BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Atensieprints.umm.ac.id/47284/3/BAB II.pdfNor-epinefrin (NE) melalui...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Atensieprints.umm.ac.id/47284/3/BAB II.pdfNor-epinefrin (NE) melalui...
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Atensi
Atensi memiliki definisi yaitu keadaam dimana seseorang dalam keadaan
sadar dan dapat memusatkan perhatian nya pada suatu stimulus ataupun informasi
tertentu. Atensi juga berarti suatu keadaan dimana seseorang dalam keadaan siaga/
aware terhadap apapun yang terjadi di sekitarnya. Tidak semua informasi yang ada di
sekitar adalah suatu stimulus penting yang membutuhkan atensi, karena itu otak kita
cenderung untuk memilih-milih diantara berbagai stimulus yang ada di sekitar untuk
diberikan perhatian (Geva, Zivan, & Olchik, 2013). Beberapa peneliti banyak
menyebutkan bahwa proses atensi melibatkan banyak sekali sistem. Namun, terdapat
3 sistem yang terbesar yang menyusun dari proses atensi sendiri. Sistem-sistem
tersebut adalah alerting, orientating dan executive function. (Yin, et al., 2012).
2.1.1 Alerting
Alerting adalah suatu keadaan dimana otak kita memberikan sinyal waspada
terhadap stimulus apapun yang kita rasakan. Mekanisme awal pada proses alerting
terletak pada mekanisme arousal, yang mana akan meneruskan input sensorik dari
nervus cranialis di batang otak dan mengaktifkan reticular activating system (RAS)
yang mana akan mengatifkan modalitas pada korteks serebri. Pada proses ini, kita
akan menyadari bahwa ada suatu stimulus yang diterima oleh otak kita tanpa/ sedikit
sekali mengetahui maksud dari stimulus tersebut. Pada proses alerting, stimulus
datang dan dirasakan dari reseptor pada panca indera, kemudian diterima oleh neuron
7
sensorik menuju inti nervus cranialis di batang otak, dibawa oleh neurotransmitter
Nor-epinefrin (NE) melalui jaras aferen untuk mengaktifkan RAS menuju korteks
Serebri. Pada Proses ini, bagian dari korteks serebti yang menjadi modalitas adalah
daerah lobus parietal yang merupakan pusat sensorik primer, lobus frontal lalu
thalamus (Yin, et al., 2012).
2.1.2 Orienting
Orienting adalah proses selanjutnya setelah alerting. Pada proses ini, otak kita
akan memerintahkan agar kita cenderung memusatkan perhatian ke arah datangnya
stimulus untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya petunjuk dari stimulus yang
didapat. Proses ini bisa secara speifik disebabkan oleh stimulus tersebut ataupun
didapat dari modalitas lain. Para ahli menyebutkan bahwa orienting adalah hasil dari
suatu kerjasama antar neuronal yang meliputi Frontal eye field (FEF) yang terdapat
pada korteks frontal area Broadmann 8, Lobus parietal superior, temporo-parietal
junction, Colliculus superior dan nucleus pulvinar pada thalamus.
Orienting dapat dicapai dengan pergerakan mata menuju arah datangnya
stimulus atau tidak sama sekali. Neurotransmitter yang berperan dalam proses ini
adalah Achetilcolin (Ach) yang akan mengaktifkan reaktivitas terhadap petunjuk
spesifik yang mengarah kepada stimulus tersebut, semakin banyak petunjuk spesifik
yang ter-reaktif, maka akan semakin cepat proses akselarasi terhadap timbulnya
renspons kewaspadaan (Yin, et al., 2012).
2.1.3 Executive Function
ACC akan terhubung dengan bagian otak yang lain untuk memunculkan suatu
fungsi kognitif untuk memecahkan masalah yang didapat melalui alerting dan
8
orienting. ACC dapat terhubung dengan berbagai bagian otak yang lain terutama pre-
frontal cortex (PFC) dan sistem limbic, karena itu neurotransmitter yang berperan
adalah dopamine (D2) dan serotonin (5HT). Hubungan ini akan membentuk 2 sirkuit
yang berbeda namun bekerja saling melengkapi satu sama lain.
Sirkuit pertama adalah fronto-parietal, yang erat kaitannya dengan memulai/
inisiasi pemrosesan informasi yang diterima dengan basis trial – by – trial. Sirkuit ini
mencakup dorsolateral prefrontal cortex (dlPFC), inferior parietal lobule (IPL),
dorsal frontal cortex (dFC), intra-parietal sulcus (IPS), precuneous dan middle
cingulate cortex (mCC).
Sirkuit kedua cingulo-opeprcular yang erat kaitannya dengan
mempertahankan pemrosesan informasi yang diterima sampai selesai memecahkan
permasalahan hingga timbulnya respon tubuh sesuai yang diinginkan. Sirkuit ini
meliputi anterior prefrontal cortex (aPFC), anterior insula/frontal operculum (aI/fO),
dorsal anterior cingulate cortex/medial superior frontal cortex (dACC/msFC) dan
thalamus (Rueda, Pozuelos, & Cómbita, 2015).
9
Gambar 2.1 Proses atensi meliputi alerting, orienting dan executive function
Sumber : (Rueda, Pozuelos, & Cómbita, 2015)
2.2 Neurotransmitter serotonin
Serotonin adalah salah satu dari neurotransmitter utama yang bernama
monoaminergik, yang mana neurotransmitter monoaminergik terdiri dari dopamine,
norepinerfrin dan yang terakhir adalah serotonin (Seler & Pivac, 2011). Pada awalnya,
serotonin dikenal karena keberadaan nya relevan dengan berbagai macam sistem
organ vital manusia yang meliputi sistem pernafasan, sistem kardiovaskular bahkan
sistem pencernaan. Namun, pada beberapa dekade ini, mulai diketahui bahwa
serotonin memiliki fungsi utama untuk mengontrol kognitif dan behavioral pada
individu (Berger, Gray, & Roth, 2014). Struktur molekulnya adalah 3-(2-aminoethyl)-
5-hydroxyindole.
