BAB 2.docx

29
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah 2.1.1 Pengertian Air Limbah Menurut UU RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah adalah sisa suatu kegiatan dan atau kegiatan. Menurut Salvato air limbah (wastewater) adalah kotoran dari masyarakat, rumah tangga dan yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Sedangkan menurut Metcalff, Eddy (1991) mengartikan limbah sebagai kombinasi dari cairan dan sampah-sampahyang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada. 2.1.2 Analisis Sifat-Sifat Air Limbah Untuk mengetahui lebih luas tentang air limbah, maka perlu kiranya diketahui juga secara detail mengenai kandungan yang ada di dalam air limbah juga sifat-sifatnya. Setelah diadakan analisis ternyata bahwa air limbah mempunyai sifat yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian diantaranya: 1. Sifat Fisik Temperatur dan zat padat pada air limbah adalah faktor penting untuk proses pengolahan air limbah. Temperatur mempengaruhi reaksi kimia dan aktivitas 5

Transcript of BAB 2.docx

Page 1: BAB 2.docx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah

2.1.1 Pengertian Air Limbah

Menurut UU RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup, limbah adalah sisa suatu kegiatan dan atau kegiatan. Menurut Salvato air

limbah (wastewater) adalah kotoran dari masyarakat, rumah tangga dan yang

berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Sedangkan

menurut Metcalff, Eddy (1991) mengartikan limbah sebagai kombinasi dari cairan

dan sampah-sampahyang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan,

perkantoran dan industri bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air

hujan yang mungkin ada.

2.1.2 Analisis Sifat-Sifat Air Limbah

Untuk mengetahui lebih luas tentang air limbah, maka perlu kiranya

diketahui juga secara detail mengenai kandungan yang ada di dalam air limbah

juga sifat-sifatnya. Setelah diadakan analisis ternyata bahwa air limbah

mempunyai sifat yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian diantaranya:

1. Sifat Fisik

Temperatur dan zat padat pada air limbah adalah faktor penting untuk

proses pengolahan air limbah. Temperatur mempengaruhi reaksi kimia dan

aktivitas biologi. Zat padat , seperti total suspended solid (TSS), volatile

suspended solid (VSS), settleable solid, mempengaruhi teknik

pengoperasian dan ukuran unit pengolahan. Zat padat terdiri dari material

tersuspensi dan terlarut dalam air dan air limbah. Zat padat terbagi

kedalam beberapa fraksi dengan konsentrasi tertentu yang dapat berguna

bagi proses pengolahan. Total solid (TS) adalah jumlah total solid

tersuspensi (TSS) dan total solid terlarut (TDS). Masing-masing dari TSS

dan TDS dapat dibagi lebih lanjut menjadi fraksi volatil dan campuran.

Total solid adalah material tertinggal pada proses evaporasi setelah

pengeringan selama 1 jam. Total Suspended solid adalah material yang

5

Page 2: BAB 2.docx

tidak tersaring. Total suspended solid adalah parameter penting untuk

pengolahan dan sebagai standar acuan keberhasilan sistem pengolahan

(Lin, S. 2001).

2. Sifat Kimia

Zat padat terlarut dan tersuspensi pada air limbah mengandung material

organik dan anorganik. Material organik terdiri dari karbonat, lemak,

minyak surfaktan. grease, protein, pestisida, senyawa kimia pertanian lain,

senyawa organik volatile, dan senyawa kimia racun lain. Material

anorganik terdiri dari logam berat, nitrogen, phosphor, pH, alkanity,

chloride, sulfur, dan polutan anorganik lain material gas masing-masing

CO2, N2, O2, H2S, CH4 juga terdapat pada air limbah (Lin, S. 2001)

3. Sifat Biologis

Mikroorganisme yang terdapat pada air limbah adalah bakteri, jamur,

protozoa, tumbuh-tumbuhan mikroskopik, binatang, dan virus. Banyak

mikrooranisme (bakteri, protozoa) berhubungan langsung dan

menguntungkan untuk proses pengolahan biologi air limbah (Lin, S. 2001)

2.2 Koagulasi

Prinsip dari proses koagulasi adalah mengurangi stabilitas partikel

koloid dengan cara meminimalkan gaya-gaya yang mengikat selanjutnya

menurunkan energy penghalang dan membentuk partikel menjadi flok-flok

yang menjadi pengaruh dari proses ini adalah karakterisasi larutan, jenis polu-

tan, koagulan dan mekanisme koagulasi yang terjadi.

Dalam koagulasi kimia terdapat dua carauntuk mengkoagulankan laru-

tan yaitu penambahan aluminium sulfat pada koagulasi kimia dan penambahan

aluminium pada elektrokoagulasi. Kedua cara ini memiliki pengaruh yang

berbeda. Penambahan aluminium sulfat pada koagulasi kimiaakan membuat

air menjadi asam sedangkan penambahan aluminium pada elektrokoagulasi

yang tidak menyebabkan disosiasi pada anion garam didalam larutan akan

menyebabkan nilai pH relative stabil dalam kisaran basa (Ogurveren dalam

Aldiani, 2008).

