BAB I

download BAB I

If you can't read please download the document

Transcript of BAB I

aa1

123


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi sebagai suatu konsep yang mendasari sistem politik suatu Negara telah dijadikan dasar bagi banyak Negara di nunia. Meskipun demikian, dalam demokrasi terdapat sejumlah perbedaan-perbedaan dan aliran pikiran. Kondisi histori, ideologi, politik, budaya, dan sosiologi suatu Negara memberikan warna dalam implementasinya sehingga terjadi berbagai variasi dalam kehidupan berdemokrasi.

B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Demokrasi? 2. Bagaimana Perkembangan Demokrasi? 3. Bagaimana Praktik Demokrasi Di Indonesia? 4. Prakondisi seperti apa yang harus diciptakan dalam pelaksanaan demokrasi?

C. Tujuan 1.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Demokrasi Kata demokrasi ini sangat popular, karena banyak Negara di dunia meggunakan demokrasi sebaai landasan sistem politik kenegaraan yang mengatur kehidupan individu dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Demokrasi dikaitkan dengan teori kedaulatan rakyat. Menurut teori ini, bahwa segala kekuasaan tertinggi dari suatu Negara bersumber dari rakyat, para pemimpin Negara pun dipilih atas kehendak rakyat. Suatu Negara yang pemerintahannya berdasarkan kedaulatan rakyat ini dinamakan Negara demokrasi. Demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat, dan cratos yang berarti berkuasa. Hal ini berarti ungkapan demokrasi tersebut, yakni rakyat yang berkuasa, atau dalam ungkapan umum yang populer yaitu, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pertama, Pemerintahan dari Rakyat (Government of the people), berkaitan dengan pengakuan dari rakyat yang sangat penting bagi pemerintah agar dapat menjalankan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat. Kedua, Pemerintahan oleh Rakyat (Government by the people) berarti pemerintahan yang menjalankan kekuasaan atas nama rakyat, dan didalam menjalankan tugas pemerintahan tersebut diawasi oleh rakyat (social control), yang dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat atau melalui

lembaga perwakilan rakyat. Ketiga, Pemerintah untuk Rakyat (Government for the people) yaitu berarti bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat umum. Jadi pemerintah harus menampung aspirasi dari rakyat dalam membuat dan menjalankan program-program pembangunan. Demokrasi yang dilihat dari sudut pandang individu, kita mengenal demokrasi liberal. Liberal berasal dari kata liber yang berarti bebas. Hak-hak individu sangat diutamakan daripada hak-hak atau kepentingan masyarakat. Sedangkan dari sudut pandang masyarakat, kita mengenal demokrasi non-liberal. Demokrasi ini mengutamakan masyarakat atau rakyat secara keseluruhan dan dirancang untuk melindungi hak-hak masyarakat.

B. Prinsip-prinsip Demokrasi Prinsip demokrasi yang paling pokok adalah kebebasan (liberate), kesetaraan (egalite), dan kebersamaan (fraternite) 1. Prinsip kebebasan (liberate) yaitu prinsip demokrasi yang meniscayakan kebebasan beragama, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (termasuk pers). 2. Prinsip kesetaraan (egalite) meniscayakan persamaan derajat dan hak didepan hukum. 3. Prinsip kebersamaan (fraternite) yakni menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam kebersamaan, seseorang bebas melakukan apapun yang diinginkan sepanjang tidak mengganggu kebebasan dan hak-hak orang lain. Oleh karena itu, kondisi mayoritas hendaknya dapat menghargai minoritas. Karena jika minoritas diperlakukan tidak adil dalam suatu

Negara yang beratribut demokrasi, Negara tersebut dapat dikatakan tidak, kurang, atau belum demokratis.

C. Demokrasi Konstitusional dan Komunisme Di Indonesia kita jumpai dan alami dalam pelaksanaan demokrasi, ada demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila. Selain itu, kita mengenal juga demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional, semuanya itu meggunakan istilah demokrasi meskipun terdapat perbedaanperbedaan yang berkembang didalamnya. Banyak ragam aliran pikiran dalam demokrasi, namun kita dapat kelompokkan secara sederhana menjadi dua aliran yang paling penting yaitu aliran demokrasi konstitusional dan komunisme. 1. Demokrasi Komunisme Demokrasi ini mencita-citakan suatu pemerintahan yang tidak demokratis dan cenderung bersifat totaliter. Negara-negara yang mempraktikan aliran demokrasi komunisme misalnya Vietnam, RRC, dan Korea Utara. 2. Demokrasi Konstitusional Demokrasi konstitusional mencita-citakan suatu pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dalam lingkup Negara hukum, dan pemerintah tidak dibenarkan berlaku sewenang-wenang terhadap warganya. Batasan kekuasaan pemerintah dicantumkan dalam konstitusi. Negara Indonesia, India, Filipina, Singapura, dan Korea Selatan termasuk Negara yang mempraktikan aliran demokrasi konstitusional. Aliran demokrasi ini berkembang di Eropa Barat pada abad ke-15 dan ke16 dan mencapai puncaknya pada abad ke-19 ditandai dengan beberapa

