BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00440-TI BAB 2.pdf22 2. Non Probability...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00440-TI BAB 2.pdf22 2. Non Probability...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengambilan Sample (Sampling)
2.1.1 Pengertian
Berdasarkan buku “Metode Penelitian Bisnis” karangan Prof. Dr.
Sugiyono pada halaman 73, dikatakan bahwa sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi
besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Untuk itu, sampel
yang diambil dari populasi harus betul-betul representative (mewakili).
Sedangkan teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel.
Menurut buku “Manajemen Produksi dan Operasi” karangan Sofjan
Assauri halaman 312, bahwa pengambilan sampel ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa pemeriksaan atau inspeksi pada seluruh hasil produksi
adalah memakan biaya yang mahal, kurang diperlukan, dapat menjemukkan
atau membosankan, dan tetap tidak dapat dipercaya, serta dalam hal-hal
tertentu tidak mungkin dilakukan.
21
2.1.2 Tujuan Pengambilan Sampel
Tujuan utama pengambilan sampel adalah untuk memperoleh
informasi dengan biaya yang lebih kecil daripada dengan melakukan
pemeriksaan keseluruhan (full inspection), atau dalam hal pemeriksaan yang
menyeluruh tidak dapat dilakukan. Keuntungan tambahan dari pengambilan
sampel adalah:
1. Informasi-informasi dapat diperoleh lebih cepat. Hal ini karena hanya
perlu untuk memeriksa sebagian kecil dari seluruh barang itu.
2. Cara-cara sampling ini dapat dipakai dalam hal pengetesan atau
pengujian-pengujian pada hasil akhir (finished product) yang merupakan
cara-cara pengujian yang merusak (destructive) atau semi-destructive.
2.1.3 Cara-cara Sampling
Menurut buku “Metode Penelitian Bisnis” karangan Prof. Dr.
Sugiyono halaman 73, teknik sampling dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu:
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik sampling (teknik pengambilan sampel)
yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel. Probability sampling meliputi
simple random, proportionate stratified random, disproportionate
stratified random, dan area random.
22
2. Non Probability Sampling
Non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang / kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel. Non probability sampling
meliputi: sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental,
purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling.
2.2 Pengukuran Kerja
2.2.1 Pengertian
Menurut buku “Pengantar Teknik Industri” karangan Hari Purnomo
halaman 42, pengukuran kerja adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu
yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang memiliki skill rata-rata dan
terlatih) dalam melaksanakan kegiatan kerja dalam kondisi atau tempo kerja
yang normal.
2.2.2 Tujuan dari Pengukuran Kerja
Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha
untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu
pekerjaan. Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk:
a. Man power planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja).
b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan / pekerja.
c. Penjadwalan produksi dan penganggaran.
23
d. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan / pekerja
yang berprestasi.
e. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
2.2.3 Jenis-jenis dari Pengukuran Kerja
Proses pengukuran waktu dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan pengukuran
waktu secara tidak langsung.
a. Pengukuran waktu secara Langsung
Dalam bukunya “Pengantar Teknik Industri” halaman 43, Hari
Purnomo menjelaskan tentang pengukuran waktu secara langsung.
Disebut secara langsung karena pengamat berada di tempat dimana objek
sedang diamati. Pengamat secara langsung melakukan pengukuran atas
waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang operator (objek pengamatan)
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Pengukuran secara langsung terdiri
dari dua cara yaitu pengukuran dengan menggunakan stopwatch dan
sampling kerja.
• Pengukuran Waktu dengan Stopwatch
Menurut buku “Ergonomi Studi Gerak dan Waktu” karangan
Sritomo Wignjosoebroto halaman 171, pengukuran waktu kerja
dengan jam henti (stopwatch time study) diperkenalkan pertama kali
24
oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini
terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil
pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan
suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan
sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan
melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Aktivitas pengukuran
kerja dengan jam henti (stopwatch) umumnya diaplikasikan pada
industri manufaktur yang memiliki karakteristik kerja yang berulang-
ulang, terspesifikasi jelas, dan menghasilkan output yang relatif sama.
Meskipun demikian aktivitas ini bisa pula diaplikasikan untuk
pekerjaan-pekerjaan non manufacturing seperti yang bisa dijumpai
dalam aktivitas kantor gudang atau jasa pelayanan lainnya asalkan
kriteria-kriteria di bawah ini bisa dijumpai, yaitu:
Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara repetitive dan
uniform.
Isi / macam pekerjaan itu harus homogen.
Hasil kerja (output) harus dapat dihitung secara nyata (kuantitatif)
baik secara keseluruhan ataupun untuk setiap elemen kerja.
Pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya
sehingga akan memadai untuk diukur dan dihitung waktu
berikutnya.
25
• Pengukuran Waktu dengan Sampling Kerja
Menurut Hari Purnomo dalam buku “Pengantar Teknik Industri”
halaman 52, penentuan waktu baku dengan cara sampling adalah
melakukan pengamatan dengan mengamati apakah tenaga kerja dalam
kondisi bekerja atau dalam kondisi menganggur. Pengamatan tidak
dilakukan secara terus-menerus melainkan hanya sesaat pada waktu
yang ditentukan secara random. Metode ini dikembangkan oleh L.H.C.
Tippet pada pabrik tekstil di Inggris, karena berbagai kegunaan cara
ini dipakai di negara-negara lain secara lebih luas. Cara menentukan
waktu standar dengan menggunakan sampling adalah dengan
melakukan kunjungan ke tenaga kerja yang akan diukur waktunya.
Kunjungan dilakukan secara acak yaitu setiap kali kunjungan dengan
selang waktu yang tidak sama dan didasarkan pada bilangan random
yang dikonversi pada satuan waktu. Aktivitas tenaga kerja diamati
apakah dalam keadaan bekerja atau dalam keadaan menganggur yang
kemudian dicatat pada lembar pengamatan.
b. Pengukuran Tidak Langsung
Pengukuran waktu dengan cara tidak langsung berdasarkan buku
“Teknik Tata Cara Kerja” karangan Sutalaksana, dkk halaman 117 adalah
perhitungan waktu tanpa harus berada di tempat pekerjaan yaitu dengan
26
membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan
melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Yang
termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan data waktu gerakan.
Pada prinsipnya data waktu baku berisi data waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang diteliti (diukur) pada waktu yang lalu.
Dengan demikian bila pekerjaan tersebut diulang, waktu yang pantas
untuk menyelesaikan sudah diketahui. Memang karena diperlukannya
biaya yang tinggi dalam pembentukan data waktu baku, cara ini
mendatangkan keuntungan bila pekerjaan tersebut dilakukan terus-
menerus. Sedangkan data waktu gerakan adalah pengukuran waktu dengan
memperlihatkan elemen-elemen gerakan sebagai perincian dari suatu
pekerjaan. Jadi bukan lagi bagian pekerjaan memindahkan benda kerja ke
mesin yang dilihat, tetapi elemen-elemen gerakan apa yang
menjalankannya.
Yang dimaksud dengan elemen-elemen gerakan disini serupa dengan
yang dimaksud oleh Gilberth dan istrinya mengenai therblig-therblig.
Memang dari therblig-therblig inilah timbul gagasan mengurai suatu
pekerjaan atas elemen-elemen walaupun elemen-elemen gerakan disini
tidak selalu sama dengan yang dikemukan Gilbreth. Berbagai cara
pembagian suatu pekerjaan atas elemen-elemen gerakan telah melahirkan
metode penentuan waktu baku secara sintesa, terdapat diantaranya Analisa
Waktu Gerakan (Motion Time Analysis), Waktu Gerakan Baku (Motion
27
Time Standard), Waktu Gerakan Dimensi (Dimention Motion Time),
Faktor Kerja (Work Factor), Pengukuran Waktu Metode (Motion Time
Measurement) dan Pengukuran Waktu Gerakan Dasar (Basic Motion
Time).
2.2.4 Cara Penerapan dari Pengukuran Kerja dengan Stopwatch
Di dalam melakukan pengukuran waktu dengan stopwatch dilakukan
pemecahan pekerjaan menjadi elemen-elemen kegiatan. Langkah-langkah
yang diperlukan dalam melakukan pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Penetapan tujuan pengukuran
2. Melakukan penelitian pendahuluan
3. Memilih operator
4. Melatih operator
5. Menguraikan pekerjaan atas elemen pekerjaan
6. Menyiapkan alat-alat pengukuran
7. Melakukan pengukuran waktu
8. Mencatat hasil pengukuran waktu pada lembar pengamatan
9. Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa
buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya
sepuluh kali atau lebih. Setelah pengukuran tahap pertama ini dijalankan,
dilakukan pengujian data dengan uji kecukupan data dan uji keseragaman
data. Serta bila jumlah belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran
28
pendahuluan kedua. Jika tahap kedua selesai maka dilakukan lagi
pengujian data dan bila perlu dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan
tahap ketiga. Begitu seterusnya sampai jumlah keseluruhan pengukuran
mencukupi untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang dikehendaki.
Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat
kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan
melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian
menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu
penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari
waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari). Sedangkan
tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil
yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun dinyatakan dalam
persen.
10. Melakukan perhitungan waktu baku
2.2.5 Pengujian Data
2.2.5.1 Keseragaman Data
Untuk memastikan bahwa data yang terkumpul berasal dari sistem
yang sama, maka dilakukan pengujian terhadap keseragaman data.
Berdasarkan buku “Teknik Tata Cara Kerja” karangan Sutalaksana, dkk.
halaman 136, dijelaskan bahwa secara teoritis apa yang dilakukan dalam
pengujian keseragaman data adalah berdasarkan teori-teori statistik tentang
29
peta kontrol yang biasanya digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas
di pabrik atau di tempat kerja yang lain. Tugas mengukur adalah untuk
mendapatkan data yang seragam ini. Karena ketidakseragaman dapat datang
tanpa disadari maka diperlukan suatu alat yang dapat ”mendeteksi”. Batas-
batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data.
Data yang dikatakan seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang sama dan
berada diantara kedua batas kontrol, sedangkan data tidak seragam, yaitu
berada dari sistem sebab yang berbeda serta jika berada diluar batas kontrol.
Dari buku “Ergonomi Studi Gerak dan Waktu”, karangan Sritomo
Wignjosoebroto, halaman 194, test keseragaman data perlu dilakukan guna
menetapkan waktu baku. Test keseragaman data bisa dilaksanakan dengan
cara visual dan / atau mengaplikasikan peta kontrol (control chart). Test
keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana, mudah, dan cepat.
Dengan melihat data yang terkumpul dan seterusnya mengidentifikasi data
yang terlalu ekstrem (data yang terlalu besar atau terlalu kecil dan jauh
menyimpang dari trend rata-ratanya).
2.2.5.2 Kecukupan Data
Dalam bukunya “Pengantar Teknik Industri” halaman 45 karangan
Hari Purnomo, dijelaskan bahwa dalam proses pengukuran waktu kerja,
diperlukan kegiatan pengujian terhadap data yang dikumpulkan. Kegiatan
pengujian tersebut dimulai dari analisis atas jumlah data yang seharusnya
30
dikumpulkan sampai dengan analisis atas konsistensi kerja operator. Dengan
asumsi bahwa terjadinya kejadian seorang operator akan bekerja atau
menganggur mengikuti pola distribusi normal, maka untuk mendapatkan
jumlah sampel pengamatan yang harus dilakukan dapat dicari berdasarkan
rumus berikut:
Data dikatakan cukup jika N’ ≤ N
N’=
222
Xij
)Xij(XijNSZ
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡ −
∑∑∑
dimana: Z = Koefisien pada distribusi normal sesuai dengan tingkat
keyakinan. Tingkat keyakinan 90 %, Z = 1,65; Tingkat keyakinan 95 %, Z
= 1,96 ≈ 2; Tingkat keyakinan 99 %, Z = 2,58 ≈ 3.
