BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan...

32
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan 2.1.1. Defenisi Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang diperlukan dan bagaimana pekerjaan dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan (Rivai, 2003). Robbins (1996: 39) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok demi tercapainya tujuan organisasi. Defenisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Rivai, 2003:2). Kepemimpinan dipengaruhi oleh sifat bawaan yang berhubungan dengan intelegensi, kepribadian dan kemampuan. Menurut Ghiselli (dalam Handoko, 1998) menyatakan sifat-sifat kepemimpinan efektif adalah supervisory ability, kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, kecerdasan, ketegasan, kepercayaan diri dan inisiatif. Warsito (2006) mengikhtisarkan empat ciri/sifat utama kepemimpinan yaitu (1) kecerdasan, (2) kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan (4) sikap-sikap hubungan manusiawi. Monica (1998: 69) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah bekerja melalui individu dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Nimran (2004: 64) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership adalah merupakan 8 Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku kepemimpinan

2.1.1. Defenisi

Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk

memahami dan setuju dengan apa yang diperlukan dan bagaimana pekerjaan

dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan

kolektif untuk mencapai tujuan (Rivai, 2003). Robbins (1996: 39)

menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah sebagai kemampuan untuk

mempengaruhi suatu kelompok demi tercapainya tujuan organisasi.

Defenisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi

dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk

mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan

budayanya (Rivai, 2003:2). Kepemimpinan dipengaruhi oleh sifat bawaan

yang berhubungan dengan intelegensi, kepribadian dan kemampuan. Menurut

Ghiselli (dalam Handoko, 1998) menyatakan sifat-sifat kepemimpinan efektif

adalah supervisory ability, kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan,

kecerdasan, ketegasan, kepercayaan diri dan inisiatif. Warsito (2006)

mengikhtisarkan empat ciri/sifat utama kepemimpinan yaitu (1) kecerdasan,

(2) kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, (3) motivasi diri dan dorongan

berprestasi, dan (4) sikap-sikap hubungan manusiawi. Monica (1998: 69)

menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah bekerja melalui individu dan

kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Nimran (2004: 64)

mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership adalah merupakan

8

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

suatu proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang

akan dikehendaki.

Perilaku adalah apa yang seseorang lakukan dan apa yang orang lain

terima atau rasakan dan menjadi sebuah tindakan (Monica 1998: 31). Perilaku

kepemimpinan adalah respon individu sebagai seorang motivator dalam suatu

organisasi terhadap suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai

dampak positif maupun negatif terhadap suatu organisasi (Depkes, 2008).

Perilaku kepemimpinan adalah pola perilaku yang diperlihatkan orang itu

pada saat mempengaruhi aktivitas orang lain seperti yang dipersepsikan orang

lain (Monica, 1998). Sedangkan pengertian kepemimpinan menurut Hersey &

Blanchard (1977 dalam Monica, 1998: 73) adalah tindakan dari seorang

pemimpin untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan

sesuai dengan situasi organisasi, yang meliputi empat hal yaitu:

menyampaikan atau telling, menjual atau selling, dengan peran serta atau

participating, pendelegasian atau delegating.

2.1.2. Sifat dan syarat pemimpin

Menurut Sunindhia (1993) menjelakan bahwa pemimpin harus

memiliki sifat dan syarat yaitu:

a. Pemimpin harus peka terhadap iklim lingkungannya, harus mendengarkan

saran-saran, nasehat-nasehat, dan pandangan dari orang-orang

disekitarnya. Semakin banyak informasi yang dia dapatkan maka semakin

mantap pandangannya secara situasional.

9

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

b. Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya, paling sedikitnya

dia harus menjadi suri teladan mengenai segala apa yang dia instruksikan,

dia ajarkan, dan dia harapkan dari bawahannya /pengikutnya.

c. Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia, setia kepada janjinya, setia

kepada organisasinya, setia kepada bawahannya dan setia kepada

pekerjaannya.

d. Pemimpin harus mampu mengambil keputusan, artinya: harus pandai,

cakap dan berani mengambil keputusan setelah semua faktor relevan

diperhitungkan. Berani dalam artian berani secara moril (moral courage)

dengan penuh tanggung-jawab, dan tidak melarikan diri jikalau ada akibat-

akibat yang meminta pertanggungjawaban.

2.1.3. Peranan pemimpin

Siagian (2002: 66) menjelaskan bahwa peranan pemimpin dalam

kepemimpinannya di suatu organisasi ada tiga bentuk, yaitu peranan yang

bersifat interpersonal, peranan yang bersifat informasional, dan peran

pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan peranan yang bersifat

interpersonal dalam organisasi adalah bahwa seorang pemimpin dalam

organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi, seorang pemimpin

bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada

bawahan dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung.

Peranan yang bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang

pemimpin dalam organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima dan

penganalisa informasi. Peran pemimpin dalam pengambilan keputusan

10

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

mempunyai arti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu

kebijakan.

Anoraga (2004) mengemukakan bahwa ada sembilan peranan

kepemimpinan seorang dalam organisasi yaitu pemimpin sebagai perencana,

pemimpin sebagai pembuat kebijakan, pemimpin sebagai ahli, pemimpin

sebagai pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin sebagai pemberi

hadiah atau hukuman, pemimpin sebagai teladan dan lambang atau simbol,

pemimpin sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan pemimpin

sebagai pengganti peran anggota lain.

Pemimpin tim yang baik membantu anggota-anggotanya mencapai

tujuan dengan memberikan mereka petunjuk yang jelas, pelatihan yang sesuai,

dan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk bekerja. Sering kali terjadi,

orang-orang gagal mencapai apa yang mereka rasa dapat mereka lakukan, dan

mereka akan menimpakan kesalahan ini kepada orang lain. Pemimpin yang

bijak akan ikut berbagi kesalahan, dan akan bekerja sebaik-baiknya untuk

memberikan contoh kepada para anggotanya (Irmim, 2004).

2.1.4. Metode penyelesaian masalah

Kepemimpinan yang efektif didasarkan pada pemikiran yang metodis,

yang pertama-tama di ambil dari teori (apa yang terbukti efektif melalui

sejumlah besar penelitian) dan kemudian intuisi (apa yang terbukti efektif

melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14). Penggunaan

metode ilmiah dalam manajemen adalah untuk membantu pemimpin dalam

mengkaji beberapa kebutuhan dari sistem lain dan dalam memilih prioritas,

mengidentifikasi elemen orang dan situasi yang penting dalam mengemban

11

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

tujuan-tujuan khusus, mengkaji secara kritis kekuatan dari orang-orang

tersebut dan mengembangkan strategi yang melibatkan kekuatan-kekuatan

tersebut dalam pekerjaan (Monica, 1998: 1).

