Bab 9

54
BAB 9 PROGRAM PENETAPAN HARGA 9.1 KONSEP HARGA Penetapan harga merupakan tugas kritis yang menunjang keberhasilan operasi organisasi profit maupun non-profit. Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pendapatan bagi organisasi. Namun, keputusan mengenai harga tidak mudah dilakukan. Disatusisi, harga yang terlalu mahal dapat meningkatkan laba jangka pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau konsumen. Dalam kasus tertentu, harga yang mahal sekali dapat diprotes lembaga konsumen dan bahkan mengundang campur tangan pemerintah untuk menurunkannya. Selain itu, marjin laba yang besar cenderung menarik para pesaing untuk masuk ke industri yang sama. Sedangkan bila harga terlampau murah, pangsa pasar dapat melonjak. Akan tetapi, marjin kontribusi dan laba bersih yang dapat diperoleh dapat jadi amat kecil, bahkan tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan atau ekspansi organisasi. Secara sederhana, istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk. Produk adalah segala sesuatu (barang, jasa, orang, tempat, ide, informasi, organisasi) yang dapat ditawarkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Sedangkan utilitas merupakan atribut yang berpotensi memuaskan

Transcript of Bab 9

Page 1: Bab 9

BAB 9

PROGRAM PENETAPAN HARGA

9.1 KONSEP HARGA

Penetapan harga merupakan tugas kritis yang menunjang keberhasilan operasi

organisasi profit maupun non-profit. Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran

yang memberikan pendapatan bagi organisasi. Namun, keputusan mengenai harga tidak

mudah dilakukan. Disatusisi, harga yang terlalu mahal dapat meningkatkan laba jangka

pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau konsumen. Dalam kasus tertentu, harga yang

mahal sekali dapat diprotes lembaga konsumen dan bahkan mengundang campur tangan

pemerintah untuk menurunkannya. Selain itu, marjin laba yang besar cenderung menarik para

pesaing untuk masuk ke industri yang sama. Sedangkan bila harga terlampau murah, pangsa

pasar dapat melonjak. Akan tetapi, marjin kontribusi dan laba bersih yang dapat diperoleh

dapat jadi amat kecil, bahkan tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan atau ekspansi

organisasi.

Secara sederhana, istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter)

dan/atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang

diperlukan untuk mendapatkan suatu produk. Produk adalah segala sesuatu (barang, jasa,

orang, tempat, ide, informasi, organisasi) yang dapat ditawarkan untuk memuaskan

kebutuhan dan keinginan. Sedangkan utilitas merupakan atribut yang berpotensi memuaskan

kebutuhan dan keinginan tertentu. Secara garis besar terdapat lima jenis pokok utilitas, yakni:

Utilitas bentuk (form utility), berhubungan dengan proses produksi/konversi, yaitu

perubahan fisik atau kimiawi yang membuat suatu produk menjadi lebih bernilai.

Meskipun demikian, pemasaran berpengaruh pula terhadap penciptaan utilitas bentuk,

misalnya riset pemasaran mengenai ukuran, bentuk, warna, dan fitur produk yang

akan dihasilkan. Salah satu contoh utilitas bentuk adalah kayu yang telah dibentuk

menjadi kursi, meja dan peralatan mebel lainnya.

Utilitas tempat (place utility) terbentuk jika produk tersedia di lokasi-lokasi tempat

konsumen ingin membelinya. Contohnya, sepatu Nike akan memiliki utilitas tempat

apabila sudah dikirim dari pabrik ke gerai ritel seperti mall atau toserba.

Page 2: Bab 9

Utilitas waktu (time utility), tercipata apabila suatu produk tersedia saat dibutuhkan

oleh para pelanggan potensial. Sebagai contoh, kartu Natal dan Tahun Baru dapat saja

diproduksi di bulan Mei, namun belum dipasarkan hingga akhir November atau awal

Desember. Dengan menyimpan kartu Natal dan Tahun Baru hingga saat dibutuhkan,

pemasar telah menciptakan utilitas waktu.

Utilitas informasi (information utility), tercipta dengan jalan menginformasikan calon

pembeli mengenai keberadaan atau ketersediaan suatu produk. Bila konsumen belum

mengetahui keberadaan suatu produk dan tempat penjualannya, produk bersangkutan

belum ada nilanya. Salah satu bentuk khusus utilitas informasi adalah utilitas citra

(image utility) yang berupa nilai emosional atau psikologis yang diasosiasikan dengan

produk atau merek tertentu. Utilitas citra biasa dijumpai pada produk-produk

prestisius seperti busana rancangan desainer ternama (seperti almarhum Gianni

Versace), mobil mewah (Jaguar, Porsche, Roll Royce, BMW, Mercedes, dan lain-

lain), parfum ekslusif (Giorgio Armani, Chanel), universitas terkemuka (seperti

Harvard, Yale, Stanford, Wharton School, London Bussiness School, dan MIT), dan

seterusnya.

Utilitas kepemilikan (possession/ownership utility) tercipta jika terjadi transfer

kepemilikan atau hak milik atas suatu produk dari produsen ke konsumen. Dengan

kata lain, utilitas ini terbentu kalau ada transaksi pembelian produk atau jasa.

Istilah yang digunakan untuk mengacu pada harga dapat beraneka ragam (lihat Tabel

9.1). ini menunjukkan bahwa penetapan harga sangat bergantung pada produk yang dijual.

Biasanya para pemasar menetapkan harga untuk kombinasi antara :

Barang atau jasa spesifik yang menjadi obyek transaksi.

Sejumlah layanan pelengkap (seperti instalasi, pengiriman, dan garansi).

Manfaat pemuasan kebutuhan yang diberikan oleh produk bersangkutan.

Tabel 9.1 Berbagai Istilah Harga

Page 3: Bab 9

ISTILAH HARGA MANFAAT YANG DIBELI/DIBAYAR

Tuition (uang kuliah)

Interest (bunga)

Rent (uang sewa)

Fare (ongkos/harga karcis atau tiket).

Fee

Retainer

Toll

Salary (gaji)

Wage (upah)

Commision (komisi)

Dues (iuran)

Jasa pendidikan

Peminjaman, penyimpanan atau

pemakaian uang

Penggunaan peralatan atau tempat

untuk periode waktu tertentu

Jasa transportasi

Jasa pengacara atau dokter

Jasa konsultan atau pengacara selama

periode waktu tertentu

Penggunaan jalan tol atau telepon

interlokal

Jasa seorang eksekutif atau white-

collar workers lainnya.

Jasa blue-collar workers

Jasa wiraniaga

Keanggotaan dalam sebuah klub atau

organisasi.

Catatan : dalam konteks yang negatif atau ilegal, ada sejumlah istilah lain yang kerap

dijumpai: sogokan, uang suap, uang pelicin, blackmail, uang tebusan, dan lain-lain.

9.2 DIMENSI STRATEGIK HARGA

Harga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang membutuhkan

pertimbangan cermat. Ini dikarenakan adanya sejumlah dimensi strategik harga dalam hal :

a. Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk (a statement of value). Nilai

adalah rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaan (perceived benefits)

dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk (lihat gambar 9.1).

manfaat atau nilai pelanggan total meliputi nilai produk (seperti reliabilitas,

durabilitas, kinerja dan nilai jual kembali), nilai layanan (pengiriman produk,

Page 4: Bab 9

pelatihan, pemeliharaan, reparasi, dan garansi), nilai personil (kompetensi,

keramahan, kesopanan, responsivitas, dan empati) dan nilai citra (reputasi produk,

distributor dan produsen). Sedangkan biaya pelanggan total mencakup biaya moneter

(harga yang dibayarkan), biaya waktu, biaya energi, dan biaya psikis. Dengan

demikian, istilah “good value” tidak lantas berarti produk yang harganya murah.

Namun, istilah tersebut lebih mencerminkan produk tertentu yang memiliki tipe dan

jumlah manfaan potensial (seperti kualitas, citra, dan kenyamanan berbelanja) yang

diharapkan konsumen pada tingkat harga tertentu. Sebagai contoh, seorang tamu hotel

yang menginap di hotel melati relatif akan dapat menerima jika didalam kamarnya

hanya tersedia kipas angin. Namun, tamu hotel bintang lima dapat komplain ke pihak

manajemen hotel jika ternyata AC atau fasilitas air panas dikamar mandinya ngadat.

b. Harga merupakan aspek yang tampak jelas (visible) bagi para pembeli. Bagi

konsumen yang tidak terlalu paham hal-hal teknis pada pembelian produk otomotif

dan elektronik, kerap kali harga menjadi satu-satunya faktor yang dapat mereka

mengerti. Tidak jarang pula harga dijadikan semacam indikator kualitas.

c. Harga adalah determinan utama permintaan. Berdasarkan hukum permintaan (the law

of demand), besar kecilnya harga memengaruhi kuantitas produk yang dibeli

konsumen. Semakin mahal harga semakin sedikit jumlah permintaan atas produk

bersangkutan dan sebaliknya. Meskipun demikian, itu tidak selalu berlaku pada semua

situasi. Dalam kasus tertentu, seperti mobil mewah, harga yang mahal malah diminati

konsumen.

d. Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. Harga adalah satu-satunya

unsur bauran pemasaran yang mendatangkan pemasukan bagi perusahaan yang pada

gilirannya berpengaruh pada besar kecilnya laba dan pangsa pasar yang diperoleh.

Unsur bauran pemasaran lainnya, seperti produk, distribusi dan promosi, malah

mengarluarkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit.

e. Harga bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan cepat. Dari empat unsur

bauran pemasaran tradisional, harga adalah elemen yang paling mudah diubah dan

diadaptasikan dengan dinamika pasar. Ini terlihat jelas dari persaingan harga (perang

diskon) yang kerap terjadi dalam industri ritel. Ini berbeda dengan kebijakan produk,

distribusi dan promosi terintegrasi yang menuntut komitmen jangka panjang.

f. Harga memengaruhi citra dan strategi positioning. Dalam pemasaran produk

prestisius yang mengutamakan citra kualitas dan ekslusivitas, harga menjadi unsur

penting. Konsumen cenderung mengasosiasikan harga dengan tingkat kualitas produk.

