BAB 3 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-2-00575-TISI BAB III.pdf · Tampilan visual...
-
Upload
truonghanh -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of BAB 3 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-2-00575-TISI BAB III.pdf · Tampilan visual...
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Segi Industri
3.1.1 Definisi Kualitas
Kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai cara. Kualitas saat ini menjadi salah
satu bagian yang terpenting pada saat seorang konsumen memutuskan untuk membeli
sebuah produk barang atau jasa. Sebagian orang memiliki pemahaman konseptual bahwa
kualitas berhubungan dengan satu atau lebih karakteristik yang harus dimiliki suatu
produk atau jasa. Karakteristik kualitas tersebut dapat dikategorikan kedalam beberapa
jenis, yaitu (Montgomery, 2001, p6) :
• Fisik : panjang, berat, kekentalan.
• Sensori : rasa, penampakan, warna.
• Orientasi waktu : keandalan, ketahanan, pelayanan.
Menurut (Garvin, 1987, p2), dimensi-dimensi kualitas itu sendiri ada beberapa macam:
1. Performansi
Konsumen akan menilai seberapa baiknya produk itu beroperasi dan apakah
suatu produk akan menjalankan suatu fungsi spesifik.
2. Keandalan
Produk yang kompleks, seperti misalnya kendaraan, atau pesawat, biasanya
membutuhkan perbaikan setelah melewati waktu tertentu.
19
3. Daya tahan
Daya tahan merupakan waktu pemakaian efektif. Konsumen tentunya ingin
produk yang beroperasi secara memuaskan untuk waktu yang lama.
4. Kemudahan untuk diperbaiki
Ada beberapa industri dimana sudut pandang konsumennya mengenai kualitas
sangat ditentukan oleh seberapa cepat dan seberapa ekonomis perbaikan atau
perawatan berkala dapat dilakukan.
5. Estetika
Tampilan visual dari sebuah produk seringkali menjadi salah satu faktor, seperti
misalnya warna, bentuk, dan fitur-fitur lainnya.
6. Fitur
Biasanya, konsumen menghubungkan kualitas tinggi dengan produk yang telah
menambahkan fitur-fitur, yaitu fitur-fitur yang melebihi performansi dasar yang
ada.
7. Kesadaran akan kualitas
Dalam banyak kasus, konsumen bergantung pada reputasi masa lampau
perusahaan tersebut berhubungan dengan produk-produknya. Reputasi ini sangat
dipengaruhi oleh kegagalan-kegagalan dari produk yang dihasilkannya, dan juga
dari bagaimana konsumennya dilayani saat melaporkan produk yang cacat.
8. Kesesuaian dengan standar
Kita biasanya berpikir produk dengan kualitas yang baik sebagai produk yang
akan memenuhi apa yang diharapkan padanya.
20
3.1.2 Definisi Pengendalian Kualitas
Secara umum, pengendalian kualitas atau Quality Control dapat diartikan
sebagai suatu sistem yang efektif untuk memadukan pengembangan, pemeliharaan dan
upaya perbaikan kualitas berbagai kelompok dalam sebuah organisasi agar pemasaran,
kerekayasaan, produksi dan jasa dapat berada pada tingkatan yang paling ekonomis
sehingga pelanggan atau konsumen mendapat kepuasan penuh. Jadi pelaksanaan
pengendalian kualitas, berarti:
1. Menggunakan pengawasan kualitas sebagai dasar setiap kegiatan.
2. Pengendalian biaya, harga, dan laba secara terintegrasi.
3. Pengendalian jumlah, meliputi jumlah produksi, penjualan, dan persediaan dan
waktu pengiriman kepada pelanggan.
Agar dapat mencapai suatu hasil kualitas yang baik, tentunya diperlukan
pengendalian kualitas. Pengendalian kualitas dapat dilakukan dengan dua pendekatan,
yaitu On-line Quality Control dan Off-line Quality Control.
On-line Quality Control adalah kegiatan pengendalian kualitas yang dilakukan
selama proses manufacturing berlangsung. Sifat On-line Quality Control adalah
tindakan pengendalian yang reaktif atau tindakan yang dilakukan setelah kegiatan
produksi berjalan. Artinya jika produk yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi yang
diharapkan maka tindakan perbaikan terhadap proses harus dilakukan. Alat utama pada
On-line Quality Control ini adalah pengendalian kualitas statistical, dengan The
Magnificent Seven – nya.
Off-line Quality Control adalah pengendalian kualitas yang dilakukan sebelum
proses produksi berlangsung atau pengendalian kualitas yang bersifat preventif. Dengan
21
tindakan secara preventif maka diharapkan kemungkinan adanya cacat produk dan
masalah kualitas dapat diatasi sebelum produksi berjalan. Pengurangan pada produk
cacat akan mengurangi jumlah scrap dan produk gagal, yang akhirnya akan mengurangi
jumlah pemulangan produk dari konsumen. Tujuan dari Off-line Quality Control adalah
untuk mengoptimasi desain produk dan proses dalam rangka mendukung kegiatan On-
line Quality Control. Perancangan percobaan merupakan salah satu alat utama pada Off-
line Quality Control.
3.1.3 Pengendalian Proses Statistical (SPC)
Pengendalian Proses Statistikal adalah suatu terminologi yang mulai digunakan
sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistical dalam
memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas.
(Gaspersz, 1998, p1)
Pengendalian Proses Statistikal merupakan sekumpulan dari problem-solving
tools yang sangat berguna untuk mencapai kestabilan proses dan memperbaiki
kemampuan proses dengan cara mengurangi variasi. Pengurangan variasi inilah yang
menjadi kunci bagi sebuah produk untuk dapat memenuhi permintaan konsumen. Untuk
dapat mengurangi variasi tersebut, produk tersebut harus dihasilkan dari sebuah proses
yang stabil.
22
3.1.3.1 Definisi Variasi dalam Konteks SPC
Variasi merupakan bagian yang pasti dari setiap proses, tidak peduli seberapa
baiknya proses tersebut. Penyebab-penyebab dari variasi ini dapat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu variasi penyebab umum dan variasi penyebab khusus. Pengendalian
suatu proses dicapai apabila variasi penyebab khusus dieliminasi. Perbaikan sebuah
proses dicapai melalui eliminasi dari variasi penyebab umum.
Pola variasi terbagi menjadi :
1. Variasi yang stabil
• Pola output variasi relative sama
• Variasi produksi tanggal 1 may, relative sama dengan variasi produksi
tanggal 2 may, 3may, dst..
• Jika variasi stabil, maka output dari suatu data bisa diprediksi.
2. Variasi yang sifatnya tidak stabil
• Pola output variasi relatif berubah-ubah.
• Variasi produksi tanggal 1 may, berbeda dengan variasi produksi tanggal
2 may, dst.