Tujuan prioritas dari seorang pemimpin adalah mencapai tujuan-tujuan

dengan cara mengaktivasi sebuah sistem. Segala sesuatu yang dilakukan oleh

pemimpin untuk mencapai tujuan harus didasarkan pada strategi yang

memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, untuk itulah digunakan metode

ilmiah sebagai metode penyelesaian masalah (Monica, 1998: 15). Metode

penyelesaian masalah terdiri dari :

a) Pengenalan masalah

Suatu masalah diidentifikasi melalui perbedaan antar apa yang sedang

terjadi secara nyata (actual) dalam suatu situasi dan apa yang seseorang

inginkan untuk terjadi (optimal) (Monica, 1998: 15).

b) Defenisi masalah

Setelah suatu situasi dikaji untuk menentukan area prioritas kebutuhan,

untuk mengidentifikasi apakah kelompoknya sejalan dengan kebutuhan

ini (actual), dan untuk mengidentifikasi apakah keinginan seseorang

relatif sesuai dengan kebutuhan ini (optimal), maka kemudian dapat

ditetapkan suatu masalah (Monica, 1998: 16).

c) Analisa masalah

Setelah masalah diidentifikasi, maka masalah haruslah di analisa. Analisis

akan menghasilkan tiga tujuan: 1) mengapa masalah terjadi;

2) menganalisa kemampuan kelompok untuk mencapai tujuan (tingkat

kematangan); 3) menspesifikasi perilaku kepemimpinan yang tepat, yang

12

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

diindikasikan oleh tingkat kematangan kelompok, yang dibutuhkan dalam

rangka memenuhi kebutuhan kelompok untuk mencapai tujuan.

Keputusan perilaku kepemimpinan yang tepat akan didasarkan pada apa

yang bisa berhasil menurut penelitian. (Monica, 1998: 17).

2.1.5. Teori perilaku kepemimpinan

Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin

dan bagaimana seorang pemimpin menjalankan fungsinya. Bila berbicara

mengenai perilaku kepemimpinan, maka terlebih dahulu harus membahas

teori-teori kepemimpinan. Gary (2001) menjelaskan bahwa teori

kepemimpinan terbagi ke dalam empat kategori, yaitu Teori Sifat (Traits

Theory), Teori Perilaku Kepemimpinan (Behavioral Theories of Leadership),

Teori Situasional (Situational Theory), dan Teori Neo-Karismatik

(Neocharismatic Theories).

Teori Kepemimpinan Situasional adalah suatu pendekatan terhadap

kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku

bawahan, dan situasi sebelum menggunakan perilaku kepemimpinan tertentu.

Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa

dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998). Teori-teori yang termasuk

dalam Teori Kepemimpinan Situasional adalah Teori Kepemimpinan Fiedler,

Teori Situasional Hersey & Blanchard, Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota

(Leader Member Exchange Theory), Teori Jalur Tujuan (Path Goal Theory),

dan Model Partisipasi-Pemimpin. Disini peneliti akan membahas lebih lanjut

mengenai teori Situasional Hersey & Blanchard.

13

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

2.1.6. Teori situasional Hersey dan Blanchard

Teori Situasional (The situational theory) Hersey & Blanchard

melakukan pendekatan yang berfokus pada perhatian yang besar pada

karakteristik bawahan dalam menentukan perilaku kepemimpinan yang tepat

(Daft, 2003). Model ini menjelaskan bahwa para manajer perlu menyesuaikan

perilaku kepemimpinan mereka sebagai respons terhadap berbagai karakter

dari orang-orang yang menjadi bawahannya seperti harapan pekerja,

pengalaman, keahlian, dan kesanggupan dalam menerima tanggung jawab

(Monica, 1998: 72). Hal penting pada teori Hersey & Blanchard adalah bahwa

bawahan bervariasi dalam tingkat kesiapannya dalam melakukan pekerjaan.

Orang dengan kemampuan yang terbatas dan kurangnya pelatihan,

ataupun rasa ketidakamanan, memerlukan perilaku kepemimpinan yang

berbeda dari mereka yang tinggi kesiapannya dan mempunyai kemampuan,

ketrampilan, percaya diri, dan kemampuan bekerja yang baik (Daft, 2003).

Berdasarkan model kepemimpinan Hersey & Blanchard tersebut, perilaku

kepemimpinan ini dibagi menjadi empat kuadran menurut situasi yang

dihadapi yang dikaitkan dengan tinggi rendahnya kecenderungan kepada

pekerjaan (task behavior) dan rendahnya kecenderungan kepada hubungan

terhadap orang-orang (relationship behavior) (Sule & Saefullah, 2008).

Keempat kuadran pada teori kepemimpinan situasional Hersey & Blanchard

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pekerjaan yang tinggi dan hubungan yang rendah (LBI)

Perilaku ini disetarakan dengan menyampaikan atau telling (Daft, 2003).

Dimana situasi yang dihadapi adalah tuntutan terhadap pekerjaan yang

14

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

tinggi dan rendah terhadap hubungan orang-orang atau relasi, maka

pemimpin yang berorientasi pada pekerjaan yang tinggi lebih dibutuhkan,

kadangkala kecenderungan untuk sedikit otoriter karena rendahnya

kesiapan bawahan dalam menerima tanggung jawab pekerjaan. Pada situasi

ini pekerjaan lebih penting untuk dikerjakan daripada membangun

hubungan dengan orang-orang (Sule & Saefullah, 2008). Seorang

pemimpin pada pokoknya mendefenisikan pekerjaan, menerangkan pada

kelompok tanggung jawab setiap orang, kapan pekerjaan harus dilakukan,

menetapkan peran-peran yang dimainkan oleh bawahannya dan

memerintahkan kepada mereka apa, bagaimana, bilamana dan dimana

bawahan harus melaksanakan berbagai jenis pekerjaan agar keputusan

dapat dilaksanakan dengan efektif, serta mengawasi pekerjaan dengan ketat

(Rivai, 2003: 54). Komunikasi satu arah menjadi karakteristik perilaku

kepemimpinan meskipun perilaku hubungan yang rendah haruslah ada.

