BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Kepuasan Pasien 1.1...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Kepuasan Pasien 1.1...
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.Kepuasan Pasien
1.1 Pengertian kepuasan dan teori kepuasan
Menurut Soejadi (1996), pasien atau klien merupakan individu terpenting
dirumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Didalam
suatu proses keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan berhenti hanya sampai
proses penerimaan pelayanan. Pasien akan mengevaluasi pelayanan yang diterimanya
tersebut. Hasil dari proses evaluasi itu akan menghasilkan perasaan puas atau tidak
puas (Sumarwan, 2003). Kotler (1997) menyatakan bahwa kepuasan adalah tingkat
keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan
penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan
seseorang (Sumarwan, 2003).
Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama
sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan,
keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang
dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi pada individu dan
sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan pasien dapat
berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu pelayanan yang diberikan,
Universitas Sumatera Utara
kecepatan pemberian layanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi
pelayanan kesehatan itu sendiri (Anwar, 1998 dalam Awinda, 2004).
Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang
dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepusan dari persepsi
pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu
indikator kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai
pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien mengindikasikan
dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien memang
puas terhadap pelayanan tersebut (Purnomo, 2002).
Ada beberapa teori mengenai kepusaan. Teori yang menjelaskan apakah
pasien sangat puas, puas, tidak puas adalah teori performasi yang diharapkan
(expectation-performance theory) yang menyatakan bahwa kepusan adalah fungsi
dari harapan pasien tentang jasa dan performasi yang diterimanya. Jika jasa sesuai
dengan harapannya ia akan puas; jika jasa kurang sesuai dengan yang diharap,ia akan
merasa tidak puas. Kepuasan atau ketidak puasan pasien akan meningkat jika ada
jarak yang lebar antara harapan dan kenyataan performasi pelayanan. Beberapa
pasien cenderung memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa
ketidakpuasannya (Purnomo, 2002).
Long & Green (1994) berpendapat bahwa perawat memiliki konstribusi yang
unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Valentine (1997) menyatakan bahwa
pelayanan keperawatan dan perilaku perawat merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kepuasan pasien (dikutip dari Wolf, Miller, & Devine, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Oliver (1998., dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan
sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan
antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan,
maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan
akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat
puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar
dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas
akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang
baik tentang perusahaan tersebut.
1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Menurut Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi
kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor,
yaitu:
1. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas
produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa
yang sesungguhnya dan komunikasi perusahan terutama iklan dalam mempromosikan
rumah sakitnya. Dalam hal pelayanan di rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen
Universitas Sumatera Utara
yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis adalah
produk atau jasa yang dijual (Lusa, 2007).
2. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan
dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik
atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang dapat
menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari faktor yang relatif
sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit, petugas kesehatan, atau pelayanan
pendukung (Woodside, 1989). Prioritas peningkatkan kepuasan pasien adalah
memperbaiki kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil, palayanan
yang ramah dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan
serta kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis
(Marajabessy, 2008).
3. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap
konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai
pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih
tinggi. Selain itu, pengalaman juga berpengaruh besar terhadap emosional pasien
terhadap suatu pelayanan kesehatan (Robert dan Richard, 1991). Perasaan itu
meliputi senang karena pelayanan yang menyenangkan, terkejut karena tak menduga
mendapat pelayanan yang sebaik itu, rasa tidak menyenangkan dan kekecewaan
Universitas Sumatera Utara
terhadap suatu pelayanan tertentu sangat mempengaruhi pemilihan terhadap rumah
sakit.
4. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal
harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan
rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih
tinggi pada pasien.
5. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya
tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan,
cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Menurut, Lusa (2007) , biaya dapat
dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya
pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat
masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat miskin,dan
sebagainya. Selain itu, efisiensi dan efektivitas biaya, yaitu pelayanan yang murah,
tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan juga menjadi pertimbangan
dalam menetapkan biaya perawatan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu :
1. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit
yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk
rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan
tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
2. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin
mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
Herianto dan kawan-kawan (2005) menemukan, ekspektasi masyarakat
terhadap harga yang murah ditemukan cukup tinggi. Ini dikarenakan
masyarakat miskin di Indonesia memang cukup tinggi.
3. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang
berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk
pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Dapat dijabarkan
dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang
diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa
tanggap dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi,
Universitas Sumatera Utara
kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat,
pengukuran suhu dsb (Lusa, 2007). Misalnya : pelayanan yang cepat,
tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan.
