Bab 2 Tinjauan Pustaka - · PDF filemenggerakkan material dari bagian hisap ... misalnya pada...
Transcript of Bab 2 Tinjauan Pustaka - · PDF filemenggerakkan material dari bagian hisap ... misalnya pada...
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Pompa
Pompa merupakan alat yang lazim digunakan untuk mengalirkan fluida
dari satu unit operasi ke unit operasi lainnya. Pompa digunakan secara luas di
berbagai bidang kegiatan: industri, pertanian, rumah tangga dan berbagai macam
bidang kegiatan lainnya. Satu sumber umum mengenai terminologi, definisi,
hukum dan standar pompa adalah Hydraulic Institute Standards. Hydraulic
Institute Standards telah disetujui oleh American National Standards Institute
(ANSI) sebagai standar nasional. Klasifikasi pompa berdasarkan tipe
didefinisikan oleh Hydraulic Institute yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Pumps
Positive displacement
Kinetic
Reciprocating pumps
Blow case
Rotary pumps
Centrifugal
Regenerative turbine
Special effect
Gambar 2.1 Klasifikasi Pompa [1]
5
Pompa dibagi menjadi dua tipe fundamental berdasarkan cara transmisi
energi pada media yang dipompa yaitu perpindahan kinetik dan perpindahan
positif. Pada perpindahan kinetik, gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh elemen
berputar yang disebut impeller memberikan energi kinetik pada fluida,
menggerakkan fluida dari bagian hisap ke bagian buang. Sedangkan perpindahan
positif menggunakan gerak bolak-balik dari satu atau beberapa piston atau aksi
penekanan dari beberapa roda gigi yang berhubungan atau benda bergerak lainnya
untuk memindahkan suatu media dari satu tempat ke tempat yang lain (misalnya:
menggerakkan material dari bagian hisap menuju bagian buang). Media
pemompaan umumnya berwujud cair, akan tetapi beberapa desain pompa bisa
menangani bentuk-bentuk suspensi padat, bubur kayu, lumpur, ter dan substansi
eksotik lainnya yang wujudnya hampir tidak menyerupai wujud cair. Meskipun
demikian seluruh tabiat cairan harus ada pada jenis media yang dipompa.
Hydraulic Institute menggolongkan pompa berdasarkan jenis, tidak
berdasarkan aplikasi. Tetapi kenyataannya pemakai pada akhirnya berhadapan
dengan masalah aplikasi spesifik. Dengan demikian sering kali unsur pengalaman
merupakan dasar dalam memilih jenis pompa, bahkan hal ini diterapkan juga di
industri.
2.1.1 Material Komponen Pompa
Material yang umum digunakan untuk volute casing dan impeller pompa
untuk air tawar (air hujan, air sungai, air danau), air minum, air limbah dan air
laut pada temperatur normal diperlihatkan pada tabel 2.1.
Material dalam kelompok A dipakai untuk volute casing yang beratnya
hampir setengah berat keseluruhan pompa dan dibuat dari besi cor. Pompa-pompa
biasa pada umumnya termasuk dalam kelompok A. Kelompok B memakai baja
cor untuk volute casing. Material ini dipakai bila dikehendaki ketahanan yang
tinggi terhadap keausan dan korosi atau jika diperlukan head yang tinggi. Material
yang terdapat dalam kelompok C dan D dipakai bila ketahanan terhadap korosi
sangat diperlukan, misalnya pada pompa yang digunakan untuk air laut atau di
industri kimia. Pompa-pompa dengan konstruksi baja pada kelompok E adalah
pompa berukuran besar.
