BAB 2 - UMBJM

35
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit 2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang merupakan suatu jaringan ikat dengan spesifikasi yang khusus dan bereaksi secara terbatas terhadap suatu keadaan abnormal. Secara umum, tulang bereaksi terhadap keadaan abnormal melalui tiga cara, yaitu kematian lokal, gangguan deposisi tualang, dan gangguan resorpsi tulang (Pearce, 2009) Gambar 2.1 (Paulsen, 2010)

Transcript of BAB 2 - UMBJM

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi

Tulang merupakan suatu jaringan ikat dengan spesifikasi yang khusus

dan bereaksi secara terbatas terhadap suatu keadaan abnormal. Secara

umum, tulang bereaksi terhadap keadaan abnormal melalui tiga cara,

yaitu kematian lokal, gangguan deposisi tualang, dan gangguan

resorpsi tulang (Pearce, 2009)

Gambar 2.1 (Paulsen, 2010)

7

2.1.1.1 Kerangka Anggota Gerak Atas

Kerangka anggota gerak atas dikaitkan dengan kerangka

badan dengan perantaraan gelang bahu yang terdiri dari

skapula dan klavikula. Tulang-tulang yang membentuk

kerangka lengan antara lain : gelang bahu (skapula dan

klavikula), humerus, ulna dan radius, karpalia, metakarpalia

dan falangus. Gelang bahu yaitu persendian yang

menghubungkan lengan dengan badan. Pergelangan ini

mempunyai mangkok sendi yang tidak sempurna oleh karena

bagian belakangnya terbuka. Bagian ini di bentuk oleh dua

buah tulang yaitu skapula dan klavikula.

a. Bagian-bagian Tulang Ekstremitas

Tulang-tulang ekstremitas atas terdiri atas tulang skapula,

klavikula, humerus, radius, ulna, karpal, metakarpal, dan

tulang-tulang phalangs (Pearce, 2009).

1) Tulang Skapula

Skapula (tulang belikat) terdapat di bagian punggung

sebelah luar atas, mempunyai tulang iga I sampai VIII,

bentuknya hampir segitiga. Di sebelah atasnya

mempunyai bagian yang di sebut spina skapula.

Sebelah atas bawah spina skapula terdapat dataran

melekuk yang di sebut fosa supraskapula dan fosa

infraskapula. Ujung dari spina skapula di bagian bahu

membentuk taju yang di sebut akromion dan

berhubungan dengan klavikula dengan perantara

persendian. Di sebelah bawah medial dari akromion

terdapat sebuah taju menyerupai paruh burung gagak

yang disebut dengan prosesus korakoid. Di sebelah

bawahnya terdapat lekukan tempat kepala sendi yang

di sebut kavum glenoid.

8

2) Tulang Klavikula

Klavikula adalah tulang yang melengkung membentuk

bagian anterior dari gelang bahu.Untuk keperlua

pemeriksaan dibagian atas batang dan dua

ujung. Ujung medial disebut extremitas sternal dan

membuat sendi dengan sternum. Ujung lateral

disebut extremitas akrominal, yang bersendi pada

proseus akrominal dari scapula. Klavikula merupakan

tulang yang berartikulasi dengan skapula di sisi lateral

dan dengan manubrium di sisi medial yang berfungsi

sebagai penahan skapula yang mencegah humerus

bergeser terlalu jauh

3) Tulang Humerus

Humerus merupakan tulang panjang pada lengan atas,

yang berhubungan dengan skapula melalui fossa

glenoid. Di bagian proksimal, humerus memiliki

beberapa bagian antara lain leher anatomis, leher

surgical, tuberkel mayor, tuberkel minor dan sulkus

intertuberkular. Di bagian distal, humerus memiliki

beberapa bagian antara lain condyles, epicondyle

lateral, capitulum, trochlear, epicondyle medial dan

fossa olecranon (di sisi posterior). Tulang ulna akan

berartikulasi dengan humerus di fossa olecranon,

membentuk sendi engsel. Pada tulang humerus ini juga

terdapat beberapa tonjolan, antara lain tonjolan untuk

otot deltoid.

