Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

72

Click here to load reader

description

-

Transcript of Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

Page 1: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

LAPORAN TUGAS AKHIR

KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

NATA DE CASSAVA Di Home Industri Inti Cassava, Bantul, Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Gelar Ahli Madya

Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

Ririn Setyantini

H3108095

PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) NATA DE CASSAVA

Di Home Industri Inti Cassava, Bantul, Yogyakarta

Ririn Setyantini 1

H 3108095 Esti Widowati, S.Si, M.P 2 dan Ir. Choiroel Anam M.P, M.T 3

ABSTRAK

Nata adalah produk olahan makanan yang berserat dibuat melalui

proses fermentasi gula oleh bakteri Acetobacter xylinum. Praktek Quality Control Di Home Industri Inti Cassava Bantul yang memproduksi nata de cassava dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses pembuatan nata de cassava, mengevaluasi konsep pengendalian mutu dan menganalisis konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada bahan baku, proses produksi hingga produk akhir. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, studi pustaka dan dokumentasi. Pengendalian mutu pada pembuatan nata de cassava meliputi pengendalian mutu bahan baku, proses produksi dan produk akhir. Setiap proses tersebut selalu diperhatikan pengendalian mutunya supaya diperoleh nata yang berkualitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa bahan baku limbah cair tapioka, starter Acetobacter xylinum sudah baik dalam penanganannya. Sedangkan untuk pengendalian mutu proses produksi harus diperhatikan pada waktu perebusan, fermentasi dan kebersihan alat serta tempat produksi supaya nata yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus. Uji produk akhir nata dilakukan pengujian secara mikrobiologis pada produk nata de cassava mentah, jenis uji yang dilakukan adalah uji Angka Lempeng Total (ALT) nata mentah didapatkan hasil sebesar 3,1 x107 CFU/g dan serat pangan sebesar 1,1 %. Perancangan konsep HACCP pada proses pembuatan nata de cassava ini dilakukan dengan menggunakan analisis pengambilan keputusan (Decision tree). Identifikasi menunjukkan bahaya yang merupakan Critical Control Point (CCP) pada proses pembuatan nata de cassava adalah perebusan limbah cair tapioca dan pendinginan, pemberian starter (inokulasi).

Kata kunci : HACCP, Pengendalian mutu, Proses pembuatan nata de cassava, Keterangan : 1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan Nama Ririn Setyantini NIM H3108095

2. Dosen Pembimbing I/Penguji I 3. Dosen Pembimbing II/Penguji II

Page 4: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

MOTTO

Masa depan tidak selalu lebih baik dari pada masa lalu,

tapi persiapkanlah diri anda untuk hadapi masa depan,

agar masa depan anda menjadi lebih baik dari pada masa

...............lalu

(Komang Leo Triandana Arizona)

Page 5: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Segala puji syukur bagi Allah SWT Pencipta dan Penguasa seluruh

jagat raya yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir konsep

pengendalian mutu dan HACCP. Tugas ini merupakan refleksi dari

perjuangan yang telah penulis lakukan, karya yang merupakan kumpulan

dari tawa, keringat dan air mata ini saya persembahkan kepada:

Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya hingga diberikan

kelancaran, kesehatan dan keselamatan pada hambanya, semoga rahmat

yang diberikan tidak akan ada habisnya hingga semasa hidup

Amien………

Ayah dan Ibu yang selalu terjaga dikala malam, hanya untuk mendoakanku

dan berjuang untuk biaya kuliahku serta memberikan dukungan moral,

spiritual bahkan financial yang tanpa pamrih. Adikku tersayang yang selalu

menghiburku dikala kakak sedang sedih. Tetap semangat sekolah semoga

bisa membanggakan orangtua dan semua saudaraku yang sudah memberi

dukungan penuh hingga sekarang

Jatmoko, terima kasih atas dukunganmu dan kasih sayang yang diberikan,

nasehat-nasehatmu membuat aku selalu kuat dan tabah. Maafkan aku jika

aku terkadang menjengkelkan.

Teman-teman tujuh kurcaci (Mita, Afri, Cemplux (ika), Funny, joy (dyah),

lupie) terima kasih atas dukungan kalian semua, kebersamaan dengan

kalian tak akan aku lupakan.

Teman-teman seperjuanganku selama tiga tahun..... anak-anak D III THP

2008. Perjuangan kita masih panjang. Selalu semangat.........

Page 6: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan petujukNya, sehingga penyusun dapat

menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir Konsep Pengendalian Mutu

dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) nata de cassava di

Home Industri Inti Cassava ini dengan lancar.

Penulisan laporan ini merupakan salah satu tugas akhir sebagai

salah satu syarat kelulusan untuk meraih gelar Ahli Madya Teknologi Hasil

Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Isi singkat dari laporan tugas akhir ini yaitu membahas tentang

konsep pengendalian mutu lembaran nata de cassava pada home industri

inti cassava, bantul, yogyakarta.

Pada kesempatan kali ini penyusun ingin menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas sebelas Maret.

2. Ir. Choiroel Anam M.P, M.T selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil

Pertanian Diploma III Fakultas Pertanian.

3. Esti Widowati, S.Si, M.P selaku Dosen Pembimbing pertama tugas akhir

Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian, terima kasih atas

bimbingan dan arahan yang diberikan.

4. Ir. Choiroel Anam M.P, M.T selaku Dosen Pembimbing kedua tugas akhir

Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian, terima kasih atas

bimbingan dan arahan yang diberikan

5. Bapak Mayasto Selaku Pemilik Home Industri Inti Cassava.

6. Ayah, ibu dan adik yang selalu memberikan segalanya untukku.

7. Teman-teman satu angkatan, kakak dan adik tingkat Diploma III Teknologi

Hasil Pertanian, terimakasih atas kebersamaannya.

8. Dosen serta karyawan THP terima kasih atas ilmu dan fasilitas yang

diberikan

Page 7: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

9. Serta semua pihak yang telah ikut membantu menyelesaikan laporan

magang ini.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih sangat

kurang dari sempurna, sehingga besar harapan penulis akan adanya saran

dan kritik yang mendukung dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap

semoga laporan yang sederhana ini dapat bermanfaat nantinya.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

Page 8: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

ABSTRAK ........................................................................................................... iii

MOTTO ............................................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nata De Cassava ........................................................................................... 4

2.2 Bahan Baku dan Bahan Pembantu ................................................................ 11

2.2.1 Limbah cair tapioka ............................................................................... 11

2.2.2 Ammonium sulfat (ZA) ......................................................................... 11

2.2.3 Acetobacter xylinum ............................................................................... 12

2.3 Pengawasan Mutu .......................................................................................... 13

2.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ....................................... 17

BAB III METODE PELAKSANAAN

3.1 Pelaksana ....................................................................................................... 21

3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................................... 21

3.3 Metode Pelaksanaan ...................................................................................... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pembuatan Nata De Cassava .............................................................. 28

4.2 Konsep Pengendalian Mutu ........................................................................... 34

Page 9: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

4.2.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku ............................................................. 34

4.2.2 Pengendalian Mutu Proses Produksi ....................................................... 37

4.2.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir .......................................................... 40

4.2.4 Hasil Pengujian Produk ........................................................................... 45

4.3 Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) .......................... 46

4.3.1 Deskripsi Produk ..................................................................................... 47

4.3.2 Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahan ........................................... 47

4.3.3 Penetapan Critical Control Point (CCP) ................................................ 51

4.3.4 Parameter CCP, Penentuan batas kritis, Monitoring dan Tindakan Koreksi ................................................................................................... 54

4.4 Sanitasi Home Industri ................................................................................... 55

4.4.1 Sanitasi Ruangan Industri ....................................................................... 55

4.4.2 Sanitasi Peralatan .................................................................................... 56

4.4.3 Sanitasi Tenaga Kerja ............................................................................. 57

4.4.4 Sanitasi Bahan Baku ............................................................................... 58

4.4.5 Sanitasi Limbah ...................................................................................... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 59

5.2 Saran .............................................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA 61

Page 10: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Nata De Cassava ...................................................... 4

Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata dalam Kemasan ................................................ 10

Tabel 4.1 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Bahan Baku ................. 36

Tabel 4.2 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Proses Produksi ............ 39

Tabel 4.3 Kecacatan pada Nata De Cassava ..................................................... 41

Tabel 4.4 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Produk Akhir ............... 45

Tabel 4.5 Analisis Bahaya pada Proses dan Cara Pengendalian ...................... 48

Tabel 4.6 Analisis Bahaya pada Bahan Baku dan Cara Pengendalian ............. 50

Tabel 4.7 Penetapan CCP pada Bahan Baku .................................................... 52