Page 5: Bab 9

Harga yang mahal dipersepsikan mencermintak kualitas yang tinggi dan sebaliknya.

Karena itu, tidaklah mengherankan jika harga specialty product (seperti parfum

ternama, busana rancangan desainer terkenal, arloji Rolex, mobil mewah, restoran

ekslusif,dan sejenisnya) sangat mahal.

g. Harga merupakan masalah No.1 yang dihadapi para manajer. Setidaknya ini

ditunjukkan oleh adanya empat level konflik potensi menyangkut aspek harga.

Konflik internal perusahaan. Ada tiga jenis kemungkinan konflik menyangkut

penetapan harga dalam perusahaan. Pertama, dalam banyak perusahaan sering

kali terjadi ketidaksepakatan mengenai fungsi utama strategi penetapan harga :

mendorong pertumbuhan volume penjualan atau menghasilkan laba?. Potensi

konflik kedua malibatkan individu-individu dalam perusahaan yang

mengutamakan rate of return, payback atau aliran kas dan mereka mendesak

agar harga ditetapkan tinggi dengan pertimbangan biaya dan diminishing

returns yang tinggi pada aktivitas-aktivitas pemasaran. Sedangkan jenis

konflik ketiga melibatkan para individu yang mengutamakan pangsa pasar dan

peningkatan volume penjualan serta mereka yang cenderung menekankan

harga murah demi tercapainya skala ekonomis. Jenis konflik kedua dan ketiga

dapat tumpang tindih, namaun yang pasti keduanya harus diupayakan

solusinya.

Konflik dalam saluran distribusi. Anggota saluran distribusi dapat berperan

ganda, yakni sebagai pembeli dan sekaligus resellers. Peran ganda ini dapat

menimbulkan ketidak sepakaan dengan kebijakan penetapan harga

pemanufaktur. Saat bertindak sebagai pembeli, anggota saluran distribusi

hampri selalu menginginkan harga yang murah. Sedangkan saat bertindak

sebagai resellers, mereka kerap kali ingin memaksimumkan aliran pendapatan

yang mengarah pada keinginan akan harga yang mahal. Konflik lainnya

menyangkut harga eceran yang ditetapkan pemanufaktur

(suggested/recommended retail prices). Meskipun sebagian distributor

bersedia mematuhi harga tersebut, namun ada pula yang karena perbedaan

kondisi pasar terpakasa tidak dapat mematuhinya.

Konflik dengan pesaing. Tipe konflik ini mungkin merupakan konflik yang

paling nampak jelas dan serius. Dalam pasar oligopoli, misalnya tingkat harga

produk sebuah perusahaan dapat memengaruhi volume penjualan para

pesaingnya. Dalam pasar yang lebih kompetitif dengan diferensiasi produk

Page 6: Bab 9

Nilai Produk

Biaya Psikis

Biaya Energi

Biaya Waktu

Biaya Moneter

Customer Delivered

Value

Biaya Pelanggan

Total

Nilai Pelanggan

Total

Nilai Layanan

Nilai Personel

Nilai Citra

yang kurang signifikan, strategi penetapan harga bisa jadi merupakan kunci

keunggulan bersaing. Bahkan, dalam pasar monopoli sekalipun, tekanan

persaingan tetap ada, baik dari barang/jasa substitusi maupun pesaing

potensial.

Konflik dengan instansi pemerintah dan kebijakan publik. Strategi penetapan

harga yang diterapkan oleh sebuah perusahaan dapat saja menimbulkan

konflik dengan instansi pemerintah atau kebijakan publik. Salah satunya yang

paling sering menimbulkan masalah adalah kebijakan menaikkan harga.

Kebijakan ini memang tidak populer dan sering mengundang reaksi keras dari

publik, terutama bila produknya menyangkut kepentingan masyarakat umum

(seperti halnya obat-obatan, BBM, dan makanan).

9.3 PERANAN HARGA

Page 7: Bab 9

Harga memainkan peranan penting bagi perekonomian secara makro, konsumen, dan

perusahaan.

Bagi perekonomian. Harga produk memengaruhi tingkat upah, sewa, bunga dan

laba. Harga merupakan regulator dasar dalam sistem perekonomian, karena harga

berpengaruh terhadap alokasi faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, tanah,

modal, dan kewirausahaan. Tingkat upah yang tinggi menarik tenaga kerja, tingkat

bunga yang tinggi menjadi daya tarik bagi investasi modal, dan seterusnya. Sebagai

alokator sumber daya, harga menentukan apa yang akan diproduksi (penawaran)

dan siapa yang akan membeli barang dan jasa yang dihasilkan (permintaan).

Bagi konsumen. Dalam penjualan ritel, ada segmen pembeli yang sangat sensitif

terhadap faktor harga (menjadikan harga sebagai satu-satunya pertimbangan

membeli produk) dan ada pula yang tidak mayoritas konsumen agak sensitif

terhadap harga, namun juga mempertimbangkan faktor lain (seperti citra merek,

lokasi toko, layanan, nilai (value) dan kualitas). Selain itu, persepsi konsumen

terhadap kualitas produk sering kali dipengaruhi oleh harga. Dalam beberapa

kasus, harga yang mahal dianggap mencerminkan kualitas tinggi, terutama dalam

kategori specialty products.

Bagi perusahaan. Dibandingkan dengan bauran pemasaran lainnya (produk,

distribusi dan promosi) yang membutuhkan pengeluaran dana dalam jumlah besar,

harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang mendatangkan

pendapatan. Harga produk adalah determinan utama bagi permintaan pasar atas

produk bersangkutan. Harga memengaruhi posisi bersaing dan pangsa pasar

perusahaan. Dampaknya, harga berpengaruh pada pendapatan dan laba bersih

perusahaan. Singkat kata, perusahaan mendapatkan uang melalui harga yang

dibebankan atas produk atau jasa yang dijualnya.

9.4 ISU-ISU SENTRAL DALAM PENETAPAN HARGA

Pada prinsipnya, terhadap tujuh isu sentral dalam penetapan harga yang sering

dihadapi setiap organisasi :

1. Berapa harga yang harus ditetapkan ?

a. Berapa biaya yang ingin ditutup perusahaan? (sebagian atau seluruh biaya)

Page 8: Bab 9

b. Apakah perusahaan berusaha mencapai marjin laba atau ROI tertentu?

c. Seberapa sensitif pelanggan terhadap berbagai tingkat harga yang berbeda?

d. Berapa harga yang ditetapkan pesaing?

e. Berapa besar diskon yang harus diberikan?

f. Apakah harga psikologis biasa digunakan dalam industri bersangkutan?

2. Apa yang menjadi dasar penetapan harga?

a. Pelaksanaan tugas spesifik (termasuk di dalamnya success fees)

b. Unit waktu (jam, hari, minggu, bulan, tahun).

c. Persentase komisi atas nilai transaksi

d. Sumber daya fisik yang dikonsumsi

e. Jarak geografis yang ditempuh.

f. Berat atau ukuran obyek yang dilayani.

g. Haruskah setiap unsur layanan dikenakan biaya tersendiri?

h. Haruskah harga tunggal dibebankan pada paket bundel (bundle packages).

3. Siapa yang harus menagih atau mengumpulkan pembayaran?

a. Organisasi/perusahaan sendiri.

b. Perantara spesialis

c. Bagaimana mengkompensasi perantara untuk tugas ini?

(berdasarkan persentase komisi atau fee tertentu?).

4. Dimana pembayaran dilakukan?

a. Lokasi perusahaan

b. Gerai ritel tertentu atau perantara keuangan (seperti bank)

c. Tempat tinggal pembeli

5. Kapan pembayaran dilakukan? Sebelum atau sesudah pengiriman produk?

6. Bagaimana pembayaran dilakukan?

Kas, cek, electronic funds transfer, charge card, vouchers, pembayaran pihak ketiga

(seperti perusahaan asuransi), dan lain-lain.

7. Bagaimana mengkomunikasikan harga kepada pasar sasaran?

a. Apa isi pesan yang ingin disampaikan?

b. Medium apa yang dipakai?

Page 9: Bab 9

9.5 TUJUAN PENETAPAN HARGA

Program penetapan harga merupakan pemilihan yang dilakukan perusahaan terhadap

tingkat harga umum yang berlaku untuk produk tertentu, relatif terhadap tingkat harga para

pesaing. Keputusan harga memiliki peran strategik yang penting dalam implementasi strategi

pemasaran. Tabel 9.2 menampilkan keterkaitan antara strategi pemasaran dan tujuan

penetapan harga.

Tabel 9.2 Strategi Pemasaran dan Tujuan Penetapan Harga.

STRATEGI PEMASARAN TUJUAN PENETAPAN HARGA

Strategi permintaan primer

1. Meningkatkan jumlah pemakai

2. Menaikkan tingkat pembelian

Mengurangi risiko ekonomi dari

percobaan produk

Menawarkan nilai yang lebih baik

dibandingkan bentuk/kelas produk

pesaing.

Meningkatkan frekuensi konsumsi

Menambah aplikasi/pemakaian dalam

situasi yang lebih banyak.

Strategi permintaan selektif

1. Memperluas pasar yang dilayani

2. Merebut pelanggan pesaing

3. Mempertahankan/meningkatkan

permintaan pelanggan saat ini.

Melayani segmen yang berorientasi

pada harga

Menawarkan versi produk yang lebih

mahal

Mengalahkan pesaing dalam hal harga

Menggunakan harga untuk

mengindikasikan kualitas tinggi

Mengeliminasi keunggulan harga

pesaing

Menaikkan penjualan produk

komplementer

Tujuan penetapan harga dapat mendukung strategi pemasaran berorientasi pada

permintaan primer apabila perusahaan meyakini bahwa harga yang lebih murah dapat

meningkatkan jumlah pemakai atau tingkat pemakai atau pembelian ulang dalam bentuk atau

kategori produk tertentu. Hal ini terutama sekali berlaku pada tahap-tahap awal dalam siklus

Page 10: Bab 9

hidup produk, dimana salah satu tujuan pentingknya adalah menarikpara pelanggan baru.

