Bab 2 Sorbitol dari Tepung Tapioka

41
BAB II SELEKSI DAN URAIAN PROSES 2.1 Tipe-tipe Proses Sorbitol dapat dibuat dengan berbagai cara dari berbagai jenis bahan baku, dengan kondisi operasi serta konversi yang berbeda. Pembuatan sorbitol dari bahan baku pati melalui dua tahap proses utama yaitu: 1. Proses pengubahan starch menjadi glukosa, ada 3 macam yaitu : Hidrolisa menggunakan katalis asam Hidrolisa menggunakan katalis asam-enzim Hidrolisa menggunakan katalis enzim-enzim 2. Proses pengubahan glukosa menjadi sorbitol, ada 2 macam, yaitu: Proses reduksi elektrolitik Proses hidrogenasi katalitik 2.1.1 Proses Pengubahan Starch Menjadi Glukosa 2.1.1.1 Hidrolisa menggunakan katalis asam Pada proses hidrolisa menggunakan katalis asam ini, diperlukan kondisi suhu yang tinggi agar dapat memecah komponen dari pati menjadi glukosa. Larutan asam yang digunakan biasanya memiliki konsentrasi yang pekat, misalnya larutan H 2 SO 4 , HCl, dan sebagainya. Untuk mekanisme proses hidrolisa asam adalah sebagai berikut : 2-1

description

Pra Desain Pabrik

Transcript of Bab 2 Sorbitol dari Tepung Tapioka

Page 1: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

BAB II

SELEKSI DAN URAIAN PROSES

2.1 Tipe-tipe Proses

Sorbitol dapat dibuat dengan berbagai cara dari berbagai jenis bahan baku, dengan

kondisi operasi serta konversi yang berbeda. Pembuatan sorbitol dari bahan baku pati

melalui dua tahap proses utama yaitu:

1. Proses pengubahan starch menjadi glukosa, ada 3 macam yaitu :

Hidrolisa menggunakan katalis asam

Hidrolisa menggunakan katalis asam-enzim

Hidrolisa menggunakan katalis enzim-enzim

2. Proses pengubahan glukosa menjadi sorbitol, ada 2 macam, yaitu:

Proses reduksi elektrolitik

Proses hidrogenasi katalitik

2.1.1 Proses Pengubahan Starch Menjadi Glukosa

2.1.1.1 Hidrolisa menggunakan katalis asam

Pada proses hidrolisa menggunakan katalis asam ini, diperlukan kondisi suhu yang

tinggi agar dapat memecah komponen dari pati menjadi glukosa. Larutan asam yang

digunakan biasanya memiliki konsentrasi yang pekat, misalnya larutan H2SO4, HCl, dan

sebagainya.

Untuk mekanisme proses hidrolisa asam adalah sebagai berikut :

Proses hidrolisa dilakukan dalam tangki converter yang terbuat dari baja than karat

dengan dilengkapi pipa saluran uap pemanas dan pipa saluran udara yang

dihubungkan dengan kompresor untuk mengatur tekanan udara didalamnya.

Larutan suspense yang mengandung 18-20% pati di dalam air dialirkan masuk ke

dalam converter lalu ditambahkan lartutan HCl hingga pH mencapai nilai = 2,3

Kemudian larutan tersebut dipanaskan dalam converter hingga mencapai suhu 120-

135OC dan tekanan 3 kg/cm2 . Proses ini memakan waktu antara 15-20 menit agar

menghasilkan derajat hidrolisa yang diinginkan.

Setelah dicapai suhu yang diinginkan, kemudian hidrolisat ditampung pada tangki

penahan agar proses hidrolisa berlangsung secara sempurna.

2-1

Page 2: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Reaksi yang terjadi :

1. Reaksi utama

(C6H10O5)n + nH2O → C6H10O5

2. Reaksi samping

2(C6H10O5)n + nH2O → C12H22O11

3(C6H10O5)n + nH2O → C18H32O16

Keuntungan dari proses hidrolisa asam ini ialah :

- Proses yang cepat dan sederhana

- Bahan pembantu yaitu berupa asam mudah didapatkan dan sifatnya yang relatif

murah

Kerugian dalam memakai proses hidrolisa asam :

- Biaya pembuatan peralatan yang mahal, karena dibutuhkan peralatan yang tahan

terhadap korosif.

- Penanganan asam sebagai bahan pembantu akan memakan resiko besar karena

sifatnya yang eksplosif dan berbahaya bagi kesehatan pekerja serta lingkungan.

2.1.1.2 Hidrolisa menggunakan katalis asam-enzim

Hidrolisa menggunakan asam dan enzim ini memerlukan suhu dan pH yang sesuai

dalam pengoprasiannya. Dalam proses ini, hidrolisa yang terjadi secara parsial di mana

untuk pertama menggunakan asam, kemudian dilanjutkan dengan proses sakarifikasi

dengan menggunakan enzim glukoamilase. Konversi enzim biasanya dilakukan pada pH

4,5-7 dengan suhu optimum 50-60oC.

Untuk komposisi akhir dari hidrolisat bergantung pada pengaturan hidrolisa asam

mula-mula, dan tipe enzim serta tingkat sakarifikasi enzim.

Reaksi yang terjadi menggunakan katalis asam :

1. (C6H10O5)n + nH2O → C6H12O6

2. 2(C6H10O5)n + nH2O → C12H22O11

3. 3(C6H10O5)n + nH2O → C18H32O16

Reaksi yang terjadi menggunakan katalis enzim :

1. C12H22O11 + H2O → C6H12O6

2-2

Page 3: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

2. C18H32O16 + H2O → C6H12O6

Keuntungan dari penggunaan katalis asam-enzim dari hidrolisa ini adalah :

- Yield dextrose yang dihasilkan dapat mencapai 90-92%

- Hidrolisa dapat berjalan lebih sempurna karena memakai 2 katalis disbanding

menggunakan 1 katalis.

Kerugian dengan menggunakan hidrolisa asam enzim :

- Biaya produksi yang tinggi karena penggunaan katalis asam dan enzim

- Kondisi operasi yang sulit tercapai karena penyesuaian pH dan suhu optimum dari

masing-masing katalis.

2.1.1.3 Hidrolisa menggunakan katalis enzim-enzim

Proses pembuatan sirup glukosa dari pati, memerlukan terjadinya reaksi enzimatis

sebagai berikut:

-[C6H10O5]n- α⃗ -amilase n(C6H10O5)x

n(C6H10O5)x + xnH2O g⃗lukoamilase x nC6H12O6

Pembuatan sirup glukosa yang umumnya berbahan dasar dari pati, tahapan

prosesnya meliputi likuifikasi, sakarifikasi, penjernihan, dan pemekatan. Proses diawali

dengan pencampuran larutan pati dengan air pada tangki pencampur. Selanjutnya larutan

pati yang telah dicampur dengan air ditambah dengan CaCl2. Penambahan ini bertujuan

sebagai aktivator.