Tabel 4.8 Penetapan CCP pada Tahapan Proses ............................................... 53

Tabel 4.9 Rencana HACCP .............................................................................. 54

Page 11: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Nata de cassava ................................................ 7

Gambar 2.2 Bakteri Acetobacter xylinum ......................................................... 12

Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto ................................................................. 15

Gambar 2.4 Contoh Diagram Tulang Ikan ........................................................ 17

Gambar 2.5 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP ............. 20

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Uji Serat Makanan ....................................... 27

Gambar 4.1 Proses Penambahan Gula pasir dan Ammonium sulfat ................ 28

Gambar 4.2 Pewadahan Media pada Nampan .................................................. 29

Gambar 4.3 Pemberian Starter .......................................................................... 30

Gambar 4.4 Nampan-nampan yang Disusun pada Rak Fermentasi .................. 31

Gambar 4.5 Lembaran Nata yang Baik ............................................................. 31

Gambar 4.6 Lembaran Nata Bersih Ditempatkan dalam Drum Plastik ............ 32

Gambar 4.7 Diagram Alir Pembuatan Nata De Cassava .................................. 33

Gambar 4.8 Starter Nata .................................................................................... 36

Gambar 4.9 Diagram Pareto Kecacatan Nata ................................................... 41

Gambar 4.10 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Warna Nata tidak Putih ................................................................................... 42

Gambar 4.11 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Tekstur Nata tidak Kenyal ......................................................................................... 43

Gambar 4.12 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Ketebalan Nata tidak Seragam ............................................................................. 44

Gambar 4.13 Decision Tree Pada Bahan Baku dan Penetapan CCP Pada Tahapan Proses .................................................................. 51

Page 12: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT

(HACCP) NATA DE CASSAVA Di Home Industri Inti Cassava, Bantul, Yogyakarta

Ririn Setyantini 1

H 3108095 Esti Widowati, S.Si, M.P 2 dan Ir. Choiroel Anam M.P, M.T 3

ABSTRAK

Nata adalah produk olahan makanan yang berserat dibuat melalui proses fermentasi gula oleh bakteri Acetobacter xylinum. Praktek Quality Control Di Home Industri Inti Cassava Bantul yang memproduksi nata de cassava dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses pembuatan nata de cassava, mengevaluasi konsep pengendalian mutu dan menganalisis konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada bahan baku, proses produksi hingga produk akhir. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, studi pustaka dan dokumentasi. Pengendalian mutu pada pembuatan nata de cassava meliputi pengendalian mutu bahan baku, proses produksi dan produk akhir. Setiap proses tersebut selalu diperhatikan pengendalian mutunya supaya diperoleh nata yang berkualitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa bahan baku limbah cair tapioka, starter Acetobacter xylinum sudah baik dalam penanganannya, namun pengendalian mutu bahan baku harus tetap diawasi lagi. Sedangkan untuk pengendalian mutu proses produksi harus diperhatikan pada waktu perebusan, fermentasi dan kebersihan alat serta tempat produksi supaya nata yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus. Uji produk akhir nata dilakukan pengujian secara mikrobiologis pada produk nata de cassava mentah, jenis uji yang dilakukan adalah uji Angka Lempeng Total (ALT) dan serat pangan. Berdasarkan ALT nata mentah didapatkan hasil sebesar 3,1 x107 CFU/g dan serat pangan sebesar 1,1 %. Perancangan konsep HACCP pada proses pembuatan nata de cassava ini dilakukan dengan menggunakan analisis pengambilan keputusan (Decision tree). Identifikasi menunjukkan bahaya yang merupakan Critical Control Point (CCP) pada proses pembuatan nata de cassava adalah perebusan limbah cair tapioca dan pendinginan; pemberian starter (inokulasi). Kata kunci : HACCP, Pengendalian mutu, Proses pembuatan nata de cassava,

Keterangan : 1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan Nama Ririn Setyantini NIM H3108095 2. Dosen Pembimbing I/Penguji I 3. Dosen Pembimbing II/Penguji II  

Page 13: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk makanan saat ini semakin beragam di pasaran. Seiring dengan

berjalannya waktu perhatian masyarakat terhadap pangan mulai mengarah

pada nilai gizi dan keamanan pangan. Banyak makanan di pasaran yang tidak

memperhatikan mutu produknya. Oleh karena itu pengendalian mutu produk

sangat diperlukan untuk menjaga mutu produk hingga ke tangan konsumen.

Salah satu produk olahan hasil pertanian yang bersaing di pasaran adalah

produk Nata De Cassava.

Dalam rangka menghasilkan produk pangan yang berkualitas tinggi

dengan harga yang sesuai dan bersaing dibutuhkan suatu sistem pengendalian

mutu, yang dimulai dari pengendalian mutu bahan baku, proses produksi

hingga produk akhir.

Industri pengolahan ketela pohon di Indonesia pada umumnya

mengolah limbah tanpa menggunakan sistem yang tepat sehingga

menyebabkan berbagai permasalahan bagi lingkungan sekitar. Salah satunya

adalah limbah cair sisa pengendapan pati yang dapat menyebabkan aroma

tidak sedap dan sebagai sumber penyakit. Air sisa pengendapan pati ini

sebenarnya memiliki potensi menjadi bahan baku pada produksi nata karena

kandungan karbohidrat tinggi.  Salah satu cara alternatif pemanfaatannya

adalah mengolah limbah cair ini menjadi nata yang disebut Nata De Cassava.

Ketersediaan limbah cair tapioka sebagai bahan pembuat nata

melimpah dan mudah didapat, berdasarkan pengamatan di salah satu pembuat

pati tapioka yang terletak di Nangsri, Pundong, Bantul, untuk memproduksi

pati tapioka dari 2 kwintal singkong akan menghasilkan limbah cair sebanyak

300 liter. Di pundong, Bantul terdapat hampir 120 pembuat pati tapioka,

dengan kapasitas produksi 2-4 kuintal singkong/pembuat. Sehingga dihasilkan

jumlah limbah cair melimpah (Inti cassava, 2011).

Page 14: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

 

 

 

 

Nata de Cassava merupakan inovasi baru produk makanan berserat

yang layak dalam persaingan industri makanan di Indonesia. Nata De Cassava

adalah salah satu diversifikasi (varian) produk dari Nata De Coco. Nata De

Cassava merupakan jenis minuman yang merupakan selulosa (dietary fiber)

yang dihasilkan dari limbah cair tepung tapioka melalui proses fermentasi

yang melibatkan mikroorganisme yang disebut bibit nata (Pambayun, 2002).

Pembuatan nata pada prinsipnya adalah pembentukan selulosa melalui

fermentasi gula oleh bakteri Acetobacter xylinum (Winarno, 2002). Proses

pembuatan nata de cassava melalui beberapa tahap proses antara lain

pencampuran limbah cair tapioka dengan parutan singkong, perebusan,

penyaringan, pewadahan dan pendinginan, pemberian bibit dan fermentasi.

Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan

dalam media yang berisi dengan karbon (C) dan nitrogen (N), melalui proses

terkontrol. Bakteri akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat

mempolimerisasi gula menjadi homopolimer serat (Pambayun, 2002).

Produk Nata De Cassava salah satu produk baru yang muncul di

pasaran Indonesia. Supaya produk tersebut dapat bersaing dan bertahan di

pasaran maka perlu dilakukan pengendalian mutu dengan baik dan efisien

sehingga produk tersebut mempunyai kualitas yang bermutu. Pengendalian

mutu dimulai dari pengendalian mutu bahan baku, proses produksi hingga

produk akhir.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana potensi limbah cair tapioka yang digunakan sebagai bahan

bakan baku pembuatan nata de cassava dan proses pembuatan nata de

cassava?

2. Bagaimana konsep pengendalian mutu yang sudah diterapkan pada bahan

baku, proses produksi sampai produk akhir nata de cassava ?

3. Bagaimana konsep HACCP yang diterapkan pada bahan baku dan proses

produksi nata de cassava?

Page 15: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

 

 

 

 

1.3 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Praktek Quality Control “Pengendalian Mutu

Nata De Cassava” ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses pembuatan nata de cassava.

2. Untuk mengevaluasi konsep pengendalian mutu yang sudah diterapkan

pada bahan baku, proses produksi sampai produk akhir nata de cassava.

3. Untuk menganalisis konsep HACCP pada bahan baku dan proses produksi

nata de cassava.

