BAB I geologi lp 2.docx

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari tinjauan geologi, daerah penelitian merupakan daerah yang menarik untuk dilakukan penelitian, karena Daerah penelitian termasuk dalam fisiografi zona Pegunungan Selatan (Van Bemmelen, 1949). Pegunungan Selatan memiliki kondisi geologi yang menarik untuk diteliti, baik keragaman batuan, struktur geologi, morfogenesa serta sejarah geologinya yang sangat menarik untuk dipelajari. Menurut Surono (2009), batuan penyusun Pegunungan Selatan sebagian besar terdiri dari batuan hasil kegiatan gunung api dan sedimen karbonat. Litostratigrafi Pegunungan Selatan dapat dibagi dalam 3 periode: periode pravulkanisme, periode vulkanisme, dan periode pascavulkanisme atau periode karbonat. Oleh karena itu, sebagai seorang mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta, dituntut untuk dapat melaksanakan penelitian geologi di daerah tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengaplikasikan teori-teori geologi yang didapat selama berada di bangku kuliah, agar dapat melakukan pemetaan geologi secara rinci, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan geologi di daerah penelitian, seperti proses-proses geologi yang masih terus berlangsung sampai sekarang, 1

Transcript of BAB I geologi lp 2.docx

Page 1: BAB I geologi lp 2.docx

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dari tinjauan geologi, daerah penelitian merupakan daerah yang menarik

untuk dilakukan penelitian, karena Daerah penelitian termasuk dalam fisiografi

zona Pegunungan Selatan (Van Bemmelen, 1949). Pegunungan Selatan memiliki

kondisi geologi yang menarik untuk diteliti, baik keragaman batuan, struktur

geologi, morfogenesa serta sejarah geologinya yang sangat menarik untuk

dipelajari. Menurut Surono (2009), batuan penyusun Pegunungan Selatan

sebagian besar terdiri dari batuan hasil kegiatan gunung api dan sedimen karbonat.

Litostratigrafi Pegunungan Selatan dapat dibagi dalam 3 periode: periode

pravulkanisme, periode vulkanisme, dan periode pascavulkanisme atau periode

karbonat.

Oleh karena itu, sebagai seorang mahasiswa Jurusan Teknik Geologi,

Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta,

dituntut untuk dapat melaksanakan penelitian geologi di daerah tersebut. Hal ini

dilakukan untuk mengaplikasikan teori-teori geologi yang didapat selama berada

di bangku kuliah, agar dapat melakukan pemetaan geologi secara rinci, sehingga

dapat menyelesaikan permasalahan geologi di daerah penelitian, seperti proses-

proses geologi yang masih terus berlangsung sampai sekarang, diantaranya

geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, dan geologi

lingkungan, serta untuk melengkapi data hasil penelitian geologi dari peneliti

pendahulu, sehingga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu

geologi.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud pemetaan geologi adalah untuk memenuhi persyaratan akademik

tingkat Sarjana, khususnya sebagai Laporan Pemetaan Geologi Lapangan II pada

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institus Sains & Teknologi

AKPRIND Yogyakarta.

1

Page 2: BAB I geologi lp 2.docx

2

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat mengikuti kuliah

Geologi Lapangan II, selain itu juga mengetahui kondisi geologi permukaan yang

mencakup aspek geomorfologi, litologi, stratigrafi dan struktur geologi, serta

sejarah geologi dan aspek-aspek geologi lingkungan.

1.3. Lokasi, Luas, dan Kesampaian Daerah

Secara administrasi daerah penelitian terletak kurang lebih 35 km kearah

timur dari kota Yogyakarta, terletak di desa Desa Nengahan dan sekitarnya,

Kecamatan Bayat Kabupaten Kelaten Jawa Tengah. Secara astronomi daerah

penelitian terletak pada posisi 07o47’00’’LS-07o48’30’’LS dan 110o38’00” BT-

110 o 39’00” BT.

Gambar 1. Peta indeks dan lokasi daerah penelitian (Penulis, 2015)

Daerah penelitian mempunyai skala peta 1:10.000, dengan luas daerah

penelitian adalah 1,85 km × 2,775 km atau sama dengan 5,13375 km2.

Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda

empat dan roda dua, tetapi di beberapa tempat seperti jalan setapak dan curam

hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

Page 3: BAB I geologi lp 2.docx

3

1.4. Metode dan Peralatan Yang Digunakan

Metode yang digunakan yaitu pengambilan data lapangan dengan cara

pemetaan geologi permukaan, dengan pengamatan secara langsung. Untuk

keperluan Pemetaan Geologi dalam Geologi Lapangan II, mahasiswa membawa

dan menggunakan peralatan yang akan digunakan selama mengadakan penelitian

di lapangan adalah:

1. Peta topografi skala 1 : 10.000 dan 1:25.000

2. Kompas geologi tipe Brunton sistem azimut 0°-360° tahun 1894,

digunakan untuk penentuan bearing, pengukuran jurus dan perlapisan

batuan, pengukuran struktur garis maupun struktur bidang, dan mengukur

kemiringan lereng (slope).