asas, diantaranya berikut ini: a. Kebebasan manusia atas segala bentuk kekerasan penindasan, dan kekuasaan yang sewenang-wenang. b. Jaminan terhadap hak asasi manusia dengan membatai kekuasaan Negara melalui konstitusi. c. Pembagian diperkecil. kekuasaan sehingga kesempatan penyalahgunaan

D. Perkembangan Demokrasi dari abad ke-19 hingga abad ke-20 Demokrasi mempuyai wujud konkret sebagai program dan sistem politik pada akhir abad pertengahan yang merupakan wujud pemikiran akan adanya hakhak politik rakyat. Agar ada jaminan hak-hak politik rakyat tersebut, muncullah gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak sewenang-wenang melalui konstitusi baik yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis (konvensi). Gagasan ini selanjutnya kita kenal sebagai Negara konstitusional atau dalam pembahasan UUD 1945 disebut sebagai Negara Hukum. Menurut A.V. Dicey unsur-unsur dari Negara hukum mencakup berikut ini: 1. a. Supremasi hukum (Supremacy of the law). b. Tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrany power) dalam arti seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum. 2. Kedudukan yang sama didepan hukum, (equality before the law). 3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang serta keputusan

peradilan. Perkembangan demokrasi pada abad ke-19 lebih menekankan pada bidang hukum karena dominannya pengaruh terhadap hak-hak individu. Negara dan pemerintah tidak banyak turut campur dalam urusan warganya, kecuali berkaitan dengan kepentingan umum. Paham ini kita kenal sebagai liberalisme. Dari praktik demokrasi abad ke-19 yang menekankan pada paham liberalisme dan ekses-eksesnya mengubah pikiran para ahli memberikan peranan pemerintah Negara lebih besar, hal ini menandai wajah baru konstitusional abad ke-20. Dalam abad ke-20 ini peranan pemerintah diperluas tindakannya, tidak hanya bertugas secara pasif mengawasi perekonomian dalam masyarakat, tetapi berperan aktif dalam mengatur kehidupan ekonomi, dan sosial, dan bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat. Untuk menyelenggarakanitu semua perlu adanya campur tangan pemerintah terhadap hak-hak individu tak terelakkan lagi, namun campur tangan tersebut tidak boleh lebih dari yang seharusnya diperlukan. Diperlukan syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law. Syarat-syarat demokratis itu yakni: 1. Perlindungan konstitusional dalam arti bahwa dalam konstitusional selain menjamin hak-hak individu harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin. 2. Badan kehakiman yang bebas tidak memihak. 3. Pemilihan umum yang bebas. 4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat. 5. Kebebasan berorganisasi.

6. Pendidikan kewarganegaraan.

Disamping gagasan rule of the law, ada pula gagasan demokrasi sebagai sistem politik. Perumusan yang paling umum mengenai sistem politik yang demokratis adalah bentuk pemerintahan yang hak untuk membuat keputusankeputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakilnya yang dipilih melalui proses pemilihan yang bebas dan bertanggung jawab kepada mereka. Inilah yang disebut demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy). Henry B. Mayo mengangkat beberapa nilai yang mendasari sistem politik, yaitu sebagai berikut: 1. Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan melembaga. 2. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara periodic dan teratur. 3. Membatasi penggunaan kekerasan sampai minimum. 4. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai. 5. Menerima dengan wajar adanya keragaman (kebhinekaan). 6. Menjamin tegaknya keadilan Untuk menjamin tegaknya nilai-nilai tersebut, diperlukan struktur lembaga, antara lain berikut ini: 1. Pemerintahan yang bertanggung jawab. 2. DPR yang representative, dipilih melalui pemilu secara bebas dan rahasia, DPR dapat juga melakukan pengawasan dan penilaian terhadap kebijakan pemerintah secara teratur. 3. Partai politik yang dapat melakukan hubungan yang teratur antara