Selanjutnya dilakukan penambahan enzim -amylase atau yang biasa disebut

dengan “liquefying” pada larutan pati dan dilakukan pemanasan dengan jet cooker sampai

105oC selama 5 menit. Kemudian larutan pati dialirkan ke reaktor likuifikasi untuk

mengalami proses hidrolisa selama ±2 jam. Pada proses likuifikasi ini terjadi pemutusan

rantai ikatan panjang polisakarida menjadi dekstrin dan sejumlah kecil karbohidrat.

Untuk proses selanjutnya yaitu penambahan HCl pada larutan pati untuk

menurunkan pH, agar kondisi optimum dari enzim glukoamylase tercapai. Proses hidrolisa

dari dekstrin menjadi glukosa membutuhkan waktu 24-72 jam.

Filtrasi dilakukan menggunakan rotary vacum filter, yang bertujuan untuk

memisahkan kotoran (impurities) yang tidak larut. Filtrat selanjutnya diberi karbon aktif

2-3

Page 4: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

untuk pemucatan (penghilangan warna). Proses pertukaran ion dilakukan untuk

menghilangkan ion-ion yang terkandung pada larutan glukosa, seperti Cl- dan Na+ .

Proses ini dilakukan pada penukar ion, vessel berisi resin yang telah diaktivasi dan

dapat menukarkan ion positif terlarut dengan ion H+ (pada kation exchanger) dan ion

negatif terlarut dengan OH- (pada anion exchanger). Apabila resin yang digunakan telah

jenuh, perlu dilakukan proses regenerasi, yang bertujuan untuk mengaktifkan resin

sehingga dapat digunakan kembali. Pada proses pemekatan dilakukan dengan

menggunakan evaporator, tahap evaporasi ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi

sirup glukosa yang diinginkan.

(Food Chemistry,74,1961)

Keuntungan menggunakan hidrolisa enzim :

- Yield dextrose yang dihasilkan lebih tinggi dari hidrolisa asam

- Kemurnian produk yang dihasilkan lebih tinggi daripada hidrolisa asam.

- Sirup yang dihasilkan mempunyai komposisi yang lebih stabil

- Tidak menyebabkan korosi pada peralatan.

Kerugian dalam mengunakan hidrolisa enzim :

- Membutuhkan kondisi operasi yang berbeda untuk setiap enzim agar tercapai

konversi produk yang diinginkan.

- Enzim yang harus diimport karena produsen berasal dari Jepang, Amerika, Jerman,

Denmark, Inggris dan lainnya.

2.1.2 Proses pengubahan glukosa menjadi sorbitol

2.1.2.1 Proses Reduksi Elektrolitik

Industri sorbitol pertama kali dibangun pada tahun 1937 dan menggunakan proses

elektrolitik. Larutan D-glukosa atau disebut juga dekstrosa, yang juga mengandung sodium

sulfat dielektrolisis. Hidrogen yang berada pada katoda amalgam mereduksi dekstrosa

menjadi sorbitol. Pemurnian dan recovery larutan sorbitol dilakukan dengan metode yang

sama dengan yang saat ini digunakan.

(Faith, 1975)

Pada bagian elektrolisis ini dilengkapi dengan sumber arus yang tidak berfluktuasi

elektroda yang dipakai adalah amalgam sebagai katoda dan timbal sebagai anoda

2-4

Page 5: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

CH

H

H

OH

C

C

CH2OH

C

H

HO

OH

H

C

O

OH

+

NiRaney H H

sedangkan larutan yang dipakai NaOH dan Na2SO4. Pada prinsipnya dextrosa akan

direduksi dengan H2 sebagai hasil proses elektrolisis diatas. Dari proses diatas akan

menghasilkan sorbitol dan mannitol. Mannitol terbentuk karena sebagian dextrosa pada

kondisi basa akan berubah menjadi fruktosa dan mannose sehingga saat direduksi akan

menjadi mannitol.

Untuk proses reduksi elektrolitik faktor-faktor yang yang mempengaruhi hasil dan

kualitas yaitu densitas arus, konsentrasi, temperatur, komposisi elektroda serta elektrolitik

dan promotornya.

2.1.2.2 Proses Hidrogenasi Katalitik

Proses pembuatan sorbitol dengan hidrogenasi katalitik dilakukan dengan

mereaksikan larutan dekstrose dan gas hidrogen bertekanan tinggi dengan menambahkan

katalis nikel dalam reaktor (Reaktor Hidrogenasi). Gas hidrogen masuk dari bawah reaktor

secara bubbling dan larutan dekstrose diumpankan dari atas reaktor sehingga kontak yang

terjadi semakin baik.

Reaksi yang terjadi :

Gambar 2.1. Reaksi Hidrogenasi Katalitik

Proses ini menghasilkan overall yield 95 – 99%. Secara keseluruhan proses pembuatannya

dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

2-5

Dextrose

CH2OH

H

H

OH

C

C

CH2OH

C

H

HO

OH

H

C OH

Sorbitol

Page 6: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Gambar 2.2 Proses pembuatan sorbitol dengan proses hidrogenasi katalitik

2.2 Seleksi Proses

2.2.1 Seleksi Proses Pengubahan Starch menjadi Glukosa

Dari berbagai macam proses pembuatan sirup glukosa secara hidrolisa di atas,

berikut akan ditunjukkan perbedaan dari segi teknis maupun ekonomis ketiganya.

Tabel II.2 Perbandingan kondisi operasi pada proses hidrolisa

UraianHidrolisa

Asam Asam-enzim Enzim-enzim

Aspek teknis

1. Operasi- Tekanan ( kg/cm2)- Suhu (0C )- pH2. Proses- DE- Reaksi samping- Daya korosi

3

140-160

2,3

30-55%

Ada

Tinggi

1-3

60-140

1,8-2

63-30%

Ada

tinggi

1

60-105

4,5-6

90-95%

-

Rendah

Aspek Ekonomi

1. Kebutuhan asam2. Biaya peralatan3. Energi4. Investasi

Banyak

Mahal

Banyak

Mahal

Sedikit

Murah

2-6

(Faiths, 1975)

Page 7: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Besar

Tinggi

Besar

tinggi

Kecil

Rendah

Dapat diliat dari tabel perbandingan di atas, bahwa keuntungan menggunakan proses

hidrolisa enzim-enzim daripada yang lainnya ialah :

- Nilai DE sangat tinggi yaitu sekitar 90-98%

- Biaya energi lebih rendah karena suhu operasi yang lebih rendah

- Terhindar dari korosi, sehingga harga peralatan lebih murah

- Tidak terjadi reaksi samping.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka proses yang dipilih ialah hidrolisa pati dengan

katalis enzim-enzim.