 

Page 16: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 4 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nata De Cassava

Nata berasal dari Philifina. Nata digunakan untuk menyebut suatu

pembentukan gel (agar-agar) yang terapung di permukaan. Gel tersebut

merupakan sellulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum

(Collado, 1987 dan Moat, 1988). Bakteri Acetobacter xylinum tersebut

dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam media yang berisi karbon

dan nitrogen melalui proses terkontrol. Bakteri tersebut akan menghasilkan

enzim ekstraseluler yang dapat mempolimerisasi gula menjadi

homopolimer serat (Pambayun, 2002).

Nata de cassava merupakan hasil fermentasi secara mikrobiologis

dengan menggunakan bahan baku limbah cair tapioka dan starter

Acetobacter xylinum. Karakteristik fisik produk ini yaitu berwarna putih,

kenyal, dan produk mentahnya beraroma tape. Rasa dari nata de cassava

hampir sama dengan nata de coco (Inti Cassava, 2011). Kandungan gizi

nata de cassava (Tabel 2.1) menurut home industri inti cassava antara lain

mengandung air, abu, protein, lemak dan serat kasar. Menurut penelitian

dari Balai Mikrobiologi, Puslitbang Biologi LIPI, di dalam 100 gram nata

de coco terkandung nutrisi, antara lain lemak 20 %, karbohidrat 36,1 %,

Ca 12 %, Fosfor 2 %, Fe 0,5 % dan mengandung air yang cukup banyak

(sekitar 80%).

Tabel 2.1 Kandungan Nata De Cassava

Kandungan Kadar (%) Air Abu

Protein Lemak

Serat Kasar

97,83 0,3 0,04

0 1,7

Sumber : Home industri inti cassava bantul, 2011

Page 17: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Nata sangat baik apabila diolah menjadi makanan ataupun

minuman penyegar karena nata mengandung serat pangan (dietary fibre).

Nata sangat berperan dalam proses pencernaan makanan yang terjadi di

usus halus dan penyerapan air dalam usus besar, sehingga sangat

bermanfaat dalam pencernaan dan sangat baik bagi kesehatan (Pambayun,

2002).

Tahapan proses pembuatan nata de cassava (Arviyanti dan

Yuliamarta, 2009) sebagai berikut:

1. Penyaringan

Limbah cair tapioka melalui tahapan proses penyaringan untuk

memisahkan ampas. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan

penyaring plastik, namun akan lebih baik apabila dilakukan dengan

menggunakan kain penyaring yang biasa digunakan dalam

penyaringan sari kedelai saat pembuatan tahu. Filtrat yang digunakan

sebanyak 250 ml.

2. Perebusan

Filtrat yang sudah diperoleh direbus dengan penambahan gula

25 g dan ammonium sulfat 1 g. Penggunaan ammonium sulfat dapat

diganti dengan dengan alternatif lain seperti urea, tetapi secara teknis

ammonium sulfat (ZA) mempunyai kelebihan dibandingkan urea.

Kelebihannya adalah murah dan mudah larut dalam air. Perebusan

dilakukan hingga mendidih (suhu 1000C) sesekali dilakukan

pengadukan dan dipertahankan selama 3 menit. Perebusan media

menggunakan dandang atau panci besar yang terbuat dari bahan

antikarat seperti stainless steel dan menggunakan kompor atau

tungku dengan bahan bakar kayu.

3. Pendinginan

Setelah perebusan selesai, media langsung dituangkan

kedalam nampan. Pendinginan paling baik dilakukan dengan cara

membiarkan media dalam nampan selama 1 malam sampai mencapai

suhu ruang 300C. Nampan yang sudah berisi media ditutup dengan

Page 18: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

menggunakan kertas koran, karena harganya relatif lebih murah dan

mudah dalam penggunaannya. Sekeliling bibir nampan kemudian

diikat dengan karet.

4. Inokulasi

Penambahan bibit nata atau starter (Acetobacter xylinum)

dilakukan apabila media benar-benar dalam keadaan dingin. Apabila

pemberian starter dilakukan pada waktu media masih dalam keadaan

panas atau hangat, maka starter dapat mengalami kematian, sehingga

proses fermentasi tidak dapat berlangsung. Starter yang digunakan

sebanyak 50 ml.

5. Fermentasi

Media yang sudah diberi starter dibiarkan selama 12 hari

supaya terjadi fermentasi dan terbentuk nata. Fermentasi dilakukan

dalam suhu ruang 300C-310C. Faktor yang mempengaruhi fermentasi

adalah suhu dan kelembaban. Fermentasi dilakukan dalam nampan-

nampan yang disusun diatas rak-rak fermentasi. Rak-rak fermentasi

diletakkan ditempat yang bebas dari getaran.

6. Pemanenan

Pemanenan dilakukan apabila telah terbentuk nata. Pemanenan

juga dapat dilakukan setelah fermentasi mencapai 12 hari.

Penundaan pemanenan hanya sampai pada hari keempat belas. Jika

penundaan dilakukan melebihi batas maksimal tersebut maka nata

yang sudah terbentuk akan ditumbuhi oleh jamur dan menjadi rusak.

7. Pencucian

Pemanenan dilakukan dengan cara mengambil nata dari setiap

nampan. Selanjutnya, dilakukan proses pencucian lembaran nata

menggunakan air. Tujuan pencucian untuk menghilangkan lendir

yang menempel pada nata. Diagram alir proses pembuatan nata de

cassava dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Page 19: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Nata de cassava

Limbah cair tapioka 250 ml

Gula 25 g dan ammonium sulfat

1g

Penyaringan

Perebusan sampai suhu 1000C dan dipertahankan selama 3 menit

Pendinginan hingga mencapai suhu 300C

Inokulasi (Pemberian starter) 50 ml

Fermentasi (12 hari)

Pemanenan nata

Pencucian nata

Nata de cassava

Page 20: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Penyiapan Starter

Starter adalah bibit A. xylinum yang telah ditumbuhkan dalam

substrat pertumbuhan kultur tersebut sehingga populasi bakteri A.

xylinum mencapai karapatan optimal untuk proses pembuatan nata yaitu 1

x 109 sel/ml. Biasanya karapatan ini akan dicapai pada pertumbuhan

kultur tersebut dalam susbtrat selama 48 jam (2 hari) (Misgiyardi, 2007).

Proses pembuatan starter nata dilakukan dengan cara yang hampir

sama dengan pembuatan nata. Perbedaannya adalah pada pembuatan nata

yaitu media dimasukkan dalam nampan. Sedangkan pada pembuatan

starter, media dimasukkan dalam botol kaca transparan. Seperti

pembuatan nata, inokulasi dilakukan setelah media dalam botol dingin

dengan suhu 280C-320C. Starter yang diinokulasi sebanyak 10% (v/v).

Setelah diinkubasi selama 6 hari, starter tersebut dapat digunakan untuk

diinokulasikan pada media pembuatan lembaran nata (Alaban, 1961).

Kualitas starter harus diketahui terlebih dahulu secara pasti, sebelum

starter digunakan.

Indikator kualitas starter yang baik secara visual dapat diketahui

seperti kekeruhan yang timbul secara merata, terbentuknya lapisan nata

pada permukaan cairan dan tidak berbuih. Kekeruhan yang timbul tidak

merata memungkinkan starter terkontaminasi oleh jamur. Terbentuknya

buih menunjukkan adanya gas CO2 atau NH3 yang terbentuk akibat

mikrobia kontaminan (Pambayun, 2002).

Substrat atau media pertumbuhan bakteri A. xylinum berbentuk cair

dan mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Ada

beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi nutrisi. Senyawa sumber

karbon yang digunakan dalam fermentasi nata adalah monosakarida dan

disakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis

menjadi bentuk yang lebih sederhana. Monosakarida meliputi glukosa,

galaktosa, fruktosa. Sedangkan disakarida adalah karbohidrat yang

tersusun dari 2 molekul monosakarida, yang dihubungkan oleh ikatan

glikosida. Disakarida meliputi maltosa, sukrosa, laktosa. Pembentukan

Page 21: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

nata dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa-senyawa

glukosa, sukrosa dan laktosa. Sumber karbon yang sering digunakan

adalah sukrosa atau gula pasir, berdasarkan pertimbangan ekonomis. 

Konsentrasi gula pada medium juga akan mempengaruhi produktivitas

selulosa. Jumlah yang dibutuhkan menurut Alaban, (1961) adalah sukrosa

5-8 %.

Sumber nitrogen merupakan faktor pendukung pertumbuhan

bakteri nata dapat berasal dari senyawa organik maupun senyawa

anorganik. Senyawa organik seperti protein dan ekstrak yeast. Senyawa

anorganik seperti urea dan ammonium sulfat. Sumber nitrogen anorganik

sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan sumber

nitrogen organik. Bahkan diantara sumber nitrogen anorganik yaitu

ammonium sulfat, memiliki kelebihan seperti murah dan mudah larut

dalam air. Ammonium sulfat merupakan bahan yang lebih cocok

digunakan berdasarkan kualitas nata yang dihasilkan (Alaban, 1961).