3. Palu geologi batuan sedimen dan beku merk Estwing, sebagai pemecah

batuan dan dapat digunakan sebagai pembanding dalam pengambilan foto

singkapan

4. GPS merek Garmin 76Csx, untuk penentuan posisi setiap lokasi

pengamatan secara tepat dan tracking.

5. Loupe dengan pembesaran 10x dan 20x, digunakan untuk pengamatan

batuan dalam pemerian di lapangan secara megaskopis.

6. Larutan HCI 0,1 N, untuk menetukan bahan penyemen pada suatu batuan

sedimen, yang mana apabila batuan bereaksi dengan larutan HCl maka

bahan penyemen batuan tersebut bersifat karbonatan, sedangkan apabila

tidak bereaksi merupakan semen silika ataupun oksida besi.

7. Kamera digital merek Canon powershot A1200, digunakan untuk

pengambilan data Gambar, baik singkapan batuan maupun geomorfologi

daerah penelitian.

8. Pita ukur, digunakan untuk mengukur ketebalan lapisan batuan dalam

kegiatan pengukuran penampang stratigrafi.

9. Tas lapangan, alat tulis, untuk melakukan pencatatan data lapangan pada

buku lapangan serta pengeplotan lokasi pada peta,serta kantong sampel

batuan, untuk sampel batuan yang diambil untuk bahan analisis agar sesuai

Page 4: BAB I geologi lp 2.docx

4

dengan lokasi pengambian dan tidak tertukar dengan sampel batuan

lainnya.

10. Jacob Staf digunakan untuk melakukan pengukuran stratigrafi terukur

11. Perlengkapan pribadi.

1.5. Peneliti Terdahulu

Beberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan studi yang terkait

dengan daerah telitian penulis secara lokal maupun secara regional pada Zona

Pegunungan Selatan meliputi :

a. Bothe (1929), memperkenalkan hampir semua tata nama satuan litologi di

Pegunungan Selatan. Tetapi lokasi semua satuan litologinya tidak disebutkan

dengan jelas dan tepat sehingga, banyak satuan tidak diketahui lokasi tipenya

secara tepat.

b. Van Bemmelen (1949), membagi tujuh bagian zona fisiografi pada pulau jawa

dan memasukan Zona Pegunungan Selatan kedalam bagian dari fisiografi. Selain

itu juga memberikan stratigrafi Pegunungan Selatan terutama Pegunungan

Baturagung dan Pegunungan Gajahmungkur.

c. Surono, B.Toha, I. Sudarno dan S Wiryosujono (1992), yang menyusun Peta

Geologi Lembar Surakarta – Giritontro pada Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi dan menjelaskan secara rinci stratigrafi Pegunungan selatan.

d. Surono (2009), melakukan penelitian dan menyusun litostratigrafi Pegunungan

Selatan bagian timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Page 5: BAB I geologi lp 2.docx

BAB IIGEOMORFOLOGI

2.1. Geomorfologi Regional

Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah Jawa Tengah, di

selatan Yogyakarta dengan panjang kurang lebih 55 km hingga Jawa timur,

dengan lebar kurang lebih 25 km di selatan Blitar. Zona ini dibentuk oleh dua

kelompok besar batuan yaitu batuan volkanik dan batugamping. Geomorfologi

Zona Pegunungan Selatan merupakan satuan perbukitan terdapat di selatan

Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 -

150 dan beda tinggi 125 -264 m. Perbukitan Jiwo dipisahkan oleh aliran Kali

Dengkeng. Tersusun oleh batuan Pra-Tersier hingga Tersier (Surono dkk, 1992).

Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di

sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,

Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Samudera Hindia. Di sebelah barat, antara

Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak,

sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung.

Dari kenampakan morfologi, Zona Pegunungan Selatan dapat dipisahkan

menjadi 3 sub zona,

1. Sub Zona Baturagung, ditandai oleh perbukitan terjal di bagian utara, yang

disusun oleh batuan vulkanik, baik intrusi, breksi, sedimen vulkanik

klastik dan karbonat. Kemiringan lapisan pada umumnya ke arah selatan.

2. Sub Zona Wonosari, merupakan dataran tinggi (plateau) di daerah

Wonosari dan sekitarnya, dan ke arah timur bersambung dengan daerah

sekitar Baturetno. Dataran Tinggi ini merupakan cekungan sedimen

kuarter yang terdiri dari lempung hitam endapan danau purba.

3. Sub Zona Gunung Sewu, merupakan perbukitan karst, dicirikan oleh

adanya morfologi karst dengan bukit-bukit gamping berbentuk kerucut

yang membentang dari Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di

bagian Timur, dengan jumlah bukit ribuan (Pegunungan Seribu).