• Jika variasi tidak stabil, maka output dari suatu data tidak bisa diprediksi.
Menurut Gaspersz (1998), Jenis variasi adalah sebagai berikut :
• Variasi penyebab khusus adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang
mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari
faktor-faktor : manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll.
Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak sehingga dapat
23
diidentifikasi, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki
pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam
konteks pengendalian proses statistikal menggunakan peta-peta kendali, jenis
variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau
keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan.
• Variasi penyebab umum adalah faktor-faktor didalam sistem atau yang melekat
pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi di dalam sistem serta hasil-
hasil nya. Penyebab umum sering disebut juga sebagai penyebab acak atau
penyebab sistem. Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk
menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan
hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak
manajemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian
proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali, jenis variasi ini sering
ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas
pengendalian yang didefinisikan.
3.1.3.2 Definisi Data dalam Konteks SPC
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita
mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat
berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua
jenis data, yaitu (Vincent Gasperz, 1998, p43) :
24
1. Data Variabel
Data kuantitatif yang diukur (pengukuran berarti membandingkan sesuatu
dengan besaran ukuran) untuk keperluan analisis. Contohnya adalah dimensi
panjang (m, mm), volume (liter), berat (gr), dst. Ukuran-ukuran berat, panjang,
lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data varibel.
2. Data Atribut
Data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis yang biasanya
didapat dari hasil pencacahan dan berupa bilangan bulat. Contoh dari data atribut
karakteristik kualitas adalah : jumlah produk cacat, jumlah cacat dalam satu
produk, persentase, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit
nonkonformans atau ketidaksesuaian dnegan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
3.1.4 Tujuh Alat Pengendalian Kualitas
Dalam pengendalian kualitas terdapat tujuh alat yang disebut dengan istilah
Seven Tools SPC. Ketujuh alat tersebut yaitu :
1. Lembar Periksa (Checksheet)
2. Diagram Pareto (Pareto Diagram)
3. Diagram Sebab Akibat (Fishbone/Ishikawa Diagram)
4. Diagram Batang (Histogram)
5. Diagram Tebar (Scatter Diagram)
6. Diagram Alir (Flowchart)
7. Peta Kendali (Control Chart)
25
3.1.4.1 Lembar Periksa (Checksheet)
Lembar periksa adalah alat bantu untuk memudahkan pengumpulan data.
Biasanya berbentuk formulir dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam
formulir tersebut, dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan
ringkas. Lembar periksa ini dapat digunakan baik untuk data variabel maupun data
attribut walaupun umumnya banyak digunakan untuk data attribut.
Penggunaan lembar periksa bertujuan untuk :
1. Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana
sesuatu masalah sering terjadi. Tujuan utama dari penggunaaan lembar periksa
adalah membantu mentabulasikan banyaknya kejadian dari suatu masalah
tertentu atau penyebab tertentu.
2. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi. Dalam kaitannya
ini, lembar periksa akan membantu memilah-milah data ke dalam kategori yang
berbeda seperti penyebab-penyebab, masalah-masalah, dll.
3. Menyusun data secara otomatis, sehinggga data itu dapat dipergunakan dengan
mudah.
4. Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berpikir bahwa kita mengetahui
sesuatu masalah atau menganggap bahwa sesuatu penyebab itu merupakan hal
yang paling penting. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu
membuktikan opini kita itu apakah benar atau salah.
3.1.4.2 Diagram Pareto (Pareto Diagram)
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan
urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik
26
batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya
sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang
terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Pada dasar nya diagram pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk :
• Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
• Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu
dalam bentuk yang signifikan.
Diagram Pareto ada 2 macam yaitu :
• Diagram Pareto mengenai fenomena. Diagram ini berkaitan dengan hasil-hasil
berikut yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui apa masalah
utama yang ada.
Contoh fenomena, antara lain :
a. Kualitas : kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang dikembalikan,
perbaikan (reparasi),dll.
b. Biaya : jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll.
c. Penyerahan (delivery) : penundaan penyerahan, keterlambatan
pembayaran, kekurangan stok, dll.
d. Keamanan : kecelakaan, kesalahan, gangguan,dll.
27
• Diagram Pareto mengenai penyebab. Diagram ini berkaitan dengan penyebab
dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari
masalah yang ada.
Contoh penyebab, antara lain :
a. Operator : umur, pengalaman, ketrampilan, sifat individual, pergantian
kerja, dll.
b. Mesin : peralatan, mesin, instrumen, dll.
c. Bahan baku : pembuatan bahan baku, macam bahan baku, pabrik bahan
baku, dll.
d. Metode Operasi : kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan, dll.
Diagram pareto banyak digunakan untuk aplikasi manufaktur dari metode
perbaikan kualitas, karena diagram pareto merupakan salah satu alat yang paling
bermanfaat dalam tujuh alat pengendalian kualitas.
Menurut Gaspersz (1998, p53), Langkah-langkah pembuatan diagram pareto
adalah :
1. Menentukan ide dasar dari pembuatan Diagram Pareto tersebut, termasuk
didalamnya menentukan masalah yang diteliti, menentukan data yang diperlukan
beserta kategori-kategorinya, menentukan metode dan periode pengumpulan
data.
a. Menentukan masalah apa yang akan diteliti. Contoh masalah : keterlambatan
pengiriman barang, keterlambatan pelayanan, item yang rusak/cacat,
kerugian dalam nilai uang, dll. Kategori-kategori atau penyebab-penyebab
dari masalah yang dapat diidentifikasi oleh pihak manajemen.
28
b. Menentukan data apa yang diperlukan dan bagaimana mengklasifikasikan
atau mengkategorikan data itu. Contoh : klasifikasi berdasarkan penyebab
keterlambatan, jenis kerusakan, lokasi, proses, mesin, shift, operator/pekerja,
metode, dll.
c. Menentukan metode dan periode pengumpulan data. Termasuk dalam hal ini
adalah menentukan unit pengukuran dan periode waktu yang dikaji.
2. Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari
masalah yang telah diteliti dengan menggunakan formulir pengumpulan data atau
lembar periksa.
3. Membuat daftar masalah secara berturut berdasarkan frekuensi kejadian dari
yang tertinggi sampai terendah, serta hitunglah frekuensi kumulatif, persentase
dari total kejadian, dan persentase dari total kejadian secara kumulatif.
4. Menggambar dua buah garis vertikal dan sebuah garis horisontal.
Garis vertikal :
Garis vertikal sebelah kiri : buatkan pada garis ini, skala dari nol sampai total
keseluruhan dari kerusakan.
Garis vertikal sebelah kanan : buatkan pada garis ini, skala dari 0% sampai
100%.
Garis horisontal :
Bagilah garis ini ke dalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item
masalah yang diklasifikasikan.