S = Tingkat ketelitian.
Xij = Data waktu.
N = Jumlah pengamatan yang diperlukan.
N’ = Jumlah pengamatan aktual.
2.2.6 Perhitungan Waktu Baku
1. Hitung waktu siklus
NXiWs ∑=
dimana: Xi = data waktu ke-
31
N = banyaknya data
2. Hitung waktu normal
Dalam buku “Pengantar Teknik dan Sistem Industri” karangan Wayne
C. Turner, dkk halaman 208, waktu normal adalah waktu rata-rata yang
dibutuhkan operator terlatih untuk melakukan suatu pekerjaan dalam
kondisi kerja yang biasa dan bekerja dalam kecepatan normal (dalam hal
ini tidak termasuk waktu longgar untuk kebutuhan pribadi dan waktu
tunggu yang mungkin akan sangat penting jika pekerjaan tersebut
dilakukan selama 8 jam).
Waktu normal diperoleh dengan rumus sebagai berikut : pxWsWn =
dimana: Wn = waktu normal, Ws = Waktu Siklus, dan p = faktor
penyesuaian
Faktor penyesuaian diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa
operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan
waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu
siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, maka
faktor penyesuaiannya p sama dengan 1, artinya waktu siklus rata-rata
sudah normal. Jika bekerja terlalu lambat maka untuk menormalkannya
pengukur harus memberi harga p1, dan sebaliknya p2, jika dianggap
32
bekerja terlalu cepat. Metode untuk menentukan penyesuaian antara lain
sebagai berikut:
a. The Westing House System. Sistem ini merupakan sistem yang cukup
lama dan sering digunakan dalam sistem rating. Sistem ini
dikembangkan oleh Westing House Electric Corporation dengan
mempertimbangkan empat faktor antara lain: keterampilan, usaha,
kondisi, dan konsistensi.
b. Synthetic Rating
c. Speed Rating / Performance Rating
d. Objective Rating
3. Hitung waktu baku
Akhirnya setelah perhitungan diatas selesai maka, dihitung waktu
bakunya dengan rumus sebagai berikut:
%L%100%100xWnWb−
=
dimana: Wb = Waktu baku dan L = Faktor kelonggaran
Berdasarkan buku “Ergonomi Studi Gerak dan Waktu”, karangan
Sritomo Wignjosoebroto halaman 170, waktu baku adalah waktu yang
dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-
rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Disini sudah meliputi
33
kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan
kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut.
Pada buku “Pengantar Teknik dan Sistem Industri” karangan Wayne C.
Turner halaman 208, kelonggaran adalah sejumlah waktu yang
ditambahkan dalam waktu normal untuk memenuhi kebutuhan pribadi,
waktu tunggu yang tidak dapat dihindari, dan kelelahan. Pada sumber lain,
buku “Pengantar Teknik Industri” karangan Hari Purnomo halaman 50,
kelonggaran pada dasarnya adalah suatu faktor koreksi yang harus
diberikan kepada waktu kerja operator, karena dalam pekerjaannya
operator seringkali terganggu oleh hal-hal yang tidak diinginkan namun
bersifat alamiah.
2.2.7 Peta Kontrol
Menurut Hari Purnomo dalam bukunya “Pengantar Teknik Indutri”
halaman 254, peta kontrol atau grafik pengendali merupakan alat untuk
mengawasi kualitas dengan mudah sehingga mudah untuk menentukan
keputusan apa yang harus diambil jika terjadi produk yang menyimpang. Peta
kontrol ditentukan juga untuk membuat batasan-batasan untuk mengetahui
hasil produksi yang menyimpang dari mutu yang diinginkan. Selain
penyimpangan kualitas, variasi suatu produk juga perlu diawasi. Makin besar
variasi tentunya produk kurang baik. Konsep variasi merupakan hukum alam,
kadang terjadi variasi besar dan kadang variasi kecil. Jika variasi kecil, maka
34
hasil yang dibuat nampak tidak ada perbedaan atau serupa, hanya dengan alat
yang baik, variasi atau perbedaan dapat ditunjukkan.
Sedangkan dalam buku “Pengantar Teknik dan Sistem Industri”
Wayne C. Turner halaman 292, peta kontrol adalah alat untuk mempelajari
perbedaan. Diagram (peta kontrol) memperlihatkan kepada kita variasi yang
stabil (atau konsisten). Proses yang stabil sering disebut sebagai proses dalam
kendali (in-control process), proses yang dapat diprediksi, atau proses
dengan ”penyebab-penyebab umum”. Proses ini disebut sebagai bagian dari
pengendalian statistikal (SOSC, a state of statistical control). Proses yang
tidak stabil sering disebut juga dikenal sebagai proses di luar kendali (OOC,
out-of-control), tidak dapat diprediksi, atau proses “penyebab umum dan
khusus”. Sebuah diagram pengendalian akan memberitahukan kita tentang
stabil atau tidaknya sebuah proses.
Peta kontrol telah digunakan sebagai alat diagnosa dan pemeliharaan
dalam pengendalian proses kualitas sejak pertama kali diperkenalkan oleh
Shewhart, Bapak Peta Kontrol. Dari keseluruhan diagram pengendalian yang
ada, diagram yang paling populer antara lain adalah diagram X, R, p, dan c.
Diagram X dan R biasanya digunakan secara bersama-sama pada data
variabel-variabel (misalnya pengukuran numerikal) untuk menganalisis
kecenderungan pusat dan penyebaran dari sebuah proses pada karakteristik
pengukuran tunggal.
35
Diagram p biasanya untuk menganalisis data atribut (seperti klasifikasi
yang baik atau buruk), contohnya perhitungan terhadap jumlah yang tidak
sesuai per unit sampel. Macam dari variasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Variasi di dalam objek sendiri. Sebagai contoh: sebuah meja yang
tingkat kehalusannya tidak sama antara sisi atas dengan sisi samping,
lebar meja sebelah kiri tidak sama dengan sebelah kanan, dan
sebagainya.
2. Variasi antar objek. Antara satu objek dengan objek lainnya yang
diproduksi pada saat yang sama terjadi variasi.
3. Variasi timbul dari perbedaan waktu produksi.
Faktor penyebab variasi ini adalah sebagai berikut:
a. Proses
Yang termasuk proses adalah alat produksi, getaran mesin, posisi alat,
fluktuasi aliran listrik, dan lain-lain.
b. Bahan baku yang tidak sama kualitasnya
Misalnya kadar air dalam tepung, elastis benang, kekerasan kayu, dan
sebagainya.
c. Karyawan atau operator
Tingkat keterampilan dan tingkat pemahaman terhadap petunjuk
operasi masing-masing operator tidak sama sehingga mempengaruhi
hasil produksi. Selain itu keadaan psikologi karyawan tersebut juga
mempengaruhi dalam bekerja.
36
d. Faktor lain yang sering menimbulkan sumber variasi adalah
lingkungan kerja, antara lain temperatur ruangan, kebisingan,
pencahayaan, kelembaban, bau-bauan, dan sebagainya.
Bentuk dasar peta kontrol dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Peta Kontrol
0
3
6
9
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nomor Sampel
Uku
ran Data
BKA
BKB
Sumber: Buku Pengantar Teknik Industri, 2004
Gambar 2.1 Peta Kontrol
Di dalam peta kontrol atau grafik pengendali tersebut terdapat garis
tengah yang merupakan nilai rata-rata karakteristik kualitas yang berkaitan
dengan keadaan terkontrol, dan garis mendatar yang dinamakan batas kontrol
atas dan batas kontrol bawah. Suatu proses dikatakan terkendali apabila titik-
titik sampel terletak di antara kedua garis tersebut. Sebaliknya, jika suatu titik
terletak di luar batas pengendali maka proses tersebut tak terkendali dan
diperlukan tindakan penyelidikan untuk mengetahui penyebabnya dan
seterusnya dilakukan tindakan perbaikan.
37
2.2.8 Kegunaan Peta Kontrol
Menurut buku “Pengantar Teknik dan Sistem Industri” karangan
Wayne C. Turner, dkk halaman 293, peta kontrol biasanya digunakan sebagai
alat manajemen untuk membantu:
1. Membawa proses menuju dalam kondisi terkendali.
2. Menjaga proses untuk selalu dalam kontrol.
3. Mengetahui kemampuan proses untuk memenuhi spesifikasi
kebutuhan.
2.2.9 Jenis-jenis dari Peta Kontrol
2.2.9.1 Peta Kontrol untuk Variabel
Data yang diperlukan harus dapat terukur dan karakteristik kualitas
ditentukan oleh besar kecilnya penyimpangan terhadap unit ukuran yang
distandarkan. Menurut Hari Purnomo dalam bukunya “Pengantar Teknik
Industri” halaman 256, pengendalian kualitas variabel adalah suatu besaran
yang dapat diukur, misalnya panjang, berat, umur komponen, dan sebagainya.
Grafik ini banyak dipakai dalam pengendalian kualitas statistik. Grafik ini
menggunakan dua karakteristik pengukuran, yaitu mengukur variabilitas dan
proses (Grafik-R) dan mengukur ketelitian dan proses (Grafik-X). Grafik X
menggambarkan variasi harga rata-rata dari sejumlah data yang diambil dari
proses kerja. Sedangkan grafik-R menggambarkan variasi dari range sampel.
38
2.2.9.2 Peta Kontrol untuk Atribut
Grafik pengendali untuk variabel merupakan grafik yang banyak
digunakan, namun demikian grafik ini mempunyai keterbatasan. Salah satu
keterbatasan adalah dalam proses manufaktur, banyak sekali variabel-variabel.
Untuk perusahaan yang kecil saja terdapat ratusan karakteristik kualitas. Jika
satu variabel diperlukan satu grafik, maka akan diperlukan ratusan grafik
kualitas. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan grafik kualitas untuk atribut
yang dapat memberikan informasi kualitas dari keseluruhan karakteristik.
Pengertian atribut dalam pengendalian kualitas adalah yang berkaitan dengan
karakteristik kualitas yang dapat digolongkan baik atau cacat. Yang termasuk
ke dalam peta kontrol atribut yaitu peta kontrol p dan c.
2.3 Rumus ABC
2.3.1 Pengertian
Menurut Vincent Gasperz dalam bukunya “PPIC Menuju
Manufakturing 21”, klasifikasi ABC atau sering disebut juga sebagai analisis
ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan
menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga
per unit material dikalikan volume penggunaan material itu selama periode
tertentu). Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun.
39
Analisis ABC dapat juga ditetapkan menggunakan kriteria lain bukan
semata-mata berdasarkan kriteria biaya tergantung pada faktor-faktor penting
apa yang menentukan material tersebut.