10
Gambar 2.2 Struktur molekul serotonin
sumber : (Seler & Pivac, 2011)
2.2.1 Fungsi Serotonin dan sistem serotoninergik
Serotonin memiliki banyak fungsi, dan pada penelitian ini akan dijelaskan
tentang fusngsi utama serotonin yaitu untuk mengatur fungsi kognitif seseoranng.
Sebagai neurotransmitter, tentunga serotonin akan bekerja pada sistem persarafan,
dan pada hal ini yang dimaksud adalah persarafan serotoninergik. Saraf
serotoninergik tersebar ke berbagai bagian otak manusia, dan lokasi terbanyak adalah
pada bagian otak yang paling banyak membutuhkan peran kognitif, yaitu pre frontal
cortex dan area hippocampus. pada hiipocampus, saraf serotoninergik akan
bertanggung jawab untuk mengatur pembentukan memori, navigasi spatial,
pembuatan keputusan dan hubungan sosial. Pada prefrontal cortex, saraf
serotoninergik akan bertanggung jawab untuk mengatur kerja atensi dan memori.
11
Gambar 2.3 sistem saraf serotoninergik
sumber : (Harris & Nutt, 2017)
Kerja saraf serotoninergik pada fungsi kognitif terdiri dari serangkaian proses
yang mana bergantung pada kerja enzim, transporter (Albumin), reseptor (5-HT1, 5-
HT2, 5-HT3, 5-HT4, 5-HT5, 5-HT6, 5-HT7 yang tersebar pada presinaps dan
postsinaps) dan produksi serotonin baik central ataupun perifer (Harris & Nutt, 2017).
Pada proses pembentukan atensi dan memori, proses nya terjadi akbibat interaksi
kompleks yang melibatkan sistem serotoninergik dan neurotransmitter lain seperti
acetyloline, dopamine, GABA dan glutamate (Štrac, 2016).
2.2.2 Sintesis Serotonin
Serotonin di sintesis oleh tubuh manusia dalam 2 kompartemen yang berbeda,
Pertama, adalah kompartemen pusat yaitu pada sistem saraf pusat (SSP), yang mana
dalam hal ini adalah pada saraf serotoninergik. Kompartemen yang kedua adalah
kompartemen perifer, yaitu pada sistem Gastrointestinal yang mana prekursornya
12
didapat dari intake makanan. Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh sawar darah
otak/ (Blood Brain Barrier). Kompartemen perifer memegang peran besar dalam
sintesis serotonin karena menyumbangkan 95% dari total serotonin yang ada di
tubuh., sementara kompartemen pusat hanya menyumbang sekotar 5% dari jumlah
total serotonin tubuh. Hal ini menjelaskan bahwa mayoritas sintesis serotonin berasal
dari intake makanan (Seler & Pivac, 2011).
Proses sintesis serotonin central pada kompartemen pusat (sistem saraf pusat)
masih belum jelas. Namun, proses sintesis serotonin perifer pada kompartemen
perifer (gastrointestinal tract) dapat dengan jelas diketahui mengingat kompartemen
ini menyumbang sebagian besar produksi serotonin. Sintesis terjadi di sel
enterochromaffin yang ada pada gastrointestinal trac (GI tract) dan enzim yang
meregulasi terjadi nya sintesis adalah L-Tryptophan hydroxylase type 1 (TPH1). Hasil
sintesis kemudian dilepaskan dari GI tract menuju aliran darah dan dibawa oleh
protein plasma hingga secara selektif akan menembus sawar darah otak dan disimpan
pada locus coerolus (Seler & Pivac, 2011).
2.2.3 Metabolisme Serotonin
Serotonin akan dikeluarkan oleh tubuh melalui hepar dan renal. Serotonin
perifer akan dimetabolisme oleh hepar dengan bantuan enzim monoamine oxidase-a
(MAO-a) yang mengubah Serotonin (5-HT) menjadi 5- hydroxyindole acetaldehyde
yang kemudian akan di degradasi kembali oleh enzim aldehyde dehydrogenase
menjadi 5-hydroxyinoleacetic acid (5-HIAA) yang merupakan metabolit akhir dari
13
serotonin dan akan dibawa ke ginjal untuk proses eksresi dan dikeluarkan bersama
urin (Seler & Pivac, 2011).
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi atensi
Atensi sebagaimana telah dijelaskan diatas merupakan serangkaian proses
yang kompleks yang terjadi di dalam otak manusia. Rumitnya sedemikian rupa pada
proses atensi tersebut tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berperan aktif
dan berpengaruh didalam proses nya, faktor-faktor tersebut dibedakan sebagai
berikut :
2.3.1 Faktor internal
Faktor internal yang dimaksud adalah faktor-faktor yang merupakan
pembawaan dari diri masing-masing, yang mana bersifat independen dan tidak bisa
dirubah karena merupakan pemberian dari yang maha kuasa, yaitu :
1. Usia
Pertambahan usia menjadi lebih tua, memberikan pengaruh kepada
kemampuan atensi seseorang. Berdasarkan neuroimaging, didapatkan hasil yang
disetujui oleh beberapa ahli bahwa kemampuan atensi akan menurun ketika manusia
telah mengalami penuaan atau sudah masuk kedalam usia lansia. Para ahli
melakukan serangkaian pemeriksaan radiografi dengan Positron emission
tomography (PET) dan Magnetic resonance imaging (MRI) untuk melihat fungsi
atensi otak, yaitu melihat pada wilayah abu-abu otak besar (gray matter), kemudian
melihat frontoparietal network khususnya pada bagian dorsal yang mana berfungsi
14
untuk mengatur proses atensi mulai pada alerting, orienting hingga excutive function.