2.2.2 Seleksi Proses Pembuatan Sorbitol

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan proses adalah proses pembuatan

produk yang meliputi bahan baku, konversi reaksi, kuantitas produk, sedangkan dari

kondisi operasi adalah mengenai temperatur dan tekanan operasi.

Dari kriteria-kriteria dan uraian proses pembuatan sorbitol di atas dapat dilihat

keuntungan dan kerugian dari masing-masing proses seperti terlihat dalam tabel di bawah

ini.

Tabel 2.1 Perbandingan antara proses reduksi elektrolitik dengan hidrogenasi katalitik

Parameter Proses

Reduksi Elektrolitik Hidrogenasi Katalitik

1. Segi Proses

Bahan baku

Konversi reaksiStarch

Lambat, waktu yang

dibutuhkan lama untuk

mencapai produk yang

diinginkan

Starch

Cepat, waktu yang

dibutuhkan lebih cepat

untuk mencapai produk

yang diinginkan

2. Segi Ekonomi Harga elektroda untuk Harga bahan baku

2-7

Page 8: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

elektrolisis mahal serta

membutuhkan power

yang besar untuk

elektrolisis.

penunjang mudah di

dapat dan cukup

terjangkau

Dari data diatas terlihat bahwa pada proses hidrogenasi katalitik lebih

menguntungkan dibanding proses reduksi elektrolitik. Dalam aplikasi di pabrik sendiri

lebih banyak menggunakan proses hidrogenasi katalitik dibandingkan reduksi elektrolitik

karena diihat dari segi ekonomi, biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan dengan

proses reduksi elektrolitik dan semua pabrik sorbitol diseluruh Indonesia menggunakan

proses hidrogenasi katalitik. Hal ini menunjukkan bahwa proses reduksi elektrolitik kurang

efisien untuk dipakai sebagai proses dalam pembuatan sorbitol. Sehingga dalam pemilihan

proses lebih menguntungkan proses hidrogenasi katalitik dibandingkan dengan proses

reduksi elektrolitik baik dari segi teknis maupun ekonomis.

2.3 Potensi dan Spesifikasi Bahan Baku

2.3.1 Tepung Tapioka

Tepung singkong dibagi menjadi 2, yaitu tepung murni dan tepung modifikasi.

Produksi tepung murni relatif sederhana, dapat dilakukan pada berbagai skala, seperti di

skala rumah tangga yang banyak dijumpai di beberapa desa di Vietnam bagian utara,

Kamboja, dan di Pulau Jawa Indonesia. Sedangkan skala besarnya bisa dijumpai di

Thailand, Vietnam bagian selatan dan di Provinsi Lampung.

(Howeler, 2002)

Gambar 2.3 Tepung Tapioka

2-8

Page 9: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Produksi singkong nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari

grafik di bawah ini dapat dilihat produksi singkong pada tahun 2012 mencapai 24,17 juta

ton.

2007.5 2008 2008.5 2009 2009.5 2010 2010.5 2011 2011.5 2012 2012.520.5

21

21.5

22

22.5

23

23.5

24

24.5

21.75 juta ton22.04 juta ton

23.92 juta ton 24.04 juta ton 24.17 juta ton

Tahun

Prod

uksi

(juta

ton)

Gambar 2.3 Grafik perkembangan produksi singkong Indonesia, tahun 2008-2012

Sumber : Biro Pusat Statistik 2013

Berikut ini merupakan kandungan pati singkong yaitu :

Tabel 2.2 Kandungan Tepung Tapioka

Komponen Komposisi

Karbohidrat 87.87%

Air 7.80%

Protein 1.60%

Lemak 0.51%

Abu 2.22%

Total 100.00%

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 2003

2-9

Page 10: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

2.3.2 Pati

Pati dapat dipisahkan menjadi 2 fraksi utama berdasarkan kelarutan bila dibubur

(triturasi) dengan air panas, sekitar 20% pati adalah amilosa (larut) dan 80% ialah

amilopektin (tidak larut).

Hidrolisis lengkap amilosa hanya menghasilkam D-glukosa, hidrolisis parsial

menghasilkan maltosa sebagai satu – satunya disakarida. Disimpulkan bahwa amilosa

adalah polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan secara-1,4’. Beda antara amilosa

dan selulosa adalah ikatan glikosidanya, β dalam selulosa dan α dalam amilosa. Perbedaan

ini menyebabkan perbedaan sifat antara kedua polisakarida ini.

Gambar 2.4 Amilosa

Terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per molekul amilosa, banyaknya satuan

bergantung spesi hewan atau tumbuhan itu. Molekul amilosa .membentuk spiral di sekitar

molekul I2 yang menyebabkan timbulnya warna biru tua karena interaksi keduanya. Warna

ini merupakan dasar uji iod pati, dimana suatu larutan iod ditambahkan ke sampel yang

tidak diketahhui untuk menguji adanya kandungan pati di dalamnya.

Amilopektin, suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa,

mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam amilosa,

rantai utama amilopektin mengandung 1,4’-α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa,

amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk kira – kira tiap 25

satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6’-α-glikosida.

2-10

Page 11: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Gambar 2.5 Amilopektin

Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun hidrolisis

parsial menghasilkan campuran disakarida maltosa dan isomaltosa, yang kedua ini berasal

dari percabangan-1,6’. Campuran oligosakarida yang diperolah dari hidrolisis parsial

amilopektin, yang biasa dirujuk sebagai dekstrin.

Amilopektin dekstrin maltosa + isomaltosa D-glukosa

Sumber : Fessenden

2.3.3 Dekstrin

Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menjadi gula oleh

panas, asam dan atau enzim. Dekstrin dan pati memiliki rumus umum yang sama , –

[Cx(H2O)y)]n - (y = x – 1), yang mana unit glukosa bersatu dengan yang lainnya

membentuk rantai (polisakarida) tetapi dekstrin memiliki ukuran lebih kecil dan kurang

kompleks dibandingkan pati. Dekstrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan

alkohol. Dekstrin memiliki sifat seperti pati. Beberapa dekstrin bereaksi dengan iodin

memberikan warna biru dan larut dalam alkohol 25% (disebut amilodekstrin) sedang yang

lainnya berwarna coklat-kemerahan dan larut dalam alkohol 55% (disebut eritrodekstrin)

dan yang lainnya tidak membentuk warna dengan iodin serta larut dalam alkohol 70%

2-11

H2O H2O H2O

Page 12: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

(disebut akhrodekstrin), yang juga diidentifikasi sebagai desktrosa ekuivalen (DE) . DE

yang tinggi menunjukkan adanya depolimerisasi pati yang besar. Maltodekstrin adalah

produk dengan DE rendah.