Pada kondisi ini pengambilan keputusan mutlak berada pada pemimpin

sedangkan peran bawahan sangat minimal (Monica, 1998: 72).

b. Pekerjaan yang tinggi dan hubungan yang tinggi (LB2)

Perilaku ini disetarakan dengan menjual atau selling (Daft, 2003). Dimana

kondisi yang dihadapi memerlukan perhatian yang tinggi terhadap

pekerjaan sekaligus orang-orang, sehingga lebih mengarah kepada gaya

kepemimpinan demokratis dan berorientasi kepada kemajuan dan

perubahan sangat diperlukan. Selain pekerjaan dapat diselesaikan,

pemimpin dalam situasi ini berhadapan dengan tim kerja yang baik,

memiliki motivasi untuk berprestasi dalam pekerjaan yang tinggi, sehingga

15

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

mereka tidak perlu lagi diarahkan secara ekstra untuk bekerja (Sule &

Saefullah, 2008). Pemimpin memberikan perhatian yang seimbang terhadap

keyakinan, keinginan dan kebutuhan kelompok. Pemimpin mungkin

mendefenisikan suatu tujuan, menunjuk apa yang perlu dikerjakan, siapa

yang mempunyai tanggung-jawab khusus dan sudah terdapat interaksi

dengan kelompok. Rencana sebelumnya dari pemimpin mungkin diubah

karena reaksi bawahan. Pada kondisi seperti ini, peran pemimpin dalam

pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar, tetapi

masukan dan pendapat bawahan sudah mulai dipertimbangkan pemimpin

untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah

ditetapkan dan akan dilaksanakan (Daft, 2003). Dengan menerapkan

tindakan ini diharapkan keputusan-keputusan pimpinan akan mendapat

dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan

berlangsung efektif (Rivai, 2003: 54).

c. Hubungan yang tinggi dan pekerjaan yang rendah (LB3)

Disetarakan dengan peran serta atau participating. Dengan menjalankan

tindakan partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang

dipimpinnya. Bawahan memiliki karakteristik tim kerja yang baik dan

mereka termotivasi dengan baik untuk berada dalam organisasi, akan tetapi

belum banyak diarahkan pada pekerjaan yang memberikan tantangan

kepada mereka, sehingga orientasi kepada pekerjaan masih rendah. Kondisi

seperti ini perhatian utama pemimpin bukanlah pekerjaan dan berbagai

keruwetannya, tetapi sebaliknya perhatian diberikan untuk proses, untuk

mendapatkan kelompok bekerja dan bersama-sama secara efektif untuk

16

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

menyelesaikan pekerjaan (Monica, 1998: 73). Pimpinan dan bawahan

bersama-sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan maupun

dalam melaksanakannya melalui komunikasi dua arah dan lebih difasilitasi

oleh pimpinan apabila bawahan mempunyai kemampuan dan pengetahuan

untuk menyelesaikan pekerjaan (Daft, 2003). Menghadapi situasi ini,

pemimpin perlu untuk memberikan dukungan kepada orang-orang atau

pekerja untuk melakukan apa yang terbaik dari pekerjaan mereka melalui

pemberian motivasi. Pemimpin menciptakan suasana mendukung,

konstruktif, dan berorientasi pada pemecahan masalah.

Pemimpin pada kuadran ini benar-benar harus memperhatikan aspek relasi

antarmanusia dan pemimpin cenderung bersikap partisipatif (Sule &

Saefullah, 2008). Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi

dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak

mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan

pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan bawahan

(Rivai, 2003: 55).

d. Pekerjaan yang rendah dan hubungan yang rendah (LB4)

Perilaku ini disetarakan dengan pendelegasian karena pengendalian

dipindahkan dari pemimpin kepada bawahan. Pemimpin mempertahankan

suatu sikap merendah dalam gaya ini, memungkinkan para bawahan untuk

diberi kesempatan memainkan kemampuan mereka melalui pendelegasian

dan pengarahan umum dengan catatan bawahan memiliki kemampuan yang

tinggi serta kedewasaan. Dalam hal ini para bawahan dituntut memiliki

kematangan (kemampuan) pekerjaan dan kematangan psikologis

17

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

(kemauan). Kematangan pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk

melaksanakan sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan

sedangkan kematangan psikologis dikaitkan dengan kemampuan atau

motivasi untuk melakukan sesuatu yang erat kaitannya dengan rasa yakin.

Agar pendelegasian lebih efektif, pemimpin perlu menyeleksi dan

menyusun tugas yang dilimpahkan, menyeleksi orang yang tepat,

berkemampuan dan memiliki komitmen terhadap pekerjaan dan yang

terakhir memberikan arahan dan motivasi kepada bawahan (Nursalam,

2002: 110). Untuk bawahan yang mempunyai tingkat kesiapan tinggi,

pemimpin memberi tahu tujuan secara umum dan memberikan otoritas dan

tanggung-jawab kepada seseorang atau kelompok untuk mengerjakan

pekerjaan, persetujuan awal dari pemimpin mungkin atau mungkin tidak

perlu diminta sebelum keputusan itu diimplementasikan dan bawahan

dinilai mampu untuk mengerjakannya (Daft, 2003). Pada waktunya,

pemimpin mungkin dibutuhkan untuk konsultasi dan berdiskusi, atau untuk

memberikan pengarahan dan dorongan positif. Interaksi seperti itu tidak

direncanakan secara teratur, tetapi akan terjadi karena kebutuhan meningkat

(Monica, 1998: 74).

2.1.7. Teori kematangan pekerjaan dan kematangan psikologis menurut

Hersey dan Blanchard.

Kematangan dalam pekerjaan adalah kemampuan seseorang untuk

menyelesaikan masalah, termasuk pengetahuan dan pengalaman. Kemampuan

(ability) adalah menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan pekerjaan,

sedangkan kemauan adalah keinginan dan minat yang timbul dari diri

18

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

seseorang untuk melakukan pekerjaan. Adapun kematangan psikologis adalah

keinginan seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan kepercayaan

diri dan penghargaan diri (Hersey, Blanchard, 1977). Dengan menggunakan

variabel kemampuan dan kemauan, Hersey dan Blanchard (1977) dalam

Monica (1998: 59) mendesain empat batasan dalam tingkat-tingkat

kematangan:

Tingkat kematangan Karakteristik bawahan

M1- Kematangan rendah Tidak mau dan tidak mampu

M2- Kematangan moderat Mau tetapi tidak mampu

M3- Kematangan moderat Mampu tetapi tidak mau

M4- Kematangan tinggi Mampu dan mau

Sumber : Monica, 1998

Secara rinci keempat kuadran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Kuadran M1: Tingkat kematangan bawahan rendah, yaitu kondisi dimana

kemampuan bawahan dalam melaksanakan tugas rendah, bawahan tidak mau

memikul tanggung-jawab dan ketidakyakinan untuk dapat melakukan sesuatu.

