Bab 5 dan 6

13
BAB V HASIL Hasil penelitian yang dilakukan kepada 122 sampel yang datang berobat ke Puskesmas Babelan Bekasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2014 dan tidak ada sampel yang dinyatakan drop out, adalah sebagai berikut. Analisis Univariat Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Sampel di Puskesmas Babelan Bekasi Utara Karakteristik n % Jenis Kelamin Laki-Laki 55 45,1 Perempuan 67 54,9 BMI Kurus (<18,5) 3 2,5

description

Bab 5 dan 6

Transcript of Bab 5 dan 6

Page 1: Bab 5 dan 6

BAB V

HASIL

Hasil penelitian yang dilakukan kepada 122 sampel yang datang berobat ke Puskesmas Babelan Bekasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2014 dan tidak ada sampel yang dinyatakan drop out, adalah sebagai berikut.

Analisis Univariat

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Sampel di Puskesmas Babelan Bekasi Utara

Karakteristik n %

Jenis Kelamin

Laki-Laki5545,1

Perempuan6754,9

BMI

Kurus (<18,5)32,5

Normal (18,5-22,9) 5545,1

Page 2: Bab 5 dan 6

Di atas normal (23-25)5545,1

Obese (>25)97,4

Lingkar Pinggang

Normal 3831,1

Obesitas Sentral8468,9

Aktivitas Fisik

Tinggi21,6

Sedang 12098,4

Rendah00

Pola Makan

Baik10485,2

Buruk1814,8

Page 3: Bab 5 dan 6

Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar responden adalah perempuan, yakni 54,9%. Selain itu, berdasarkan Body Mass Index (BMI) sebagian besar adalah dalam kategori normal dan di atas normal. Jika dilihat berdasarkan lingkar pinggang responden, sebagian besar memiliki lingkar pinggang dengan kategori obesitas sentral, yakni 68,9%. Jika dilihat berdasarkan aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden, sebagian besar responden melakukan aktifitas fisik dengan kategori sedang, yakni 98,4% dari total responden. Dan dari sisi pola makan responden ialah pola makan dengan kategori baik yakni 85,2% dari total responden. (30)

5.2 Analisis Bivariat

Hubungan antara lingkar pinggang, aktivitas fisik, pola makan, BMI, jenis kelamin, dan usia terhadap Diabetes Melitus

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Lingkar Pinggang, Aktivitas Fisik, Pola Makan, BMI, Jenis Kelamin, dan Usia Terhadap Diabetes Melitus di Puskesmas Babelan Bekasi

Utara

  Diabetes MelitusTotalP - Valueρ

YaTidak

N%n%n%

Page 4: Bab 5 dan 6

Lingkar PinggangNormal 410,53489,53831,10,015*0,22

Obesitas Sentral263158698468,9

Aktivitas FisikTinggi21000021,60,012*-0,226

Sedang2823,39276,712098,4

Pola MakanBaik20

Page 5: Bab 5 dan 6

19,28480,810485,20,011*0,299

Buruk1055,6844,41814,8

Body Mass Index (BMI)Di bawah normal00310032,50,008*0,291

Normal814,54785,55545,1

Di atas normal 1629,13970,95545,1

Page 6: Bab 5 dan 6

Obesitas666,7333,397,4

Jenis KelaminLaki-Laki1527,34072,75545,10,5330,056

Perempuan1522,45277,66754,9

Usia 0,000*0,415

*signifikan pada =5%

Berdasarkan tabel 7, dapat diketahui bahwa responden dengan lingkar pinggang normal lebih banyak yang tidak mengalami diabetes melitus, yakni 89,5% dari jumlah seluruh responden. Semetara itu, pada responden dengan lingkar pinggang berupa obesitas sentral yang

Page 7: Bab 5 dan 6

tidak mengalami diabetes melitus, yakni dengan proporsi 69% dari jumlah seluruh responden dengan lingkar pinggang obesitas sentral. Berdasarkan tabel 7 juga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara lingkar pinggang dengan penyakit diabetes melitus secara statistik (p=0,015). Responden dengan lingkar pinggang obesitas sentral memiliki risiko 3,810 (sekitar 4 ) kali lebih besar untuk mengalami diabetes melitus. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar lingkar pinggang seseorang, maka risiko untuk mengalami diabetes melitus juga semakin besar. Hubungan antara lingkar pinggang dan diabetes melitus tersebut adalah 0,22.