Daerah penelitaian termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan yaitu pada

Sub Zona Baturagung. Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara,

5

Page 6: BAB I geologi lp 2.docx

6

namun membentang dari barat (G.Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk),

utara (G. Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ±

737 m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak

terpisah, yaitu G. Panggung (± 706 m) dan G. Gajahmungkur (± 737 m). Subzona

Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 10’-30

dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal

gunungapi.

Sisakan buat gambar space 6,9 cm an

2.2. Geomorfologi Daerah Penelitian

Dengan mempertimbangkan keadaan geomorfologi daerah penelitian

maka penyusun membagi satuan geomorfologi daerah penelitian didasarkan pada

relief, litologi, proses pembentukan, serta struktur geologi yang berkembang di

daerah penelitian. Klasifikasi geomorfologi yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada klasifikasi Verstappen (1983), yang telah dimodifikasi sesuai

dengan kondisi daerah penelitian.

2.2.1. Satuan geomorfik fluvial

2.2.1.1. Subsatuan dataran alluvial (F1)

Subsatuan geomorfologi dataran alluvial menempati ±54% luas daerah

penelitian, berada di sekitar utara Desa Tegalrejo hingga Desa Paseban. Bentuk

topografi hampir rata-landai. Ketinggian ± 113 mdpl sampai 150 mdpl, dan besar

sudut kelerengan antara 0°-6°. Daerah ini tersusun oleh material lepas berukuran

Page 7: BAB I geologi lp 2.docx

7

lempung-krikil sebagai hasil rombakan batuan di sekitar daerah penelitian yang

terbawa oleh aliran permukaan (Runoff). Subsatuan geomorfologi ini

dimanfaatkan sebagai lahan persawahan, perkebunan, pemukiman.

2.2.2.2. Subsatuan dasar sungai utama (F2)

Subsatuan geomorfologi dasar sungai utama ini termasuk didalamnya

point bar, chanel bar, meliputi ±1% dari luas keseluruhan daerah penelitian,

berada di baratlaut daerah penelitian dengan arah aliran sungai berarah relatif

baratdaya-timurlaut, dengan nama Kali Dengkeng. Kali Dengkeng melewati

daerah Desa Paseban. Ketinggian 113 mdpl, slope 00-30. Lebar sungai ±25meter.

2.2.2. Satuan geomorfik struktural

2.2.2.1. Subsatuan perbukitan lipatan kompleks (S21)

Di bagian Selatan daerah penelitan memanjang dari timur ke barat,

menempati sekitar ±45% dari luas daerah penelitian. Subsatuan geomorfik ini

dicirikan oleh perbukitan dengan perlapisan litologi yang telah miring relatif ke

arah tenggara dengan banyak dijumpai struktur geologi lainya dengan elevasi

±188 mdpl sampai ±312 mdpl. Kemiringan lereng; 100-500. Terdiri dariatas

litologi batupasir, batulempung, breksi basalt, napal, batupasir karbonatan. Lahan

dimanfaatkan warga sekitar untuk pemukiman, perkebunan, dan pertanian.

2.3. Pola Aliran

Dalam pembahasan mengenai pola pengaliran sungai, pendekatan yang

penulis lakukan adalah analisis peta topografi dan pengamatan lapangan.

Berdasarkan sifat alirannya, aliran sungai induk bersifat permanen, yaitu sifat

alirannya sepanjang tahun. Sedang sifat aliran pada anak-anak sungai bersifat

inteminten, yaitu debit air tergantung musim dan curah hujan.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta interpretasi peta topografi,

yang kemudian dilakukan pendekatan model pengaliran menurut klasifikasi dari

Howard (1967), maka daerah penelitian termasuk dalam pola aliran subdendritik.

Subdendritik, berbentuk serupa cabang-cabang pohon dan cabang-cabang

sungai (anak sungai) berhubungan dengan sungai induk membentuk sudut-sudut

Page 8: BAB I geologi lp 2.docx

8

yang runcing. Terbentuk pada batuan yang homogen yaitu breksi andesitis

(dominan) dengan sedikit pengendalian struktur geologi.

2.4. Stadia Erosi dan Stadia Daerah

Morfologi daerah penelitian sebagian besar masih

didominasi oleh daerah perbukitan curam-sangat curam. Lembah

sungai utama berbentuk ”U” yang diakibatkan oleh

berkembangnya erosi secara lateral. Anak-anak sungai lembah

berbentuk “V” yang erosi vertikal masih dominan. Secara

deskripsi Kali dengkeng yang merupakan sungai utama pada

daerah penelitian menunjukan kenampakan air yang relatif keruh

berwarna coklat kuning, penampang sungai berbentuk huruf “U”,

terdapat point bar dan chanel bar. Arah aliran Kali dengkeng ini

relatif baratdaya-timur laut, dengan arus relatif kuat dan lebar

sungai mencapai ±25 meter. Dijumpai air tejun pada daerah

yang curam. Maka dapat ditafsirkan stadia daerah penelitian

merupakan stadia muda menuju dewasa.