Penyebabnya tugas yang diembannya jauh di atas kemampuannya, kurang

mengerti kaitan antara tugas dan tujuan organisasi (Rivai, 2003: 74).

b. Kuadran M2: Tingkat kematangan bawahan rendah ke sedang atau moderat

rendah, yaitu kondisi dimana kemampuannya melaksanakan tugas masih

rendah tetapi memiliki rasa tanggung-jawab sehingga ada upaya berprestasi.

Mereka yakin akan pentingnya tugas dan tahu pasti tujuan yang ingin dicapai.

Penyebabnya bawahan belum berpengalaman atau belum mengikuti pelatihan

19

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

dan pendidikan atau kurang memiliki ketrampilan pada saat sekarang tetapi

memiliki motivasi yang tinggi (Rivai, 2003: 74).

c. Kuadran M3: Tingkat kematangan bawahan sedang ke tinggi atau moderat

tinggi, yaitu bawahan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas

tetapi karena suatu hal tidak yakin akan keberhasilan sehingga tugas itu tidak

dilaksanakan. Penyebabnya misalnya bawahan merasa kecewa karena

dipindahtugaskan ke bidang yang lain dan tidak puas dengan penempatan yang

baru (Rivai, 2003: 75).

d. Kuadran M4: Tingkat kematangan bawahan tinggi, yaitu bawahan mempunyai

kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun memecahkan

masalah dan punya motivasi tinggi serta besar tanggung-jawabnya. Bawahan

mendapat kepuasan atas prestasinya dan yakin akan selalu berhasil (Rivai,

2003: 75). Misalkan pada sebuah Rumah Sakit, dimana pimpinan menengah di

bagian emergensi ingin merubah model pelayanan keperawatan dari

keperawatan dalam tim menjadi keperawatan primer. Sistem ini akan berada

pada tingkat kematangan M1 (tidak mau dan tidak mampu) jika mayoritas

anggotanya tidak mengenal konsep keperawatan primer dan tidak memiliki

pengalaman dalam keperawatan primer dan para anggota secara verbal dan

non-verbal mencerminkan ketidakinginan mereka untuk berubah. Jika para

anggota antusias dengan perubahan tersebut, ingin memperoleh pengetahuan

meskipun keperawatan primer adalah hal yang baru, maka sistem akan

didiagnosa sebagai M2 (Monica, 1998).

20

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

Sistem akan berada pada tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak

mau) jika mayoritas para anggota sistem memiliki pengetahuan tentang

keperawatan primer dan telah memiliki pengalaman terlebih dahulu, tetapi

tidak mempunyai pengalaman positif dengan model itu dan telah merasa

bahwa keperawatan tim adalah model yang mereka inginkan. Jika mayoritas

para anggota mempunyai pengetahuan tentang dan berpengalaman dengan

keperawatan primer, menyukainya dan bersemangat untuk memasukkan

model tersebut ke dalam pekerjaan di unit mereka, maka sistem akan berada

pada tingkat kematangan M4 (Monica, 1998). Faktor lain untuk diingat ketika

menggunakan teori ini adalah bahwa seseorang itu akan mau atau tidak mau

dan mampu atau tidak mampu. Tidak ada daerah kelabu atau yang setengah-

setengah. Sebagai contoh, jika seseorang mau mencoba sesuatu meskipun ia

meragukan manfaatnya, maka sebenarnya orang itu tidak mau. Orang

dikatakan mampu apabila mereka mampu ditinggalkan sendiri sepenuhnya

(Monica, 1998).

2.1.8. Menentukan perilaku kepemimpinan yang tepat

Perilaku kepemimpinan berespon terhadap diagnosa lingkungan diri,

sistem dan pekerjaan ditambah penerapan teori perilaku kepemimpinan.

Teori-teori yang digunakan untuk mendiagnosa sistem dibaca secara maju

dari kanan ke kiri. Dengan perkataan lain, tingkat tertinggi perkembangan

berada pada sisi kiri. Nomor-nomor perilaku kepemimpinan (LB1, LB2, LB3

dan LB4) ditempatkan pada arah jarum tempat kwadran perilaku

kepemimpinan, bergerak berlawanan arah jarum jam dari yang paling minimal

sampai paling matang. Dalam rangka menentukan perilaku kepemimpinan

21

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

yang tepat, untuk suatu diagnosa sistem harus dijembatani ke bagian atas

gambar (perilaku kepemimpinan). Misalnya pekerjaannya adalah merubah

model pemberian layanan keperawatan pada suatu unit keperawatan, dari

model keperawatan tim menjadi model keperawatan primer (Monica, 1998:

79). Penjelasan mengenai penentuan perilaku kepemimpinan ini akan

dijelaskan pada skema 1 halaman 26.

Pemimpin menggunakan teori Hersey dan Blanchard (1977, dalam

Monica, 1998) untuk mendiagnosa suatu sistem. Para anggota sistem di

diagnosa satu-persatu, kemudian ditetapkan tingkat kematangan sistem

tersebut misalnya M1, M1 yaitu kondisi dimana sebagian besar anggota

kelompok tidak mau dan tidak mampu untuk menjalankan pekerjaan. Dalam

hal ini tingkat kematangan M1 berhubungan langsung dengan LB1 (telling).

Karena itu, demi pencapaian pekerjaan, sebaiknya pemimpin memulai dengan

berperilaku sesuai dengan LB1, yaitu pekerjaan yang tinggi dan hubungan

yang rendah. Pemimpin harus mengembangkan suatu strategi yang

memberikan pengetahuan pada perawat pelaksana tentang keperawatan primer

dan memberitahukan bagaimana, kapan dan dimana tugas itu dikerjakan serta

menjelaskan tanggung-jawab mereka. Dengan perkatan lain, pemimpin harus

mengambil tanggung-jawab penuh untuk memungkinkan pekerjaan ini

diselesaikan tepat waktu (Monica, 1998: 79).

