Bab 5 Proses Produksi Rolling Mill Pt Ispat Indo - (Backup)

12
46 Jurusan Teknik Mesin FTI – ITN praktek kerja nyata – PT ISPATINDO BAB V PROSES PRODUKSI ROLLING MILL 5.1 Proses Produksi Proses rolling mill di PT ISPATINDO dibagi menjadi dua line, yaitu line A dan line B. produksi rolling mill line A mampu memproses ukuran bilet sepertiga lebih besar dari rolling mill line B. perbedaan line A dan line B adalah sebagai berikut. 1. Line A dimensi billet = 9,2 meter (P) x 150 mm (L) x 150 mm (T) Penampang billet = 225.000 mm 2 Berat billet = 1.56 ton Rolling rate = 68 ton/jam 2. Line B Panjang billet = 120 mm (L) x 120 mm (T) x 4 meter (P) Penampang billet = 14.400 mm 2 Berat billet = 0.54 ton Rolling rate = 35 ton/jam Pada laporan kerja praktek ini akan lebih difokuskan pembahasan proses produksi wire rod untuk sequence 5.5 mm pada rolling mill line A. Line A dipilih karena teknologi yang digunkan sudah secara full autonomous yang merupakan manufaktur dari DANIELIE ITALY. Hasil produksi line A juga lebih besar dan konsisten dibandingkan dengan line B. Line B sendiri masih menggunakan teknologi lama/ kuno dalam rolling sehingga biaya dan waktu produksi lebih mahal daripada line A. Pada line A terdapat tiga tahapan produksi diantaranya. a. Billet reheating furnace line (BRF) b. Rolling equipment line c. Finishing area line

Transcript of Bab 5 Proses Produksi Rolling Mill Pt Ispat Indo - (Backup)

  • 46

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    BAB V

    PROSES PRODUKSI ROLLING MILL

    5.1 Proses Produksi

    Proses rolling mill di PT ISPATINDO dibagi menjadi dua line, yaitu line A

    dan line B. produksi rolling mill line A mampu memproses ukuran bilet

    sepertiga lebih besar dari rolling mill line B. perbedaan line A dan line B adalah

    sebagai berikut.

    1. Line A

    dimensi billet = 9,2 meter (P) x 150 mm (L) x 150 mm (T)

    Penampang billet = 225.000 mm2

    Berat billet = 1.56 ton

    Rolling rate = 68 ton/jam

    2. Line B

    Panjang billet = 120 mm (L) x 120 mm (T) x 4 meter (P)

    Penampang billet = 14.400 mm2

    Berat billet = 0.54 ton

    Rolling rate = 35 ton/jam

    Pada laporan kerja praktek ini akan lebih difokuskan pembahasan proses

    produksi wire rod untuk sequence 5.5 mm pada rolling mill line A. Line A

    dipilih karena teknologi yang digunkan sudah secara full autonomous yang

    merupakan manufaktur dari DANIELIE ITALY. Hasil produksi line A juga

    lebih besar dan konsisten dibandingkan dengan line B. Line B sendiri masih

    menggunakan teknologi lama/ kuno dalam rolling sehingga biaya dan waktu

    produksi lebih mahal daripada line A. Pada line A terdapat tiga tahapan

    produksi diantaranya.

    a. Billet reheating furnace line (BRF)

    b. Rolling equipment line

    c. Finishing area line

  • 47

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    5.2 Pembahasan dari masing masing proses

    Pembahasan dari masing masing proses adalah sebagai berikut

    5.2.1 Flow chart rolling mill

    5.2.2 Tahap I billet reheating furnace (BRF) line A

    Tahapan pertama pada proses rolling mill di PT ISPATINDO adalah

    memanaskan dahulukan billet. Billet yang masuk ke unit BRF line A

    berukuran 150 mm x 150 mm x 9,2 meter dimana billet yang akan

    diproses perlakuan panas disusun terlebih dahulu pada charging bed

    yang digerakkan secara eksentrik oleh motor listrik. Billet yang berada

    pada charging bed kemudian di dorong kedalam unit BRF dengan

    charging billet pusher yang digerakkan oleh dua unit silinder hidrolik.

