BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital...
-
Upload
truonglien -
Category
Documents
-
view
217 -
download
2
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital...
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Voltametri
Voltametri merupakan salah satu teknik analisis yang didasarkan pada pengukuran arus
sebagai fungsi dari potensial. Timbulnya arus disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi dan
reduksi pada permukaan elektroda. Proses yang terjadi dapat dijelaskan menggunakan teori
lapis rangkap listrik atau permukaan Helmholtz.
Teori ini menjelaskan bahwa ketika elektroda kerja dihubungkan dengan suatu sumber
listrik, maka permukaan elektroda akan memiliki muatan listrik. Besar dan jenis muatan
listrik pada permukaan elektroda sangat bergantung pada potensial listrik yang diberikan.
Jika potensial yang diberikan cukup negatif, maka permukaan elektroda akan bermuatan
negatif dan sebaliknya. Untuk mengimbangi muatan yang terdapat pada permukaan
elektroda tersebut, maka ion-ion dalam larutan yang memiliki muatan berlawanan dengan
muatan elektroda akan tertarik ke permukaan elektroda membentuk permukaan Helmholtz.
Pasangan muatan pada permukaan elektroda dan permukaan Helmholtz ini membentuk suatu
lapisan yang disebut lapis rangkap listrik. Penjelasan mengenai reaksi yang terjadi
dipermukaan elektroda ini dapat dilihat seperti apa yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Lapis rangkap listrik
5
Ketika potensial elektroda mencapai potensial dekomposisi dari ion analit, maka ion-ion
analit yang terdapat pada permukaan Helmholtz akan tereduksi. Akibatnya konsentrasi ion-
ion analit pada permukaan Helmholtz akan berkurang. Untuk menutupi kekurangan ion-ion
analit pada permukaan Helmholtz ini maka ion-ion analit yang terdapat dalam larutan akan
berdifusi menuju permukaan elektroda. Aliran ion-ion ini akan menghasilkan arus difusi.
Arus difusi sangat bergantung pada konsentrasi ion-ion analit yang terdapat dalam larutan.
Dengan kata lain, arus difusi adalah arus yang disebabkan akibat perubahan gradien
konsentrasi pada lapis difusi dan besarnya sebanding dengan konsentrasi analit dalam
larutan. Selain arus difusi, ada dua arus lain yang juga dihasilkan pada metoda voltametri,
yaitu arus migrasi dan arus konveksi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Arus difusi, arus migrasi, dan arus konveksi.
Arus migrasi adalah arus yang timbul akibat gaya tarik elektrostatik antara elektroda dengan
ion-ion dalam larutan. Arus konveksi adalah arus yang timbul akibat gerakan fisik, seperti
rotasi atau vibrasi elektroda dan perbedaan rapat massa.
Karena informasi yang dibutuhkan dalam pengukuran dengan metode ini adalah informasi
mengenai konsentrasi analit, maka keberadaan arus migrasi dan konveksi harus
diminimalisasi agar tidak menimbulkan gangguan dalam pengukuran. Arus konveksi
diminimalisasi dengan tidak melakukan pengadukan sesaat sebelum pengukuran, untuk
mempertahankan kebolehulangan pengukuran2 dan menjaga agar temperatur larutan yang
diukur tetap, sedangkan arus migrasi diminimalisasi dengan cara penambahan larutan
elektrolit pendukung.3
6
Pengukuran voltametri menggunakan tiga jenis elektroda yaitu elektroda kerja, elaktroda
pembanding dan elektroda pendukung. Prinsip dasar dari voltametri adalah dengan
memberikan potensial tetap pada elektroda kerja dan mengamati perubahan arus yang terjadi
sebagai fungsi potensial. Sel voltametri ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Diagram sel voltametri
Elektroda kerja adalah tempat terjadinya reaksi oksidasi-reduksi dari analit. Elektroda
pembanding adalah elektroda yang potensialnya diketahui dan bernilai tetap. Potensial
elektroda pembanding tidak dipengaruhi oleh komposisi sampel. Elektroda pembanding
yang umum digunakan antara lain adalah elektroda kalomel jenuh (EKJ) atau Ag/AgCl.