masyarakat dan pemerintahan. 4. Sistem peradilan yang bebas tidak memihak untuk menjamin hak asasi rakyat yang mempertahankan keadilan. Kjdfjdkjfdj fdijfkjfdhfjvdfkjdfj;mfj bjf jjdfjfdjf jdjfkdjfi jdoifu9ire ijfjISuje[I AJKJA EI IJG F jaijf IJE uj aidj Ij d dfk ijf e8rJ didan daian daiasndj da djfdian saang dian dsay dian saying sama m=fahi dina kdjfkdian sa dian ds dfksdi fahmi saying sama dian dian saying sama fahmid dian saying sama fahmikjfj E. Praktik Demokrasi Di Indonesia Praktik demokrasi di Indonesia sebenarnya sudah lama dilaksanakan. Sejak diproklamasikan kemerdekaan RI dan disahkan UUD 1945 sebagai konstitusi Negara oleh PPKI, secara formal Indonesia menganut demokrasi konstitusional. Namun, sejak Proklamasi kemerdekaan sampai sekarang telah terjadi perubahan dalam konstitusi Negara. Perubahan penggunaan UUD ini berimplikasi pada sistem pemerintahan, begitu pula pada praktiknya tidak jarang menyimpang dari landasan dasarnya. Sistem pemerintahan adalah presidential, namun dalam praktik sistem parlementer, sampai digunakan UUD RIS dan UUDS bentuk pemerintahan menggunakan sistem parlementer. Jadi, sistem pemerintahan presidential murni baru dapat dilakukan setelah Dekrit Presiden 1959 (kembali ke UUD 1945). Maka untuk melihat perkembangan demokrasi di Indonesia secara sederhana, kita dapat membagi menjadi tiga periode, yaitu sebagai berikut : 1. Masa demokrasi parlementer dari tahun 1945-1959. 2. Masa demokrasi terpimpin dari tahun 1959-1965. 3. Masa demokrasi pancasila dari tahun 1965 sampai sekarang.

Pemilu sebagai tonggak demokrasi berhasil dilaksanakan pada tahun 1955. Hasil pemilu pertama ini tidak membawa stabilitas yang diharapkan, konflik pusat dan daerah terjadi, koalisi partai dalam membentuk pemerintahan rapuh sebagaimana terjadi sebelum pemilu. Kabinet yang dibentuk jatuh bangun dan tentu saja hal ini berimplikasi terhadap program-program pembangunan yang tidak banyak dapat diselesaikan. Ketidakstabilan politik di masa ini diperparah lagi oleh pergolakan daerah yang tidak puas terhadap kebijakankebijakan pusat, menuntut otonomi daerah dan masalah-masalah regionalisme lainnya. Pada masa demokrasi terpimpin ciri yang sangat menonjol adalah kuatnya peranan Presiden sebagai pusat kekuasaan, melemahnya peranan partai politik dan meningkatnya peranan militer. Presiden Soekarno sebagai pusat kekuasaan juga membuat PKI sebagai basis massa pendukungnya di satu sisi, dan di sisi lain meningkatkan peranan militer sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan yang bertujuan untuk mengimbangi kekuatan PKI yang semakin besar pada tahun enam puluhan. Pada periode ini digunakan UUD 45, tetapi dalam praktik banyak tindakan-tindakan Presiden yang menyimpang dari UUD 1945 tersebut, seperti Presiden yang membubarkan DPR/MPR (hasil pemilu) lalu di bentuk DPR-GR, dan MPRS yang banyak anggotaanggotanya ditunjuk berdasarkan selera penguasa. Dalam UUD 1945, meskipun kedudukan presiden sangat kuat, namun ia tidak dapat membubarkan DPR. Intervensi eksekutif juga merambah ke bidang yudikatif dan perlu diingat pula dengan ketetapan MPRS/Tahun 1963, Soekarno diangkat sebagai Presiden seumur hidup. Selain itu, terjadi juga penyelewengan bidang lain, seperti pembentukan front nasional (badan ekstra konstitusional), pembredelan pers yang dianggap menyimpang dari Rel Revolusi, pengendalian izin terbit media massa. Sementara itu, kondisi perekonomian rakyat dan Negara semakin merosot inflasi sebesar 600%.