Sifat Fisik :

Rumus molekul : (C6H10O5)10

Berat molekul : 1621,41 g/mol

Penampakan : Bubuk berwarna putih atau kuning

pH : 5-6

(Perry, 1999)

2.3.4 Glukosa

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang

digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah

satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa) disebut

juga dekstrosa, terutama pada industri pangan.Sifat Fisik :

Rumus molekul : C6H12O6

Berat molekul : 180,156 g/ mol

Specific gravity : 1,56 g/ cm3

Titik lebur : 140-150 oC

Titik didih : 146 oC

Sifat kimia :

Larut dalam air

Larut dalam etanol dan metanol

Berasa manis

Berfungsi sebagai sumber energi

Sifat – sifat Kimia dan Fisika Bahan Penunjang :

2.3.5 Hidrogen (H2)

Sifat Fisik

Berat molekul : 2,016 g/ mol

Specific gravity : 0,06948

2-12

Page 13: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Specific volume : 193 cuft/lb (21.1oC)

Boiling point : -252,7 oC

Auto – ignation temperature : 580 oC

Sifat Kimia

Larut dalam air, alkohol dan eter

Tidak korosif

Mudah terbakar dan menimbulkan ledakan

2.3.6 Asam Klorida (HCl)

Sifat Fisik

Berat molekul : 36,470 g/ mol

Density : 1,126 gr/cm3

Specific gravity : 1,1 – 1,9

Boiling point : 110oC (larutan 20,2%), 48oC (larutan 38%)

Melting point : -27,32oC (larutan 38%)

Sifat Kimia

Larut dalam air dan dietil eter

Sangat korosif

Cairan tidak berwarna hingga kuning pucat

2.3.7 Kalsium Klorida (CaCl2)

Sifat Fisik

Berat molekul : 11,04 g/mol

Densitas : 2,15 g/ml

Titik didih : 1670oC

Titik lebur : 772oC

Sifat Kimia

Berbentuk putih solid

Bersifat higroskopis.

Larut dalam asam asetat, etanol, dan aseton

2.3.8 Kabon Aktif

2-13

Page 14: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Sifat Fisik

Melting point : 3500 oC

Specific gravity : 3,51

Berat molekul : 12,01 gram/mol

Berat jenis : 0,2 – 0,6 gram/cc

Sifat Kimia

Tidak mudah larut dalam air

Padatan berwarna hitam

2.3.9 Katalis Raney Nikel

Katalis adalah substansi yang berfungsi untuk meningkatkan laju reaksi kimia, pada

temperatur tertentu, namun tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap katalis tersebut.

Katalis membuat reaksi menjadi lebih cepat karena perubahan yang mereka lakukan pada

reaktan, yaitu dengan cara menurunkan energi aktivasi (energi terkecil yang dibutuhkan

untuk membuat suatu reaksi terjadi). Ada dua jenis katalis yang dikenal, yaitu katalis

heterogen dan katalis homogen. Katalis heterogen berada dalam fasa yang berbeda

dengan reaktannya, sedangkan katalis homogen berada dalam fasa yang sama dengan

reaktannya. Katalis homogen secara umum bereaksi dengan satu atau lebih reaktan untuk

membentuk senyawa kimia “intermediate” yang akan bereaksi untuk membentuk reaksi

yang diinginkan.

Gambar 2.6 Katalis Raney Nikel

Raney Nikel adalah sejenis katalis padat yang terdiri dari butiran halus alloy nikel-

alumunium yang digunakan dalam berbagai proses industri. Ia dikembangkan pada tahun

2-14

Page 15: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

1926 oleh insinyur Amerika Murray Raney sebagai katalis alternatif untuk hidrogenasi

minyak nabati pada berbagai proses industri. Baru-baru ini, ia digunakan sebagai katalis

heterogen pada berbagai macam sintesis organik, umumnya untuk reaksi hidrogenasi.

Nikel Raney dihasilkan ketika alloy nikel-aluminium diberikan natrium hidroksida pekat.

Perlakuan yang disebut "aktivasi" ini melarutkan keluar kebanyakan aluminium dalam

alloy tersebut. Struktur berpori-pori yang ditinggalkan mempunyai luas permukaan yang

besar, menyebabkan tingginya aktivitas katalitik katalis ini.

Katalis ini pada umumnya mengandung 96% nikel berdasarkan massa,

berkorespondensi dengan dua atom nikel untuk setiap atom aluminium. Aluminium

membantu menjaga stuktur pori katalis ini secara keseluruhan. Secara makroskopis, nikel

Raney terlihat sebagai bubuk halus yang berwarna kelabu. Secara mikroskopis, setiap

partikel pada bubuk ini terlihat seperti jaring tiga dimensi, dengan ukuran dan bentuk pori-

pori yang tidak tentu yang dibentuk selama proses pelindian. Nikel Raney secara struktural

dan termal stabil, serta mempunyai luas permukaan BET yang besar. Sifat-sifat ini

merupakan akibat langsung dari proses aktivasi, yang juga mengakibatkan aktivitas

katalitik katalis yang relatif tinggi (Welsh, 2005).

Menurut Othmer (1989) kandungan dari nikel Raney adalah sebagai berikut :

Komposisi kimia

- Ni, wt % : 96

- Al,wt % : 4 (seperti Al2O3)

Densitas pada fase solid : 8.1 g/cm

Densitas partikel : 3.32 g/cm

Porosity : 0.59 cm

Pure Vol : 0.178 cm3/g

2.3.10 Enzim

Enzim adalah kompleks protein yang terdiri atas rantai peptida dan mampu secara

efisien mengkatalis reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme

perantara. Kata enzim berasal dari istilah Yunani yang berarti harfiahnya”didalam sel”

disamping kata enzim dikenal pula kata fermen yang berarti ragi atau cairan dalam.

2-15

Page 16: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

2.3.10.1 Enzim α-amilase

Enzim α-amilase (endo-α-1,4-glucan glucanohydrolase, EC. 3.2.1.1) merupakan

enzim amilase endospliting yang memutuskan ikatan glikosidik pada bagian dalam rantai

pati secara acak. Enzim α-amilase hanya spesifik untuk memutuskan atau menghidrolisis

ikatan α-1,4-glikosidik tetapi mampu melewati titik percabangan (ikatan α-1,6-glikosidik)

untuk memutuskan ikatan ikatan α-1,4-glikosidik disebrangnya sehingga menghasilkan

isomaltase. Hasil hidrolisis pati dan glikogen oleh α-amilase adalah oligosakarida

(maltodekstrin), maltosa, dan sejumlah kecil glukosa yang mempunyai konfigurasi gula α,

seperti substrat awal.

Stabilitas enzim dalam larutan meningkat dengan pembubuhan sejumlah senyawa

tertentu, di antaranya garam dapur, garam –garam kalsium, pati dan produk-produk

hidrolisa pati.Pengaruh ini sangat penting pada suhu di atas 65oC. Pengaruh ion kalsium

terhadap stabilitas enzim sangat jelas, meskipun pada pembubuhan yang amat rendah.

