bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

28
1. PENDAHULUAN 1.1. Topik Praktikum teknologi pengolahan susu kloter A pada hari Senin 16 Mei 2016 mengenai bab Butter dan Buttermilk yang dilaksanakan bersamaan dengan pengamatan bab Susu Pasteurisasi. 1.2. Tujuan Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk membuat unsalted butter yang tidak difermentasi dan memahami prinsip pembuatannya. 1

description

butter dan buttermilk diperoleh dari hasil pengocokan (Churning) whipping cream

Transcript of bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

Page 1: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

1. PENDAHULUAN

1.1. Topik

Praktikum teknologi pengolahan susu kloter A pada hari Senin 16 Mei 2016 mengenai

bab Butter dan Buttermilk yang dilaksanakan bersamaan dengan pengamatan bab Susu

Pasteurisasi.

1.2. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk membuat unsalted butter yang tidak

difermentasi dan memahami prinsip pembuatannya.

1

Page 2: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

2.1. Tabel

Hasil pengamatan mengenai butter dan buttermilk dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Butter dan Buttermilk

Kel. Produk Sensori Fisik

Warna Rasa Aroma Tekstur Penampakan Rendemen (%)

A1Butter

Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk

++++

++++

+++

++++++++

+++++++

Tidak punya body, mudah dioles, creamyPunya body, tidak mudah dioles, creamy

Creamy

26,433

66,677

A2Butter

Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk

++++

++++

+++

++++++++

+++++++

Tidak punya body, mudah dioles, creamyPunya body, tidak mudah dioles, creamy

Creamy

27,492

60,000

A3Butter

Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk

- - - - - -

A4Butter

Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk

- - - - - -

A5Butter

Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk

- - - - - -

Keterangan : Warna :+ = putih++ = agak kuning +++ = kuning ++++ = sangat kuning+++++ = coklat

Rasa :+ = tidak enak ++ = agak enak+++ = enak++++ = sangat enak

Penampakan : Punya body atau tidak Mudah dioleh atau tidak Creamy atau tidak

Aroma :+ = tidak kuat++ = agak kuat+++ = kuat++++ = sangat kuat

Tekstur :+ = kasar/keras++ = agak kasar/agak keras +++ = lembut++++ = sangat lembut

2

Page 3: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

3

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok melakukan analisa terhadap

butter, butter setelah disimpan di kulkas, dan buttermilk. Kelompok A1-A2

menggunakan whipping cream cair, sedangkan kelompok A3-A5 menggunakan

whipping cream bubuk. Pada pengamatan butter, butter setelah disimpan di kulkas, dan

buttermilk kelompok A1 dan A2 memiliki hasil sensori dan fisik yang sama, namun

memiliki nilai rendemen butter dan buttermilk yang berbeda. Sedangkan pada kelompok

A3-A5 whipping cream yang digunakan tidak dapat membentuk butter dan buttermilk

sehingga tidak dapat dianalisa lebih lanjut. Butter pada kelompok A1 dan A2 berwarna

putih, rasanya agak enak, aromanya agak kuat, dan bertekstur lembut. Penampakan

butter yang dihasilkan kelompok A1 dan A2 yaitu tidak punya body, mudah dioles, dan

creamy. Pada butter setelah disimpan di kulkas kelompok A1 dan A2 memiliki warna

agak kuning, rasa agak enak, aroma lembut, dan tekstur sangat lembut. Penampakan

dari butter setelah disimpan di kulkas kelompok A1 dan A2 yaitu punya body, tidak

mudah dioles, dan creamy. Pada hasil pengamatan buttermilk kelompok A1 dan A2

berwarna putih, rasa enak, aroma kuat, dan penampakan yang creamy. Pada kelompok

A1 dan A2, nilai rendemen butter lebih rendah daripada buttermilk. Nilai rendemen

butter kelompok A1 dan A2 masing-masing bernilai 26,433% dan 27,492%. Nilai

rendemen buttermilk kelompok A1 dan A2 masing-masing bernilai 66,677% dan 60%.

Foto hasil pengamatan butter dan buttermilk kelompok A1 dan A2 dapat dilihat pada

gambar 1 dan foto hasil pengamatan whipping cream kelompok A3-A5 dapat dilihat

pada gambar 2.