6

Page 3: BAB 2.docx

Gambar 2.1. Proses Pembentukan Flokulasi

Pada koagulasi kimia, bahan kimia yang ditambahkan sebagai koagulan

yang berbentuk garam akan mengalami disosiasi dalam larutan melalui hidrolisis

dari kation aluminium dan berhubungan dengan anion larutan yang diukur dengan

suasana larutan dan nilai pH.

2.3 Elektrokoagulasi

Salah satu metode yang sudah digunakan secara luas untuk pengolahan

limbah adalah elektrokoagulasi yang memiliki keunggulan diantaranya yaitu meru-

pakan metode yang sederhana, efisien, baik digunakan untuk menghilangkan

senyawa organik, tanpa penambahan zat kimia sehingga mengurangi pembentukan

residu (sludge), dan baik untuk menghilangkan padatan tersuspensi. Proses elek-

trokoagulasi diduga dapat menjadi pilihan metode pengolahan limbah radioaktif

cair fase air alternative mendampingi metode-metode pengolahan yang lain yang

telah dilaksanakan. Di Indonesia penerapan metode elektrokoagulasi untuk pengo-

lahan limbah belum banyak dilakukan, sehingga perlu dilakukan pengkajian

proses melalui percobaan-percobaan dan pengujian terhadap parameter yang

berpengaruh.

Elektrokoagulasi bukanlah teknologi baru, tetapi diIndonesia belum

memasyarakat dalam penerapannya. Proses ini sederhana dan mudah diterapkan

dengan kemampuan yang baik dalam menggumpalkan berbagai pengotor dan po-

lutan, baik bahan organic maupun anorganik.

(Mollah, M.Y.A., Schennach, R., Jr., (2001) menyatakan bahwa “elek-

trokoagulasi adalah teknologi yang saat ini berkembang secara efektif diap-

likasikan untuk mengolah air limbah. Secara umum keuntungan dari metode ini

adalah efisiensi pemisahan yang lebih tinggi, sederhana dan lebih ramah lingkun-

gan”.

7

Page 4: BAB 2.docx

Proses elektro koagulasi dapat dilakukan dengan system batch dan system

alir. Elektrokoagulasi system batch adalah proses elektrokoagulasi dalam wadah

yang tertutup tanpa aliran. Sedangkan elektrokoagulasi system flow (alir) adalah

proses elektrokoagulasi dalam wadah tertutup yang mana terjadi aliran air/limbah.

Proses elektrokoagulasi menggunakan elektroda seperti aluminium ataupun

besi. Besi dan aluminium merupakan sacrificialelectrode yang telah berhasil dan

efektif dalam penghilangan polutan. Sacrificialelectrode adalah elektroda yang

berperan sebagai anoda dan katoda. Menurut Putero, S. H, dkk (2008) faktor-fak-

tor yang mempengaruhi proses elektrokoagulasi antara lain:

1. Kerapatan arus listrik

Kenaikan kerapatan arus akan mempercepat ion bermuatan membentuk

flok. Jumlah arus listrik yang mengalir berbanding lurus dengan bahan

yang dihasilkan selama proses.

2. Waktu

Menurut hokum Faraday, jumlah muatan yang mengalir selama proses

elektrolisis sebanding dengan jumlah waktu kontak yang digunakan. Lama

kontak terhadap elektroda adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam

proses Elektrokoagulasi, makin lama waktu kontak penempelan ion-ion

logam pada elektroda semakin banyak COD dapat diturunkan, sehingga

disimpulkan bahwa, waktu yang diperlukan oleh suatu tahap pengolahan

sangat penting agar tujuan pengolahan dapat dicapai secara optimal (Car-

mona,2006).

3. Tegangan

Karena arus listrik yang menghasilkan perubahan kimia mengali rmelalui

medium (logam ata uelektrolit) disebabkan adanya beda potensial, karena

tahanan listrik pada medium lebih besar dari logam, maka yang perlu

diperhatikan adalah mediumnya dan batasan antar logam dengan medium.

4. Kadar keasaman(pH)

Karena pada proses elektrokoagulasi terjadi proses elektrolisis air yang

menghasilkan gas hydrogen dan ion hidroksida, dengan semakin lama

waktu kontak yang digunakan, maka semakin cepat juga pembentukan gas

hydrogen dan ion hidroksida, apabila ion hidroksida yang dihasilkan lebih

8

Page 5: BAB 2.docx

banyak maka akan menaikan pH dalam larutan. pH larutan juga mempen-

garuhi kondisi spesies padalarutan dan kelarutan dari produk yang diben-

tuk. pH larutan mempengaruhi keseluruhan efisiensi dan efektifitas dari

elektrokoagulasi. pH larutan dapat dengan mudah diubah. pH optimal un-

tuk menambah efektifitas proses elektrokoagulasi yang terdapat dalam

larutan berkisar antara nilai 6,5 sampai 7,5.