4. Lokasi, meliput i letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau
mempengaruhi kepuasan klien dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di
rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya (Heriandi, 2007).
Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang
mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan
semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit
tersebut.
5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,
tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.
Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan klien, namun
rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam
penyusunan strategi untuk menarik konsumen.
Berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang
mencerminkan kualitas rumah sakit merupakan determinan utama dari
kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian (reaksi afeksi)
terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun
Universitas Sumatera Utara
terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi
rumah sakit (mutu baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah
sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien(Utama,
2003).
6. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap
lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan
pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan
dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan
rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari
informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain
maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif
terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. pasien
akan tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapan-
harapan yang diinginkan pasien.
7. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang
tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan
kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus
diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau
konsumen. Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah
sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan
Universitas Sumatera Utara
ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah,
kesegaran ruangan dan lain-lain (Lusa, 2005).
8. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah
sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi
kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya
bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang
berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat
yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.
Menurut Lusa (2007), aspek ini tidak hanya penting untuk
memberikan kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada
pasien. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal
yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran,
dan lain-lain adalah aspek penting yang menentukan kepuasan. aspek ini
dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan,
kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata
letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran
ruangan dan lain-lain. Perawat harus memperhatikan aspek ini.
9. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa
dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien
dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam
memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol
panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang
Universitas Sumatera Utara
memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah
sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah
sakit, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien
adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik
produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain
visual.
Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata,
keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi
dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi
kepuasan pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa
outcome tak sesuai dengan harapannya merasa cukup puas karena dilayani
dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya (Suryawati dkk,
2006).
1.3 Pengukuran Tingkat Kepuasan
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam
penyediaan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila
pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka
pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan efisien. Tingkat kepuasan
pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan
suatu system penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan,
meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap
Universitas Sumatera Utara
populasi dan sasaran (Hadisugito, 2005). Bila pelanggan tidak puas atau kecewa,
harus segera diketahui faktor penyebabnya dan segera dilakukan koreksi atau
perbaikan. Tanpa adanya tindakan untuk melakukan koreksi atau perbaikan hasil
pengukuran tingkat kepuasan pelanggan menjadi tidak bermamfaat. Padahal tujuan
pengukuran tingkat kepuasan pelanggan adalah untuk dapat segera mengetahui
faktor-faktor yang membuat para pelanggan tidak puas, dapat segera diperbaiki,
sehingga pelanggan tidak kecewa.
Tingkat kepuasan adalah merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan
kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan sangat puas. Harapan
pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya
serta janji dan informasi pemasaran dan saiingannya. Pelanggan yang puas akan setia
lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang
perusahaan.
Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan harus menciptakan dan
mengelola suatu system untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan
kemampuan untuk mempertahankan pelanggannya.
Menurut Kotler (2003), ada beberapa macam metode dalam pengukuran
kepuasan pelanggan :
Universitas Sumatera Utara
a. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) memberikan
kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan
keluhan. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan hubungan
telepon langsung dengan pelanggan.
b. Ghost shopping
Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai
pengguna potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan
kelemahan produk rumah sakit dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka.
c. Lost customer analysis
Rumah sakit seyogianya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
menggunakan jasa pelayanan agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.
D. Survei kepuasan pelanggan
Penelitian survei dapat melalui pos, telepon dan wawancara langsung.
Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai elemen penawaran
berdasarkan derajad pentingnya setiap elemen dan seberapa baik perusahaan dalam
masing-masing elemen (importanse/performance ratings). Melalui survei perusahaan
akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan
juga memberikan tanda positif bahwa rumah sakit menaruh perhatian terhadap para
pengguna jasa pelayanannya.
Universitas Sumatera Utara
Pengumpulan data survei kepuasan pasien dapat dilakukan dengan berbagai
cara tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner dan wawancara. Adapun
penggunaan kuesioner adalah cara yang paling sering digunakan karena mempunyai
beberapa keuntungan, seperti proses yang mudah dan murah, menghasilkan data yang
telah terstandarisasikan, dan terhindar dari bias pewawancara (Pohan, 2006).