5. Buatlah histogram pada diagram pareto.
29
6. Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif (total
kumulatif atau persen kumulatif) di sebelah kanan atas dari interval setiap item
masalah.
7. Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama dari
masalah yang sedang terjadi itu. Untuk mengetahui akar penyebab dari suatu
masalah, kita dapat menggunakan diagram sebab-akibat atau bertanya mengapa
beberapa kali ( konsep five why’s)
Gambar 3.1 Pareto Chart
3.1.4.3 Diagram Sebab Akibat (Fishbone / Ishikawa Diagram)
Dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa pada tahun 1943, diagram ini kemudian
sering disebut sebagai Diagram Ishikawa. Diagram ini juga seringkali disebut sebagai
Diagram Tulang Ikan karena bentuknya. Menurut Ishikawa, Diagram ini berguna untuk
30
mengidentifikasi dan membuat susunan sistematis dari penyebab-penyebab yang
memiliki pengaruh terhadap masalah yang ada.
Setelah sebuah cacat atau sebuah masalah yang spesifik diidentifikasi dan
dipisahkan untuk penelitian lebih lanjut, kita harus mulai menganalisa penyebab-
penyebab potensialnya. Diagram sebab-akibat merupakan alat yang sangat berguna
dalam menyingkapkan penyebab-penyebab potensial, baik yang terlihat jelas maupun
yang tidak terlihat jelas.
Secara umum, Diagram Sebab Akibat memiliki tiga fungsi utama :
• Cause Enumeration, merupakan salah satu teknik perbaikan kualitas yang paling
banyak digunakan. Biasanya dikembangkan melalui brainstorming, dimana
semua kemungkinan penyebab disebutkan untuk melihat seberapa besar
pengaruh mereka semua terhadap masalah yang ada.
• Dispersion Analysis, dimana setiap sebab-sebab utama dianalisa secara
mendalam dengan cara menyelidiki sebab dari sebab tersebut dan dampak
mereka terhadap permasalahan yang ada. Proses ini terus diulang untuk setiap
sebab utama sesuai dengan tingkat kepentingan mereka. Perbedaan Dispersion
Analysis dengan Cause Enumeration adalah bahwa pada tahap sebelumnya
sebab-sebab yang terlihat tidak besar tidak dibahas. Namun, pada tahap
Dispersion Analysis ini, sebab-sebab yang sebelumnya belum disebutkan tidak
boleh dibahas sehingga mungkin terjadi akar permasalahan yang sesungguhnya
tidak ditemukan.
• Process Analysis. Ketika Diagram Sebab-Akibat dibuat untuk keperluan analisa
proses, penekanannya ada pada bagaimana mendaftar sebab-sebab yang ada
31
dalam suatu urutan proses yang sebenarnya terjadi. Proses ini mirip dengan
pembuatan flowchart, hanya saja Diagram Sebab-Akibat lebih mendetail dalam
mencari sebab-sebab yang mempengaruhi karakteristik kualitas yang sedang
diteliti.
Langkah-langkah pembuatan Diagram Sebab-Akibat :
a. Definisikan problem atau efek yang akan dianalisa.
b. Buat sebuah tim untuk melakukan analisa ini. Seringkali sebuah tim akan
menyingkapkan penyebab-penyebab potensial melalui brainstorming.
c. Buat kotak efek dan garis tengah.
d. Tentukan kategori-kategori penyebab-penyebab utama dan gabungkan mereka
melalui sebuah kotak disambungkan ke garis tengah yang sudah ada.
e. Identifikasikan penyebab-penyebab yang mungkin dan klasifikasikan mereka ke
dalam kategori-kategori yang telah ada. Buat kategori yang baru apabila ada.
f. Urutkan penyebab-penyebab tersebut untuk melihat penyebab-penyebab yang
sepertinya memiliki pengaruh lebih besar terhadap problem yang ada.
g. Ambil tindakan perbaikan.
32
Gambar 3.2 Diagram Tulang Ikan
3.1.4.4 Diagram Batang (Histogram)
Histogram merupakan diagram berupa grafik balok yang dibentuk dari distribusi
frekuensi untuk menggambarkan penyebaran/distribusi data yang ada. Histogram dapat
memperkirakan kemampuan proses dan jika diinginkan dapat menganalisa hubungan
dengan nilai spesifikasi serta nilai target nominal.
3.1.4.5 Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Cara termudah untuk mengetahui adanya hubungan antara dua variabel adalah
melalui diagram tebar. Diagram tebar misalnya dapat digunakan untuk mengetahui
hubungan antara kecepatan mobil per jam dengan konsumsi bahan bakarnya, kecepatan
mesin bubut dan dimensi dari bagian mesin, banyaknya kunjungan tenaga penjual dan
hasil penjualan, besarnya temperatur dan hasil proses kimia, downtime mesin dan
persentase banyak nya produk yang ditolak (cacat), dll. Selain itu, melalui diagram tebar
33
yang telah digambarkan, kita dapat mengetahui jenis hubungan yang ada antara kedua
variabel tersebut apakah positif, negatif, atau tidak ada hubungan.
3.1.4.6 Diagram Alir (Flowchart)
Diagram alir atau flowchart didefinisikan sebagai suatu metode grafis, yang
menggambarkan proses yang telah ada, ataupun suatu usulan proses dengan
menggunakan simbol yang sederhana, garis, dan kata-kata untuk menunjukkan aktivitas
serta urutan dalam suatu proses. Atau dengan kata lain, diagram alir secara grafis
mewakili aktivitas yang terdapat pada suatu proses, sama seperti suatu peta mewakili
area tertentu.
Diagram alir proses merupakan suatu representasi visual dari seluruh langkah-
langkah dalam sebuah proses. Diagram alir dipergunakan untuk :
• Membantu semua yang bersangkutan untuk memahami proses dengan lebih baik
dan jelas.
• Membantu untuk mengidentifikasikan area kritis atau bermasalah serta perbaikan
yang dapat dilakukan.
• Memberikan persepsi yang sama mengenai proses kepada semua yang
bersangkutan.
Keuntungan mempergunakan diagram alir :
• Pada diagram alir menunjukkan bagaimana elemen-elemen yang berbeda
bergabung bersama.
34
• Dengan membangun suatu diagram alir, akan lebih mengarahkan pemikiran kita,
dimana caranya yaitu dengan membandingkan diagram alir yang ada, dengan
kenyataan proses yang berlangsung, maka akan menunjukkan bagian, dimana
terdapat peraturan maupun kebijakan yang tidak jelas, atau telah dilanggar.