Dari hasil radiografi, beberapa menyebutkan bahwa pada usia lansia, akan terjadi
penurunan fungsi dari lobus frontoparietal terutama bagian dorsal, yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan sensorik (karena pusat sensorik primer
adalah lobus parietal) dan berkurangnya kemampuan atensi yang sebagian besar
diatur pada lobus frontoparetal bagian dorsal. Penurunan fungsi disebabkan oleh
rusaknya susunan axon karena degenerasi, serta abnormalitas pada sususan saraf yang
disebabkan karena usia tua (Madden, 2007).
Proses atensi juga akan meningkat pada rentang usia 0- 14 tahun, hal ini
dikarenakan pada usia tersebut adalah masa-masa pertumbuhan dan perkembangan,,
terutama perkembangan otak. Usia tersebut adalah usia meningkatnya atensi
dikarenakan pada usia tersebut, kebutuhan oksigen dan energy untuk otak lebih tinggi
dibandingkan dengan usia lain, hal tersebut dikarenakan otak butuh berkembang dan
memerlukan energy lebih dalam prosesnya (Hoyland, Dye, & Lawton, 2009).
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang diduga memiliki pengaruh
dalam proses atensi selama beberapa dekade terakhir, beberapa ahli menyebutkan ada
pengaruh secara signifikan dan beberapa yang lain menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan. Ada atau tidaknya pengaruh jenis kelamin terhadap atensi
masih sekedar hipotesis yang menteorikan bahwa jenis kelamin laki-laki diduga
memiliki kesadaran yang lebih baik dari perempuan, sedangkan perempuan dianggap
memiliki kemampuan yang lebih baik dalam inhibisi dari stimulus yang dapat
15
memecah atensi/ distracting stimuluy yang menyebabkan perempuan dapat lebih lama
mempertahankan atensi dibandingkan laki-laki (Riley, et al., 2016).
3. Intelejensi
Intelejensi secara teoritis adalah kemampuan yang dimiliki masing-masing
individu untuk dapat memecahkan persoalan-persoalan yang muncul secara efektif
dan tepat. Intelejensi berpengaruh terhadap atensi karena tingkat intelejensi
sesseorang akan meningkatkan kecepatan dan ketepatannya dalam memecahkan
masalah. Orang dengan tingkat intelejensi yang tinggi cenderung lebih mudah
memecahkan masalah disbanding orang yang tingkat intelejensi nya lebih rendah atau
rata-rata. Intelejensi dibagai menjadi 2 yaitu intelejensi fluid, yang mana merupakan
kemampuan untuk menyelesaikan dan memecahkan masalah-masalah kompleks
seperti pelajaran, sains dan matematika. Kedua, yaitu intelejensi kristal yang
berfungsi menyelesaikan dan memecahkan masalah-masalah yang bersifat sosial dan
empati (Landgraff, et al., 2011). Kemampuan intelejensi dilambangkan dengan
Internal Quetient (IQ). IQ mempengaruhi atensi dengan cara mempercepat kecepatan
biologis dari proses atensi sampai dengan memunculkan reaksi, semakin tinggi IQ
seseorang maka semakin cepat proses atensi nya dan semakin cepat pula timbulnya
reaksi (Bates & Stough, 1997).
2.3.2 Faktor Eksternal
Faktor Eksternal yang dimaksud adalah faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses atensi, yang mana berasal dari luar tubuh, sehingga dapat
dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku dari masing-masing orang dan disesuaikan
16
berdasarkan kebutuhan dan kepentingan masing-masing. Faktor eksternal yang
mempengaruhi atensi adalah, sebagai berikut:
2.3.2.1 Faktor lingkungan
1. Pencahayaan
Setiap kegiatan di bumi ini selama 24 jam beradaptasi pada cahaya matahari
yang diterima selama 24 jam tersebut. Hewan dan tumbuhan menggunakan sistem
pencahayaan tersebut hanya diterjemahkan oleh sistem temporal mereka untuk
tertidur dan bangun. Berbeda dengan manusia, manusia menerjemahkan pencahayaan
matahari 24 jam tersebut di lobus temporal otak untuk membentuk sistem-sistem
untuk kesehatan badan dan kesehatan kejiwaan mereka. Pada mamalia, retina dapat
mendeteksi cahaya menggunakan suatu fotoreseptor khusus yaitu intrinsically
photosensitive retinal ganglion cells (ipRGC). Fotoreseptor IpRGC merupakan fraksi
kecil dari kelas sel ganglion retina yang memiliki keistimewaan dapat
mengekspresikan photopigment melanospin yang mana akan meneruskan stimulus
yang ditangkap oleh retina menuju pusat irama sirkadian manusia yang terletak pada
Supra chiasmatic nuclei (SCN) yang terdapat pada hipotalamus. SCN merupakan
pacemaker jam biologis di tubuh/ irama sirkadian, yang mana waktu-waktu aktivitas
semua komponen sel yang ada di tubuh akan diatur sedemikian rupa oleh SCN baik
secara input neuronal langsung ataupun input neuronal tak langsung dalam bentuk
hormon dan prilaku.
SCN mensekresi hormon melatonin terus-menerus selama 24 jam dengan
puncak nya adalah di malam hari pada saat tidur dan tidak terpapar cahaya. Paparan
cahaya dengan intensitas kecil pun dianggap cukup untuk menghambat terbentuknya
17
hormone melatonin dan menggaggu tatanan irama sirkadian manusia. Irama sirkadian
yang terganggu dapat menganggu sistem-sistem lain yang salah satunya adalah
kognitif (Bedrosian & Nelson, 2017).
Gambar 2.4 Sistem irama sirkadian oleh SCN
Sumber : (Bedrosian & Nelson, 2017)
Cahaya matahari dapat mempengaruhi homeostasis fisiologis dan fungsi
kognitif tubuh. Pengaruh yang diberikan oleh cahaya matahari pada tubuh adalah
lewat irama sirkadian tubuh. Jumlah dan kualitas dari cahaya matahari yang diterima
oleh tubuh akan mempengaruhi tubuh lewat jam biologis tubuh yang diatur oleh
supra chiasmatic nucleus (SCN). Paparan cahaya yang berlebihan akan menggaggu
sintesis serotonin yang mengarah pada defisit fungsi kognitif yang salah satunya
adalah penurunan atensi, meningkatkan proses degenerasi neuronal (Kent, et al.,
2013).