Page 9: BAB I geologi lp 2.docx

BAB IIISTRATIGRAFI

3.1. Stratigrafi Regional

Secara regional daerah telitian termasuk dalam stratigrafi daerah

pegunungan selatan Jawa dan telah banyak diteliti oleh para ahli antara lain Bothe

(1929), Bemmelen (1949), Surono et all (1992), Surono (2009) . Perbedaan ini

terutama antara wilayah bagian barat (Parangtritis Wonosari) dan wilayah bagian

timur (Wonosari-Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat

diusulkan diantaranya oleh Bothe (1929) dan Surono (1989), dan di bagian timur

diantaranya diajukan oleh Sartono (1964), Nahrowi (1979) dan Pringgoprawiro

(1985), sedangkan Samodra. (1989) mengusulkan tatanan stratigrafi di daerah

peralihan antara bagian barat dan timur.

Batuan berumur Pra-Tersier tersingkap di Pegunungan Jiwo daerah Bayat

Klaten, tersusun oleh batuan metamorfosa batusabak, sekis , genis, serpentinit dan

batugamping kristalin. Batugamping mengandung Orbitolina hadir sebagai

lensalensa (bongkah) dalam batulempung. Berdasarkan kesamaannya dengan

satuan batuan yang ada di daerah Luk Ulo, Kebumen, Jawa Tengah, kelompok

batuan ini diperkirakan berumur Kapur Atas (Verbeek dan Fennema (1898) pada

Bothe, 1929). Secara tidak selaras di atas batuan dasar ini terdapat satuan batuan

Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan yang terdiri dari:

1. Formasi Gamping dan Formasi Wungkal.

Formasi Wungkal dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir dan

batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh kalkarenit dan

batupasir tufaan. Formasi Gamping ini dicirikan oleh batugamping yang

berasosiasi dengan gamping terumbu. Ketebalan formasi ini lebih kurang 120 m.

Menurut Bothe (1929) bagian bawah formasi ini disebut Wungkal Bed yang

berlokasi di Gunung Wungkal sedangkan bagian atasnya Gamping Bed yang

berlokasi di Gunung Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo selatan Klaten.

Hubungan antara formasi formasi ini belum diketahui secara pasti.

Beberapa peneliti menafsirkan sebagai ketidakselarasan (Sumosusastro, 1956 dan

Marks,1957) dan peneliti lainnya menafsirkan hubungan kedua formasi tersebut

9

Page 10: BAB I geologi lp 2.docx

10

selaras(Bothe, 1929, Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Surono et al. (1989)

menyebutnya sebagai Formasi GampingWungkal yang merupakan satu formasi

yang tidak terpisahkan. Namun demikian semua para peneliti tersebut sepakat

bahwa kedua formasi tersebut berumur Eosen Tengah-Eosen Atas.

2. Formasi Kebo-Butak

Kebo Terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir tufaan, serpih dan

lanau. Di beberapa tempat dijumpai adanya lava bantal dan intrusi diorit.

Ketebalan formasi ini sekitar 800 meter dan diendapkan di lingkungan laut, dan

pada umumnya memperlihatkan endapan aliran gravitasi (gravity-flow deposits).

Butak lokasi tipe formasi ini terdapat di Gunung Butak yang terletak di

Sub-zona Baturagung. Formasi ini tersusun oleh litologi breksi, batupasir tufaan,

aglomerat batuapung, batulempung dan serpih yang memperlihatkan perselingan,

dan menunjukkan ciri endapan aliran gravitasi di lingkungan laut. Formasi ini

berumur Oligosen. Ciri Formasi Kebo dan Formasi Butak di beberapa tempat

tidak begitu nyata sehingga, pada umumnya beberapa peneliti menyebutnya

sebagai Formasi Kebo-Butak yang berumur Oligosen Atas (N1-N3). Menurut

Bothe (1929) bagian bawah formasi Kebo-butak ini disebut Kebo Bed yang

berlokasi di Gunung Kebo sedangkan bagian atasnya Butak Bed yang berlokasi di

Gunung Butak, keduanya di Pegunungan Baturagung selatan Klaten. Kemudian

Sumarso dan Ismoyowati (1975) menyatukan keduanya menjadi Formasi Kebo-

Butak.

3. Formasi Mandalika.

Tipe lokasi formasi ini terdapat di Desa Mandalika. Formasi ini memiliki

ketebalan antara 80-200 m. Formasi ini tersusun oleh lava andesitik basaltik,

porfiri, petite, rhyolite dan dasit; dasit, lava andesitik, tuff dasit dengan dioritik

dyke, lava andesitic basaltic trachytik dasitik dan breksi andesitan yang ter-

prophyliti-kan; andesit, dasit, breksi vulkanik, gamping kristalin; breksi, lava,

tuff, denganinterkalasi dari batupasir dan batulanau yang memperlihatkan cirri

endapan darat. Satuan ini beda fasies menjari dengan Anggota Tuff dari Formasi

Kebo-Butak.