Dalam membuat diagram alir, satu yang perlu diingat adalah mulailah dengan
membuat aliran kegiatan-kegiatan utama, kemudian buatlah aliran yang mendetail dari
kegiatan-kegiatan utama tersebut. Beberapa simbol yang umum dipergunakan dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Tabel 3.1 Tabel Simbol Diagram Alir
Mulai/Stop
Kegiatan/Proses
Keputusan
Penghubung ke halaman
berikutnya
Arah aliran proses
35
3.1.4.7 Peta Kontrol (Control Chart)
Peta kendali merupakan bagian utama dari ”The Magnificent Seven”. Peta ini
pertama kali dikemukakan oleh Dr. Walter A. Schewhart dari Bell Telephone
Laboratories pada tahun 1920. Oleh karenanya, Peta kendali sering juga disebut sebagai
Peta kendali Shewhart.
Peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan
penggunaannya dipahami secara benar. Pada dasarnya peta kontrol dipergunakan untuk :
1. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal? Dengan
demikian peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali
statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok
(subgroups) contoh berada dalam batas-batas pengendalian (control limit), oleh
karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.
2. Memantau proses terus –menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara
statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
3. Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada
dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan.
Peta kendali dapat menyediakan informasi :
• Karakteristik operasi proses dari waktu ke waktu.
• Variasi penyebab umum yang dapat diharapkan pada proses.
• Apakah variasi penyebab umum memenuhi spesifikasi.
• Kehadiran variasi penyebab khusus.
36
Menurut Gasperz (1998) pada prinsipnya setiap peta kendali mempunyai :
1. Garis tengah (Central line), yang biasanya dinotasikan CL.
2. Sepasang batas kendali (Control limit), dimana satu batas kendali ditempatkan di
atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kendali atas (Upper control limit),
biasanya dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah
garis tengah yang dikenal sebagai batas kendali bawah (Lower control limit),
biasanya dinotasikan sebagai LCL.
3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari
proses. Jika semua nilai yang ditebarkan (diplot) pada peta itu berada di dalam
batas-batas kendali tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses
yang berlangsung dianggap berada dalam kendali atau terkendali secara
statistikal. Namun jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada
di luar batas-batas kendali atau memperlihatkan kecenderungan tertentu atau
memiliki bentuk yang aneh, maka proses yang berlangsung dianggap berada di
luar kendali (tidak terkendali) sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk
memperbaiki proses yang ada.
3.1.5 Pengertian Data
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita
mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat
berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua
jenis data, yaitu :
37
1. Data Variabel (Variables Data) atau Data Kontinu
Data kuantitatif yang diukur (pengukuran berarti membandingkan sesuatu dengan
besaran ukuran) untuk keperluan analisis. Contohnya adalah dimensi panjang (m,
mm), volume (liter, m3), berat (gr, pon), kekuatan (kg/cm2), dsb. Ukuran-ukuran
berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel.
2. Data Atribut (Attributes Data) atau Data Diskrit
Data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis yang biasanya
didapat dari hasil pencacahan dan berupa bilangan bulat. Contoh dari data atribut
karakteristik kualitas adalah : jumlah produk cacat, jumlah cacat dalam satu produk,
persentase, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit
nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
3.1.6 Klasifikasi Peta Kendali
Peta Kendali yang kita kenal terdiri dari berbagai macam. Kita harus mengerti
penggunaan dari tiap-tiap jenis tersebut. Peta Kendali dibedakan sesuai dengan tujuan
penggunaannya, data yang diambil dan ukuran sampel yang diambil. Berikut ini adalah
pengklasifikasian Peta Kendali :
3.1.6.1 Peta Kendali Atribut
Banyak karakteristik kualitas yang tidak dapat disajikan dalam bentuk numerik /
angka tetapi hanya dapat digolongkan menjadi kelompok-kelompok tertentu seperti
cacat atau tidak, sesuai atau tidak sesuai dengan spesifikasi, berhasil atau gagal. Oleh
karena itu jenis-jenis data seperti diatas digolongkan ke dalam jenis data atribut.
38
Karena sifat dari data atribut inilah maka peta kendali atribut memiliki informasi
yang lebih sedikit dibandingkan dengan peta kendali variabel yang datanya berasal dari
hasil pengukuran. Tetapi peta kendali atribut sangat berguna dalam bidang-bidang jasa
dan nonmanufaktur lainnya karena banyak karakteritik kualitas yang tidak dapat diukur
dengan mudah.
Peta kendali untuk data atribut yang umum digunakan adalah peta p, np, c, dan u.
Kedua jenis peta yang disebutkan terlebih dahulu berhubungan dengan proporsi cacat
atau banyaknya produk cacat dalam suatu proses produksi. Sedangkan peta kendali c dan
u berhubungan dengan yang namanya kecacatan yaitu banyaknya cacat dalam satu
produk, hanya saja bedanya peta c dan peta u adalah pada peta u kecacatan dinyatakan
perunit inspeksi.
Peta-peta kendali untuk data atribut adalah penting untuk beberapa alasan
berikut:
• Situasi-situasi yang berkaitan dengan data atribut ada dalam proses teknikal atau
administratif, sehingga teknik-teknik analisis atribut menjadi berguna dalam
banyak penerapan. Kesulitan paling nyata dalam pengendalian kualitas adalah
mengembangkan definisi operasional secara tepat tentang apa itu
ketidaksesuaian, sehingga suatu produk yang merupakan output dari proses perlu
diperhatikan.
• Data atribut telah tersedia dalam banyak situasi termasuk dalam aktivitas
inspeksi material, proses perbaikan, atau inspeksi akhir. Dalam kaitan ini, data
yang tersedia itu hanya membutuhkan sedikit usaha untuk mengkonversi nya ke
dalam bentuk peta kendali untuk data atribut itu.
39
• Apabila data baru harus dikumpulkan, informasi atribut pada umumnya mudah
diperoleh dan tidak mahal, serta tidak membutuhkan ketrampilan khusus untuk
mengumpulkan data atribut itu.
• Kebanyakan data yang dikumpulkan untuk pelaporan manajemen adalah dalam
bentuk atribut dan akan menjadi lebih bermanfaat apabila dilakukan analisis peta
kendali untuk data atribut itu.
• Ketika memperkenalkan peta-peta kendali dalam suatu organisasi, adalah penting
untuk memprioritaskan area masalah dan menggunakan peta kendali itu di
tempat yang paling membutuhkannya. Sinyal masalah dapat datang dari sistem
pengendalian biaya, keluhan-keluhan pengguna, hambatan-hambatan internal,
dll.
3.1.6.2 Peta Kendali Variabel
Peta kendali untuk data variabel yang umum dikenal adalah peta kendali x -R,
x -S, dan X-MR. Ketika menangani data variabel penting untuk melihat dari sisi rata-
rata dan variasinya untuk mengendalikan proses yang sedang berlangsung.