Kondisi ekonomi ini yang mendorong makin berkembangnya dan kuatnya komunisme di Indonesia (ingat paham komunisme cepat berkembang pada masyarakat miskin). Akhirnya, masa atau periode ini diakhiri dengan pemberontakan PKI melalui gerakan tiga puluh September 1965 (G 30 S/PKI) dan masa periode ini dikenal sebagai Orde Lama. Periode selanjutnya, tahun 1965 sampai dengan lengsernya Soeharto sebagai Presiden selama 32 tahun kita namakan Orde Baru. Orde ini ditandai dengan tekad dan semangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Jika diamati dan dikaji upaya tersebut tampak adanya upaya untuk meletakkan dan memperbaiki landasan hukum untuk pelaksanaan demokrasi. Meskipun demikian tidaklah berarti pelaksanaan semuanya itu sesuai dengan landasan hukum yang dibuat. Masalah pelanggaran hukum, kebebasan badan-badan peradilan menjadi sorotan yang tajam, pemusatan kekuatan hanya pada satu tangan Sang Presiden berimplikasi sangat luas pada perkembangan politik, birokrasi dan masalah-masalah pembangunan. Namun, secara jujur pada periode ini kita mencatat banyak kemajuan yang menggembirakan seperti kebebasa pers yang diperlonggar kecuali dalam masalah-masalah yang peka atau rawan terhadap stabilitas nasional seperti SARA (suku, agama, Ras, dan antargolongan) permerintah sangat ketat dalam mengontrolnya. Periode ini dikenal dengan Demokrasi Pancasila di masa orde lama sebagai cerminan dari tekad untuk mewujudkan secara murni dan konsekuen Pancasila dan UUD 1945 tersebut. Ciri yang sangat menonjol adalah pemusatan kekuasaan pada presiden, lembaga legislatif seolah-olah subordinasi lembaga eksekutif, dan besarnya peranan militer dalam kehidupan politik dan merambah ke segala bidang yang dibantu oleh kelompok teknokrat dan birokrat. Perwujudan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni

dan konsekuen ditandai dengan pencabutan Tap MPRS No. 3 Tahun 1963 tentang Presiden seumur hidup, TAP MPRS No. XIX/1966 mengenai peninjauan kembali produk-produk legislatif yang telah diundangkan pada zaman demokrasi terpimpin, kebebasan badan-badan peradilan (UU No. 14 Tahun 1970) pengembalian hak control kepada DPR, pemisahan keanggotaan DPR dengan eksekutif. Di samping melakukan koreksi terhadap infrastruktur penegakan demokrasi (UU dan PP) dilakukan pemilihan umum pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 2001, dilakukan penataan organisasi politik dan kemasyarakatan. Wujudnya penyederhanaan jumlah parpol mulai dari 9 parpol + 1 Golkar pada tahun 1971 dan kemudian menjadi dua parpol dan satu Golkar dalam pemilihan selanjutnya. Dalam pelaksanaan pemilu meskipun masih dirasakan kekurangan-

kekurangan, namun kalau dilihat dari proses perkembangan tampak adanya kemajuan. Beberapa pelanggaran terjadi oleh peserta pemilu sebagai akibat dari upaya masing-masing peserta pemilu untuk memperoleh dukungan masyarakat. Hal yang perlu dicatat di masa orde baru ini adalah adanya upaya pengembangan demokrasi yang dinamakan Demokrasi Pancasila yaitu demokrasi yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila. Dalam Demokrasi Pancasila ada dua nilai dasar yang dikembangkan sebagai budaya politik, yaitu tidak dikenalnya istilah oposisi dan nilai musyawarah untuk mencapai mufakat. Budaya politik oposisi sebagai wujud budaya barat tidak kenal atau sekurang-kurangnya belum dapat diaplikasikan dalam masyarakat Indonesia. Selepas masa orde baru, dikenal era Reformasi yang idealnya memberikan koreksi terhadap pelaksanaan demokrasi di masa orde baru. Dari kehidupan akibat pendekatan keamanan yang ketat di masa orde baru dan begitu peralihan rezim tampak masyarakat lepas kendali dalam melaksanakan demokrasi di era reformsi. Atas nama demokrasi kita menjungkirbalikkan tatanan pemerintahan yang ada, atas nama demokrasi