    Setelah berada di dalam unit BRF, billet telah berada pada charging

    bed BRF. Tipe dari charging proses BRF yang digunakan adalah

    walking heart type dimana landasan tempat billet berada akan bergerak

    layaknya langkah kaki manusia.

    BILLET

    BILLET REHEATING FURNACE

    MILL EQUIPMENT AREA

    COLLECTION AREA

    FINISHING

    Storage area

    Gambar 5.1 Flow chart rolling mill

  • 48

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    Untuk memposisikan kesejajaran billet yang masuk BRF dan menghindari

    keluar dari jalurnya digunakan alat charging potitioner untuk mengatur arah

    gerak dari billet.

    Didalam unit BRF billet akan dipanasdahulukan dengan melewati 4

    daerah /zone. Daerah daerah tersebut adalah

    Recooperative Zone

    Recooperative zone merupakan pemanasan awal billet dengan

    temperature antara 27oC sampai dengan 950 oC.

    Preheating Zone

    Pada zona preheating zone terdapat 12 burner yang akan memanaskan

    billet dengan suhu antara 950oC sampai dengan 1100oC..

    Heating Zone

    Heating zone merupakan daerah pemanasan billet dengan

    temperature proses yang dikehendaki sebelum memasuki prose rolling.

    Proses pemanasan awal pada billet di recooperative zone dan pre heating

    zone sampai mencapai temperature 1210oC mengurangi terjadinya heat

    dropping ( kehilangan panas) pada proses di heating zone.

    Soaking Zone

    Setelah melalui heating zone, selanjutnya memasuki soaking zone (

    daerah homoginasi temperature). Pada daerah ini billet akan mengalami

    homogenisasi temperature pada seluruh bagian billet sampai ke bagian

    inti billet.

    Waktu yang diperlukan atau cycle time working dari proses charging

    billet sampai keluarnyabillet dari unit BRF rata rata adalah 82 detik

    untuk 1 kali siklus kerja sehingga kapasitas unit BRF 1053 siklus/hari

    dengan daya tampung billet pada BRF adalah 78 ton/jam (1872

    ton/hari).

    Setalah mengalami proses pemanasan pada unit BRF billet

    selanjutnya dikeluarkan dari BRF dengan alat kick of device yang

    dikontrol secara automatis. Billet yang diampbil dengan kick off device

  • 49

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    kemudian diarahkan ke discharge roll table untuk menggiring billet ke

    stand rolling mill.

    5.2.3 Tahap II rolling mill line A

    Tahap II adalah tahapan dimana billet telah keluar dari unit BRF.

    Sebelum billet memasuki stand rolling mill, billet akan dibersihkan dari

    terak terak carbon yang ada di permukaan billet dengan alat descaler.

    Descaler akan menyemprotkan air bertekanan, tekanan air yang

    dipancarkan mencapai 90 bar. Air yang dipancarkan descaler melaui 8

    buah nozzle yang ada pada setiap sisi dinding descalaer device.

    Dari descaler billet kemudian diarahkan ke roll table untuk

    selanjutnya masuk ke rolling stand 1A. sebelum masuk ke stand rolling

    1A, billet sebelumnya akan masuk ke pinch roll sebagai breaker billet

    agar ujung billet satu dengan ekor billet lainnya ( yang terlebih dahulu

    masuk stand roll 1A) tidak saling bertubrukan. Proses rolling mill

    terbagi menjadi 4 stage rolling yaitu

    Roughing mill

    Pada stage roughing mill billet akan di bentuk dengan roll dengan

    profile groove box, oval, dan round secara bertahap dari setiap

    stand. Pada roughing mill sendiri terdiri dari 6 stand yaitu stand 1A

    2a 1 2 3 4, tiap stand merupakan tipe cantilevere mounted

    roll yang terpasang secara horizontal dan vertical. Billet akan

    dibentuk dari bentuk asalnya yang persegi kemudian dibentuk

    persegi lagi lalu oval kemudian round secara bertahap. Spesifikasi

    dari roughing mill sebagai berikut pada sequence 5.5.