Gambar 1. Butter dan buttermilk A1 dan A2 Gambar 2. Whipping cream A3-A5

2

Page 4: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Butter atau yang biasa dikenal sebagai mentega merupakan produk olahan susu yang

terbuat dari susu, krim, atau kombinasi keduanya dengan atau tanpa penambahan garam

(Novidia, 2003). Butter diperoleh melalui proses pengocokan (churning) sampai bagian

lemaknya terpisah (Saleh, 2004; Walstra et al., 2006). Butter merupakan emulsi air

dalam minyak dan mengandung air maksimal 16% (Rønholt et al.,2012). Menurut

Herschdoefer (1986), yang terdiri atas 16% air, 2% padatan susu tanpa lemak (MSNF),

dan minimal 80% lemak susu. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gunstone (2002)

bahwa butter memiliki kandungan lemak 80-82% dan fase air (18-20%). Butter

mengandung β-karoten yang merupakan prekursor pembentuk vitamin A, tidak

mengandung laktosa dan mineral, serta mengandung protein yang rendah (Saleh, 2004;

Buckle et al.,1987).

Buttermilk merupakan by-product dari pembuatan butter. Buttermilk mengandung

semua komponen larut air dari susu atau krim seperti protein susu, laktosa, dan mineral

(Lonkar et al., 2011). Sedangkan buttermilk menurut Winarno (1993) merupakan cairan

yang tertinggal saat pengocokan krim atau susu, dimana perbedaannya dengan susu

skim adalah lebih banyaknya kandungan fosfolipida dan protein dari membran globula

lemak, dimana apabila fosfolipida yang terkandung relatif tinggi maka buttermilk

bersifat sebagai pengemulsi. Komposisi buttermilk yaitu 90,7% air, 3,5% protein, 0,5%

lemak, 0,7% mineral, dan 4,6% gula. Kandungan gizi lainnya pada buttermilk yaitu

kalium, vitamin B12, kalsium, riboflavin, dan fosfor (Heiler & Schieberle, 1996).

Negara-negara di Eropa banyak mengkonsumsi buttermilk segar sebagai emulsifier

dalam pembutan dairy atau bakery products (Vanderghem et al., 2010).

Dalam praktikum ini, jenis butter yang ingin dibuat adalah butter yang dibuat tanpa

adanya penambahan kultur dan tanpa penambahan garam (sweet cream-unsalted butter).

Bahan utuma yang digunakan adalah whipping cream cair untuk kelompok A1-A2 dan

whipping cream bubuk untuk kelompok A3-A5. Mula-mula whipping cream cair

sebanyak 300 ml diukur menggunakan gelas ukur yang telah diketahui beratnya dan

ditimbang berat krimnya Sedangkan untuk whipping cream bubuk sebanyak 150 gram

4

Page 5: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

5

dilarutkan ke dalam 300 ml air dan diukur menggunakan gelas ukur yang telah

diketahui beratnya dan ditimbang berat krimnya. Pengukuran berat krim untuk

memastikan ukuran bahan. Potter & Hotchkiss (1996) menyatakan bahwa krim dalam

pembuatan butter dan buttermilk sebaiknya dipasteurisasi terlebh dahulu karena

kandungan lemak yang tinggi dan dapat beresiko tinggi tercemar mikroorganisme.

Namun dalam praktikum ini tidak dilakukan proses pasteurisasi karena bahan yang

digunakan merupakan krim dari skala industri. Krim yang sudah melalui proses UHT

atau pasteurisasi memiliki kestabilan yang tinggi, umur simpan yang lebih lama, dan

memiliki rasa yang enak serta kekuatan pembentukan buih yang baik (Bruhn &

Bruhn,1987). Lalu krim dituang ke dalam blender, dan dikocok dengan menggunakan

mixer berkecepatan tinggi hingga terpisah antara lemak dengan buttermilk. Menurut

Gunstone (2002), Churning atau tahap pengocokan krim dengan cepat bertujuan untuk

memecah globula lemak. Apabila pengocokan dilanjutkan, butir lemak akan mengecil

karena protein mengeluarkan air, dan membuat busa semakin kompak serta

meningkatkan tekanan pada globula lemak, sehingga lemak cair akan tertekan keluar.