6
Tabel 2.1 Material yang umum dipakai untuk pompa [2]
Nomor Frekuensi Volute casing Impeller Pemakaian kelompok
A-1 O FC FC Air tawar, air minum A-2 FC FCD Air tawar, air minum A-3 O FC SC Air tawar, air minum A-4 O FC BC Air tawar, air minum
Air laut A-5 O FC PBC Air tawar, air limbah
Air laut A-6 O FC ABC Air tawar, air limbah
Air laut A-7 O FC SCS2 Air tawar, air minum
Air limbah A-8 O FC SCS12 or SCS13 Air distilasi, air laut A-9 FC berlapis karet SCS12 or SCS13 Air limbah, air laut
B-1 O SC SC Air tawar, air laut B-2 SC ABC Air tawar, air minum
Air laut B-3 O SC SCS2 Air tawar, air minum
Air limbah B-4 SC SCS12 or SCS13 Air limbah, air laut B-5 SC SCS14 or SCS15 Air laut
C-1 O BC BC Air distilasi, air laut C-2 BC PBC Air laut C-3 ABC ABC Air laut
D-1 SCS2 SCS2 Air limbah, air laut D-2 SCS2 SCS12 or SCS13 Air limbah, air laut D-3 SCS2 SCS14 or SCS15 Air laut D-4 O SCS12 or SCS13 SCS12 or SCS13 Air laut D-5 SCS12 or SCS13 SCS14 or SCS15 Air laut D-6 SCS12 or SCS13 Worthite Air laut
E-1 O SS SC Air tawar E-2 O SS SCS2 Air tawar, air minum E-3 SUS27 SCS13 Air tawar, air minum
Air laut 1. Frekuensi dengan tanda "O" berarti material sering digunakan. 2. FC (besi cor) menyatakan FC15,FC20, FC25, dan FC25 Ma. 3. BC (perunggu cor) menyatakan BC2 dan BC3. 4. SC berarti baja karbon cor. 5. ABC berarti perunggu aluminium cor. 6. Nomor kelompok besar berarti material dengan mutu lebih tinggi.
2.1.2 Pompa Sentrifugal
Pompa sentrifugal dikenal sebagai pompa pembangkit tekanan. Pompa
sentrifugal memiliki elemen berputar yang memberikan energi kepada fluida.
Volute casing mengarahkan fluida ke sisi buang. Pompa sentrifugal memiliki
konstruksi sedemikian rupa sehingga aliran fluida yang keluar dari impeller akan
melalui sebuah bidang tegak lurus poros pompa.
7
2.1.3 Prinsip Kerja Pompa Sentrifugal
Pompa sentrifugal, seperti diperlihatkan dalam gambar 2.2, mempunyai
sebuah impeller untuk mengangkat fluida dari tempat yang lebih rendah ke
tempat yang lebih tinggi.
Gambar 2.2 Bagan aliran f1uida di dalam pompa sentrifugal [2]
Daya dari luar diberikan kepada poros pompa untuk memutar impeller, maka
fluida yang ada di dalam impeller, oleh dorongan sudu-sudu ikut berputar. Karena
timbul gaya sentrifugal maka fluida mengalir dari tengah impeller ke luar melalui
saluran di antara sudu-sudu. Dengan demikian head tekanan fluida meningkat.
Demikian pula head kecepatannya bertambah besar karena fluida mengalami
percepatan. Fluida yang keluar dari impeller ditampung oleh saluran berbentuk
volut (spiral) di sekeliling impeller dan disalurkan ke luar pompa melalui nosel.
Di dalam nosel ini sebagian head kecepatan aliran diubah menjadi head tekanan.
Jadi impeller pompa berfungsi memberikan kerja kepada fluida sehingga energi
yang dikandungnya menjadi bertambah besar.
Dari uraian di atas jelas bahwa pompa sentrifugal dapat mengubah energi
mekanik dalam bentuk kerja poros menjadi energi fluida. Energi inilah yang
mengakibatkan pertambahan head tekanan, head kecepatan, dan head potensial
pada fluida yang mengalir secara kontinyu.
8
2.2 Pengecoran Logam
Pengecoran logam merupakan teknologi pembentukan logam yang sudah
digunakan manusia selama ribuan tahun. Berbagai produk dihasilkan dengan
metode ini. Sebagian besar peralatan atau komponen mesin di industri berupa
benda cor.
Prinsip dasar pengecoran logam adalah mencairkan atau melebur logam
lalu menuangkannya ke dalam rongga cetak pada cetakan, sehingga dihasilkan
bentuk yang sesuai dengan rongga cetak.
