BAB I

9
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. Hematemisis Melena Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. Delapan puluh enam persen dari angka kematian akibat pendarahan SCBA di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis hati dan hepatoma Di Indonesia sebagian besar (70-85%) hemetemesis disebabkan oleh pecahnya varises esofagus yang terjadi pada pasien sirosis hati sehingga prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Perdarahan akibat sirosis hati disebabkan oleh gangguan fungsi hati penderita, alkohol, obat-obatan, virus hepatitis dan penyakit bilier. Pendarahan SCBA dapat bermanifestasi sebagai hematemesis, malena, atau keduanya. Walaupun perdarahan akan berhenti dengan sendirinya, tetapi sebaiknya setiap pendarahan saluran cerna dianggap sebagi suatu keaadaan serius yangs setiap saat dapat membahayakan pasien. Setiap pasien dengan pendarahan harus dirawat di rumah sakit tanpa kecuali, walaupun pendarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus ditanggulangi secara saksama dan dengan optimal untuk mencegah pendarahan lebih banyak, syok hemoragik, dan 1.2. Tujuan Secara umum makalah ini memiliki tujuan agar lebih mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Kegawatan dalam peru

description

bab1

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1. Hematemisis Melena

Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. Delapan puluh enam persen dari angka kematian akibat pendarahan SCBA di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis hati dan hepatoma Di Indonesia sebagian besar (70-85%) hemetemesis disebabkan oleh pecahnya varises esofagus yang terjadi pada pasien sirosis hati sehingga prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Perdarahan akibat sirosis hati disebabkan oleh gangguan fungsi hati penderita, alkohol, obat-obatan, virus hepatitis dan penyakit bilier.Pendarahan SCBA dapat bermanifestasi sebagai hematemesis, malena, atau keduanya. Walaupun perdarahan akan berhenti dengan sendirinya, tetapi sebaiknya setiap pendarahan saluran cerna dianggap sebagi suatu keaadaan serius yangs setiap saat dapat membahayakan pasien. Setiap pasien dengan pendarahan harus dirawat di rumah sakit tanpa kecuali, walaupun pendarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus ditanggulangi secara saksama dan dengan optimal untuk mencegah pendarahan lebih banyak, syok hemoragik, dan

1.2. Tujuan

Secara umum makalah ini memiliki tujuan agar lebih mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Kegawatan dalam peru

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Hematemisis Melaena

1. A. Definisi

Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007).

Page 2: BAB I

Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus (Davey, 2005).

Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis, hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya tercampur sisa makanan dan bereaksi asam. Melena adalah feses berwarna hitamseperti ter karena bercampur darah; umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai hematemesis ( Purwadianto & Sampurna, 2000).

Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.

 

1. B. Etiologi

Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas seperti hematemesis biasanya terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan pada saluran cerna bagian atas paling sering disebabkan oleh :

1. Kelainan Esofagus

a. Varises esofagus

Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.

b. Karsinoma esofagus

Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada pemeriksaan endoskopi jelas terlihat gmabaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdaharah yang terletak di sepertiga bawah esofagus.

c. Sindroma Mallory-Weiss

Page 3: BAB I

Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh karsinoma esofagus.

d. Esofagitis korosiva

Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis air keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCI, yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esofagus dan lambung. Disamping muntah darah penderita juga mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan epigastrum.

e. Esofagitis dan tukak esofagus

Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.

2. Kelainan di lambung

a. Gastritis erisova hemoragika

Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering menggunakan obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.

b. Tukak lambung

Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.

c. Karsinoma lambung

Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.

1. C. Faktor Pencetus

a)      Makanan yang merangsang, pedas, kasar

b)      Obat-obatan

Page 4: BAB I

c)      Kelelahan fisik

d)      Peningkatan asam lambung

e)      Over hidrasi

 

1. D. Patofisiologi

Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu juga riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi alkohol yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang varises. Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai kolaps hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak) (Davey, 2005).

 

1. E. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah syok (frekuensi denyut jantung,suhu tubuh), penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38-39oC, nyeri pada lambung, hiperperistaltik, penurunan Hb dan Ht yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48  jam akibat pemecahan protein darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000).