Page 11: BAB I geologi lp 2.docx

11

4. Formasi Semilir.

Formasi ini tersingkap baik di Gunung Semilir di sekitar Baturagung,

terdiri dari perselingan tufa, tufa lapili, batupasir tufaan, batulempung, serpih dan

batulanau dengan sisipan breksi, sebagai endapan aliran gravitasi di lingkungan

laut dalam. Ketebalan formasi ini lebih dari 460 m. Bagian bawah formasi ini

berlapis baik, berstruktur sedimen perairan, silang-siur skala menengah dan

berpermukaan erosi. Di bagian tengahnya dijumpai lignit yang berasosiasi dengan

batupasir tuffan gampingan dan kepingan gampingan pada breksi gunungapi. Di

bagian atasnya ditemukan batulempung dan serpih dengan tebal lapisan sampai 15

cm dan berstruktur longsoran bawah laut (turbidit).

5. Formasi Nglanggran.

Lokasi tipenya adalah di Gunung Nglanggran lebih kurang 17 km utara

Klaten. Formasi ini terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufaan, yang

memperlihatkan sebagai endapan aliran gravitasi pada lingkungan laut. Ketebalan

formasi ini di dekat Nglipar lebih kurang 530 m. Formasi Nglanggran, pada

umumnya selaras di atas Formasi Semilir, akan tetapi di tempat-tempat lainnya,

kedua formasi tersebut saling bersilangjari (Surono, 1992).

6. Formasi Sambipitu.

Lokasi tipenya terdapat di Desa Sambipitu, 15 km di sebelah barat laut

Wonosari (Bothe, 1929). Formasi ini tersusun oleh perselingan antara batupasir

tufaan, serpih dan batulanau. Struktur sedimen yang berkembang berupa

perlapisan, silang-siur, gelembur gelombang, Di bagian atas sering dijumpai

adanya struktur slump skala besar. Satuan ini selaras di atas Formasi Nglanggran.

Formasi Sambipitu melampar di kaki selatan Pegunungan Baturagung. Tebal

formasi ini di utara Nglipar lebih kurang 230 m dan menipis kearah timur.

Formasi ini merupakan endapan lingkungan laut pada akhir Miosen Awal –

Miosen awal (N7 – N9).

7. Formasi Oyo.

Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai lokasi tipenya, terdiri dari

perselingan batugamping bioklastik, kalkarenit, batugamping pasiran dan napal

dengan sisipan batugamping konglomeratan. Ketebalan Formasi Oyo lebih dari

Page 12: BAB I geologi lp 2.docx

12

140 m. Formasi ini menindih tak selaras Formasi Semilir dan Formasi Nglangran

dan menjemari dengan bagian bawah Formasi Wonosari. Satuan ini diendapkan

pada lingkungan paparan dangkal pada Miosen Tengah (N10-N12).

8. Formasi Wonosari.

Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya,

membentuk morfologi karts, terdiri dari batugamping terumbu, batugamping

bioklastik berlapis dan napal. Satuan batuan ini terendapkan di lingkungan laut

dangkal (neritik) pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (N9-N18). Ketebalan

formasi ini lebih dari 800 m. Bagian bawah formasi ini dengan bagian atas

Formasi oyo, sedangkan bagian atasnya menjemari dengan bagian bawah Formasi

Kepek.

9. Formasi Kepek.

Lokasi tipenya terdapat di Kali Kepek, tersusun oleh batugamping berlapis

dan napal dengan ketebalan lebih kurang 200 meter. Litologi satuan ini

nenunjukkan ciri endapan paparan laut dangkal dan merupakan bagian dari sistem

endapan karbonat paparan pada umur Miosen Akhir – Pliosen (N15-N18).

Formasi ini mempunyai hubungan silang jari dengan satuan batugamping terumbu

Formasi Wonosari. Di atas batuan karbonat tersebut, secara tidakselaras terdapat

satuan batulempung hitam, dengan ketebalan 10 meter. Satuan ini menunjukkan

ciri sebagai endapan danau di daerah Baturetno pada waktu Plistosen. Selain itu,

daerah setempat terdapat laterit berwarna merah sampai coklat kemerahan sebagai

endapan terrarosa, yang pada umumnya menempati uvala pada morfologi karst.

Kasih space 7 cm an buat gambar

Page 13: BAB I geologi lp 2.docx

13

3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 satuan tidak resmi.

Berurutan dari tua sampai muda adalah:

3.2.1. Satuan tuf

Satuan ini beranggotakan batuan tuf, breksi lapilli, sill basaltis. Dasar

penamaan satuan batuan ini diambil dari nama litologi dominan. Satuan ini

menempati sekitar 13 % dari luas daerah penelitian, meliputi daerah .Ketebalan

berkisar ±400-500 meter diukur dari penampang geologi.