2.2.1 Jenis Pengecoran Logam
Pengecoran digolongkan menjadi beberapa jenis tergantung pada jenis
cetakan yang digunakan dan bagaimana cara memasukkan cairan logam ke dalam
cetakan tersebut.
2.2.1.1 Sand casting
Sand casting merupakan proses pengecoran logam yang menggunakan
cetakan dari pasir. Cetakan pasir dibentuk dengan memadatkan pasir yang
melingkupi pola pada rangka cetak. Kemudian pola dikeluarkan dari cetakan
pasir, sehingga menghasilkan rongga cetak yang akan dituang logam cair.
2
3
4
6
7
8
1
5
Gambar 2.3 Proses sand casting [3]
9
Proses sand casting ditunjukkan oleh gambar 2.3, yaitu:
Langkah 1, pasir cetak diisikan ke dalam rangka cetak yang berisi pola belahan
bawah.
Langkah 2, pasir cetak dipadatkan, selanjutnya cetakan bagian bawah yang telah
padat dibalik dengan posisi permukaan belahan menghadap ke atas.
Langkah 3, rangka cetak dan pola belahan atas ditempatkan di atas cetakan bagian
bawah.
Langkah 4, pasir cetak diisikan ke dalam rangka cetak yang berisi pola belahan
atas kemudian dipadatkan.
Langkah 5, pola belahan atas dilepas dari rangka cetak bagian atas sehingga
dihasilkan rongga.
Langkah 6, pola belahan bawah dilepas dari rangka cetak bagian bawah sehingga
dihasilkan rongga.
Langkah 7, rangka cetak bagian bawah dan atas disatukan.
Langkah 8, logam cair dituang ke dalam rongga cetakan.
2.2.1.2 Invesment casting
Invesment casting merupakan proses pengecoran khusus menggunakan
cetakan dari keramik, yang terbentuk melalui pencelupan pola lilin dan pola lilin
tersebut dikeluarkan dengan proses pemanasan, sehingga menghasilkan rongga
yang akan dituang logam cair.
1
2
3
4 6
5
Gambar 2.4 Proses investment casting [3]
10
Proses investment casting ditunjukkan oleh gambar 2.4, yaitu:
Langkah 1, pola lilin dicelupkan ke dalam bubur keramik.
Langkah 2, pola lilin dengan lapisan bubur keramik ditaburi pasir kuarsa.
Langkah 3, lapisan bubur keramik dan pasir kuarsa didiamkan hingga membentuk
cetakan keramik.
Langkah 4, pola lilin dikeluarkan dari cetakan keramik dengan pemanasan.
Langkah 5, logam cair dituangkan ke dalam cetakan keramik.
Langkah 6, coran dipisahkan dari cetakan keramik dengan cara menghancurkan
cetakan keramik.
Coran dengan bentuk yang sulit dapat dilakukan dengan proses ini dan
dapat digunakan untuk benda yang tipis. Cara ini cocok sekali diterapkan untuk
coran dengan berat ≤ 5 kg, walaupun akhir-akhir ini telah dikembangkan untuk
membuat coran dengan berat hingga 50 kg.
2.2.1.3 Centrifugal casting
Centrifugal casting merupakan salah satu proses pengecoran yang
menghasilkan produk cor berbentuk silinder atau benda kerja yang simetris pada
cetakan yang berputar, dengan cara memutar cetakan pada sumbunya.
Gambar 2.5 Proses centrifugal casting [4]
Proses ini dapat dilakukan secara vertikal atau horizontal tanpa menggunakan inti.
Rongga dan dinding coran terbentuk karena gaya sentrifugal ketika cetakan
diputar.
11
2.2.1.4 Die casting
Die casting merupakan proses pengecoran yang menggunakan hidrolik
sebagai sumber energi untuk memberikan tekanan yang tinggi kepada logam cair
untuk mengisi rongga cetakan logam.