Nama Dagang : Optitherm L – 420

Berat Molekul : 28.000 daltons

Kofaktor : Ca2+ max 400 ppm

Temperatur Optimum : 90 – 95oC

Dosis : 0,5 – 0,8 kg/kg DS

2.3.10.2 Enzim Glukoamilase

Enzim-enzim yang tergolong di dalam kelompok glukoamilase ini dapat diperoleh

dari berbagai strain aspergillus dan rhizopus. Tergantung pada organisme asalnya, enzim-

enzim tersebut memiliki sifat-sifat kimia enzim yang berbeda-beda, namun pada kondisi

yang tepat, semua enzim tersebut dapat menghidrolisis pati secara sempurna menjadi

glukosa.Enzim glukoamilase bersifat eksoamilase, yaitu dapat memutus rantai pati menjadi

molekul-molekul glukosa pada bagian tak mereduksi dari molekul tersebut. Baik ikatan α-

1,4 maupun α-1,6 dapat diputuskannya, walaupun dewasa ini sudah ditemukan enzim

yang bekerjanya khusus memotong ikatan α-1,6 yaitu Pullunase yang dihasilkan oleh

Aerobacter aerogenes, namun pemanfaatannya secara komersial, masih terbatas karena

kurang ekonomis.

2.4 Target Produk

2-16

Page 17: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Sorbitol, suatu poliol (alkohol gula), bahan pemanis yang ditemukan dalam

berbagai produk makanan. Sorbitol adalah golongan alkohol polyhidrat dengan rumus

kimia C6H8(OH)6 struktur molekulnya mirip dengan glukosa, hanya gugus aldehide pada

glukosa diganti menjadi gugus alkohol. Kemanisan sorbitol sekitar 60% dari kemanisan

sukrosa (gula tebu) dengan ukuran kalori sekitar sepertiganya. (wikipedia, 2009).

Tabel 2.3 Grade Sorbitol

Konsentrasi Grade

99% Kristal komersial

70% (sirup dalam air) Sorbitol syrup noncrystallizing

83-85% sirup Sorbitol Liquid

(Faith, 1975)

Produk yang dihasilkan adalah sorbitol syrup noncrystallizing dengan grade 70%.

Produk sorbitol syrup noncrystallizing dihasilkan dari hidrolisis larutan dekstrosa 50%,

sedangkan sorbitol kristal dihasilkan dari hidrolisis larutan dekstrosa dengan kemurnian 97

– 100%. Produk sorbitol syrup noncrystallizing rata – rata mengandung solid content 69%

(minimal), sorbitol 50% (minimal) berdasarkan berat kering.

Sifat Fisika Sorbitol :

Berbentuk kristal pada suhu kamar

Berwarna putih, tidak berbau dan berasa manis

Larut dalam air, glycerol dan propylene glycol

Sedikit larut dalam methanol, etanol, asam asetat dan phenol

Tidak larut dalam sebagian besar pelarut organic

Sifat Kimia Sorbitol :

Specific gravity : 1.472 (-5 oC)

Melting point : 93 oC (Metastable form)

: 97.5 oC (Stable form)

Kelarutan dalam air : 235 gr/100 gr H2O

Panas pelarutan dalam air : 20.2 kJ/mol

Panas pembakaran : 3025.5 kJ/mol

(Perry, 1950)

2-17

Page 18: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Produk Samping

Maltitol

Hasil dari proses hidrogenasi maltosa. Banyak digunakan dalam pembuatan

makanan dan minuman bebas gula, karena memiliki daya serap tinggi.Maltitol

digunakan untuk membuat makanan dan minuman untuk penderita diabetes,

sedang menjalani diet, dan untuk membuat makanan yang tidak merusak gigi.

2.5 Kapasitas Pabrik

Untuk menentukan kapasitas pabrik, analisa pasar sangat penting. Apabila kapasitas

telah ditentukan maka dapat ditentukan pula volume reaktor, perhitungan neraca massa,

neraca panas dan lain-lain. Untuk menentukan kapasitas pabrik diperlukan data-data

produksi dan pemakaian bahan, yang bisa diperoleh dari data Biro Pusat Statistik (BPS).

Pabrik Sorbitol ini akan direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun 2016,

dengan mengacu pada pemenuhan kebutuhan impor. Dengan analogi dari persamaan untuk

menghitung bunga, maka perkiraan volume produksi, ekspor dan impor sorbitol (dalam

ton) pada tahun 2015 dapat dihitung. Berikut persamaan yang digunakan:

F = F0(1+i)n …………………………. (1)

Dimana :

F = Perkiraan kebutuhan sorbitol pada tahun 2016

Fo = Kebutuhan sorbitol pada tahun terakhir

i = Perkembangan rata-rata

n = Selisih waktu

(Peter&Timmerhauss, 2003)

Berikut ini adalah data impor, ekspor, ekonomi dan produksi sorbitol untuk tahun

2007 – 2011 :

Tabel 2.4 Produksi Sorbitol Indonesia tahun 2007-2011

Tahun Berat (ton) Pertumbuhan

2007 298613,099 0.00

2008 250230,216 -0.16

2009 234144,725 -0.06

2010 198973,209 -0.15

2011 191414,901 -0.04

Pertumbuhan rata-rata -0.1025

2-18

Page 19: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Tabel 2.5 Konsumsi Sorbitol Indonesia tahun 2007-2011

Tahun Berat (Ton) Pertumbuhan

2007 193787,275 0.00

2008 192932,047 -0.0044

2009 191779,413 -0.0060

2010 191669,093 -0.0006

2011 191622,398 -0.0002

Pertumbuhan rata-rata -0.0028

Tabel 2.6 Ekspor Sorbitol Indonesia tahun 2007-2011

Tahun Berat (Ton) Pertumbuhan

2007 120439,24 0.00

2008 112459,71 -0.07

2009 100188,48 -0.11

2010 84181,728 -0.16

2011 61117,108 -0.27

Pertumbuhan rata-rata -0.61

Tabel 2.7 Impor Sorbitol Indonesia tahun 2007-2011

TAHUN BERAT (ton) Pertumbuhan

2007 1002,805 0.00

2008 1037,170 0.03

2009 900,597 -0.13

2010 1750,065 0.94

2011 3277,815 0.87

Pertumbuhan rata-rata 0.425

Sumber : Kementerian Perindustrian 2013

Hasil perhitungan proyeksi produksi, konsumsi, ekspor impor pada tahun 2016

dengan menggunakan persamaan diatas berdasarkan data-data diatas adalah sebagai

berikut :

2-19

Page 20: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Impor tahun 2016

Ekspor tahun 2016

Produksi pada tahun 2016

Konsumsi pada tahun 2016

INDONESIA

Tabel 2.8 Proyeksi produksi, konsumsi, ekspor dan impor pada tahun 2016

Proyeksi Berat (ton)

Produksi 111467.44

Konsumsi 188954.67

Ekspor 551.42

Impor 19260.11

Dari keterangan diatas, dapat ditentukan kebutuhan sorbitol yang belum terpenuhi

pada tahun 2016, sebagaimana dalam perhitungan berikut :

Kebutuhan sorbitol (2016) = [F(konsumsi) + F(ekspor)] – [F(produksi) + F(impor)] (2016)

= [(188954.67+551.42)]-[(111467.44+19260.11)]

= 58.778,54 ton

Pabrik yang akan berdiri direncanakan akan memenuhi 50% dari kebutuhan

sorbitol nasional. Sehingga kapasitas pabriknya menjadi :

Kapasitas Pabrik = 50% x 58.778,54 ton = 29.389,27 ton

Dibulatkan menjadi 30.000 ton pertahun, mengacu pada PT. Sorini Corporation.