Tuf, warna segar putih-kehijauan, warna coklat cerah, dengan struktur

masif hingga perlapisan, ukuran butir tuf halus-kasar, bentuk butir membulat

(rounded) , sortasi terpilah baik, kemas tertutup, dengan komposisi non fragmen,

matriks tuf, semen silika (Sio2).

Breksi lapili, warna abu-abu hingga kecoklatan, dengan struktur berlapis

baik, ukuran butir tuf-lapili, bentuk butir angular , sortasi terpilah buruk, kemas

teterbuka, dengan komposisi fragmen lapilli, matriks tuf, semen silika (Sio2).

Sill basaltis berwarna kehitaman berstruktur masif, tekstur afanitik,

subhedral-anhedral, equigranular piroksin dan plagioklas Na.

3.2.2. Satuan batupasir

Satuan ini beranggotakan batupasir, batulempung dan napal. Dasar

penamaan satuan batuan ini diambil dari nama litologi dominan. Satuan ini

menempati 33 % dari luas daerah penelitian. Meliputi daerah Prengguk dan

Tegalrejo. Ketebalan berkisar ±50-125 meter diukur dari penampang geologi.

Batupasir berwarna abu-abu hingga kecoklatan berstruktur gradded beding

dan laminasi ukuran butir pasir halus-kasar, bentuk butir membulat, sortasi

terpilah baik, kemas tertutup,non fragmen, matriks pasir, semen silika (Sio2).

Napal berwarna abu-abu terang struktur laminasi-berlapis baik. Ukuran

butir lempung-lanau bentuk butir membulat, sortasi terpilah baik, kemas

tertutup,non fragmen, matriks lempung, semen karbonatan (caco3)

Page 14: BAB I geologi lp 2.docx

14

Batulempung berwarna abu-abu hingga kecoklatan struktur laminasi.

Ukuran butir lempung bentuk butir membulat, sortasi terpilah baik, kemas

tertutup,non fragmen, matriks lempung, semen silika (sio2)

3.2.3. Endapan alluvial

Endapan alluvial berupa material lepas yang belum terkosolidasi berwarna

hitam-coklat kehitaman, dengan ukuran lempung sampai krikil, merupakan hasil

rombakan dari batuan sekitar yang terbawa aliran air permukaan (Runoff).

penyebaran di dataran utara desa Tegalrejo menempati ±54% dari luas

keseluruhan daerah penelitian. Ketebalan ± ? m diukur dari penampang geologi.

.

Page 15: BAB I geologi lp 2.docx

BAB IVSTRUKTUR GEOLOGI

4.1. Struktur Geologi Regional

Kompleks Pegunungan Selatan berupa sebuah blok yang miring ke arah

Samudera Indonesia (selatan), dimana pada bagian utaranya terdapat gawir-gawir

yang memanjang relatif barat-timur. Hal ini terjadi karena adanya evolusi tektonik

yang terjadi di Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga sekarang sedangakan adanya

trend dengan arah relative barat laut – tenggara dikarenakan adanya imbas

tektonik dari pola meratus. Pembentukan struktur geologi daerah studi dimulai

pada Miosen (periode Neogen Compressional wrenching .Dally, dkk,1991)

struktur yang terbentuk adalah sesar mendatar.Akibat gaya extensional ini juga

menghasilkan bentukan lipatan antiklin yang ditunjukan dengan kimiringan dip

yang berlawanan yaitu pada Formasi Semilir dan Formasi Wonosari.

4.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian

Penelitian dan pembahasan struktur geologi di daerah penelitian lebih

menekankan pada struktur sekunder (kekar, sesar dan lipatan) yang terbentuk

selama atau setelah proses pembentukan akibat gaya endogen yang bekerja.

Dalam memecahkan masalah-masalah tentang bentuk, posisi, arah gaya yang

bekerja dan arah pergerakannya, penulis menggunakan metode geometri proyeksi,

khususnya metode proyeksi stereografis (stereonet).

4.2.1. Struktur kekar

Kekar merupakan suatu struktur rekahan pada batuan yang relatif belum

mengalami pergeseran. Struktur kekar yang dijumpai pada daerah penelitian

adalah kekar gerus.

Kekar gerus; kekar ini pada daerah penelitian umumnya berkembang pada

litologi batupasir dan batulempung. Kenampakan di lapangan dari kekar gerus

tersebut adalah bentuk dan susunannya relatif teratur (sistematis) dan

berpasangan, terjadi karena adanya tegasan kompresif (compressive stress) yang

15

Page 16: BAB I geologi lp 2.docx

16

bekerja pada dua arah. Dari hasil pengukuran dan analisa kekar yang terdapat di

lokasi penelitian sebagian besar gaya yang dihasilkan relatif berarah utara

timurlaut-baratdaya, dengan bebrapa hasil lain yang menunjukan arah yang

berbeda yang diinterpretasikan sebagai gaya yang terbentuk sesudah gaya utama

berlangsung.