    Stand

    no Gap groove Stock Speed

    Groove

    faktor

    Stand

    position sequence

    m/s r/f

    1a 15,0 Box 111 x 182 0,11 99 Horizontal 5.5

    Tabel 5.1 Spesifikasi roughing mill untuk sequence 5,5 mm

  • 50

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    2a 15,0 box 121 x 128 0,13 1,182 108 Vertikal 5.5

    1 10,0 Box 80 x140 0,18 1,385 74 Horizontal 5.5

    2 8,0 Box 90 x 96 0,23 1,278 82 Vertikal 5.5

    3 8,0 Oval 61 x113 0,33 1,435 47 Horizontal 5.5

    4 8,0 round 74 x 75 0,44 1,333 53 vertikal 5.5

    Intermediate mill

    Pada stage intermediate mill billet akan di bentuk dengan roll

    dengan profile groove oval, dan round secara bertahap dari setiap

    stand. Pada roughing mill sendiri terdiri dari 6 stand yaitu stand 5

    6 7 8 9 10, tiap stand merupakan tipe cantilevere mounted

    roll yang terpasang secara horizontal dan vertical. Pada intermediate

    mill billet yang akan dibentuk menjadi round secara bertahap

    dengan groove oval dan round secara bertahap. Spesifikasi dari

    roughing mill sebagai berikut pada sequence 5.5.

    Stand

    no Gap groove Stock Speed

    Groove

    faktor

    Stand

    position sequence

    m/s r/f

    5 6,7 Oval 45 x 88 0,61 1,386 30 Horizontal 5.5

    6 6,5 round 54.5 x 56.5 0,81 1,328 38 Vertikal 5.5

    7 5,0 Oval 30 x 68.5 1,12 1,383 21 Horizontal 5.5

    8 5,0 round 40 x 41 1,52 1,357 27 Vertikal 5.5

    9 5,0 Oval 23.5 x 49 2,08 1,368 15 Horizontal 5.5

    10 3,5 round 31 x 31 2,61 1,225 21 vertikal 5.5

    Prefinishing mill

    Pada stage prefinishing mill billet akan di bentuk dengan roll

    dengan profile groove oval, dan round secara bertahap dari setiap

    stand. Pada roughing mill sendiri terdiri dari 6 stand yaitu stand 11

    12 13 14 16, tiap stand merupakan tipe cantilevere mounted

    Tabel 5.2 Spesifikasi intermediate mill untuk sequence 5,5 mm

  • 51

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    roll yang terpasang secara horizontal dan vertical. Pada prefinishing

    mill billet yang akan dibentuk menjadi round secara bertahap

    dengan groove oval dan round secara bertahap. Spesifikasi dari

    roughing mill sebagai berikut pada sequence 5.5.

    Stand

    no Gap groove Stock Speed

    Groove

    faktor

    Stand

    position sequence

    m/s r/f

    11 6,2 Oval 18 x 40 3,16 1,211 16 Horizontal 5.5

    12 4,6 round 24.6 x 23 4,09 1,294 16 Vertikal 5.5

    13 4,1 Oval 16.8 x 29.5 5,3 1,296 11 Horizontal 5.5

    14 2,0 round 20.3 x 20.3 6,52 1,23 15 Vertikal 5.5

    15 3,0 Oval 13.3 x 25.8 8,06 1,236 9 Horizontal 5.5

    16 2,4 round 16.8 x 16.8 9,6 1,191 12 vertikal 5.5

    Finishing mill (block mill)

    Pada stage finishing mill billet akan di bentuk dengan roll dengan

    profile groove oval, dan round secara bertahap dari setiap stand.