Harga yang lebih murah dapat mengurangi risiko menvoba produk baru atau dapat pula

menaikkan nilai sebuah produk baru secara relatif dibandingkan produk lain yang sudah ada

terlebih dahulu. Salah satu contoh sukses penetapan harga yang jitu adalah keberhasilan

Southwest Airlines dalam menetapkan harga murah untuk beralih dari transportasi bis atau

mengemudi kendaraannya sendiri menjadi naik pesawat. Keberhasilan Southwest Airlines ini

tampaknya menginspirasi sejumlah perusahaan penerbangan ‘no-frills’ di Indonesia untuk

menerapkan strategi serupa.

Dalam kaitannya dengan strategi pemasaran permintaan selektif, efektivitas harga

sangat bergantung pada tingkat kepentingan yang dipersepsikan pelanggan pada harga dalam

proses pemilihan merek pada produk/kelas produk tertentu dan karakteristik hubungan

permintaan dalam lini produk bersangkutan. Sebagai contoh, perusahaan yang berusaha

memperluas served market melalui perluasan lini harus mempertimbangkan penetapan harga

produk baru dalam kaitannya dengan harga produk-produk yang sudah ada. Bila harga

produk hasil perluasan lini tersebut terlampau murah dan ditujukan bagi segmen yang sensitif

terhadap harga, maka peluang terjadinya kanibalisasi terhadap penjualan produk yang sudah

ada akan semakin besar.

Tujuan penetapan harga dijabarkan ke dalam program penetapan harga. Kesuksesan

program penetapan harga ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya : elastisitas harga dari

permintaan pasar dan permintaan perusahaan; aksi dan reaksi pesaing; biaya dan

konsekuensinya pada profitabilitas; serta kebijakan lini produk.

a. Elastisitas Harga Permintaan

Karena efektivitas program penetapan harga bergantung pada dampak perubahan

harga terhadap permintaan, maka perlu diketahui perubahan unit penjualan sebagai akibat

perubahan harga. Namun, perubahan harga memilki dampak ganda terhadap penerimaan

penjualan perusahaan, perubahan unit penjualan dan perubahan penerimaan peru unit. Jadi,

manajer jangan hanya berfokus pada sensitivitas harga dipasar, namun juga

mempertimbangkan dampak perubahan harga terhadap pendapatan total.

Elastisitas harga dan sensitivitas harga merupakan dua konsep yang berkaitan namun

berbeda. Jika perubahan harga menyebabkan terjadinya perubahan dalam unit penjualan,

maka permintaannya disebut sensitif terhadap harga (price-sensitive). Sedangkan istilah

Page 11: Bab 9

elastisitas harga mengacu pada dampak perubahan harga terhadap pendapatan total.

Elastisitas harga permintaan dapat dihitung dengan rumus berikut :

e = Q2−Q1/ 0,5¿¿¿

Keterangan :

e= elastisitas harga permintaan

P1 = harga mula-mula

P2 = harga baru

Q1 = kuantitas mula-mula

Q2 = kuantitas baru

Tingkat elastisitas berdampak pada pendapatan total perusahaan. Dampak tersebut

disajikan dalam tabel 9.3

Tabel 9.3 Dampak tipe elastisitas terhadap pendapatan total

NILAI e TIPE

ELASTISITAS

DAMPAK TERHADAP PENDAPATAN

TOTAL DARI :

KENAIKAN

HARGA

PENURUNAN

HARGA

e > -1

e = -1

e < -1

Inelastisitas

Elastis unitaris

Elastis

Meningkat

Tidak berubah

Menurun

Menurun

Tidak berubah

Meningkat

Dalam melakukan estimasi terhadap elastisitas, manajer perlu membedakan secara

cermat elastisitas permintaan pasar (market demand) dan elastisitas permintaan

perusahaan/merek (company/brand demand). Bahkan, elastisitas dapat berbeda-beda

berdasarkan segmen pasar. Elastisitas pasar (market elasticitiy) menunjukkan respon

permintaan primer perusahaan (company elasticity) menunjukkan kesediaan pelanggan untuk

Page 12: Bab 9

beralih merek atau pemasok (atau pelanggan baru memilih pemasok tertentu) dikarenakan

pertimbangan harga.

Pemahaman atas tipe elastisitas ini berkaitan erat degnan strategi pemasaran dan

tujuan penetapan harga. Jika tujuan penetapan harga adalah untuk menaikkan tingkat

pembelian bentuk produk tertentu atau untuk meningkatkan permintaan diantara para

pemakai (strategi permintaan primer), maka manajer harus memerhatikan secara cermat

elastisitas permintaan pasar. Sedangkan juka tujuan penetapan harga mencerminkan strategi

permintaan selektif (seperti mempertahankan pelanggan atau merebut pelanggan pesaing),

maka manajer harus lebih berfokus pada elastisitas permintaan perusahaan.

Ada beberapa faktor proses pembelian yang mengindikasikan permintaan pasar yang

elastis dan permintaan perusahaan yang elastis. (lihat gambar 9.4)\

Tabel 9.4 faktor-faktor yang memengaruhi elastisitas permintaan pasar dan perusahaan

FAKTOR YANG MENUNJUKKAN

PERMINTAAN PASAR ELASTIS

FAKTOR YANG MENUNJUKKAN

PERMINTAAN PERUSAHAAN

ELASTIS

1. Terdapat banyak alternatif bentuk

atau kelas produk yang menjadi

produk substitusi satu sama lain.

2. Hanya sebagian kecil dari pembeli

potensial yang saat ini membeli atau

memiliki produk dikarenakan harga

yang mahal dan karena produk

tersebut mencerminkan pembelian

diskresionaris.

3. Tingkat konsumsi atau tingkat

penggantian produk dapat dinaikkan

melalui harga yang lebih murah.

1. Para pembeli sangat menguasai dan

memahami berbagai macam alternatif

produk.

2. Tidak ada perbedaan kualitas, baik riil

maupun yang dipersepsikan

konsumen.

3. Pemasok atau merek dapat diganti

secara mudah dan dengan upaya atau

biaya minimal.

Manajer permasaran harus memeiliki beberapa nilai estimasi terhadap tingkat

elastisitas harga yang ada dalam rangka memprediksi unit volume panjualan dan pendapatan

Page 13: Bab 9

total yang akan dihasilkan pada berbagai tingkat harga. Tingkat elastisitas harga dapat

diestimasi dengan beberapa metode, diantaranya :

1. Rasio historis (historical ratios), terutama berkaitan degnan dampak masa lalu dari

perubahan variabel pemasaran (seperti harga) terhadap penjualan. Salah satu alat

analisis yang banyak digunakan untuk menguji hubungan historis antara harga dan

volume penjualan adalah regresi berganda.

2. Eksperimen lapangan (field experiments), misalnya menggunakan scanner-based

panel approach untuk membandingkan produktivitas penjualan pada berbagai altrnatif

tingkat harga.

3. Eksperimen pilihan terkendali (controlled choice experiments), diantarnya memakai

metode analisis konjoin yang menganalisis bagaimana para pelanggan melaukan

trade-off diantara sejumlah atribut dalam pembuatan keputusan pilihan merek atau

produk.

Selain itu, terdapat pula beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk

memperkirakan volume penjualan pada berbagai tingkat harga. Diantarnya adalah survei

minat pembeli, test marketing, executive judgment, dan sales force composite. Dalam survei

minat pembeli, pemasar meminta sekelompok sampel yang terdiri atas pelanggan saat ini

dan/atau pelanggan potensial untuk mengungkapkan minat mereka untuk membeli produk

tertentu pada tingkat harga tertentu selama periode waktu spesifik dimasa datang. Dalam test

marketing, perusahaan memasarkan suatu produk baru diwilayah geografis terbatas,

kemudian mengukur penjualannya dan memproyeksikan penjualan produk tersebut untuk

lingkup geografis yang lebih luas. Dalam executive judgment, pemasar meminta pendapat

dari satu atau lebih eksekutif mengenai penjualan produk pada berbagai variasi harga dimasa

depan. Sedangkan dalam sales-force composite pemasar mengumpulkan pendapat dari semua

wiraniaganya mengenai estimasi penjualan pada tingkat harga tertentu untuk wilayah

pemasar mereka masing-masing selama periode tertentu dimasa mendatang.

b. Faktor Persaingan

Reaksi pesaing terhadap perubahan harga merupakan salah satu faktor penting yang

perlu dipertimbnagkan setiap perusahaan. Mengapa demikian?, jika perubahan harga disamai

oleh semua pesaing, maka sebenarnya tidak akan ada perubahan pangsa pasar. Dalam kasus

Page 14: Bab 9

ini, pengurangan harga tidak akan berdampak pada permintaan selektif. Oleh sebab itu,

manajer pemasaran harus berusaha menentukan kemungkinan reaksi penetapan harga

pesaing. Prediksi semacam itu dapat dilakukan dengan jalan menganalisis pola historis

perilaku pesaing, pemahaman intensitas persaingan dalam industri bersangkutan. Lebih

lanjut, perusahaan juga harus mengantisipasi ancaman persaingan dari tiga sumber utama :

Produk sejenis: Sepatu Nike versus Reebook atau Adidas.

Produk substitusi : penerbangan Garuda versus kereta api Argolawu. Contoh

lainnya : telepon versus surat vs email vs telegram vs SMS (Short Message

Service) vs MMS

Produk yang tidak ada kaitannya, namun bersaing dalam memperebutkan dana

dari konsumen yang sama (share of wallet) DVD versus paket aerobik atau

paket wisata akhir minggu.

c. Faktor Biaya

Struktur biaya perusahaan (biaya tetap dan biaya variabel) merupakan faktor pokok

yang menentukan batas bawah harga. Artinya, tingkat harga minimal harus dapat menutup

biaya (setidaknya biaya variabel). Harga yang murah akan menyebabkan penurunan biaya

rata-rata jika penurunan harga tersebut dapat menaikkan volume penjualan secara signifikan.