Menurut penelitian yang dilakukan Anam (2010), bahwa

penggunaan Ammonium sulfat (ZA) lebih baik dalam produksi

pembuatan nata. Ammonium sulfat (ZA) menghasilkan nata kurang lebih

50 gram pada media yang sama, lebih banyak apabila dibandingkan

dengan pemberian urea yang hanya mampu memproduksi nata sebesar

kurang lebih 20 gram.

Penggunaan sumber N dan sumber C pada media pembuatan nata

digunakan sebagai nutrisi pertumbuhan bakteri A. xylinum. Nutrisi

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri A.

xylinum. Sumber N yang digunakan adalah ammonium sulfat sebanyak

maksimal 0,5% sedangkan sumber C berasal dari gula penggunaannya

sebanyak minimal 2,5% (Pambayun, 2002).

Page 22: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata dalam Kemasan

*) Dikemas dalam kaleng Sumber : SNI No 01-4317-1996

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Normal 2 Bahan asing - Tidak boleh ada 3 Bobot tuntas % Min. 50 4 Jumlah gula (dihitung sebagai sakarosa % Min. 15 5 Serat makanan % Maks. 4,5 6 Bahan Tambahan Makanan

6.1 Pemanis buatan : - Sakarin Tidak boleh ada - Siklamat Tidak boleh ada

6.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-19956.3 Pengawet (Na Benzoat) Sesuai SNI 01-0222-19957 Cemaran Logam :

7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2 7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 5,0 7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250,0*) 8 Cemaran Arsen (As) Maks. 0,1 9 Cemaran Mikroba :

9.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 2,0 x 102 9.2 Coliform APM/g < 3 9.3 Kapang Koloni/g Maks. 50 9.4 Khamir Koloni/g Maks. 50

Page 23: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

2.2 Bahan Baku dan Bahan Pembantu

Bahan baku dan bahan pembantu dalam proses pembuatan Nata De

Cassava meliputi limbah cair tapioka, ammonium sulfat dan starter

Acetobacter xylinum.

2.2.1 Limbah cair tapioka

Bahan baku Nata de cassava berasal dari limbah cair tapioka.

Oleh karena itu limbah cair tapioka dihasilkan dari proses pembuatan

tepung tapioka, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses

pemisahan pati dari airnya atau pengendapan (Tim cassava, 2008).

Limbah cair tapioka masih mengandung bahan-bahan organik,

komponen terbesarnya adalah kandungan zat organik yaitu karbohidrat

sebesar 0,260%, protein 0,250%, lemak 0,035%, serat kasar 0,200%

dan kadar air 99,250% (Yuniarti, 2010).

Kandungan asam dalam limbah cair tapioka merupakan salah

satu persyaratan dalam pembuatan nata de cassava. Limbah cair yang

digunakan sebagai bahan baku nata de cassava adalah limbah yang

masih segar berumur maksimal 3 hari setelah pengendapan pati. Hal

ini disebabkan karena semakin lama umur limbah maka kandungan

asam semakin meningkat. Secara visual limbah cair yang sudah

berumur lebih dari dari 3 hari akan ditumbuhi jamur, berwarna kuning

dan berbau kurang enak (Inti Cassava, 2011).

2.2.2 Ammonium sulfat (ZA)

Ammonium sulfat adalah pupuk kimia buatan yang dirancang

untuk memberi tambahan nitrogen dan belerang. Nama ZA adalah

singkatan dari istilah bahasa Belanda, zwavelzure ammoniak, yang

berarti ammonium sulfat. Jenis pupuk ini diberikan sebagai sumber

nitrogen dalam proses pembuatan nata (Anam, 2010).

Pemberian Ammonium sulfat atau Zink ammonium sulfat (ZA)

sebagai sumber nitrogen akan membantu pertumbuhan bakteri dan

merangsang terbentuknya struktur nata yang tebal dan kompak

(Wahyudi, 2003). Ammonium sulfat tidak selalu meningkatkan

Page 24: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

pembentukan selulosa dan mempengaruhi ketebalan nata. Penggunaan

ammonium sulfat yang berlebihan akan menurunkan pH medium

sehingga menyebabkan kondisi fermentasi menjadi terlalu asam

(Rosario, 1978).

2.2.3 Acetobacter xylinum

Bakteri pembentuk Nata adalah Acetobacter xylinum (Gambar

2.2) yang mempunyai ciri antara lain berbentuk batang, termasuk

bakteri dengan panjang 2 mikron dan lebar 0.6 mikron, bakteri Gram

negatif, bersifat aerobik dan menghasilkan asam asetat (Munawar,

2009). Menurut Munawar (2009) klasifikasi dari Acetobacter xylinum

adalah:

Divisio :Protophyta Class :Schizomycetes Ordo :Pseudomonadales Famili :Pseudomonadaceae Genus :Acetobacter Species :Acetobacter xylinum

Gambar 2.2 Bakteri Acetobacter xylinum

Acetobacter xylinum secara luas terdapat di alam dan umumnya

merupakan kontaminan dalam industri vinegar yang menggunakan A.

acetii. A. xylinum dapat diisolasi dari buah yang busuk, sayuran dan air

kelapa yang terfermentasi. A. xylinum mampu tumbuh pada pH sekitar

3,5 meskipun umumnya perkembangan pembentukan selulosa terjadi

Page 25: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

pada pH 4,0 – 5,0 (Hidayat, 2009). Bakteri nata A. xylinum merupakan

mikrobia aerobik. Dalam pertumbuhan, perkembangan dan

aktivitasnya, bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Bila kekurangan

oksigen bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam

pertumbuhannya bahkan akan mengalami kematian. Untuk membuat

suasana aerob wadah untuk fermentasi memiliki permukaan yang luas

dan penutupan dengan penutup yang masih dapat ditembus oleh udara,

misalnya dengan kertas yang berpori–pori (Pambayun, 2002).

Bakteri Acetobacter xylinum memiliki kemampuan untuk

membentuk selaput tebal pada permukaan cairan fermentasi yaitu

komponen selulosa. Komponen inilah yang lebih lanjut disebut nata

(Stainer et al, 1963). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

dan keoptimalan produksi selulosa dari Acetobacter xylinum dalam

pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi dalam medium, sumber

karbon, sumber nitrogen, derajat keasaman media, suhu, dan oksigen

(Judoamidjojo dan Darwis, 1992).

2.3 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek

kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan

mutu dan perundang-undangan (Soekarto, 1990). Pengendalian mutu

pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil

produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan

melalui perbaikan proses produksi yang dimulai dari tahap pengembangan,

perencanaan, produksi, pemasaran, pelayanan hasil produksi dan jasa pada

tingkat biaya yang efektif, optimum untuk memuaskan konsumen.

Kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu, penetapan

standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan

pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (Hubies, 1997).

Untuk mempertahankan mutu produk pangan sesuai dengan yang

diharapkan oleh konsumen serta mampu untuk bersaing secara global

Page 26: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

maka perusahaan-perusahaan mengacu sistem pengendalian mutu yang

dapat ditempuh dengan upaya-upaya sebagai berikut (Kadarisman, 1994) :

1. Pengadaan Bahan Baku. Pengadaan bahan baku bahan tambahan

industri harus direncanakan dan dikendalikan dengan baik.

2. Pengendalian Proses Produksi. Pengendalian proses produksi

dilakukan secara terus menerus meliputi kegiatan-kegiatan antara lain,

pengendalian bahan dan kemampuan telusur dengan inti kegiatan ini

adalah sebagai inventory system, dengan tujuan untuk pengendalian

kerusakan bahan baku, pengendalian dan pemeliharaan alat, proses

khusus, yaitu proses produksi yang kegiatan pengendaliannya

merupakan hal yang sangat penting terhadap mutu produk dan yang

terakhir yaitu pengendalian dan perubahan proses produksi.

3. Pengendalian Produk Akhir. Tujuan utama dari pengendalian mutu

produk akhir adalah untuk mengetahui apakah item atau lot yang

dihasilkan dapat memenuhi persyaratan sesuai dengan prosedur yang

telah ditetapkan oleh perusahaan.

Beberapa macam alat yang digunakan dalam mendeteksi dan

memecahkan masalah dalam sebuah pengendalian mutu antara lain :

a. Diagram Pareto

Diagram pareto merupakan alat bantu berupa diagram batang

terurut berdasarkan data yang paling besar ke nilai data yang paling

kecil. Data yang diplot kebanyakan data persentase kecacatan atau

penyebab kecacatan. Dengan diagram pareto dapat dilihat adanya

faktor-faktor yang memiliki dampak paling besar terhadap proses,

yang kemudian dapat mempermudah untuk menganalisis dan

menemukan solusi yang paling tepat untuk sebuah perusahaan

(Kadarisman, dan Wirakartakusumah, 1995).