tradisi dan hukum dilanggar, atas nama demokrasi kita membuat produkproduk hukum yang tidak dapat diterapkan di masyarakat. Atas nama demokrasi kita melanggar kesantunan dan kepatuhan yang diwariskan nenek moyang kita. Demokrasi memerlukan prakondisi dan prakondisi yang utama adalah kecerdasan dan rasionalitas masyarakat yang berdemokrasi. Prakondisi yang utama lainnya adalah demokrasi dapat berkembang dengan pesat pada masyarakat yang cukup memadai secara ekonomi (golongan menengah ke atas). Demokrasi tidak akan berkembang dalam masyarakat yang masih miskin dan tidak terdidik. Pada masyarakat miskin paling cepat berkembang ideologi-ideologi radikal seperti komunisme. Demokrasi memang bukan obat mujarab untuk menyembuhkan bangsa ini dari penyakit tetapi ia adalah salah satu cara yang mungkin akan lebih efektif kalau diadaptasikan dengan kultur bangsa kita bukan bangsa Amerika, bangsa Inggris. Jadi, dalam berdemokrasi kita tidak harus sama dengan mereka, begitu pula apabila Anda kaji dalam demokrasi apakah suara seorang professor doktor atau Anda sebagai kelompok intelektual dapat kita samakan dengan seorang tukang baso atau kuli bangunan? Coba Anda diskusikan dengan teman-teman Anda. Lepas dari itu semua di era reformasi ini banyak terjadi perbaikan dalam kehidupan berdemokrasi. MPR sejak 19 Oktober 1999 sampai dengan 10 Agustus 2002 telah mengamandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali. Amandemen pertama pada tanggal 19 Oktober 1997, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 10 November 2001, dan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002. Banyak hal yang telah berubah, berkembang dan diperjelas dalam infrastruktur ketatanegaraan kita yang dituangkan dalam amandemen UUD 1945 untuk mengarah kepada pemerintahan yang demokratis dan menjunjung

tinggi hak asasi manusia. MPR berubah muka merupakan gabungan antara DPR dan DPD yang dipilih oleh rakyat. Wewenangnya pun berubah, kalau dahulu wewenangnya memilih dan melantik Presiden, sekarang hanya melantik karena presidennya langsung dipilih oleh rakyat. Kalau melihat amandemen UUD 1945 agaknya infrastruktur untuk kita berdemokrasi sudah cukup baik. Masalah mendasar adalah konsistensi dalam menegakkan hukum masih belum ajeg karena berbagai kepentingan sesaat. Ilustrasi berikut ini dapat Anda renungkan bagaimana proses kepemimpinan akan berjalan dengan baik, kalau sang pemimpin didorong untuk dijatuhkan atau saling menjatuhkan bukan saling bersinergi atau saling memperkuat. Berbeda dengan masa Orde Baru yang jumlah parpol dibatasi, di era reformasi ini jumlah parpol tidak dibatasi namun diberikan persyaratan yang ketat. Dalam melaksanakan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, meski dirasakan masih banyak kekurangan di sana-sini, namun apabila dilihat dari proses perkembangan tampak adanya kemajuan-kemajuan. Beberapa pelanggaran dilakukan oleh para peserta pemilu dalam upaya mencari dukungan sebanyak-banyaknya dari masyarakat. Selain itu juga partai politik belum sepenuhnya mampu melakukan fungsinya dengan baik, antara lain sebagai akibat langsung dari konflik internal yang tak kunjung berhenti di dalam partai itu sendiri dan kedewasaan para pemimpin dalam berpolitik (menghormati yang menang dan menghargai yang kalah). F. Prakondisi yang Perlu Diciptakan dalam Pelaksanaan Demokrasi Melihat perjalanan demokrasi di Indonesia sejak tahun 1945 sampai sekarang tampak berjalan tersendat-sendat. Hal ini banyak dipengaruhi oleh budaya kita yang bersifat feudal dan birokratis sebagai suatu karakter masyarakat tradisional kecil. Demokrasi akan cepat berkembang pada masyarakat yang

kapitalis yang bersumber dari liberalisme. Liberalisme menurut Rawls ditopang oleh prinsip egalitarianisme, yaitu (1) adanya jaminan nilai kebebasan politik yang adil, (2) persamaan kesempatan, (3) prinsip perbedaan. Melihat prinsip ini bukan berarti di Indonesia demokrasi tidak akan bisa berkembang, tetapi tetap akan berkembang walaupun proses perjalanannya tidak cepat. Hal ini mengingat masyarakat berkembang terus sejalan dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat dan makin surutnya kultur feodalisme dalam masyarakat karena faktor alamiah. Dilihat dari aspek kekuasaan, yaitu pemusatan kekuasaan pemerintahan kepada satu tangan juga akan menghambat perjalanan demokrasi tersebut. Membangun demokrasi bukanlah hal yang gampang seperti kita membalikkan telapak tangan, tetapi dalam tatanan Negara dan pemerintahan harus ada faktor-faktor pendukungnya untuk dapat berkembang dengan wajar. Faktor-faktor pendukung tersebut; menurut M. Rusli Karim (1998), di antaranya (1) keterbukaan sistem politik, (2) budaya politik yang partisipatif dan egalitarian, (3) kepemimpinan politik yang berpihak kepada rakyat, (4) rakyat yang terdidik, cerdas dan berkepribadian, (5) adanya partai politik yang tumbuh dari bawah, (6) penghargaan dan penghormatan terhadap formalisme dan hukum, (7) masyarakat madani yang tanggap dan bertanggung jawab, (8) dukungan dari pihak luar atau asing dan pemihakan terhadap golongan mayoritas. Dalam budaya politik bangsa Indonesia hubungan antar sesama anggota masyarakat dilandasi oleh semangat kekeluargaan. Cara pandang ini melihat masyarakat Indonesia sebagai suatu keluarga besar dan menerapkan nilai-nilai keluarga dalam setiap masalah harus dipecahkan secara bersama-sama melalui rembuk, berunding, atau musyawarah. Namun, apabila tidak dapat dicapai mufakat barulah diperkenankanuntuk melakukan pemungutan suara. Ada baiknya kita mengkaji pepatah dari negeri minang bule air pambuluh,