Ini dikarenakan peningkatan volume berdampak pada berkurangnya biaya tetap perunit. Oleh

karena itu, manfaat skala ekonomis akan sangat besar jika biaya tetap mencerminkan porsi

yang besar dari biaya total.

d. Faktor Lini Produk

Dalam banyak kasus, penetapah harga sebuah produk dapat berpengaruh terhadap

penjualan produk lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan yang sama. Elastisitas silang harga

(price cross-elasticities) merupakan hubungan yang terjadi jika perubahan harga sebuah

produk memengaruhi volume penjualan produk kedua (selain berdampak pada penjualan

produk pertama). Apabila kenaikan (atau penurunan) harga suatu produk menyebabkan

kenaikan (atau penurunan) penjualan produk kedua, maka kedua produk tersebut dikatakan

bersifat substitusi. Sedangkan jika kenaikan (penurunan) harga produk pertama menyebabkan

penurunan (kenaikan) penjualan produk kedua, maka kedua produk tersebut bersifat

komplementer.

Page 15: Bab 9

Perusahaan dapat menambah lini produknya dalam rangka memperluas served market

dengan perluasan lini, dalam bentu perluasan vertikal (vertical extensions) dan penjualan

horizontal (horizontal extensions). Dalam perluasan vertikal, berbagai penawaran berbeda

memberikan manfaat serupa, namun dengan harga dan tingkat kualitas berbeda. Contohnya,

Kodak menawarkan tiga jenis film : Royal Gold, Gold Plus, dan Funtime yang ketiganya

berbeda dalam hal harga dan kualitas. Sedangkan dalam perluasan horizontal, setiap

penawaran memiliki diferensiasi non-harga tersendiri seperti manfaat, situasi pemakaian atau

preferensi khusus. Contohnya : Coca-Cola Amatil menawarkan Coca-Cola, Sprite, Fanta, dan

Ades yang masing-masing merek memiliki kekhasannya tersendiri. Dalam kedua kasus,

kanibalisasi merupakan maslah potensial, karena jika harga salah satu item diturunkan,

penjualan item lainnya dapat mengalami penurunan karena konsumen beralih ke item yang

harganya diturunkan tersebut. oleh karena itu, perhatian utama dalam penetapan harga lini

produk yang bersifat substitutif adalah tingkat kanibalisasi yang diperkirakan sebagai akibat

perubahan harga produk tertentu.

Sementara itu, ada dua program penetapan harga khusus untuk lini produk

komplementer, yaitu :

1. Leader Pricing, yaitu menetapkan dan mempromosikan harga penetrasi pada leader

product, dengan harapan dapat meningkatkan penjualan produk-produk

komplementer kepada para pelanggan baru. Yang dimaksud dengan leader product

adalah produk yang permintaannya elastis dan memiliki sejumlah produk komplemen

yang dapat meningkatkan nilainya atau dapat dibeli secara lebih mudah dari sumber

yang sama.

2. Price bundling, yaitu memasarkan dua atau lebih produk dengan harga spesial. Tipe

price bundling ada dua macam, yaitu pure bundling dan mixed bundling. Dalam Pure

bundling, produk hanya ditawarkan dalam bentuk paket dan tidak dijual terpisah.

Sedangkan dalam mixed price bundling, pelanggan dapat memilih untuk membeli dua

atau lebih produk dalam harga paket atau membelinya secara individual. Mixed price

bundling mempunyai alternatif yaitu mixed leader (harga leader product didiskon

dengan syarat bahwa produk kedua harus dibeli) dan mixed joint bundling (dua atau

lebih produk/jasa ditawarkan dengan harga paket tunggal).

Page 16: Bab 9

e. Faktor Pertimbangan Lainnya Dalam Penetapan Harga

faktor-faktor lain yang juga dipertimbangkan dalam rangka merancang program

penetapan harga antara lain :

1. Lingkungan politik dan hukum, misalnya regulasi, perpajakan, perlindungan

konsumen, dan seterusnya.

2. Lingkungan internasional, diantaranya lingkungan politik, ekonomi, sosial-budaya,

sumber daya alam dan teknologi dalam konteks global.

3. Unsur harga dalam program pemasaran lainnya, misalnya program promosi penjualan

(seperti kupon, cents-off deals, promotion allowances, dan rabat) dan program

penjualan dan distribusi (seperti diskon kuantitas, diskon kas, fasilitas kredit atau

bantuan pembiayaan, kontrak jangka panjang, dan negotiated pricing).

9.6 TIPE-TIPE PROGRAM PENETAPAN HARGA

Langkah berikutnya setelah penetapan tujuan harga, estimasi elastisitas permintaan,

pemahaman struktur biaya, dan penilaian reaksi pesaing adalah memilih program penetapan

harga. Secara garis besar, ada tiga tipe program penetapan harga, yaitu :

1. Penetapan Harga Penetrasi (Penetration Pricing)

Dalam program ini, perusahaan mengunakan harga murah sebagai dasar utama

menstimulasi permintaan. Perusahaan berusaha menaikkan tingkat penetrasi

produknya dipasar, dengan cara menstimulasi permintaan primer dan meningkatkan

pangsa pasar (mendapatkan pelanggan baru) berdasarkan faktor harga. Kondisi yang

mendukung keberhasilan penerapan program penetapan harga penetrasi meliputi :

Permintaan pasar (market demand) bersifat elastis.

Permintaan perusahaan (company demand) bersifat elastis, dan pesaing tidak

dapat menyamai tingkat harga perusahaan dikarenakan cost disadvantages.

Perusahaan juga menjual produk komplementer yang marjinnya lebih besar.

Terdapat sejumlah besar pesaing potensial yang kuat.

Terdapat skala ekonomis yang ekstensif, sehingga variable-cost appriacg

dapat digunakan untuk menentukan harga minimum.

Page 17: Bab 9

Tujuan penetapan harga adalah untuk mencapai salah satu dari dua

kemungkinan berikut : (a). Menciptakan permintaan primer; (b).

Mendapatkan pelanggan baru dengan jalan mengalahkan pesaing.

2. Penetapan Harga Paritas (Parity Pricing)

Dalam program ini, perusahaan menetapkan harga dengan tingkat yang sama atau

mendekati tingkat harga pesaing. Implikasinya, program ini berusaha mengurangi

peranan harga sehingga program pemasaran lainnya (produk distribusi dan promosi)

yang dijadikan fokus utama dalam menerapkan strategi pemasaran. Situasi yang

mendukung keberhasilan program penetapn harga paritas antara lain :

Permintaan pasar bersifat inelastis, sedangkan permintaan perusahaan bersifat

elastis.

Perusahaan tidak emmeiliki keunggulan biaya dibandingkan para pesaing

Tidak ada expected gains dari skala ekonomis, sehingga batas bawah harga

didasarkan pada fully allocated costs

Tujuan penetapan harga adalah menyamai pesaing.

3. Penetapan Harga Premium (Premium Pricing)

Program ini menetapkan harga diatas tingkat harga pesaing. Dalam kasus intoduksi

bentuk atau kelas produk baru yang belum ada pesaing langsungnya, harga premium

ditetapkan lebih tinggi dibandingkan bentuk produk yang bersaing. Program ini akan

lebih berhasil jika diterapkan dalam situasi berikut :

Permintaan perusahaan bersifat inelastis

Perusahaan tidak memiliki kapasitas berlebih

Terdapat hambatan masuk yang sangat kuat

Keuntungan dari skala ekonomis relatif kecil, sehingga metode biaya penuh

digunakan untuk menentukan harga minimum.

Tujuan penetapan harga adalah menarik pelanggan baru pada aspek kualitas.

9.7 KEBIJAKAN STRATEGIK DAN TAKTIKAL DALAM PENETAPAN HARGA

Penetapan harga mengandung dimensi strategik sekaligus taktikal. Beberapa pilihan

kebijakan yang tersedia dapat dikasifikasikan berdasarkan konteks spesifik sebagai berikut :

1. Penetapah harga produk baru

Page 18: Bab 9

Harga bagi sebuah produk baru harus ditetapkan saecara cermat, karena berpengaruh

terhadap potensi pertumbuhan dan kelangsungan hidup produk bersangkutan. Secara garis

besar ada dua strategi utama yang dapat dipilih : skimming pricing dan penetration pricing.

Dalam skimming pricing, perusahaan menetapkan harga awal (initial price) yang

mahal pada sebuah produk baru. Umumnya setelah beberapa waku harganya akan

diturunkan, baik lewat produk yang sama persis (contohnya, Play Station Portable, Nintendo

DS, Wii, dan seterusnya). Maupun lewat versi yang lebih murah (misalnya buku Harry Potter

edisi luks dan edisi saku).biasanya strategi ini didukung pula dengan aktivitas promosi yang

gencar. Tujuan utamanya antara lain : (1) melayani para pelanggan yang tidak terlalu sensitif

terhadap harga, selagi persaingan belunm ada; (2).menutup biaya riset dan pengambangan

serta promosi secepat mungkin melalui marjin yang besar; (3) membatasai permintaan hingga

tingkat yang tidak melampaui kapasitas produksi perusahaan, setidaknya pada tahap

introduksi produk baru; dan (4) berjaga-jaga terhadap kemungkinan terjadinya kekeliruan

dalam penetapan harga, karena akan jauh lebih mudah untuk menurunkan harga awal yang

dirasakan konsumen terlampau mahal daripada menaikkan harga awal yang terlalu murah

agar dapat menutup semua biaya yang telah dikeluarkan. Situasi-situasi yang cocok untuk

penerapan strategi ini antara lain :

produk baru memeiliki karakteristik unik/khas yang sangat diharapkan/disukai

konsumen dan tidak ada atau hanya tersedia produk substitusi.

Cukup banyak pelanggan yang bersedia membeli produk pada tingkat harga awal

yang tinggi. Biasanya pelanggan yang termasuk kategori ini adalah mereka yang

berduit dan suka mengikuti tren terbaru. Konsumen semacam ini banyak dijumpai

pada produk-produk berkaitan dengan teknologi tinggi seperti stereo set, komputer,

telepon seluler, iPod, otomotif, dan lain-lain.

Pola permintaan yang dihadapi bersifat tidak pasti/menentu

Perusahaan telah mengeluarkan dana sangat besar untuk riset dan pengembangan

produk baru bersangkutan.