Keuntungan proses ini adalah waktu operasi yang singkat, permukaan
yang baik dan kepresisian yang tinggi, bagian yang tipis dan berlubang dapat
dibuat dan hemat pengerjaan lanjut. Kekurangannya adalah harga cetakan dan
mesin yang mahal dan dimensi benda yang dapat dikerjakan terbatas.
Gambar 2.6 Proses die casting [3]
2.2.2 Proses Pengecoran Logam
Pengecoran logam terdiri atas rangkaian proses yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lain. Prinsip dasarnya yaitu mengolah logam dengan cara
mencairkan logam, kemudian menuangkannya ke dalam rongga cetakan, sehingga
menghasilkan bentuk yang sesuai dengan rongga cetakan.
Sebelum proses pembuatan benda coran, diperlukan perancangan pola dan
coran, yang bertujuan untuk menghasilkan benda tanpa cacat tuang, disamping
itu perancangan juga akan memberikan kemudahan dan keseragaman dalam
pembuatan benda coran.
Proses pengecoran dengan cetakan pasir terdiri atas beberapa tahap,
dimulai dari perancangan pola, perancangan coran, pembuatan pola, pembuatan
cetakan, pembuatan pasir cetak dan inti, peramuan dan persiapan bahan,
pembuatan inti, proses penuangan, proses pembongkaran, proses perlakuan panas,
pemeriksaan dan pengujian. Diagram alir proses pengecoran logam dengan pasir
cetak dapat dilihat pada gambar 2.7.
12
Pemesanan
Spesifikasi Desain
Estimasi
Perancangan Pola dan Coran
Pembuatan pola dan kotak inti
Pembuatan pasir cetak dan pasir inti
Peramuan dan persiapan bahan
Penuangan
Pembongkaran dan pembersihan coran
Perlakuan panas dan pengerjaan akhir
Pemeriksaan dan pengujian akhir
Pembuatan cetakan dan inti Peleburan
Pengiriman
Gambar 2.7 Bagan alir proses pengecoran logam
2.2.3 Cetakan Pasir
Cetakan pasir pada umumnya menggunakan pasir kuarsa yang diikat
dengan sejenis lempung (bentonit). Kepadatannya dicapai dengan cara
penumbukan menggunakan alat tangan atau dengan menggunakan mesin.
13
2.2.3.1 Pasir cetak
Pasir cetak pada umumnya terdiri atas bahan dasar berupa pasir. Pasir bisa
berupa pasir pantai, pasir sungai atau pasir silika yang disediakan alam. Bahan
pengikat yang digunakan bisa berupa lempung, bahan sintesis ataupun semen.
Disamping itu masih ditambahkan bahan-bahan lain untuk memperbaiki mutu
pasir cetak seperti debu arang, serbuk gergaji, dan tepung.
Pasir cetak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Mempunyai sifat keterbentukan (formability) sehingga mudah dalam
pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan
harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindah-pindah dan dapat
menahan logam cair pada waktu dituang ke dalamnya.
Permeabilitas yang cocok. Diharapkan udara atau gas dapat keluar dari
cetakan melalui rongga-rongga di antara butir-butir pasir.
Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran akan halus kalau
coran dibuat di dalam cetakan yang berbutir halus. Namun bila butir pasir
terlalu halus, gas akan susah untuk keluar dari cetakan.
Tahan terhadap temperatur logam yang dituang.
Dapat didaur ulang.
Harganya murah.
2.2.3.2 Pasir cetak berpengikat resin pengeras cepat
Komposisi pasir cetak jenis ini adalah :
Pasir daur ulang : 90%
Pasir baru : 10%
Komponen 1 (resin phenol) : 0,8%
Komponen 2 (Polysocyanat) : 0,8 %
Katalisator : 0,5 – 1,8%
2.2.3.3 Pembuatan cetakan
Pembuatan cetakan dilakukan menggunakan tangan dan dibantu dengan
peralatan sederhana, seperti : alat pemadat pasir, sendok potong, pencabut pola
dan lain sebagainya.