Diagnosa dan penetapan perilaku kepemimpinan akan memberikan

tempat untuk mulai bagi pemimpin suatu tempat yang menurut penelitian,

memiliki kemungkinan tertinggi untuk sukses. Perubahan kematangan sistem

harus tercermin dari perilaku kepemimpinan, apakah bergerak maju satu

22

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

kuadran (pertumbuhan) atau mundur satu kwadran (kemunduran). Jika

seorang pemimpin memulai pada LB1 dan menemukan bahwa kelompok telah

menjadi lebih mau menerima terhadap keperawatan primer, maka pemimpin

harus berubah secara bertahap dari LB1 ke LB2 (selling), yaitu hubungan

tinggi dan pekerjaan tinggi (Monica, 1998: 79).

Pada tahap LB2, interaksi kelompok dimulai, tetapi pemimpin masih

mempertahankan pengendalian terhadap pencapaian pekerjaan. Walaupun

pemimpin masih menerapkan perilaku telling yaitu menjelaskan tugas dan

peranan terhadap bawahan tetapi pemimpin juga menerapkan perilaku suportif

untuk memperkuat kemauan dan antusias bawahan untuk melakukan

pekerjaan. Jika seorang pemimpin berada pada LB2 dan menemukan bahwa

kelompok mengalami kemunduran dalam kematangan, yaitu menjadi

berkurang kemauan untun mengemban pekerjaan, maka seorang pemimpin

akan harus bergerak mundur ke LB1 (Monica, 1998: 79).

Bawahan dengan tingkat kematangan sedang ke tinggi, yaitu bawahan

yang mampu tetapi tidak mau (M3) melakukan hal-hal yang diinginkan

pemimpin. Ketidakmauan bawahan seringkali merasa kurang yakin dengan

kemampuannya. Bawahan perlu di motivasi dan menciptakan komunikasi dua

arah antara pemimpin dan bawahan untuk mendukung upaya bawahan dalam

menggunakan kemampuan yang mereka miliki. Pemimpin mengikutsertakan

(LB3) bawahan dalam pengambilan keputusan sedang peranan pemimpin

yang utama adalah memudahkan dan berkomunikasi. Dengan demikian

perilaku partisipasi yang suportif memiliki kemungkinan efektif paling tinggi

dengan bawahan pada tingkat kematangan ini.

23

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

Tujuan pemimpin dalam menentukan perilaku kepemimpinan yang

tepat adalah untuk menggerakkan sistem untuk mencapai LB4 (delegating),

pekerjaan dan hubungan yang rendah. Bawahan dengan tingkat kematangan

seperti ini adalah orang-orang yang mampu dan mau atau yakin memikul

tanggung-jawab. Dengan demikian perilaku yang “mendelegasikan” yang

menyediakan arahan atau dukungan yang rendah, memiliki kemungkinan

efektif paling tinggi dengan bawahan pada tingkat kematangan tinggi.

Meskipun pemimpin boleh jadi mengidentifikasi masalah, tetapi tanggung-

jawab untuk melaksanakan rencana diberikan kepada bawahan yang matang.

Mereka diperkenankan melaksanakan sendiri pekerjaan dan memutuskan

tentang bagaimana, bilamana, dan dimana pelaksanaan pekerjaan itu. Ketika

suatu sistem menjadi matang, ia dapat memantau dirinya sendiri dan

menyelesaikan pekerjaan. Pemimpin kemudian dapat mendelegasikan pada

bawahan dan menjadi bebas untuk bekerja menyelesaikan pekerjaan yang lain.

Pendelegasian hanya terjadi pada LB4 (Monica, 1998: 79).

24

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

Memberikan Perilaku Dukungan Pemimpin (Relationship Behaviour)

Memberikan Panduan (Task Behaviour)

Gambar: Model Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard (1977, dalam Monica, 1998)

M4 M3 M2 – 3 M2 M1 Aktualisasi diri Harga diri Sosial Rasa aman Fisiologis Gambar: Hirarki Kebutuhan Maslow (1970, dalam Monica, 1998)

Pencapaian Pengakuan Relasi Interpersonal Keamanan Kerja Kehidupan- Pertumbuhan Prestasi Kemajuan Kondisi Kerja pribadi Tanggung-jawab Status Kebijakan Gaji

M4 M3 M2 M1 Mampu Mampu tetapi Mau tetapi Tidak mau dan dan mau tidak mau tidak mampu tidak mampu

Gambar : Kematangan Pekerjaan dan Kematangan Psikologis, Hersey &

Blanchard (1977, dalam Monica, 1998)

Skema 2.1 : Skema untuk mendiagnosa sebuah sistem dan menentukan perilaku

kepemimpinan yang tepat.

Hubungan Tinggi

Pekerjaan Rendah

LB3

Hubungan tinggi

Pekerjaan Tinggi

LB2

LB4

Hubungan Rendah

Pekerjaan Rendah

LB1

Hubungan Rendah

Pekerjaan Tinggi

SISTEM DIAGNOSA TINGKAT KEMATANGAN

25

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

Keterangan Skema :

LB1 (Leadership behavior 1) = Telling

LB2 (Leadership behavior 2) = Selling

LB3 (Leadership behavior 3) = Participating

LB4 (Leadership behavior 4) = Delegating

M1 (Mature 1) = Tingkat kematangan bawahan rendah

M2 (Mature 2) = Tingkat kematangan bawahan rendah ke sedang (moderat rendah)

M2-M3 = Tingkat kematangan bawahan antara M2 dan M3

M3 (Mature 3) = Tingkat kematangan bawahan sedang ke tinggi (moderat tinggi)

M4 (Mature 4) = Tingkat kematangan bawahan tinggi

2.1.9. Kepemimpinan dalam keperawatan

Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penggunaan

ketrampilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perawat-perawat lain

dibawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan

keperawatan tercapai. Menurut Bennis (dalam Lancaster, 1997),

mengidentifikasi empat kemampuan penting bagi seorang pemimpin yaitu

(1) mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia,

(2) menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan,

(3) mempunyai kemampuan hubungan antar manusia, (4) mempunyai

sekelompok nilai-nilai dan kemampuan mengenal orang lain dengan baik

(Lancaster, 1997).

