan tersebut

diperoleh debit air sungai =6,84m2/detik

Untuk hasil penelitian bentos,kami belum mendapatkannya,dikarenakan saat hendak

mengidentifikasi,kami tidak menemukan buku identifikasi bentos.

Page 39: Bab i

BAB V

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

Jumlah plankton yang kami temukan berjumlah 257 terdiri atas 3 spesies.

Pada Spesies Gymnodinium sp memiliki indeks diversitas sebesar 0,0103,sedangkan

pada Sp 1 memiliki indeks diversitas sebesar 0,0038 dan pada Sp2 memiliki indeks

diversitas sebesar 0,0103. Kelimpahan jenis plankton tersebut sebesar 0,107

individu/liter.

Dari semua titik kami mendapatkan 17 spesies burung dengan jumlah total

keseluruhan 61 individu.

Elang bondol,Lencurak,Canius sp,Bentet,Cabe,Cinenen,Hirudo sp,Lonchura

magal,dan Elang hitam memiliki kelimpahan yang sama yaitu sebesar 0,2

individu/titik dan indeks diversitasnya sebesar 0,0285,Ceriti memiliki nilai

kelimpahan sebesar 6 individu/titik dan indeks diversitasnya sebesar

0,151.Merbah,Terocok,Burung madu memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,6

individu/titik dan indeks diversitasnya sebesar 0,0641.Perenjak jawa memiliki nilai

kelimpahan sebesar 0,8 individu/titik dan indeks diversitasnya sebesar

0,0769.Teruwok memiliki nilai kelimpahan sebesar 1 individu/titik dan indeks

diversitasnya sebesar 0,089.Walet dan Elang ular bido memiliki nilai kelimpahan

sebesar 0,4 individu/titik dan indeks diversitasnya sebesar 0,0486.

Pada pengamatan mamalia dari 5 titik yang telah ditentukan, ditemukan 4 spesies

mamalia diantaranya:Monyet,Lutung,Tupai,dan Sinpai,dan jumlah seluruhnya 14

individu.

Pada spesies Monyet didapatkan nilai kelimpahannya 1,4 individu/titik dan indeks

diversitasnya 0,15. Pada spesies Lutung didapatkan nilai kelimpahannya 0,4

individu/titik dan indeks diversitasnya 0,12. Pada spesies Tupai didapatkan nilai

kelimpahannya 0,75 individu/titik dan indeks diversitasnya 0,143. Pada Simpai

didapatkan nilai kelimpahannya 0,4 individu/titik dan indeks diversitasnya 0,12.

Nilai debit air sungai =6,84m2/detik

Untuk hasil penelitian bentos,kami belum mendapatkannya,dikarenakan saat hendak

mengidentifikasi,kami tidak menemukan buku identifikasi bentos.

Page 40: Bab i

DAFTAR PUSTAKA

Amini, S. 2008. Pertumbuhan Mikroalgae (nitzchia closterium) dengan Perlakuan pupuk.

Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan Perikanan Jakarta

Anonimous. 2010. http://iptek-aves.blogspot.com/2010. 8 Mei 2011.

Anonim. 2010. Satwa. http://alamendah.wordpress.com/ (diakses 21 Juni 2013)

Anonim. 2013. Burung Merbah Cerucuk, http://id.wikipedia.org/wiki/ Merbah_cerucuk,

(diakses 21 Juni 2013)

Anonim. 2013. Perenjak Jawa. https://id.wikipedia.org/wiki/Perenjak_jawa, (diakses 22 Juni

2013)

Anonim. 2013. Takur Tulung Tumpuk, http://id.wikipedia.org/wiki/Takur_tulung-tumpuk,

(diakses 22 Juni 2013)

Anonim.2012.hewanvertebrata/.tutorialkuliah./blogspot.com/…/tentang-hewan-Vertebrata

mamalia.html. Tanggal akses 03 Desember 2012.

Brotowidjoyo, Mukayat Djarubito. 1990. ZOOLOGI DASAR. Erlangga. Jakarta.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.USU Press.

Medan.

Boyd, C E. 1988.Water Quality in Warmwater Fish Pound FourthPrinting.Auburn

University Agricultural Experiment Station. Alabama.

Djuhanda, T. 1983. Anatomi dari Empat Spesies Hewan Vertebrata. Armico. Bandung

Djuhanda, T. 1983. Analisa Struktur Vertebrata Jilid I. Armico. Bandung.

Djuhanda, Tatang. 1982. Pengantar Anatomi Perbandingan 1. Amrico, Bandung.

Page 41: Bab i

Effendie, H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Dayadan Lingkunga

Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Fajri, Nur El dan Agustina. 2013. Penuntun Praktikum dan Lembar Kerja Praktikum Ekologi

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UR. Pekanbaru.

Fardiaz, S. 1992.Polusi Air dan Udara. Kanisus. Yogyakarta.

Fitriana, Y. R. 2006. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobentos di Hutan

Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.Biodiversitas,

(7): 67-72.