Lemak cair mengandung lemak kristal yang akan menyebar pada lapisan tipis

permukaan gelembung dan globula lemak. Semakin lama pengocokan, butir lemak

semakin memadat, sehingga lemak cair keluar lebih banyak, sehingga globula lemak

akan terkoagulasi menjadi butter grain. Arpah (2003) menjelaskan bahwa pengadukan

dan pengocokan krim akan menghancurkan lapisan membran yang menyelubungi butir

lemak, sehingga terbentuk 2 fase yaitu fase lemak yang terdiri dari lemak mentega, dan

fase air yang melarutkan berbagai zat. Selain itu pengocokan dengan mixer bertujuan

untuk menghaluskan tekstur butter (Douma, 2008). Produk buttermilk diperoleh dari

proses churning (Bringas et al., 2010)

Setelah lemak dan buttermilk terpisah, didiamkan hingga semua lemak naik keatas.

Kemudian lemak dipisahkan dari buttermilk dengan cara disaring ke dalam wadah lain.

Susilorini & Sawitri (2006) mengungkapkan bahwa proses pemisahan atau dapat

disebut fase working yaitu premecahan ukuran droplet air kecil sehingga menghasilkan

droplet dengan ukuran yang lebih stabil. Fase air harus benar-benar terdispersi agar

butter yang dihasilkan memiliki permukaan yang kering. Butter yang dihasilkan

ditekan-tekan supaya buttermilk yang masih ada dapat dipisahkan. Menurut Arpah

Page 6: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

6

(2003), tingginya kadar air dalam butter menyebabkan butter menjadi mudah tengik jika

disimpan pada tempat hangat, karena adanya asam lemak yang dilepaskan yaitu asam

butirat, berantai pendek, mudah menguap dan berbau tidak enak. Oleh karena itu proses

working dilakuan dengan tujuan untuk menurunkan kadar air dalam butter Setelah itu

butter ditimbang, sedangkan buttermilk diukur volumenya dan diamati secara sensori

(warna, rasa, aroma, dan tekstur) serta karakter fisiknya (penampakan dan dihitung hasil

rendemennya). Butter kemudian disimpan di dalam kulkas dengan ditutup plastik cling

wrap selama 1 jam dan diamati kembali karakteristik sensori serta penampakannya.

Penyimpanan di dalam kulkas bertujuan untuk memperbanyak, memperkecil, dan

memadatkan kristal lemak sehingga tekstur butter lebih berstruktur (dapat dioles)

(Winarno & Fernandez, 2007).

Berdasarkan percobaan yang sudah dilakukan, produk yang dihasilkan dapat dibedakan

menjadi 2 jenis produk yaitu produk yang berbentuk padat disebut butter dan produk

yang berbentuk cair disebut buttermilk. Pada hasil pengamatan dapat diketahui bahwa

butter dan buttermilk hanya dapat dihasilkan dari bahan whipping cream cair kelompok

A1 dan A2. Sedangkan pada bahan whipping cream bubuk kelompok A3-A5 tidak

dapat memisah menjadi butter dan buttermilk. Hal ini diduga karena suhu pengocokan

yang kurang optimal. Menurut Bruhn & Bruhn (1987), suhu krim tidak boleh terlalu

tinggi karena akan menyebabkan overrun dari krim yang dihasilkan menjadi lebih

rendah. Whipping cream sebelum pengocokan seharusnya dimasukkan ke dalam chiller

terlebih dahulu agar butter dapat memiliki overrun yang baik. Pada praktikum ini

whipping cream cair sebelumnya telah disimpan didalam lemari es, sedangkan whipping

cream bubuk disimpan pada suhu ruang dan proses pelarutannya hanya menggunakan

air mineral pada suhu ruang.