Kepala ruangan sebagai pemimpin dalam melaksanakan kegiatan

pelayanan dan asuhan keperawatan diharapkan dapat: (1) membantu staf

keperawatan mencapai tujuan yang ditentukan, (2) mengarahkan kegiatan-

26

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

kegiatan keperawatan, (3) bertanggung jawab atas tindakan keperawatan yang

dilakukan, (4) melaksanakan keperawatan berdasarkan standar,

(5) menyelesaikan pekerjaan dengan benar, (6) mencapai tujuan keperawatan,

(7) mensejahterakan staf keperawatan, dan (8) memotivasi staf keperawatan

(Warsito, 2006).

2.2. Motivasi Kerja

2.2.1. Defenisi

Motivasi berasal dari bahasa latin, Mavere yang artinya dorongan,

keinginan-keinginan, penggerak rangsangan atau impuls dalam diri seseorang

yang menimbulkan perilaku (Hasibuan, 2005: 216). Robbins (2002: 55)

menjelaskan bahwa motivasi kerja adalah keinginan untuk melakukan sesuatu

sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk

tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk

memenuhi suatu kebutuhan individual.

Motivasi kerja menurut Hasibuan (2005: 216) adalah pemberian daya

gerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja

sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai

suatu tujuan. Motivasi bekerja tidak hanya berwujud kebutuhan ekonomis

yang bersifat materil saja, akan tetapi bisa juga berwujud penghargaan dari

lingkungan, prestise dan status sosial, yang semuanya berbentuk ganjaran

sosial yang imateril sifatnya. Tidak selalu motif uang itu menjadi motif primer

bagi orang yang bekerja. Kebanggaan akan hasil karya sendiri, interest atau

minat yang besar terhadap pekerjaan, merupakan insentif kuat untuk mencintai

suatu pekerjaan (Rivai, 2003).

27

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

2.2.2. Metode-metode motivasi

Terdapat dua metode dalam motivasi, metode tersebut adalah metode

langsung dan metode tidak langsung (Hasibuan, 2005). Kedua metode

motivasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Metode langsung, merupakan motivasi materiil atau non materiil yang

diberikan secara langsung kepada seseorang untuk pemenuhan kebutuhan

dan kepuasannya. Motivasi ini dapat diwujudkan misalnya dengan

memberikan pujian, penghargaan, bonus dan piagam.

b) Metode tidak langsung, merupakan motivasi yang berupa fasilitas dengan

maksud untuk mendukung serta menunjang gairah kerja dan kelancaran

pekerjaan.

2.2.3. Tujuan pemberian motivasi

Adapun tujuan pimpinan memberikan motivasi terhadap bawahan

menurut Rivai (2003) yaitu:

a. Mendorong gairah dan semangat kerja bawahan.

b. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja bawahan.

c. Meningkatkan produktivitas kerja bawahan.

d. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan terhadap organisasi.

e. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi bawahan.

f. Menciptakan suasana dan hubungan yang baik.

g. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi bawahan.

h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan bawahan.

i. Mempertinggi rasa tanggung-jawab bawahan terhadap tugas-tugasnya.

28

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

Hasibuan (2005: 216) menjelaskan bahwa motivasi kerja diberikan kepada

bawahan dimaksudkan agar :

1. Pemimpin dapat membagi-bagikan pekerjaannya kepada para

bawahannya untuk dikerjakan dengan baik.

2. Karena ada bawahan yang mampu untuk mengerjakan pekerjaannya,

tetapi ia malas atau kurang bergairah mengerjakannya.

3. Untuk memelihara dan atau meningkatkan kegairahan kerja bawahan

dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

4. Untuk memberikan penghargaan dan kepuasan kerja bawahannya.

2.2.4. Penguatan Motivasi

Modifikasi perilaku adalah serangkaian teknik di mana teori penguatan

digunakan untuk memodifikasi perilaku manusia. Asumsi dasar yang

melandasi modifikasi perilaku adalah hukum efek (law of effect), yang

menyatakan bahwa perilaku yang secara positif memperoleh penguatan

cenderung diulangi, dan perilaku yang tidak memperoleh penguatan

cenderung tidak diulangi (Daft, 2003).

Robbins (2007: 490) menjelaskan bahwa penguatan (reinforcement)

didefenisikan sebagai sesuatu yang menyebabkan perilaku tertentu untuk

diulangi atau dihambat Ada empat perangkat penguatan yaitu:

a. Penguatan positif (positive reinforcement), adalah administrasi

konsekuensi yang menyenangkan dan menghasilkan penghargaan setelah

berperilaku yang diinginkan, seperti pemberian pujian, bonus atau

penghargaan (Robbins, 2007: 490).

29

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

b. Avoidance learning. Adalah penghilangan konsekuensi yang tidak

menyenangkan setelah berperilaku seperti yang diinginkan. Avoidance

learning kadangkala disebut penguatan negatif. Avoidance learning

terjadi ketika seorang pemimpin berhenti mengkritik dan menegur

bawahan pada saat perilaku tidak benar telah dihentikan (Sule &

Saefullah, 2008).

c. Hukuman (punishment). Adalah pembebanan dari hasil yang tidak

menyenangkan pada bawahan. Hukuman biasanya terjadi setelah

berperilaku tidak seperti yang diinginkan. Pemimpin berharap bahwa

hukuman yang diberikan akan mengurangi perilaku tersebut terulang

kembali (Daft, 2003).

d. Peniadaan (extinction) adalah penarikan penghargaan positif, yang berarti

bahwa perilaku tersebut tidak lagi memperoleh penguatan dan karenanya

kecil kemungkinan untuk terjadi di masa yang akan datang. Misalnya,

seorang pemimpin memberikan kebijakan memperbolehkan mendengar

radio saat bekerja, ternyata kebijakan ini menyebabkan produktivitas

bawahan menurun, maka pemimpin meniadakan kembali kebijakan ini

untuk mengembalikan produktivitas kerja bawahan( Sule & Saefullah,

2008).

Menurut Mangkunegara (dalam Nursalam, 2002), terdapat beberapa prinsip-

prinsip dalam motivasi kerja bawahan, yaitu:

a. Prinsip Partisipatif. Dalam upaya memotivasi kerja, bawahan perlu

diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang

akan dicapai oleh pemimpin.

30

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

b. Prinsip komunikasi. Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang

berhubungan dengan usaha pencapaian pekerjaan. Dengan informasi yang

jelas bawahan akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

d. Prinsip mengakui andil bawahan. Pemimpin mengakui bahwa bawahan

mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan,

bawahan akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

e. Prinsip pendelegasian wewenang. Pemberian wewenang kepada bawahan

akan memberikan kesempatan kepada bawahan dalam mengambil sebuah

keputusan, menjadi lebih bertanggung jawab dan lebih memotivasi

bawahan untuk bekerja lebih baik dan tepat waktu dalam penyelesaian

pekerjaan.

f. Prinsip memberi perhatian. Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa

yang diinginkan bawahannya, dan bawahan akan termotivasi bekerja

sesuai dengan harapan pemimpin.