Dari sumber lainnya, buku Manajemen Produksi dan Operasi karangan
Sofjan Assauri halaman 288, metode analisis ABC, menggunakan “Pareto
Analysis” yang menekankan bahwa sebagian kecil dari jenis-jenis bahan yang
terdapat dalam persediaan mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar
yang mencakup kira-kira lebih daripada 60% dari seluruh nilai penggunaan
bahan yang terdapat dalam persediaan. Adalah tidak efisien dan efektif,
apabila melakukan pengawasan yang ketat terhadap jenis-jenis bahan yang
mempunyai nilai penggunaan yang rendah. Oleh karena itu, cukup
menekankan pengawasan persediaan yang ketat terhadap jenis-jenis
persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang terbesar, yang biasanya
jenis bahan item-nya tidak begitu banyak.
Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan
suatu material, yaitu:
1. Nilai total uang dari material.
2. Biaya per unit dari material.
3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material.
4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan
untuk membuat material tersebut.
40
5. Panjang dari variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak
pemesanan material itu pertama kali sampai kedatangannya.
6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu.
7. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu.
8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu.
9. Kepekaan material terhadap perubahan desain.
2.3.2 Tujuan dari Analisis ABC
Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam pengendalian inventori
(inventory control). Penggunaan analisis ABC adalah untuk menetapkan:
1. Frekuensi perhitungan inventori (cycle counting) dimana material-
material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan
inventori dibandingkan material-material kelas B dan C.
2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material-material kelas A dan
B memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan
program reduksi biaya ketika mencari meterial-material tertentu yang
difokuskan.
3. Prioritas pembelian (perolehan), dimana aktivitas pembelian
seharusnya difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high
cost) dan penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada
material-material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.
41
4. Keamanan: meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang
lebih baik dibandingkan dengan nilai penggunaan (usage value),
namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-
material mana (kelas A dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan
dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau
pencurian.
5. Sistem pengisian kembali (replenishment systems), dimana klasifikasi
ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang
digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-
material kelas C dengan simple two-bin system of replenishment
(synonym: bin reserve system or visual review system) dan metode-
metode yang lebih canggih untuk material-material kelas A dan B.
6. Keputusan investasi: karena material-material kelas A
menggambarkan investasi yang lebih besar dalam inventori, maka
perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas
pesanan dan stok pengaman terhadap material-material kelas A,
dibandingkan terhadap material-material kelas B dan C. Seyogianya
implementasi sistem JIT pada bagian pembelian diterapkan pertama
kali dalam pembelian material-material kelas A, kemudian material
kelas B, dan pada akhirnya pada material kelas C.
42
Setelah material-material inventori itu dikelompokkan ke dalam kelas
A, B, dan C selanjutnya pihak manajemen pembelian perlu memfokuskan
perhatian pada material-material kelas A dengan merumuskan kebijaksanaan
JIT dalam pembelian material-material kelas A itu. Pihak manajemen industri
juga dapat memanfaatkan klasifikasi ABC ini untuk merumuskan sistem
manajemen inventori material, seperti ditunjukkan tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Kebijaksanaan Manajemen Inventori berdasarkan Klasifikasi ABC
Deskripsi Material-
material
Kelas A
Material-
material
Kelas B
Material-
material
Kelas C
Fokus perhatian manajemen Utama Normal Cukup
Pengendalian (kontrol) Ketat Normal Longgar
Stok Pengaman Sedikit Normal Cukup
Akurasi Peramalan Tinggi Normal Cukup
Kebutuhan Perhitungan Inventori (Cycle Counting) 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan
Sumber: Buku PPIC Menuju Manufakturing 21, 1998
Beberapa contoh penerapan seperti: pengendalian inventori material
pada pabrik, inventori produk akhir pada gudang barang jadi, inventori obat-
obatan pada apotek, inventori suku cadang pada bengkel atau toko, inventori
produk pada supermarket atau toko serba ada (toserba), dan lain-lain.
43
Sumber: Buku PPIC Menuju Manufakturing 21, 1998
Gambar 2.2 Contoh Grafik Klasifikasi ABC
2.4 Waste (Non-Value Added Activities)
2.4.1 Pengertian
Dalam buku “Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
Industries” karangan Vincent Gasperzs halaman 5, waste dapat didefinisikan
sebagai aktifitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses
transformasi input menjadi output sepanjang value stream. Menurut APICS
Dictionary (2005), value stream adalah proses-proses untuk membuat,
memproduksi, dan menyerahkan produk (barang dan / atau jasa) ke pasar.
Waste (disebut juga dengan "muda" dalam bahasa Jepang) memiliki
bermacam bentuk. Muda adalah aktivitas non-value added yang perlu
44
dieliminasi. Dalam website http://hardipurba.com, Hardi Puba menjelaskan
bahwa muda dapat diterjemahkan sebagai pemborosan.
Sedangkan istilah mura dalam bahasa Jepang berarti tidak teratur atau
tidak merata, mencakup beban kerja serta proses kerja di lini produksi.
Mengerjakan sesuatu yang sesungguhnya tidak mempunyai nilai tambah bagi
produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan sebagai output suatu
perusahaan atau unit bisnis, harus diminimalkan atau bahkan dihilangkan agar
dapat tetap bertahan dan eksis di era persaingan ketat bisnis seperti sekarang
ini.
Penggagas konsep ini rupanya sangat memahami bahwa pekerjaan
yang dilakukan secara tidak teratur dari sisi beban kerja dan proses kerja,
merupakan suatu aktivitas yang perlu dikurangi bahkan dieliminasi /
dihilangkan karena sangat berpotensi menambah ongkos / biaya kerja. Beban
atau loading pekerjaan (manual dan mesin) yang sering berubah dan tidak
merata sangat berpotensi untuk terjadinya pemborosan bahan baku (material),
perlengkapan, manpower, serta sumber daya lainnya. Pencapaian hasil kerja
yang sangat bervariasi dapat menjadi penghambat terciptanya kondisi Just in
Time-JIT. Output yang tidak stabil; terkadang melampaui standar kapasitas,
pada kesempatan lain di bawah kapasitas yang telah ditetapkan, merupakan
masalah yang perlu dibenahi. Kondisi ideal adalah ketika hasil kerja (output)
dijaga tetap sesuai dengan standar. Yang juga termasuk mura adalah bekerja
45
tanpa sistem atau prosedur, planning yang tidak baik (kadang kelebihan beban,
kadang nganggur), cara kerja yang berbeda, dll
Sedangkan kata muri dalam Bahasa Jepang berarti pembebanan
berlebih, baik terhadap pekerja atau peralatan yang dipergunakan. Ini
merupakan perkara klasik yang entah kenapa paling sering diabaikan.
Misalnya, tertulis pada forklif A bahwa kapasitas maksimum yang bisa
diangkat adalah 1 ton. Namun sering dioperasikan dengan pembebanan
berlebih; 1,5 ton atau bahkan lebih. Ketika terjadi kecelakaan kerja diketahui
bahwa selama ini telah dioperasikan tidak sesuai standar atau menyimpang.
Dan forklif A akan rusak sebelum waktunya, bahkan dapat merusak part atau
produk yang dibawa atau bahkan mencelakakan orang / pekerja. Maka
pakailah mesin dan peralatan lainnya bahkan pekerja sesuai standar batas
yang ditetapkan. Jangan berlebih! Pekerja atau operator yang baru masuk
tentu tidak bisa langsung dibebani pekerjaan yang sama dengan kemampuan
pekerja lain yang telah berpengalaman. Maka objek akan sangat kewalahan,
bingung atau bahkan rawan celaka apabila diberikan tanggung jawab atau
beban yang melebihi batas kemampuannya.
Ketika mura dan muri tidak dapat diantisipasi atau terjadi di lini
produksi, maka muda akan terjadi. Sebagian besar perusahaan membuang
percuma 70%-90% dari sumber daya yang mereka miliki. Pengeliminasian
pemborosan (waste elimination) adalah tujuan utama dari Lean.
46
2.4.2 Tipe-tipe dari Waste
Waste memiliki beberapa tipe yaitu:
1. Type One Waste,
Yaitu aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam
proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream, namun
aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai
alasan. Misalnya:
• Pengawasan terhadap orang, namun pada kenyataannya kita masih
harus melakukannya karena misalnya orang tersebut baru saja direkrut
oleh perusahaan sehingga belum berpengalaman.
• Aktifitas inspeksi dan penyortiran merupakan Waste, namun pada saat
sekarang kita masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena
mesin dan peralatan yang digunakan sudah tua sehingga tingkat
keandalannya berkurang.
Dalam jangka panjang Type One Waste harus dapat dihilangkan atau
dikurangi. Type One Waste ini sering disebut sebagai Incidental Activity
atau Incidental Work.
47
2. Type Two Waste
Yaitu aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dan dapat
dihilangkan dengan segera. Misalnya:
• Menghasilkan produk cacat (defect).
• Melakukan kesalahan (error)
Type Two Waste ini sering disebut sebagai Waste saja, karena benar-
benar merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan
dihilangkan dengan segera.
The value to waste ratio:
Sumber: Buku Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries, 2007
Gambar 2.3 Un-Lean (Traditional) Work Activity yang Tipikal
WASTE
(Type Two Waste)
Value
added work
activity
Non value added
work activity
(Type One Waste)
)( wastetwotypewasteonetypeactivityworkaddedvalue
+
48
Menurut Toyota's chief engineers, Taiichi Ohno and Sensei Shigeo
Shingo, type of Waste dapat dikategorikan sebagai berikut:
Sumber: Buku Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries, 2007
Gambar 2.4 Types of Waste
2.4.2.1 Transportation
Membawa barang dalam proses (WIP) dalam jarak yang jauh,
menciptakan angkutan yang tidak efisien, atau memindahkan material,
komponen, atau barang jadi ke dalam atau ke luar gedung atau antar proses
sehingga mengakibatkan waktu penanganan material bertambah. Akar
penyebabnya adalah:
- Poor layout.
- Ketiadaan koordinasi dalam proses.
- Poor house keeping.
- Poor work place organization.
- Lokasi penyimpanan material yang banyak dan saling berjauhan.
49
2.4.2.2 Inventories
Kelebihan material, barang dalam proses, atau barang jadi
menyebabkan lead time yang panjang, barang kadaluwarsa, barang rusak,
peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, dan keterlambatan.
Persediaan berlebih juga menyembunyikan masalah seperti
ketidakseimbangan produksi, keterlambatan pengiriman dari pemasok, produk
cacat, mesin rusak, dan waktu set up yang panjang. Akar penyebabnya adalah:
- Peralatan yang tidak handal (unrealible equipment).
- Aliran kerja yang tidak seimbang.
- Pemasok yang tidak kapabel.
- Peramalan kebutuhan yang tidak akurat.
- Ukuran batch yang besar.
- Long change-over time (waktu pergantian yang panjang).
2.4.2.3 Motion (Movement)
Setiap gerakan karyawan yang mubajir saat melakukan pekerjaannya
seperti mencari, meraih, atau menumpuk komponen, alat, dan lain sebagainya.
Berjalan juga merupakan pemborosan. Akar penyebabnya adalah:
- Poor work place organization.
- Poor layout.
- Metode kerja yang tidak konsisten.
50
2.4.2.4 Waiting
Para pekerja hanya mengamati mesin otomatis yang sedang berjalan
atau berdiri menunggu langkah proses selanjutnya atau alat atau pasokan
komponen selanjutnya dan lain sebagainya atau menganggur saja karena
kehabisan material, keterlambatan proses, mesin rusak, dan bottleneck.
Dimana akar penyebabnya adalah:
- Metode kerja yang tidak konsisten.
- Long change-over time (waktu pergantian yang panjang).