Kemungkinan yang lain yaitu kandungan lemak pada bahan yang digunakan

mempengaruhi kualitas produk akhir. Menurut Gunstone (2002), kandungan lemak pada

butter dipengaruhi oleh suhu pengocokan, homogenisasi, dan kandungan lemak awal

pada krim. Semakin tinggi kandungan lemak yang ada pada krim, maka buih yang

terbentuk akan semakin kaku dan stabil, namun harus diikuti dengan nilai overrun yang

rendah. Perbedaan komposisi dari whipping cream cair “Roselle” mengadung susu

Page 7: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

7

skim, sedangkan whipping cream bubuk “Haan” mengandung whey powder. Menurut

Shankar & Bansal (2013), whey powder mengandung lemak susu sebesar 1-1,5%.

Sedangkan menurut Proximate Composition of Australian Dairy Foods (2012) susu

skim mengandung 0,9% lemak susu. Namun berdasarkan tabel nutrisi pada kemasan

produk, whipping cream cair “Roselle” mengandung total lemak yang lebih tinggi

daripada whipping cream bubuk “Haan” yaitu 28,1 gram. Sedangkan whipping cream

bubuk “Haan” mengandung total lemak 1 gram. Hal ini dikarenakan pada whipping

cream cair “Roselle” diberi penambahan hydrogenated vegetable fat sehingga

meningkatkan kandungan lemak dan mudah terbentuk butter saat proses pengocokan.

Namun pada whipping cream bubuk “Haan” tidak dapat membentuk butter dikarenakan

kandungan lemak pada krim yang sangat rendah.

Pada hasil pengamatan butter kelompok A1 dan A2 terdapat perubahan parameter

warna sebelum dan sesudah penyimpanan dalam lemari es, yaitu dari warna putih

menjadi agak kuning. Krause et al. (2008) menyatakan bahwa ketika butter disimpan

dalam suhu yang rendah dalam periode waktu tertentu akan terjadi penurunan mutu dari

warna yaitu menjadi lebih pudar dan terang. Kosikowski (1977) menambahkan bahwa

susu krim mengandung vitamin A yang tinggi, dimana terdapat pigmen beta karoten

yang memberikan warna kuning. Semakin tinggi kadar lemak krim, semakin banyak

pula pigmen karotenoid yang larut, sehingga warna butter semakin kuning.

Ketidaksesuaian antara teori dan hasil yang terjadi di lapangan karena penggunaan

metode sensoris yang tidak memiliki tingkat keakuratan yang baik dibandingkan dengan

pengujian dengan menggunakan alat ukur. Sebaiknya pengukuran warna pada butter

dilakukan menggunakan chromameter karena memiliki tingkat keakuratan yang lebih

tinggi dibandingan dengan panelist.

Parameter lain yang digunakan dalam praktikum ini adalah aroma. Hasil pengamatan

aroma butter sebelum dan sesudah penyimpanan dalam lemari es kelompok A1 dan A2

menunjukkan adanya perubahan aroma yaitu aroma butter agak kuat menjadi kuat.

Menurut Herschdoefer (1986) aroma yang muncul dari butter merupakan senyawa

volatil dan membentuk aroma seperti asam butanoat, asetaldehid, skatole, fenol,

dekanoat, dimethyl sulfide, decalactone, p-cresol, dan δ-octalactone (Lozano et al.,

Page 8: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

8

2007). Beberapa senyawa yang termasuk dalam aldehid dan keton penyusun lemak juga

merupakan senyawa dasar yang membangun aroma dari butter (Jinjarak et al., 2006).

Jadi dengan semakin tingginya lemak dari butter akan meningkatkan aroma butter.

Gabungan dari berbagai senyawa tersebutlah yang membuat butter memiliki aroma

yang kuat. Aroma butter dapat bertahan ketika disimpan pada suhu chilling 4oC (Lozano

et al., 2007). Aroma butter akan sulit berkurang ketika ada di suhu dingin disebabkan

karena resiko oksidasi dapat dihindari dengan baik karena suhu dingin. Ketidaksesuaian

ini dapat disebabkan karena penilaian panelist bersifat obyektif sehingga dapat

menimbulkan bias.

Parameter lain selain aroma dan warna yang diukur dalam praktikum ini adalah rasa.

Dilihat dari hasil pengamatan kelompok A1 dan A2 yang ditunjukkan pada Tabel 1,

tidak ada perubahan rasa butter sebelum dan sesudah penyimpanan di lemari es yaitu

butter memiliki rasa agak enak. Menurut Krause et al. (2008), terdapat hubungan antara

aroma terhadap rasa yang dihasilkan oleh butter. Rasa yang dihasilkan oleh butter dapat

lebih bertahan dengan dimasukkan ke dalam lemari es yang bersuhu rendah (4°C).