Elektroda pembantu yaitu elektroda yang digunakan untuk mengalirkan sebagian besar arus
yang timbul pada proses pengukuran. Elektroda pembantu yang biasa digunakan adalah
kawat platina yang bersifat inert.
2.2 Teknik Voltametri
Ada beberapa teknik voltametri yang dapat digunakan dalam analisis suatu sampel, antara
lain voltametri pulsa dan voltametri lucutan. Voltametri pulsa meliputi voltametri pulsa
normal, voltametri pulsa diferensial, dan voltametri gelombang persegi. Voltametri lucutan
meliputi voltametri lucutan anodik, katodik, dan adsortif.
7
2.2.1 Voltametri Lucutan
Teknik lucutan merupakan teknik analisis voltametri yang sangat sensitif untuk penentuan
logam dalam jumlah renik. Teknik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu lucutan anodik, katodik,
dan adsorptif.
Teknik voltametri lucutan anodik terdiri dari 2 tahap reaksi yaitu tahap pengaturan potensial
dan tahap selusur potensial atau scanning potential. Pada tahap pertama, dilakukan deposisi
analit pada permukaan elektroda kerja. Tahap ini disebut juga tahap prekonsentrasi. Analit-
analit tersebut di pra-konsentrasikan melalui proses elektrodeposisi katoda dalam rentang
waktu dan potensial tertentu yang pada umumnya menggunakan elektroda raksa. Potensial
deposisi yang digunakan biasanya 0,3-0,5 V lebih negatif dibandingkan nilai E0. Ion-ion
logam mencapai elektroda secara difusi (akibat adanya gradien konsentrasi) maupun
konveksi (akibat pengadukan larutan) sambil direduksi dan terkonsentrasi di permukaan
elektroda menurut reaksi berikut :
Mn+ + ne- → M (1)
Untuk meningkatkan jumlah analit yang terdeposisi maka larutan dapat diaduk atau
pengukuran dilakukan dengan menggunakan elektroda yang dapat berputar. Lamanya waktu
deposisi ditentukan oleh tingkat konsentrasi ion analit. Makin kecil konsentrasinya makin
lama waktu yang dibutuhkan untuk deposisi. Pengadukan dihentikan sesaat sebelum
dilakukan scanning potential untuk meminimalkan arus konveksi..
Tahap kedua adalah tahap selusur potensial atau scanning potential. Scanning dilakukan dari
potensial yang lebih negatif menuju potensial yang lebih positif. Ketika potensial bergerak
menuju potensial yang lebih positif, analit yang terdeposisi pada permukaan elektroda akan
larut kembali ke dalam larutan sebagai bentuk dari reaksi oksidasi. Arus yang timbul
digambarkan dalam bentuk voltamogram sebagai fungsi dari potensial. Tahapan reaksi yang
terjadi digambarkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Tahap-tahap dalam teknik Voltametri Lucutan Anodik
Potensial signal eksitasi dan voltamogram untuk teknik voltametri lucutan anodik
diperlihatkan oleh Gambar 2.5.
8
Gambar 2.5 Potensial signal eksitasi dan voltamogram
untuk teknik voltametri lucutan anodik.
Analisis menggunakan teknik voltametri lucutan katodik pada dasarnya sama dengan teknik
voltametri lucutan anodik, terkecuali dua hal yaitu tahap deposisi yang terjadi pada
voltametri lucutan katodik merupakan tahap oksidasi. Kedua, aliran potensial yang terjadi
pada saat pembacaan terjadi dari potensial yang lebih positif menuju potensial yang lebih
negatif, reaksi yang terjadi pada permukaan elektroda adalah reaksi reduksi analit sehingga
analit akan kembali larut.
Dalam voltametri adsorptif tahap deposisi terjadi tanpa proses elektrolisis. Analit akan
teradsorpsi menuju permukaan elektroda. Ketika deposisi telah selesai, pengukuran dapat
dilakukan secara anodik ataupun katodik tergantung dari proses lucutan yang terjadi pada
analit apakah reduksi atau oksidasi.