Peta Kendali X-MR digunakan untuk data yang diambil dari sumber yang
homogen. Jadi ukuran contoh yang perlu diambil setiap waktunya hanya satu. Peta
Kendali X -R digunakan apabila ukuran contoh yang diambil pada setiap waktunya
antara 2-10. Peta Kendali X -S untuk ukuran contoh yang lebih dari 10. Selain dari
perbedaan jumlah ukuran contoh tersebut, peta kendali X -R dan X -S dibedakan
menurut tujuan pembuatannya. Ketika pihak peneliti bermaksud untuk mengetahui
variasi dari produk yang dihasilkan, maka peta kendali yang digunakan adalah peta
40
kendali x -S digunakan. Apabila yang ingin diketahui sebaran data, maka peta kendali
yang digunakan adalah peta kendali X -R. Pada penelitian ini, peta kendali yang
digunakan adalah peta kendali X -R, maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan
pada peta kendali X -R.
Melalui peta kendali untuk data variabel ini, bisa didapatkan informasi lebih
banyak dibandingkan dengan peta kendali untuk data atribut seperti yang sudah sempat
dibahas sebelumnya. Adapun informasi yang bisa didapatkan yaitu :
1. Variasi dari karakteristik kualitas yang diamati
2. Rata-rata dari karakteristik kualitas yang diamati
3. Kekonsistenan kinerja proses yang ada
3.1.6.2.1 Peta Kendali X -R
Peta kendali X (mean atau rata-rata) dan R (range atau selisih pengamatan
terbesar dengan terkecil) biasa digunakan untuk memantau proses yang diukur
berdasarkan data variable. Peta kendali X khusus untuk memantau perubahan suatu
sebaran atau distribusi variabel asal dalam hal pemusatannya sedangkan peta R khusus
untuk memantau perubahan dalam hal penyebarannya.
Langkah-langkah dalam pembuatan peta kendali X dan R adalah sebagai
berikut:
1. Tentukan ukuran contoh / subgroup (n = 3,4,5,…).
2. Kumpulkan banyaknya subgroup (k) sedikitnya 20 subgroup atau paling sedikit
60 – 100 titik data individu.
3. Hitung nilai rata-rata dari setiap subgroup, yaitu X .
41
4. Hitung nilai rata-rata dari seluruh X , yaitu X yang merupakan garis tengah dari
peta kendali X
5. Hitung nilai selisih data terbesar dengan data terkecil dari setiap subgroup, yaitu
range (R).
6. Hitung nilai rata-rata dari seluruh R, yaitu R yang merupakan garis tengah dari
peta kendali R.
7. Hitung batas kendali untuk peta kendali R :
UCL = D4* R
LCL = D3* R
8. Hitung batas kendali untuk peta kendali X :
UCL = X + (A2 * R )
LCL = X - (A2 * R )
9. Plot data X dan R pada peta kendali X dan R serta amati apakah data tersebut
berada dalam pengendalian atau tidak berada dalam pengendalian.
42
0Subgroup 10 20 30 40
16.055
16.065
16.075
16.085
16.095
Sam
ple
Mea
n
Mean=16.08
UCL=16.09
LCL=16.06
0.00
0.05
0.10S
ampl
e R
ange
R=0.05077
UCL=0.09463
LCL=0.006912
Xbar/R Chart Setelah Revisi
Gambar 3.3 Gambar Xbar-R chart
3.1.7 Kapabilitas Proses
Kemampuan dari sebuah proses untuk memenuhi batas-batas spesifikasi hanya
boleh dihitung apabila proses tersebut telah berada dalam batas-batas pengendalian
statistikal. Dalam pengertian ini, proses tersebut tidak boleh mengandung penyebab-
penyebab khusus, sehingga variasi yang ada merupakan refleksi dari apa yang mampu
dicapai oleh proses tersebut. Sebuah proses harus terlebih dahulu dianalisa untuk
memastikan bahwa proses tersebut berada dalam batas kendali sebelum nilai
kapabilitasnya dihitung.
Indeks Kapabilitas Proses dapat dimengerti sebagai sebuah pengukuran dari
seberapa baik performansi dari proses tersebut. Kemampuan sebuah proses untuk
memenuhi spesifikasi merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur kebaikan
proses tersebut. Indeks kapabilitas yang digunakan tidak memiliki dimensi sehingga
dapat digunakan dalam sgala bidang karena tidak tergantung pada parameter dari produk
tersebut. Index ini menggambarkan lokasi dan/atau variasi dari proses.
43
Kapabilitas proses adalah rasio dari rentang toleransi dengan variasi proses
natural.
6s
LSLUSLProsesPenyebaran
iSpesifikasLebarCp−
==
Dengan USL dan LSL adalah batas spesifikasi atas dan bawah. NIlai Cp lebih besar 1
maka proses mampu dalam mencapai spesifikasi. Makin besar Cp makin baik proses
tersebut dengan syarat proses berada di tengah/pusat (center).
Kepusatan dari proses merupakan asumsi yang sangat penting dalam
menggunakan kapabilitas proses. Salah satu kerugian dalam menggunakan Cp adalah
tidak diikutkannya kepusatan ke dalam perhitungan.
Nilai dari Cp sendiri tidak menunjukkan apakah proses berada di pusat atau
tidak. Untuk memasukkan informasi dalam memusatkan proses, kapabilitas proses satu
sisi harus digunakan. Ada dua macam kapabilitas proses satu sisi,
• CPL = sLSLX
3−
• CPU = s
XUSL3−
CPU adalah rasio jarak antara batas spesifikasi atas darn ata-rata proses dengan
setengah dari variasi natural (3s).
CPL adalah rasio jarak antara batas spesifikasi bawah dan rata-rata proses
dnegan setengah dari variasi natural (3s).
Jika proses berada di pusat antara batas spesifikasi, maka Cp=Cpu=Cpl.
44
Jika Cpl lebih besar dari Cpu maka proses lebih mampu dalam mencapai batas
spesifikasi bawah.
Terkadang indeks Cpl digunakan, dimana Cpl adalah nilai terkecil antara Cpl
dengan Cpu. Cpk mendefinisikan keadaan terburuk antara indeks kapabilitas atas dan
bawah.
Nilai dari Cpu dan Cpl memberitahukan kepada kita bahwa proses tidak terpusat
dan kita tidak dapat mengharapkan bahwa proses dapat mencapai batas spesifikasi
dengan sangat baik. Kita hanya dapat mengharapkan proses mendekati batas spesifikasi
bawah/atas sepanjang waktu. Nilai Cpk memberitahukan kepada kita bahwa kita tidak
bisa mencapai setidaknya satu dari spesifikasi dengan sangat baik.
Kriteria yang digunakan untuk indeks kapabilitas proses (Cp) ini adalah :
• Cp > 1.33, maka kapabilitas proses sangat baik.
• 1.00 ≤ Cp ≤ 1.33, maka kapabilitas proses baik namun perlu pengendalian ketat
apabila Cp telah mendekati 1.00.