Secara anatomis tulang humerus terbagi menjadi tiga

bagian yaitu :

9

a) Bagian atas humerus/ kaput (ujung atas)

Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas

sebuah kepala yang membuat sendi dengan rongga

glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari

banguan sendi bahu. Di bawahnya terdapat bagian

yang lebih ramping disebut leher anatomik. Di

sebelah luar ujung atas di bawah leher anatomik

terdapat sebuah benjolan yaitu tuberositas mayor

dan di sebelah depan terdapat sebuah benjolan

lebih kecil yaitu tuberositas minor. Di antara

tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus

intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot

bisep. Di bawah tuberositas terdapat leher

chirurgis yang mudah terjadi fraktur (Pearce,

2009).

b) Corpus humerus (badan humerus)

Sebelah atas berbentuk silinder tetetapi semakin ke

bawah semakin pipih. Di sebelah lateral batang,

tepat di atas pertengahan disebut tuberositas

deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid).

Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah

belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah

lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau

saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah

spiralis atau radialis (Pearce, 2009).

c) Bagian bawah humerus/ ujung bawah.

Berbentuk lebar dan agak pipih di mana

permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang

10

lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi

sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat

persendian dengan ulna dan di sebelah luar

terdapat kapitulum yang bersendi dengan radius.

Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus

terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan

medial. (Pearce, 2009).

4) Tulang Ulna

Ulna adalah sebuah tulang pipa yang mempunyai

sebuah batang dan dua ujung. Tulang itu adalah tulang

sebelah medial dari lengan bawah dan lebih panjang

dari radius. Kepala ulna berada disebelah ujung

bawah. Di daerah proksimal, ulna berartikulasi dengan

humerus melalui fossa olecranon (di bagian posterior)

dan melalui prosesus coronoid (dengan trochlea pada

humerus). Artikulasi ini berbentuk sendi engsel,

memungkinkan terjadinya gerak fleksi-ekstensi. Ulna

juga berartikulasi dengan radial di sisi lateral.

Artikulasi ini berbentuk sendi kisar, memungkinkan

terjadinya gerak pronasi-supinasi. Di daerah distal,

ulna kembali berartikulasi dengan radial, juga terdapat

suatu prosesus yang disebut sebagai prosesus styloid.

5) Tulang Radius

Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah.

Merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan dua

ujung dan lebih pendek daripada ulna. Di daerah

proksimal, radius berartikulasi dengan ulna, sehingga

memungkinkan terjadinya gerak pronasi-supinasi.

Sedangkan di daerah distal, terdapat prosesus

11

styloid dan area untuk perlekatan tulang-tulang karpal

antara lain tulang scaphoid dan tulang lunate.

6) Tulang Karpal

Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang

berartikulasi dengan ujung distal ulna dan radius, dan

dengan ujung proksimal dari tulang metakarpal.

Antara tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi

geser. Ke delapan tulang tersebut adalah scaphoid,

lunate, triqutrum, piriformis, trapezium, trapezoid,

capitate, dan hamat

a) Metakarpal

Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di

pergelangan tangan dan bagian proksimalnya

berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang

karpal. Persendian yang dihasilkan oleh tulang

karpal dan metakarpal membuat tangan menjadi

sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang

terdapat antara tulang karpal dan metakarpal

memungkinkan ibu jari tersebut melakukan

gerakan seperti menyilang telapak tangan dan

memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu.

Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2

(jari telunjuk) terdapat tulang sesamoid.

b) Falang

Falang juga tulang panjang,mempunyai batang dan

dua ujung. Batangnya mengecil diarah ujung distal.

Terdapat empat belas falang, tiga pada setiap jari

dan dua pada ibu jari.Sendi engsel yang terbentuk

antara tulang phalangs membuat gerakan tangan

12

menjadi lebih fleksibel terutama untuk

menggenggam sesua. Phalanx terdiri dari tulang

pipa pendek yang berjumlah 14 buah dan dibentuk

dalam lima bagian tulang yang saling berhubungan

dengan metacarpal.

Setiap jari memiliki tiga phalanx, yaitu phalanx

proximal, phalanx medial, dan phalanx distal.

(1) Phalanx I: terdiri dari 3 bagian yaitu basis

(proximal), corpus

(medial) dan troclea (basis distal).

(2) Phalanx II: bagiannya sama dengan phalanx

I yaitu basis

(proximal), corpus (medial), dan troclea (basis

distal).