1. Kekar pada lokasi pengamatan 11

Kekar yang berkembang dilokasi ini merupakan kekar gerus, dari hasil analisis

didapatkan arah tegasan utama relatif baratlaut-tenggara.

Gambar 6.5 cm

2. Kekar pada lokasi pengamatan 11

Kekar yang berkembang dilokasi ini merupakan kekar gerus, dari hasil analisis

didapatkan arah tegasan utama relatif baratlaut-tenggara.

Gambar 6.5 cm

4.2.2. Struktur sesar

Dibeberapa tempat pada daerah penelitian dijumpai kenampakan struktur

sesar yaitu diaantaranya:

1. Struktur sesar dijumpai di LP6 yang berada di daerah dusun Pencaran,

dijumpai indikasi sesar berupa bidang sesar dan struktur penyerta lainya.

Dari hasil analisis dapat diketahui arah tegasan utamanya relatif baratlaut-

tenggara, dengan nama sesar Reserve left slip fault (Rickard, 1972).

Gambar 6.5 cm

Page 17: BAB I geologi lp 2.docx

17

2. Struktur sesar dijumpai di LP19 yang berada di daerah dusun Tegalrejo,

dijumpai indikasi sesar berupa bidang sesar dan struktur penyerta lainya.

Dari hasil analisis dapat diketahui arah tegasan utamanya relatif tenggara-

baratlaut, dengan nama sesar Normal right slip fault (Rickard, 1972).

Gambar 6.5 cm

4.2.3. Lipatan

Struktur lipatan dapat teramati didalam peta yaitu arah dip yang

berlawanan dengan litologi yang sama yaitu strike dip pada lp10, lp11, dan lp43

yang menunjukan atau dapat dinterpretasikan sebagai struktur lipatan antiklin dan

sinklin.

4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur

Dari hasil analisa didapat gaya yang bekerja pada daerah pengamatan

merupakan gaya kompresi dengan arah tegasan utama relaif utara selatan, hal ini

tidak terlepas dari proses tektonik subduksi di selatan pulau jawa.

Page 18: BAB I geologi lp 2.docx

BAB VSEJARAH GEOLOGI

Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadi erupsi gunung api

yang menghasilkan material piroklastik oleh deretan gunung api pada daerah

Pegunungan Selatan disertai dengan penurunan muka air laut, sehingga terjadi

pengendapan material piroklastik berupa tuf (abu jatuhan), breksi lapili, dan

intrusi batuan beku basaltik yang diendapkan pada cekungan pengendapan yang

membentuk Satuan Tuff. Setelah itu terjadi pengendapan Satuan Batupasir yang

terdiri dari batupasir, batulempung, dan napal. Satuan ini menunjukkan telah

terjadi peralihan kondisi lingkungan pengendapan dari lingkungan vulkanik

menjadi lingkungan laut dangkal ditandai dengan terdapatnya napal. Proses ini

terjadi bersamaan dengan pengendapan batupasir, melaui mekanisme yang sama

dan dengan dasar cekungan relatif naik turun secara perlahan mengakibatkan

terjadi selang seling antara batupasir dengan napal. Disisi lain masih ada kontrol

pengendapan darat ditandai dengan adanya breksi basaltik. Hubungan antara

Satuan Tuf dengan Satuan Batupasir adalah selaras.

Selanjutnya terjadi proses tektonik menyebabkan perlipatan sehingga

menghasilkan sinklin dan antiklin, salah satunya terdapat pada daerah Tegalrejo

(LP 10 dan LP 11) setelah itu akibat gaya kompresi yang terus menerus

menyebabkan sesar-sesar. Sesar yang terdapat pada daerah penelitian adalah sesar

mendatar kanan dan sesar mendatar kiri (LP 6 dan LP 19) dengan arah tegasan

utama relatif utara-selatan. Selama proses tetonik berlangsung, proses eksogenik

turut mempengaruhi daerah penelitian, hasil dari proses eksogenik ini adalah

endapan aluvial yang hingga sekarang proses ini masih berlangsung. Hubungan

stratigrafi antara endapan aluvial dan Satuan Batupasir adalah tidak selaras

18

Page 19: BAB I geologi lp 2.docx

BAB VIPOTENSI GEOLOGI

6.1. Sesumber

Sesumber adalah segala sesuatu yang terdapat di alam yang dapat

dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya,

termasuk yang telah digunakan pada masa kini maupun untuk masa yang akan

datang. Dalam usaha peningkatan potensi yang dimiliki Desa Purwoharjo dan

sekitarnya, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi D.I

Yogyakarta, khususnya yang berkaitan dengan potensi geologi yang berhubungan

dengan lingkungan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sumber daya geologi

yang ada. Sesumber geologi yang ada di daerah penelitian berupa sumber daya air

dan lahan.

