bab 2.doc

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ILMU KEDOKTERAN FORENSIK. 2.1.1 Definisi forensik Yang dimaksud dengan identifikasi ilmu kedokteran gigi dan kedokteran forensik adalah sebuah aplikasi dari sisi disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan dalam memperoleh data – data postmortem, berguna untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan kebenaran (Lukman, 2006). Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pinada (tindak melawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan sebagai

Transcript of bab 2.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.

2.1.1 Definisi forensik

Yang dimaksud dengan identifikasi ilmu kedokteran gigi dan kedokteran forensik adalah sebuah aplikasi dari sisi disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan dalam memperoleh data data postmortem, berguna untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan kebenaran (Lukman, 2006).

Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pinada (tindak melawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut. (munim 2009)2.1.2 Fungsi Forensik

Fungsi utama dari Ilmu Kedokteran Forensik adalah untuk membantu proses penegakan hukum dan keadilan, khususnya didalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia. ( Olluwasuwa, 2009)2.1.3 Obyek pemeriksaan kedokteran gigi forensik

Obyek pemeriksaan dalam penyidikan secara garis besar :

1) Korban Hidup

2) Korban mati/ mayat

3) Sebagai pelaku

4) Benda-benda mati yang terdapat disekitar TKP (Tempat Kejadian Perkara):a. Bekas pola gigitan pada tubuh mayat

b. Air liur disekitar bekas pola gigitan

c. Bercak-bercak darah korban

d. Bercak-bercak darah pelaku.5) Benda-benda fisik yang dianggap sebagai barang bukti :

a. Gigi palsu lepasan sebagian (partial denture)b. Gigi palsu utuh (full denture)c. Mahkotan dan jembatan ( crownand bridge)d. Gigi-geligi yang lepas dari rahang korban

e. Patahan gigi-geligi dari korban

f. Kemungkinan terdapat patahan rahang yang lepas dari korban baik rahang atas atau rahang bawah.6) Semua jaringan rongga mulut (pipi bagian dalam, bibir yang lepas yang terdapat di TKP) (Lukman, 2006)2.1.4 Identifikasi kedokteran forensik

Identifikasi secara umum antara lain:

1. Dokumen yang terdapat pada busana korban berupa : KTP, SIM, kartu kredit, kartu sekolah, kartu mahasiswa, dan Name Tag dari instansi korban

2. Pakaian atau busana

a. Bentuk pakaian berupa celana panjang atau pendek. Gaun, sarung, kebaya dan sebagainnya

b. Corak pakaian contohnya kembang-kembang, garis-garis, motif tertentu dan sebagainya

c. Merek pakaian yang dikenakan dapat diketahui dari konfeksi, tukang jahit, dan sebagainya

d. Nomor binatu (Laundry Mark) yang kemungkinan ada di pakaian yang dikenakan

3. Perhiasan yang biasanya dapat diidentifikasi adalah bentuk perhiasan tersebut, terbuat dari apa perhiasan tersebut, inkripsi, dan merek perhiasan tersebut.4. Tubuh korban sendiri

a. Ciri-ciri umum

Tinggi/berat badan

Jenis kelamin

Umur

Warna kulit

Rambut, kepala, kumis, jenggot

Mata, hidung, mulut, gigi geligi, dsb.

b. Ciri-ciri khusus

Tahi lalat

Tompel

Bekas hamil, dsb.

c. Ciri-ciri tambahan

Tindik

Rajah.d. Cacat

Sumbing

Patah tulang, dsb.