Responden dengan aktivitas fisik tinggi lebih banyak yang mengalami diabetes melitus, yakni 100% dari jumlah seluruh responden dengan aktivitas fisik tinggi. Semetara itu, pada responden dengan aktivitas fisik sedang lebih banyak yang tidak mengalami diabetes melitus yakni dengan proporsi 79,7% dari jumlah seluruh responden dengan aktivitas fisik sedang. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan penyakit diabetes melitus secara statistik (p=0,012). Responden dengan aktivitas fisik tinggi memiliki risiko 4,286 (sekitar 4 ) kali lebih besar untuk mengalami diabetes melitus. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi aktivitas fisik seseorang, maka risiko untuk menglami diabetes melitus juga semakin besar. Hubungan antara aktivitas fisik dan diabetes melitus tersebut adalah 0,226.

Responden dengan pola makan baik lebih banyak yang tidak mengalami diabetes melitus, yakni 80,8% dari jumlah seluruh responden dengan pola makan baik. Semetara itu, pada responden dengan pola makan buruk lebih banyak yang mengalami diabetes melitus yakni dengan proporsi 55,6% dari jumlah seluruh responden dengan pola makan buruk. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan penyakit diabetes melitus secara statistik (p=0,011). Responden dengan aktivitas fisik tinggi memiliki risiko 5,250 (sekitar 5 ) kali lebih besar untuk mengalami diabetes melitus. Hal ini meunjukan bahwa semakin buruk pola makan seseorang, maka risiko untuk menglami diabetes melitus juga semakin besar. Hubungan antara pola makan dan diabetes melitus tersebut adalah 0,299.

Responden dengan kategori BMI dibawah normal (< 18,5) lebih banyak yang tidak mengalami diabetes melitus, yakni 100% dari jumlah seluruh responden dengan kategori BMI dibawah normal (< 18,5). Responden dengan kategori BMI normal (18,5-22,9) lebih banyak yang tidak mengalami diabetes melitus, yakni 85% dari jumlah seluruh responden dengan kategori BMI normal (18,5 – 22,9). Responden dengan kategori BMI di atas normal (23 – 24,9) lebih banyak yang tidak mengalami diabetes melitus, yakni 70,9% dari jumlah seluruh responden dengan kategori BMI di atas normal (23 – 24,9). Semetara itu, responden dengan kategori BMI obesitas (>25) lebih banyak yang mengalami diabetes melitus, yakni 66,7% dari jumlah seluruh

Page 8: Bab 5 dan 6

responden dengan kategori BMI obesitas (>25). Berdasarkan tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara BMI dengan penyakit diabetes melitus secara statistik (p=0,008). Responden dengan aktivitas fisik tinggi memiliki resiko 3,274 (sekitar 3) kali lebih besar untuk mengalami diabetes melitus. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi kategori BMI seseorang, maka risiko untuk mengalami diabetes melitus juga semakin besar. Hubungan antara BMI dan diabetes melitus tersebut adalah 0,291.

Responden laki-laki lebih banyak yang mengalami tidak diabetes melitus, yakni 72,7% dari jumlah seluruh responden laki-laki. Semetara itu, pada responden perempuan juga lebih banyak yang tidak mengalami diabetes melitus yakni dengan proporsi 77,6% dari jumlah seluruh responden perempuan. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit diabetes melitus secara statistik (p=0,533). Hubungan antara aktivitas fisik dan diabetes melitus tersebut adalah 0,056.

Selain itu, berdasarkan tabel 7 tersebut juga terlihat bahwa terdapat hubungan antara usia dengan penyakit diabetes melitus secara statistik (p=0,000). Hubungan antara umur dan diabetes melitus tersebut adalah 0,415.(31)

Page 9: Bab 5 dan 6
Page 10: Bab 5 dan 6

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan hubungan antara usia, jenis kelamin, aktifitas fisik, pola makan, riwayat keluarga, serta indeks massa tubuh responden serta menjelaskan hubungan antara lingkar pinggang dengan diabetes elitus pada usia 20-60 tahun.

6.1 Usia

Pada penelitian ini, didapatkan responden yang berjumlah 122 tanpa adanya drop-out yang memenuhi kriteria inklusi. Dapat diketahui bahwa proporsi usia responden dalam penelitian ini berada dalam rentang 21-58 tahun. Rata-rata usia responden tersebut adalah 35 tahun. Proporsi usia terbanyak dari responden tersebut adalah pada usia 30 tahun, yakni 6,6% dari total responden. Bila dikutip dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Apriani Rahmadani pada tahun 2011 yaitu kelompok usia produktif yaitu 16-49 tahun bagi wanita dan 15-64 tahun bagi laki-laki yang berisiko mengalami diabetes melitus ialah pada usia 30-55 tahun.