14
Pembuatan cetakan dengan tangan dilakukan karena faktor-faktor :
Bentuk benda coran yang sulit
Jumlah pembuatan sedikit
Ukuran benda yang besar
Jumlah belahan pola atau inti yang banyak
Faktor harga atau biaya
2.2.4 Inti
Inti adalah suatu bentuk dari pasir yang dipasang pada rongga cetakan
untuk mencegah pengisian logam pada bagian yang seharusnya berbentuk lubang
atau berbentuk rongga dalam suatu coran. Jenis inti ada beberapa macam, yaitu
inti kulit, inti CO2 process, dan sebagainya. Nama-nama itu ditentukan menurut
pengikat atau macam proses pembuatan inti.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan inti dengan tangan adalah:
Kepadatan pasir inti di dalam kotak inti harus merata.
Untuk bentuk inti yang rumit diperlukan penguat inti dari dalam.
Diberikan saluran pembuangan gas.
Perlakuan terhadap inti yang telah selesai dibuat perlu hati-hati agar tidak
menyebabkan deformasi atau patah.
Pasir inti berpengikat air kaca (CO2 process)
Pasir CO2 adalah pasir dengan berpengikat air kaca (water glass) yang
dikeraskan dengan hembusan gas CO2, dan komposisi dari pasir ini adalah :
Pasir daur ulang : 50-80%
Pasir baru : 20-50%
Air kaca : 2-5 %
Bahan tambah : 1 % (serbuk aspal, gula tetes)
Gas CO2 : Dihembuskan
2.2.5 Peleburan
Peleburan adalah proses pencairan logam sampai suhu tertentu, sehingga
logam layak untuk dituang ke dalam rongga cetak.
15
Peleburan menggunakan tanur induksi pada industri sekarang ini menjadi
meluas, disebabkan:
Mudah mengkontrol komposisi dan temperatur
Slag (kotoran) yang terjadi sedikit, sehingga logam cair yang terbuang
lebih sedikit
Mengurangi jumlah pekerja
Proses peleburan yang dilakukan terdiri atas:
Pemuatan
Pengaktifan tanur induksi
Penahanan (holding time)
Tapping
Penuangan
2.2.6 Penuangan
Besi yang dialirkan dari tanur pelebur diterima oleh ladel dan kemudian
dituangkan ke dalam cetakan. Jenis ladel terdiri atas ladel jenis gayung, ladel
dengan jepitan pembawa, ladel yang dapat dimiringkan dengan tuas tangan
(kapasitasnya 10 sampai 2.000 kg), ladel yang dapat dimiringkan menggunakan
pasangan roda gigi, dan ladel tuang dasar dengan sumbat (kapasitas 200 sampai
10.000 kg). Ladel biasanya berbentuk kerucut atau silinder.
2.2.7 Pengerjaan Akhir
Pengerjaan akhir merupakan tahap akhir dalam proses pengecoran logam.
Pengerjaan akhir meliputi: pembongkaran, pembersihan, pemotongan dan
penggerindaan.
2.2.7.1 Pembongkaran
Cetakan diletakkan di atas meja getar yang mempunyai ayakan. Getaran
diteruskan ke pasir dan coran melalui rangka cetak sehingga pasir terpecah-pecah
dan jatuh melalui ayakan. Pasir yang jatuh dikumpulkan oleh konveyor ban
sehingga hanya coran saja yang tinggal di atas meja getar.
16
2.2.7.2 Pembersihan
Di permukaan produk cor yang telah dikeluarkan dari cetakan pasir pada
umumnya masih ada pasir cetak yang menempel. Pasir cetak yang menempel pada
permukaan produk cor ini dibersihkan dengan cara disemprot menggunakan
mimis baja atau air sehingga dihasilkan produk cor dengan permukaan yang
bersih dari pasir cetak.
2.2.7.3 Pemotongan dan penggerindaan
Produk cor yang sudah dibersihkan harus dipisahkan dari sistem saluran
dan penambah. Proses memisahkan sistem saluran dan penambah inilah yang
disebut dengan pemotongan. Pemotongan sistem saluran dan penambah dilakukan
menggunakan gerinda potong atau las potong.