5. Urutan identifikasi umum pada tubuh mayat

Urutan identifikasi tersebut adalah kepala, batang tubuh, lengan kanan atas, lengan kanan bawah, tangan kanan, lengan kiri atas, lengan kiri bawah,tangan kiri, , kaki kanan atas, kaki kanan bawah, kaki kanan, kaki kiri atas, kaki kiri bawah, kaki kiri (Lukman, 2006).2.1.5 Dasar Hukum Forensik

Pasal 133 KUHAP menyebutkan:(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya (Dahlan,2009).(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat (Dahlan,2009).2.1.6 Manfaat Mempelajari Ranah Forensik

1. Agar dokter/dokter gigi (petugas medis) mempunyai pemahaman, pengertian danperanannya dalam penerapan ilmu kedokteran dalam proses penegakkan hukum diIndonesia.2.Agar memiliki kemampuan memahami aspekhukum yang berkaitan dengan profesi dokter dan perannya dalam membantu prosespenyidikan , serta menerapkan dalam menjalani profesi kedokteran.2.2Autopsi

2.2.1 Autopsi forensik

Autopsi Forensik/Medikolegal adalah bedah yang dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri, mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang terjadi dan dilakukan atas permintaan pihak kepolisian atau kehakiman.2.2.2 Teknik Pemeriksaan

Mekanisme kematian yang berbeda pada kasus yang sama akan memberikan hasil yang berbeda pula. Jadi dokter harus memahami betul mekanisme kematian korban agar tidak menyalahi prosedur pemeriksaan.

2.2.3 . Koordinasi antara penyidik Dengan Dokter

Dengan adanya koordinasi dan hub yang baik antara penyidik dengan dokter penyelesaiankasus akan cepat dan tepat dan memepunyai dasar ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.

2.2.4 Alat-Alat autopsi

Untuk autopsi tidak diperlukan alat khusus dan mahal, cukup :

1. Timbangan besar untuk menimbang mayat

2. Timbangan kecil untuk menimbang organ

3. Pisau : dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.

4. Gunting : berujubg runcing dan tajam.

5. Piset : anatomis dan bedah

6. Gergaji : gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel

7. Forseps atau cunam untuk melepaskan dura meter

8. Gelas takar 1 liter

9. Pahat

10. Palu

11. Meteran

12. Jarum dan benaang

13. Sarung tangan

14. Baskom dan ember

15. Air yang mengalir (Hamdani, 1992).2.2.5 Yang berhak melakukan autopsi Yang berhak melakukan otopsi adalah:

1. Bila ada luka maka diperiksa oleh dokter spesialis bedah

2. Kejahatan keasusilaan maka diperiksa oleh dokter obsgyn3. Keracunan maka diperiksa oleh dokter internis

4. Kekerasan pada mata maka diperiksa oleh dokter spesialis mata

2.2.6 .Tujuan Pemeriksaan Autopsi Forensik Tujuan pemeriksaan autopsi forensik adalah untuk:

1. Membantu penentuan identitas mayat

2. Menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian

3. Mengumpulkan dan memeriksa benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan

4. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum (Mansjoer, 2000).5. Sedangkan korban mati diperiksa oleh dokter forensik (Standish, 1997)

2.3 Visum et Repertum2.3.1 Definisi dan dasar hukum Visum et RepertumVisum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya,di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.Menurut Budiyanto et al, dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut:Pasal 133 KUHAP menyebutkan:

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli. kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan

secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan II FK UR, September 2008 Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP.

Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butira, yaitu : penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai2.3.2 Macam-Macam Visum et repertum. Visum et Repertum korban hidup :

- Visum et repertum.

- Visum et Repertum sementara.

- Visum et Repertum lanjutan.2. Visum et Repertum mayat.

(Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap).

2.3.3 Yang berhak meminta visum et repertum adalah :

1. Penyidik

2. Hakim pidana

3. Hakim perdata

4. Hakim agama2.3.4 Prosedur Permintaan Visum et Repertum Hidup 1. Permintaan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara lisan / telepon / via pos.2. Korban adalah BB, maka permintaan VetR harus diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama korban/tersangka.3. Tidak dibenarkan permintaan V et R tentatg sesuatu peristiwa yang telah lampau, mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri No.Ins/E/20/IX/75).2.3.5 Prosedur Permintaan Visum et Repertum Mati (Mayat)

1. Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak dibenarkan melalui telepon, lisan atau pos.2. Mayat diantar bersama-sama SPVR oleh polisi ke Bgn Ilmu Kedokteran Forensik.3. Mayat harus diikatkan label yang memuat Identitas mayat ( KUHAP psl 133 ayat 3). 2.4 Peran Drg Dalam Forensik 2.4.1 Definisi Peran Drg Dalam ForensikDokter forensik merupakan seseorang yang telah diambil sumpah dan mengabdikan diri pada bidang kesehatan untuk kepentingan peradilan yaitu mempelajari sebab-sebab terjadinya suatu tindak pidana yang menyangkut tubuh atau jiwa manusia mempunyai peranan yang penting dalam menjelaskan titik permasalahan di persidangan (Agus, 2011).

Di dalam pemeriksaan persidangan perkara pidana hakim yang melakukan pemeriksaan persidangan namun tanpa adanya alat bukti, hakim tidak dapat mengetahui dan memahami apakah suatu tindakan pidana telah terjadi dan apakah terdakwa benar benar telah melakukan tindak pidana tersebut dan bertanggung jawab atas peristiwa itu, jadi untuk alat bukti mutlak dibutuhkan dan diajukan dalam persidangan sehingga dapat menemukan kebenaran kebenaran meteriil. Peranan dokter adalah menemukan kebenaran meteriil dalam perkara hukum pidana khususnya memegang peranan penting dan menentukan. Bidang hukum dan kedokteran tidak dapat di pisahkan untuk menegakkan hukum khususnya dalam rangka pembuktian atas kesalahan seorang. Hanya dokterlah yang mampu dan dapat membantu mengungkapkan misteri atas keadaan barang bukti berupa tubuh atau bagian dari tubuh manusia. Dilihat dari segi peranan ilmu kedokteran forensic di bedakan menjadi 3 yakni :

1. Ilmu ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah yuridis dalam hal ini ada hukum pidana dan hukum acara pidana

2. Ilmu ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah teknis

3. Ilmu ilmu forensik yang menangani masalah manusia

(Sri, 2008).

2.4.2 Drg Sebagai Saksi Ahli

Keterlibatan dokter gigi sehubungan dengan Kedokteran Gigi forensik dapat dibagi menjadi 3 bidang yaitu : perdata nonkriminal, kriminal, penelitian. Pada dasarnya dokter dan dokter gigi dalam membantu aparat penegak hukum dapat dibedakan atas :1. Menurut obyek pemeriksaan :

a) Orang hidup

b) Jenazah

c) Benda-benda atau yang berasal dari dalam tubuh.

2. Menurut jasa yang diberikan :

a) Melakukan pemeriksaan lalu mengemukakan pendapat dari hasil pemeriksaannya.

b) Mengajukan atau mengemukakan pendapat saja.

3. Menurut tempat kerja :

a) Di rumah sakit atau laboratorium

b) Pemeriksaan di tempat kejadian

c) Di muka sidang pengadilan

Tugas dokter gigi dalam lingkup forensik adalah melakukan pemeriksaan terhadap keadaan mulut dan gigi dan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan mulut dan gigi, contohnya memeriksa bekas gigitan. Oleh sebab itu seorang dokter gigi dapat dilibatkan dalam pembuatan Visum et Repertum oleh dokter pembuat Visum et Repertum sebagai konsultan untuk memeriksa keadaan mulut dan geligi korban, karena dokter gigi tidak memiliki wewenang khusus untuk membuat Visum et Repertum. Walaupun demikian, dokter gigi dapat membuat berbagai hasil pemeriksaan yang kedudukannya setara dengan Visum et Repertum tetapi tidak dengan judul Visum et Repertum.Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan pengalaman keahliannya tentang fakta atau data suatau kejadian, baik yang ditemukan sendiri maupun oleh orang lain, serta mampu menyampaikan pendapatnya tersebut (Abdul, 1997).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagai saksi ahli harus dapat menarik kesimpulan, serta menyatakan pendapat sesuai dengan keahliannya. Berdasarkan pasal 184 KUHAP ayat (1), keterangan ahli yang diberikan oleh saksi ahli di pengadilan adalah merupakan salah satu alat bukti yang syah.