Langkah-langkah dalam pembuatan diagram pareto, antara lain

menurut (Kadarisman, dan Wirakartakusumah, 1995) :

Page 27: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

1. menentukan metode yang akan digunakan untuk mengklarifikasi

data berdasarkan jenis permasalahan, penyebab kecacatan dan lain-

lain.

2. menetapkan parameter yang akan digunakan untuk membuat

urutan dari karakteristik.

3. mengumpulkan data dalam interval waktu yang sesuai.

4. menjumlahkan data kemudian mengurutkannya dari yang terbesar

ke yang terkecil.

5. menghitung persentase kumulatif.

6. membuat diagram pareto dan mencari karakteristik data yang

memiliki nilai frekuensi terbesar.

Pembuatan diagram pareto bertujuan untuk menunjukkan urutan

prioritas dari sejumlah masalah yang biasanya terkonsentrasi hanya

pada satu atau dua jenis masalah utama saja dari berbagai jenis

masalah yang muncul selama pengamatan. Pembuatan diagram pareto

umumnya dilakukan sebagai lanjutan dari analisis-analisis sebelumnya

seperti brainstorming dan pembuatan check sheet. Hasil-hasil dari

analisis terdahulu tersebut kemudian divisualisasikan dengan

menggunakan diagram pareto untuk menunjukkan bagaimana

pentingnya menanggulangi masalah utama yang ditunjukkan dalam

diagram pareto tersebut (Alli, 2004). Contoh diagram pareto dapat

dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto (Wildan, 2010).

Page 28: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

b. Diagram Tulang Ikan

Diagram tulang ikan merupakan suatu alat bantu yang berbentuk

garis yang tersusun dari garis-garis dan simbol untuk menggambarkan

hubungan sebab dan akibat dari permasalahan. Dengan adanya

diagram tulang ikan ini maka dapat memudahkan dalam mengetahui

berbagai penyebab suatu masalah secara terorganisir sehingga

memudahkan dalam mencari atau memberikan solusi dari

permasalahan tersebut dan memudahkan untuk menganalisis

permasalahan tersebut. Sebab-sebab yang ada dikelompokkan menjadi

beberapa sebab utama, yaitu material, pekerja (man), metode kerja

(method), mesin (machine), dan lingkungan (environtment)

(Nurrahman, 2009).

Langkah-langkah pembuatan diagram tulang ikan atau fishbone

diagram untuk mengidentifikasi sebab-sebab adalah sebagai berikut

(Nurrahman, 2009) :

1. menentukan karakteristik mutu yang akan diperbaiki.

2. memilih karakteristik mutu dan menulisnya pada sebuah kotak

disebelah kanan, kemudian memberi gambar tulang ikan ke

belakang. Sebab-sebab utama (material, machine, man dan lain-

lain) yang mempengaruhi karakteristik mutu sebagai tulang yang

besar dituliskan pada tulang-tulang yang besar.

3. menulis sebab-sebab kedua yang mempengaruhi tulang besar

(sebab utama) sebagai tulang ukuran sedang dan menulis sebab-

sebab ketiga pada tulang ukuran sedang sebagai tulang bahan

paling kecil.

4. menentukan kepentingan tiap faktor dan memberi tanda pada

faktor yang kelihatannya memiliki pengaruh paling besar pada

karakteristik mutu.

5. mencatat informasi yang diperlukan.

6. memeriksa kembali apakah semua item yang mungkin telah

menyebabkan penyimpangan telah tercantum dalam diagram. Bila

Page 29: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

semua telah tercantum dan hubungan sebab akibat juga telah

tergambar dengan tepat, maka diagram tersebut telah lengkap.

Diagram ini memang lebih banyak diterapkan oleh departemen

kualitas di perusahaan manufacturing atau jasa. Pada sektor lain juga

dapat mengaplikasikan seperti pelayanan masyarakat, sosial dan

bahkan politik. Hal ini disebabkan sifat metode ini mudah dibuat dan

bersifat visual. Kelemahan metode ini ada pada subjektivitas pembuat.

Contoh diagram tulang ikan dapat dilihat pada (Gambar 2.4) (Toto,

2008).

Gambar 2.4 Contoh Diagram Tulang Ikan

2.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Sistem keamanan pangan berdasarkan (Hazard Analysis Critical

Control Point) HACCP didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika

dalam mengidentifikasi bahaya serta tindakan pengendaliannya. HACCP

adalah suatu piranti untuk menilai suatu bahaya spesifik dan menetapkan

sistem pengendalian yang menfokuskan pada pencegahan daripada

mengandalkan pengujian produk akhir (Thaheer, 2005).

Menurut Hadiwihardjo (1998), sistem HACCP mempunyai tiga

pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk

pangan, yaitu (1) keamanan pangan (food safety) aspek-aspek dalam

Page 30: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit; (2)

kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan

karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi

produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi

(economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat

merugikan konsumen.

Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah

untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat digunakan sebagai

jaminan mutu pangan untuk memenuhi tuntutan konsumen. HACCP

bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan

sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu

dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain

karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga

dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang

memiliki daya saing kompetitif (Food Science and Technology, 2005).

Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan

pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang

sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya)

yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai

persediaan makanan dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk

mencegah munculnya hazard tersebut (Habibie, 2010).

Bahaya adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko

secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Beberapa bahaya yang

ada dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan prasyarat dasar

pendukung sistem HACCP seperti Good Manufacturing Practices (GMP),

Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP), Standard

Operational Procedure (SOP) dan sistem pendukung lainnya (Habibie,

2010).

Analisis bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam

penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam

Page 31: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

rangka mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan

atau beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya

bahaya yang signifikan atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu

dipertimbangkan dalam penetapan critical control point (Habibie, 2010).

Critical control point (CCP) atau Titik Kendali Kritis didefinisikan

sebagai suatu titik, langkah atau prosedur yaitu pengendalian dapat

diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau

diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang

telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu

atau beberapa CCP yaitu suatu bahaya dapat dikendalikan (Habibie, 2010).

Pemantauan merupakan kegiatan pengamatan titik kendali kritis

(TTK) yang berhubungan dengan batas kritis. Prosedur pemantauan titik

kendali kritis harus dapat menemukan ketidakterkendalian pada titik

kendali kritis (Thaheer, 2005).

Penetapan tindakan koreksi, tindakan koreksi yang spesifik harus

dikembangkan untuk setiap titik kendali kritis (TKK) dalam sistem

HACCP supaya dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-

tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali.

Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang

terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus

didokumentasikan dalam catatan HACCP.

Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) atau Good

Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara memproduksi

pangan yang bertujuan supaya produsen memenuhi persyaratan–

persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan

bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan

CPPB, diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk pangan

yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen,

bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global. Dua hal yang

berkaitan dengan penerapan CPPB di industri pangan adalah CCP dan

Page 32: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

HACCP (Fardiaz, 1997). Langkah penyusunan dan implementasi sistem

HACCP dapat dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP (Habibie, 2010)

Identifikasi bahaya (fisik, kimia, biologi) 

CCP

Batas Kritis CCP

Pemantauan CCP

Tindakan koreksi

Tindakan verifikasi

Dokumentasi

Bila terjadi

penyimpangan

Page 33: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21 

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Pelaksana

Ririn Setyantini : H 3108095

Program studi : D III Teknologi Hasil Pertanian

3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan pembuatan Tugas Akhir ini dilakukan penelitian pada bulan

Maret sampai April 2011 di home industri inti cassava di Dukuh Nangsri,

Pundong, Srihardono, Bantul, Yogyakarta.

3.3 Metode Pelaksanaan

Pengambilan data yang dilakukan secara:

3.3.1 Langsung

Melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi langsung pada

tempat home industri inti cassava.

3.3.2 Tidak langsung

Studi pustaka

Adalah mencari dan mempelajari pustaka mengenai permasalahan-

permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktek quality control.

3.3.3 Pengujian produk

Pengujian secara mikrobiologis pada produk lembaran nata de

cassava dan jenis uji yang dilakukan adalah uji Angka Lempeng Total

(ALT). Uji lain yang dilakukan adalah uji keadaan, bahan asing,

pengukuran ketebalan nata dan serat makanan.