Gangguan yang mungkin timbul pada VLA adalah tumpang tindih dari puncak-puncak
akibat kemiripan potensial oksidasinya, kehadiran senyawa organik dengan permukaan yang
aktif yang dapat teradsorpsi di permukaan elektroda dan menghambat deposisi logam, serta
pembentukkan senyawa antarlogam yang mengganggu ukuran dan posisi munculnya puncak.
Kombinasi dari tahap prakonsentrasi dan pengukuran elektrokimia dari akumulasi analit
pada permukaan elektroda menyebabkan teknik lucutan menjadi teknik elektrokimia yang
9
paling sensitif4 sehingga mampu memberikan sensitivitas yang cukup tinggi untuk
pengukuran kadar logam dalam orde konsentrasi yang sangat kecil (ppb).
2.3 Bismut
Bismut merupakan senyawa kimia dengan simbol Bi dan memiliki nomor atom 83. Dalam
sisitem periodik, bismut masuk ke dalam golongan 15. Diantara golongan logam berat,
bismut memilliki satu sifat yang tidak sama dengan atom-atom tetangganya. Bismut
memiliki tingkat racun yang lebih rendah dibandingkan timbal, talium, dan antimon. Bismut
jika dipanaskan atau dibakar akan membentuk suatu oksida yang berwama kuning. Senyawa
tersebut bereaksi dengan halogen dan belerang. Selain itu oksidanya larut dalam asam nitrat
dan asam sulfat. Bismuth merupakan penghantar panas yang buruk dan bersifat diamagnetik
namun merupakan kondutor yang sangat baik. Logam bismut diperlihatkan pada Gambar
2.6.
Gambar 2.6 Logam bismuth
2.4 Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3, memiliki
afinitas yang tinggi terhadap unsur-unsur belerang, memiliki nomor atom antara 22-92,
terletak pada perioda 4-7, dan merupakan zat pencemar yang berbahaya.
Berdasarkan Kementrian Negara Kependudukan Lingkungan Hidup tahun 1999, sifat racun
dari logam berat dibagi menjadi 3 kelompok.
10
• Kelompok 1, memiliki tingkat racun yang tinggi. Contoh Hg, Cd, Pb, dan Zn.
• Kelompok 2, memiliki tingkat racun sedang. Contoh Cr, Ni, dan Co.
• Kelompok 3, memiliki tingkat racun rendah. Contoh Mn dan Fe.
Sifat-sifat logam berat antara lain :
1. Logam berat sulit terdegradasi sehingga akan sangat mudah terakumulasi dalam
lingkungan perairan dan sulit terurai secara alami.
2. Dapat terakumulasi dalam tubuh organisme perairan seperti ikan yang akan berdampak
pada manusia yang mengkonsumsi.
3. Mudah terakumulasi pada sedimen sehingga konsentrasinya akan selalu lebih tinggi dari
konsentrasi logam dalam air. Sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan massa air
yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air sehingga
sedimen menjadi sumber pencemar dalam jangka waktu tertentu.
Proses perjalanan logam berat dari sumber pencemar hingga sampai ke dalam tunuh manusia
ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Lintas perjalanan logam berat
Industri Limbah logam berat
Sungai Laut
Batuan
Irigasi Tambak
Air minum
Fitoplankton
Zooplankton
Pertanian Ikan Bentos
Manusia
Ikan
11
2.5 Elektroda Lapis Tipis Bismut
Raksa atau mercury telah menjadi material elektroda pilihan untuk berbagai aplikasi
pengukuran dengan stripping voltammetry. Dua sistem dasar elektroda raksa, yaitu elektroda
film raksa (MFE) dan elektroda tetes raksa tergantung (HMDE) secara luas telah digunakan
untuk mendapatkan sensitivitas pengukuran yang tinggi dan kebolehulangan yang baik.5
Akan tetapi, mengingat sifat raksa yang termasuk dalam kelompok logam berat berkadar
racun tinggi, maka banyak peneliti mulai mencari material alternatif yang dapat digunakan
sebagai material elektroda pengganti raksa yang memiliki kinerja baik dan bersifat lebih
ramah lingkungan.