5. Ketebalan plat

Semakin tebal plat elektroda yang digunakan, daya tarik elektrostatiknya

dalam mereduksi dan mengoksidasi ion logam dalam larutan akan semakin

besar.

6. Jarak antar elektroda

Besarnya jarak antar elektroda mempengaruhi besarnya hambatan elek-

trolit, semakin besar jaraknya semakin besar hambatannya, sehingga se-

makin kecil arus yang mengalir. Proses elektro koagulasi dilakukan pada

bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua penghantar arus listrik

searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan elektrolit:

Gambar 2.2 Interaksi dalam proses Elektrokoagulasi (Holt,2001)

Apabila dalam suatu larutan elektrolit ditempatkan dua elektroda dan di-

aliri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia (gejala dekompo-

sisi elektrolit) yaitu ion positif (kation) bergerak kekatoda dan menerima electron

yang direduksi danion negative (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elec-

tron yang dioksidasi, sehingga membentuk flok yang mampu mengikat kontami-

nan dan partikel-partikel dalam limbah.

9

Page 6: BAB 2.docx

Ada beberapa macam interaksi dalam larutan pada proses elektrokoagulasi,

yaitu:

1. Migrasi ke elektroda yang bermuatan berlawanan (electrophoresis) dan

penggabungan (aggreration) untuk membentuk senyawa netral.

2. Kation atau ion hidroksida (OH-)membentuk endapan dengan polutan.

3. Logam kation berinteraksi dengan OH- membentuk hidroksi, yang

mempunyai sisi yang mengadsorbsi polutan (bridge coagulation).

4. Hidroksi membentuk struktur besar dan membersihkan polutan (sweep-

coagulation)

5. Oksidasi polutan sehingga mengurangi toxicitasnya

6. Penghilangan melalui elektroflotasi dan adhesi gelembung udara

Gelembung gelembung gas/udara yang dihasilkan pada proses elektrokoag-

ulasi menyebabkan kotoran-kotoran yang terbentuk akan terangkat keatas per-

mukaan air. Kotoran-kotoran yang terbentuk disebut flok karena ukurannya rela-

tive kecil. Semakin banyak kotoran yang terangkat keatas maka ukurannya akan

bertambah besar. Kemudian dilakukan proses pengendapan setelah air mengalami

elektrokoagulasi. Proses pengendapan ini berfungsi untuk mengendapkan flok-flok

yang terbentuk.

2.3.1 Keuntungan Elektrokoagulasi

Fitrianti, S.P., (2011) menjabarkan keuntungan dan kerugian dari

penggunaan elektrokoagulasi. Beberapa keuntungan dari proses elektrokoagulasi

adalah sebagai berikut:

1. Peralatan yang dibutuhkan sederhana dan mudah dioperasikan

2. Air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan efluen yang

jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.

3. Lumpur yang dihasilkan elektrokoagulasi relatif stabil dan mudah

dipisahkan karena sebagian besar berasal dari oksida logam. Selain itu,

jumlah lumpur yang dihasilkan sedikit.

4. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan

flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari

10

Page 7: BAB 2.docx

elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air yang sedikit,

lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi.

5. Elektrokoagulasi menghasilkan efluen dengan kandungan TDS (Total

Dissolved Solid) lebih sedikit, sehingga mengurangi biaya recovery bila air

hasil pengolahan digunakan kembali.

6. Elektrokoagulasi dapat mengolah partikel koloid yang sangat kecil karena

penggunaan arus listrik menyebabkan proses koagulasi lebih mudah terjadi

dan lebih cepat.

7. Gelembung gas yang dihasilkan selama proses elektrolisis dan membawa

polutan yang diolah untuk naik ke permukaan (floatasi) tersebut mudah

terkonsentrasi, dikumpulkan dan dipisahkan.

8. Proses elektrokoagulasi tidak memerlukan penambahan bahan kimia,

sehingga tidak bermasalah dengan netralisasi kelebihan bahan kimia dan

kemungkinan tidak membutuhkan pengolahan lebih lanjut bila terjadi

penambahan senyawa kimia yang terlalu tinggi seperti pada penggunaan

bahan kimia (koagulasi kimia).

9. Perawatan reaktor elektrokoagulasi lebih mudah karena proses elektrolisis

yang terjadi cukup dikendalikan dari penggunaan listrik tanpa perlu

memindahkan bagian didalamnya.

2.3.2 Kerugian/Kekurangan Elektrokoagulasi

Sedangkan kerugian dari penggunaan elektrokoagulasi adalah:

1. Pada metode ini, elektroda yang digunakan harus diganti secara teratur.

2. Elektroda yang digunakan dapat larut sehingga dapat menyebabkan

terjadinya oksidasi.

3. Listrik yang digunakan besar sehingga pengoperasiannya mahal.

4. Efisiensi pengolahan dapat dipengaruhi oleh lapisan yang terbentuk pada

elektroda.

5. Diperlukan konduktivitas yang tinggi pada proses elektrokoagulasi dalam

mengolah air limbah.