1.4 Manfaat Pengukuran Kepuasan
Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah
tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran
orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan
dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan
perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat pengukuran
kepuasan antara lain sebagai berikut :
a. pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi,
yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada
pelanggan.
b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar
prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu
yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.
c. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama
bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang
memberi pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
d. Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki
mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi
ini juga bisa datang dari pelanggan.
e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat
produktivitasnya yang lebih tinggi.
Menurut Azwar (2003), didalam situasi rumah sakit yang mengutamakan
pihak yang dilayani (client oriented), karena pasien adalah pasien yang terbanyak,
maka banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan kepuasan
pasien antara lain sebagai berikut :
a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati
diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.
b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang
puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal
ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena
merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung.
c. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi.
Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan
pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan
menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya
pendapatan rumah sakit).
d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) rumah sakit, seperti
perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit
yang mempunyai citra positif.
Universitas Sumatera Utara
e. Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan
lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak- hak
pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga
malpraktek tidak terjadi.
1.5 Klasifikasi kepuasan
Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat
diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :
a) Sangat memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar
sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk
prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat),
atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya
menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.
b) Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian
sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk
sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang
seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang.
c) Tidak memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah,
yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau
Universitas Sumatera Utara
keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk
proses administrasi), atau tidak ramah.
d) Sangat tidak memuaskan.
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau
keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses
administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat
kualitas yang kategori paling rendah.
Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan likert dikenal
dengan istilah skala likert, kepuasan pasien dikategorikan menjadi, sangat puas, agak
puas, dan tidak puas. Kategori ini dapat dikuantifikasi misalnya ; sangat puas
bobotnya 3, agak puas bobotnya 2, dan tidak puas bobotnya 1 (Utama, 2003).
2. Pelayanan keperawatan prima
2.1 Pengertian pelayanan keperawatan prima
Defenisi pelayanan umum (Kep.Men.Pan.No.81 tahun 1993) adalah segala
bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat,
didaerah dan BUMN/D dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan pelayanan keperawtan prima adalah pelayanan yang diberikan
kepada pasien berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat
meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit (Ginting, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan prima merupakan elemen utama rumah sakit dan unit-unit
kesehatan agar bisa bertahan diera globalisasi. Adapun pelayanan kepada masyarakat
tentunya telah ada suatu ketetapan tatalaksananya. Prosedur dan kewenangan
sehingga penerima pelayanan puas dengan apa yang telah diterimanya.
Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang
memiliki mutu, kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan
pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien.
Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau
masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan
untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas
kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap
transaksi.
Pelayanan prima pada dasarnya dituukan untuk memberikan kepuasan kepada
pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan memiliki
lima dimensi mutu yang utama yaitu : tangibles, re;iability, responsiveness,
assurance, dan empathy. Disadari ataupun tidak, penampilan (tangibles) dari rumah
sakit merupakan poin pertama yang ditilik ketika pasien pertama kali mengetahui
keberadaannya. Masalah kesesuain janji (reliability), pelayanan yang tepat
(responsiveness), dan jaminan pelayanan (assurance) merupakan masalah yang
sangat peka dan sering menimbulkan konflik. Dalam proses ini faktor perhatian
(empathy) terhadap pasien tidak dapat dilalaikan oleh pihak rumah sakit (Fahriadi,
2007).
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, sebuah rumah sakit harus
memiliki sumber daya manusia dengan kualitas baik. Pelayanan dirumah sakit
merupakan bentuk pelayanan yang diberikan oleh suatu tim tenaga kesehatan, seperti
Dokter, Perawat dan Bidan. Tim keperawatan merupakan anggota tim garda depan
yang menghadapi masalah kesehatan pasien selama 24 jam secara terus menerus.
Bentuk pelayanan dan asuhan keperawatan seyogianya diberikan oleh perawat yang
memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian yang sesuai dengan tuntutan
profesi keperawatan. Sehubungan dengan hal tersebut, tenaga keperawatan harus
dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terencana, dan berkesinambungan
(Aisyah, 2008).
2.2 Faktor-faktor pelayanan keperawatan prima
Dalam pengembangan budaya pelayanan keperawatan prima, Gultom (2006)
mengembangkan pelayanan keperawatan priama dengan menyelaraskan faktor-faktor
Ability (kemampuan), Attitude (sikap), Appearance (penampilan), Attention
(perhatian), Action (tindakan), Accountability (tanggung jawab).