bule kato dimufakat. Jadi , kalau diangkat maknanya, yaitu keputusan yang paling baik adalah keputusan yang disepakati bersama melalui musyawarah. Demokrasi mempunyai nilai-nilai fundamental yang sangat erat hubungannya dengan martabat kemanusiaan dan nilai-nilai hidup yang dimiliki oleh setiap orang. Niai-nilai tersebut, yakni berikut ini: 1. Hak-hak yang kita klasifikasikan sebagai hak dasar yang harus dilindungi oleh pemerintahan yang demokratis seperti; hak hidup , mendapatkan kebebasan, dan hak memiliki. Hak-hak dasar ini dapat diperluas menjadi hak sosial ekonomi, misalnya hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, perlindungan kesehatan, pendidikan. 2. Kebebasan berekspresi berkesadaran yang kaitannya dengan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan hak untuk mengembangkan diri. 3. Privasi masyarakat sipil, yaitu adanya perlindungan atas hak pribadi dan sosial, yang meliputi keluarga, pribadi, agama, organisasi, dan kegiatankegiatan sejenis lainnya. 4. Keadilan, yang meliputi: a. Pemerataan keadilan; b. Kebenaran keadilan atau kita kenal sebagai keputusan hukum yang adil dan tepat sasaran; c. Mekanisme keadilan atau keputusan hukum yang adil melalui lembaga hukum. 5. Persamaan mencakup: a. Persamaan dalam partisipasi politik, yaitu kesamaan hak setiap warga

Negara untuk dipilih dan memilih; b. Persamaan dihadapan hukum dengan kata lainnya tidak ada diskriminasi hukum yang didasari oleh perbedaan ras/etnis agama afiliasi politik, gender; c. Persamaan ekonomi atau semua warga Negara memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut Nurcholis Madjid sekurang-kurangnya ada tujuh norma demokrasi yang didasarkan pada pengalaman baik secara teoritis dan praktis di Negaranegara demokratis. Ketujuh norma tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pentingnya kesadaran akan pluralisme. 2. Musyawarah. 3. Pertimbangan moral. 4. Permufakatan yang jujur dan sehat. 5. Pemenuhan segi-segi ekonomi. 6. Kerjasama antarwarga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing-masing. 7. Pandangan hidup demokratis harus menyatu dengan sistem pendidikan. Di samping mempunyai nilai-nilai dalam melaksanakan demokrasi disetai prinsip-prinsip dasar, yaitu kebebasan, persamaan dari pluralism. Persamaan memberikan penegasan bahwa rakyat maupun pejabat mempunyai kesamaan dan kesempatan dan keduduakndi muka hukum pemerintahan. Kebebasan menegaskan bahwa setiap individu warga Negara memiliki kebebasan menyampaikan pendapat dan membentuk perserikatan, sedangkan pluralism menegaskan dan pengakuan akan keragaman budaya, bahasa, etnis, agama

pemikiran merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan. Menurut Innuu Kencana prinsip-prinsip demokrasi tersebut adalah: 1. Adanya pembagian kekuasaan; 2. Adanya pemilihan umum yang bebas; 3. Adanya manajemen pemerintahan yang terbuka; 4. Adanya kebebasan individu; 5. Peradilan yang bebas; 6. Pengakuan hak minoritas; 7. Pemerintahan yang berdasarkan hukum; 8. Pers yang bebas; 9. Multipartai; 10. Musyawarah; 11. Persetujuan parlemen; 12. Pemerintahan yang konstitusional; 13. Pengawasan terhadap administrasi public; 14. Perlindungan hak asasi manusia; 15. Pemerintahan yang bersih; 16. Persaingan keahlian; 17. Pendukung sistem demokrasi seperti UU, Peraturan Pemerintah. Demokrasi bukan sekedar teori dalam pemerintahan. Ia juga merupakan teori