6. Hidroksida seperti gelatin cenderung solubilize pada beberapa kasus.

11

Page 8: BAB 2.docx

Reaksi kimia yang terjadi pada proses Elektrokoagulasi yaitu reaksi

reduksi oksidasi, yaitu sebagai akibat adanya arus listrik (DC). Pada reaksi ini

terjadi pergerakan dari ion-ion yaitu ion positif (disebut kation) yang bergerak

pada katoda yang bermuatan negatif. Sedangkan ion-ion negatif bergerak menuju

anoda yang bermuatan positif yang kemudian ion-ion tersebut dinamakan sebagai

anion (bermuatan negatif).

Elektroda dalam proses Elektrokoagulasi merupakan salah satu alat untuk

menghantarkan atau menyampaikan arus listrik ke dalam larutan agar larutan

tersebut terjadi suatu reaksi (perubahan kimia). Elektroda tempat terjadi reaksi

reduksi disebut katoda, sedangkan tempat terjadinya reaksi oksidasi disebut

anoda.

2.3.3 Proses Elektrokoagulasi

Proses koagulasi secara elektrolitik yaitu kedalam air baku dimasukan

elektroda dari alumunium (Al) yang dialiri listrik dengan arus searah. Dengan

adanya arus listrik tersebut, maka elektroda logam Al tersebut sedikit demi sedikit

akan larut kedalam air membentuk ion Al3+ yang oleh reaksi hidrolisa air akan

membentuk Al(OH)3 yang merupakan koagulan yang sangat efektif.

Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di

dalamnya terdapat katoda dan anoda sebagai penghantar arus listrik searah yang

disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan limbah sebagai elektrolit. Apabila

dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah,

maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit,

dimana ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang

direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron

yang dioksidasi.

Pada proses Elektrokoagulasi, air limbah dimasukan kedalam bak

Elektrokoagulasi kemudian dialirkan arus listrik. Dengan adanya aliran listrik

tersebut akan terjadi pertukaran ion, dimana anoda akan melepaskan ion Al3+ dan

katoda akan melepaskan ion H+ yang kemudian akan membentuk ion Fe(OH)3

yang merupakan koagulan yang sangat efektif. Ion Al(OH)3 tersebut akan

12

Page 9: BAB 2.docx

mengikat zat organic yang terkandung pada air limbah yang kemudian menjadi

endapan sehingga kandungan COD, dan TSS air limbah menurun.

Mekanisme pembentukan terjadi pada batangan anoda dan katoda dapat

ditunjukan pada reaksi sebagai berikut:

(a) mekanisme 1 :

(anoda) : 4Al→ 4Al2+ + 8e

4Al2+ + 4H2O + 2O2 → 4Al(OH)2+ 8e-

(katoda): 8 H+ + 8e-→ 4H2

Overall : Al (s) + 2H2O (l) → Al(OH)2 (s) + H2 (g)

(b) Mekanisme 2 :

Anode : 4 Al (s) → 4Al2+ (aq) + 8 e–

4Al2+(aq)+ 4H2O(l)+O2(g)→4Al (OH)2(s)+8H+ (aq)

Cathode : 8 H+ (aq) + 8 e– → 4 H2 (g)

Overall : 4Al(s)+4H2O(l)+O2(g)→4Al(OH)2 (s) + 4H2 (g)

Dari hasil reaksi di atas menjelaskan tentang proses reduksi pada Al

sebagai elektroda dan pelepasan ion H+ pada saat Elektrokoagulasi. Proses inilah

yang membantu dalam penurunan COD yang terjadi karena pada saat

Elektrokoagulasi proses koagulasi dan flokulasi juga terjadi dimana karena proses

flokulasi dan koagulasilah parameter COD akan turun. Selain itu diketahui bahwa

molekul-molekul yang ada pada limbah cair industri batik akan terbentuk menjadi

flok dimana partikel-pertikel koloid pada limbah bersifat adsorbsi (penyerapan)

terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain yang ada pada limbah, misalnya

koloid Al(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+. Prinsip

proses kerja yang terjadi pada Elektrokoagulasi secara umum sama seperti teori

double layer yaitu pembentukan flokulasi partikel bersifat adsorbsi dimana

elektroda positif yang teroksidasi sebagai koagulan, pada Elektrokoagulasi

bermuatan positif akan menyerap ion – ion negatif pada limbah seperti nitrat,

phenol, nitrit dan senyawa organic lainnya dan membentuk flok yang membantu

proses penurunan COD (Holt, P. K, 2009).

13

Page 10: BAB 2.docx

2.4 Elektrolit

Elektrolit adalah suatu zat yang larut atau terurai ke dalam bentuk ion-

ionnya. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau

solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam

larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam

larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat

terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. Larutan

terdiri atas larutan non elektrolit dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah

larutan yang mudah menghantarkan listrik, sedangkan larutan non elektrolit

adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik. Ion-ionnya merupakan

atom-atom yang bermuatan elektrik seperti senyawa garam, asam, atau amfoter.