1. Kemampuan (Ability)
Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan yang mutlak diperlukan
untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang
keperawatan yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan
motivasi, membina hubungan dengan tenaga kesehatan lain.
Perawat harus mempunayai pengetahuan dan wawasan luas, terlebih lagi pada
saat ini ketika perawat dituntut untuk menjadi seorang profesional. Pengetahuan dan
Universitas Sumatera Utara
wawasan yang dimaksud bukan hanya sebatas bidang keperawatan, tapi menyeluruh.
Pengetahuan yang luas dari perawat sangat berguna untuk memberikan pelayanan
keperawatan yang profesional.
Sedangkan menurut Utama (1999), keterampilan merupakan kemampuan
untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar. Seorang perawat dikatakan terampil
apabila telah dapat memberikan pelayanan keperawatan dengan baik dan benar. Baik
dan benarnya perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan mengacu pada
dasar pendidikannya dan standar keperawatan. Akan tetapi, keterampilan seorang
perawat bukan hanya tergantung dari tingginya pendidikan yang diterimanya, tapi
pengalaman dalam melakukan pelayanan keperawatan juga sangat berpengaruh
(Zulkifli, 1999).
2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah perilaku yang harus ditonjolkan perawat ketika menghadapi
pasien. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian,
kata-kata yang lembut,sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping
pasien dan bersikap sebagai media penberi asuhan. Sikap ini diberikan melalui
kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Adapun sikap-sikap dalam pelayanan prima
adalah semangat, memakai cara yang baik, pro-aktif, positif, penuh kesabarab dan
tidak mengada-ada, dan tepat waktu.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan, sikaf tersebut harus dimiliki oleh
seorang perawat karena sikaf perawat juga sangat berpengaruh terhadap kepuasan
Universitas Sumatera Utara
pasien. Sikap perawat yang baik dan ramah dapat menimbulkan rasa simpati pasien
terhadap perawat.
3. Penampilan (Appearance)
Penampilan perawat dalah penampilan, baik berupa fisik maupun nonfisik
yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain.
Penampilan seseorang merupakn salah satu hal pertama yang diperhatikan selama
komuniksi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit
pertama. 84% dari kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya (Lalli
Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan
berhias menunjukkan kepribadiaan, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan
konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan
cita diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat dapat mempengaruhi
persepsi pasien terhadap pelayanan atau asuhan keperawatan yang diterima, karena
tiap pasien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat.
Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mecerminkan kemampuan perawat tetapi
mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap pasien
jika perawat tidak memenuhi citra pasien.
4. Perhatian ( Attention)
Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pasien, baik yang berkaitan
dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pasien maupun pemahaman atas
saran dan kritik. Perhatian yang diberikan perawat, terutama ketika pasien sendiri dan
merasa menadi beban bagi orang lain, adalah sangat berguna untuk mempercepat
proses penyembuhan. Penyakit yang diderita oleh pasien terjadi bukan hanya
Universitas Sumatera Utara
kelemahan fisiknya, tetapi dapat juga terjadi karena adanya gangguan pada
kejiwaannya. Sikap yang baik terutama perhatian yang diberikan oleh perawat kepada
pasien, diyakuni ddapat mempercepat proses penyembuhan kejiwaannya. Sehingga
dengan sembuhnya kejiwaan maka dapat mempengaruhi kesembuhan fisiknya.
5. Tindakan (Action)
Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam
memberikan layanan kepada pasien. Layanan ini seyogianya berlandaskan ilmu
pengetahuan, prinsip dari teori keperawatan serta penampilan dan sikap serta sesuai
dengan kompetensi dan kewenangan yang diemban kepada perawat tersebut. Apabila
perawat terampil dalam memberikan tindakan keperawatan, maka secara otomatis
pasien juga akan merasakan kepuasan dari tindakan yang diberikan perawat tersebut.
Hal ini teradi karena perawat yang terampil dapat menimbulkan rasa aman dan
nyaman bagi pasien saat melakukan suatu tindakan. Tindakan perawat yang sesuai
dengan standar keperawatan dapat menjamin bahwa asuhan keperawatan yang
diberikan juga berkualitas.