tentang manusia dan masyarakat manusia. Ia merupakan pandangan hidup yang secara esensial terkandung dalam dasar-dasar moral. Ada beberapa prinsip dalam demokrasi yang menjadi landasan moralitas dalam pemerintahan, yaitu sebagai berikut: 1. Demokrasi berlandaskan pada keyakinan nilai dan martabat manusia. Kebenaran mempunyai landasan kebaikan, dan kebaikan adalah sesuatu yang bernilai bagi manusia. Oleh karena manusia sebagai pribadi punya keyakinan diri, intelegensi, diskriminasi etis, apresiasi estetika dan karakteristik lainnya maka ia merupakan tujuan dari nilai. Manusia memiliki suatu kadar transcendental karena ia hidup di mana alam dan jiwa bisa menyatu. 2. Demokrasi mengandung prinsip adanya kebebasan manusia karena sifat dan nilai manusia. Manusia bebas berfikir mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Sekalipun kebebasan merupakan titik fokus dari demokrasi itu, namun tidak bersifat absolute. Ia mempunyai batas, yaitu tanpa mengganggu kepentingan orang lain. Oleh karena itu, harus ada kontrol. Kebebasan tanpa kendali dapat menimbulkan ekses konflik dalam masyarakat. 3. Dalam demokrasi disyaratkan adanya aturan hukum. Manusia mempunyai kebebasan dan dapat menjalankan kebebasan itu, apabila kebebsaan itu tanpa mengganggu kepentingan orang lain. Demokrasi berada di antara anarkis dan tirani. Tujuannya adalah keadilan, pemberian yang sepadan kepada setiap orang sesuai dengan hak-haknya. Sekalipun keadilan itu relative, manakala ia dituangkan dalam aturan hukum yang digariskan secara jelas, masuk akal, dan manusiawi niscaya masyarakat akan mendukung hukum tersebut, hukum yang bersifat semena-mena. Demokrasi ini didasarkan pada keadilan. Dalam demokrasi dijamin

adanya

kontrol,

hal

ini

menghindarkan

adanya

penyalahgunaan

wewenang, pentingnya kontrol masyarakat atas berbagai kebijakan agar tidak terjadi penyalahgunaan dan penyelewengan yang dapat merugikan. 4. Demokrasi harus menuju kepada perbaikan dan kemajuan. Hal ini berkaitan dengan konsep kesejahteraan umum yang secara eksplisit dinyatakan dalam konstitusi Negara. Demokrasi mengandaikan bahawa melalui sarana-sarana yang ada, keadaan akan menjadi lebih baik dan masyarakat memikul tanggung jawab untuk mencapai tujuan itu. Inilah prinsip perbaikan atau kemajuan. Demokrasi ini melangkah dari apa yang ada menuju apa yang seharusnya. Ketika suatu perbaikan dan peningkatan tercapai, ada kepastian bahwa hasil itu untuk semua. 5. Dalam demokrasi dituntut adanya konsep persamaan. Prinsip persamaan menjebol benteng kelas, agama, ras, dan etnik, keyakinan akan persamaan muncul dari kenyataan bahwa meskipun memiliki perbedaan, namun mempunyai kewajiban dan hak yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Berdasarkan nilai-nilai, norma dan prinsip-prinsip yang dikemukakandi atas menunjukkan bahwa demokrasi merupakan bentuk ideal dan alternative terbaik dalam pelaksanaan pemerintahan. Namun demikian, demokrasi mendapat serangan dari penentangnya dengan argumentasi bahwa bilamana demokrasi sebagai pilihan, maka pemerintahan akan dikendalikan oleh orang-orang yang tanggung, kelas menengah, tidak faham kebijakan Negara, emosional, dan mudah terkecoh, yaitu orang yang tidak efisien dan lamban dalam bertindak, memberikan peluang untuk korupsi, manipulasi karena adanya kepentingan-kepentingan khusus politisi-politisi yang masuk dalam lingkaran dalam. Sebaliknya para pembela demokrasi melakukan pembelaan dengan