    Pada roughing mill sendiri terdiri dari 6 stand yaitu stand 17 18

    19 20 21 22 23 24 25 26, tiap stand merupakan tipe

    cantilevere mounted roll yang terpasang secara horizontal dan

    vertical. Pada finishing mill billet telah berbentuk round yang

    selanjutnya akan diroll sesuai dengan diameter yang diinginkan. Di

    block mill kualitas dari produk yang dihasilkan sangat menentukan

    sesuai dengan grade yang ada. Spesifikasi dari roughing mill sebagai

    berikut pada sequence 5.5.

    Tabel 5.3 Spesifikasi prefinishing mill untuk sequence 5,5 mm

  • 52

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    Stand

    no Gap groove Stock Speed

    Groove

    faktor

    Stand

    position sequence

    m/s r/f

    17 1.70 Oval 20,3 x 11,0 210 Horizontal 5.5

    18 0.7 round 14,3 x 14.3 221 Vertikal 5.5

    19 1.10 Oval 17,0 x 8,9 200 Horizontal 5.5

    20 0.85 round 11,0 x 11,1 22.20 2.313 220 Vertikal 5.5

    21 1.00 Oval 13,9 x 6,7 202 Horizontal 5.5

    22 0.80 round 9.10 x 9.10 24.82 3.627 222 vertikal 5.5

    23 1.00 Oval 11,0 x 5,20 204 Horizontal 5.5

    24 0.70 round 6,9 x 7,20 55.37 5.768 223 Vertikal 5.5

    25 1.10 Oval 8,8 x 4,15 206 Horizontal 5.5

    26 1.20 round 5,50 x 5,50 85.31 8.886 216 Vertikal 5.5

    PT. ISPATINDO memproduksi wire rod dengan ukuran diameter

    5.5-17 mm hal ini dikarenakan dari stand 16 diameter maksimal adalah

    17mm sebelum masuk menuju blok mill. Sedangkan dari blokmill

    sendiri diameter maksimal yang dihasilkan adalah 5.5 mm. Untuk

    perubahan produksi diameter wire rod antara diameter 5.5-17mm yaitu

    dengan cara pelepasan, pergantian dan pengaturan gap pada rolling yang

    berada pada block mill area. Setiap wire rod yang diproduksi didasarkan

    pada sequence sequence ( diameter pokok) yang telah ditetapkan oleh

    PT ISPATINDO. Sequence sequence ini nantinya yang menentukan

    susunan roll pada block mill area.

    Jika akan memproduksi wire rod berdiameter 5.5 mm maka stand

    terakhir yang dilewati adalah stand 26 dalam hal ini semua stand pada

    block mill area terpakai Namun jika memperoduksi sequence lain

    misalnya wire rod dengan diameter 9 mm diproduksi dengan cara

    pengaturan gap pada stand 22 agar diameter yang dihasilkan pada proses

    Tabel 5.4 Spesifikasi finishing mill untuk sequence 5,5 mm

  • 53

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    roling terakhir berukuran 9 mm kemudian dilakukan pelepasan roll

    yang tidak terpakai pada block mill stand 23 24 25 26 . Rolling

    pada block mill ini tidak digunakan agar diameter tidak tereduksi

    kembali dan diganti dengan pipa yang langsung terhubungke crolling

    guide lalu ke turn forming head. Stand pada block mill area yang dilepas

    adalah pada stand genap karena stand genap memiliki bentuk keluaran

    lingkaran sedangkan stand ganjil memiliki bentuk keluaran oval

    Billet yang masuk rolling mil memiliki kecepatan yang berbeda

    beda, kecepatan rolling mill pada roughing akan lebih lambat kerena

    ukuran billet yang masih besar namun semakin menuju finishing mill

    kecepatan rolling akan semakin tinggi mencapai 100 meter/detik karena

    diameternya yang semakin kecil.