Tidak berubahnya rasa dari butter yang disimpan dalam lemari es membuktikan bahwa

penyimpanan butter di lemari es dapat menjaga kualitas butter dari reaksi oksidasi

(Krause et al., 2008).

Parameter yang diuji selanjutnya adalah tekstur. Pada hasil pengamatan kelompok A1

dan A2 terjadi perubahan tekstur antara sebelum dan sesudah penyimpanan dalam

lemari es yaitu lembut menjadi sangat lembut. Menurut Herschdoefer (1986), Tekstur

butter bergantung pada jenis dan jumlah lemak yang ada, bentuk kristal lemak, suhu,

serta lamanya penyimpanan. Tekstur butter umumnya adalah lembut dan sangat lembut.

Bradley & Smukowski (2009) menambahkan bahwa semakin tinggi komposisi lemak

krim, maka kristal lemak yang terbentuk semakin banyak, semakin kecil, dan lebih

padat, sehingga menghasilkan tekstur butter dan buttermilk yang lebih lembut. Proses

kristalisasi lemak dari krim harus cepat, sehingga terbentuk kristal lemak yang kecil dan

banyak, sehingga tekstur butter menjadi lembut. Penyimpanan di dalam kulkas

bertujuan untuk memperbanyak, memperkecil, dan memadatkan kristal lemak sehingga

tekstur butter lebih berstruktur (dapat dioles) (Winarno & Fernandez, 2007). Dengan

Page 9: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

9

demikian, dapat diketahui bahwa setelah penyimpanan butter dalam lemari es, tekstur

butter menjadi lebih lembut dibandingkan sebelum penyimpanan.

Penampakan dari butter kelompok A1 dan A2 terjadi perubahan antara penampakan

sebelum dan sesudah penyimpanan. Penampakan butter sebelum penyimpanan yaitu

tidak punya body, mudah dioles, dan creamy. Sedangkan penampakan butter sesudah

penyimpanan yaitu punya body, tidak mudah dioles, dan creamy. Kemudahan butter

untuk dioles (spreadability) dipengaruhi oleh jenis lemak, metode pendinginan, serta

proses working butter (Herschdoefer, 1986). Oleh karena itu butter setelah pendinginan

tidak mudah dioles dibandingkan butter sebelum pendinginan.

Hasil pengamatan mengenai buttermilk kelompok A1 dan A2 berwarna putih, memiliki

rasa enak, aroma kuat, bertekstur lembut, dan memiliki penampakan creamy. Secara

Menurut teori Smith (2003) bahwa hampir semua lemak susu ikut dalam butter,

sehingga lemak yang terkandung dalam buttermilk hanya sedikit, dan warna yang

dihasilkan lebih putih. Berdasarkan teori Smith (2003) tersebut, dari segi rasa,

seharusnya rasa buttermilk tidak sama atau kurang enak jika dibandingkan dengan rasa

butter. Herschdoefer (1986) juga menambahkan bahwa semakin tinggi lemak, semakin

enak pula rasanya. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil pengamatan, dimana semua

buttermilk memiliki rasa yang lebih enak dengan rasa butter. Bennion & Hughes (1975)

menjelaskan bahwa rasa dari buttermilk ditentukan oleh kandungan laktosa yang masih

terdapat dalam buttermilk ±5% yang berasal dari lemak susu yang tersisa. Sodini et al.

(2006) menyatakan buttermilk memiliki aroma yang kuat dan menyenangkan. Menurut

Bradley & Smukowski (2009), semakin tinggi komposisi lemak krim, maka kristal

lemak yang terbentuk semakin banyak, semakin kecil, dan lebih padat, sehingga

menghasilkan tekstur butter dan buttermilk yang lebih lembut. Bobe et al (2003)

menambahkan bahwa tekstur dari buttermilk adalah tekstur yang lembut hingga sangat

lembut yang dihasilkan dari pengocokan yang sempurna akibat terdapatnya air pada

buttermilk yang mengakibatkan pecahnya membran globula lemak selama proses

churning. Penampakan buttermilk dipengaruhi oleh kadar lemak, dimana semakin tinggi

kadar lemak, maka penampakan semakin creamy. Hal ini kurang sesuai dengan hasil

Page 10: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

10

pengamatan bahwa buttermilk memiliki kadar lemak yang lebih sedikit daripada butter

seharusnya memiliki penampakan yang tidak creamy.