Produk cor yang sudah dibersihkan dari sistem saluran dan penambah
kemungkinan masih terdapat sirip akibat permukaan pisah pada cetakan. Sirip ini
dibersihkan dengan cara digerinda sehingga dihasilkan produk cor sesuai dengan
bentuk yang diinginkan.
2.3 Pola dan Kotak Inti
Pola adalah suatu alat bantu yang digunakan untuk membentuk rongga
cetak dan rongga cetak tersebut akan diisi dengan coran logam. Pada umumnya
bentuk pola menyerupai benda cor, sedangkan bentuk lubang atau rongga dalam
coran dibentuk oleh inti.
2.3.1 Pola
Sebelum proses pembuatan pola, diperlukan perancangan pola yang
bertujuan agar dihasilkan pola yang layak untuk dicetak di bengkel pengecoran
logam. Faktor penting untuk menetapkan jenis pola adalah:
Metode cetakan yang akan diterapkan
Pertimbangan ekonomis yang sesuai dengan jumlah benda yang akan
dibuat
Letak belahan
Peletakan sistem saluran dan penambah
17
2.3.2 Kotak Inti
Kotak inti merupakan alat bantu atau kotak yang dibuat untuk membuat
suatu inti. Kotak inti harus memenuhi 4 syarat:
1. Kotak inti harus kokoh
2. Dapat dilepas dari inti tanpa merusak kotak inti maupun inti
3. Memiliki kepresisian ukuran yang baik dan tahan lama
4. Cocok dengan bahan inti dan metoda pembuatan inti
2.3.3 Jenis Pola
Beberapa jenis pola yang ada, diantaranya :
a. Pola Pejal
Pola pejal adalah pola yang bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran.
Pola jenis ini dapat berupa pola tunggal atau pola belahan.
Gambar 2.8 Pola pejal [3]
b. Pola Sablon
Pola Sablon digunakan untuk pembuatan cetakan coran yang berbentuk
silinder atau berbentuk benda putar.
Gambar 2.9 Pola sablon [3]
18
c. Pola Rusuk
Konstruksi pola rusuk berupa rangka. Pola rusuk digunakan untuk membuat
cetakan yang memiliki dimensi besar.
Gambar 2.10 Pola rusuk [3]
d. Pola Hilang
Pola hilang adalah pola yang dibuat dari polystirol. Pola jenis ini hanya
digunakan sekali. Pola hilang tidak dikeluarkan dari cetakan pasir. Besi cair
langsung dituangkan ke pola berbahan polystirol yang masih berada dalam
cetakan, sehingga pola menguap. Bentuk pola pada cetakan digantikan oleh besi
cair yang akan membeku menjadi coran.
e. Pola Pelat Berpasangan
Pola pelat berpasangan merupakan sepasang pelat di mana kedua belahnya
ditempelkan pola, sistem saluran dan penambah. Pola ini digunakan untuk
produksi massal.
Gambar 2.11 Pola pelat berpasangan [5]
2.3.4 Bahan Pola
Pola dapat dibuat dari kayu, kayu lapis, logam, atau bahan sintesis seperti
resin. Pertimbangan penggunaan bahan-bahan tersebut adalah dari metode
cetakan, bentuk benda, dimensi benda, serta jumlah coran yang akan dibuat.
19
Bahan-bahan yang digunakan untuk pola ialah kayu, resin atau logam. Dalam hal
khusus digunakan "plaster" atau lilin sebagai bahan pola.
2.3.4.1 Kayu
Kayu yang dipakai untuk pola adalah kayu saru, kayu aras, kayu pinus,
kayu mahoni, kayu jati dan lain-lain. Pemilihan kayu berdasarkan macam dan
ukuran pola, jumlah produksi, dan lamanya dipakai. Kayu yang kadar airnya
lebih dari 14% tidak dapat digunakan, karena kayu belum stabil. Kayu akan terus
mengalami perubahan bentuk hingga kadar airnya mencapai 14%. Kadangkala
suhu udara luar harus diperhitungkan, tergantung pada daerah mana pola itu
digunakan.