Memotivasi bawahan merupakan tanggung-jawab para pemimpin.

Terdapat teori-teori yang membimbing pemimpin untuk mengetahui apa yang

dapat memotivasi individu dan untuk menerapkan perilaku kepemimpinan

yang tepat, yang akan meningkatkan kemungkinan untuk dapat memotivasi

orang agar mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya (Monica, 1998). Pada

penelitian ini, peneliti akan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

motivasi bawahan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan (needs) yang diambil

dari teori motivasi Abraham Maslow.

31

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

2.2.5. Teori motivasi menurut Abraham Maslow

Teori Hirarki Kebutuhan (hierarchy of needs theory) dari Maslow

menyatakan bahwa manusia dimotivasi oleh berbagai kebutuhan yang sangat

tergantung dari kepentingan individu (Daft, 2003). Adapun dasar teori

motivasi hirarki kebutuhan Maslow yaitu:

a) Manusia adalah mahluk sosial yang berkeinginan; ia selalu menginginkan

lebih banyak. Keinginan ini terus menerus, baru berhenti jika akhir

hayatnya tiba.

b) Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi

pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat

motivasi.

Kebutuhan manusia diklasifikasi menjadi lima hierarki kebutuhan yaitu :

a. Kebutuhan Fisiologis (physiological needs)

Kebutuhan fisik manusia yang paling dasar disebut juga kebutuhan untuk

mempertahankan hidupnya (Robbins, 2007: 483). Hal-hal yang termasuk

kebutuhan fisiologis yaitu sandang, pangan, air, udara, seks, istirahat dan

tempat tinggal. Dalam rancangan organisasi ini direfleksikan sebagai

kebutuhan atas cakupan, panas, udara dan gaji pokok yang layak untuk

menjamin kelangsungan hidup dan adanya jaminan kesehatan (Monica,

1998: 55). Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis ini merangsang

seseorang berperilaku dan bekerja giat. Kebutuhan fisiologis ini termasuk

kebutuhan utama, tetapi merupakan kebutuhan yang bobotnya paling

rendah (Hasibuan, 2005: 224).

32

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

b. Kebutuhan Keamanan (safety needs)

Hersey & Blanchard (1977) dalam Monica (1998: 56) mendefenisikan

kebutuhan keamanan sebagai pelibatan dengan pemeliharaan diri di tempat

kerja. Perlindungan terhadap trauma fisik dalam lingkungan adalah suatu

kebutuhan keamanan. Kebutuhan keamanan merefleksikan kebutuhan

akan keselamatan kerja dan merasa terbebas dari kecelakaan kerja,

keamanan kerja dalam pengoperasian alat-alat canggih, penerangan di

tempat kerja, kebebasan dari tekanan yang terus-menerus, tunjangan

tambahan, dan jaminan kerja (Daft, 2003). Kebutuhan akan keamanan harta

di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja, misalnya motor yang di

parkir jangan sampai hilang. Tempat kerja yang baik dan nyaman juga akan

meningkatkan motivasi kerja bawahan sehingga akan meningkatkan

kepuasan kerja dan kinerja bawahan (Hasibuan, 2005: 224).

c. Kebutuhan sosial (social needs)

Hersey & Blanchard (1977, dalam Monica, 1998) secara kuat

mengekspresikan kebutuhan sosial sebagai hubungan interpersonal yang

berarti. Kebutuhan-kebutuhan sosial melibatkan suatu proses interaksi

berupa komunikasi terapeutik kepada pasien yang sifatnya membantu

kesembuhan pasien (Monica, 1998). Contoh lain dari suatu tingkat

kebutuhan sosial adalah mereka yang menikmati bekerja bersama dalam

kelompok-kelompok dan tim-tim, menganggap lingkungan kerja sebagai

situasi sosial, mengajak orang untuk merasa menjadi bagian dari kelompok

kerja, partisipasi dalam kelompok kerja, dan hubungan positif dengan

pemimpin (Daft, 2003).

33

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorang

pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat terpencil. Karena manusia

adalah mahluk sosial, sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan

sosial. Hasibuan (2005: 225) menjelaskan kebutuhan sosial yang terdiri dari

empat kelompok, yaitu:

1. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia

hidup dan bekerja (sense of belonging).

2. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa

dirinya penting (sense of importance). Serendah-rendahnya pendidikan

dan kedudukan seseorang ia tetap merasa dirinya penting. Karena itu

dalam memotivasi bawahan pemimpin harus dapat melakukan tindakan

yang menimbulkan kesan bahwa tenaga mereka diperlukan dalam proses

pencapaian tujuan organisasi.

3. Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement).

Setiap orang senang akan kemajuan dan tidak seorang pun yang

menyenangi kegagalan. Kemajuan di segala bidang merupakan

keinginan dan kebutuhan yang menjadi idaman setiap orang.

4. Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participating). Setiap

bawahan akan merasa senang, jika ia diikutsertakan dalam berbagai

kegiatan organisasi dalam arti diberi kesempatan untuk mengemukakan

saran-saran, pendapat-pendapatnya kepada pemimpin mereka.

d. Kebutuhan harga diri (esteem of needs)

Esteem of needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta

penghargaan prestise dari pimpinan ataupun dari rekan kerjanya. Idealnya

34

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian.

Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi

kedudukan seseorang dalam jabatan organisasi maka semakin tinggi pula

prestisenya.

Maslow mengidentifikasi dua jenis kebutuhan harga diri yaitu:

1) Keinginan untuk pencapaian sesuatu, kompetensi dan menguasai

kegiatan-kegiatan professional, keyakinan diri, kemandirian dan

kebebasan.

2) Keinginan untuk berwibawa, status, reputasi dan penghargaan, menerima

pekerjaan yang menantang dan pengakuan akan prestasi (Monica, 1998:

57). Orang-orang yang memiliki kebutuhan harga diri mencari

pemenuhannya dengan secara jelas dan secara samar meminta untuk

diperhatikan (Robbins, 2007: 483). Mereka mungkin ingin dikatakan

bahwa mereka adalah perawat super, bahwa mereka selalu menjalankan

tanggung-jawab mereka, bahwa mereka dapat diandalkan dan

sebagainya (Monica, 1998: 57).