Pada hasil pengamatan kelompok A1 dan A2, rendemen butter lebih sedikit

dibandingan rendemen buttermilk. Jika rendemen butter yang dihasilkan sedikit maka

rendemen dari buttermilk akan semakin banyak dan ketika rendemen butter yang

dihasilkan banyak maka rendemen buttermilk yang dihasilkan akan sedikit. Hal ini

disebabkan karena butter dan buttermilk berasal dari satu sumber yang sama dengan dua

fase yang berbeda. Jadi ketika salah satu fase besar, maka fase yang lain akan mengecil

begitupun sebaliknya. Semakin tinggi kadar lemak maka semakin tinggi pula nilai

rendemen yang dihasilkan (Potter & Hotchkiss, 1996). Namun hasil pengamatan yang

didapat tidak sesuai dengan teori, ketidaksesuaian tersebut mungkin karena proses

pengocokan yang tidak sempurna.

Page 11: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

4. KESIMPULAN

Butter merupakan produk turunan susu yang diolah dengan pengocokan dan

penambahan atau tanpa penambahan garam.

Jenis butter yang dibuat dalam praktikum adalah sweet cream-unsalted butter yaitu

tanpa penambahan kultur dan tanpa penambahan garam.

Prinsip proses churning adalah pengocokan krim dengan kecepatan tinggi untuk

menghancurkan lapisan membran yang menyelubungi butir lemak sehingga

terbentuk 2 fase yaitu fase lemak dan fase air.

Semakin tinggi kandungan lemak, maka rasa semakin enak, warna semakin kuning,

tekstur semakin lembut, aroma semakin kuat, penampakan semakin creamy, dan

nilai rendemennya semakin tinggi.

Whipping cream cair mengandung lebih banyak lemak dibandingkan whipping

cream bubuk.

Butter mengandung lemak yang lebih tinggi dibandingan buttermilk.

Aroma dan rasa butter akan lebih bertahan jika disimpan di suhu rendah (4oC).

Semarang, 24 Mei 2016 Asisten Dosen:Praktikan, - Graytta Intannia

(Clementia Caroline)13.70.0020

11

Page 12: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Arpah, M. (2003). Pengawasan Mutu Pangan. Penerbit: Andi Offset. Bandung.

Bennion, M. & O. Hughes. (1975). Introductory Foods. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.

Bobe, G., Hammond, E. G., Freeman, A. E., Lindberg, G. L., Beitz D.C. (2003). Texture of Butter from Cows with Different Milk Fatty Acid Compositions.http://jds.fass.org/cgi/content/full/90/6/2596.pdf. Diakses 14 Juni 2014.

Bradley, R. L. & Smukowski, M. (2009). The Sensory Evaluation of Dairy Products. Springer Science. New York.

Bringas C. S., E.O. Rukke, L. Saga, O.I. Lekang,R. B. Schüller. 2010. Rheological Properties of Buttermilk Pellets Manufactured By A New Die Pelleting Rig of A Texture Analyzer. Annual Transactions Of The Nordic Rheology Society, Vol. 18.

Bruhn, C.M and Bruhn J.C. (1987).Observation on The Whipping Characteristic of Cream. Journal of Dairy Science Vol.71 No.3 : 857-862. California.

Buckle et. al. (1987). Ilmu Pangan Edisi ke-2. Penerbit UniversitasIndonesia, Jakarta.

Douma, M. (2008). "Working: smooting out the bubble," Butter through the Ages. http://www.webexhibits.org/butter/working.html. Diakses tanggal 22 Mei 2016.

Gunstone, F. D. (2002). Food Application of Lipid, in Food Lipids: Chemistry, Nutrition & Biotechnology, Second Edition, Revised & Expanded. Ed. Akoh, C.C & D.B. Min. Marcel Dekker, Inc. New York.