Sehingga senyawa elektrolit merupakan senyawa dengan ikatan ion dan kovalen

polar. Sebagian besar senyawa yang berikatan ion merupakan elektrolit. Contoh

garam dapur (NaCl) dalam bentuk larutan sistem aqueous dan lelehan dapat

menjadi larutan elektrolit, namun dalam padatan senyawa ion tidak dapat

berfungsi sebagai elektrolit (Astuti, U.P, 2014).

2.5 Elektroda

Astuti, U.P, (2014) menyatakan bahwa elektroda merupakan konduktor

yang digunakan untuk mengalirkan arus listrik dalam sel elektrolisis. Elektroda

yang digunakan dalam sel elektrolisis terdiri atas dua jenis yaitu elektroda inert

dan elektroda tidak inert (aktif). Elektroda inert adalah elektroda yang tidak ikut

bereaksi baik sebagai katoda maupun anoda, sehingga dalam sel elektrolisis yang

mengalami reaksi redoks adalah elektrolit sebagai zat terlarut atau air sebagai

pelarut. Contohnya karbon (C) dan platina (Pt). Sedangkan, elektroda aktif adalah

elektroda yang ikut bereaksi, terutama jika digunakan sebagai anoda dapat

mengalami reaksi oksidasi. Contohnya besi (Fe), aluminium (Al), tembaga (Cu),

seng (Zn), perak (Ag), dan emas (Au). Berikut susunan lengkap deret volta:

Li-K-Ba-Sr-Ca-Na-Mg-Al-Mn-Zn-Cr-Fe-Cd-Co-Ni-Sn-Pb-H+-Cu-Hg-Ag-Pt-

Au

Logam-logam yang terletak di sisi kiri H+ memiliki E° bertanda negatif.

Semakin ke kiri, nilai E°red semakin kecil (semakin negatif). Hal ini menandakan

14

Page 11: BAB 2.docx

bahwa logam-logam tersebut semakin sulit mengalami reduksi dan cenderung

mengalami oksidasi. Oleh sebab itu, kekuatan reduktor akan meningkat dari kanan

ke kiri. Sebaliknya, logam-logam yang terletak di sisi kanan H+ memiliki E°red

bertanda positif. Semakin ke kanan, nilai E° semakin besar (semakin positif). Hal

ini berarti bahwa logam-logam tersebut semakin mudah mengalami reduksi dan

sulit mengalami oksidasi. Oleh sebab itu, kekuatan oksidator akan meningkat dari

kiri ke kanan. Singkat kata, logam yang terletak disebelah kanan relatif terhadap

logam lainnya, akan mengalami reduksi. Sementara, logam yang terletak di

sebelah kiri relatif terhadap logam lainnya, akan mengalami oksidasi. Logam yang

terletak disebelah kiri relatif terhadap logam lainnya mampu mereduksi ion logam

menjadi logam (mendesak ion dari larutannya menjadi logam). Sebaliknya, logam

yang terletak di sebelah kanan relatif terhadap logam lainnya mampu

mengoksidasi logam menjadi ion logam (melarutkan logam menjadi ion dalam

larutannya).

Dari penjelasan tentang derat Volta di atas maka dapat dikatakan bahwa:

• Semakin ke kanan, semakin mudah direduksi dan sukar di oksidasi.

• Semakin ke kiri semakin mudah dioksidasi dan sukar direduksi

2.6 Arus Listrik

Dalam proses Elektrokoagulasi arus yang digunakan yaitu arus searah

yang berfungsi sebagai sumber listrik yang dapat memberikan arus listrik secara

konstan terhadap waktu. Disebut searah, karena medianya selalu sama, meskipun

besarnya berubah-ubah.

Dalam hal ini, arus didefinisikan sebagai jumlah perpindahan rata-rata dari

muatan positif yang melewati per satuan waktu.

i=Qt

Satuan MKS dari arus adalah I Coulomb per detik, disebut 1 Ampere.

Banyaknya zat yang dihasilkan dari reaksi Elektrokoagulasi sebanding dengn

banyaknya arus listrik yang dialirkan ke dalam larutan. Hal ini dapat

digambarkan dengan hukum Faraday I:

we= i . t

F

15

Page 12: BAB 2.docx

Keterangan:

W = massa zat yang dihasilkan

e = bobot ekivalen ¿Arn

i = arus dalam ampere

t = waktu dalam satuan detik

F = tetapan Faraday, dimana 1 faraday = 96500 Coulomb

ti = arus dalam satuan Coulomb ⋅

Fti = arus dalam satuan Faraday ⋅

eW = gram ekivalen (grek)

Grek adalah mol elektron dari suatu reaksi yang sama dengan perubahan

bilangan oksidasi 1 mol zat. Maka dari rumus di atas diperoleh:

Jumlah Faraday = grek = mol elektron

Dalam penentuan masa zat yang dihasilkan dalam reaksi Elektrokoagulasi,

biasanya data yang diketahui adalah Ar bukan e = Ar/n, sehingga rumus

Faraday I menjadi:

we= i . t

F

n = Valensi atau banyaknya mol elektron untuk setiap 1 mol zat.