2.3.4.2 Resin sintetis
Dari berbagai macam resin sintetis, hanya resin epoksi yang banyak
dipakai. Resin epoksi mempunyai sifat-sifat: penyusutan yang kecil pada waktu
mengeras, tahan aus yang tinggi. Resin epoksi dapat diberi zat aditif untuk
meningkatkan sifat mekaniknya. Sebagai contoh, kekerasan meningkat dengan
mencampurkan bubuk besi atau aluminium ke dalam resin epoksi. Ketahanan
bentur akan meningkat dengan menumpukkan serat gelas dalam bentuk lapisan.
2.4 Perancangan Pola dan Kotak Inti
Perancangan pola diwujudkan dalam bentuk gambar konstruksi pola.
Gambar konstruksi pola merupakan gambar kerja pemesinan yang diberi simbol-
simbol tertentu. Simbol-simbol tersebut menunjukkan: permukaan pisah pola,
kemiringan pola, penyusutan pola, radius coran dan tambahan pengerjaan.
2.4.1 Permukaan Pisah Pola
Permukaan pisah pola merupakan batas antara cetakan atas dan cetakan
bawah. Penentuan permukaan pisah cetakan atas dan cetakan bawah adalah
penting untuk mendapatkan coran yang baik. Permukaan pisah dirancang sesuai
20
dengan kebutuhan cetakan. Dengan adanya permukaan pisah yang benar, maka
diharapkan pola dapat dicetak dan mudah dicabut dari cetakan.
Gambar 2.12 Permukaan pisah pola
2.4.2 Kemiringan Pola
Kemiringan pada sisi-sisi pola dibutuhkan agar pola dapat dengan mudah
diangkat dan dikeluarkan dari cetakan. Prinsip pemakaian kemiringan adalah
sebesar mungkin agar pola mudah dikeluarkan dan sekecil mungkin agar dimensi
coran tidak berubah sehingga tidak mengganggu fungsi dari coran. Besarnya
kemiringan yang diberikan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
1. Fungsi benda cor
2. Metode pengerjaan cetakan (cetakan mesin atau tangan)
3. Bahan pola (misalnya logam atau kayu)
4. Tinggi benda cor, semakin tinggi benda cor maka kemiringan semakin
kecil agar penyimpangan ukuran tidak terlalu besar.
Gambar 2.13 Kemiringan pola
21
2.4.3 Penyusutan Pola
Pada waktu pembekuan dan pendinginan, coran mengalami penyusutan.
Dengan demikian pola yang dibuat harus lebih besar dari dimensi coran. Besarnya
penyusutan tergantung dari jenis material yang akan dicor.
Gambar 2.14 Penyusutan pola
2.4.4 Radius Coran
Pemberian radius coran untuk menghindari bentuk yang tajam. Radius
coran diberikan dengan tujuan: menghindari efek panas akibat sudut pasir,
menghindari cacat tuang akibat sudut benda yang tajam dan mengantisipasi sudut
yang tajam pada cetakan.
2.4.5 Tambahan Pengerjaan
Tambahan pengerjaan adalah penambahan ukuran pola agar coran dapat
dikerjakan pada proses pemesinan.
Gambar 2.15 Radius coran dan tambahan pengerjaan
22
2.5 Proses Pembuatan Pola dan Kotak inti
2.5.1 Metode Pembuatan Pola dan Kotak Inti
Secara garis besar metode pembuatan pola dan kotak inti digolongkan
menjadi dua, yaitu metode pejal dan metode rakitan.
2.5.1.1 Metode pejal
Pada metode pejal, pembentukan pola dilakukan dengan cara pemesinan
atau membentuk secara manual satu bongkahan bahan sehingga diperoleh bentuk
pola sesuai dengan gambar kerja.
Gambar 2.16 Pola yang dibuat dengan metode pejal [3]
Pola yang dibuat dengan metode pejal membutuhkan material dengan
ukuran lebih besar dari ukuran polanya. Pada pembuatan pola dengan metode
pejal secara manual, diperlukan keahlian yang cukup baik.