2.4.2.5 Over Process
Melakukan langkah yang tidak diperlukan untuk memproses
komponen. Melakukan pemrosesan yang tidak efisien karena alat yang buruk
dan rancangan produk yang buruk, menyebabkan gerakan yang tidak perlu
dan memproduksi barang cacat.
Pemborosan dapat terjadi ketika membuat produk yang memiliki
kualitas lebih tinggi daripada yang diperlukan. Akar penyebabnya adalah:
- Ketidaktepatan penggunaan peralatan.
- Pemeliharaan peralatan yang jelek.
- Gagal mengkombinasi operasi-operasi kerja.
- Proses kerja dibuat serial padahal proses-proses itu tidak tergantung
satu sama lain yang seyogianya dapat dibuat parallel.
51
2.4.2.6 Over Production
Memproduksi barang-barang yang belum dipesan, akan menimbulkan
pemborosan seperti kelebihan tenaga kerja dan kelebihan tempat
penyimpanan dan biaya transportasi yang meningkat karena adanya
persediaan berlebih. Akar penyebabnya adalah:
- Ketiadaan komunikasi.
- Sistem balas dan penghargaan yang tidak tepat.
- Hanya berfokus pada kesibukan kerja bukan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan internal dan eksternal.
2.4.2.7 Defective Products dan Defective Design
Yang termasuk dalam defective products adalah memproduksi
komponen cacat atau yang memerlukan perbaikan. Perbaikan atau pengerjaan
ulang, scrap, memproduksi barang pengganti, dan inspeksi berarti tambahan
penanganan, biaya, waktu dan upaya yang sia-sia. Akar penyebabnya adalah:
- Incapable processes.
- Insufficient planning.
- Ketiadaan SOP.
Sedangkan untuk defective design adalah tidak memenuhi kebutuhan
pelanggan dan penambahan features yang tidak perlu. Akar penyebabnya
adalah:
52
- lack of customer input in design.
- over design.
Menurut Taiichi Ohno, pemborosan yang paling mendasar adalah
Over Production, karena mengakibatkan sebagian besar pemborosan lainnya.
Over Production yang terjadi dalam operasi manapun pada suatu proses
manufaktur akan menyebabkan bertumpuknya persediaan di salah satu proses
hilir; material hanya diam dan menunggu untuk diproses oleh operasi
selanjutnya.
Dari http://digilib.petra.ac.id, dinyatakan bahwa tujuh tipe pemborosan
diatas kecuali tipe defects in products, merupakan pemborosan waktu /
kapasitas mesin, waktu operator dan terutama waktu perakitan komponen
yang mengakibatkan lead time yang terlalu panjang.
Tabel 2.2 Seven Waste
Transportation Pemborosan waktu
Inventories (WIP queues) Pemborosan waktu
Motion / Movement Pemborosan waktu
Waiting Pemborosan waktu
Over Process Pemborosan waktu
Over Production Pemborosan waktu
Defective Product and Design Pemborosan waktu dan material
Sumber: http://digilib.petra.ac.id
53
Sumber: http://picasaweb.google.com
Gambar 2.5 4P’s Toyota Way
2.5 Value Stream Mapping
2.5.1 Pengertian
Dari makalah Indah Victoria Sandroto dan Kurniadi, “Proceeding
International Seminar on Industrial Engineering and Management (Value
Stream Mapping)”, Maranatha Christian University, 29-30 Agustus 2007,
dijelaskan bahwa value stream mapping membantu dalam mengidentifikasi
pemborosan sepanjang supply chain agar dapat menemukan cara untuk
mengatasi hal tersebut. Value stream mapping dikembangkan sejak tahun
1995 untuk membantu para peneliti dan praktisi dalam mengatasi pemborosan.
54
Dari sumber lain, Asep Ridwan dan Ratna Ekawati, dalam
karangannya berjudul “Rancangan Sistem Proses Produksi dengan
Menggunakan Value Stream Analysis Tools (VALSAT)”, 17-18 November
2008, http://lemlit.unila.ac.id, value stream mapping adalah suatu tool yang
dapat digunakan untuk memetakan aliran nilai (value stream) secara
mendetail untuk mengidentifikasikan adanya pemborosan dan menemukan
penyebab-penyebab terjadinya pemborosan serta memberikan cara yang tepat
untuk dapat mengurangi atau menghilangkannya.
2.5.2 Manfaat dari Value Stream Mapping
Value Stream Mapping dapat digunakan untuk mengevaluasi berapa
banyak waktu yang digunakan untuk aktivitas-aktivitas penting yang
mempunyai value bagi pengembangan diri dibandingkan dengan keseluruhan
total waktu yang dipergunakan ataupun untuk merencanakan alokasi
penggunaan waktu pada aktivitas-aktivitas yang mempunyai value bagi
pengembangan diri.
2.5.3 Process Activity Mapping
Langkah-langkah dalam pembuatan Process Activity Mapping adalah:
• Lakukan sebuah analisa pendahuluan dari proses, dilanjutkan dengan
mencatat secara detail semua item yang dibutuhkan dalam masing-
55
masing proses. Masing-masing proses dikategorikan sebagai operasi,
transportasi, inspeksi, atau penyimpanan.
• Kalkulasikan atau catat total jarak perpindahan dan pekerjanya. Semua
data dijelaskan dalam sebuah diagram yang lengkap, yang kemudian
dapat digunakan sebagai dasar analisa lanjutan dan perbaikan.
Dari sumber website http://onward-solutions.com, 2009 dijelaskan
bahwa Value Stream Mapping dapat digambarkan dengan menggunakan
Spaghetti Diagram (Diagram spageti) atau Process Flow Map yang terdiri
dari aliran informasi yang sangat efektif. Spaghetti diagram adalah sebuah
metode peta aliran yang menggunakan garis kontinu untuk mencari jejak /
jalan dari sebuah bagian dalam seluruh fase manufaktur.
Pengecoran Penumpukan Setup Perakitan
Transportasi Pemrosesan Inspeksi Penumpukan
V W W W V W V W
Raw material Finished goods
Waktu
V = Value added W = Waste (non value added)
Sumber: Buku The Toyota Way, 2006
Gambar 2.6 Pemborosan dalam Suatu Sistem Nilai
56
Dari gambar di atas kita dapat mellihat bahwa presentase waktu
aktivitas non value added lebih besar dari aktivitas value added. Lean thinking
menekankan pada perbaikan untuk mengeliminasi kegiatan-kegiatan yang
tidak memberikan nilai tambah pada produk.
2.6 Takt Time
2.6.1 Pengertian
Penulis Jeffrey K. Liker dalam bukunya “The Toyota Way (14 Prinsip
Manajemen)” halaman 113, menjelaskan bahwa waktu takt adalah detak
jantung dari one piece flow. Takt adalah kata dalam bahasa Jerman yang
artinya ritme atau meter. Takt adalah kecepatan permintaan pelanggan,
kecepatan pelanggan membeli produk. Jika bekerja tujuh jam dan 20 menit
per hari (440 menit) selama 20 hari dalam satu bulan dan pelanggan membeli
17.600 unit per bulan, maka seharusnya membuat 880 unit per hari atau satu
unit setiap 30 detik. Dalam proses yang sebenarnya, setiap langkah dari proses
seharusnya memproduksi satu komponen setiap 30 detik. Jika memproduksi
lebih cepat, maka akan melakukan produksi berlebih, dan jika melambat, akan
menjadi bottleneck. Takt dapat digunakan untuk menetapkan kecepatan
produksi dan memberi sinyal kepada para pekerja jika mereka terlalu cepat
atau terlalu lambat. Alitan kontinu dan waktu takt paling mudah diterapkan di
operasi manufaktur dan operasi jasa yang berulang.
57
Menurut buku “How Toyota Become 1” karangan David Magee
halaman 201, takt time adalah angka produksi harian yang dibutuhkan untuk
memenuhi pesanan dalam sistem yang ada dibagi oleh jumlah jam kerja dalam
satu hari. Takt adalah kata dalam bahasa Jerman (Taktzeit) untuk tongkat
konduktor orkes yang digunakan untuk menjaga ketukan musik. Istilah ini
diadaptasi dan digunakan dalam manufaktur guna menentukan laju produksi.
Sedangkan menurut buku “Lean Six Sigma” karangan Vincent
Gaspersz halaman 105, takt time adalah istilah dalam bahasa Jerman untuk
ritme, yang berarti tingkat permintaan pelanggan terhadap suatu produk
(barang dan / atau jasa). Takt time tidak sama dengan cycle time, yang berarti
waktu normal untuk menyelesaikan suatu operasi pada satu produk (yang
seharusnya lebih rendah atau sama dengan takt time). Takt time adalah tingkat
kecepatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Takt time dapat
didapatkan setelah dilakukan kelonggaran karena adanya penghentian kerja
seperti perawatan, briefing team, istirahat, dll. Nilai waktu tersebut dibagi
dengan tingkat penjualan rata-rata yang sudah termasuk didalamnya test part
dan scrap. Rumus dari takt time adalah:
DemandCustomerTimeAvailableTimeTakt =
DT
T a=
T = Takt time (minutes of work / unit produced)
58
Ta = Net Time available to work. (minutes of work / day)
D = Time demand (customer demand). (units required / day)
2.6.2 Langkah-langkah Perhitungan
Langkah-langkah perhitungan takt time menurut sumber:
http://www.swmas.co.uk yaitu:
1. Hitung permintaan pelanggan dalam waktu hari / minggu / bulan.
2. Hitung available time = working time regular – ’non-direct’ time.
(Non-direct time = stand up meetings, break, cleaning, deduct
breaks, meetings, beginning of shift set-up, end of shift clean-up,
planned maintenance, and most other planned non-working time)
3. Hitung takt time dengan rumus yang telah dijelaskan diatas.
4. Bandingkan cycle time dengan takt time menggunakan bar chart.
5. Identifikasi langkah-langkah untuk kembali menyeimbangkan work.
6. Pertimbangkan apakah input telah seiring dengan takt time.
7. Secara rutin kembali hitung takt time yang merefleksikan keadaan
nyata.
2.6.3 Keuntungan Takt Time
Keuntungan-keuntungan dari menerapkan takt time menurut sumber,
http://www.leanmanufacturingconcepts.com adalah:
1. Memberikan ritme dari sistem yang seharusnya beroperasi.
59
2. Produksi berjalan lancar dan operasi berjalan tanpa interupsi.
3. Sistem berjalan sinkron dengan kebutuhan pelanggan.
4. Dimungkinkan adanya penjadwalan pull.
5. Tidak over produksi.
6. Tidak ada jam yang terburu-buru.
7. Mengurangi WIP.
2.7 SMED (Single Minutes Exchange of Dies)
2.7.1 Sejarah SMED
Di zaman modern ini, menaikkan keanekaragaman jenis dan jumlah
lot size yang kecil, serta menurunkan waktu setting sangatlah penting untuk
kepentingan perusahaan, seperti contoh yang terjadi pada industri botol.
Terkadang industri botol ini mengeluarkan lebih dari 20 % dari waktu rencana
produksi untuk melakukan penggantian model. Pada kenyataannya waktu
setting dan ganti model dapat diturunkan dengan signifikan ketika sistem
SMED diaplikasikan. Sistem SMED memiliki bukti track record di berbagai
macam industri. Setiap orang dapat melakukan sistem SMED untuk
menurunkan waktu setting mereka dan ini bukan sulap atau suatu hal yang
mustahil.