(3) Phalanx III: phalanx terkecil dan terujung

dengan ujung

distal mempunyai tonjolan yang sesuai dengan

tempat kuku

yang disebut tuberositas unguicilaris

2.1.1.2 Otot Ekstremitas Atas

a. M. Triceps : Adalah otot yang terletak di sepanjang

lengan atas.

Berfungsi : meluruskan lengan atas di siku dan

meluruskan lengan.

b. M. Biceps :Adalah otot lengan atas.

Berfungsi : untuk menekuk lengan

c. M. Brachialis Adalah otot kecil yang terletak disebelah

luar biceps. : Berfungsi : Sendi Siku (Fleksi)

d. M. Brakiorodialis : Adalah otot lengan bawah

13

Berfungsi : bertindak untuk melenturkan lengan bawah

pada siku.

e. M. Anconeus : Adalah otot kecil pada aspek posterior

dari sendi siku.

Berfungsi : meluruskan siku dengan lemah dan memutar

ulna untuk menghadapkan telapak tangan ke bawah.

f. M. Deltoideus : Adalah otot yang membentuk struktur

bulat pada bahu manusia, biasanya digunakan untuk

melakukan suntikan indra – mskular.

Berfungsi :mengangkat lengan menjauhi tubuh ke depan,

samping dan belakang.

g. M. Biceps brachi : Adalah terletak didekat dengan

permukaan kulit sehingga mudah terlihat.

Berfungsi : untuk menekuk lengan atas ke siku dan

memutar telapak tangan ke atas.

i. M. Teres minor : Adalah otot tebal dan bulat kecil ada

belikat.

Berfungsi : untuk memtar lengan ke luar.

j. M. Teres major : Adalah otot yang tebal dan bulat.

Berfungsi : untuk melekatkan, melonggarkan dan

memutarkan lengan ke arah medial.

k. M Abdector Polsis brevis : Adalah otot ditangan.

Berfungsi menarik ibu jari kedala menuju telapak tangan

l. M Aponeurosis Palmar : Adalah otot yang menjadi titik

pelekatan bagi kulit dan melindungi tendon dibawahnya.

m. M Fleksor karpi ulnaris : Adalah otot lengan bawah

manusia

n. Berfungsi : melenturkan tangan, ataupun menekuk dan

menarik pergelangan tangan kedalam.

2.1.2 Pengertian Fraktur

14

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang

rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan

tulang atau osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan

dapat juga disebabkan karena kecelakaan (Price, 2012).

Fraktur radius distal adalah terputusnya kontinuitas tulang radius,

fraktur radius terbuka maupun tertutup akibat kecelakaan lalu lintas

harus selalu diperhatikan terutama pada ftaktur terbuka akan

terkontaminasi oleh mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi.

(Sjamsuhidajat,2010)

Fraktur radius distal adalah salah satu macam dari fraktur yang biasa

terjadi pada pergelangan tangan, diakibatkan karena jatuh dengan

memutar dan menekan lengan bawah . (Smeltzer & Bare, 2013).

2.1.3 Penyebab

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi

kemampuan tulang dalam menahan takanan. Tekanan pada tulang

dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat

spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur

transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang menyebabkan fraktur

impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal dapat

menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan

vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak (Muttaqin,2011)

Secara umum penyebab fraktur adalah sebagai berikut:

2.1.3.1 Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik

terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering

bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau

miring.

15

2.1.3.2 Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang

ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang

patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur

hantaran vektor kekerasan.

2.1.3.3 Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang

terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,

penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan

penarikan.

Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat

tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur pada anak-anak

biasanya sebagai akibat trauma dari kecelakaan kendaraan

bermotor, jatuh, atau penganiayaan anak. Karena jaringan

lunak pada anak-anak fleksibel, fraktur terjadi lebih sering

daripada cedera jaringan lunak.

2.1.4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang

datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah

trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang

membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan

tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.

Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon

inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan

leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang

16

merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Price,

2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur sebagai berikut :

a. Faktor ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang

tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang

dapat menyebabkan fraktur.

b. Faktor intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang

menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti

kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan

kepadatan atau kekerasan tulang.

c. Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang

lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan

tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh

aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan

tulang, yaitu:

1) Stadium satu (pembentukan hematoma)

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma

disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk

fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai

tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.

Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan

berhenti sama sekali.