2.6 Basis Perhitungan

Dalam perancangan pabrik, diperlukan basis perhitungan yang nantinya akan

digunakan dalam proses penghitungan neraca massa. Pabrik sorbitol ini menggunakan

basis perhitungan sebagai berikut :

2-20

Page 21: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Dalam menentukan perhitungan neraca massa, maka dibutuhkan basis perhitungan.

Basis perhitungan pada pabrik sorbitol ini adalah sebagai berikut :

1 tahun = 330 hari kerja

1 hari = 24 jam

Kapasitas pabrik = 30.000 ton/tahun

Jumlah Sorbitol = 30.000ton

tah un×

10001

kgton

×1

330tah unh ari

×1

24h arijam

= 3788 kg/jam

2.7 Basis Desain Data

Indonesia merupakan Negara dengan produksi singkong yang cukup besar dengan

Propinsi Lampung sebagai daerah terbesarnya. Di propinsi Lampung ini juga banyak

terdapat industri tepung tapioka yang nantinya digunakan sebagai bahan baku pembuatan

sorbitol. Data produksi tepung tapioka di Lampung disajikan dalam table berikut ini :

Tabel 2.9 Produksi Tepung Tapioka di Proponsi Lampung

NoPerusahaan Lokasi (Kabupaten)

Kapasitas Produksi

(ton/tahun)

1 PT. Bumi Lampung Permai Lampung Tengah 24.000

2 PT. Sinar Labuhan Bandar Lampung 10.800

3 PT. Huma Indah Mekar Lampung Utara 12.000

4 PT. Wira Kencana Karya Lampung Utara 75.000

5 PT. Great Giant Pine Lampung Tengah 34.000

6 PT. Wira Tapioka Mandiri Bandar Lampung 75.000

7 PT. Eka Inti Tapioka Murni Lampung Tengah 112.000

8 PT. Wilang Sari Lampung Tengah 17.000

Total 359.800

Sumber : tanamanpangan.deptan.go.id, 2013

Berdasarkan referensi data diatas, pemilihan propinsi Lampung sebagai lokasi

pendirian pabrik sorbitol sangat menguntungkan mengingat melimpahnya bahan baku.

Untuk lokasi pabrik, tepatnya dipilih kabupaten Lampung Selatan yang berbatasan dengan

Kota Bandar Lampung.

2-21

Page 22: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Gambar 2.7 Peta Kabupaten Lampung Selatan Propinsi Lampung

Berikut ini adalah kondisi wilayah dari Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan

data dari Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) tahun 2013. Kondisi wilayah ini

dapat disajikan basis desain data pabrik sorbitol yang akan direncanakan mulai beroperasi

tahun 2016.

Kelembapan udara rata-rata = 59% - 95%

Suhu udara rata-rata = 23o – 32o Celcius

Curah hujan rata-rata = 1800 – 2400 mm pertahun

Gempa = tidak ada data

Kecepatan angin rata-rata = 23 km/jam

Kabupaten Lampung Selatan, bagian selatannya meruncing dan mempunyai sebuah teluk

besar yaitu Teluk Lampung. Di Teluk Lampung terdapat sebuah pelabuhan yaitu

Pelabuhan Panjang dimana kapal-kapal dalam dan luar negeri dapat merapat. Secara umum

pelabuhan ini merupakan faktor yang sangat penting bagi kegiatan ekonomi penduduk

Lampung, terutama penduduk Lampung Selatan. Di bagian selatan wilayah Kabupaten

Lampung Selatan yang juga ujung Pulau Sumatera terdapat sebuah pelabuhan

penyeberangan Bakauheni, yang merupakan tempat transito penduduk dari Pulau Jawa ke

Sumatera dan sebaliknya. Dengan demikian Pelabuhan Bakauheni merupakan pintu

gerbang Pulau Sumatera bagian selatan. Batas wilayah dari Kabupaten Lampung Selatan

adalah, sebelah utara Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur,

selatan Selat Sunda, Barat Kabupaten Tanggamus serta Kota Bandar Lampung dan Timur

Laut Jawa.

(id.wikipedia.org, 2013)

2-22

Page 23: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Alasan pemilihan kabupaten Lampung Selatan sebagai lokasi pabrik adalah :

Ketersediaan Bahan Baku

Kabupaten Lampung Selatan berada di propinsi Lampung yang merupakan daerah

penghasil tepung tapioka dengan jumlah besar sehingga akan memenuhi kebutuhan

bahan baku pabrik sorbitol.(sumber : tanamanpangan.deptan.go.id, 2013)

Ketersediaan Air

Kabupaten Lampung Selatan dialiri oleh salah satu sungai yang cukup besar yang oleh

masyarakat setempat disebut dengan sungai Seputih Sekampung sehingga kebutuhan

utilitas pabrik akan terpenuhi.(sda.pu.go.id, 2013)

Ketersediaan Lahan

Kabupaten Lampung Selatan ini memiliki lahan kosong yang luas dengan rincian,

44,132 Ha sawah, 5,703 Ha pekarangan, 84,878 Ha ladang, 536 Ha lahan tidur dan

65,508 Ha lainnya. Hal ini menunjukkan kabupaten ini memiliki lahan yang cukup luas

untuk didirikan pabrik sorbitol. (sumber : regionalinvestment.bkpm.go.id, 2013)

Tenaga Kerja

Tenaga kerja untuk pabrik sorbitol dapat direkrut dari masyarakat sekitar karena lokasi

pabrik cukup dekat dengan pemukiman penduduk. Selain dapat memenuhi kebutuhan

tenaga kerja juga dapat membantu meningkatkan taraf hidup penduduk sekitarnya.