6.1.1. Air

Secara umum kondisi perairan di daerah penelitian cukup baik, dengan

curah hujan yang hampir merata setiap tahun, serta kondisi vegetasi yang lebat

dan masih terjaga sebagai media penahan air hujan yang meresap ke dalam tanah.

Potensi air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar daerah penelitian berasal

dari air permukaan, yaitu pada air sungai yang berada di sekitar permukiman

penduduk dan airtanah pada air sumur. Besarnya debit air sungai yang ada di

daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Masyarakat yang berada di

sekitar aliran sungai umumnya memanfaatkan air sungai untuk keperluan irigasi.

Sedangkan untuk air minum, masyarakat menggunakan airtanah (air sumur).

6.1.2. Bahan galian

Potensi bahan galian yang ada di daerah penelitian termasuk dalam bahan

galian golongan C berupa pasir dan batu (sirtu).

Pasir dan batu (sirtu) digunakan oleh penduduk sebagai bahan bangunan,

terutama untuk bangunan rumah dan campuran bahan material pembuatan jalan

beton. Pasir dan batu terdiri dari pasir, kerikil, kerakal dan berangkal.

19

Page 20: BAB I geologi lp 2.docx

20

Gambar 6.5 cm

6.1.3. Lahan

Lahan di daerah penelitian oleh masyarakat digunakan untuk bercocok

tanam, yaitu sebagai lahan persawahan padi, ladang kacang, ladang tebu, dan

ladang umbi-umbian. Selain itu, sumber daya lahan di beberapa lokasi di daerah

penelitian yang datar dan cukup strategis ini juga dimanfaatkan sebagai

pemukiman penduduk.

Gambar 6.5 cm

6.2. Bahaya Geologi

Potensi bencana geologi pada daerah penelitian yang dapat teramati adalah

gerakan masa (Mass Wasting) bertipe rock fall. Yang diakibatkan oleh pelapukan

batuan dan aliran permukaan yang cukup deras yang mampu membawa material-

material penyebab longsoran

Mitigasi gerakan massa ini yaitu dengan pengurangan morfologi dibuat

lebih landai,tidak membuat pemukiman didekat aliran aliran sungai.

Page 21: BAB I geologi lp 2.docx

BAB VIIKESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Secara fisiografis daerah penelitian termasuk dalam Pegunungan Selatan

yang membujur dari timur ke barat pada Zona pegunungan tengah, Jawa tengah.

Geomorfologi daerah penelitian di bagi menjadi 2 Satuan geomorfik, yaitu

satuan fluvial dan satuan struktural. Satuan terbagi lagi menjadi subsatuan yaitu,

subsatuan dataran alluvial (F1), satuan dasar sungai utama (F2), untuk Struktural

yaitu subsatuan perbukitan lipatan kompleks (S21).

Stratigrafi daerah penelitian terbagi menjadi 2 satuan tidak resmi dan

endapan alluvial yaitu, satuan tuf beranggotakan batuan tuf, breksi lapilli, sill

basaltis, Satuan batupasir beranggotakan batupasir, batulempung dan napal, dan

endapan alluvial.

Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian yaitu berupa kekar

arah tegasan utama relatif tenggara-baratlaut, dan struktur sesar mendatar kanan

Tegalrejo, sesar mendatar kiri pencaran dengan arah tegasan utama relatif utara-

selatan.

Potensi geologi di daerah penelitian meliputi sesumber berupa air, lahan,

maupun bahan galian golongan C berupa pasir dan batu (Sirtu). Bencana geologi

di daerah penelitian adalah gerakan massa (Mass Wasting) bertipe debris flow.

7.2. Saran

Dengan berakhirnya Geologi Lapangan II ini, penyusun mengucapkan

terimakasih kepada seluruh dosen dan asisten dosen. Secara keseluruhan berjalan

dengan sangat baik. Agar kedepanya lebih baik penyusun memberikan beberapa

masukan diantaranya:

1. Untuk Peta topografi mohon agar diperbaharui agar dalam pelaksaanan

pementaan maupun orientasi lebih efektif .

21

Page 22: BAB I geologi lp 2.docx

22

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia Vol. 1A, Goverment Printing Office, Netherland

Noor, D., 2010, Geomorfologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan: Bogor.

Noor, D.,2010. Pengantar Geologi. Pakuan University Press: Bogor.

Pratistho. Bambang.dkk., 2012. Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan”Veteran”: Yogyakarta.

Sastropawiro. Suroso, dkk,. 2009. Geomorphology Laboratory Science of Landform. Laboratorium Geomorfologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan”Veteran”: Y ogyakarta.

Wartono Rahardjo., Sukandarrumidi., H.M.D. Rosidi. 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Zuidam, R.A.Van., 1983., Guida to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and Mapping., Section of Geology and Geomorfology., ITC., Enschede the Netherlands.