 

1. F. Diagnosis

Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat makan obat GAINS, jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosl/ulkus peptikum. riwayat sakit kuning/hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai pangguan kesadaran (prekoma. koma hepatikum), dapat terjadi syok hipovolemik

Diagnosis terdiri dari 2 tahap yaitu:

(1) Diagnosis klinis tentative

Dibuat saat anamnesa, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboraturium

Page 5: BAB I

(2) Diagnosis spesifik

Dilakukan saat pemeriksaan endoskopi dan pemeriksaan radiology

1. G. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun), aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas), anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari). (Mubin, 2006)

1. H. Penatalaksanaan

Pengobatan   penderita   perdarahan   saluran  cerna  bagian atas harus sedini mungkin  dan sebaiknya   dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran cerna bagian atas meliputi:1.Pengawasan dan pengobatan

a. Penderita     harus      diistirahatkan     mutlak,  obat – obat    yang menimbulkan   efek sedatif   morfin,   meperidin  dan   paraldehid sebaiknya dihindarkan .b. Penderita   dipuasakan   selama   perdarahan   masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.c. Infus   cairan   langsung   dipasang    dan diberikan  larutan  garam fisiologis NaCl 0,9 % selama belum tersedia darah.d. Pengawasan     terhadap      tekanan      darah,   nadi,   kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.e. Pemeriksaan  kadar  hemoglobin  dan  hematokrit  perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.f.  Transfusi     darah    diperlukan untuk mengganti    darah  yang hilang dan mempertahankan    kadar     hemoglobin    50 – 70 % nilai   normal.g. Pemberian   obat  –  obatan   hemostatik  seperti  vitamin   K  4×10 mg/hari,  karbasokrom  (Adona AC),  antasida  dan golongan H2  reseptor    antagonis   (simetidin    atau    ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.h. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai  pemberian antibiotika   yang tidak   diserap   oleh   usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

1. Pemasangan pipa nasogastrik

Tujuan  pemasangan   pipa  naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,  lavage (umbah   lambung)    dengan    air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian   air  pada kumbah lambung akan    menyebabkan vasokontriksi  lokal  sehingga    diharapkan terjadi penurunan  aliran  darah di  mukosa lambung,   dengan demikian  perdarahan   akan berhenti. Umbah   lambung  ini akan dilakukan   berulang    kali   memakai   air sebanyak 100- 150 ml sampai  cairan  aspirasi  berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat

Page 6: BAB I

diulang  setiap 1 – 2 jam.  Pemeriksaan endoskopi  dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.

3. Pemberian pitresin (vasopresin)

Pitresin mempunyai    efek    vasokoktriksi,  pada   pemberian pitresin per infuse akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian  diharapkan   perdarahan   varises   dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin  dapat  merangsang   otot   polos  sehingga dapat   terjadi vasokontriksi koroner, karena  itu  harus berhati-hati dengan  pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung  iskemik. Karena itu  perlu  pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis  terhadap kemungkinan  adanya  penyakit  jantung koroner/iskemik.

4.  Pemasangan balon Sengstaken-Blakemore  TubeDilakukan pemasangan balon Sengstaken-Blakemore tube (SB tube)  untuk   penderita perdarahan   akibat    pecahnya    varises. Sebaiknya   pemasangan  SB  tube  dilakukan  sesudah   penderita tenang  dan kooperatif, sehingga  penderita  dapat   diberitahu  dan dijelaskan   tujuan pemakaian  alat  tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan akibat yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.  Beberapa peneliti  mendapatkan hasil   yang   baik dengan  pemakaian  SB tube ini  dalam menanggulangi perdarahan saluran cerna  bagian  atas  akibat  pecahnya varises esofagus. Komplikasi  pemasangan   SB tube yang  berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah ditemukan.

5.Pemakaian bahan sklerotikBahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak  3 ml dengan  bantuan  fiberendoskop yang   fleksibel disuntikan  dipermukaan     varises   kemudian ditekan   dengan  balon SB tube. Cara   pengobatan  ini   sudah mulai  populer  dan merupakan salah satu pengobatan  yang baru dalam  menanggulangi  perdarahan saluran cerna  bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.

6.Tindakan operasiBila  usaha – usaha   penanggulangan   perdarahan   diatas mengalami kegagalan  dan perdarahan  tetap   berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa    dilakukan    adalah: ligasi varises  esofagus,   transeksi esofagus,   pintasan porto -kaval. Operasi   efektif    dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hati membaik.

DAFTAR PUSTAKA

 

1. Doenges, Marylin E, et. al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3rd ed.). Jakarta:  EGC.

2. Jhoxer   (2010).   Asuhan     Keperawatan     Hematomesis     Melena. Diambil pada  13  Juli   2010  dari http://kumpulanasuhankeperawatan.blogspot.com/2010/01/asuhan-keperawatan-hematomesis-melena.html .

3. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta : EGC, 2004. pp. 519-37

Page 7: BAB I