Harga awal yang tinngi tersebut tidak akan menjadi daya tarik bagi masuknya para

pesaing. Disamping itu, ada hambatan masuk bagi pesaing. Misalnya berupa hak

paten. Hak paten seperti itu dapat berlaku sebagai monopoli temporer

Pelanggan menginterpretasikan harga tinggi sebagai indikator kualitas tinggi.

Page 19: Bab 9

Bila produk baru yang dihasilkan sangat inovatif sehingga pasar diperkirakan

memerlukan waktu lama sebelum memasuki kedewasaan dalam siklus hidup produk

(PLC).

Pedoman yang dapat digunakan dalam menentukan seberapa tinggi skimming price

yang akan ditetapkan adalah peluang masuknya para pesaing dan elastisitas harga dalam

kurva permintaan. Sedangkan penentuan jangka waktu mempertahankan harga yang tinggi

sangat bergantung pada aktivitas para pesaing. Bila tidak ada faktor hak paten, maka

skimming price harus segera diturunkan pada saat ada pesang yang mulai masuk ke pasar.

Ada pula bentuk lain dari harga awal (initial price) yang tinggi yaitu premium price dan

umbrella price. Dalam kasus premuim price, harga awal yang tinggi tidak akan mengalami

banya perubahan (relatif tetap mahal). Ini terutama dilakukan jika produsen memang

bermaksud menciptakan citra prestius, ekslusif, dan superior. Oleh sebab itu, produsen

tersebut tidak amau ambil risiko memudarkan citra prestius tersebut dengan menurunkan

harga dan menawarkan produk kepada semua orang. Sedangkan dalam kasus umbrella price,

harga tinggi dipertahankan untuk melindungi (‘memayungi’) para pesaing kecil berbiaya

tinggi. Kebijakan umbrella pricing biasanya didukung dengan peraturan pemerintah yang

menentukan harga minimum bagi suatu produk, misalnya di Amerika Serikat berlau untuk

produk susu (Jain, 2000). Sedangkan dalam kondisi ada perlindungan hak paten, maka

perusahaan inovator dapat menurunkan harganya sedikit demi sedikit hingga menjelang

periode perlindungan hak paten. Setelah masa paten berlalu barulan perusahaan menjual

produknya dengan harga murah.

Kebalikan dari skimming price adalah penetration pricing yang menetapkan harga

awal relatif muarh pada awal Product Life Cycle (PLC). Tujuan utamanya adalah agar dapat

meraih pangsa pasar yang besar dan sekaligus menghalangi masuknya para pesaing. Dengan

harga yang rendah, maka perusahaan dapat pula mengupayakan tercapainya skala ekonomis

dan menurunya biaya per unit. Strategi ini memiliki perspektif jang ka panjang, dimana laba

jangka pendek dikorbankan demi tercapainya keunggulan kempetitif berkesinambungan.

Situasi-situasi yang cocok bagi penerapan strategi ini antara lain :

Produk yang dihasilkan memiliki daya tarik tertentu bagi pasar massal.

Banyak segmen pasar yang sensitif terhadap harga

Harga awal yang rendah mengurangi minat pesaing untuk memasuki pasar.

Page 20: Bab 9

Biaya produksi per unit dan biaya pemasaran menurun drastis seiring dengan

meningkatnya volume produksi.

Hasil yang diharapkan diperoleh dari strategi ini adalah tingkat penjualan dan pangsa

pasar yang tinggi, dan skala ekonomis yang pada gilirannya berkontribusi pada menurunnya

biaya dan meningkatnya daya saing perusahaan. Ada empat bentuk harga yang biasanya

dipergunakan dalam penetration pricing, yakni :

a. Harga yang dikendalikan (restained price)

Restained Price adalah harga yang ditetapkan dengan tujuan untuk mempertahankan

tingkat harga tertentu selama periode inflasi. Dalam hal ini kondisi lingkungan

menjadi dasar dalam menentukan tingkat harga yang ditetapkan.

b. Elimination Price

Elimination Price merupakan harga yang ditentukan pada suatu tingkat tertentu yang

dapat menyebabkan pesaing-pesaing tertentu (terutama yang kecil) keluar dari

persaingan.

c. Promotional price

Promotional price adalah harga yang ditetapkan rendah dengan kualitas yang relatif

sama, dengan tujuan untuk mempromosikan produk tertentu.

d. Keep-out Price

Keep-out Price adalah harga yang ditetapkan pada suatu tingkat tertentu sehingga

dapat mencegah para pesaing memasuki pasar.

2. Penetapan Harga Produk yang Sudah Mapan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan harus selalu meninjau kembali

strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada dipasar, diantaranya :

Adanya perubahan dalam lingkungan pemasaran, misalnya ada pesaing besar yang

menurunkan harganya.

Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadi perubahan selera konsumen.

Dalam melakukan penilaian kembali terhadap strategi penetapan harga yang telah

dilakukan, perusahaan memiliki tiga alternatif strategi, yaitu mempertahankan harga,

menurunkan harga , dan menaikkan harga.

Page 21: Bab 9

a. Mempertahankan Harga

Strategi ini dilaksanakan dengan tujuan mempertahankan posisi dalam pasar

(misalnya pangsa pasar dan profitabilitas perusahaan) dan untuk meningkatkan citra positif

dimasyarakat. Kondisi yang sesuai utnuk menerapkan strategi ini antara lain :

Pasar yang dilayani perusahaan tidak terpengaruh secara signifikan oleh perubahan

lingkungan.

Ada ketidakpastian berkaitan dengan reaksi pelanggan dan pesaing terhadap

perubahan harga.

Citra perusahaan dimata masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara merespon

permintaan pemerintah atau pendapat publik untuk mempertahankan harga. Biasanya

hal ini erat kaitannya dengan situasi dimana pemerintah berusaha mengendalikan

tingkat inflasi, sehingga perusahaan-perusahaan yang ada diminta untuk

mempertahankan harganya pada tingkat tertentu. Dalam kasus semacam ini,

perusahaan bahkan bersedia (secara sukarela maupun ‘terpaksa’) menanggung beban

kenaikan harga bahan baku selama jangka waktu tertentu.

Melalui strategi mempertahankan harga, perusahaan berharap akan memperoleh hasil

berupa status quo posisi perusahaan di pasar dan semakin baiknya citra perusahaan dimata

konsumen dan masyarakat. Pada gilirannya kedua hal ini akan bermanfaat bagi

perkembangan perusahaan dimasa mendatang.

b. Menurunkan Harga

Penyebab atau alasan utama yang mendorong sebuah perusahaan perlu menurunkan

harga produk-produknya yang sudah mapan adalah :

Strategi defensif, dimana perusahaan memotong harga guna menghadapi persaingan

yang semakin intensif. Dalam sejumlah kasus, penurunan harga bahkan merupakan

sebuah keharusan, karena bila tidak, pelanggan bakal beralih ke pesaing-pesaing

lainnya yang lebih murah.

Strategi ofensif, dimana perusahaan berusaha menenangkan persaingan. Hal ini erat

hubungannya dengan konssep kurva pengalaman (learning curve) yang intinya

menyatakan bahwa biaya perusahaan akan menurun dalam persentase tertentu setiap

kali pengalamnnya berlipat ganda. Hal ini mengandung makna bahwa perusahaan

yang memiliki pengalaman lebih banyak akan memiliki tingkat biaya yang lebih

Page 22: Bab 9

rendah daripada perusahaan yang pengalamannya masih terbatas. Disamping dapat

meningkatkan laba, biaya rendah ini dapat pula dijadikan senjata bersaing.

Respons terhadap kebutuhan pelanggan yang disebabkan oleh perubahan lingkunang.

Adanya inflasi yang berkelanjutan dan tingkat harga yang semakin melonjak dapat

menyebabkan konsumen menjadi sensitif terhadap harga dan setiap alternatif produk

yang ada. Mereke menjadi semakin selektif dalam berbelanja. Dalam hal ini, sebagian

perusahaan memilih menurunkan harga agar tetap survive (bahkan sekalipun harus

mengompromikan tingkat kuantitas dan kualitas produk).

Secara teoritis, perusahaan berharap penurunan laba akibat penurunan harga dapat

ditutup lewat peningkatan volume penjualan. Dalam praktik, situasi ini tidak sederhana,

karena reaksi pesaing patut pula diperhitungkan secara cermat. Perang harga merupakan

mimpi buruk bagi setiap pemasar, walaupun dari kacamata pelanggan justru menguntungkan.

Keberhasilan implementasi strategi penurunan harga bergantung pada persaingan

harga antar-perusahaan dan elastisitas harga. Elastisitas harga merupakan intensitas reaksi

konsumen dalam bntuk perubahan jumlah produk/jasa yang dibeli terhadap perubahan harga

satuan produk/jasa tertentu. Secara ringkas, faktor-faktor yang perulu dipertimbangkan secara

cermat dalam memutuskan strategi penurunan harga meliputi empat hal berikut :

Pengaruh jangka panjang dari penurunan harga tersebut terhadap para pesaing utama.

Bila penurunan harga yang dilakukan sebuah perusahaan kemudian dibalas dengan

peunrunan harga yang lebih besar dari pesaingnya, sementara perusahaan yang

bersangkutan tidak memiliki kemampuan finansial yang kuat, maka yang akan rugi

adalah perusahaan yang menurunkan harga pertama kali.

Kadangkala dalam situasi persaingan yang ketat, harga suatu produk dapat saja

ditetapkan lebih tinggi daripada merek-merek lain apabila memang produk tersebut

dipasarkan sebagai produk yang ‘berbeda’ dari lainnya, misalnya dalam hal

keunggulan kualitas. Dengan demikian, bila perusahaan berusaha menciptakan citra

produk berkualitas tinggi, maka strategi penurunan harga perlu dipertimbangkan

secara matang, karena dampaknya akan sangat besar terhadap penjualan dan laba

potensial. Dengan kata lain, setiap perusahaan tidak perulu buru-buru terpancing

menurunkan harga pula, melainkan perlu menelaan secara cermat segmen pasar yang

dilayani, positionin produk, dan tentu saja struktur biaya perusahaan.