Gosling, E. 2003. Bivalve Molluscs. Biology, Ecology and Culture. Fishing News

Books, Blackwell Publishing. Great Britain. 455p

Hutabarat, S dan Evans, M., 1985.Pengantar Oseanografi. VC Press. Jakarta.

http://adityaaqbari.blogspot.com/2010/12/penyumbang-oksigen-terbesar-bagi bumi.html

Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Sinat Jaya : Surabaya

Jasin, Maskoeri. 1992. ZOOLOGI VERTEBRATA untuk Perguruan Tinggi. Sinar Wijaya.

Surabaya.

Kant, G. C., R. K. Carr.2001. Comparative of the Anatomy Vertebrates Ninth Edition. New

York: Mc Graw Hill Companies Inc

Kardong, K.V. 2002. Vertebrates Comparative Anatomy, Function, Evolution. North

America: Mc Graw Hill-Companies Inc

Lingga, Pinus. 1999.Ikan Mas Kolam Air Deras. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lytle, C.F., J. R. Meyer. 2005. General Zoology. New York: McGraw-Hill Companies.

Mackinnon, J. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan

Bali.Gadjahmada University Press: Yogyakarta.

Mackinnon, J.K, Philips and B.V. Balkh. 1998. Burung-Burung di Sumatra, Jawa, Bali dan

Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam). Seri Panduan

Lapangan. Puslitbang Biologi-LIPI. Jakarta.

Page 42: Bab i

Mukayat, D. 1990. Zoologi Vertebrata. Jakarta. Erlangga.

Mahanal, S. 2008.Pengembangan Perangkat Pembelajaran Deteksi Kualitas Sungai dengan

Indikator Biologi Berbasis Konstruktivistik untuk Memberdayakan Berpikir Kritis

dan Sikap Siswa SMA terhadap Ekosistem Sungai di Malang. Disertasi tidak

diterbitkan. Malang:Program Pasca sarjana Universitas Negeri Malang.

Nybakken, JW. 1992. Biologi Laut satu Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT Gramedia.

Nontji, Anugrah. 2005. Laut Nusantara Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan dari Marine

Biology : An Ecological Approach. Alih Bahasa : M. Eidman, Koesoebiono, D.G.

Bengen dan M. Hutomo. Gramedia, Jakarta. 459 p

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.

Pescod. 1973.Investigation of Rational Effluent and StreamStandar for Tropical Countries.

Asean institute of Technologi. Bangkok.

Prihantini, N. B. 2005. Pertumbuhan Chlorella spp. dalam medium ekstrak tauge(MET)

dalam variasi pH awal. Vol 9: 1-6 diakses pada Sabtu, 14 April2012 pkl 20:06

Setiadi, Dede. 1989. Dasar-dasar Ekologi.IPB Press. Bogor.

Soeseno, S. 1970.Limnologi untuk Sekolah Perikanan Menengah Atas. IPB. Bogor.

Sumich, J. L., 1999. An Introduction to The Biology of Marine Life. 7 th. ed. McGraw-Hill.

New York. pp: 73 – 90; 239 – 248; 321 – 329

Suripin.2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air.Yogyakarta. Andi Yogyakarta.

Suin NM. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas.Padang.

Wardoyo, S. T. H. 1981.Kriteria Kualitas Air untuk KeperluanPertanian dan Perikanan.

Training Analisa dampak lingkunganPPLH, UNDP- PUS DPSL. IPB. Bogor.

Page 43: Bab i

Welch, P. S. 1952.Limnology . McGraw-Hill Book Company. New York.

Wetzel, RG. And GE. Likens. 1995.Limnology Analysis. SpringerVerlag. New York.

Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan Edisi 2. UI Press. Jakarta.

Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-dasar Ekologi. UI Press. Jakarta.

Musa dan Uun. 2006. Diktat Limnologi. UB. Malang

Sahriany, S. 2001. Studi Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Karbino

Kepulauan Sembilan Kabupaten Sinjai. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Radiopoetro. 1977. Zoology. Erlangga, Jakarta.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Correspondence Course Centre. Direktorat Jenderal

Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Umar, C. 2003. Struktur Komunitas dan Kelimpahan Fitoplankton dalam Kaitannya dengan

Kandungan Unsur Hara (Nitrogen dan Fosfor) dari Budidaya Ikan dalam Keramba

Jaring Apung di Waduk Ir. H. Juanda Jatiluhur Jawa Barat. Tesis. Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 94 p

Yuliana dan Tamrin. 2005. Fluktuasi dan Kelimpahan Fitoplankton di Danau Laguna

Ternate, Maluku Utara. 11 p (belum dipublikasikan).

Radiopoetra. 1996. Zoology. Erlangga: Jakarta

Priyono, S. M. and Subiandono. 1991. Identification of Live Mammals, Live Birds and

Reptiles In Procording The Cities Plants and Animals Seminar for Asia and Oceania

Region. PHPA. Jakarta

Tim Pembina Mata Kuliah. 2012. Penuntun Praktikum Lapangan Zoologi Vertebrata. FKIP

UNTAD. Palu

Page 44: Bab i

LAMPIRAN GAMBAR

sp1 sp 2

Gymnodinium sp