1. Keadaan

Syarat mutu keadaan nata sesuai dengan SNI No 01-4317-

1996 (Syarat Mutu Nata Dalam Kemasan) dan cara pengujian keadaan

sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara Uji Makanan dan Minuman,

Page 34: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22  

butir 1.2 uji dilakukan pada produk siap dikonsumsi. Uji keadaan

meliputi bau nata, warna nata, tekstur nata.

2. Bahan asing

Syarat mutu bahan asing nata sesuai dengan SNI No 01-4317-

1996 (Syarat Mutu Nata Dalam Kemasan) dan cara pengujian bahan-

bahan asing sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara Uji Makanan dan

Minuman, butir 1.3. Pengujian dilakukan dengan cara memeriksa

sampel apakah mengandung bahan-bahan lain yang tidak sesuai.

Contoh bahan yang tidak sesuai seperti terdapat rambut, kerikil atau

bahan lain yang seharusnya tidak terdapat dalam produk jadi.

3. Uji angka lempeng total menurut (Badan Pengawasan Obat dan

Makanan, 2006). Kelebihan menggunakan metode Total Plate Count

(TPC) adalah dapat mengetahui jumlah mikroba dan mengetahui

adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh.

a. Peralatan yang digunakan adalah inkubator (binder), autoclaf (GEA

model YX280B), alat gelas (pyrex) antara lain Erlenmeyer 500 ml,

tabung reaksi dan cawan petri, pipet ukur 1ml (iwaki), pipet ukur

25ml (iwaki), propipet (glasfirn.ni.num), Vortex (heidolp), hot

plate stirer (Maspion), pengaduk,

b. Bahan yang digunakan adalah aquadest dan Plate Count Agar

(PCA)

c. Cara uji Angka Lempeng Total (ALT)

1. Sampel ditimbang 1 gram kantong stomacher steril. Sampel

ditambahkan 99 ml aquadest steril secara aseptis dan

dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik sehingga

diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1.

2. Lima tabung reaksi disiapkan masing-masing berisi 9 ml air

steril. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang

merupakan pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml kedalam

cawan petri PCA pertama. Selanjutnya sampel dihomogenkan

hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan selanjutnya hingga

Page 35: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23  

  

diperoleh pengenceran 10-6 atau sesuai dengan pengenceran

yang diperlukan.

3. Setiap pengenceran dipipet 1 ml kedalam cawan petri duplo.

Dituang kedalam cawan petri segera digoyang dan diputar

membentuk angka 8 hingga suspensi tersebar merata. Setelah

media memadat, cawan diinkubasi pada suhu 350C-370C

selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.

4. Cawan diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh.

Cara perhitungan jumlah koloni adalah:

1. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan

jumlah koloni antara 25-250. Jumlah koloni rata-rata dari kedua

cawan (duplo) dihitung kemudian dikalikan dengan faktor

pengencernya. Hasil dinyatakan sebagai angka lempeng total

dalam tiap gram atau tiap ml sampel.

2. Disalah satu cawan petri menunjukkan jumlah koloni kurang

dari 25 atau lebih dari 250 koloni, dihitung jumlah rata-rata

koloni kemudian dikalikan dengan faktor pengencernya. Hasil

dinyatakan sebagai angka lempeng total dalam tiap gram atau

tiap ml sampel dengan menuliskan bahwa jumlah koloni (<25).

3. Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang

berurutan menunjukan jumlah koloni antara 25-250, maka

dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat

pengenceran kemudian dikalikan dengan faktor

pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang

lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dua

kali jumlah koloni rata-rata pengenceran dibawahnya maka

angka lempeng total dipilih dari tingkat pengenceran yang lebih

rendah (misal pada pengenceran 10-2 jumlah koloni rata-rata

140, pada pengenceran 10-3 jumlah koloni rata-rata 32, maka

dipilih jumlah koloni 140x10-2CFU). Bila hasil perhitungan

pada tingkat pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni

Page 36: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24  

rata-rata kurang dari dua kali jumlah rata-rata pada

pengenceran dibawahnya, maka angka lempeng total dihitung

dari rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut

(misal pada 10-2 jumlah koloni rata-rata 240, pada pengenceran

10-3 jumlah koloni rata-rata 410), maka angka lempeng total

adalah :

2

410240 + x 102 = 325x102

4. Bila tidak satupun koloni dalam cawan maka angka lempeng

total dinyatakan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor

pengenceran terendah.

5. Jika seluruh cawan menunjukan jumlah koloni lebih dari 250,

dipilih cawan dari tingkat pengenceran tertinggi kemudian

dibagi menjadi beberapa sektor (2,4 atau 8) dan dihitung

jumlah koloni dikalikan jumlah sektor kemudian dihitung rata-

rata dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor

pengenceran.

6. Jumlah koloni rata-rata dari 1/8 bagan cawan lebih dari 200,

maka angka lempeng total dinyatakan lebih besar dari 200x8

dikalikan faktor pengenceran.

7. Perhitungan dan pencatatan hasil angka lempeng total hanya

ditulis dalam dua angka. Angka berikutnya dibulatkan kebawah

bila kurang dari 5 dan dibulatkan keatas apabila lebih dari 5.

0,1 ml kedalam 10 ml media PCA

Sebagai contoh :

52,3 x 103 dibulatkan menjadi 52 x 104 kol/g

83,6 x 103 dibulatkan menjadi 84 x 103 kol/g

8. Jika dijumpai koloni “Spreader” meliputi seperempat sampai

setengah bagian cawan, maka dihitung koloni yang tumbuh

diluar spreader. Jika 75% dari seluruh cawan mempunyai

koloni “Spreader” dengan keadaan seperti di atas, maka dicatat

Page 37: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25  

  

sebagai “Spreader”. Untuk keadaan ini harus dicari

penyebabnya dan diperbaiki cara kerjanya (pengujian diulang).

9. Jika dijumpai koloni “Spreader” tipe rantai, maka satu deret

koloni yang terpisah sebagai satu koloni, dan bila dalam

kelompok “Spreader” terdiri dari beberapa rantai, maka tiap

rantai dihitung sebagai satu koloni.

4. Serat makanan (AOAC, volume 46, 1963)

a. Prinsip

Ekstraksi dengan larutan detergen untuk memisahkan serat

makanan dari bahan lain.

b. Pereaksi yang digunakan adalah

1. Larutan detergen netral :

Kedalam 1 liter air suling ditambahkan 30 gram natrium lauril

sulfat, 18,61 gram EDTA, 4,56 gram Na hydrogen fosfat

anhidrat, 10 ml etoksi etanol, 6,81 gram natrium borat

2. Naphtalen dekahidrat 2 gram

3. Aseton p.a.

4. Natrium sulfit 0,5 gram

c. Peralatan yang digunakan adalah Erlenmeyer asah 500 ml (pyrex),

Pemanas listrik, Refluks, Cawan kaca masir G2, Oven (memert).

d. Prosedur untuk analisis serat makanan dan diagram alir uji serat

makanan dapat dilihat pada Gambar 3.1 menurut (AOAC,

volume 46, 1963). a. Timbang 2-3 gram cuplikan dalam pinggan porselen,

keringkan di oven 105°C selama 3 jam.

b. Dinginkan dalam eksikator, kemudian timbang (W) gram.

c. Pindahkan cuplikan yang telah kering kedalam erlenmeyer

asah 500 ml dengan bantuan pelarut detergen 100 ml yang

ditambahkan sedikit demi sedikit, 1-2 gram Naptalen

dekahidrat dan 0,5 gram natrium sulfit.

d. Refluks selama 60 menit (hati-hati).

Page 38: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26  

e. Saring dengan kaca masin G2 yang telah diketahui bobotnya

(W1) dengan bantuan pompa vacum.

f. Bilas dengan air panas, terakhir dengan aseton.

g. Keringkan pada suhu 100°C selama 8 jam.

h. Dinginkan dan timbang (W2)

i. Hitung kandungan serat makanan dari contoh atas dasar bahan

kering.

e. Perhitungan Kandungan serat makanan dalam contoh dinyatakan

sebagai persen bobot, dihitung sampai dua desimal dengan

menggunakan rumus :

W2 - W1

Serat makanan (%) = -------------- x 100

W Keterangan:

W1 = bobot kaca masir kosong (g)

W2 = bobot setelah pengeringan (g)

W = bobot contoh (g)

Page 39: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27  

  

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Uji Serat Makanan

Dinginkan dalam eksikator (W)  

2-3 gram cuplikan

Refluks selama 60 menit (hati-hati) 

Saring dengan kaca masin G2 yang telah diketahui bobotnya (W1) dengan bantuan pompa vacum 

Bilas dengan aseton

Keringkan pada suhu 100°C selama 8 jam

Dinginkan (W2)

keringkan di oven 105°C selama 3 jam

kandungan serat makanan

Pindahkan cuplikan yang telah kering kedalam erlenmeyer 500 ml dengan bantuan pelarut detergen 100 ml 

1-2 gram Naptalen dekahidrat dan 0,5 gram natrium sulfit 

Page 40: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pembuatan Nata De Cassava

Proses pembuatan nata de cassava di home industri inti cassava

Bantul melalui beberapa tahapan proses antara lain penyaringan, penambahan

gula dan ammonium sulfat (ZA), perebusan, pewadahan dan pendinginan,

pemberian starter, fermentasi dan pemanenan.