Page 23: Bab 9

Pengaruh penurunan harga produk tertentu terhadap produk lainnya dalam lini produk

yang sama. Hal ini dikarenakan harga sering kali dianggap sebagai indikator kualitas

produk. Dapat saja terjadi kondisi dimana penurunan harga sebuah produk

menyebabkan persepsi konsumen terhadap semua produk yang dihasilkan perusahaan

juga berubah total.

Pengaruh penurunan harga terhadap kinerja finansial produk bersangkutan. Bila

diperkirakan bahwa penurunan harga dapat menyebabkan melemahnya profitabilitas

perusahaan, maka sebaiknya keputusan menurunkan harga dihindari.

Pengaruh penurunan harga terhadap kinerja finansial produk bersangkutan. Bila

diperkirakan bahwa penurunan harga dapat menyebabkan melemahnya profitabilitas

perusahaan, maka sebaiknya keputusan menurunkan harga dihindari.

Dalam praktik, masih banya dijumpai perusahaan-perusahaan jasa maupun

manufaktur yang “berlomba” menurunkan harga dan mengandalkan aspek tersebut semata

dalam komunikasi pemasarannya. Dari kacamata pelanggan, fokus utamanya justru bukanlah

“how cheap it is”, namun “how valuable it is”. Dalam banyak kasus, sekalipun penawaran

produk sebuah perusahaan dapat jadi paling murah dipasar, namun konsumen tetap saja tidak

tertasrik membelinya bilamana mereka mempersepsikan produk maupun produsen tersebut

tidak dapat dipercaya. Jangan lupa, harga berkorelasi positif dengan citra kualitas!. Lagi pula,

harga murah dikarenak efisiensi aktivitas operasi dan harga murah karena tekanan perang

diskon jelas berbeda secara signifikan.

c. Menaikkan Harga

Menaikkan harga produk biasanya dilakukan dengan tujuan mempertahankan

profitabilitas selama periode inflasi, memanfaatkan diferensiasi produk (baik diferensiasi riil

maupun diferensiasi persepsi) atau untuk melakukan segmetasi paar yang dilayani. Dalam

situasi inflasi; harga perlu disesuaikan bila perusahaan bermaksud untuk mempertahankan

profitabilitasnya. Hal ini karena semua elemen dan jenis biaya meningkat dramatis selama

periode inflasi berkepanjangan (seperti krisis moneter). Secara konseptual, besarnya

kenaikan harga harus ditetapkan pada tingkat yang memungkinkan besarnya laba sama, baik

sebelum maupun saat inflasi berlangsung. Umumnya hasil yang diharapkan dari strategi

menaikkan harga adalah marjin penjualan yang lebih besar, pasar yang tersegmentasi

Page 24: Bab 9

(berdasarkan persepsi harga, kualitas, dan lain-lain), serta unit penjualan yang lebih besar

apabila diferensiasinya efektif.

Dalam situasi sebuah merek memiliki keunggulan diferensial dibandingkan merek

lainnya, perusahaan dapat menaikkan harganya sehingga dapat mengoptimalkan manfaat dan

keunikan produk besangkutan. Selain itu, harga juga dapat dinaikkan dengan tujuan

melakukan segmentasi pasar. Misalnya, sebuah perusahaan minuman ringan meluncurkan

produk barunya yang ditujukan bagi para profesional muda yang sibuk. Harga minuman

ringan tersebut dapat ditetapkan lebih tinggi daripada merek lainnya, jika perusahaan ingin

menonjolkan aspek diferensiasi yang ada, misalnya kadar kalorinya rendah, dapat menambah

stamina dan energi, dan lain-lain.

Setidaknya ada dua persyaratan yang perlu dipenuhi agar strategi ini dapat

memberikan hasil memuaskan :

Elastisitas harga relatif rendah, tetapi elastisitasnya relatif akan tinggi bila berkaitan

dengan faktor seperti kualitas atau distribusi.

Dukungan (reinforcement) dari unsur bauran pemasaran lainnya harus memadai.

Sebagai contoh, bila perusahaan memutuskan untuk menaikkan harga dan

membedakan produknya berdasarkan aspek kualitas, maka aktivitas promosi dan

distribusinya harus pula ditekankan pada kualitas produk.

Menarik diamati, kadangkala regulasi pemerintah dapat berpengaruh langsung

terhadap kenaikan produk. Industri rokok di Indonesia adalah contohnya. Dalam rangka

melindungi usaha kecil dan menengah, pemerintah memberlakukan kebijakan tarif cukai dan

harga jual eceran yang berbeda menurut jenis rokok (segaret kretek tangan, sigaret kretek

mesin, dan sigaret putih mesin) dan ukuran perusahaan (besar, mengengah, kecil, dan sangat

kecil) (lihat Tabel 9.5). merek-merek impor dikenakan biaya cukai tambahan. Dalam

sejumlah kasus, sebuah merek spesifik yang ‘naik kelas’ (dalam artian jumlah penjualannya

meningkat signifikan dan akhirnya masuk kategori tarif cukai lebih mahal) terpaksa

menaikkan harga jualnya. Namun setelah kenaikan harga itu, kinerjanya justru melempem

karena konsumennya lari ke merek lainnya yang harganya lebih murah atau justru memilik

merek lain yang dipersepsikan lebih bagus pada tingkat harga yang sama dengan harga

setelah kenaikan tersebut.

Tabel 9.5 Struktur Tarif Cukai Rokok di Indonesia (2003)

Page 25: Bab 9

Ukuran

Perusahaan

Jumlah Penjualan Rokok

pertahun (Q)

Tarif Cukai

(Persentase)

HJE Minimum per

Batang Rokok

SKT SKM SPM SKT SKM SPM

Besar Q > 2 Milyar 22 40 40 340 400 270

Menengah 500 juta < Q ≤ 2 milyar 16 36 36 280 330 210

Kecil Q ≤ 500 juta 8 26 26 270 320 200

Sangat Kecil Q ≤ 6 juta 4 n/a n/a 200 n/a n/a

Keterangan : HJE = Harga Jual Eceran

SKT = Sigaret Kretek Tangan

SKM = Sigaret Kretek Mesin

SPM = Sigaret Putih Mesin

n/a = not applicable

sumber : Marks (2003).

3. Strategi Fleksibilitas Harga

Strategi fleksibilitas harga terdiri atas dua macam strategi, yaitu strategi satu harga

(harga tunggal) dan strategi penetapan harga fleksibel. Fleksibilitas dapat dilakukan dengan

jalan menetapkan harga yang berbeda pada pasar yang berlainan atas dasar lokasi geografis,

waktu penyampaian/pengiriman, atau kompleksitas produk yang diharapkan.

Dalam strategi harga tunggal, perusahaan membebankan harga yang sama kepada

setiap pelanggan yang membeli produk dengan kualitas dari kuantitas yang sama pada

kondisi yang sama pula (termasuk syarat penjualannya sama). Strategi ini sering dijumpai

pada perusahaan-perusahaan yang melakukan distribusi massal san penjualan massal. Tujuan

strategi ini adalah mempermudah keputusan penetapn harga dan mempertahankan goodwill

serta menjaslin hubungan baik dengan semua pelanggan (karena tak satupun pelanggan yang

Page 26: Bab 9

mendapatkan harga khusus atau dianggap lebih penting daripada pelanggan yang lain). Ada

beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi guna malaksanakan strategi ini, diantaranya :

Perlu adanya analisis rinci mengenai posisi perusahaan dan struktur biaya

dibandingkan dengan industri secara keseluruhan.

Dibutuhkan informasi yang berkaitan dengan variabilitas harga pada penawaran harga

yang sama kepada setiap orang.

Perlu pemahaman atas skala ekonomis yang tersedia bagi perusahaan.

Dibutuhkan informasi tentang harga kompetitif, yaitu harga yang sanggup dibayar

oleh pelanggan.

Sementara itu, strategi penetapah harga fleksibel merupakan strategi pembebanan

harga yang berbeda kepada pelanggan yang berbeda untuk produk yang kualitasnya sama.

Tujuan strategi ini adalah memaksimumkan laba jangka panjang dan memberikan keluwesan

dengan jalan memnungkinkan setiap penyesuaian harga, baik turun maupun naik.

Penyesuaian harga sangat bergantung pada tingkat persaingan yang dihadapi (harga pesaing),

hubungan dengan pelanggan, dan seberapa besar pelanggan bersedia membayar untuk produk

tersebut (termasuk didalamnya kemampuan tawar-menawar pelanggan). Penetapan harga

fleksibel banyak diterapkan dalam kalangan saluran distribusi, penjualan langsung produk-

produk industrial, dan pada penjualan eceran produk-produk yang malah,serta dalam

pemasaran homogeneous shopping products (McCarthy dan Perreault, 1990)

Strategi penetapan harga fleksibel mengandung beberapa kelemahan. Pertama,

seorang pelanggan yang mengetahui bahwa ada orang lain yang menikmati harga lebih murah

untuk mendapatkan bauran pemasarn yang sama akan merasa tidak puas. Kedua, apabila

konsumen mengetahui bahwa tawar-menawar dapat menguntungkan mereka, maka mereka

akan meluangkan lebih banyak waktu guna menawar harga barang. Hal ini dapat

memengaruhi biaya penjualan. Kelemahan ketiga adalah sebagian besar wiraniaga akan

terbiasa melakukan penurunan harga. Ini mengurangi peranan harga sebagai alat persaingan

dan menyebabkan turunnya harga. Selain itu, di Amerika Serikat ada pembatasan terhadap

metode ini untuk mencegah timulnya diskriminasi harga yang menjurus pada upaya

menekan/menghapus persaingan dan penciptaan monopoli (Berkowitz et al., 1992).

Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam strategi penetapan harga fleksibel antara

lain meliputi:

Perusahaan memiliki segala informasi yang dibutuhkan untuk mengimplementasi

strategi penetapan harga fleksibel. Biasanya strategi ini diimplementasikan dengan

Page 27: Bab 9

salah satu dari empat basis perbedaan harga : (a) berdasarkan pasar (segmen pasar

maupun lokasi geografis); (b) produk; (c) timing atau saat pembelian; serta (d)

teknologi.

Perlu dilakukan analisis customer-value terhadap produk.

Penekanan lebih besar pada margin laba ketimbang pada volume penjualan.

Pemantauan terhadap reaksi persaingan terhadap perubahan harga dimasa lampau.