18
2. Bising
Bising, adalah suatu suara yang memiliki intensitas sebesar lebih dari 100
desibel (db), suara pada intensitas sebesar ini dapat merusak pendengaran, sehingga
biasanya manusia akan cenderung menghindar dari jenis suara tersebut. Bising yang
dijelaskan disini adalah bising dengan intensitas suara 90-95 dB dengan durasi
selama sekurang-kurangnya 30 menit, dimana biasanya sering ditemukan di
kehidupan sehari-hari seperti suara mesin mesin pemotong keramik, suara bass pada
konser musik dan hal hal lainnya. Para ahli mengemukakan bahwa bising dapat
mengganggu proses arousal/ pemusatan perhatian, orang yang sedang terpapar bising
biasanya cenderung terganggu mekanisme arousal nya dikarenakan tidak nyaman
dengan suara bising tersebut, sehingga ketika orang tersebut diberikan stimulus,
mekanisme reaksi yang diberikan menjadi lebih lambat, dikarenakan atensi nya
terbagi dan sebagian terpusat pada bising. Paparan bising yang melebihi 2 jam dapat
meningkatkan number of error atau ketidaksesuaian mempersepsikan suatu stimulus
(Smith, 1997).
2.3.2.2 Faktor perilaku individu
1. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang disebabkan oleh suatu
proses potensial aksi pada otot rangka yang menyebabkan otot rangka dapat bergerak.
Olahraga adalah serangkaian dari aktivitas fisik yang dilakukan secaa sengaja,
terencana dan repetitive dengan suatu tujuan menyehatkan tubuh. Perkembangan ilmu
kedokteran dalam bidang neuroscience. Memunculkan suatu teori bahwa olahraga
memiliki pengaruh terhadap perkembangan struktural dan fungsional otak. Peran dari
19
olahraga dalam hal neuropsikiatris adalah meningkatkan vaskularisasi (angiogenesis),
inervasi (neurogenesis) dan perubahan transimisi sinaps yang mana bersama-sama
akan mempengaruhi dari proses kognitif yang berpusat pada prefrontal cortex
(Donelly, et al., 2016).
Pada manusia dan primata, olahraga akan meningkatkan fungsi kognitif,
terutama atensi. Olahraga akan meningkatkan saturasi oksigen dan angiogenesis di
bagian-bagian otak yang krusial fungsi nya dalam kemampuan kognitif. Olahraga
fisik juga akan meningkatkan neurotransmitter otak seperti serotonin dan
norepinefrin yang mana sangat berperan dalam arousal dan kognitif. Olahraga juga
akan meningkatkan neurotrophin, yang merupakan protein yang teridentifikasi
sebagai mediator neuronal. Masing-masing neurotrophin akan meregulasi derivat-
derivat dengan fungsi yang spesifik seperti brain-derivat neurotrophic (BDNF) yang
berfungsi sebagai mediator synaptic plasticity pada pusat memori yang terletak pada
hipocampus, insulin-like growth factor (IGF-1) dan fibroblast growth factor (bFGF)
yang akan mendukung proses differensiasi neuronal dan perkembangan sinaps dan
dendrite pada otak manusia (Ploughman, 2008).
Olahraga yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan BDNF, namun
tidak berarti semakin lama dan semakin berat olahraga akan terus meningkatkan
BDNF. Olahraga ringan seperti berjalan ringan dan berlari kecil selama 30-60 menit
yang dilakukan secara rutin setiap hari sudah cukup untuk meningkatkan BDNF dan
membentuk suatu neuroprotektan yang akan melindungi neuron untuk bertahan dari
respons yang merusak dan proses differensiasi dan menghindarkan manusia dari
penurunan fungsi kognitif (Ploughman, 2008)
20
2. Kualitas tidur
Kualitas tidur ditentukan dari waktu yang digunakan untuk tidur dan perasaan
nyenyak yang didapat dikala tidur, setidak-tidaknya seseorang tidur di malam hari
selama kurang lebih 2- 8 jam. Untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik, setidak-
tidaknya durasi tidur selama 6 jam pada orag dewasa, sedangkan pada anak-anak
adalah 8 jam (Richard, et al., 2016). Kualitas tidur yang baik terbagi antara fase Non-
Rapid Eye Movement (N-REM) yang lebih panjang disbanding fase Rapid Eye
Movement (REM). Kualitas tidur yang buruk ditambah dengan kelelahan akan
memberikan konsekuensi secara langsung terhadap penurunan dari kesadaran/ arousal
pada Reticular activating system (RAS). Penurunan kesadaran, akan berlanjut menjadi
penurunan kesiagaan dan atensi seseorang. Salah satu bagian dari Event-related
brain potential (ERP) yang berhubungan dengan atensi dan tidur adalah P3b, yang
mana adalah penangkap stimulus dengan kecepatan 300 miliscecon. P3b sangat
berhubungan dengan kesadaran dan kualitas tidur, menurunnya P3b yang disebabkan
oleh penurunan kesadaran dan kelelahan akan menyebabkan penurunan atensi pula
(Salmi, et al., 2005).
Kualitas dari tidur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
atensi seseorang, dimana ketika seseorang tidur, maka akan terjadi proses coupling
antara striatum ventral yang berfungsi memberikan sistem reward kepada tubuh
dengan Dorsolateral pre-frontal cortex (DLPFC) yang mengatur proses atensi.