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self-actualization needs)

Kebutuhan ini merupakan tingkatan tertinggi. Menjadi kebutuhan

mendesak apabila semua kebutuhan lain telah terpenuhi. Ini melibatkan

harapan seseorang untuk mencapai potensi yang paling penuh (Monica,

1998: 58). Douglas (1980, dalam Monica, 1998: 58) memberikan

karakteristik pegawai yang telah memiliki aktualisasi diri sebagai mereka

yang menemukan arti dan pertumbuhan pribadi dalam pekerjaan; mereka

secara aktif mencari tanggung-jawab baru, bekerja didasari dengan

35

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

kemampuan, kecakapan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai

prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luas biasa yang sulit dicapai

orang lain (Hasibuan, 2005: 226) dan menerima pekerjaan sebagai bermain,

melaksanakan tugas sebagai sesuatu yang menyenangkan (Robbins, 2007:

483) (Swanburg, 2000: 293). Orang dengan tingkat kebutuhan pada tingkat

aktualisasi diri lebih menghargai waktu, menghargai sesama manusia dan

mempunyai rasa yang kuat pada kebenaran dan kesalahan, pada kebaikan

dan kejelekan. Selanjutnya, orang-orang ini mendorong diri sendiri

(dorongan instrinsik) dan bukan mencari dorongan dari orang lain

(dorongan ekstrinsik). Dorongan ekstrinsik menunjukkan karakteristik

orang pada tingkat harga diri.

Orang-orang yang mengaktualisasi diri akan menyelesaikan, menjelaskan

apa yang perlu kepada pemimpin, dan kemudian melanjutkan tanggung-

jawabnya. Mereka akan menggantungkan diri, saling tergantung atau

mandiri sesuai dengan arah mereka sendiri dan sesuai dengan tuntutan

situasi. Seorang perawat pada tingkat ini akan berusaha keras untuk

menolong diri dan orang lain dalam lingkungan itu tanpa harus diberi tahu

(Monica, 1998: 58). Mereka berupaya menjadi seseorang yang seharusnya.

Perawat ingin menjadi segala macam yang mereka dapat, untuk mencapai

potensi, untuk menjadi perawat yang berguna, mempertimbangkan menjadi

kreatif dan memenuhi standar penampilan seseorang. Menurut Hasibuan

(2005: 226) kebutuhan aktualisasi diri berbeda dengan kebutuhan lain

dalam dua hal, yaitu:

36

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

1. Kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipengaruhi dari luar.

Pemenuhannya hanya berdasarkan keinginan atas usaha individu itu

sendiri.

2. Aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan seorang individu.

kebutuhan ini berlangsung terus-menerus terutama sejalan dengan

meningkatnya jenjang karir seorang individu.

Hasibuan (2005: 226) menjelaskan bahwa pentingnya pemimpin

mengenal karakteristik kebutuhan bawahan berdasarkan teori hierarki

kebutuhan Maslow karena teori ini:

a) Teori ini memberikan informasi bahwa kebutuhan manusia itu jamak

(material dan nonmaterial) dan bobotnya bertingkat pula.

b) Pemimpin mengetahui bahwa seseorang berperilaku atau bekerja adalah

untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan (material dan nonmaterial)

yang akan memberikan kepuasan baginya.

c) Kebutuhan manusia itu berjenjang sesuai dengan kedudukan atau sosial

ekonominya. Seseorang yang berkedudukan rendah (sosial ekonomi

lemah) cenderung dimotivasi oleh material, sedang orang yang

berkedudukan tinggi cenderung dimotivasi oleh nonmaterial.

d) Pemimpin akan lebih mudah memberikan alat motivasi yang paling

sesuai untuk merangsang semangat bekerja bawahannya

2.2.6. Indikator motivasi

Sesuai dengan diagram Hirarki kebutuhan Maslow, Monica (1998)

menyebutkan pengukuran motivasi meliputi 5 aspek motivator yang meliputi

aspek-aspek :

37

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

a. Kebutuhan fisiologis

b. Kebutuhan keamanan

c. Kebutuhan sosial

d. Kebutuhan Harga diri

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Kepala perawat dapat menggunakan teori Maslow untuk mendiagnosa

tingkat kematangan sistem dalam menyelesaikan masalah tertentu (Monica,

1998: 55).

2.2.7. Hubungan kepemimpinan kepala ruangan terhadap motivasi kerja

perawat pelaksana

Perilaku kepemimpinan ditentukan oleh pemimpin itu sendiri, sehingga

jika kepemimpinan yang diterapkan baik dan dapat memberikan arahan yang

baik kepada bawahan, maka akan timbul kepercayaan dan menciptakan

motivasi kerja dalam diri pegawai, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai

(Fahmi, 2009). Proses motivasi dalam kegiatan pemimpin dimulai dari

1) pemimpin menunjukkan jalan (strategi) terhadap pencapaian tujuan

organisasi, 2) pemimpin mengkaji (mendiagnosa) kebutuhan internal

bawahan, 3) bawahan bersikap atau bertindak dengan mengikuti jalan yang

akan memuaskan kebutuhannya, 4) bawahan mencapai tujuan organisasi dan

menerima imbalan, pemenuhan kebutuhan pegawai meningkatkan kepuasan

kerja, 5) pemimpin berhasil dalam mencapai tujuan organisasi (Monica 1998).

Seorang kepala perawat menjalankan perannya sebagai seorang

pemimpin, bertanggung-jawab memotivasi bawahan dalam mencapai tujuan-

tujuan organisasi. Dengan menggunakan teori motivasi untuk mencapai tujuan

38

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku kepemimpinan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27075/4/Chapter II.pdf · melalui penelitian tentang pengalaman diri (Monica, 1998: 14

ini, pertama-tama kepala perawat perlu mengkaji kekuatan motif tertinggi dari

perawat pelaksana, dan kemudian menentukan tujuan yang akan secara

langsung memuaskan kebutuhan pribadi perawat pelaksana. Kepala perawat

memberikan pemenuhan kebutuhan perawat pelaksana, bila pemenuhan

kebutuhan terpenuhi maka akan mempengaruhi motivasi kerja, sehingga

kepala perawat dapat meningkatkan motivasi kerja perawat pelaksana (Monica

1998).

39

Universitas Sumatera Utara