Dari http://digilib.petra.ac.id, SMED (Single Minutes Exchange of
Dies) ini diperkenankan oleh Dr. Shigeo Shingo, seorang ahli dalam hal
perkembangan perbaikan-perbaikan dibidang proses manufaktur. SMED ini
60
bertujuan untuk melakukan pergantian model dibawah 10 menit, apabila lebih
dari sepuluh menit tersebut berarti sudah tidak single digit. Dalam
perkembangan metode ini mengalami 3 tahap perkembangan yaitu yang
pertama pada tahun 1950, Shigeo Shingo berhasil melakukan pengurangan
waktu ganti model pada suatu pabrik dimana pada waktu itu ia berhasil
mengurangi proses ganti model pada mesin press besi dari waktu 4 jam
menjadi hanya sebesar 90 menit. Perkembangan yang kedua dan ketiga yang
terjadi pada tahun 1969 menghasilkan proses pergantian model berhasil
dikurangi hingga menjadi kurang dari 10 menit. Ketika proses ganti model
terjadi mesin biasanya mati atau tidak berproduksi dan baru akan berjalan
kembali setelah proses tersebut selesai. Dalam proses ganti model sering
terjadi ketidakjelasan informasi mengenai standar kerja apa yang digunakan
serta tidak adanya checklist serta prosedur yang memadai, dan juga kurangnya
kerja sama tim. Berbagai hal tersebut akhirnya membuat waktu ganti model
menjadi lama sehingga menyebabkan loss time.
2.7.2 Pengertian SMED
Dalam sumber http://en.wikipedia.org, dijelaskan bahwa Single
Minute Exchange of Dies (SMED) adalah satu dari banyak metode lean
production yang bertujuan untuk mengurangi pemborosan dalam sebuah
proses manufaktur. SMED memberikan hasil yang efisien dan cepat dalam
proses manufaktur dari proses produk yang satu ke produk selanjutnya.
61
Perubahan kecepatan ini adalah kunci untuk mengurangi produksi lot size.
Kata ”single minute” tidak berarti bahwa semua perubahan dan pengambilan
awal hanya dalam waktu satu menit, tetapi bahwa seharusnya kurang daripada
10 menit (dalam kata lain ”single digit minute”). Sebuah peningkatan
keefektifan waktu operasi menyebabkan perubahan. SMED yang merupakan
kunci fleksibilitas manufaktur.
2.7.3 Keuntungan SMED
Menurut http://digilib.petra.ac.id, keuntungan dari mengurangi waktu
set up ganti model yaitu:
• Mengurangi biaya
• Membuat trial berkurang
• Order yang mendesak dapat segera dibuat
• Meningkatkan produktivitas
• Meningkatkan fleksibilitas
• Menurunkan biaya inventori
• Mengurangi WIP (Work in Progress)
62
2.7.4 Elemen Kunci SMED
Di semua proses ganti model yang ada terdapat 2 elemen kunci yaitu:
1. Kegiatan internal
Kegiatan internal adalah kegiatan yang dilakukan ketika mesin sedang
berhenti.
2. Kegiatan eksternal
Kegiatan eksternal adalah kegiatan ketika mesin sedang berjalan.
Sebuah proses set up ganti model biasanya terdiri atas beberapa
pekerjaan yang terpisah, beberapa pekerjaan hanya dapat dilakukan apabila
mesin dalam keadaan tidak berproduksi dan beberapa pekerjaan dapat
dilakukan ketika mesin sedang berjalan. Shingo menamakan kegiatan ini
internal dan eksternal. Beberapa contoh kegiatan internal yaitu:
• Membersihkan permukaan benda kerja.
• Memasang dies.
• Percobaan trial dan setting bahan dan mesin.
Beberapa contoh kegiatan eksternal yaitu:
• Mengambil material dari gudang.
• Mengambil tooling dari tempat tool.
• Mengembalikan tooling ke tempat tool.
63
2.7.5 Langkah-langkah SMED
Pada dasarnya metodologi SMED terdiri atas 6 langkah yaitu:
a. Mengamati proses ganti model yang terjadi dengan menggunakan
video maupun dengan time study.
b. Mengidentifikasikan kegiatan internal dan eksternal.
c. Merubah kegiatan internal menjadi kegiatan eksternal lalu dibuat
pengelompokkan kegiatan kerja yang baik.
d. Meningkatkan efisiensi dari sisa kegiatan intenal yang ada, contohnya
yaitu: mengganti baut dengan clamp, menggunakan guide pin,
melakukan operasi secara parallel, dll.
e. Mengoptimalkan waktu start up yaitu dengan mengurangi adjustment
yang harus dilakukan.
f. Meningkatkan efisiensi dari kegiatan eksternal yaitu dengan
mengaplikasikan 5S.
Dengan melakukan ke 6 langkah tersebut, SMED sudah dapat
diterapkan di bidang kerja yang memiliki proses ganti model seperti mesin
press besi ataupun mesin injection moulding plastic.
2.8 Visual Management Tools atau Visual Control
2.8.1 Pengertian
Dari sumber http://www.manufacturing.net, visual management adalah
aplikasi alat bantu visual yang meningkatkan keselamatan, efisiensi, dan
64
mengurangi proses yang menyebabkan pemborosan. Tujuan dalam
penggunakan visual management adalah menciptakan status at a glance
(status pandangan sekilas). Ini berarti lingkungan dimana terdapat didalamnya
keadaan operasi normal melawan keadaan operasi abnormal dapat dideteksi
dengan mudah dan cepat.
Sedangkan dari http://digilib.petra.ac.id, visual management atau
visual control merupakan sebuah metode yang bertujuan untuk menjelaskan
situasi atau kondisi terkini yang terjadi pada proses produksi dengan sebuah
signal atau petunjuk yang mudah dan cepat dimengerti, biasanya dalam kurun
waktu 30 detik oleh semua orang yang berhubungan dengan proses kerja.
Beberapa poin yang dapat dilihat dalam visual control ialah jadwal proses
produksi, jadwal proses kerja (bagi divisi yang tidak berhubungan dengan
produksi), level dari inventori yang ada dalam periode tertentu, utilitasi
sumber daya mulai dari sumber daya manusia hingga barang penunjang
produksi, dan yang terakhir namun juga harus dimiliki ialah visual control
untuk kualitas.
Visual control ini haruslah efisien, dapat mengatur pekerja, termasuk
kartu kanban, lampu pekerja, garis pembatas tempat kerja, dan lain-lain.
Kendali visual adalah setiap alat komunikasi yang digunakan dalam
lingkungan kerja untuk menunjukkan dalam waktu sekejap bagaimana
pekerjaan seharusnya dilakukan dan apakah terjadi penyimpangan terhadap
standar. Hal ini membantu karyawan yang ingin melakukan pekerjaannya
65
dengan baik agar dengan segera dapat melihat bagaimana mereka melakukan
pekerjaanya. Ia mungkin akan menunjukkan dimana item harus disimpan,
berapa banyak item yang seharusnya ada di sana, prosedur standar apa saja
yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, status dari barang dalam proses,
dan banyak jenis informasi penting lainnya untuk mengalirkan aktivitas
pekerjaan. Dalam arti yang lebih luas, pengendalian visual berkaitan dengan
perancangan informasi just in time dari semua jenis pengendalian untuk
memastikan pelaksanaan operasi dan proses yang tepat dan cepat.
2.8.2 Manfaat Visual Management Tools
Dari http://www.manufacturing.net, diketahui manfaat visual
management adalah :
• Menyediakan status at a glance (status pandangan sekilas), deteksi
terhadap kondisi abnormal yang cepat dan sederhana.
• Memberikan alat bantu visual untuk membantu pekerja menyelesaikan
pekerjaannya dengan lebih cepat dan lebih mendekati standar yang ada.
• Visual management menciptakan sebuah lingkungan kerja yang
standar untuk memberikan instruksi, arahan, pengingat bagaimana
tugas seharusnya dikerjakan. Tetapi masih terdapat keterbatasan dalam
menerapkan visual management. Kuncinya adalah menemukan cara
66
kreatif untuk menerapkan visual management yang dapat mengurangi
pemborosan, jaringan, dan aliran.
Teknik visual management dapat digunakan dalam beberapa variasi
cara dengan pembatasan jumlah kesempatan menciptakan variasi dalam
aplikasi aktual. Beberapa istilah yang digunakan adalah visual factory dan
visual workplace.
2.8.3 Jenis-jenis Visual Management Tool / Visual Control
Dari http://www.manufacturing.net, beberapa teknik visual
management yang umum yaitu:
• Kode warna
• Pictures / Grafik
• Kartu kanban
Tujuannya adalah untuk mengatur sistem produksi / pengiriman
secara ”Just In Time” serta mengetahui jumlah produksi dengan lebih
jelas lagi. Prinsipnya adalah:
- Setiap barang harus ada kartu kanban.
- Jumlah produksi / pengiriman sesuai jumlah kanban.
- Tidak boleh produksi / kirim tanpa kanban.
- Jumlah kanban = jumlah barang.
67
• Garis Pembatas Lantai
Tujuannya adalah untuk menunjukkan tempat yang seharusnya
semua barang yang ada di pabrik. Garis ini juga berfungsi
memisahkan antara barang yang sudah OK dengan barang yang
memerlukan rework. Prinsipnya adalah:
- Semua barang harus ada pada tempatnya.
- Penempatan barang harus rapi (sistematis).
- Rapi memudahkan pengontrolan visual.
- Rapi = penyimpangan muda terlihat.
• Tanda-tanda
• Label (label merah atau kuning)
Label merah mempunyai tujuan untuk mengidentifikasikan barang
yang tidak diperlukan pada proses kerja saat ini atau pun dapat
dikatakan sebagai label barang non good. Label kuning mempunyai
tujuan untuk mengidentifikasikan barang yang memerlukan kegiatan
extra seperti barang yang memerlukan rework maupun barang yang
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut oleh pihak quality. Memiliki
prinsip yaitu:
- Hanya menyimpan barang yang diperlukan.
- Barang yang tidak diperlukan dipisahkan dan dibuang.
- Buat tempat kerja seringkas mungkin.
68
- Ringkas = efisien.
• Papan kontrol produksi (visual control board)
Visual control board ini mempunyai tujuan untuk mengamati
kejadian yang ada di lantai produksi baik dari segi pencapaian
produksi, kualitas, dan juga dari segi safety. Dengan adanya visual
control board ini maka akan lebih mudah dalam hal pengamatan
sehingga apabila terjadi masalah akan lebih cepat diatasi.
• Papan area informasi
• Checklist
• Lampu andon
Fungsi lampu andon adalah sebagai lampu peringatan adanya
masalah yang sedang terjadi di pabrik. Kalau menyala berarti sedang
ada masalah yang terjadi.
2.9 Standard Operating Procedure (SOP)
Dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur atau
produksi diperlukan suatu Standard Operating Procedure agar proses
operasional di perusahaan dapat menjadi lebih teratur. Suatu sistem
manajemen yang terdokumentasi mengutamakan proses-proses yang berperan
untuk mengontrol kegiatan perusahaan yang akan berdampak pada
perkembangan perusahaan itu sendiri.
69
2.9.1 Definisi SOP
Menurut http://digilib.petra.ac.id, Standard Operating Procedure
(SOP) merupakan suatu rangkaian instruksi tertulis yang mendokumentasikan
kegiatan atau proses rutin yang terdapat pada suatu perusahaan.