    Sequence pada setiap stand harus sinkron dengan kecepatan atau

    master speed yang telah ditetapkan dengana standart yang dimiliki oleh

    PT ISPATINDO. Standart ini nantinya akan digunakan untuk

    menyeimbangkan parameter produksi antar stand satu dengan yang

    lainnya. Jika tidak terjadi keseimbangan antar stand maka akan terjadi

    loop atau tension pada rolling mill.

    Gambar 5.5. Skema looping pada rolling mill akibat tension pada stand B

    terlau tinggi daripada stand A

  • 54

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    Untuk menghindari tegangan yang berlebih pada rolling billet yang

    diakibatkan adanya gaya tarik atau tension yang terjadi maka dipasang

    vertical looper yang terpasang pada masing masing stand.

    Tiap bar yang akan mengalami proses pemotongan (shear) pada

    ujung depan dan belakang rolling billet. Hal ini dikarenakan sebagian

    besar bagian ujung dan ekor dari rolling billet mengalami penurunan

    temperature yang cepat sehingga menjadi lebih keras dan hal ini

    dikhawatirkan akan menyebabkan penambahan beban pada proses

    rolling berikutnya. Posisi shear berada setelah stand 4, stand 10 dan

    stand 16. Dari stand 16 kemudian rolling billet masuk ke block mill,

    didalamnya juga terdapat tempat khusus yang digunakan untuk

    memotong hasil rolling yang mengalami cobble.

    Dari block mill rolling billet selanjutnya masuk proses pendinginan

    yang menggunakan water cooling box yang ada 2 unit WCB. WCB

    digunakan untuk mendinginkan bar sebelum masuk ke turn forming

    head (TFH). Setalah rolling billet didinginkan dan diukur diameternya

    dengan alat yang diberi nama Zumbach, rolling billet memasuki pinch

    roll untuk mengurangi kecepatan rolling billet sebelum memasuki

    proses turn forming head. Pada turn forming head rolling billet yang

    telah menjadi wire rod setelah keluar dari block mill akan di puntir

    Gambar 5.6. Skema tension pada rolling mill akibat tension pada stand A

    terlau tinggi daripada stand B

  • 55

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    menjadi bentuk spiral (coil). Cara kerja alat ini berputar dengan dipandu

    oleh pipa spiral membentuk coil wire rod yang kemudian ditransfer ke

    collection area. Pada turn forming head terdapat insert yang berguna

    mengurangi vibrasi dan menjaga bar agar tidak bersiggungan dengan

    pipa.

    Dari TFH wire rod akan melalui unit cooling conveyor pendingin

    untuk mendapatkan grade yang diinginkan. Proses pendiginan sendiri

    dpat dilakukan pada temperature ruangan 28oC atau dengan bantuan

    tiupan angin blower yang berjumlah 23 unit. Untuk grade high carbon

    alloy digunakan pendinginan yang cepat dengan blower namun untuk

    low & medium carbon alloy digunakan pendinginan lambat pada

    temperature ruangan.

    5.2.4 Tahap III finishing line A

    Pada tahap finishing area, wire rod melewati cooling conveyor,

    selanjutnya wire rod diarahkan ke easy down fork (lifting table). Dari

    easy down fork wire rod kemudian ke trestle. Trestle disini berfungsi

    untuk menerima dan mentrasfer wire rod dari easy down fork, trestle

    akan membawa wire rod ke tilting table dengan digerakkan oleh

    conveyor. Sebelum sampai ke tiliting table trestle akan masuk rotary

    table untuk merubah arah gerak trestle, yang nantinya menuju ke tilting

    table. Di tilting table,trestle diputar dibalikan kemudian diterima oleh

    discharge truck, dari discharge truck wire rod dan trestle dibawa oleh

    transfer car untuk dimasukkan (dikaitkan ) di hook hook yang ada pada

    hook convenyor. Jumlah hook yang ada pada hook convenyor adalah 36

    unit. Conveyor hook akan membawa wire ron ke timbangan untuk

    ditimbang beratnya selanjutnya ditaranfer ke compacting . Di unit

    compacting wire rod kan diikat aolek kawat baja, dengan banyak ikatan

    4 bauh. Setelah itu coil yang sudah diikat diambil lagi oleh hook

    conveyor. Hook conveyor mengantarkan coil wire rod yang sudah diikat

  • 56

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    ke storage transfer. Dari storage transfer coil wire rod diambil oleh

    forklift untuk dibawa ke storage area.