2) Stadium dua (proliferasi seluler)

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi

sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari

17

periosteum, endosteum,dan bone marrow yang telah

mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami

proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang

lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan

terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari

terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua

fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung

selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,

tergantung frakturnya.

3) Stadium tiga (pembentukan kallus)

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang

kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan

yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan

juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh

kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi

dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa

sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan

kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang

yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat

sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada

4 minggu setelah fraktur menyatu.

4) Stadium empat (konsolidasi)

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut,

anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini

sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast

menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan

tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah

yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang

baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin

18

perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal.

5) Stadium lima (remodelling)

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang

yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun,

pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses

resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.

Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada tempat

yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak

dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan

akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya.

19

2.1.5 Pathway

2.1.5.1 Bagan Fraktur

Etiologi

Trauma ( langsung atau tidak langsung ) patologi

Fraktur ( terbuka atau tertutup )

Kehilangan integritas Perubahan fragmen tulang Fraktur terbuka ujung

tulang kerusakan pada jaringan tulang menembus

dan pembuluh darah otot dan kulit

ketidakstabilan posisi fraktur,

apabila organ fraktur Perdarahan lokal Luka

digerakkan

Hematoma pada daerah

fragmen tulang yang patah fraktur

menusuk tulang sekitar

(Lorraine, 2015)

2.1.6 Tanda dan Gejala

GangguanIntegritas kulit

Gangguan rasanyaman nyeri

Sindrom kompartemenketerbatasan aktivitas

Defisit perawatan diri

Aliran darah ke daerahdistal berkurang atau

terhambat

Kerusakan neuromuskuler

Gangguan fungsi organ distal

(warna jaringan pucat, nadilemas, cianosis, kesemutan)

Gangguan mobilitas fisik

Kuman mudah masuk

Resiko tinggiinfeksi

20

2.1.6.1 Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur

merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk

meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2.1.6.2 Deformitas

Pergeseran fragmen pada fraktur menyebakan deformitas

(terlihat maupun terasa), deformitas dapat diketahui dengan

membandingkan ekstremitas yang normal.

2.1.6.3 Krepitus

Saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang terasa akibat gesekan antara

fragmen satu dengan lainnya.

2.1.6.4 Pembengkakan dan perubahan warna

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

pembengkakan dan perubahan warna lokal yang mengikuti

fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari

setelah cidera

x

2.1.6.5 Berkurangnya gerakan tangan yang sakit

Kurangnya sensasi yang dapa terjadi karena adanya gangguan

saraf, di mana syaraf ini terjepit atau terputus oleh

fragmen tulang.

2.1.6.6 Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidak

stabilan tulang.

2.1.6.7 Pergerakan abnormal

2.1.7 Komplikasi

21

Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur menurut American

College of Surgeons Comittee on Trauma dalam Parahita dan

Kurniyanta (2012) adalah:

2.1.7.1 Perdarahan arteri

Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau

tulang di dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri.

Cidera ini dapat menimbulkan pendarahan besar pada luka

terbuka atau pendarahan di dalam jaringan lunak. Ekstrimitas

yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi ekstremitas

menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang

membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma

vaskular. Cidera ini menjadi berbahaya apabila kondisi

hemodinamik pasien tidak stabil.

2.1.7.2 Sindroma Kompartemen

Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di

mana otot dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu

diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai lapisan

penahan. Kompartemen akibat edema yang timbul akibat

revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau

karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan tekanan

dari luar misalkan balutan yang menekan.

Tanda dan gejala sindroma kompartemen adalah :

b. Pain (nyeri) bertambah dan khususnya meningkat dengan

gerakan pasif yang meregangkan otot bersangkutan. Nyeri

terjadi karena saraf mendapat tekanan dari luar.

c. Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena,

menurunnya sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang

melewati kompartemen tersebut.

d. Pale atau pucat karena pembuluh darah juga mendapat

tekanan dari luar.