Heiler, C. And P. Schieberle. (1996). Studies on the Metalic Off Flavour in Buttermilk: Identification of Potent Aroma Compuound. Lebenson Wiss U. Technol. 29. 460-464.

Herschdoerfer, S. M. (1986). Quality Control in The Food Industry Vol 3. Academic Press. London.

Jinjarak, et al. (2006). Sensory, Functional, and Analytical Comparisons of Whey Butter with Other Butters.

12

Page 13: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

13

Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Milk Foods. Edwards Brother, Inc. USA.

Krause, A. J, R.E. Miracle, T.H. Sanders, L.L Dean, and M.A Drake. (2008). The Effect of Refrigerated and Frozen Storage on Butter Flavor and Texture. J. Dairy Sci. 91:455–465. United stated.

Lonkar, S.P., A.P. Mahajan, R.C. Ranveer, A.K. Sahoo. (2011). Development of Instans “Mattha Mix”. World Journal of Diary & Food Sciences 6(2) : 125-129.

Lozano, P., R. E. Miracle, A. J. Krause, M. A. Drake, and K. R. Cadwallader.(2007). Effect of cold storage and packaging material on the major aroma components of sweet cream butter. J. Agric. Food Chem. 55:7840–7846.

Novidia, E. (2003). Keju, Produk Olahan Susu yang Kaya Nutrisi. Harian Pikiran Rakyat Minggu. Jakarta.

Potter, N. N. & J. H. Hotchkiss. (1996). Food Scince Fifth Edition. CBS Publishers & Distributors. New Delhi.

Proximate Composition of Australian Dairy Foods. 2012. Publish : Australian Dairy.

Rønholt S., J.J.K. Krikensgaard, K. Mortensen, J.C. Knudsen. (2012). Effect Of Cream Cooling Rate and Water Content on Butter Microstructure During Four Weeks of Storage. Food Hydrocolloids, 34(2014) : 169-176.

Saleh, A. (2004). Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza.pdf. Diakses tanggal 22 Mei 2016.

Shankar J.R. G.K. Bansal. (2013). A Study On Health Benefits Of Whey Proteins. International Journal of Advanced Biotechnology and Research 4(1) : 15-19.

Smith, G. (2003). Dairy Processing. Woodhead Publishing Limited. Cambridge.

Sodini, I., P. Morin, A. Olabi, dan R.J Flores. (2006). Compositional and Functional Properties of Buttermilk: A Comparison Between Sweet, Sour, and Whey Buttermilk.

Susilorini, T. E. & M. E. Sawitri. (2006). Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 14: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

14

Vanderghem C., P. Bodson, S. Danthine, M. Paquot, C. Deroanne, C. Blecker. 2010. Milk Fat Globule Membrane and Buttermilks: From Composition To Valorization. Biotechnol. Agron. Soc. Environ. 14(3), 485-500.

Walstra, P.; J. T. M. Wouters & T. J. Geurts. (2006). Dairy Science and Technology 2nd

Edition. Taylor & Francis Group, LLC. Boca Raton.

Winarno, F. G. (1993). Pangan:Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. dan I. E. Fernandez. (2007). Susu dan Produk Fermentasinya. M-Brio Press, Bogor.

Page 15: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rendemen butter :berat butterberat awal

×100 %

Rendemen buttermilk :volumebuttermilk

volumeawal× 100 %

KelompokA1

Rendemen butter : 83314

× 100 % = 26,43%

Rendemen buttermilk : 200500

×100 % = 66,67%

KelompokA2

Rendemen butter : 85,5311

×100 %= 27,49%

Rendemen buttermilk : 180300

×100 % = 60%

6.2. Foto

Gambar 3. Tabel Nutrisi Whipping Cream Cair “Roselle”

15

Page 16: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

Gambar 4. Tabel Nutrisi Whipping Cream Bubuk “Haan”

15

Page 17: bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_A5_unika soegijapranata

16

Gambar 4. Komposisi Whipping Cream Bubuk “Haan”

Gambar 5. Komposisi Whipping Cream Cair “Roselle”

6.3. Abstrak

6.4. Laporan Sementara