BAB 2,sndfsdflksdnflkdsfdsgkndsgkldsgldskbgnlsdkbgdslkgdsg
-
Upload
muhammad-jahari-supianto -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of BAB 2,sndfsdflksdnflkdsfdsgkndsgkldsgldskbgnlsdkbgdslkgdsg
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis
kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang
diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.4
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.2
2.1.1 Dermatitis kontak iritan
1. Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan
baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan
respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup.5
2. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup
banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun
dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh
banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak
mengeluh.2
Di Amerika, DKI sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan kegiatan
mencuci tangan atau paparan berulang pada kulit terhadap air, bahan makanan atau
iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi pembatu rumah tangga, pelayan
rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Prevalensi dermatitis tangan karena
pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di intensive care unit dan 69,7% pada pekerja yang
sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap
pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap
pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan (odds
ratio 4,13).3
Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana
insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap
tahunnya), tukang roti dan tukang masak.3
Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita
dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik.3
3. Etiologi
Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim,
minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia
higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi
faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita.2,6
Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang
bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan
serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya
larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh
faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau
berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan
dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan.7
Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas;
usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan
daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak alergi lebih tinggi pada
wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap
bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik.8
Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada
orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang
sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih
mudah untuk mengalami dermatitis kontak.2
4. Pathogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian
dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen
inti.6
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3).
AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi
vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah
transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat
untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan
PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.2,8
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony
stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel
tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi
intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α,
suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.8
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan,
yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema,
edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling
rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi
sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor
kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai
andil pada terjadinya kerusakan tersebut.2
5. Gejala klinis
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan akut
dan dermatitis iritan kronik
1) Dermatitis kontak iritan akut
Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan yang
tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi
tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi
kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak.7
Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang
sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan
oleh zat alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu alkali dapat
menimbulkan rekasi iritan pada wajah. Jika lemah maka reaksinya akan
menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan
reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat
iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi7.
Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan
menimbulkan fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan dan
kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah pengobatan
dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan ini, tetapi yang
lebih sering dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri pada bagian yang mengalami
fissura. Meskipun efek kumulatif diperlukan untuk menimbulkan reaksi iritan,
namun hilnganya dapat terjadi spontan kalau penyebabnya ditiadakan.7
2) Dermatitis kontak iritan kronis
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-
ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor.
Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis
iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata
setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun
kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.2
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung
maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan
hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh
penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian.2
6. Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan
gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang
luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel
dengan bahan yang dicurigai.2
7. Pengobatan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor
yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi,
maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk
memperbaiki kulit yang kering.2
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi
mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.2, 9
8. Komplikasi
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:
DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal
lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus
aureus
neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada
pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena DKI
jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.
9. Prognosis
Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati
dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI.3 Bila bahan iritan
tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini
sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor.2
2.1.2 Dermatitis kontak alergi
1. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan
dapat mengaktivasi reaksi alergi.5
2. Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis
kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di
masyarakat.2
Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan
bahan-bahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat
kerja (DKAK).4
3. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan
kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia
sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat
pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.2
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-
tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman
dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac.
Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta
decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium
dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat
rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan
parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi).4
4. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau
reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat
(delayed hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan
alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu
fase sensitisasi dan fase elisitasi.4
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya.2 Perubahan ini terjadi
karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten (alergen yang
memilik berat molekul kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat
dengan protein untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi
ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu
makrofag, dendrosit, dan sel langerhans.3 Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh
APC ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T
efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar
melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan
sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai
kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata
berlangsung selama 2-3 minggu.2
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen
yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis.
Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi IL-
2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma
akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1)
yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid.
Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin
sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul
berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak
sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui
beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel,
kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2
(PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan
produksi IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel
mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah
48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang
bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap
antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.2
5. Gejala klinis
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas,
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini
sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga
campuran.2
Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu
(phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis purpura, dan
derivatnya dapat megakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat
disebabkan oleh parfum dan kosmetik.7
6. Diagnosis
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik
diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan
uji tempel.4
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah
penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam
(nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat
topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada
keluarganya (misalnya dermatitis atopik).2
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak
oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.2
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul
dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang
membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan
dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah
tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat
membantu penegakan diagnosis.4
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila
mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat
pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas,
ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat
dengan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu
dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi
setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtikaria sampai vesikel
atau bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi,
sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi
akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak
makin meningkat (reaksi tipe crescendo).2
7. Diagnsosi banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis,
dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan
dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu
dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.2
8. Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak alergi adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul.2
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema,
bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah
beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.Untuk
dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah
mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal.2
9. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan
dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis),
atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.2