argumentasinya, seperti berikut ini: 1. Pemerintahan demokrasi sekarang sekurang-kurangnya tidaka akan mengorbankan kesejahteraan mayoritas. 2. Penegakan hukum lebih bermanfaat bagi segenap masyarakat. 3. Kalaupun ada kepentingan yang belum tercakup, pengungkapannya lebih mudah. 4. Walaupun manusia tidak sama tetapi mereka mempunyai kepentingan yang sama dalam hal keadilandan kesejahteraan, oleh karena itu mereka harus memiliki hak-hak yang sama untuk bersuara dalam pemerintahan. 5. Demokrasi mengajarkan kepada setiap orang agar terlibat dalam pemerintahan sesuai dengan kapasitasnya. 6. Dalam suatu sistem yang demokratis warga Negara mempunyai hak untuk menentukan peraturan yang mengontrol tindakan mereka. 7. Demokrasi melatih bertanggung jawab. Ia muncul dari teori-teori tentang watak manusia dan pemerintahan. 8. Demokrasi merupakan pribadi otokratis kondisi yang politis yang dibutuhkan bagi bentuk

pengembangan pemerintahan

sempurna,

sedangkan

cenderung

melumpuhkan

kebebasan,

pertanggung jawaban dan watak manusia. 9. Diakui demokrasi mempunyai kelemahan, namun pengalaman menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kelemahan tersebut tidak berbahaya jika dibandingkan dengan kelemahan yang terdapat pada bentuk pemerintahan yang otokratis.

Tegaknya demokrasi sebagai suatu sistem, dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tergantung pada kuatnya internalisasi nilai-nilai, norma, prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri dalam masyarakat. Selain itu, harus ditopang oleh kokohnya unsur-unsur pendukung demokrasi itu sendiri. Unsur-unsur pendukung demokrasi itu adalah sebagai berikut: 1. Negara Hukum 2. Infrastruktur. 3. Pers yang bebas. 4. Masyarakat Madani. NEGARA HUKUM DAN RULE OF LAW Dalam UUD RI Tahun 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia tidak dibangun di atas dasar kekuasaan belaka, tetapi juga di atas hukum. Ini berarti Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana semua warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum tersebut. Hal ini juga bermakna Negara memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga Negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak dan menjamin hak asasi manusia. Adakalanya anda temukan istilah Negara Hukum disejajarkan dengan Rule of law, istilah Rechtsstaat atau Negara hukum banyak dianut oleh Negara-negara Eropa, kontinental yang bertumpu pada sistem Civil Law, sedangkan Rule of Law banyak dikembangkan di Negara-negara Anglo Saxon yang bertumpu pada common law. Civil law mentitikberatkan pada yudicial law. Negara hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.

2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk menjamin keseimbangan kekuasaan dan perlindungan HAM. 3. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 4. Adanya peradilan administrasi. Dalam konsep Rule of law dicirikan dengan: 1. Adanya supremasi hukum; 2. Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum; 3. Adanya jaminan perlindungan HAM. Bilamana kedua ciri tersebut Anda gabungkan, maka ciri-ciri Negara hukum tersebut adalah adanya: 1. Jaminan perlindungan HAM; 2. Supremasi hukum dan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan hukum; 3. Pemisahan atau pembagian kekuasaan dalam Negara; 4. Lembaga peradilan yang bebas dan mandiri. Nilai-nilai demokrasi tersebut harus diinternalisasikan ke dalam kehidupan kita dan prinsip-prinsipnya harus ditegakkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Idealnya memang demikian, tetapi dalam praktik kehidupan sehari-hari kita banyak melihat pelaksanaan yang bertentangan dengan kaidah, nilai-nilai dan prinsip demokrasi tersebut. Coba Anda lihat di jalanan dan di tempat-tempat umum, para sopir seenaknya saling serobot, orang tidak bisa antre di tempat umum, tim sepak bola kalah, stadion dibakar atau tawuran, kalah dalam Pilkada

membuat kekacauan dan kerusuhan, main hakim sendiri, mental instan, mata gelap, hantam kromo, pukul dulu urusan belakang, kondisi yang demikian ini tidak bisa berdemokrasi. Bangsa yang mudah tersinggung, tidak tahu humor sehat,

menomorsatukan gengsi, merasa diri paling hebat, memongahkan kekuasaan, dan kemampuan diri sendiri sangat sulit untuk berdemokrasi. Di sisi lain, kita melihat kaum intelektual kita mahasiswa yang menjadi calon pemimpin di masa depan dan dikategorikan mengerti demokrasi berbuat anarkis dalam berdemokrasi, apakah ini dapat kita katakan berdemokrasi?

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA Amin, Zainul Ittihad. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Universitas Terbuka