4. Penetapan Harga Lini Produk (price lining)

Strategi ini digunakan apabila perusahaan memasarkan lebih dari satu jenis atau lini

produk. Harga untuk lini produk tersebut dapat bervariasi dan ditetapkan pada tingkat harga

spesifik yang berbeda, misalnya harga lini produk pakaian wanita ditetapkan sebesar Rp.

50.000,00; Rp. 75.000,00; dan Rp. 100.000,00. Permintaan bersifat elastis pada masing-

masing tingkat harga. Namun inelastis diantara berbagai tingkat harga tersebut. (lihat gambar

9.2). price lining dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, produsen menjual setiap item

produk dengan harga yang sama kepada pengecer. Kemudian pengecer menambahkan

persentase markup yang berbeda untuk masing-masing item, sehingga tingkat harganya

berbeda. Kriteria yang mendasari perbedaan tersebut adalah warna, model, dan permintaan

yang dihadapi. Kedua produsen merancang produk yang tingkat harga yang berbeda-beda dan

pengecer menambahkan persentaser markup yang relatif sama, sehingga harga jual yang

ditawarkan kepada konsumen akhir akan bervariasi. Biasanya variasi tingkat harga yang

efektif berkisar antara 3 hingga 4 macam tingkat harga. Bila terlampau banyak, konsumen

justru akan bingung.

Harga

Page 28: Bab 9

P1

P2

P3

Kuantitas

Gambar 9.2 Price Lining

5. Leasing

Leasing (sewa guna usaha) merupakan kontrak persetujuan antara pemilik aktiva

(lessor) dan pihak kedua yang memanfaatkan aktiva tersebut (lesse) untuk jangka waktu

tertentu dengan tingkat return tertentu. Objek leasing dapat beraneka ragam, diantaranya

apartemen, kantor, rumah, mobil, komputer, mesin fotokopi, bahkan bangunan pabrik.

Kontrak leasing umumnya memberikan hak kepada lesse untuk memperbarui kontrak sewa

untuk periode mendatang atau bahkan memberikan hak untuk membeli aktiva tersebut. pihak

lessee mendapatkan manfaat berupa penguunaan aktiva tertentu tanpa harus membeli sendiri.

Sedangkan pihak lessor mendapatkan uang sewa secara periodik. Kadangkala lessor juga

mensyaratkan pembayaran biaya pemeliharaan, pajak, dan asuransi. Ada dua jenis leasing

yang sering dijumpai yaitu :

1. Operating Lease, yaitu leasing yang jangka waktunya dapat dibatalkan dan biasanya

jangka waktu tersebut lebih singkat daripada umur ekonomis aktiva yang

dileasingkan. Contohnya mesin fotokopi, komputer, perangkat lunak komputer, dan

mobil

2. Financial lease, yaitu leasing dalam jangka panjang dan tidak dapat dibatalkan.

Dalam financial lease, lessee diwajibkan untuk membayar sewa sampai akhir umur

ekonomis aktiva. Financial lease terdiri atas 3 bentuk, yaitu :

a. Sale and leaseback

dalam perjanjian sale and leaseback, perusahaan menjual aktivanya kepada pihak

lain. Kemdian pihak pembeli tersebut menyewakan kembali aktiva tersebut

kepada perusahaan. Manfaat bentuk leasing ini adalah bahwa perusahaan

memperoleh dana dari penjualan aktiva tersebut (tambahan dana yang dapat

Page 29: Bab 9

digunakan untuk keperluan lain) dan masih dapat menggunakan aktiva tersebut

selama jangka waktu perjanjian leasing meskipun kepemilikannya telah beralih

kepada pihak lain.

b. Direct leasing

Dalam direct leasing. Lessee menyewa aktiva yang memang tidak dimiliki

sebelumnya.

c. Leveraged leasing

Leveraged leasing merupakan bentuk leasing untuk pembiayaan aktiva yang

memerlukan pengeluaran investasi yang bear. Dalam leveraged leasing ada tiga

pihak yang terlibat, yaitu lesse, lessor, dan pemberi pinjaman. Pihak lessor

memperoleh aktiva dengan cara berhutang kepada pihak ketiga (pemberi

pinjaman).

Tujuan dari strategi leasing ini dapat bermacam-macam, diantarnaya : (1).

Meningkatkan pertumbuhan pasar dengan menarik pelanggan yang tidak mampu membeli

sekaligus; (2) merealisasikan laba jangka panjang yang lebih besar, karena biaya produksi

diamortisasikan secara penuh (biaya sewa merupakan laba); (3) meningkatkan aliran kas; (4).

Memperoleh aliran laba yang stabil; serta (5) menghindari risiko kerugian akibat keusangan

teknologi.

Sebagaimana halnya dengan strategi-strategi lainnya, agar dapat menerapka strategi

leasing dengan sukses, harus pula dipenuhi beberapa persyaratan, diantaranya :

Perusahaan memiliki sumber keuangan yang dibutuhkan untuk melanjutkan produksi

yang selanjutnya akan digunakan untuk penjualan atau lease dimasa yang akan

datang.

Perusahaan memperhitungkan secara cermat tingkat lease dan periode minimum

leasing sehingga jumlah total yang dibayarkan oleh lesse lebih kecil daripada bila

dibayar secara angsuran bulanan pada penjualan sekaligus.

Cukup banyak tersedia pelanggan yang memiliki keterbatasan dana untuk membeli

aktiva secara sekaligus.

Lessor memiliki kemampuan untuk menyamai perkembangan produk yang mungkin

dapat membuat produk lessor usang.

6. Penetapan Harga Jasa

Page 30: Bab 9

Produk berupa jasa berbeda dengan barang fisik dalam hal intangibility (tidak

berwujud fisik), inseparability (proses produksi dan konsumsi cenderung tidak terpisahkan),

variability (kualitasnya bersifat subyektif bergantung pada siapa dan kapan disampaikan), dan

perishability (tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan). Implikasinya, penetapan harga jasa

berbeda degnanm penetapan harga barang, setidaknya dalam delapan aspek pokok. Pertama,

jasa tidak menghasilkan transfer kepemilikan fisik. Tidak mudah bagi pemasar jasa untuk

menghitung biaya finansial berkenaan dengan proses penciptaan kinerja intangible bagi

pelangga. Jauh lebih mudah untuk menghitung biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya

waktu pemakaian mesin, biaya penyimpanan, dan biaya pengiriman dalam memproduksi

barang fisik yang kepemilikannya ditransfer kepada pelanggan seiring dengan terjadinya

transaksi penjualan. Kendati demikian, pemahaman atas struktur biaya dapat sangat

membantu manajer jasa dalam menetapkan harga jasa pada level tertentu yang mampu

menghasilkan margin laba sebagaimana diharapkan. Lazim dijumpai bahwa organisasi jasa

memiliki rasio biaya tetap dibandingkan biaya variabel yang lebih besar dibandingkan

perusahaan manufaktur.

Kedua. Variabilitas input dan output. Unit konsumsi layanan atau jasa tidak selalu

mudah diidentifikasi. Sebagai contoh, unit konsumsi layanan listrik adalah kilowatt-hour

(KWH), unit konsumsi layanan untuk pemakaian telepon adalah waktu dan jarak, sedangkan

unit konsumsi layanan jasa pengacara adalah waktu (jam). Sewaktu sistem tarif jasa dokter

berdasarkan lamanya waktu konsultasi dan pemeriksaan pasien diberlkakukan di Australia,

sempat mucul kontroversi dipublik. Hal semacam ini menggambarkan permasalahan pelik

dalam hal menentukan basis penetapan harga jasa, khususnya untuk tipe-tipe jasa spesifik.

Selain itu, unit konsumsi layanan yang serupa belum tentu membutuhkan biaya yang sama

persis sama dalam prose produksinya dan nilainya juga belum tentu sama bagi setiap

pelanggan.

Ketiga, heterogenitas jasa membatasi pemahaman konsuen tentang harga jasa.

Pemasar jasa cenderung fleksibel dalam merancang konfigurasi jasa yang ditawarkan.

Perusahaan-perusahaan jasa dapat menawarkan variasi kombinasi dan permutasi layanan

yang relatif tak terhingga, sehingga struktur penetapan harga menjadi sangat kompleks dan

rumit. Contoh sederhana dijumpai pada produk asuransi jiwa. Dengan kombinasi antara

berbagai tipe asuransi, fitur, dan variasi berkenaan dengan karakteristik pelanggan (seperti

umur, risiko kesehatan, merokok atau tidak merokok, dan seterusnya), hanya sedikit

perusahaan asuransi yang menawarkan fitur dan harga yang persis sama. Konsekuensinya,

tidak mudah bagi pelanggan untuk mendapatkan references prices yang akurat sebagai

Page 31: Bab 9

patokan dalam membuat keputusan pemvelian jasa asuransi. Hanya konsumen yang benar-

benar paham dan mengerti seluk beluk asuransi yang mampu membandingkan secara

langsung harga antar perusahaan asuransi secara mudah.

Keempat, penyedia jasa tidak bersedia dan/atau tidak mempu mengestimasi harga.

Faktor lain yang menyebabkan konsumen sulit mendapatkan references prices yang akurat

untuk jasa-jasa tertentu adalah keengganan atau ketidak mampuan sebagai penyedia jasa

untuk mengestimasi harga sebelum transaksi atau konsumsi jasa dilakukan. Situasi seperti ini

kerap kali dijumpai dalam jasa medis dan konsultasi hukum. Mengapa demikian? Penyedia

jasa sulit memperkirakan harga akhir sebelum melakukan pemeriksaan atas pasien atau

situasi kasus yang dihadapi klien. Kendati demikian, dalam beberapa konteks B2B (Bussiness

to Bussiness Marketing), pelanggan bisnis dapat mendapatkan tawaran atau estimasi harga

untuk jasa-jasa kompleks seperti konsultasi manajemen atau jasa konstruksi.