Sarana Transportasi

Kabupaten Lampung Selatan dekat dengan Kota Bandar Lampung yang mana

merupakan gerbang menuju pulau Jawa. Di pulau Jawa, terutama daerah industri di

Jawa Barat banyak yang menggunakan sorbitol sebagai bahan bakunya, diantaranya

unilever. Selain itu di kabupaten ini juga terdapat pelabuhan panjang sebagai sarana

transportasi dan distribusi bahan hingga luar negeri.

Pemasaran

Sorbitol sebagian besar digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik

dimana sebagian besar industri tersebut terletak di Pulau Jawa. Letak pabrik yang dekat

dengan gerbang menuju pulau Jawa menjadikan Kabupaten Lampung Selatan sebagai

daerah yang cocok jika dijadikan lokasi pendirian pabrik sorbitol.

2.8 Uraian Proses

2-23

Page 24: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

2.8.1 Proses Flow Diagram

Secara umum, proses pembuatan sorbitol dari singkong dapat digambarkan dalam

diagram alir berikut :

Gambar 2.9 Diagram Alir Umum Pembuatan Sorbitol

2.8.2 Uraian Proses

Proses pembuatan sorbitol pada pabrik ini menggunakan proses hidrogenasi

katalitik. Pembuatan sorbitol dengan hidrogenasi katalitik ini terdiri dari beberapa unit

proses yaitu :

1. Proses Hidrolisis Pati menjadi Glukosa

2. Proses Hidrogenasi Katalitik

3. Proses Finishing

2.8.2.1 Proses Hidrolisis Pati menjadi Glukosa

Proses ini merupakan langkah awal dalam pembuatan sorbitol, dimana pati

(polisakarida) dipecah menjadi monomer-monomernya (monosakarida) dalam bentuk sirup

glukosa (dekstrosa). Proses ini dapat digambarkan dalam diagram alir berikut :

2-24

Proses Hidrolisis Pati menjadi

glukosa

Proses Hidrogenasi

Katalitik

Tepung Tapioka Glukosa

Sorbitol mengandung

impuritis

Proses Finishing

Sorbitol murni

Page 25: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Gambar 2.11 Blok Diagram Proses Hidrolisis Pati Menjadi Glukosa

a. Liquifikasi

Tepung tapioka dari tangki penampung dengan kadar air 9.7 % diangkut dengan

menggunakan screw conveyor dan bucket elevator menuju tangki pencampur. Disini

tepung tapioka dicampur dengan CaCl2 yang telah dilarutkan dalam larutan pengencer (air)

sehingga persentase tepung tapioka terhadap air 30%. Larutan CaCl2 ditambahkan sebagai

kofaktor bakteri termamyl, yaitu zat yang dapat membantu kerja enzim supaya aktivitasnya

lebih tinggi, kondisi optimum pada tangki ini adalah pH 6. Tangki pencampur dilengkapi

dengan pengaduk agar pencampuran rata. Serta waktu tinggal diperkirakan 10 – 15 menit.

Campuran tersebut kemudian membentuk suspensi pati dan suspensi pati yang telah

tercampur dimasukkan ke dalam jet cooker. Proses pada jet cooker ini bertujuan agar

suspensi pati dapat mengalami gelatinisasi dimana saat suhu tinggi, pati lebih mudah

mengembang karena menyerap air. Pada saat pati mengembang (tergelatinisasi) akan lebih

mudah untuk mengalami hidrolisis. Dalam jet cooker diinjeksikan uap sehingga suspensi

pati mengalir dengan arah turbulen dan dipanaskan pada suhu 105˚C.

b. Dekstrinasi

Selanjutnya, suspensi pati dimasukkan dalam reactor dekstrinasi dengan tujuan untuk

memecah rantai pati yang telah tergelatinasi menjadi dekstrin dan sejumlah kecil

karbohidrat. Ikatan -1,4 dalam amilosa maupun amilopektin yang terdapat di dalam pati

2-25

suspensi pati30%

suspensi pati tergelatinisasi

30%Enzim

glucoamilase

Enzim-amilase

Cake (sisa starch dan enzim)

Mixing Tank

T = 30oC

15 menit

Tepung tapioka

CaCl2 + air

Jet Cooker

T=105oCDekstrin maltosa glukosa Dekstrin

Maltosa Glukosa

30%

Rotary Vacuum

Filter

Water

glucose 50%

Evaporator

Reaktor Dekstrinasi

95 oC,

1 atm, pH 6

IonExchanger

Reaktor sakarifikasi

T=60oC

pH= 4,2

HCl

Page 26: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

dihidrolisa secara acak oleh -amilase sehingga dapat menurunkan viscositas dan

meningkatkan harga DE (Dekstrose Ekuivalen). Pada proses ini terbentuk larutan dekstrin.

Proses dekstrinasi adalah sebagai berikut:

1. Setelah proses gelatinasi selesai, cairan dipompakan ke reaktor dekstrinasi melalui

tangki pendingin yang akan mendinginkan cairan hidrolisat hingga mencapai suhu

95˚C.

2. Dalam reactor dekstrinasi ditambahkan enzyme -amilase. Proses dekstrinasi ini

dilakukan selama 2 -3 jam.

Reaksi dekstrinasi adalah sebagai berikut (Shreve, 1987):

(C6H10O5)1000 +500H2O α⃗−amilase 25(C6H10O5)10 + 250C12H22O11 + 250(C6H12O6)

Pati air dekstrin maltosa dekstrosa

Reaktor dilengkapi dengan pengaduk agar suhu dalam reaktor tetap merata dan

dilengkapi pula dengan jacket karena reaksi yang terjadi dalam reactor adalah eksothermis.

Temperatur reaksi 95˚C.

Dari reaktor dekstrinasi, larutan dipompa ke dalam tangki pendingin untuk

menurunkan suhu menjadi 60˚C, karena pada proses selanjutnya yaitu sakarifikasi suhu

optimum yang diperbolehkan yaitu 60˚C.

a. Proses Sakarifikasi

Larutan dekstrin dimasukkan ke dalam reaktor sakarifikasi yang bertujuan untuk

memutuskan ikatan -1,4 maupun -1,6 dalam sisa pati maupun yang terdapat dalam

dekstrin dengan menggunakan katalisator enzym glukoamilase sehingga molekul pati

dapat dikonversikan menjadi glukosa kemudian ditambahkan HCl untuk menurunkan pH

menjadi 4,2. Reaktor dilengkapi dengan pengaduk dan jacket karena reaksinya yang

isothermis. Proses sakarifikasi berlangsung selama 36-72 jam dan DE yang dihasilkan

adalah 95%-98%. (Gerald B. Borglum, web.anl.gov, diakses : 2013)

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Reaksi I : 2(C6H10O5)1000 + 1000(H2O) g⃗lukoamilase 1000(C12H22O11) Pati maltosa