• Cp < 1.00, maka kapabilitas proses rendah, sehingga perlu ditingkatkan
performansinya melalui perbaikan proses.
Kriteria yang digunakan untuk indeks performansi kane (Cpk) ini adalah:
• Jika Cpk = Cp, maka proses tepat di tengah-tengah (centered) dari batas
spesifikasi, dan jika Cpk < Cp maka prosesnya tidak berada di tengah (off-
center).
• Jika Cpk = 1, maka proses menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi.
• Jika Cpk < 1, maka proses menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan
spesifikasi.
45
Dimana kondisi ideal adalah Cp > 1.33 dan Cp = Cpk.
Besarnya nilai Cpk dibandingkan terhadap nilai Cp merupakan indikator
langsung dari seberapa jauh proses bergeser dari tengah (center). Cp biasanya disebut
sebagai kemampuan potensial yang dapat dicapai oleh proses jika proses tidak bergeser
sedangkan Cpk melambangkan kemampuan sebenarnya dari proses.
3.1.8 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan sebuah metodologi yang digunakan untuk menganalisa dan
menemukan :
1. Semua kegagalan – kegagalan yang potensial yang terjadi pada sebuah sistem.
2. Efek – efek dari kegagalan yang terjadi pada sistem.
3. Bagaimana cara untuk memperbaiki atau meminimalkan kegagalan atau efek-
efek yang mempengaruhi sistem. (Lewis, 1996, p3)
Definisi serta pengurutan atau pemberian ranking dari berbagai terminologi
dalam FMEA adalah sebagai berikut :
1. Akibat potensial adalah akibat yang dirasakan atau dialami oleh pengguna akhir.
2. Mode kegagalan potensial adalah kegagalan atau kecacatan dalam desain yang
menyebabkan cacat itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
3. Penyebab potensial dari kegagalan adalah kelemahan-kelemahan desain dan
perubahan dalam variabel yang akan mempengaruhi proses dan menghasilkan
kecatatan produk.
46
4. Occurance adalah suatu perkiraan tentang probabilitas atau peluang bahwa
penyebab akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang menyebabkan
akibat tertentu.
Tabel 3.2 Tabel Occurance
Ranking Kriteria Verbal Probabilitas Kegagalan
1 Tidak mungkin penyebab ini
mengakibatkan kegagalan.
1 dalam 1000000
2
3
Kegagalan akan jarang terjadi. 1 dalam 20000
1 dalam 4000
4
5
6
Kegagalan agak mungkin terjadi.
1 dalam 1000
1 dalam 400
1 dalam 80
7
8
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi. 1 dalam 40
1 dalam 20
9
10
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan
akan terjadi.
1 dalam 8
1 dalam 2
47
5. Severity adalah suatu perkiraan subyektif atau estimasi tentang bagaimana
buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut.
Tabel 3.3 Tabel Severity
Ranking Kriteria Verbal
1 Neglible Severity, kita tidak perlu memikirkan akibat ini akan
berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir tidak akan
memperhatikan kecatatan atau kegagalan ini.
2
3
Mild Severity, Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan,
pengguna akhir tidak merasakan perubahan kinerja.
4
5
6
Moderate Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat
penurunan kinerja atau penampilan namun masih berada dalam
batas toleransi.
7
8
High Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang
tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi.
9
10
Potential Safety Problem, akibat yang ditimbulkan adalah sangat
berbahaya dan bertentangan dengan hukum.
48
6. Detectibility adalah perkiraan subyektif tentang bagaimana efektivitas dan
metode pencegahan atau pendeteksian
Tabel 3.4 Tabel Detectibility
Ranking Kriteria Verbal Tingkat kejadian Penyebab
1 Metode pencegahan atau deteksi sangat
efektif. Tidak ada kesempatan bahwa
penyebab akan muncul lagi.
1 dalam 1000000
2
3
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi
adalah sangat rendah.
1 dalam 20000
1 dalam 4000
4
5
6
Kemungkinan penyebab bersifat moderat,
metode deteksi masih memungkinkan
kadang-kadang penyebab itu terjadi.
1 dalam 1000
1 dalam 400
1 dalam 80
7
8
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi
masih tinggi. Metode pencegahan atau
deteksi kurang efektif, karena penyebab
masih berulang lagi.
1 dalam 40
1 dalam 20
9
10
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi
sangat tinggi. Metode deteksi tidak efektif.
Penyebab akan selalu terjadi.
1 dalam 8
1 dalam 2
49
3.2 Segi Sistem Informasi
3.2.1 Definisi Sistem
Secara sederhana sistem dapat diartikan sebagai kumpulan dari komponen yang
mengimplementasikan model dari requirement, function, dan interface.
Menurut Mcleod (2001, p9), sistem adalah sebuah grup elemen yang
diintegrasikan dengan keinginan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Suatu organisasi
seperti perusahaan atau area bisnis cocok dengan definisi ini. Organisasi harus terdiri
dari sumber-sumber seperti yang telah kita identifikasikan sebelumnya dan mereka
bekerja untuk mencapai tujuan yang khusus seperti yang telah dispesifikasikan oleh
pemilik atau manajemen.
Sistem mempunyai tiga fungsi dasar yang saling berinteraksi, yaitu :
• Masukan (Input)
Masukan mencakup penangkapan dan pengumpulan unsur/komponen yang masuk
ke dalam sistem untuk diproses.
• Pengolahan (Process)
Pengolahan melibatkan perubahan bentuk (transformasi) masukan menjadi keluaran.
• Keluaran (Output)
Keluaran adalah hasil akhir dari proses perubahan bentuk. Keluaran mencakup
pemindahan unsur-unsur yang telah diproduksi oleh suatu perubahan bentuk
(transformasi) kedalam tujuan akhirnya.
Menurut O’brien (2003, p8), sistem adalah sekumpulan komponen yang saling
bekerja sama melalui suatu proses transformasi dengan menerima input dan
menghasilkan output secara teratur guna mencapai beberapa sasaran.
50
Maka dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan sekumpulan elemen yang
saling bekerja sama dan terintegrasi satu sama lainnya guna mencapai suatu tujuan
tertentu.
3.2.2 Pengertian Informasi
Menurut McLeod (2001, p15), informasi adalah data yang telah diproses, atau
data yang memiliki arti.
Menurut Loudon dan Loudon (2002, p7), informasi adalah data yang diolah
kedalam bentuk yang lebih berarti dan lebih bermanfaat bagi yang menerimanya.
Dari definisi yang disebutkan, informasi dapat disimpulkan sebagai data yang
telah diolah yang mempunyai arti dalam pengambilan keputusan bagi pihak yang
bersangkutan.
3.2.3 Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan sekumpulan komponen interrelational untuk
mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk
membantu manajer dalam pengambilan keputusan, pengontrolan, pengkoordinasian,
menganalisa masalah, dan memvisualisasikan masalah didalam suatu organisasi
(Laudon, 1998, p7).