Pengembangan dan penerapan dari SOP merupakan bagian penting dari
keberhasilan sistem kualitas dimana SOP menyediakan informasi untuk setiap
individu dalam perusahaan untuk menjalankan suatu pekerjaan, dan
memberikan konsistensi pada kualitas dan integritas dari suatu produk atau
hasil akhir. Pada intinya, dengan melakukan penerapan SOP maka perusahaan
dapat memastikan suatu operasi berjalan sesuai dengan prosedur yang ada.
2.9.2 Fungsi SOP
SOP menjelaskan secara detail proses kerja yang berlangsung secara
rutin yang harus diterapkan atau diikuti dalam suatu perusahaan. Penulisan
dokumen dalam SOP perlu diterapkan untuk menghasilkan sistem kualitas
dan teknis yang konsisten dan sesuai dengan kebutuhan, dan untuk
mendukung kualitas data informasi pada perusahaan. Penerapan SOP akan
membantu perusahaan untuk mempertahankan kualitas kontrol dan menjaga
kualitas proses-proses pada perusahaan untuk tetap stabil, dan memastikan
perusahaan tetap mematuhi peraturan pemerintah.
Jika dalam perancangan pembuatan SOP terjadi kesalahan, maka hasil
yang didapat menjadi tidak maksimal. Kesalahan yang terjadi dalam proses
70
operasional di suatu perusahan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, agar fungsi SOP dapat berjalan dengan baik, SOP
harus dibuat dengan sejelas mungkin agar tidak terjadi kesalahan persepsi dari
informasi yang terdapat dalam SOP, dan dalam penerapan SOP dibutuhkan
adanya pengawasan dan evaluasi dari pihak manajemen agar penerapan SOP
dapat sesuai dengan standar yang telah dibuat oleh perusahaan agar hasil yang
dicapai menjadi lebih maksimal.
2.9.3 Tujuan SOP
SOP merupakan tahapan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu
proses kerja. SOP juga menggambarkan hubungan dan interaksi antar fungsi
dan antar departemen, dan digunakan untuk mendefinisikan tanggung jawab
dan wewenang. SOP berisi apa yang harus dilakukan dan siapa yang harus
melakukan dalam suatu proses yang akan dilakukan atau diikuti oleh setiap
anggota dalam perusahaan. Tujuan utama dari penerapan SOP adalah agar
tidak terjadi kesalahan dalam pengerjaan suatu proses kerja yang dirancang
pada SOP. Dari setiap teori yang telah dikemukakan, diketahui bahwa tujuan
dari SOP adalah untuk memudahkan dan menyamakan persepsi semua orang
yang memanfaatkannya, dan untuk lebih memahami setiap langkah kegiatan
yang harus dilaksanakannya. Adapun tujuan-tujuan dari SOP, antara lain:
1. Agar pekerja dapat menjaga konsistensi dalam menjalankan suatu
prosedur kerja.
71
2. Agar pekerja dapat mengetahui dengan jelas peran dan posisi mereka
dalam perusahaan.
3. Memberikan keterangan atau kejelasan tentang alur proses kerja,
tangggung jawab, dan staf terkait dalam proses kerja tersebut.
4. Memberikan keterangan tentang dokumen-dokumen yang dibutuhkan
dalam suatu proses kerja.
5. Mempermudah perusahaan dalam mengetahui terjadinya inefisiensi
proses dalam suatu prosedur kerja.
2.9.4 Manfaat SOP
Jika SOP dijalankan dengan benar maka perusahaan akan mendapat
banyak manfaat dari penerapan SOP tersebut, adapun manfaat dari SOP
adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan tentang prosedur kegiatan secara detail dan
terinci dengan jelas.
2. Meminimalisasi variasi dan kesalahan dalam suatu prosedur
operasional kerja.
3. Mempermudah dan menghemat waktu dalam program training
karyawan.
4. Menyamaratakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh semua pihak.
5. Membantu dalam melakukan evaluasi terhadap setiap proses
operasional dalam perusahaan.
72
6. Mempertahankan kualitas perusahaan melalui konsistensi kerja karena
perusahaan telah memiliki sistem kerja yang sudah jelas dan
terstruktur secara sistematis.
2.9.5 Cara Pembuatan SOP
Kesalahan dalam pembuatan SOP dapat menyebabkan hasil yang ingin
dicapai oleh perusahaan menjadi tidak maksimal, dan untuk mengurangi dan
menghilangkan terjadinya kesalahan dalam pembuatan SOP, maka dalam
merancang suatu SOP harus mempertimbangkan bahwa SOP tersebut sesuai
dengan kondisi perusahan dan SOP harus dibuat dengan sejelas mungkin
dengan memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam suatu
prosedur kerja. Langkah-langkah dalam pembuatan SOP, yaitu:
1. Pembuatan observasi secara langsung di lapangan untuk memberikan
gambaran aktivitas atau proses kerja yang ada dalam suatu prosedur
kerja.
2. Melakukan studi perbandingan atau benchmarking dengan perusahaan
sejenis sehingga dapat mengetahui kelebihan atau kekurangan dari
prosedur kerja yang terjadi di lapangan.
3. Melakukan pembuatan SOP dengan menggunakan data atau informasi
yang diperoleh di lapangan, dan dengan hasil studi perbandingan dari
perusahaan lain.
73
4. Melakukan analisa pada SOP yang telah dibuat apakah telah sesuai
dengan prosedur kerja di lapangan dan apakah SOP telah berjalan
dengan efektif untuk mencapai tujuan manajemen, dan jika diperlukan
membuat analisa perbaikan untuk memperbaiki prosedur kerja yang
telah berlangsung.
5. Apabila SOP sudah tidak dapat mewakili kondisi lapangan maka perlu
dilakukan revisi atau perbaikan SOP.
2.9.6 Bentuk SOP
SOP memiliki berbagai macam jenis / bentuk sesuai dengan sistem
kerja yang dijelaskannya. Bentuk-bentuk SOP itu sendiri dapat dibagi menjadi
4 jenis dengan bentuk yang berbeda, yaitu:
1. Simple Steps
Simple steps berisi prosedur kerja yang sangat sederhana dan tidak
terlalu terperinci, biasanya SOP jenis ini digunakan hanya untuk
situasi kerja dengan sedikit operator. SOP jenis ini tepat digunakan
untuk prosedur kerja yang membutuhkan sedikit pengambilan
keputusan.
74
Sumber : http://digilib.petra.ac.id
Gambar 2.7 Contoh Simple Steps
2. Hierarchical Steps
Hierarchical steps lebih terinci daripada jenis SOP simple steps,
dimana pada SOP ini terdapat kalimat dan terdapat sub-kalimat
sehingga memudahkan operator untuk memahaminya. Jenis SOP ini
75
cocok untuk digunakan untuk prosedur yang cukup panjang, dan tidak
mempunyai banyak keputusan.
Sumber: http://digilib.petra.ac.id
Gambar 2.8 Contoh Hierarchical Steps
3. Graphic Format
Graphic format merupakan pengembangan dari SOP Hierarchical
Steps, dimana dalam penulisannya SOP jenis ini menyertakan gambar-
gambar atau diagram untuk mempermudah pengertiannya. Grafik yang
digunakan dapat menyederhanakan suatu prosedur dari bentuk yang
panjang menjadi lebih singkat. SOP jenis ini biasanya juga dipakai
untuk prosedur yang cukup panjang, dan di dalam pembuatan SOP
jenis ini sebaiknya gunakan kalimat singkat yang dapat membantu
76
untuk menjelaskan maksud dari gambar atau diagram yang ada, dan
jika memungkinkan, gambar atau diagram yang digunakan dapat
mengilustrasikan tujuan dari prosedur tersebut.
Sumber: http://digilib.petra.ac.id
Gambar 2.9 Contoh Graphic Format
4. Flow Chart
Flow chart merupakan grafik sederhana yang menjelaskan
langkah-langkah dalam pembuatan suatu keputusan. Flow chart berisi
pertimbangan, langkah-langkah dan juga pengambilan keputusan
dalam suatu prosedur kerja. Apabila dalam suatu prosedur kerja
dibutuhkan banyak pengambilan keputusan sebaiknya menggunakan
77
flow chart untuk mempermudah pengertian prosedur yang harus
dilakukan, dimana didalam flow chart akan dijelaskan langkah-
langkah mana yang harus dipilih dan apa yang harus dilakukan setelah
langkah tersebut diambil. Flow chart menggunakan simbol-simbol
yang merepresentasikan suatu tindakan.
Sumber: http://digilib.petra.ac.id
Gambar 2.10 Simbol-simbol Flowchart
78
2.10 Work Cells
Dari sumber http://digilib.petra.ac.id, dijelaskan bahwa work cells
merupakan sebuah teknik untuk operasi dan operator atau orang yang bekerja
didalamnya ke dalam sebuah tempat atau layout tersendiri (atau dapat
dikatakan operator akan bekerja dalam sel atau workstation-nya masing-
masing).
2.11 One-Piece Flow
2.11.1 Pengertian One-Piece Flow
Dari http://digilib.petra.ac.id, dijelaskan bahwa dalam lean
manufacturing cell terdiri dari pengaturan orang, mesin, atau stasiun kerja
dalam urutan pemrosesan. Diciptakan sel-sel untuk mempelancar one-piece
flow dari sebuah produk atau jasa, melalui berbagai operasi, misalnya:
pengelasan, perakitan, pengemasan, satu unit pada setiap saat, pada tingkat
kecepatan yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan dengan
jumlah keterlambatan dan waktu tunggu yang paling sedikit. Keajaiban dalam
memperoleh produktivitas dan kualitas yang tinggi dan pengurangan yang
besar dalam persediaan, ruang, dan lead time melalui one-piece flow telah
dibuktikan berulang kali oleh banyak perusahaan di seluruh dunia. Hasil yang
diperoleh selalu sama dan tampak ajaib. Inilah sebabnya mengapa one-piece
flow adalah pokok dari lean production.
79
One-piece flow yang ideal adalah membuat satu unit pada suatu
tingkat yang sesuai dengan derap permintaan konsumen atau takt (istilah
bahasa Jerman untuk meter). Dengan menggunakan penyangga yang lebih
kecil (menyingkirkan jaring pengaman) berarti masalah seperti produk cacat
akan segera terungkap. Sebaliknya, dalam lean production, ketika seorang
operator menghentikan peralatan untuk memperbaiki masalah, operasi yang
lain akan segera berhenti memproduksi, menciptakan suatu krisis. Sehingga
ada perasaan urgensi dalam diri semua orang di produksi untuk memperbaiki
masalah bersama agar peralatan dapat segera berjalan lagi. Bila masalah yang
sama terjadi berulang kali, manajemen dengan cepat menyimpulkan ada
situasi krisis dan mungkin sudah saatnya untuk berinvestasi dalam Total
Productive Maintenance (TPM), dimana semua orang belajar untuk
membersihkan, memeriksa, dan memelihara peralatan. Pemecahan masalah
terjadi di tempat aktual untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi
(genchi gembutsu). Proses mengalir (one-piece flow) berarti bahwa ketika
pelanggan memesan, hal itu memicu proses untuk memperoleh material yang
diperlukan hanya untuk pesanan pelanggan tersebut. Material tersebut
kemudian segera mengalir ke pabrik pemasok, dimana para pekerja segera
memenuhi pesanan tersebut dengan membuat komponen, yang segera
mengalir ke pabrik, dimana para pekerja merakit pesanan tersebut, dan
pesanan yang telah selesai dengan segera mengalir ke pelanggan. Keseluruhan
proses seharusnya hanya memerlukan waktu beberapa jam atau hari saja, dan
80
bukan beberapa minggu atau bulan. Ketika berusaha untuk mencapai one-
piece flow, juga diterapkan secara bersamaan sejumlah aktivitas untuk
menghilangkan semua muda (pemborosan).