    5.3 Product Rolling Mill

    Produks akhir dari proses rolling mill di PT ISPATINDO adalah wire rod

    dengan beberapa grade yaitu sebagai berikut

    5.3.1 High carbon steel wire rod

    Produk high carbon steel wire rod diproduksi sesuai dengan standart

    JIS G 3506 dan setara dengan standart AISI untuk manufaktur spring

    wire, rope wire, ACSR wire, wire for umbrella rib dan cycle spoke, pre

    stressed concrete wire dan lain lain.

    Product range : 5.5, 6.0, 6.4, 7.0, 8.0, 9.0, 9.5, 10.0, 11.0, 12.0,

    13.0, 14.0, 15.0, 16.0, 17.0, 18.0, 19.0 (mm). besar toleransi

    0.40 0.64 mm pada diameter.

    Controlled cooling : Stelmor Type

    Coil weight : 1500 kg up to 1800 approximately

    Coil dimensions : Inside diameter 850 mm and outside diameter

    1250 mm

    5.3.2 Low carbon steel wire rod

    Produk low carbon steel wire rod diproduksi sesuai dengan standart

    JIS G 3505 dan setara dengan standart AISI / SAE untuk manufaktur

    fine wire, annealed wire, galvanized wire, nail wire, barbed wire, staple

    wire, rivet wire, dan lain lain.

    Product range : 4.7, 4.9, 5.1, 5.4, 5.5, 6.0, 6.4, 7.0, 8.0, 9.0, 9.5,

    10.0, 11.0, 12.0, 13.0, 14.0, 15.0, 16.0 (mm). besar toleransi

    0.40 0.64 mm pada diameter.

    Controlled cooling : Stelmor Type

    Coil weight : kurang lebih 1700 kg atau 3 coil wire rod seberat

    550 kg yang diikat bersama sama dengan berat mencapai 1650

    kg.

  • 57

    Jurusan Teknik Mesin FTI ITN

    praktek kerja nyata PT ISPATINDO

    Coil dimensions : Inside diameter 850 mm and outside diameter

    1250 mm

    5.3.3 Cold heading quality

    Produk low carbon steel wire rod diproduksi sesuai dengan standart

    JIS G 3507.

    Product range : 5.5 sampai dengan 16 mm, besar toleransi

    diameter 0.30 mm ( untuk 5.5mm) yang sesuai dengan standart

    internasional.

    Controlled cooling : Stelmor atau Retarded Type

    Coil weight : kurang lebih 1300 kg sampai dengan 1500 kg.

    Coil dimensions : inside diameter 900 mm and outside diameter

    1250 mm.

    5.3.4 Welding electrode grades steel wire rod

    Spesifikasi welding electrode sesuai dengan JIS G 3503 atau AWS

    standart yang digunakan sebagai core wire dari elektroda mild steel

    pada pengelasan busur listrik baja structural dan elektroda lapis

    tembaga untuk kawat las CO2 ( metal inert gas) pada pengelasan

    submerged.

    Product range : 5.5, 6.0, 6.4, 7.0, 8.0, 9.0, 9.5 mm dengan

    toleransi diameter sebesar 0.50 mm

    Controlled cooling : Stelmor atau Retarded Type

    Coil weight : kurang lebih 1700 kg.

    Coil dimensions : inside diameter 900 mm and aoutside diameter

    1250 mm.