Model sistem informasi menggambarkan suatu kerangka konseptual dasar yang
utama dari aktivitas dan komponen sistem informasi. Suatu sistem informasi sangat
bergantung terhadap sumber daya nya, yang antara lain adalah sumber daya manusianya,
perangkat keras, perangkat lunak, data, dan jaringan, yang kesemuanya diintegrasikan
51
untuk melaksanakan masukan, pengolahan, keluaran, penyimpanan, dan aktivitas
pengendalian yang mengubah sumber daya data kedalam produk berbentuk informasi.
Berdasarkan pendapat diatas, maka sistem informasi adalah sekumpulan
komponen yang saling bekerja sama untuk mengolah informasi sedemikian rupa untuk
pengambilan keputusan yang bersifat manajerial dan strategis serta menyediakan
laporan-laporan tertentu pada pihak luar.
3.2.4 Permodelan Berorientasi Obyek
3.2.4.1 Object Orientation
Berorientasi obyek atau Object Oriented merupakan paradigma baru dalam
rekayasa perangkat lunak yang memandang sistem sebagai kumpulan obyek-obyek
diskrit yang saling berinteraksi. Yang dimaksud berorientasi obyek adalah bahwa
mengorganisasikan perangkat lunak sebagai kumpulan obyek-obyek diskrit yang bekerja
sama antara informasi atau struktur data dan perilaku (behaviour) yang mengaturnya.
Obyek adalah segala sesuatu yang berada di sekitar kita, dimana obyek-obyek
lah yang menyusun dunia ini. Misalkan : mobil, bis, truk, sepeda, dan lain-lain adalah
contoh obyek kendaraan. Setiap obyek mempunyai informasi-informasi atau atribut-
atribut dan perilaku sebagai operasi pengaturnya. Atribut-atribut obyek kendaraan
tersebut antara lain: jumlah roda, warna, berat, dan lain-lain. Sedangkan Operasi-operasi
pengatur obyek kendaraan tersebut antara lain adalah berjalan, belok kanan, dan lain-
lain.
Obyek-obyek yang mempunyai atribut dan operasi yang sama dapat
dikelompokkan dalam sebuah kategori. Misalkan obyek mobil, bis, truk dan sepeda
dapat dikelompokkan kedalam sebuah kategori yaitu “kendaraan”.
52
Paradigma berorientasi obyek mempunyai bidang aplikasi yang sangat luas
dalam bidang rekayasa perangkat lunak, antara lain: pemrograman, permodelan sistem
informasi, manajemen proyek, perangkat keras, dan lainnya.
3.2.4.2 Tiga Karakteristik Permodelan Berorientasi Objek
3.2.4.2.1 Inheritance
Obyek adalah anggota suatu kelas, dan sebaliknya kelas adalah sebuah kategori
dari beberapa obyek yang mempunyai atribut yang sama, maka obyek mempunyai
semua karakteristik dari suatu kelas. Atribut dan operasi yang ditentukan dalam kelas
dapat diwariskan ke masing-masing obyek dalam kelas tersebut.
Kelas dapat pula mewarisi sifat-sifat kelas lainnya. Mesin cuci, lemari es, oven,
radio, televisi dan sebagai nya adalah kelas peralatan listrik, mereka mewarisi atribut
dari kelas peralatan listrik misalnya tipe, dan mewarisi operasi misalnya turn on dan turn
off.
Pewarisan (Inheritance) tidak berhenti sampai disini, kelas peralatan listrik itu
sendiri hanyalah subkelas dari kelas peralatan. Dimana kelas peralatan mempunyai
beberapa sub kelas antara lain: Peralatan listrik, peralatan dapur, dsb.
3.2.4.2.2 Encapsulation
Ketika seseorang menonton televisi, seseorang tersebut tidak memperdulikan
kompleksitas rangkaian elektronika yang ada didalamnya. Mereka tidak memperdulikan
bagaimana rangkaian elektronika itu bekerja, mereka hanya memperhatikan tombol-
tombol apa saja yang bisa digunakan untuk mengoperasikannya. Konsep ini dikenal
53
dengan istilah Encapsulation, yaitu menyembunyikan kompleksitas dari luar dan hanya
membuka operasi-operasi yang diperlukan saja terhadap obyek-obyek lain.
3.2.4.2.3 Polymorphism
Kadang-kadang sebuah operasi mempunyai nama yang sama pada kelas yang
berbeda. Misalkan, membuka jendela, membuka pintu, membuka surat kabar, dan
membuka pembicaraan. Operasi-operasi diatas walaupun mempunyai nama yang sama
tetapi diberikan pada obyek yang berbeda maka mempunyai makna yang berbeda. Pada
masing-masing persoalan dapat dilakukan operasi yang berbeda-beda walaupun dengan
nama yang sama. Konsep diatas dikenal dengan istilah Polymorphism, yaitu suatu
operasi dengan nama yang sama, tetapi jika diberikan pada obyek yang berbeda akan
mengakibatkan operasi yang berbeda.
3.2.5 Unified Modeling Language (UML)
3.2.5.1 Sejarah Unified Modeling Language (UML)
Notasi UML dibuat sebagai kolaborasi dari Grady Booch, DR.James Rumbough,
Ivar Jacobson, Rebecca wirfs Brock, Peter Yourdon, dan lainnya. Jacobson menulis
tentang pendefinisian persyaratan –persyaratan sistem yang disebut use-case. Juga
mengembangkan sebuah metode untuk perancangan sistem yang disebut Object-
Oriented-Software-Engineering (OOSE) yang berfokus pada analisis. Booch, Rumbough
dan Jacobson biasa disebut dengan tiga sekawan (tree amigos). Semuanya bekerja di
Rational Software Corporation dan berfokus pada standarisasi dan perbaikan ulang
UML. Simbol UML mirip dengan Booch, Notasi OMT, dan juga ada kemiripan dengan
notasi lainnya.
54
Penggabungan beberapa metode menjadi UML dimulai 1993. Setiap orang dari
tiga sekawan di rational mulai menggabungkan idenya masing-masing dengan metode
lainnya. Pada akhir tahun 1995 Unified Method versi 0.8 diperkenalkan. Unified Method
diperbaiki dan diubah menjadi UML pada tahun 1996, UML 1.0 disahkan dan diberikan
pada Object Technology Group (OTG) pada tahun 1997, dan pada tahun itu juga
beberapa perusahaan pengembang utama perangkat lunak mulai mengadopsinya. Pada
tahun yang sama OMG merilis UML 1.1 sebagai standar industri.