DLPFC adalah bagian otak yang berkembang terakhir, yaiitu pada masa anak-anak
menjelang masa peralihan . Para ahli menyebutkan bahwa apabila anak-anak
memiliki kualitas tidur yang buruk secara terus-menerus, maka DLPFC mereka tidak
21
akan berkembang dengan baik atau immature. Fungsi utama dari DLPFC adalah
mengatur dan mengontrol jalannya fungsi kognitif yang mana salah satunya adalah
atensi, apabila DPLFC tidak berkembang, maka fungsi kognitif pun juga tidak akan
maksimal, karena organ pengatur nya tidak berkembang secara sempurna (Telzer, et
al., 2013).
3. Mood
Mood dapat dilihat dari suasana hati seseorang yang tertuang pada raut
wajahnya secara spontan, bila mood orang tersebut psitif, maka ia cenderung akan
merasakan perasaan senang, ceria, bahkan energik untuk menjalani hari.
Kebalikannya, mood negatif akan memperlihatkan waut wajah yang tidak semangat,
lesu bahkan terlihat pasrah dan tidak semangat untuk menjalani hari. Keterkaitan
mood dengan fungsi kognisi terutama atensi banyak sekali diteliti oleh para ahli,
pengaruh secara psikologis sampai pengaruh pada anatomis dan structural keduanya
memiliki pengaruh. Pemeriksaan dengan functional imaging menggunakan PET dan
MRI menjelaskan bahwa ketika seseorang sedang sedih bahkan depresi, terjadi
perubahan pada bagian pre-frontal cortex terutama dorsolateral prefrontal cortex
(DLPFC) dan sistem limbic berupa penurunan fungsi dari keduanya yang mana
perubahan tersebut juga mempengaruhi secara psikologis terhadap keadaan atensi
seseorang, dikarenakan daerah tersebut memang berfungsi sebagai modalitas proses
atensi. Penelitian lain menyebutkan bahwa ketika seseorang sedih biasa bahkan
sampai depresi, terjadi aktivasi yang sangat rendah pada DLPFC, juga terjadi
penurunan fungsi pada prefrontal cortex bagian medial yang berfungsi sebagai kontol
diri dan pusat inhibisi (Chepenick, Cornew, & Farah, 2007).
22
Mood yang positif cenderung memfasilitasi seseorang untuk lebih baik pada
interaksi sosial, peningkatan fungsi kognitif, bahkan peningkatan kualitas hidup.
Hubungan antara mood dan kognitif tercatat sebagai proses mood-kongruen, yang
mana mood akan mempengaruhi fungsi kognitif untuk memecahkan masalah denegan
cara yang terbaik yang dihasilkan melalui mood yang positif. Mood yang positif
dapat memberikan pengaruh kepada proses atensi, yaitu dengan membantu dalam
proses seleksi stimulus yang dianggap penting dan stimulus yang dianggap tidak
penting. Pada proses orienting tepatnya, orang akan cenderung memfokuskan
perhatian pada stimulus yang dianggap penting, namun kadang-kadang proses ini bisa
ter-distract oleh hal lain. Pada saat ini, mood positif akan membantu menginhibisi
mind distractor tersebut dan membantu seseorang memfokuskan perhatian pada
stimulus spesifik (Tamir & Robinson, 2006).
4. Nutrisi
Nutrisi yang diterima oleh tubuh dipengaruhi oleh aktivitas makan yang
dilakukan sehari-hari oleh seseorang, serta kandungan yang terdapat dalam makanan
yang dikonsumsi. Aktivitas/ prilaku makan adalah bagaimana cara dan jadwal
seseorang untuk mengkonsumsi makanan secara rutin setiap harinya. Selain aktivitas
makan, perlu diperhatikan pula kandungan dari makanan yang dikonsumsi dan
dimasukkan kedalam tubuh.
Kandungan nutrisi berkaitan dengan asupan energi dan zat-zat tertentu yang
akan dipakai sebagai precursor berbagai macam proses tubuh, yang mana salah
satunya adalah proses kognisi atau proses berpikir. Kaitan dengan penurunan absorbsi
dari nutrient yang berguna untuk proses sintesis neurotransmitter aminergik yaitu
23
serotonin, nor-epinefrin dan dopamine akan lebih sedikit dibandingkan apabila
mengkonsumsi sarapan. Penurunan jumlah serotonin yang disintesis akan
menyebabkan muncul nya gejala-gejala dari gangguan fungsi kognisi berupa
penurunan atensi, konsentrasi, memori jangka pendek/ memori episodic , bahkan
mood yang buruk. (Mahoney, Taylor, & Robin, 2005).
Nutrisi yang seimbang sangatlah penting, terutama untuk anak yang sedang
berada pada usia sekolah, yang mana pada masa ini adalah periode dimana aktivitas
pertumbuhan dan perkembangan sangatlah pesat yang didalamnya termasuk
perkembangan fisik dan fungsi kognitif. Kualitas dan kandungan gizi makanan yang
mencukupi sangatlah erat kaitannya dengan perkembangan otak dan fungsi kognitif
anak. Perspektif dari neurophysiology berpandangan bahwa nutrisi yang adekuat
sangatlah esensial terhadap fungsi otak yang baik dan perkembangan yang optimal
(Jin & Seoung, 2017). Hal ini menyebabkan, perlunya sebuah paradigma yang
mengatur tentang konsumsi makanan yang baik, yang mana di Indonesia telah diatur
oleh Kementrian kesehatan Indonesia lewat paradigma pedoman gizi seimbang yang
diterbitkan tahun 2014 (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data epidemiologi dan
eksperiment yang dilakukan oleh (Morris, et al., 2015) Konsumsi makanan yang
mengandung saturasi lemak yang tinggi atau yang populer dengan junkfood/ western
food terbukti berhubungan dengan peningkatan terjadinya kasus obesitas. Tidak
hanya itu, tipe makanan jenis ini juga berperan terhadap penurunan fungsi kognitif
dan meningkatkan dementia dini (Reichelt, Westbrook, & Morris, 2017).