Pada tahun 2000 untuk pertama kalinya diperkenalkan elektroda bismut sebagai pengganti
elektroda raksa dengan substrat glassy carbon dan fiber.1 Dari penelitian tersebut diperoleh
hasil bahwa elektroda glassy carbon-bismut memberikan kinerja yang hampir mendekati
kinerja elektroda raksa dan bersifat lebih ramah lingkungan. Penggunaan glassy carbon
sebagai substrat masih dinilai belum efektif dilihat dari segi biaya karena glassy carbon
masih terhitung mahal. Pada penelitian berikutnya dikembangkan elektroda bismut dengan
substrat grafit ”pensil”.6 Daya tarik utama dari material ini adalah konduktivitas listrik yang
tinggi, perlakuan awal yang cepat dan mudah, biaya murah, tersedia dalam jumlah yang
banyak, dan arus latar belakang yang rendah.
Pada penelitian lainnya, dikembangkan elektroda bismut dengan substrat pasta karbon untuk
analisis kadar logam renik menggunakan teknik voltametri lucutan adsorptif.7 Perbandingan
kinerja elektroda bismut terhadap elektroda raksa dapat dilihat dari Gambar 2.8.
Gambar 2.8Voltamogram lucutan untuk logam Zn, Cd, dan Pb pada glassy carbon (A)dan fiber
(B)elektroda bismut (a) dan raksa (b).
12
Elektroda bismut dapat dimodifikasi lebih jauh dengan menggunakan lapisan polimer.
Sebagai contoh, adanya lapisan membran selektif pada elektroda dapat melindungi
permukaan bismut agar tidak terjadi penyerapan makromolekul besar. Contohnya adalah
penggunaan elektroda nafion terlapis film bismut untuk meminimalisasi gangguan dari
permukaan material aktif dan mempertinggi puncak logam.8
Elektroda bismut seringkali disebut sebagai elektroda material “hijau”. Elektroda ini telah
banyak digunakan sebagai sensor logam. Elektroda bismut menghasilkan respon striping
yang tinggi dan tidak berubah, resolusi yang baik dari puncak tetangga, daerah linear yang
cukup lebar, gangguan oksigen yang kecil, dan sinyal background yang dapat menandingi
elektroda raksa. Sifat unik dari elektroda bismut ini berasal dari pembentukkan
multikomponen alloy. Bismut dapat membentuk binary atau multikomponen (titik leleh
rendah) alloy dengan beberapa logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), antimoni
(Sb), indium (In), atau galium (Ga).9
Walaupun elektroda bismut baru dikembangkan selama 8 tahun, akan tetapi elektroda ini
telah diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan, terutama dalam bidang kehidupan
yang berkaitan dengan lingkungan dan dunia medis. Aplikasi elektroda bismut dalam bidang
lingkungan antara lain penggunaan elektroda film bismut untuk analisis logam kobal(Co)
dan kadmium(Cd) dari sampel tanah serta analisis logam timbal(Pb) dan kadmium(Cd) dari
air limbah atau air tercemar. Aplikasi elektroda bismut dalam dunia medis atau kesehatan
antara lain analisis timbal(Pb) dari sampel darah manusia10 dan rambut manusia, analisis
timbal(Pb) dari sampel urin, dan dapat digunakan juga untuk monitoring proses sekresi urin
dari pankreas secara tidak langsung melalui analisis Zn.11
ELTB merupakan suatu elektroda kerja yang dibuat dengan melapisi permukaan suatu
elektroda substrat, dengan bismut. Elektroda substrat yang digunakan harus bersifat inert
sehingga dapat dipastikan tidak akan terjadi reaksi antara substrat dengan bismuth dan juga
dengan analit, selain hanya sebagai penghantar elektron. Secara umum, pembentukan lapis
tipis bismut pada permukaan elektroda biasanya dilakukan dengan dua cara, yaitu cara ex-
situ dan in-situ. Pada cara ex-situ, lapis tipis bismut pada permukaan elektroda dibentuk
terlebih dahulu melalui proses elektroplating sebelum elektroda tersebut digunakan untuk
analisis. Pada cara in-situ, ion Bi(III) langsung ditambahkan ke dalam larutan sampel,
kemudian lapis tipis bismut dibentuk bersamaan dengan proses analisis.