2.11.2 Manfaat One-Piece Flow
Dalam buku “The Toyota Way (14 Prinsip Manajemen)” karangan
Jeffrey K. Liker halaman 114, terdapat beberapa keuntungan dari one piece
flow (proses mengalir) yaitu sebagai berikut:
1. Kualitas yang inheren
Lebih mudah untuk menciptakan kualitas dalam proses one piece
flow. Setiap operator adalah inspektur kualitas dan memperbaiki setiap
masalah di stasiun tersebut sebelum menyerahkannya ke stasiun
selanjutnya. Namun jika lolos dan terus dilanjutkan ke stasiun
berikutnya, kerusakan itu akan dideteksi dengan lebih cepat dan
masalah dapat dengan segera didiagnosis dan diperbaiki.
2. Menciptakan fleksibilitas yang sebenarnya
Bila kita dedikasikan peralatan untuk satu jenis produk, maka akan
memiliki lebih sedikit fleksibilitas dalam menjadwalkannya untuk
tujuan yang lain. Namun jika lead time untuk membuat suatu produk
sangat singkat, maka lebih banyak fleksibilitas untuk merespon dan
membuat apa yang benar-benar diinginkan oleh pelanggan. Bukannya
menempatkan sebuah pesanan baru ke dalam sistem dan menunggu
81
selama berminggu-minggu sampai produk tersebut keluar, jika lead
time hanya memerlukan waktu beberapa jam kita dapat menyelesaikan
sebuah pesanan baru dalam beberapa jam. Dan melakukan changeover
ke produk yang berbeda dapat dilakukan dengan segera untuk
mengakomodasi perubahan permintaan pelanggan.
3. Menciptakan produktivitas yang lebih tinggi
Alasan bahwa produktivitas tampak lebih tinggi ketika operasi
diorganisasikan berdasarkan departemen adalah karena masing-masing
departemen diukur berdasarkan utilisasi peralatan dan utilisasi orang.
Pada sel one piece flow, terdapat lebih sedikit aktivitas yang tidak
menambah nilai seperti memindahkan material. Dan dapat dilihat
dengan segera siapa yang terlalu sibuk dan siapa yang menganggur.
Lebih mudah menghitung pekerjaan yang menambah nilai dan
kemudian menentukan berapa banyak orang yang diperlukan untuk
mencapai kecepatan produksi tertentu.
4. Mengosongkan ruang kerja
Kalau peralatan diorganisasi berdasarkan departemen, ada ruangan
kosong antar peralatan yang merupakan pemborosan, tapi sebagian
besar dari ruangan ini boros akibat persedian, tumpukan persediaan
yang besar. Dalam satu sel, semua peralatan didekatkan satu sama lain
dan hanya ada sedikit ruang yang tersisa untuk persediaan. Dengan
82
memaksimalkan penggunaan ruangan, seringkali menghilangkan
kebutuhan untuk membangun kapasitas lebih banyak.
5. Meningkatkan keselamatan kerja
One piece flow secara alami akan meningkatkan keselamatan kerja,
karena material digerakkan dalam ukuran batch yang lebih kecil di
pabrik. Batch yang lebih kecil berarti menyingkirkan forklift, yang
menjadi penyebab utama kecelakaan. Hal ini berarti mengangkut dan
mengangkat kontainer material yang lebih kecil, sehingga kecelakaan
yang berkaitan dengan pengangkatan dapat dihilangkan. Keselamatan
kerja menjadi lebih baik karena adanya perhatian pada aliran bahkan
ketika tidak memusatkan perhatian pada keselamatan kerja.
6. Semangat kerja yang meningkat
Pada one piece flow, orang melakukan lebih banyak pekerjaan
yang menambah nilai dan dapat dengan segera melihat hasil pekerjaan
tersebut, memberikan rasa keberhasilan dan kepuasan kerja.
7. Mengurangi biaya persediaan
Dapat membebaskan modal agar dapat diinvestasikan di tempat
lain ketika tidak melakukan investasi dalam bentuk persediaan yang
hanya diam menunggu di lantai produksi.
83
2.12 Perancangan Tata Letak dan Fasilitas (PTLF)
2.12.1 Pengertian
Dari buku “Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan” karangan
Sritomo Wignjosoebroto halaman 67, tata letak pabrik (plant layout) atau tata
letak fasilitas (fasilities layout) dapat didefinisikan sebagai tata cara
pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses
produksi. Pengaturan tersebut akan coba memanfaatkan luas area (space)
untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran
gerakan perpindahan material, penyimpanan material (storage) baik yang
bersifat temporer maupun permanen, personel bekerja, dan sebagainya. Dalam
tata letak pabrik ada dua hal yang diatur letaknya, yaitu pengaturan mesin
(machine layout) dan pengaturan departemen yang ada dari pabrik
(departemen layout).
2.12.2 Tujuan dan Keuntungan dari Pengaturan Tata Letak Pabrik
Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur
area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi
produksi aman dan nyaman sehingga akan dapat menaikkan moral kerja dan
performance dari operator.
Sedangkan keuntungannya adalah:
a. Menaikkan output produksi.
b. Mengurangi waktu tunggu (delay).
84
c. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling).
d. Penghematan penggunaan area untuk produksi, gudang, dan service.
e. Pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja,
dan / atau fasilitas produksi lainnya.
f. Mengurangi inventory in process.
g. Proses manufaktur yang lebih singkat.
h. Mengurangi risiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator.
i. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja,
j. Mempermudah aktivitas supervisi.
k. Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran.
l. Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas
dari bahan baku ataupun produk jadi.
2.12.3 Macam / Tipe Tata Letak dan Dasar-dasar Pemilihannya
Ada empat macam / tipe tata letak yang secara klasik umum
diaplikasikan dalam desain layout yaitu:
• Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Aliran Produksi (Product Layout)
Tata letak berdasarkan aliran produksi ini merupakan tipe layout yang
paling populer untuk pabrik yang bekerja / berproduksi secara massal
(mass production).
85
Gud
ang
Bah
an B
aku
(Mat
eria
l)
Pro
ses
Per
akita
n(A
ssem
bly)
Gud
ang
Pro
duk
Jadi
Sumber: Buku Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, 2000
Gambar 2.11 Product Layout
Tata letak berdasarkan produk yang dibuat (product layout) atau
seringkali disebut pula dengan flow / line layout didefinisikan sebagai
metode pangaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang
diperlukan ke dalam satu departemen secara khusus. Dengan tata letak
menurut tipe ini, suatu produk akan dapat dikerjakan sampai selesai di
dalam departemen tersebut tanpa perlu dipindah-pindahkan ke departemen
lain. Disini bahan baku akan dipindahkan dari satu operasi ke operasi
berikutnya secara langsung sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
tujuan utama dari tata letak ini adalah untuk mengurangi proses
pemindahan bahan (yang akhirnya juga berkaitan dengan biaya) dan juga
memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksinya.
86
Dasar utama dalam penempatan tata letak pabrik berdasarkan aliran
produksi adalah:
• Hanya ada satu atau beberapa standar produk yang dibuat.
• Produk dibuat dalam jumlah / volume besar untuk jangka waktu yang
relatif lama.
• Adanya kemungkinan lintasan (line balancing) yang baik antara
operator dan peralatan produksi. Setiap mesin diharapkan
menghasilkan jumlah produk per satuan waktu yang sama.
• Memerlukan aktivitas inspeksi yang sedikit selama proses produksi
berlangsung.
• Satu mesin hanya digunakan untuk melaksanakan satu macam operasi
kerja dari jenis komponen yang serupa.
• Aktivitas pemindahan bahan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja
lainnya dilaksanakan secara mekanis, umumnya dengan menggunakan
conveyor.
• Mesin-mesin yang berat dan memerlukan perawatan khusus jarang
sekali dipergunakan dalam hal ini. Mesin produksi biasanya dipilihkan
tipe special purpose dan tidak memerlukan skill operator.
87
Keuntungan–keuntungan yang bisa diperoleh dari aliran produksi ini
adalah:
• Aliran pemindahan material berlangsung lancar, sederhana, logis, dan
biaya material handling rendah karena disini aktivitas pemindahan
bahan menurut jarak yang terpendek.
• Total waktu yang dipergunakan untuk produksi relatif singkat.
• Work in process jarang terjadi karena lintasan produksi sudah
diseimbangkan.
• Adanya insentif bagi kelompok karyawan akan dapat memberikan
motivasi guna meningkatkan produktivitas kerjanya.
• Tiap unit produksi atau stasiun kerja memerlukan luas area kerja yang
minimal.
• Pengendalian proses produksi mudah dilaksanakan.
Kekurangan atau kerugiannya adalah:
• Adanya kerusakan salah satu mesin (machine break down) akan dapat
menghentikan aliran produksi secara total. Disini tidak memungkinkan
untuk memindahkan beban ke mesin lain (sejenis) karena akan
mengganggu aliran untuk membuat produk lain tersebut.
88
• Tidak adanya fleksibilitas untuk membuat produk yang berbeda.
Perubahan rancangan produk akan menyebabkan layout menjadi tidak
efektif lagi dipakai.
• Stasiun kerja yang paling lambat akan menjadi hambatan bagi aliran
produksi.
• Adanya investasi dalam jumlah besar untuk pengadaan mesin baik dari
segi jumlah maupun akibat ”spesialisasi” fungsi yang harus
dimilikinya.
• Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Lokasi Material Tetap (Fixed Material
location)
Tata letak pabrik yang berdasarkan proses tetap adalah tata letak untuk
material atau komponen produk yang utama akan tinggal tetap pada posisi
/ lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia,
serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi
material atau komponen produk utama tersebut.
89
Gud
ang
Bah
an B
aku
(Mat
eria
l, K
ompo
nen,
Spa
re P
arts
, dll)
Gud
ang
Prod
uk J
adi
Sumber: Buku Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, 2000
Gambar 2.12 Fixed Position Layout
Keuntungan yang dapat diperoleh dari tipe ini adalah:
• Karena yang bergerak pindah adalah fasilitas-fasilitas produksi, maka
perpindahan material bisa dikurangi.
• Bilamana pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan
produksi, maka kontinuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa
tercapai dengan sebaik-baiknya.
• Kesempatan untuk melakukan pengkayaan kerja (job enrichment)
dengan mudah bisa diberikan, demikian pula untuk meningkatkan
kebanggaan dan kualitas kerja bisa dilaksanakan karena disini
dimungkinkan untuk menyelesaikan pekerjaan secara penuh.
90
• Fleksibilitas kerja sangat tinggi, karena fasilitas-fasilitas produksi
dapat diakomodasikan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan
dalam rancangan produk, berbagai macam variasi produk yang harus
dibuat (product mix) atau volume produksi.
Kekurangan atau kerugiannya adalah:
• Adanya peningkatan frekuensi pemindahan fasilitas produksi atau
operator pada saat operasi kerja berlangsung.
• Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas
supervisi yang lebih umum dan intensif.
• Adanya duplikasi peralatan kerja yang akhirnya menyebabkan space
area dan tempat untuk barang setengah jadi (work in process).
• Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya
dalam penjadwalan produksi.