24
2.4 Pemeriksaan Atensi
Pemeriksaan untuk menilai atensi sangat banyak, namun pada penelitian ini
peneliti menggunakan salah satu test yang beranama Six Letter Cancellation Test
untuk menilai atensi dari subjek penelitian
2.4.1 Six Letter Cancellation Test
Six letter cancellation test adalah sebuah test yang mana terdiri dari secarik
kertas yang didalamnya terdapat 22 baris huruf dan 14 kolom huruf alphabet yang
susunanannya teracak. Tes ini dipergunakan untuk menilai fungsi atensi dan
konsentrasi (Mishra, Mishra, & Kumar, 2016). Prinsip dari tes ini adalah seberapa
cepat seseorang dapat melakukan alerting, orienting untuk mencari huruf-huruf yang
penting dan melakukan executive function yaitu harus menandai dan mengidentifikasi
huruf-huruf terntentu yang telah ditetapkan. Kemampuan masing-masing orang pada
saat melakukan six letter cancellation test sangatlah dipengaruhi oleh kesadaran,
atensi motivasi dan kemampuan arousal mereka teradap suatu stimulus visual karena
mereka secara langsung dipaksa untuk memindai jawaban yang tersedia dan
menekan perhatian mereka pada yang bukan jawaban dari yang diminta pada tes
tersebut. Tes ini berfungsi untuk mengukur kapasitas seseorang terhadap kemampuan
mereka untuk memfokuskan atensi dan mempertahankan konsentrasi untuk proses
pemindaian visual dan proses pengabaian terhadap stimulus yang dianggap tidak
dibutuhkan dengan sangat cepat atau yang disebut juga dengan atensi selektif /
selective attention (Pradhan & Nagendra, 2008)
Tes ini dilakukan selama 90 detik. Hasil dari tes ini adalah skor yang didapat
dari seberapa banyak seseorang dapat mengidentifikasi huruf-huruf yang ditentukan.
25
Tidak ada batasan minimal pada tes ini, namun beberapa peneliti menyebutkan bahwa
setidaknya dapat mengidentifikasi 25% dari keseluruhan huruf yang ditentukan secara
benar (Mishra, Mishra, & Kumar, 2016).
Gambar 2.5 Six Letter Cancellation Test
Sumber : (Mishra, Mishra, & Kumar, 2016)
2.5 Sarapan
Berdasarkan definisi, sarapan memiliki banyak definisi yang berbeda-beda.
Sebagai standar yang dipakai untuk tenaga kesehatan, sarapan memiliki definisi yaitu
makanan yang komposisinya memenuhi 20-30% energy yang dibutuhkan dalam
sehari yang dikonsumsi pertama kali setelah setidaknya 2 jam sejak bangun dari tidur,
dan dikonsumsi sebelum memulai aktivitas rutin yang pada umumnya dikonsumsi
sebelum pukul 10 pagi (Zilberter & Zilberter, 2014). Sarapan dikategorikan sebagai
waktu makan yang paling penting dalam sehari. Hal ini dikarenakan karena
26
penempatan waktu dalam sarapan yaitu dipagi hari beberapa saat setelah bangun tidur,
adalah waktu yang efektif untuk mengganti asupan nutrisi yang mana digunakan oleh
otak untuk tetap menjalankan fungsi nya disaat kita sedang tertidur. Nutrisi tersebut
harus segera diganti karena otak kita akan lebih aktif untuk menjalankan fungsi nya
pada waktu diurnal, terutama dalam fungsi kognisi atau kecerdasan, nutrisi harus
diberikan untuk memfasilitasi proses kerja otak. (Rezaeipour, et al., 2013).
2.5.1 Perilaku sarapan/ Breakfast Behaviour
Internasional Breakfast Research Initiatve yang menjelaskan bahwa untuk
mendukung bukti ilmiah tentang konsumsi sarapan sehari-hari yang sesuai dengan
petunjuk/guideline tentang nutrisi yang dikonsumsi pada saat sarapan. IBRI
memberikan penilaian dari beberapa negara seperti Canada, Denmark, Prancis,
Spanyol, UK dan US berdasarkan beberapa hal, yaitu :
1. Pola sarapan yang meliputi jenis nutrisi yang dikonsumsi lewat sarapan
2. Pola sarapan yang meliputi waktu dan frekunsi konsumsi sarapan, yang mana
adalah sejak pukul 06:00- 11:00 selama sepekan (Gaal, Kerr, & Ward, 2018).
2.5.2 Komposisi makanan yang baik untuk fungsi kognitif
Komposisi sarapan yang baik untuk fungsi kognitif adalah makanan yang
menggandung index glicemic yang tinggi atau dalam hal ini adalah makanan yang
mengandung karbohidrat baik complex ataupun simplex, ditambah dengan makanan
yang berbahan dasar protein atau protein based food (Mahoney, Taylor, & Robin,
2005). beberapa alasan yang menjelaskan hal tersebut adalah :
27
1. Makanan berbahan dasar protein pada dasarnya mengandung asam amino
essensial seperti L-tryptophan dan Tyrosine yang berfungsi sebagai prekursor
pada proses sintesis neurotransmitter seperti serotonin, dopamine dan nor-
epinefrin. Meningkatkan L-tryptophan yang berperan sebagai precursor
neurotransmitter akan menyebabkan meningkatnya sintesis dari neurotransmitter,
terutama serotonin
2. Makanan dengan index glicemic tinggi akan dipecah dan disimpan oleh tubuh
oleh hormone insulin. Kadar insulin di pagi hari relatif tinggi, sehingga cukup
untuk dengan mudah mengikat glukosa serta asam amino lain untuk disimpan di
hepar, otot dan jaringan adipose yang nantinya akan digunakan sebagai sumber
energi untuk tubuh maupun otak. L-Tryptophan memiliki affinitas yang relatif
lebih rendah dibandingkan asam amino yang lainnya, sehingga disaat asam amino
lain ikut bersama glukosa untuk disimpan, L-tryptophan akan tetap bebas berada
pada sirkulasi, menyebabkan kadar di sirkulasi relative tinggi. Hal tersebut
menguntungkan karena kompetisi dari L-tryptophan dengan asam amino lain
untuk menembus sawar darah otak menurun, sehingga jumlah L-Tryptophan yang
masuk kedalam sistem saraf pusat lebih banyak, menyebabkan bioavaibilitas nya
untuk sintesis serotonin lebih besar (Mahoney, Taylor, & Robin, 2005).