13
2.6 Silika
Silika (SiO2) atau disebut juga silox merupakan senyawa kimia yang berwujud bubuk putih
dalam keadaan murninya pada suhu kamar seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Bubuk silika
Silika (SiO2) merupakan senyawa yang tidak reaktif dan hanya dapat dilarutkan dalam asam
fluorida (HF) atau lelehan NaOH menurut reaksi berikut :
SiO2(s) + 6HF(aq) SiF62-
(aq) + 2H+(aq) + 2H2(g) (2)
SiO2(s) + 2 NaOH(l) Na2SiO3(s) + H2O(l) (3)
Bila silika ditempatkan dalam suatu larutan tertentu maka pada permukaannya terbentuk
spesi silanol (SiOH) yang cenderung bersifat sebagai asam bronsted dibandingkan asam
lewis karena gugus OH terikat kuat pada SiO2.
Silika memiliki afinitas tinggi terhadap molekul positif, seperti ion-ion logam. Beberapa
penelitian telah membuktikankan bahwa elektroda pasta karbon yang dicampur dengan silika
menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan elektroda pasta karbon biasa. Silika
berfungsi sebagai agen pemekat logam di permukaan elektroda.
2.7 Larutan Elektrolit Pendukung
Larutan elektrolit pendukung berfungsi untuk mengurangi gaya tarik menarik elektrostatik
antara muatan elektroda dengan muatan ion-ion analit dan mempertahankan kekuatan ion.
Larutan elektrolit pendukung terbuat dari bahan dengan tingkat kemurnian yang tinggi dan
memiliki sifat inert agar tidak memberikan potensial akibat adanya reaksi redoks.
14
Larutan elektrolit yang ditambahkan dalam pengukuran konsentrasinya jauh lebih besar
dibandingkan dengan konsentrasi analit (>100 kali konsentrasi analit), hal ini menyebabkan
ion elektrolit akan melindungi ion analit sehingga interaksi elektrostatik akan menurun.
Larutan elektrolit yang biasa digunakan adalah asam-asam mineral, KCl, KNO3, HNO3,
amonia, atau larutan buffer.
2.8 Pengaruh Oksigen
Adanya oksigen terlarut dalam larutan dapat menyebabkan oksigen mengalami reaksi redoks
pada permukaan elektroda sehingga akan terlihat puncak-puncak oksigen dalam
voltamogram. Puncak-puncak tersebut akan mengganggu analisis terutama jika oksigen
memiliki puncak pada potensial yang mirip dengan analit. Oleh karena itu, pada saat
pengukuran ke dalam sel voltametri biasanya dialirkan gas nitrogen selama beberapa saat
untuk menghilangkan gas oksigen. Selama pengukuran, gas nitrogen dialirkan diatas
permukaan larutan untuk mencegah oksigen terlarut kembali ke dalam larutan.
Umumnya oksigen menghasilkan dua puncak pada selang potensial yang cukup lebar,
bergantung pada kondisi larutan yang diukur. Puncak pertama diberikan oleh reaksi :
O2 + 2H2O + 2e- ⇌ H2O2 + 2OH- (larutan netral atau basa)
O2 + 2H+ + 2e- ⇌ H2O2 (larutan asam)
Puncak kedua timbul akibat reduksi hidrogen peroksida yang dihasilkan dari reaksi reduksi
diatas
H2O2 + 2e- ⇌ 2OH- (larutan basa)
H2O2 + 2H+ + 2e- ⇌ 2H2O (larutan asam)