4.1.1 Proses penyaringan limbah cair tapioka

Limbah cair tapioka yang digunakan pada home industri inti

cassava mempunyai karakteristik fisik berwarna putih keruh, bersih dari

kotoran dan bau tidak menyimpang. Limbah cair tapioka ini berupa air

yang digunakan untuk memeras parutan singkong dan mengendapkan pati

tapioka. Tujuan dari penyaringan yaitu untuk memisahkan kotoran atau

benda-benda asing yang tercampur dengan limbah cair tapioka, seperti

ampas singkong. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain

penyaring tanpa ada pelapis.

4.1.2 Penambahan gula pasir dan ammonium sulfat (ZA)

Sebagai nutrisi pertumbuhan bakteri dan pembentukan nata pada

limbah cair tapioka ditambahkan gula pasir dan ammonium sulfat. Gula

pasir yang digunakan sebanyak 300 g dan ammonium sulfat sebanyak 20 g

untuk limbah cair sebanyak 10 liter. Karena air limbah bersifat asam maka

tidak membutuhkan penambahan asam cuka. Proses penambahan gula dan

ammonium sulfat dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Proses Penambahan Gula pasir dan Ammonium sulfat

Page 41: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29  

  

4.1.3 Proses perebusan

Perebusan dilakukan dengan menggunakan panci besar yang

terbuat dari stainless steel. Perebusan media dilakukan hingga mendidih.

Pendidihan media dipertahankan selama 5 menit. Tujuan dipertahankan 5

menit setelah mendidih yaitu untuk memastikan bahwa mikroorganisme

(bakteri) telah mati dan untuk menyempurnakan pelarutan gula pasir dan

ammonium sulfat. Pengadukan dilakukan untuk melarutkan gula pasir dan

ammonium sulfat supaya tercampur secara merata. Perebusan di home

industri inti cassava menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu.

4.1.4 Proses pewadahan dan pendinginan

Media yang sudah melalui proses perebusan langsung dituangkan

dalam nampan yang bersih berukuran (21cm x 32cm x 6cm) sebanyak +

1,2 liter. Penuangan dilakukan dengan cepat untuk menghindari

kontaminan pada media. Media yang dituangkan dalam nampan masih

dalam keadaan panas dan langsung ditutup dengan koran. Koran yang

digunakan bersih (tidak lapuk, tidak bekas minyak, tidak basah, sobek dan

berlubang). Pada pinggiran nampan diikat dengan karet gelang.

Pendinginan dilakukan selama 1 malam, untuk memastikan media benar-

benar dalam keadaan dingin dan untuk memastikan pada saat pewadahan

tidak terjadi kontaminasi. Proses pewadahan dapat dilihat pada Gambar

4.2

Gambar 4.2 Pewadahan Media pada Nampan

Page 42: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30  

  

4.1.5 Pemberian starter (Acetobacter xylinum)

Pemberian starter dilakukan apabila media dalam keadaan dingin

bersuhu + 300C. Nampan yang berisi media kemudian diberi starter

sebanyak 120 ml atau 10% (v/v). Setiap 1 botol starter sebanyak 600 ml

digunakan untuk 5-6 nampan yang berisi +1,2 liter media.

Penginokulasian dilakukan dengan cepat dan aseptis, hanya dilakukan

dengan cara membuka disalah satu sudut nampan tanpa membuka seluruh

nampan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi dari udara.

Proses penginokulasian dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3 Pemberian Starter

4.1.6 Fermentasi

Proses fermentasi dilakukan setelah media diberi starter kemudian

didiamkan dalam suhu kamar selama 7-8 hari. Setelah 8 hari diharapkan

media yang berupa cairan akan menjadi nata. Fermentasi dilakukan

dengan menempatkan nampan-nampan pada rak-rak fermentasi. Selama

fermentasi nampan tidak boleh terkena goncangan atau dipindah-

pindahkan karena dapat menyebabkan lembaran nata berlapis. Suhu

ruangan fermentasi dikondisikan pada suhu kamar 300C-310C. Oleh karena

itu digunakan lampu pijar untuk membantu memanaskan ruangan selama

musim hujan. Penempatan nampan-nampan pada rak-rak fermentasi dapat

dilihat pada Gambar 4.4.

Page 43: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31  

  

Gambar 4.4 Nampan-nampan yang disusun pada Rak Fermentasi

4.1.7 Pemanenan nata

Pemanenan dilakukan setelah fermentasi selama 8 hari. Nata

dipisahkan dari nampan. Selanjutnya dilakukan pemilahan nata yang

memenuhi kriteria mutu dan yang cacat (berlubang) untuk ditempatkan

dalam wadah yang berbeda. Cairan nata yang tidak jadi dan tercemar

jamur dibuang. Kriteria pemanenan nata yang baik yaitu terbentuknya nata

berwarna putih, tidak terdapat jamur dan noda, ketebalan 1-2 cm,

permukaan rata sempurna dan tidak ada cacat. Cairan yang tersisa pada

nampan fermentasi hampir tidak ada/kering. Nata yang memenuhi kriteria

mutu di home industri inti cassava dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Nata yang Baik

Page 44: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32  

  

4.1.8 Pencucian

Nata yang telah dipisahkan kemudian ditempatkan dalam ember

untuk selanjutnya dilakukan proses pencucian. Pencucian dilakukan

dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Tujuan dari pencucian

yaitu untuk menghilangkan lendir yang menempel pada nata. Nata yang

sudah bersih kemudian ditempatkan pada drum-drum plastik besar untuk

dijual kepada pengepul. Lembaran-lembaran nata yang bersih dapat dilihat

pada Gambar 4.6. Diagram alir keseluruhan tahap pembuatan nata de

cassava pada home indutri inti cassava dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.6 Nata Bersih ditempatkan dalam Drum plastik

Page 45: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33  

  

Gambar 4.7 Diagram Alir Pembuatan Nata De Cassava

Sumber: Home Industi Inti Cassava, Bantul, 2011.

Limbah cair tapioka

Filtrat 10 liter

Penyaringan limbah dengan alat penyaring  

Perebusan sampai mendidih, mencapai suhu 1000C dan perebusan dipertahankan selama 5 menit

Pendinginan ditempatkan pada nampan selama 1 malam hingga mencapai suhu 300C ditutup dengan koran

Inokulasi secara aseptis sebanyak 120 ml untuk 1 nampan media +1,2 liter

Fermentasi (7-8 hari)

Pemanenan nata de cassava

Pencucian nata de cassava menggunakan air mengalir

gula sebanyak 300 g, ammonium

sulfat 20 g

nata bersih

Page 46: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34  

  

4.2 Konsep Pengendalian Mutu

Definisi pengendalian mutu pangan menurut ISO 8402,

pengendalian mutu merupakan teknik-teknik dan aktivitas operasional

yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.

4.2.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku

Bahan baku merupakan faktor yang menentukan dalam proses

produksi atau pengolahan bahan makanan. Jika bahan baku yang

digunakan bermutu baik, maka diharapkan produk yang dihasilkan juga

berkualitas baik. Menurut Kadarisman (1994), pengadaan bahan baku

dan bahan tambahan industri harus direncanakan dan dikendalikan

dengan baik. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan, yaitu

persyaratan-persyaratan dalam kontrak pembelian, pemilihan pemasok,

kesepakatan tentang metode-metode verifikasi, penyelesaian

perselisihan mutu, perencanaan dan pengendalian pemeriksaan dan

catatan-catatan mutu penerimaan bahan baku.

Bahan baku pada proses pembuatan nata de cassava

menggunakan limbah cair tapioka. Limbah cair tapioka merupakan

bahan utama atau bahan pokok yang diperlukan dalam pembuatan nata

de cassava. Setiap penerimaan bahan baku yang berupa limbah cair

tapioka dianalisis dahulu untuk menentukan kondisi dan mutunya.

Spesifikasi mutu standar yang telah ditetapkan dari home industri inti

cassava yaitu warna air limbah putih agak keruh, tidak kuning, bau

tidak menyimpang, tidak ada pertumbuhan jamur dan pH 3-4.