2.5.3 Kerugian Melewatkan sarapan
melewatkan sarapan akan menyebabkan penurunan dari fungsi kognisi dan
psikiatri. Hal ini disebabkan berkaitan dengan penurunan absorbs dari nutrient yang
berguna untuk proses sintesis neurotransmitter aminergik yaitu serotonin, nor-
epinefrin dan dopamine akan lebih sedikit dibandingkan apabila mengkonsumsi
28
sarapan. Penurunan jumlah serotonin yang disintesis akan menyebabkan muncul nya
gejala-gejala dari gangguan fungsi kognisi berupa penurunan atensi, konsentrasi,
memori jangka pendek/ memori episodic , bahkan mood yang buruk. (Mahoney,
Taylor, & Robin, 2005).
Melewatkan sarapan juga akan menyebabkan penurunan dari energy yang
dimiliki tubuh, karena pada saat kita tidur, tubuh tetap melakukan penggunaan energi
untuk menjalankan fungsi organ tubuh dan fungsi otak, dan dengan melewatkans
arapan berarti melewatkan kesempatan untuk mengganti nutrisi yang hilang disaat
kita istirahat. Rata-rata, melewatkan sarapan membuat tubuh kita kekurangan kalori
sebanyak 400kkal (Zilberter & Zilberter, 2014), akibatnya tubuh akan tubuh akan
terlihat lemah dan lelah. Selain itu, penelitian menyebutkan bahwa kebiiasaan
melewatkan sarapan dapat menurunkan kemampuan organ pencernaan untuk
mengabsorbsi nutrient yang diperlukan tubuh (Rezaeipour, et al., 2013). Melewatkan
sarapan juga akan meningkatkan dari indeks masa tubuh (IMT) karena tubuh yang
terlalu lama terpapar lapar akan mengirimkan signal berlebihan kepada pusat lapar di
nucleus bed pada otak tengah yang berikatan serat pollidohypothalamus di
hipotalamus lateral, sehingga orang dapat makan berlebihan di jam makan berikutnya
(Mulan & Singh, 2010).
2.5.4 Urgensi sarapan untuk anak
Para peneliti sebelumnya berpendapat bahwa Urgensi dari konsumsi sarapan
dan manfaatnya untuk kemampuan kognitif paling banyak didapatkan hasilnya pada
usia anak- anak (0 – 13 tahun) dan lansia (>60 tahun) dikarenakan pada rentang usia
29
tersebut akan lebih rentan untuk mengalami masalah pada kognisi apabila terjadi
defisit nutrisi.
Konsumsi sarapan, sebagaimana dengan konsumsi makanan pada waktu
lainnya akan menyediakan bahan bakar untuk melakukan oksidasi glukosa. Pada anak
usia 3-13 tahun, menunjukkan bahwa organ Otak pada rentang usia tersebut
menghabiskan lebih dari 50% dari kebutuhan oksigen tubuh. Anak pada usia ini
memiliki perbandingan antara massa otak dan massa hepar 1,4 – 1,6 X lebih besar
daripada rasio otak hepar pada orang dewasa, serta jumlah rerata metabolic pada otak
per unit massa otak 50% lebih besar dari kebutuhan orang dewasa per unit massa otak.
Hal ini dikarenakan pada fase anak-anak, manusia akan memfokuskan pada proses
pertumbuhan tubuh dan perkembangan kognisi mereka. Meningkatnya kebutuhan
metabolik pada otak anak menyebakan aliran darah otak/ Cerebral Blood Flow dan
pemakaian oksigen (O2) pada anak lebih tinggi daripada orang dewasa. Simpanan
glikogen pada anak harus lebih banyak karena kebutuhan metabolic otak nya yang
sedemikian rupa. Akan tetapi, anak memiliki massa otot yang jauh lebih kecil apabila
dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga glikogen yang disimpan di otot tidak
akan sebanyak pada orang dewasa, padahal anak akan lebih lama mengalami dalam
fase puasa atau tidak mengkonsumsi apapun pada saat tidur di malam hari. Hal ini
menyebabkan anak harus segera memasukkan kembali energi untuk metabolisme
otak pada saat pagi hari setelah bangun tidur yang disebut sebagai sarapan (Hoyland,
Dye, & Lawton, 2009).
30
2.6 Makan siang
Kontras dengan sarapan konsumsi makan siang menjadi yang paling banyak
dilaporkan dapat mengganggu fungsi kognitif yang mana dalam hal ini adalah akurasi,
kecepatan berpikir, atensi dan konsentrasi yang mana mengarah kepada mengantuk,
bosan, ceroboh dan mengantuk. Studi menunjukkan bahwa kebanyakan orang akan
merasa mengantuk setelah mengkonsumsi makan siang apabila dibandingkan dengan
orang yang mengkonsumsi makan pagi kemudian menunda makan siang hingga ke
sore hari.
Pengaruh makan siang pada fungsi kognitif anak berdasarkan studi juga tidak
memberikan pengaruh yang signifikan. Pengukuran fungsi atensi dan konsentrasi
diberikan kepada anak yang baru saja mendapatkan makan siang 15 menit lalu
dengan anak yang tidak sarapan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan dari keduanya. Meski makan siang tidak memberikan pengaruh yang
bermakna pada keadaan kognitif anak. Namun, makan siang tetap memiliki peran
dalam meningkatkan status nutrisi anak untuk membantu pertumbuhan fisik anak
(Mahoney, Taylor, & Kanarek, 2005).