Reaksi II : (C6H10O5)1000 + 1000(H2O) g⃗lukoamilase 1000(C6H12O6) pati dekstrosa

Reaksi III : (C6H10O5)10 + 10H2O g⃗lukoamilase 10(C6H12O6) dekstrin dekstrosa

2-26

Page 27: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

Sumber : Gerald B. Borglum, web.anl.gov, diakses : 2013

Setelah dari reaktor sakarifikasi, larutan dekstrosa (sirup glukosa) dipompa menuju

filter press untuk proses purifikasi glukosa.

b. Proses Pemurnian Glukosa

Sirup glukosa masuk ke filter press untuk memisahkan padatan yang ada di dalam

larutan dekstrosa. Padatan tersebut dapat berupa serat. Dari filter press, sirup glukosa

dipompa menuju ion exchanger. Proses penukaran ion ini dilakukan untuk menghilangkan

ion-ion yang terkandung pada larutan sirup glukosa, seperti Cl- dan Ca2+. Proses ini

dilakukan di dalam vessel yang berisi resin yang telah diaktivasi dan menukarkan ion

positif terlarut dengan H+ dan ion negatif dengan OH-, yakni Kation Exchanger dan Anion

Exchanger. Apabila resin yang digunakan telah jenuh, perlu dilakukan proses regenerasi

kembali. Reaksi yang terjadi dalam ion exchanger adalah:

Reaksi 1. Pada Kation Exchanger :

2 Resin - SO3-H+ + Ca2+ + 2 OH- (resin- SO3

- )2Ca2+ +2H2O

Reaksi 2. Pada Anion Exchanger :

Resin – N+(CH3)3OH- + H+ + Cl- resin – N+(CH3)3Cl- + H2O

Sumber : Kirk Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology

Sirup glukosa dipompa menuju penampung. Selanjutnya dipompa menuju

preheater sebelum masuk ke evaporator double effect. Diharapkan keluaran dari evaporator

ini adalah sirup glukosa dengan konsentrasi 50% glukosa. Sirup glukosa dipompa menuju

preheater kemudian diumpankan ke Reaktor hidrogenasi.

2.8.2.2 Catalytic Hydrogenation Unit

Di unit ini adalah yang paling menentukan dari keseluruhan proses produksi

dimana terjadi reaksi antara sirup glukosa dengan gas H2 menghasilkan produk utama

sorbitol dan produk samping maltitol. Reaksi ini dinamakan reaksi hidrogenasi katalitik

karena dalam proses yang terjadi di reaktor ini, menggunakan bantuan katalis Raney

Nickel. Sirup glukosa 50% dari evaporator dipompa menuju preheater kemudian

2-27

Page 28: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

diumpankan ke Reaktor (autoclave) hidrogenasi pada suhu 130oC. Reaksi yang terjadi

yaitu:

Reaksi I: C6H12O6 + H2 C6H14O6

Dekstrosa Sorbitol

Reaksi II: C12H22O11 + H2 C12H24O11

Maltosa Maltitol

Sumber : Kirk Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology

Sebagaimana digambarkan dalam blok diagram berikut ini :

Gambar 2.12 Blok Diagram Proses Hidrogenasi Katalitik

Kondisi operasi pada reaktor ini adalah pada temperatur 130oC, tekanan 70 atm,

serta waktu tinggal di dalam reaktor 3 jam dengan penambahan H2 bertekanan 175 atm dan

katalis Raney Nickel 2% dari sirup glukosa yang masuk (Broekhuis, dkk. 2004). Selama

waktu reaksi, gas hidrogen dari tangki penampung secara kontinyu dimasukkan ke dalam

reaktor dan tergelembungkan di dalam reaktor. Sisa gas H2 yang keluar reaktor dikompresi

dengan compressor untuk dikembalikan ke penampung. Produk keluar suhunya dijaga

70oC dan kemudian dipompa menuju ke tangki adsorbsi untuk proses purifikasi sorbitol.

2.8.2.3 Finishing Unit

Pada unit ini terjadi beberapa proses pemurnian, yaitu :

2-28

sisa katalis, karbon dan impuirities

Reaktor (autoclave) hidrogenasi

T=130oC

P=70 atm

H2

KatalisRaney Nikel

Sorbitol 50%

Filter Press

Sorbitol Syrup70%

Water

Tanki adsorbsi

Penghilangan bau dan warna

Karbon aktif

Kation

Exchange

Glucose 50%

Evaporator

Sisa gas H2

Storage

Page 29: Bab 2 Sorbitol dari  Tepung Tapioka

a. Adsorbsi oleh Karbon Aktif

Tujuan dari adsorbsi oleh karbon ini adalah untuk menyerap warna yang

dtimbulkan dari proses sebelumnya,sehingga diperoleh sorbitol yang lebih jernih. Produk

dipompa menuju ke tangki adsorbsi dengan penambahan karbon aktif. Karbon aktif

berbentuk serbuk dengan ukuran 125 mesh dengan massa jenis 0,2 – 0,6 gram/mL. Karbon

aktif yang digunakan berupa serbuk agar menghasilkan proses penyerapan yang baik.

Kebutuhan karbon aktif yaitu 10-15 kg/ 1000 kg sorbitol. Kondisi operasi pada alat ini

yaitu pada tekanan atmosferik dengan suhu 70oC. Waktu tinggal dalam tangki adsorbsi ini

adalah 1 jam.

b. Filtrasi

Tujuan dari filtrasi adalah untuk memisahkan padatan berupa Raney Nickel dan

karbon aktif yang terikut pada proses sebelumnya. Karena zat yang akan dipisahkan berupa

padatan maka dalam proses ini menggunakan filter press. Produk dipompa menuju filter

press. Cake dari filter press akan diolah untuk dipakai kembali dengan perlakuan lanjutan

dengan memisahkan antara katalis dan karbon aktif. Karbon aktif dapat dibuang sebagai

limbah dan katalis Raney Nickel dapat digunakan kembali. Sedangkan filtrat yang berupa

sorbitol dan maltitol masuk ke kation exchanger. Waktu yang dibutuhkan untuk proses

filtrasi ini adalah 3 jam.

c. Kation Exchanger

Tujuan dari kation exchanger adalah menghilangkan ion – ion positif yang

terkandung dalam larutan. Pada kation exchanger H-330 bertujuan untuk menghilangkan

ion positif dari sisa Al2O3 yang masih terikut. Al2O3 dibawa oleh katalis Raney Nickel.

Sebagaimana dalam persamaan reaksi berikut ini :

3 Resin - SO3-H+ + Al3+ + 3 OH- (resin- SO3

- )3Al3+ +3H2O

Sumber : Kirk Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology

d. Evaporasi

Larutan sorbitol dari kation exchanger dipompa menuju ke evaporator double

effect. Tujuan dari evaporasi tersebut adalah untuk memekatkan produk sorbitol dari 50%

menjadi 70%. Kemudian produk akan ditampung pada tangki penampung.

2-29