22

e. Paralysis

f. Pulseless, denyut nadi menjadi melemah atau menghilang

karena pembuluh darah mendapat tekanan dari luar

g. Osteomyelitis

h. Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup

sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous

(infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous

(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat

masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau

selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang,

fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi

karena trauma dan fraktur-fraktur dengan sindrom ko

mpartemen atau luka vaskular memiliki risiko

osteomyelitis yang lebih besar.

i. Mal union

Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,

tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi

pemendekan atau union secara menyilang

j. Delayed union

Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk

menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang

menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh

setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan

lima bulan untuk anggota gerak bawah.

k. Non union

Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan

tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat

pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi

tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama

infeksi.

23

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya

dislokasi. Lihat kesegarisan antara klafikula, scapula, humerus, radius,

ulna, carpal, metacarpal, falank. Pemeriksaan penunjang yang perlu

dilakukan pada pasien fraktur diantaranya:

2.1.8.1 Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah

“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk

mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan

tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau

PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi

tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan

pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu

disadari bahwa permintaan X-ray harus atas dasar indikasi

kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai

dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-

ray:bayangan jaringan lunak;

2.1.8.2 tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi;

2.1.8.3 trobukulasi ada tidaknya rare fraction;

2.1.8.4 sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

2.1.8.5 Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis

fraktur, seperti :

a. Tomografi

Pemeriksaan ini menggambarkan tidak satu struktur saja

tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi.

Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada

struktur lain juga mengalaminya.

b. Myelografi

24

Pemeriksaan ini menggambarkan cabang-cabang saraf

spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae

yang mengalami kerusakan akibat trauma.

c. Arthrografi

Pemeriksaan ini menggambarkan jaringan-jaringan ikat

yang rusak karena ruda paksa.

d. Computed Tomography-Scan (CT-Scan)

Pemeriksaan ini menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur

tulang yang rusak.

e. Pemeriksaan Laboratorium

1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada

tahap penyembuhan tulang.

2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk

tulang.

3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat

Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase

(AST), aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

2.1.9 Penatalaksanan

Prosedur penatalaksanaan fraktur ekstermita atas adalah sebagai

berikut:

25

2.1.9.1 Pembedahan

Metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya

saat ini adalah pembedahan. Berikut ini jenis pembedahan

pada pasien fraktur antebrachii:

2.1.9.2 ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu prosedur

pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan

mengembalikan stabilitas dan mengurangi rasa nyeri pada

tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup, paku

dan pin logam

2.1.9.3 Reduksi terbuka dengan melakukan kesejajaran tulang yang

patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan

pemanjangan tulang yang patah

2.1.9.4 Fiksasi ekterna yaitu mengobati fraktur terbuka dengan

kerusakan jaringan lunak dimana garis fraktur direduksi,

disejajarkan dan diimobilisasi dengan sejumlah pin yang

dimasukkan ke dalam fragmen tulang.

2.1.9.5 Gips

Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai

dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips

adalah :

a. Immobilisasi dan penyangga fraktur;

b. Istirahatkan dan stabilisasi;

c. Koreksi deformitas;

d. Mengurangi aktifitas;

e. Membuat cetakan tubuh orthotic.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips

adalah:

1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan;

2) Gips patah tidak bisa digunakan;

3) Gips yang terlalu kecil atau longgar sangat

membahayakan

26

4) Tidak merusak / menekan gips;

5) Tidak memasukkan benda asing ke dalam gips /

menggaruk;

6) Tidak meletakkan gips lebih rendah dari tubuh

terlalu lama.

2.1.9.6 Traksi (mengangkat/menarik)

Traksi secara umum dilakukan dengan menempatkan beban

dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan

disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris

dengan sumbu panjang tulang yang patah.

a. Metode pemasangan traksi antara lain :

1) Traksi manual

Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi

fraktur, dan pada keadaan emergency. Traksi

mekanik, ada 2 macam :

a) Traksi kulit

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk

struktur yang lain misal otot. Digunakan dalam

waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.

b) Traksi skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa

yang merupakan balanced traction. Dilakukan

untuk menyempurnakan luka operasi dengan

kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan

metal.

2) Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:

a) Mengurangi nyeri akibat spasme otot;

b) Memperbaiki & mencegah deformitas;

27

c) Immobilisasi;

d) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri

tulang sendi);

e) Mengencangkan pada perlekatannya.