Tata cara pemanggilan saksi ahli diatur dalam pasal 227 KUHAP, secara garis besarnya adalah :

a. Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan.

b. Petugas yang melaksanakan panggilan harus bertemu sendiri danberbicara langsung dengan orang yang dipanggil.

c. Bila orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat tinggalnya atau tempat kediamannya yang terakhir, surat panggilan disampaikan melalui Kepala Desa atau pejabat, dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat di mana orang yang dipanggil tinggal.

Apabila saksi ahli telah datang ke pengadilan sesuai dengan tanggal pemanggilannya, pertama-tama saksi ahli melaporkan kedatangannya kepada panitera pengadilan, lalu menunggu gilirannya untuk dipanggil memasuki ruang sidang. Di ruang sidang saksi ahli duduk berhadapan dengan hakim, dan setiap pertanyaan yang diajukan oleh jaksa, pengacara atau terdakwa kepadasaksi ahli harus melalui hakim. Semua jawaban yang diberikan harus jelas,tidak berbelit, menggunakan bahasa Indonesia yang baik, mudah dipahami, hati-hati, sopan, dan sesuai batas profesi (Adami, 2007).

Undang-undang memberikan batasan bahwa hakim dilarang mendengarkan orang-orang tertentu sebagai saksi yaitu mereka yang oleh Undang-undang dianggap tidak mampu mutlak dan tidak mutlak relatif. Yang mutlak tidak dapat didengar pendapatnya adalah karena memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan yang berperkara, sedangkan tidak mutlak relatif adalah orang yang belum memenuhi syarat-syarat tertentu karena belum cukup umur atau karena terganggu kesehatannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai seorang saksi ahli adalah :

a. Syarat obyektif.

1) Sehat, dewasa, tidak dibawah perwalian, sebagaimana (pasal 171 KUHAP Pidana).

2) Tidak boleh ada hubungan keluarga dengan terdakwa, baik pertaliandarah atau karena perkawinan, dan bukan orang yang bekerja atau yangmendapat gaji dari terdakwa (pasal 168 KUHAP pidana).

b. Syarat Formil

Saksi ahli harus disumpah menurut aturan agamanya, untuk memberiketerangan yang sebenarnya, sebagai-mana diatur dalam pasal 120 ayat(2) KUHAPidana, pasal 179 ayat (2) KUHAP Pidana.

Didasarkan KUHAP, saksi ahli memiliki kewajiban dan hak sebagai berikut :

a. Kewajiban :

1) Didasarkan pasal 159 ayat (2) KUHAP Pidana saksi ahli wajib menghadapke persidangan setelah dipanggil dengan patut.

2) Didasarkan pasal 160 KUHA Pidana, saksi ahli wajib ber-sumpahmenurut agamanya untuk memberi keterangan yang sebenarnya.

b. Hak sebagai saksi ahli :

Didasarkan pasal 229 KUHAP, saksi ahli yang telah hadir berhak mendapatpenggantian biaya menurut Undang-undang yang berlaku.

(Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 184 ayat 1)

2.4.3 Kewenangan Drg Dalam Forensik

Tugas pokok seorang dokter dalam bidang forensik adalah membantu pembuktian melalui pembuktian ilmiah termasuk dokumentasi informasi/prosedur, dokumentasi fakta, dokumentasi temuan, analisis dan kesimpulan, presentasi (sertifikasi).Dinilai menurut waktu penyelidikan hingga persidangan dokter mempunyai peran sebagai berikut:

1. Masa Penyelidikan :Pemeriksaan di TKP dan analisis data yang ditemukan 2. Masa Penyidikan : Pembuatan visum et repertum dan BAP saksi ahli 3. Masa Persidangan : Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai saksi ahli pemeriksa , menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan VeR dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah (Sampurna, 2009).