6.2 Jenis kelamin

Dapat diketahui bahwa proporsi responden dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah perempuan, yakni 54,9% yakni 67 orang dari total responden dan 55 orang (45,1%) adalah laki-laki. Dapat disimpulkan bahwa perbandingan antara responden perempuan dan laki-laki sekitar 1:1,21, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dan diabetes melitus menurut American Diabates Association tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

6.3 Aktifitas fisik

Jika dilihat berdasarkan aktivitas fisik yang dilakukan responden, sebagian besar responden melakukan aktifitas fisik dengan kategori sedang, yakni 98,4% atau berjumlah 120 terbagi atas 2 kategori yatu sedang dan tinggi. Dari jumlah responden hanya 2 atau 1,6% yang beraktifitas rendah. Hal ini menunjukan terdapat hubungan yang rendah dalam hubungan diabetes melitus dan aktifitas fisik. Dikutip melalui penelitian yang dilakukan oleh Dewi pada tahun 2008 tidak adanya hubungan antara kebiasaan olah raga dan kadar gula darah penderita

Page 11: Bab 5 dan 6

DM Tipe II karena kenaikan kadar gula darah penderita DM dipengaruhi oleh beberapa faktor, tidak hanya oleh kebiasaan olah raga, kadar gula darah juga dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen.

6.4 Pola makan

Dari pola makan responden, sebagian besar responden memiliki pola makan dengan kategori baik yakni 85,2% dari total responden. Terbagi atas kategori pola makan baik dengan diabetes melitus sebanyak 20 responden dan kategori pola makan baik dengan tidak diabetes melitus sebanyak 84 responden. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti Rahmadani mengenail pemberian diet diabetes mellitus dilihat dari jenis diet serta kecukupan zat gizi, energi, karbohidrat, protein, lemak. Dari hasil penelitian tersebut terdapat ketidak sesuaian pengaturan pola makan pada pemderita diabetes melitus. Hal ini mendukung hipotesis bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian diabetes melitus.

6.5 Indeks Massa Tubuh

Berdasarkan Body Mass Index (BMI), dapat diketahui bahwa proporsi responden dalam penelitian ini sebagian besar dalam kategori normal dan di atas normal dengan proporsi yang sama yakni sebesar 45,1% dari seluruh total responden. Menurut penelitian yang dilakukan oleh US National Library of Mediine tentang kuatnya hubungan antara BMI dan prevalensi diabetes pada populasi Asia BMI sangatlah berperan terhadap angka kejadian Diabetes Melitus. Hal ini menunjukan dari hasil penelitian yang dilakukan sebagian besar responden dengan BMI normal sampai dengan obesitas yang mengalami diabetes melitus.

6.6 Lingkar Pinggang

Lalu jika dilihat berdasarkan lingkar pinggang responden, sebagian besar responden memiliki lingkar pinggang dengan kategori obesitas sentral, yakni 68,9% atau sebanyak 84 responden dari total keseluruhan responden. Pada analisis dengan uji Chi-square pada tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai p = 0.015 untuk hubungan lingkar pinggang terhadap diabetes melitus. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara lingkar pinggang dengan diabetes melitus. Responden dengan lingkar pinggang obesitas sentral memiliki risiko 3,810 (sekitar 4 ) kali lebih besar untuk mengalami diabetes melitus. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar lingkar pinggang seseorang, maka risiko untuk mengalami diabetes melitus juga semakin besar. Hubungan antara lingkar pinggang dan diabetes melitus tersebut adalah 0,22.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lindstrom J pada tahun 2006 yang meneliti tentang hubungan pencegahan pola hidup dengan kejadian Diabetes tipe 2. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Bell Ge K Popkin pada tahun 2001

Page 12: Bab 5 dan 6

tentang pencegahan aktivitas fisik yang lemah terutama pada penduduk perkotaan harus menjadi prioritas utama. Namun, kelemahan pada penelitian ini adalah tidak ada perbandingan usia yang signifikan, sehingga tidak dapat dibandingkan intensitas gejala yang terjadi pada kelompok usia dan penderita diabetes melitus tersebut.