3) Prinsip pemasangan traksi, meliputi:

a) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga

menimbulkan gaya tarik

b) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus

seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat

dipertahankan

c) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya

diberi lapisan khusus

d) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol

e) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan

lantai

f) Traksi yang dipasang harus baik dan terasa

nyaman

2.2 Asuhan Keperawatan Klien Fraktur Radius Distal Dekstra Dan

Sinistra

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

2.2.1.1 Anamnesis

a. Identitas pasien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),

jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan

diagnosis medis.

b. Keluhan utama

28

Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan

kesehatan adalah sebagai berikut.

1) Nyeri

Sifat dari nyeri antara lain:

a) lokasi setempat/meluas/menjalar;

b) ada trauma riwayat atau tidak;

c) sejak kapan dan apa sudah mendapat

pertolongan;

d) bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-

tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-menerus

atau hanya waktu bergerak/istirahat dan

seterusnya;

e) apa yang memperberat/mengurangi nyeri;

f) nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari;

g) apakah keluhan ini untuk pertama kali atau

sering hilang timbul.

2) Kelainan bentuk/pembengkokan

a) angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih

panjang);

b) benjolan atau karena ada pembengkakan

3) Kekakuan/kelemahan

a) Kekakuan: pada umumnya mengenai

persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai

nyeri, sehingga pergerakan terganggu.

b) Kelemahan: apakah yang dimaksud instability

atau

kekakuan otot menurun/melemah/kelumpuhan.

c. Riwayat penyakit sekarang

29

Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan

penyebab dari fraktur yang dapat membantu dalam

membuat rencana tindakan terhadap pasien berupa

kronologi terjadinya penyakit.

d. Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian dilakukan untuk menemukan penyebab

fraktur dan lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan

penyakit paget’s menyebabkan fraktur patologis sering

sulit buat menyambung.

e. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga berhubungan dgn penyakit tulang

adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,

seperti diabetes, osteoporosis sering terjadi pada

beberapa keturunan, dan kanker tulang cenderung

diturunkan secara genetik.

f. Pola-pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

2) Pola nutrisi dan metabolisme

3) Pola eliminasi

4) Pola aktivitas dan latihan

5) Pola tidur dan istirahat

6) Pola hubungan dan peran

7) Pola persepsi dan konsep diri

8) Pola sensori dan kognitif

9) Pola reproduksi seksual

10) Pola penanggulangan stress

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

g. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan

fraktur yang dialami pasien secara lebih jelas.

30

Pemeriksaan fisik meliputi primary survey (dilakukan

dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan

secondary survey (untuk mengetahui gerakan pasien

apakah masih dianggap normal atau tidak).

1) Keadaan umum, tanda vital

2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi,

auskultasi): kepala, mata, telinga, hidung, mulut,

leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit

dan kuku, dan keadaan lokal.

h. Pemeriksaan fraktur

1) Look/inspeksi

a) Bandingkan dengan bagian yang sehat

b) Perhatikan posisi anggota gerak secara

keseluruhan

c) Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

d) Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan

lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau

terbuka

e) Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi,

rotasi dan pemendekan

f) Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada

trauma pada organ-organ lain

g) vaskularisasi

2) Feel/palpasi

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena

penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal

yang perlu diperhatikan:

a) Nyeri tekan

b) Krepitasi

c) Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma

31

d) Pengukuran tungkai terutama pada tungkai

bawah untuk mengetahui adanya perbedaan

panjang tungkai

3) Move/gerakan

a) Periksa pergerakan dengan mengajak penderita

untuk menggerakkan secara aktif dan pasif

sendi proksimal dan distal dari daerah yang

mengalami trauma

b) Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan

akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji

pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,

disamping itu juga dapat menyebabkan

kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh

darah dan saraf

c) Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila

fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang

baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh

pergeseran atau beradunya ujung-ujung

tulangkortikal. Pada tulang spongiosa atau

tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.

d) Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi,

gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan,

range of motion dan kekuatan serta kita

melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah

ada gerakan tidak normal atau tidak. Gerakan

tidak normal merupakan gerakan yang tidak

terjadi pada sendi, misalnya pertengahan femur

dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling

penting adanya fraktur yang membuktikan

adanya putusnya kontinuitas tulang

sesuaidefinisi fraktur. Hal ini penting untuk

32

membuat visum, misalnya bila tidak ada

fasilitas pemeriksaan rontgen.

i. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada

pasienfraktur adalah:

1) Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi

dan garis fraktur.