3.2.5.2 Pengenalan Diagram-Diagram dalam UML
UML menyediakan beberapa diagram visual yang menunjukkan berbagai aspek
dalam sistem. Ada beberapa diagram yang disediakan dalam UML, antara lain :
• Diagram Use Case (Use case diagram)
• Diagram sekuensial (Sequence diagram)
• Diagram Kelas (Class Diagram)
• Diagram State chart (State chart diagram)
• Diagram Komponen (Component diagram)
• Diagram Deployment (Deployment diagram)
3.2.6 Problem Domain Analysis
Tujuan dari problem domain analysis ini adalah untuk mengidentifikasi dan
memodelkan problem domain. Aktivitas yang dilakukan dalam problem domain analysis
ini adalah aktivitas pendefinisian class, structure, serta behaviour.
55
3.2.6.1 Class
Aktivitas Class adalah bertujuan untuk mencari elemen dari problem domain,
yaitu objects, classes, dan events yang terdapat dalam sistem.
+move()+resize()+display()
-originShape
Gambar 3.4 Class
Dapat dinyatakan bahwa sebuah obyek dijelaskan di sebuah class, class
menjelaskannya dalam bentuk struktur dan kelakuan dari semua obyeknya. Sebuah
obyek yang diciptakan dari sebuah class disebut juga instansi dari class.
3.2.6.2 Object
Object : An entity with identify, state, and behaviour (Matthiassen, 2000, p51)
Object adalah suatu entitas yang mempunyai identitas, state, dan behaviour. Untuk dapat
memanggil sesuatu sebagai object kita harus dapat untuk mendeskripsikannya sebagai
sebuah entity, identity dari object adalah property yang memisahkan dari object-object
lainnya, semua object harus memiliki identity agar kita dapat membedakannya dengan
object lainnya.
3.2.6.3 Event
Event : an instantaneous incident involving one or more objects (Matthiassen,
2000, p51). Event adalah kejadian yang terjadi seketika yang melibatkan satu atau lebih
object.
56
3.2.6.4 Class Diagram
Class Diagram memodelkan konsep dari domain aplikasi. Diagram kelas atau
class diagram menunjukkan interaksi antar kelas dalam sistem.
Dalam class diagram dapat digambarkan hubungan sebagai berikut :
• Generalization
Generalisasi adalah suatu hubungan antara 2 subclass atau lebih dengan satu atau
lebih super class .
Gambar 3.5 Contoh hubungan generalisasi
• Assosiation
Assosiation adalah hubungan komunikasi antara satu class dengan class lain.
• Multiplicities
Multiplicities adalah hubungan satu class dengan banyak class.
3.2.6.5 Behavioral Pattern
Behavioral Pattern : A description of possible event traces for all objects in a
class (Matthiassen, 2000, p90). Behavioral Pattern adalah deskripsi dari event trace
yang mungkin untuk seluruh object dalam sebuah class. Behavioral pattern ini
ditampilkan dalam bentuk state chart diagram yang merupakan bentuk yang paling
umum digunakan.
57
3.2.6.6 Sequence Diagram
Diagram sekuensial atau Sequence diagram digunakan untuk menunjukkan
aliran fungsionalitas dalam use case. Sequence diagram ini menggambarkan susunan
peta komunikasi antara objek dan aktor dalam suatu urutan waktu, dimana setiap class
memiliki sebuah lifeline (garis hidup) yang digambarkan sebagai sebuah garis lurus, dan
setiap pesan yang dikirimkan digambarkan sebagai anak panah antara lifeline dari class
tersebut.
Gambar 3.6 Sequence Diagram
3.2.7 Application Domain Analysis
Application Domain Analysis bertujuan untuk mendefinisikan fungsi dan
interface dari sistem. Aktivitas yang akan dilakukan pada tahap analisa ini mencakup
definisi dari usage, functions, dan interface.
58
3.2.7.1 Use Case Diagram
Use case adalah sekumpulan skenario yang menghubungkan antara user dan
sistem. Aktor adalah sebuah role yang dimainkan seorang user terhadap sistem. Use
case diagram adalah kumpulan dari use case dan aktor serta hubungannya.
Notasi-notasi pada usecase diagram :
• Include
Relasi include memungkinkan satu use case menggunakan fungsionalitas yang
disediakan oleh use case lainnya. Relasi ini dapat digunakan dengan alasan salah
satu dari dua hal berikut:
Pertama, jika dua atau lebih use case mempunyai bagian besar
fungsionalitas yang identik, maka fungsionalitas ini dapat dipecah ke dalam use
case tersendiri. Masing-masing use case kemudian menggunakan relasi include
terhadap use case yang baru dibuat tersebut.
Masalah kedua adalah relasi include bermanfaat untuk situasi jika sebuah
use case mempunyai fungsionalitas yang terlalu besar, kemudian fungsionalitas
yang besar tersebut dipecah menjadi dua buah use case yang lebih kecil, relasi
include digunakan untuk menghubungkan dua buah use case hasil pemecahan.
59
Gambar 3.7 Include Relationship
• Extend
Relasi extend memungkinkan satu use case secara optional menggunakan
fungsionalitas yang disediakan oleh use case lainnya.
Gambar 3.8 Extends Relationship
3.2.7.2 Function
Function : a facility for making a mode useful for actors (Matthiassen, 2000,
p138). Aktivitas function bertujuan untuk mendefinisikan properties dari pemrosesan
informasi dari sistem untuk membantu actor. Hasil akhir dari aktivitas ini adalah daftar
lengkap dari fungsi-fungsi dengan spesifikasi dari fungsi-fungsi yang kompleks. Ada 4
tipe dari fungsi yaitu Update, Signal, Read, Complete.
60
3.2.7.3 Interface
Interface : facilities that make a system’s and functions available to actors
(Matthiassen, 2000, p151). Aktivitas interface mempunyai tujuan untuk
mengidentifikasikan kebutuhan akan interface dari system. Interface adalah suatu
fasilitas yang membuat model dan function dapat berinteraksi dengan actor. Interface
terdiri dari user interface dan system interface. Hasil dari aktivitas ini adalah
perancangan screen atau form, navigation diagram, dan deskripsi lainnya.
3.2.8 Architecture Design
Pada tahap ini akan dirancang arsitektur hubungan antara client dan server yang
memadai untuk sistem agar dapat berjalan dengan baik. Laporan yang dihasilkan adalah
Deployment Diagram. Deployment diagram adalah diagram yang menggambarkan
processors, assigned components dan active objects.
Gambar 3.9 Architectural Design
61
3.2.9 Component Design
Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk menentukan kebutuhan bagi implementasi
dalam suatu kerangka arsitektur. Hasil yang diinginkan dari component design adalah
deskripsi dari komponen sistem. Laporan yang dihasilkan dari component design adalah
component diagram. Component diagram merupakan diagram yang menggambarkan
struktur dan hubungan antar komponen piranti lunak, termasuk ketergantungan
diantaranya. Pada tahap ini akan terlihat bagaimana sistem bekerja dan interaksi yang
terjadi antara sistem dan pengguna.