2.7 Makan Malam
Makan malam / evening meals adalah makanan yang kita makan setelah pukul
sore hingga sebelum waktu tidur. Sedikit sekali studi yang memberikan teori tentang
manfaat dari makan malam terhadap fungsi kognitif baik untuk anak-anak dan untuk
dewasa. Penelitian oleh (Mahoney et al, 2005) menggunakan 48 mahasiswa yang
sebelumnya mendapatkan makan malam pada 15 menit sebelum penelitian, kemudian
diberikan pengukuran terhadap atensi, konsentrasi dan kesadaran. Hasil yang
31
didapatkan dari pengukuran tersebut adalah tidak terdapat adanya perbedaan yang
signifikan antara peserta penelitian yang tidak mendapatkan makan malam dan
peserta penelitian yang mendapatkan makan malam (Mahoney, Taylor, & Robin,
2005).
2.8 Paradigma Pedoman gizi seimbang Kemenkes RI 2014
Gizi seimbang berdasarkan Kementrian kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes RI) adalah tercukupin nya kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
tiap-tiap orang secara kuantitas dan kualitasnya (mencakup zat zat yang diperlukan
oleh tubuh). Prinsip gizi seimbang yang diterapkan di Indonesia adalah prinsip 4 pilar
gizi seimbang, yang mana sebelumnya menggantikan prinsip 4 sehat 5 sempurna
yang dahulu pernah dipakai sebagai acuan prinsip pedoman gizi seimbang.
Gambar 2.6 Tumpeng Gizi Seimbang
Sumber : ( Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), 2014)).
32
1. Perilaku konsumsi makanan yang beragam.
Perilaku konsumsi makanan yang beragam ini menjadi salah satu pilar penting
yang membentuk suatu gizi seimbang dikarenakan tidak ada satu jenis makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi dan asupan nutrisi haria seseorang. Keberagaman
dari makanan yang di konsumsi dianjurkan untuk membantu mencukupi kebutuhan
gizi orang tersebut. Keberagaman yang disebutkan disini meliputi :
a) Konsumsi buah dan sayur yang cukup
Buah dan sayur adalah zat makanan yang diambil khusus dari tumbuh-
tumbuhan tertentu, yang dipercaya memiliki kandungan vitamin dan mineral dam
serat yang cukup untuk mengoptimalkan kebutuhan zat tersebut pada anak. WHO
menyebutkan bahwa setidaknya setiap hari, setiap orang harus mengkonsumsi
setidaknya 3 buah berukuran sedang dan semangkuk sayur yang sudah dimasak untuk
mencukupi kebutuhan vitamin, mineral dan serat yang diperlukan sehari-hari.
b) Konsumsi lauk pauk protein tinggi
Konsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi Lauk pauk terdiri dari
pangan sumber protein hewani dan pangan sumber protein nabati. Kelompok pangan
lauk pauk sumber protein hewanimeliputi daging ruminansia (daging sapi, daging
kambing, daging rusa dll),daging unggas (daging ayam, daging bebek dan lain- lain),
ikan termasuk seafood, telurdan susu serta hasil olahnya. Kelompok Pangan lauk
pauk sumber proteinnabati meliputi kacang-kacangan dan hasil olahnya seperti kedele,
tahu,tempe, kacang hijau, kacang tanah, kacang merah, kacang hitam, kacang polong
dan lain-lain.
33
Dalam mewujudkan gizi seimbang kedua kelompok pangan ini (hewani dan
nabati) perludikonsumsi bersama kelompok pangan lainnya setiap hari, agar jumlah
dan kualitas zat gizi yang dikonsumsi lebih baik dan sempurna. Kebutuhan pangan
hewani 2-4 porsi (setara dengan 70- 140 gr/2-4 potong daging sapi ukuran sedang
atau 80-160 gr/2-4 potong daging ayam ukuran sedang atau 80-160 gr/2-4 potong
ikan ukuran sedang
c) Konsumsi makanan pokok
Makanan pokok adalah pangan mengandung karbohidrat yang sering
dikonsumsi atau telah menjadi bagian dari budaya makan berbagai etnik di Indonesia
sejak lama.Contoh pangan karbohidrat adalah beras, jagung, singkong, ubi, talas,
garut, sorgum, jewawut, sagu dan produk olahannya. Indonesia kaya akan beragam
pangan sumber karbohidrat tersebut.. Disamping mengandung karbohidrat, dalam
makanan pokok biasanya juga terkandung antara lain vitamin B1 (tiamin), B2
(riboflavin) dan beberapa mineral. Mineral dari makanan pokok ini biasanya
mempunyai mutu biologis atau penyerapan oleh tubuh yang rendah. Serealia utuh
seperti jagung, beras merah, ketan hitam, atau biji-bijian yang tidak disosoh dalam
penggilingannya mengandung serat yang tinggi.Serat ini penting untuk melancarkan
buang air besar dan pengendalian kolesterol darah.Selain itu serealia tersebut juga
memilki karbohidrat yang lambat diubah menjadi gula darah sehingga turut
mencegah gula darah tinggi. Beberapa jenis umbi-umbian juga mengandung zat non-
gizi yang bermanfaat untuk kesehatan seperti ubi jalar ungu dan ubi jalar kuning yang
mengandung antosianin dan lain-lain.
34
d) Batasi gula dan garam
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 30 tahun 2013 tentang Pencantuman
Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan
Olahan dan Pangan Siap Saji menyebutkan bahwa konsumsi gula lebih dari 50 g (4
sendok makan), natrium lebih dari 2000 mg (1 sendok teh) dan lemak/minyak total
lebih dari 67 g (5 sendok makan) per orang per hari akan meningkatkan risiko
hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung. Informasi kandungan gula, garam
dan lemak serta pesan kesehatan yang tercantum pada label pangan dan makanan siap
saji harus diketahui dan mudah dibaca dengan jelas oleh konsumen.
Gambar 2.7 Contoh sajian sekali makan
Sumber : ( Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), 2014))