Kelima, keinginan pelanggan individual sangat beraneka ragam. Faktor lain yang juga

berkontribusi pada sulitna mendapatkan reference price yang akurat adalah perbedaan

keinginn pelanggan individual. Sebagai contoh, banyak penata rambut yang menetapkan

harga berbeda-beda untuk pelanggan berbeda, tergantung panjangna rambut, tipe haircut,

serta beraneka gaya dan penanganan yang dikehendaki pelanggan. Hal sama berlaku pula

untuk kamar hotel yang harganya dapat bervariasi berdasarkan ukuran kamra, usia kamar,

tiper ketersediaan faslitas kamar, dan tipe pelanggan (individual rate versus group rate).

Keenam, banyak jasa yang sulit dievaluasi. Intangibilitas kinerja jasa dan invisibility

fasilitas pendukung dan tenaga kerja yang memfasilitasinya kerap kali membuat konsumen

lebih sukar mengevaluasi jasa dibndingkan barang fisik. Sebagai ilustrasi, bila kita

mengundang seorang pembicara untuk mengisi sebuah sesi pelatihan internal, kerap kali kita

mengalami kesulitan dalam mengevaluasi harga yang dibayarkan (misalkan, dua juta rupiah

untuk 2 jam). Sepintas kelihatannya pembicara bersangkutan hanya bermodalkan slide

transparansi atau PowerPoint beberapa lembar dan bercuap-cuap sejenak dan mendapatkan

uang banyak. Akan tetapi, sebenarnya dibalik itu semua, untuk dapat menyampaikan materi

secara efektif dan memuaskan, sang pembicara membutuhkan kompetensi yang didapatkan

lewat pendidikan formal, informal dan pengalaman (manajerial, riset, maupun akademis);

waktu untuk mempersiapkan materi; riset tambahan (sesuai kebutuhan); dan seterusnya.

Ketujuh, pentingnya faktor waktu. penjadwalan dan lamanya waktu yang dibutuhkan

untuk merampungkan sevuah jasa dapat memengaruhi persepsi konsumen terhadap nilai jasa

bersangkutan. Dalam berbagai kasus, pelanggan bersedia membayar lebih mahal untuk

layanan yang disampaikan lebih vepat, contohnya jasa cuci cetak foto, jasa pos kilat, jasa

Page 32: Bab 9

kurir (seperti DHL, TNT, dan FedEx), dan jasa pembuatan paspor. Kadangkala kecepatan

layanan berdampak pada peningkatan biaya operasional (seperti baya lembur dan pealatan

atau fasilitas yang lebih mahal), contohnya jasa pos udara versus jasa pos laut. Sementara itu,

dapat pula layanan yang lebih cepat hanyaralh masalah pengaturan prioritas siapa yang

dilayani terlebih dahulu, misalnya waktu untuk mencuci pakaian di express dry cleaning

sama dengan dry cleaning biasa. Satu-satunya perbedaan adalah penghematan waktu

dikarenakn express dry cleaning mendapatkan prioritas dalam artian.

Kedelapan, ketersediaan saluran distribusi elektronik dan fisik. Pemanfaatan berbagai

saluran distribusi berberda untuk menyampaikan jasa yang sama (contohnya, face-to-face

banking versus phone banking versus internet banking) berdampak pada biaya penyediaan

jasa bagi pihak bank dan karakteristik pengalaman jasa bagi nasabah. Sebagian nasabah lebih

senang berinteraksi dengan staf bank, sementara ada pula yang lebih menyukai kenyamanan

fasilitas teknologi swalayan. Dengan demikian, persepsi setiap pelanggan terhadap transaksi

jasa yang disampaikan melalui saluran distribusi tertentu dapat berbeda-beda.

Salah satu solusi efektif penetapah harga jasa adalah value strategies. Prinsip

utamanya adalah mengkaitkan secara langsung harga yang dibayarkan pelanggan dengan

nilai yang mereka terima dari konsumsi jasa perusahaan: satisfaction-based pricing,

relationship pricing dan efficiency pricing.

a. satisfaction-based pricing

faktor ingagibilitas kerap kali menyebabkan persepsi pelanggan terhadap risiko

pembelian jasa (risiko finansial, sosial, psikologis, keamanan, dan lain-lain) semakin besar.

Tujuan utama satisfaction-based pricing adalah menekan risiko-risiko tersebut. ada sejumlah

carayang dapat ditempuh. Pertama, menyediakan service guarantees. Sekalipun pada

akhirnya pelanggan tidak puas terhadap jasa yang dibelinya, keberadaan garansi dapat

memberikan semacam kompensasi (biasanya berupa pengurangan hraga atau pengembalian

uang) atas kekecewaan yang dirasakan. Apabila diterapka secara benar, garansi jasa dapat

merefleksikan komintmen perusahaan terhadap kepuasan pelanggan dan keyakinannya pada

tingkat kualitas jasa yang ditawarkan. Bagi karyawan garansi jasa juga sangat membantu

mereka dalam memahami stradar kualitas dan ekspektasi pelanggan. Domino’s Pizza,

misalnya menjamin pengantaran Pizza dalm waktu 30 menit. Jika tidak, pelanggan

mendapatkan diskon US$ 3 (sebelumnya malah gratis). Kendati demikian, strategi garansi

jasa belum tentu cocok bagi semua perusahaan. Tentu saja tidak ada organisasi yang bersedia

menjamin layanan yang jelek. Itu sama saja tindaka ‘bunuh diri’.

Page 33: Bab 9

Kedua menerapkan benefit-driven pricing. Strategi ini didasarkan pada bagaimana

jasa digunakan dan bagaimana jasa memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Dalam strategi

ini, perusahaan menetapkan harga secara eksplisit atas aspek jasa yang secra langsung

memberikan manfaat bagi para pelanggan. Hasil yang diharapkan adalah bahwa pelanggan

bakal merasa puas dikarenakan berkuarngnya persepsi mereka terhadap ketidakpastian bahwa

harga jasa yang dibayarkan tidak berkaitan dengan manfaat yang diterima. Salah satu contoh

aplikasi strategi ini adalah praktik penetapan harga yang dilaiukau ERA-IRA, sebuah

perusahaan yang bergerak dalam bisnis penyediaan informasi online terkomputerisasi.

Perusahaan yang tergolong pemain utama di kawasan Eropa ini menerapkan struktur

penetapan harga yang dinamakan “pricing for information”. Berbeda dengan strategi

penetapan harga koncensional yang membebankan biaya atas dasar log-on time (lamanya

pelanggan berkoneksi dengan database yang disediakan), ERA-IRS mendasarkan haganya

pada informasi yang dibaca atau digunakan pelanggan. Struktur harga ini difasilitasi dengan

fitur yang disebut ZOOM yang memungkinkan pelanggan menjelajahi beberapa databasae

kompleks secara simultan dengan presisis tinggi. Meskipun fitur ini cenderung bersifat time-

intensive, pelanggan tidak merasa khawatir karena harnganya lebhi didasarkan pada

informasi yang didapatkan (manfaat atau benerfit) dan bukan atas dasar waktu.

Ketiga menggunakan flat-rate pricing dapat mengurangi ketidakpastian pelanggan

melalui kesepakatan atas harga yang dilakukan diawal transaksi. Dalam hal ini, pnyedia jasa

menanggung risiko atas segala kemungkinan biaya tambahan yang terjadi. Strategi ini sangat

efektif bagi perusahaan-perusahaan yang berkecimpung dalam industri yang harganya tidak

dapat diprediksi, biaya sulit dikelola, atau para pesaing cenderung melakukan estimasi rendah

guna memenangkan tender atau proyek namun tidak bersungguh-sungguh berusaha

memenuhinya.

b. Relationship Pricing

Pada prinsipnya, Relationship marketing merupakan upaya menarik,

mempertahankan, dan meningkatkan relasi dengan para pelanggan. Strategi ini bermanfaat

bagi perusahaan maupun pelanggan. Bagi perusahaan, mempertahankan pelanggan jauh lebih

murah dibandingkan meraih pelanggan baru (apalabi merebut pelanggan dari para pesaing).

Relasi jangka panjang juga memberikan manfaat berupa ‘gethok tular’ positif, cross selling,

up-selling, berkurangnya sensitivitas harga, dan tingkat loyalitas pelanggan yang lebih besar.

Semsntara itu, pelanggan juga diuntungkan bila menjaslin hubungan jangka panjang dengan

penyedia jasa yang kompeten dan terpercaya, apalabi jika jenis jasanya berisiko tinggi, jarang

Page 34: Bab 9

dibeli, bernilai tinggi, dan sangat penting artinya bagi pelanggan bersangkutan. Ancangan

yang dapat digunakan untuk menjalin relasi jangka panjang dengan pelanggan adalah

menawarkan insentif berupa pengurangan harga bagi pelanggan agar mereka memercayakan

sebagian besar pembeliannya dari satu penyedia jasa dan menolak segala jenis tawaran dari

para pesaing.

Bentuk spesifik strategi ini dapat dua macam. Pertama, kontrak jangka panjang yang

memberikan insentif harga dan non-harga kepada pelanggan agar mereka bersedia mengikat

diri pada relasi jangka panjang yang saling menguntungkan. Perusahaan jasa sambungan

telepon (seperti Telstra, Optus, B Digital, AAPT, dan 3 di Australia) dan jasa kurir (seperti

United Parcel Service) menerapkan strategi semacam ini. Kedua, menerapkan price bundling

yaitu menjual dua atau lebih jasa dalam satu paket.harga paket harus lebih murah daripada

harga total masing-masing item bila dijual terpisah.

c. Efficiency Pricing

Aspek utama dalam strategi ini adalah pemahaman, pengelolaan dan penekanan biaya.

Sebagian atau seluruh penghematan biaya akan diteruskan kepada para pelanggan dalam

bentuk harga yang lebih murah. Agar dapat efektif, struktur biaya yang rendah harus sulit

ditiru oleh para pesaing, minimal dalam jangka pendek. Selain itu, penghematan biaya yang

diteruskan kepada konsumen harus dapat meningkatkan persepsi positif konsumen terhadap

nilai produk. Penekanan biaya yang menghasilkan harga murah namun jasanya tidak

memuaskan tidak bakal berhasil. Dua perusahaan penerbangan terkemuka (Southwest dan

Virgin Airlines) merupakan contoh perusahaan jasa yang sukses dan menerapkan strategi ini.