6. Tanggung jawab (Accountability)
Tanggung jawab adalah suatu sikaf keberpihakan kepada pasien sebagai
wujud kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau
ketidakpuasan pasien. Perawat merupakan salah satu profesi yang berhubungan dan
berinteraksi langsung dengan pasien, baik itu klien sebagai individu, keluarga
maupun masyarakat, oleh karena itu dalam memberikan asuhan keperawatannya
perawat dituntut untuk memahami dan berprilaku sesuai dengan etika keperawatan.
Agar seorang perawat dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat maka perawat
Universitas Sumatera Utara
harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktik keperawatan itu sendiri.,
yaitu : perawat membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum,
perawat membantu meningkatkan autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya,
perawat mendukung martabat kemanusiaan dan berprilaku sebagai advokat bagi
pasien, perawat menjaga kerahasiaan pasien, beriorentasi pada akuntabilitas perawat,
dan perawat bekera dalam lingkungan yang kompeten, etik, dan aman (CAN,2001).
Prinsip pelayanan prima dibidang kesehatan:
1. Mengutamakan pelanggan
2. Sistem yang efektif
3. melayani dengan hati nurani
4. perbaikan berkelanjutan
5. pemberdayaan pelanggan
2.3 Kualitas pelayanan keperawatan
Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan dengan
kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan berdasarkan kebutuhan atau
pandangan konsumen. Penelitian terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirumah
sakit tidak semudah menentukan kualitas barang pada industri manufaktur. Pada
industri manufaktur, kualitas barang yang dihasilkan ditentukan oleh standar baku
dan harga. Bila kualitas dibawah standar atau bila harganya diatas standar untuk
barang tertentu maka konsumen tidak akan mau membelinya. Sedangkan pada bidang
kesehatan, konsumen atau pasien berada pada posisi yang tidak mampu menilai
secara pasti kualitas pelayanan yang diterimanya.
Universitas Sumatera Utara
Bidang keperawatan, tujuan kualitas pelayanan adalah untuk memastikan
bahwa jasa atau produk pelayanan keperawatan yang dihasilakan sesuai dengan
standar atau keinginan pasien (Nursalam, 2002). Untuk memenuhi kebutuhan pasien
tersebut maka yang paling bertanggung jawab adalah perawat. Kualitas pelayanan
keperawatan dinilai dari berbagai pelayanan itu, baik bagi perorangan maupun
populasi.
Penilaian kualitas pelayanan keperawatan, terdapat tahap-tahap yang harus
dijalani. Menurut Nursalam(2002), tahap pertama dalam proses ini adalah
penyusunan standar atau kriteria. Adalah sesuatu yang mustahil apabila mengukur
sesuatu tanpa adanya suatu standar yang baku. Tidak hanya harus ada standar, tetapi
pemimpin juga harus tanggap dan melihat bahwa perawat mengetahui dan mengerti
standar yang telah ditentukan tersebut, karena standar bervariasi operasionalnya
dalam setiap institusi dan perawat harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang
sesuai dengan kriteria. Informasi-informasi yang diperoleh tersebut dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.
Tahap tiga adalah identifikasi sumber informasi. Pemimpin harus yakin
terhadap sumber informasi yang didapatkan. Dalam melakukan pengawasan kualitas
pelayanan keperawatan, pemimpin dapat menemukan banyak informasi dari pasien
sendiri yang merupakan sumber yang sangat membantu. Tahap keempat adalah
mengumpulkan dan menganalisa data. Semua informasi yang telah didapat dari
pasien, dapat diadikan sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan. Tahapan
terakhir yaitu evaluasi ulang. Jika semua asuhan keperawatan dilakukan sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan standar yang berlaku, maka evvaluasi ulang tidak perlu dilakukan. Evaluasi
ulang hanya akan dikerjakan apabila banyak kegiatan yang dilakukan tidak sesuai
dengan standar yang berlaku.
Penelitian standar asuhan keperawatan, maka tindakan yang seharusnya
dilakukan adalah menetapkan standar keperawatan. Standar keperawatan yang telah
terbentuk akan membantu dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, yang
konsisten, kontiniu, dan bermutu. Standar keperawatan juga dapat melindungi pasien
dari tindakan yang salah yang dilakukan oleh perawat.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan keperawatan prima
Menurut Nursalam (2002) keberhasilan pelaksanaan kegiatan menjamin
kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh berbagai factor yakni :
2.4.1 Faktor pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia. Dimana pengetahuan manusia umumnya diperoleh diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003).