2) X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan

mekanisme terjadinya trauma. Umumnya

menggunakan proyeksi anteroposterior dan lateral.

3) CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan

anatomi tulang khusunya pada cedera plafon.

4) MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada

tulang rawan, ligament dan tendon.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot,

edema, kerusakan jaringan lunak

2.2.2.2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan

tulang (fraktur terbuka)

2.2.2.3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal,

immobilisasi

2.2.2.4 Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma

jaringan

33

2.2.3 Perencanaan

Tabel 2.1

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional

1 Nyeri akut berhubungan dengan

fraktur tulang, spasme otot,

edema, kerusakan jaringan lunak

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1X6

jam diharapkan nyeri dapat

berkurang

NOC:

1. Pain level

2. Pain control

3. Comfort level

1. Mampu mengontrol

nyeri (tahu

penyebab nyeri,

mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi

untuk mengurangi

nyeri, mencari

bantuan)

2. Melaporkan bahwa

nyeri berkurang

dengan

menggunakan

manajemen nyeri

Paint management

1. Kaji nyeri secara

komprehensif (lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, dan faktor

presipitasi)

2. Beri penjelasan mengenai

penyebab nyeri

1. Mengetahui kondisi

umum pasien dan

pertimbangan tindakan

selanjutnya

2. Pasien memahami

keadaan sakitnya

34

3. Mampu mengenali

nyeri (skala,

intensitas, frekuensi,

dan tanda nyeri)

4. Menyatakan rasa

nyaman setelah

nyeri berkurang

3. Observasi reaksi nonverbal

dari ketidaknyamanan

4. Segera immobilisasi daerah

fraktur

5. Tinggikan dan dukung

ekstremitas yang terkena

6. Ajarkan pasien tentang

alternative lain untuk

mengatasi dan mengurangi

rasa nyeri

7. Ajarkan teknik manajemen

stress misalnya relaksasi

nafas dalam

3. Respon nonverbal

terkadang lebih

menggambarkan apa

yang pasien rasakan

4. Mempertahankan posisi

fungsional tulang

5. Memperlancar arus

balik vena

6. Mengatasi nyeri

misalnya kompres

hangat, mengatur posisi

untuk mencegah

kesalahan posisi pada

tulang/jaringan yang

cedera

7. Memfokuskan kembali

perhatian,

meningkatkan rasa

kontrol dan

35

8. Kolaborasi dengan tim

kesehatan lain dalam

pemberian obat analgeik

sesuai indikasi

meningkatkan

kemampuan koping

dalam manajemen

nyeri yang mungkin

menetap untuk periode

lebih lama

8. Mengontrol atau

mengurangi nyeri

pasien

2 Gangguan intergritas

kulit/jaringan berhubungan

dengan immobilisasi, penurunan

sirkulasi, fraktur terbuka

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3X24

jam diharapkan cidera/injuri

tidak terjadi

NOC:

Risk control

1. Pasien terbebas dari

cidera

2. Pasien mampu

menjelaskan

cara/metode untuk

mencegah

Environment management

1. Kaji kulit untuk luka terbuka

terhadap benda asing,

kemerahan, perdarahan,

perubahan warna

2. Massage kulit, pertahankan

tempat tidur kering dan bebas

kerutan

1. Memberikan informasi

mengenai keadaan kulit

pasien saat ini

2. Menurunkan tekanan

pada area yang peka

dan beresiko rusak

36

injuri/cedera

3. Pasien mampu

menjelaskan faktor

resiko dari

lingkungan/perilaku

personal

4. Mampu

memodifikasi gaya

hidup untuk

mencegah injury

5. Menggunakan

fasilitas kesehatan

yang ada

6. Mampu mengenali

perubahan status

kesehatan

3. Ubah posisi dengan sering

4. Bersihkan kulit dengan air

hangat

5. Lakukan perawatan luka

secara steril

3. Mencegah terjadinya

dekubitus

4. Mengurang

kontaminasi dengan

agen luar

5. Mengurangi resiko

gangguan integritas

kulit

3 Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan

nyeri/ketidaknyamanan,

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2X24

jam diharapkan pasien

1. Pasien meningkat

dalam aktivitas fisik

Exercise therapy: ambulation

1. Kaji derajat immobilisasi

yang dihasilkan oleh cidera

1. Menentukan tindakan

keperawatan yang tepat

37

gangguan fungsi

musculoskeletal, immobilisasi

mampu melakukan

mobilitas fisik

NOC:

1. Joint movement: active

2. Mobility level

3. Self care: ADLs

4. Transfer performance

2. Mengerti tujuan dari

peningkatan

mobilitas

3. Memverbalisasikan

perasaan dalam

meningkatkan

kekuatan dan

kemampuan

berpindah

4. Memperagakan

penggunaan alat

bantu untuk

mobilisasi (walker)

2. Dorong partisipasi pada

aktivitas terapeutik

3. Bantu pasien dalam rentang

gerak aktif atau pasif

4. Ubah posisi secara periodik

5. Kolaborasi dengan ahli

terapi/okupasi/rehabilitasi

medis

2. Menlatih kekuatan otot

pasien

3. Melatih rentang gerak

aktif atau pasif pasien

secara bertahap

4. Mencegah terjadinya

dekubitus

5. Melatih rentang gerak

aktif dan pasif secara

bertahap

4 Resiko infeksi berhubungan

dengan tidak adekuatnya

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam 1. Pasien terbebas dari

Infection control

1. Inspeksi kulit adanya iritasi 1. Mengkaji adanya

38

pertahanan primer, kerusakan

kulit, trauma jaringan

infeksi dapat dihindari

NOC:

1. Immune status

2. Risk control

3. Knowledge: Infection

control

tanda dan gejala

infeksi

2. Mendeskripsikan

proses penularan

penyakit, faktor

yang mempengaruhi

penularan serta

penatalaksanaannya

3. Jumlah leukosit

dalam batas normal

4. Menunjukkan

perilaku hisup sehat

atau robekan kontinuitas

2. Kaji kulit yang terbuka

terhadap peningkatan nyeri,

rasa terbakar, edema,

eritema, drainase/bau tidak

sedap

3. Berikan perawatan kulit

dengan steril dan aseptik

4. Tutup dan ganti balutan

dengan prinsip steril

5. Kolaborasi dengan tim

kesehatan lain terkait

pemberian obat antibiotik

sesuai indikasi

iritasi atau robekan

kontinuitas

2. Mengetahui

ada/tidaknya tanda-

tanda infeksi

3. Mengurangi resiko

infeksi

4. Mengurangi resiko

penyebaran infeksi

5. Mencegah terjadinya

infeksi

39

2.2.4 Implementasi

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah perskripsi untuk perilaku

yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh

perawat sesuai dengan apa yang direncanakan. Fokus implementasi

keperawatan yang pertama pada klien Fraktur Radius distal Dekstra dan

Sinistra adalah melakukan manajemen nyeri secara PQRST. Manajemen

nyeri bertujuan untuk membantu klien dalam mengontrol nyeri ataupun

mengatur nyeri secara optimal. Fokus implementasi keperawatan yang

kedua gangguan integritas kulit yaiyu kulit klien tetap dalam keadaan

lembab. Fokus implementasi keperawatan yang ketiga adalah Hambatan

Mobilitas Fisik adalah yaitu membantu klien dalam mobilisasi untuk

menghindari kekakuan otot atau cedera pada klien. Fokus implementasi

keperawatan yang keempat adalah resiko infeksi yaitu dengan

menginpeksi kulit adanya iritasi atau robekan.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item

atau waktu yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah

hasilnya sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah

ditentukan, (NANDA, 2015). Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap

akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk hasil akhir dan seluruh

tindakan keperawatan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang

dilakukan sekaligus akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah

dilakukan dan disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang. Ada tiga

alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :

2.2.5.1 Masalah teratasi apabila klien atau kelurga menunjukkan

perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai

dengan kriteria pencapaian yang telah ditetapkan

2.2.5.2 Masalah teratasi sebagian apabila klien atau keluarga

menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatn hanya

sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

40

2.2.5.3 Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali

tidak menunjukkan perilaku dan perkembangan kesehatan atau

bahkan menimbulkan masalah yang baru.

Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan pre operasi

fraktur radius distas dekstra dan sinistra adalah :

a. Klien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri)

b. Klien terbebas dari kekakuan otot dan sendi.

c. Kulit klien tetap dalam keadaan lembab tidak kering.

d. Klien terbebas dari tanda-tanda infeksi.