2.7 Parameter Penelitian

2.7.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

Untuk menyatakan kualitas air dibutuhkan beberapa parameter yang

terkait. Salah satu diantaranya adalah Chemical Oxygen Demand (COD) atau

Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) yang didefinisikan sebagai jumlah oksigen

(mgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam

sampel air atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat

organik menjadi CO2 dan H2O. Pada reaksi oksigen ini hampir semua zat yaitu

sekitar 85% dapat teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam,

sedangkan penguraian secara biologi (BOD) tidak semua zat organik dapat

diuraikan oleh bakteri.

16

Page 13: BAB 2.docx

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik

yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan

mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air.

COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi

senyawa organik dalam air, sehingga parameter COD mencerminkan banyaknya

senyawa organik yang dioksidasi secara kimia. Tes COD digunakan untuk

menghitung kandungan bahan organik yang dapat dioksidasi dengan cara

menggunakan bahan kimia oksidator kuat dalam media asam.

Beberapa bahan organik tertentu yang terdapat pada air limbah, kebal

terhadap degradasi biologis dan ada beberapa diantaranya yang beracun meskipun

pada kosentrasi yang rendah. Bahan yang tidak dapat didegradasi secara biologis

tersebut akan didegradasi secara kimiawi melalui proses oksidasi, jumlah oksigen

yang dibutuhkan untuk mengoksidasi tersebut dikenal dengan Chemical Oxygen

Demand (COD).

Analisis BOD dan COD dari suatu air limbah dan menghasilkan nilai-nilai

yang berbeda karena kedua uji mengukur bahan yang berbeda. Nilai COD selalu

lebih tinggi dari nilai BOD.

Perbedaan diantara kedua nilai disebabkan banyak faktor antara lain :

1. Bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak tahan

terhadap oksidasi kimia seperti lignin.

2. Bahan kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dan peka terhadap

oksidasi biokimia tetapi tidak dalam uji BOD seperti sellulosa, lemak

berantai panjang atau sel-sel mikroba.

3. Adanya bahan toksik dalam limbah yang akan mengganggu uji BOD tetapi

tidak uji COD.

Perbedaan BOD, COD dan TSS dapat dilihat sebagai berikut

1. Angka BOD adalah jumlah komponen organik biodegradable dalam air

buangan, sedangkan tes COD menentukan total organik yang dapat

teroksidasi, tetapi tidak dapat membedakan komponen biodegradable/non

biodegradable.

2. Beberapa substansi inorganik seperti sulfat dan tiosulfat, nitrit dan besi

ferrous yang tidak akan terukur dalam tes BOD akan teroksidasi aleh

17

Page 14: BAB 2.docx

kalium dikromat, membuat nilai COD – inorganik yang menyebabkan

kesalahan dalam penetapan komposisi organik dalam laboratorium.

3. Hasil COD tidak tergantung pada aklimasi bakteri sedangkan pada tes

BOD sangat dipengaruhi aklimasi seeding bakteri.

Untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air dapat dilakukan

suatu uji yang lebih cepat dibandingkan dengan uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi

kimia dari suatu bahan oksidan yang disebut uji COD. Uji COD yaitu suatu uji

yang menetukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan seperti

kalium dikhromat (K2Cr2O7) atau kalium permanganat (KMnO4) sebagai sumber

oksigen atau Oxidizing Agent yang digunakan untuk mengoksidasi bahan-bahan

organik yang terdapat didalam air (Pratama. N., Iman M.S, 2011).

2.7.2 TSS (Total Suspended Solid)

Dalam air alam dapat ditemui dua kelompok zat, yaitu zat terlarut seperti

garam dan molekul organis, dan zat padat tersuspensi dan koloidal seperti tanah

liat,kawarts. Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui

ukuran/diameter partikel-partikel tersebut.

Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada dalam air alam cukup jelas

dalam praktek namun kadang-kadang batasan itu tidak dapat dipastikan secara

definitive. Misalnya, sesuatu molekul organis polimer tetap bersifat sebagai zat

terlarut walaupun panjangnya lebih dari 10µm. Sedangkan beberapa jenis zat

padat koloid mempunyai sifat dapat bereaksi seperti sifat zat-zat terlarut. Analisa

zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen air secara lengkap,

juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan air minum

maupun air buangan.

Zat-zat padat yang berada dalam suspense dapat dibedakan menurut

ukurannya, meliputi :

1. Partikel tersuspensi koloidal (partikel koloidal), yang memiliki ukuran

10-8-10-7m. Jenis partikel koloid adalah penyebab kekeruhan dalam air

(Efek Tyndall ) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang

menembus suspensi tersebut partikel-partikel koloid tidak terlihat se-

cara visual sedangkan larutannya (tanpa partikel koloid) yang terdiri

18

Page 15: BAB 2.docx

dari ion-ion dan molekul-molekulnya tidak pernah keruh. Larutan men-

jadi keruh jika terjadi pengendapan (presipitasi) yang merupakan

keadaan kejenuhan dari suatu senyawa kimia.

2. Partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi), yang memiliki ukuran

10-6-10-4m, sehingga dapat menghalangi sinar yang akan menembus sus-

pensi, sehingga suspense tidak dapat dikatakan keruh, karena sebe-

narnya air siantara pertikel-partikel tersuspensi tidak keruh dan sinar

tidak menyimpang.

Dalam metode analisa zat padat, pengertian zat padat total adalah semua

zat-zat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam

bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat total terdiri dari zat

padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organis dan anorganis.

Analisis TSS menggunakan metode gravimetri. Dari percobaan diperoleh

nilai efisiensi elektrokoagulasi kontaminan Pb sebesar 99,16 % dan TSS sebesar

80,24 % pada kuat arus 5,0 amper dan waktu operasi 120 menit. Pada pengolahan

limbah cair dari limbah rumah potong hewan (RPH) secara elektrokoagulasi

pernah dilakukan secara batch dengan menempatkan cairan limbah didalam sel

elektrolisis. Proses dijalankan selama waktu tertentu untuk menurunkan kadar

total suspended solid (TTS), total disolved solid (TDS), pH dan turbidity. Dari

hasil penelitian didapatkan kadar TSS dan TDS yang semakin turun dan efisisensi

removal yang semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa air limbah tersebut

memiliki kualitas yang semakin baik (Bayramoglu, 2006). Pada penelitian buah

elektroda dibutuhkan waktu operasi 90 menit dengan kemampuan penghilangan

TSS dan TDS maksimum hanya mencapai 98 % (Ardhani dkk, 2007).

2.8 Penelitian yang Terkait

Pada penelitian yang dilakukan Retno Susetyaningsih, dkk, pengolahan

limbah cair industri tekstil dengan teknik elektrokoagulasi menggunakan teknik

flow (alir). Sampel yang diuji diambil dari limbah radioaktif cair simulasi yang

mengandung kontaminan logam Pb. Dalam penelitian ini diharapkan dapat

diperoleh data teknis yang berupa data awal unjuk kerja tentang proses

elektrokoagulasi yang dapat diterapkan untuk kebutuhan pengolahan limbah

19

Page 16: BAB 2.docx

radioaktif serta dapat diaplikasikan pada industri kimia. Variabel yang dicoba

adalah kuat arus dan waktu operasi dan sebagai uji kualitas proses digunakan

pembanding standar nilai baku yang ditetapkan untuk limbah cair industri kimia

sesuai dengan surat keputusan Kepala BAPEDAL No 03/BAPEDAL/04/1995 dan

Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 281/

KPTS/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Di Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu kadar maksimum yang diperbolehkan untuk

unsur timbal sebesar 0,30 mg/l serta untuk TSS sebesar 50 mg/l. Alat yang

digunakan adalah perangkat elektrokoagulasi hasil rekayasa dengan debit 1,5

liter/menit, dan untuk analisis Pb digunakan perangkat AAS.Sedangkan penentuan

kadar zat padat terlarut (TSS) digunakan metode gravimetri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi kadar Pb dalam limbah

terbesar dicapai pada kuat arus (I) 5,0 Ampere dan waktu kontak 120 menit. Pada

kondisi ini kadar Pb dalam filtrat sebesar 0,184 ppm dengan nilai efisiensi

elektrokoagulasi sebesar 99,16 %. Penurunan kadar Pb dalam limbah dipengaruhi

oleh kuat arus dan waktu kontak selama proses elektrokoagulasi.

Andik Yulianto, dkk telah melakukan penelitian tentang pengolahan

limbah cair industri batik dengan teknik elektrokoagulasi (EC) menggunakan

teknik batch. Parameter yang diuji adalah bahan organik dalam bentuk Chemical

Oxigen Demand (COD), warna, TSS, dan minyak-lemak. Elektrokoagulasi

merupakan suatu proses koagulasi kontinyu menggunakan arus listrik searah

melalui peristiwa elektrokimia, yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yang salah

satu elektrodanya terbuat dari aluminium. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh kuat arus, jarak elektroda dan waktu kontak pada metode

elektrokagulasi terhadap kadar COD, warna, TSS dan minyak lemak secara

elektrokoagulasi.

Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan bak elektrokoagulasi

dibuat dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm dan tinggi 30 cm. Bak ini

terbuat dari kaca dengan tebal 0,5 cm. Elektrokoagulasi ini menggunakan 3 buah

lempengan Stainless Steel sebagai anoda bermuatan positif dan 3 buah lempengan

aluminium sebagai katoda yang bermuatan negatif sebagai elektroda dan

masingmasing berukuran lebar 6 cm, panjang 10 cm dan tebal 8 mm. Katoda

20

Page 17: BAB 2.docx

dialiri arus listrik searah dan disusun secara pararel. Penelitian ini mengolah

limbah cair batik di dalam reaktor dan dialiri listrik supaya ion-ion yang ada pada

limbah cair batik teradsorbsi oleh ion-ion pengikat yang dilepaskan oleh elektroda

pada alat elektrokoagulasi sehingga akan terjadi ikatan antara ion senyawa

organik yang ada pada limbah cair batik dengan ion yang disebabkan oleh proses

elektrokoagulasi. Sampel diambil dari limbah asli yang berasal dari tampungan

hasil proses pembatikan pada salah satu industri batik di Yogyakarta. Parameter

yang diuji adalah bahan organik dalam bentuk Chemical Oxigen Demand (COD),

warna, TSS, dan minyak-lemak. Pemeriksaan COD menggunakan metode refluks

tertutup secara spektrofotometri mengacu pada SNI 06-6989.2-2004. Sedangkan

analisa parameter TSS menggunakan metode gravimetri dengan mengacu pada

Air SK SNI M-03-1989-F Standard 2 Metode Pengujian Kualitas Fisika. Untuk

pengujian warna mengacu pada SNI M-03-1989-F secara spektrofotometri, dan

analisa parameter minyak lemak menggunakan metode gravimetri, yang mengacu

SK SNI M-68-19990-03.

Berdasarkan hasil laboratorium, setelah dilakukan analisa menunjukkan

adanya penurunan konsentrasi COD yang tidak signifikan dengan presentase

tertinggi mencapai 29,75 % terjadi pada menit ke 60, kuat arus 25 Volt, dengan

jarak elektroda 3 cm, dimana limbah cair batik dalam suasana basa serta rata-rata

pH pada waktu penelitian sebesar 10. Penurunan konsentrasi warna maksimum

adalah 64,46% pada menit ke 30, 12 Volt, jarak elektroda 1,5 cm dan kadar

konsentrasi minyak-lemak yang paling kecil ditunjukkan pada percobaan dengan

menggunakan tegangan 25 volt dengan jarak elektroda 1,5 cm sebesar 8 ppm dari

konsentrasi minyak lemak awal 66 ppm. Kemudian penurunan konsentrasi TSS

terbesar pada kuat arus 1 Ampere terjadi pada saat menggunakan tegangan 25 volt

dengan jarak elektroda 1,5 cm yaitu sebesar 77%. Penurunan COD, warna, TSS,

dan minyak-lemak dipengaruhi oleh waktu kontak, kuat arus dan jarak antar

elektroda yang digunakan pada saat melakukan pengolahan limbah cair batik

dengan menggunakan elektrokoagulasi.

Sunardi telah melakukan penelitian mengenai penggunaan

elektrokoagulasi sebagai metode alternatif untuk pengolahan limbah radioaktif.

Pengolahan kimia pada pengolahan limbah radioaktif cair fase air biasanya hanya

21

Page 18: BAB 2.docx

mampu mengatasi persoalan limbah dengan karakteristik tertentu, sehingga

beningan over flow biasanya masih mengandung sedikit logam berat dan zat padat

terlarut yang belum dapat dibuang ke lingkungan. Proses elektrokoagulasi diduga

dapat menjadi pilihan metode pengolahan limbah radioaktif cair fase air alternatif

mendampingi metode-metode pengolahan yang lain yang telah dilaksanakan.

Proses elektrokoagulasi disusun meliputi proses equalisasi, elektrokimia,

sedimentasi dan proses filtrasi. Pada penelitian ini digunakan limbah cair B3 yang

mengandung kontaminan logam berat (Pb, Cd dan TSS). Sunardi berharap data

teknis tentang proses elektrokoagulasi yang dapat diterapkan untuk kebutuhan

pengolahan limbah radioaktif serta dapat diaplikasikan pada industri kimia.

Variabel yang dicoba adalah tegangan listrik dan kecepatan aliran dan

sebagai standarnya disesuaikan dengan surat keputusan Kep. Kepala BAPEDAL

No 03/BAPEDAL/04/1995 tentang baku mutu limbah cair yaitu memiliki kadar

maksimum yang diijinkan untuk Pb 0,15 ppm, Cd 0,05 ppm dan nilai TSS sebesar

100 ppm.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kadar logam berat (Pb, Cd dan

TSS) dalam limbah terbesar dicapai pada tegangan 12 volt (V) dengan kadar

logam berat dalam filtrat Pb sebesar 0,034 ppm, Cd 0,037 ppm dan TSS 24,905

ppm sehingga efisiensinya adalah Pb 99,479 %, Cd 98,129 % dan TSS 92,884 %.

Sedangkan nilai efisiensi elektrokoagulasi terbesar dicapai pada kecepatan alir

6,720 mL/dtk dengan nilai efisiensi elektrokoagulasi Pb sebesar 99,845 %, Cd

sebesar 98,938 % dan TSS sebesar 95,004 %. Penurunan dari ketiga kadar logam

berat ini dipengaruhi oleh tegangan listrik dan kecepatan alir.

22