Pada umumnya, tata letak ini dikaitkan dengan kegiatan produksi
untuk menghasilkan produk-produk dalam ukuran skala besar seperti
perakitan pesawat terbang, pembuatan kapal (ship building), dan
sebagainya.
91
• Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Kelompok Produk (Product Family
Product Layout atau Group Technology Layout)
Tata letak tipe ini didasarkan pada pengelompokan produk atau
komponen yang akan dibuat. Produk-produk yang tidak identik
dikelompok-kelompokan berdasarkan langkah-langkah pemrosesan,
bentuk, mesin, atau peralatan yang dipakai, dan sebagainya. Pada tipe
product family atau group technology layout, mesin-mesin atau fasilitas
produksi nantinya juga akan dikelompokkan dan ditempatkan dalam
sebuah manufacturing cell.
Sumber: Buku Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, 2000
Gambar 2.13 Group Technology Layout
Keuntungan dari pengaturan tata letak fasilitas tipe ini adalah:
• Dengan adanya pengelompokan produk sesuai dengan proses
pembuatannya maka akan dapat diperoleh pendayagunaan mesin yang
maksimal.
92
• Lintasan aliran kerja menjadi lancar dan jarak perpindahan material
diharapkan lebih pendek bila dibandingkan tata letak berdasarkan
fungsi atau macam proses (process layout).
• Berdasarkan pengaturan tata letak fasilitas produksi selama ini, maka
suasana kerja kelompok akan bisa dibuat sehingga keuntungan-
keuntungan dari aplikasi job enlargement juga akan diperoleh.
• Umumnya cenderung menggunakan mesin-mesin general purpose
sehingga mestinya juga biaya akan lebih rendah.
• Efesiensi tinggi akan dicapai sebagai konsekuensi pengaturan fasilitas
produksi secara kelompok atau sel yang menjamin kelancaran aliran
kerja. Hal ini dikarenakan pengaturan tata letak tipe kelompok produk
merupakan kombinasi dari produk layout dan proses layout.
Kerugian atau kekurangannya adalah:
• Diperlukan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi untuk
mengoperasikan semua fasilitas produksi yang ada. Untuk ini
diperlukan aktivitas supervisi yang ketat.
• Kelancaran kerja sangat bergantung pada kegiatan pengendalian
produksi khususnya dalam hal menjaga keseimbangan aliran kerja
yang bergerak melalui individu-individu sel yang ada.
93
• Bilamana keseimbangan aliran setiap sel yang ada sulit dicapai, maka
diperlukan adanya buffers and work in process storage.
• Beberapa kerugian-kerugian dari product dan process layout juga akan
dijumpai disini.
• Kesempatan untuk bisa mengaplikasikan fasilitas produksi tipe special
purpose sulit dilakukan.
• Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Fungsi atau Macam Proses (Functional /
Process Layout)
Tata letak berdasarkan macam proses sering dikenal dengan process
atau functional layout adalah metode pengaturan dan penempatan dari
segala mesin serta peralatan produksi yang memiliki tipe / jenis sama ke
dalam satu departemen.
Sumber: Buku Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, 2000
Gambar 2.14 Process Layout
94
Dasar-dasar pertimbangan yang dapat diambil dalam menentukan tata
letak yang berdasarkan aliran proses ini adalah:
• Produk yang dari banyak tipe / model yang khusus.
• Volume produk yang dalam jumlah kecil dan dalam jangka waktu
yang relatif singkat pula.
• Aktivitas motion dan time study sulit sekali dilaksanakan karena jenis
pekerjaan berubah-ubah. Sulit untuk mengatur keseimbangan kerja
antara operator dan mesin.
• Memerlukan pengawasan yang banyak selama langkah-langkah
operasi sedang berlangsung.
• Satu tipe mesin dapat melaksanakan lebih dari satu macam operasi
kerja, untuk itu mesin umumnya dipilih tipe general purpose.
• Material dan produk terlalu berat dan sulit untuk dipindah-pindahkan.
• Banyak memakai peralatan berat dan memerlukan perawatan khusus.
Keuntungan penggunaan layout menurut aliran proses yaitu:
• Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin / peralatan
produksi lainnya, karena disini yang digunakan adalah mesin yang
umum (general purpose).
95
• Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup
mengerjakan berbagai macam, jenis, dan model produk.
Pendayagunaan mesin tentu saja akan tampak lebih maksimal.
• Kemungkinan adanya aktivitas supervisi yang lebih baik dan efisien
melalui spesialisasi pekerjaan.
• Pengendalian dan pengawasan akan lebih mudah dan baik terutama
untuk pekerjaan yang sukar dan membutuhkan ketelitian tinggi.
• Mudah untuk mengatasi breakdown dari pada mesin, yaitu dengan
cara memindahkannya ke mesin yang lain tanpa banyak menimbulkan
hambatan-hambatan signifikan.
Kerugian atau kekurangannya adalah:
• Karena pengaturan tata letak mesin tergantung pada macam proses
atau fungsi kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi,
maka hal ini menyebabkan aktivitas pemindahan material.
• Adanya kesulitan dalam hal menyeimbangkan kerja dari setiap
fasilitas produksi yang ada, karena akan memerlukan penambahan
space area untuk work in process storage.
• Pemakaian mesin atau fasilitas produksi tipe general purpose akan
menyebabkan banyaknya macam produk yang harus dibuat,
menyebabkan proses dan pengendalian produksi menjadi kompleks.
96
• Tipe process layout biasanya diaplikasikan untuk kegiatan job order
yang mana banyaknya macam produk yang harus dibuat menyebabkan
proses dan pengendalian produksi menjadi lebih kompleks.
• Diperlukan skill operator yang tinggi guna menangani berbagai macam
aktivitas produksi yang memiliki variasi besar.
Contoh mengenai tata letak berdasarkan proses ini banyak dijumpai
baik dalam sektor industri manufacturing seperti beberapa bengkel
permesinan yang menganut pola job lot production, maupun jasa seperti
rumah sakit, bank, universitas, dan lain-lain.
2.13 Multi Product Process Chart (MPPC)
Ada berbagai macam peta kerja yang umum dipakai untuk
menganalisa proses kerja keseluruhan, yaitu antara lain:
• Peta Proses Operasi (Operation Process Chart)
• Peta Proses Produk Banyak (Multi Product Process Chart)
• Peta Aliran Proses (Flow Process Chart)
• Diagram Aliran (Flow Diagram atau String Diagram)
Disini akan dijelaskan hanya tentang Peta Proses Produk Banyak
(Multi Product Process Chart).
97
2.13.1 Pengertian dan Kegunaan Multi Product Process Chart (MPPC)
Berdasarkan buku ”Ergonomi Studi Gerak dan Waktu”, karangan
Sritomo Wignjoesoebroto halaman 136, dijelaskan bahwa banyak kasus
dijumpai, dimana sebuah pabrik harus mengerjakan sejumlah besar produk
melalui proses yang menggunakan mesin ataupun fasilitas produksi yang
sama (meskipun dalam hal ini langkah / urutan proses untuk masing-masing
produk tersebut bisa berbeda). Disini tata letak (layout) dari fasilitas produksi
haruslah bisa diatur sedemikian rupa sehingga mampu memberikan aktivitas
perpindahan material yang paling minimal. Peta Proses Produk Banyak (Multi
Product Process Chart) adalah peta kerja yang digunakan untuk memperoleh
gambaran umum yang berkaitan dengan langkah-langkah pengerjaan dari
setiap produk yang ada dan sekaligus bisa mendapatkan informasi tentang
kesamaan proses dari produk satu dengan lainnya. Dan dari sumber lain,
buku ”Tata Letak dan Pemindahan Bahan”, karangan James M. Apple
halaman 144, Peta Proses Produk Darab atau Peta Proses Produk Banyak
terutama berguna untuk menunjukkan keterkaitan produksi antara komponen
produk-produk atau antar produk mandiri, bahan, bagian, pekerjaan, atau
kegiatan. Peta ini terutama berguna untuk membantu operasi job-shop.
98
2.14 Gantt Chart (Bagan Gantt)
2.14.1 Pendahuluan
Berdasarkan http://dosen.amikom.ac.id, penjadwalan proyek
meliputi kegiatan menetapkan jangka waktu kegiatan proyek yang harus
diselesaikan, bahan baku, tenaga kerja serta waktu yang dibutuhkan oleh
setiap aktivitas. Pendekatan yang lazim digunakan adalah diagram Gantt
Chart, PERT (Project Evaluation and Review Technique), dan CPM (Critical
Path Method).
2.14.2 Pengertian
Dari buku “Pengantar Teknik Industri” karangan Hari Purnomo
halaman 330, penyusunan bagan Gantt pada dasarnya disusun dengan maksud
untuk mengidentifikasi unsur waktu dan urutan dalam merencanakan suatu
kegiatan, yang terdiri dari waktu mulai sampai dengan waktu penyelesaian
proyek. Di dalam bagan Gantt digunakan apa yang dinamakan dengan Peta
Milestone Gantt (tonggak kemajuan) yang menggambarkan kegiatan yang
dilaksanakan dan hubungan antar semua tahap atau tingkat pekerjaan.
99
Sumber: http://dosen.amikom.ac.id
Gambar 2.15 Gantt Chart
Pada peta diatas ditunjukkan, sumbu datar merupakan skala waktu
yang menunjukkan berapa lama suatu pekerjaan atau kegiatan akan bisa
diselesaikan. Segi empat dalam bagan tersebut menunjukkan kegiatan yang
dilakukan. Sedangkan panjang segi empat menunjukkan lama suatu kegiatan.
2.14.3 Kelemahan dan Kelebihan dari Gantt Chart
Dari sumber buku “Pengantar Teknik Industri” karangan Hari
Purnomo halaman 330, kelemahan dari Gantt Chart adalah tidak dapat
menjelaskan kapan suatu kegiatan berikutnya dapat dimulai, apakah masih
menunggu kegiatan lainnya yang belum selesai, atau tanpa menunggu
kegiatan lainnya. Dengan kata lain, bagan Gantt tidak menunjukkan secara
rinci interdependensi antara kegiatan yang ada di dalama suatu proyek
100
sehingga ketika terjadi suatu kelambatan dari salah satu kegiatan akan sulit
untuk mengadakan perbaikan dan pembaruan jadwal. Yang dapat dilakukan
biasanya adalah membuat bagan Gantt yang baru.
Kelemahan lain dari bagan Gantt adalah jika urutan proyek relatif
besar dan sangat kompleks, maka akan sulit untuk mengidentifikasi kegiatan
yang jumlahnya besar. Hanya saja bagan ini mempunyai kelebihan yaitu lebih
sederhana dan mudah menafsirkannya.
Sedangkan dari sumber lainnya http://dosen.amikom.ac.id, kelemahan
Gantt Chart adalah :
Tidak menunjukkan secara spesifik hubungan ketergantungan antara
satu kegiatan dan kegiatan yang lain, sehingga sulit untuk mengetahui
dampak yang diakibatkan oleh keterlambatan satu kegiatan terhadap
jadwal keseluruhan proyek.
Sulit mengadakan penyesuaian atau perbaikan / pembaharuan bila
diperlukan, karena pada umumnya ini berarti membuat bagan balok
baru.
Keuntungan menggunakan Gantt chart:
Sederhana, mudah dibuat dan dipahami, sehingga sangat bermanfaat
sebagai alat komunikasi dalam penyelenggaraan proyek.
Dapat menggambarkan jadwal suatu kegiatan dan kenyataan kemajuan
sesungguhnya pada saat pelaporan.