2.5.1.2 Metode rakitan
Pada metode rakitan, pembentukan pola dilakukan dengan cara melakukan
pembentukan secara parsial, kemudian komponen-komponen yang sudah dibentuk
disatukan atau dirakit menjadi satu bentuk pola.
Gambar 2.17 Pola yang dibuat dengan metode rakitan [6]
23
2.5.2 Alat Ukur
Alat ukur dalam pembuatan pola digolongkan menjadi dua, yaitu alat ukur
untuk pengukuran langsung dan alat ukur untuk pengukuran tak langsung.
Gambar 2.18 Alat ukur untuk pengukuran langsung [3]
Gambar 2.19 Alat ukur untuk pengukuran tak langsung [3]
2.5.3 Alat Gores
Alat gores digunakan untuk menandai atau menggores material sebelum
material tersebut (kayu) dibentuk sesuai dengan gambar kerja.
Gambar 2.20 Alat-alat gores [3]
24
2.5.4 Kerja Bangku
Kerja bangku adalah kerja proses pembuatan pola yang dilakukan secara
manual. Pada kerja bangku keahlian seorang pembuat pola sangat dibutuhkan.
Adapun peralatan kerja bangku meliputi: bangku kerja, ragum kayu, klem, palu,
tang, obeng, ketam kayu, gergaji kayu, pahat kayu dan kikir kayu.
2.5.5 Kerja Mesin
Kerja mesin adalah kerja proses pembuatan pola yang dilakukan dengan
menggunakan mesin. Pada kerja mesin, keahlian seorang pembuat pola dalam
bidang pemesinan sangat dibutuhkan. Proses pembuatan pola pada umumnya
merupakan kombinasi antara kerja mesin dan kerja bangku. Mesin-mesin untuk
pembuatan pola digolongkan menjadi 4, yaitu :
1. Mesin persiapan material, yang meliputi: radial arm saw, circular saw,
thickness planer dan surface planer.
2. Mesin kerja bangku, yang meliputi: drilling machine, band saw, disc
sander, belt sander dan oscillating spindle sander.
3. Mesin pembentuk beraturan, yaitu meliputi : wood turning lathe dan wood
milling.
4. Mesin tangan (handmachine), yang meliputi : hand drilling machine, jig
saw, router, hand belt sander, hand circular saw dan hand planer.
2.5.6 Kerja Resin
Kerja resin adalah kerja proses pembuatan pola dengan menggunakan
bahan resin. Bahan resin berwujud cair sebelum dicampur katalis dan akan
menjadi padat setelah dicampur dengan katalis.
25
Gambar 2.21 Kerja resin metode cor [6]
Kerja resin digolongkan menjadi dua, yaitu: kerja resin metode cor dan
kerja resin metode laminasi. Metode cor banyak digunakan untuk pembuatan pola
pejal yang dipasang pada plat pola. Metode laminasi banyak digunakan untuk
pembuatan kotak inti atau pola yang berfungsi sebagai cetakan pada pembuatan
pola pejal yang menggunakan material resin.
Resin yang digunakan dalam metode cor adalah resin yang berwujud cair
dengan waktu pemadatan relatif cepat. Pada metode laminasi, resin yang
digunakan adalah resin berwujud pasta dengan waktu pemadatan relatif lebih
lama.
Gambar 2.22 Kerja resin
metode laminasi [6]
Pada metode cor, resin dalam bentuk cair dituangkan pada pola awal yang
berfungsi sebagai master hingga menutupi seluruh permukaan pola awal. Setelah
resin cair menjadi padat, pola awal dipisahkan dari resin yang sudah memadat.
Pada metode laminasi, resin berwujud pasta dilapiskan pada permukaan
pola awal. Dalam keadaan mendekati wujud padat, serat fiber yang sudah dilapisi
resin cair dilapiskan di atas lapisan resin berwujud pasta yang hampir memadat.
Setelah resin memadat sempurna, pola awal dipisahkan dari resin tersebut.
26