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket terhadap responden
tentang isi materi yang diukur. Dalam pengetahuan yang ingin diukur disesuaikan
dengan tingkatan pengetahuan dalam kognitif (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan
tenaga perawat kepada kegiatan penjaminan mutu pelayanan keperawatan merupakan
kegiatan penilai, memantau atau mengatur pelayanan yang berorientasi pada klien
(Nurachmah, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Adapun tujuan dari penilaian mutu pelayanan keperawatan adalah untuk
meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien atau konsumen, menghasilkan
keuntungan atau pendapat institusi, mempertahankan eksistensi institusi,
meningkatkan kepuasan kerja sumber daya yang ada, meningkatkan kepercayaan
konsumen atau pelanggan serta menjalankan kegiatan sesuai aturan atau standar yang
berlaku.
Pelayanan asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika
pelaksanaan asuhan keperawatan dipersiapkan sebagai suatu kehormatan yang
dimiliki perawat dalam mempertahankan haknya untuk memberikan asuhan yang
manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etik profesi perawat yang
berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi
rencana, dan evaluasi tindakan yang diberikan (Nuracmah,2001). Pengetahuan
perawat tentang penilaian mutu pelayanan keperawatan tidak terrlepas dari standar
praktik keperawatan yang telah ditetapkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam
tahapan proses keperawatan yakni : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
2.4.2 Faktor beban kerja
Bekera adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan
kepuasan. Dan aktifitas ini melibatkan baik fisik maupun mental (As’ad, 2001).
Beban kerja merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberatkan pada
pencapaian aktifitas untuk melakukan suatu aktifitas. Beban kerja perawat yang tinggi
serta beragam dengan tuntutan institusi kerja dalam pencapaian kualitas bermutu,
jumlah tenaga yang tidak memadai berpengaruh besar pada pencapaian mutu
Universitas Sumatera Utara
pelayanan yang diharapkan (Kusdijanto, 2000). Untuk itu perlu adanya
pengorganisasian kerja perawat yang tepat dan jelas (Swansburg, 2000).
Tujuan utama menyusun rencana pembagian tugas adalah untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya. Pembagian
tugas terdiri dari tiga aspek yaitu : pengembangan tugas, keterlibatan dalam tugas,
dan rotasi tugas (Nursalam, 2000).
Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah
dengan cara menjaga kesinambungan antara beban kera perawat dan jumlah tenaga
perawat yang tersedia.
2.4.3 Faktor komunikasi
Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu
pesan dengan cara yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima
(Nursalam, 2000). Komunikasi dalam praktik keperawatan professional merupakan
unsure utama bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan untuk
mencapai hasil yang optimal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
komunikasi terapeutik antara lain :
1. Pendidikan
Merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang
dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi untuk meningkatkan kualitas hidup (Notoadmojo, 2003).
Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi dan makin
baik pengetahuan yang dimiliki sehingga menggunakan komunikasi terapeutik secara
efektif akan dapat dilakukannya.
Universitas Sumatera Utara
2. Lama bekerja
Merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja ditempat kerja. Makin
lama seseorang bekera makin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan
makin baik cara berkomunikasinya (Alimul, 2003)
3. Pengetahuan
Merupakan proses belajar dengan meggunakan panca indra yang dilakukan
seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan (Notoadmojo, 2003). Menurut Bloom dan Kartwalk (1998) membagi
pengetahuan dalam enam tingkatan diantaranya tahu, memahami, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
4. Sikap
Sikap dalam komunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi berjalan
efektif atau tidak. Sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya
terhadap komunikator. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti
terbuka, percaya, empati, menghargai, rendah diri dan menjadi pendengar yang baik.
Kesemuanya dapat mendukung komunikasi yang terapeutik.
5. Kondisi psikologi
Pada komunikator akan mudah mempengaruhi dari isi pembicaraan melalui
komunikasi terapeutik. Namun perlu memperhatikan kondisi psikologis yang baik
untuk menjadikan komunikasi sebagai terapeutik. Kondisi psikologis seorang
pendengar dapat dipengaruhi oleh rangsangan emosi yang disebabkan oleh
pembicaraan itu sendiri. Indikator dalam melaksanakan komunikasi terapeutik
(Nursalam, 2003) mendorong pasien untuk mengungkapkan pandangan dan
Universitas Sumatera Utara
perasaannya, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dalam setiap komunikasi
serta memanggil pasien sesuai dengan identitasnya.
Universitas Sumatera Utara