Mutu limbah cair yang sesuai dengan persyaratan tersebut akan

disimpan paling lama tiga hari pada bak penampung. Sedangkan untuk

mutu limbah cair yang tidak memenuhi kriteria seperti diatas akan

ditangani sesuai kesepakatan antara pabrik dan supplier. Limbah cair

yang tidak memenuhi kriteria akan ditolak oleh pabrik. Pengendalian

mutu pada limbah cair tapioka dilakukan dengan pengecekan secara

visual dan pengecekan pH pada limbah cair tapioka.

Page 47: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35  

  

Menurut Alaban (1961), penggunaan kultur siap pakai untuk

pembuatan bibit nata (starter) syarat pertama yang harus diperhatikan

adalah botol yang digunakan harus benar-benar bersih dan transparan

sehingga kondisi bibit dapat diamati dari luar. Pembuatan starter

dilakukan dengan cara mencampurkan bahan antara lain air kelapa,

gula, ammonium sulfat dan cuka kemudian dilakukan perebusan. Media

yang sudah dingin dimasukkan dalam botol kaca dan ditambah dengan

starter. Starter yang diinokulasi sebanyak 10% (v/v).

Pengendalian mutu kualitas starter di home industri inti cassava

menggunakan starter siap pakai. Pembuatan starter yang dilakukan oleh

home industri inti cassava sudah sesuai dengan pernyataan yang

dikemukakan oleh Alaban (1961). Pembuatan starter melalui tahapan

pencampuran bahan seperti air kelapa sebanyak 10 liter, 10 % gula dan

0,5% ammonium sulfat dan 6-8 mililiter cuka kemudian dilakukan

proses perebusan hingga mendidih. Media dimasukkan dalam botol

kaca bersih volume 540 ml dan dilakukan pendinginan selama 1 malam.

Pemberian starter dilakukan setelah media mencapai suhu kamar.

Starter yang digunakan setiap 1 botol kaca bervolume 540 mililiter

digunakan sebanyak 60 ml starter. Setelah 6 hari media dalam botol

siap untuk digunakan sebagai bibit nata (starter) dan dapat diperbanyak

untuk inokulasi berikutnya.

Menurut Pambayun (2002), beberapa indikator kualitas starter

yang baik adalah kekeruhan yang timbul secara merata, terbentuknya

lapisan nata pada permukaan cairan dan tidak berbuih. Kekeruhan yang

timbul tidak merata memungkinkan starter terkontaminasi oleh jamur.

Terbentuknya buih menunjukkan adanya gas CO2 atau NH3 yang

terbentuk akibat mikroorganisme kontaminan. Starter yang baik dapat

dilihat pada Gambar 4.8.

Page 48: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36  

  

Gambar 4.8 Starter Nata

Sumber: Home industri inti cassava bantul, 2011

Karakter ammonium sulfat dan gula pasir yang baik ialah warna

putih, berbau khas, bebas dari kotoran. Apabila telah memenuhi syarat

tersebut maka dapat digunakan untuk semua tahapan proses pembuatan

nata. Namun apabila tidak sesuai perlu dilakukan beberapa perlakukan

untuk memperbaiki dilakukan sortasi.

Tabel 4.1 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Bahan Baku

Bahan Baku Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu Limbah cair tapioka Warna limbah putih keruh Penyimpanan bahan baku

tidak lebih dari 3 hari Bau tidak menyimpang pH 3-4 Menambahkan asam

glasial jika pH tinggi Bersih dari benda asing Dilakukan penyaringan

Starter Acetobacter xylinum Media starter harus steril

dan starter murni Pembuatan starter dilakukan secara aseptis supaya tidak terjadi kontaminasi yang mengakibatkan starter tidak murni

Ammonium sulfat dan gula pasir Warna harus putih Dilakukan sortasi jika tidak memenuhi syarat tersebut

Berbau khas Bebas dari kotoran

Page 49: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37  

  

4.2.2 Pengendalian Mutu Proses Produksi

Pengendalian proses bertujuan untuk menekan keragaman suatu

nilai yang dapat diterima baik secara teknis maupun ekonomis.

Kegunaan pengendalian proses adalah untuk mengenali penyebab

keragaman mutu, memberi peringatan dini kesalahan proses, serta

menetapkan waktu yang tepat untuk koreksi kesalahan. Kegiatan yang

dilakukan dalam pengendalian proses menurut Aqela (2008), sebagai

berikut analisis faktor yang menyebabkan keragaman, mencari

penyebab keragaman, melakukan tindakan koreksi proses, memonitor

dan mengevaluasi mutu secara terus menerus.

Pengendalian mutu proses bertujuan untuk mencegah terjadinya

variasi mutu selama proses berlangsung. Pengendalian mutu dilakukan

di seluruh tahapan proses yang meliputi penyaringan, perebusan,

pendinginan, inokulasi, fermentasi, pemanenan lembaran nata dan

pencucian lembaran nata.

Pengendalian mutu proses penyaringan dilakukan dengan cara

menggunakan penyaring plastik atau kain penyaring yang bersih.

Tujuan dari penyaringan adalah untuk memisahkan kotoran atau benda-

benda asing yang tercampur dengan limbah cair tepung tapioka. Limbah

cair yang mengandung banyak kotoran akan menghasilkan nata yang

keruh dengan penampakan yang kurang menarik. Saat penyaringan dan

penuangan cairan, cairan diusahakan supaya tidak terlalu sering kontak

dengan tangan karena cairan akan cepat rusak karena terkontaminasi.

Proses perebusan dilakukan pengendalian mutu dengan cara

perebusan dilakukan hingga limbah cair mendidih selama 3 menit dan

setelah mendidih (1000C) dipertahankan selama 5-10 menit untuk

menyempurnakan pelarutan gula pasir dan ammonium sulfat yang

ditambahkan dan pengaturan jumlah penambahan gula dan ammonium

sulfat juga perlu diperhatikan. Homogenitas larutan menentukan

kualitas nata yang dihasilkan. Pengadukan tidak merata akan

menyebabkan nata yang terbentuk memiliki permukaan yang

Page 50: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38  

  

bergelombang, karena gula dan ammonium sulfat tidak tercampur

secara merata. Perebusan menggunakan panci yang berbahan antikarat.

Pada proses pendinginan pengendalian mutu dilakukan dengan

cara membiarkan media dalam nampan selama 1 malam, hingga media

mencapai suhu 300C. Pendinginan dilakukan pada nampan yang diberi

penutup kertas yang berpori-pori dan bagian pinggiran nampan diikat

dengan karet supaya media tidak terkontaminasi.

Pengendalian mutu pada proses inokulasi dilakukan setelah

media benar-benar dalam keadaan dingin supaya starter tidak

mengalami kematian. Inokulasi dilakukan secara aseptis dan cepat.

Proses inokulasi dilakukan disalah satu sudut nampan dan tanpa diaduk.

Proses pengadukan dengan menggunakan pengaduk justru akan

menyebabkan terjadinya kontaminasi.

Pada proses fermentasi dilakukan pengendalian mutu dengan

mengatur suhu penyimpanan fermentasi dalam suhu 300C-310C karena

suhu dan kelembaban mempengaruhi faktor keberhasilan fermentasi.

Suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri A. xylinum menurut

Pambayun (2002) adalah 280C-310C.

Pengendalian mutu pada proses pencucian dilakukan dengan

mencuci nata dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Air yang

digunakan adalah air sumur atau air pam. Tujuan pencucian untuk

menghilangkan lendir yang terdapat dalam nata. Lendir yang terdapat

dalam nata harus dihilangkan karena dapat mempengaruhi kualitas nata

yang dihasilkan. Bila lendir tidak dihilangkan kenampakan nata terlihat

tidak bagus pada produk jadinya.

Standar mutu pengendalian proses yang digunakan untuk

mengawasi mutu supaya memenuhi syarat menurut Wahyudi (2003),

dalam Standard Operating Process (SOP) memproduksi lembaran nata

adalah melaksanakan SOP personalia, melaksanakan sanitasi ruangan

dan alat, peralatan proses dicek dan siap digunakan, nampan disiapkan

sesuai kriteria mutu nampan yang baik (nampan dicuci sampai tidak

Page 51: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39  

  

terdapat kotoran, nampan dijemur sampai kering dan digosok dengan

lap bersih) koran disiapkan dan dijemur, formula telah dihitung sesuai

kebutuhan, bahan baku dan bahan tambahan memenuhi syarat mutu,

masing-masing jenis bahan tambahan ditimbang secara tepat, limbah

cair tapioka disaring dari kotoran dan diukur sesuai formula, perebusan

dilakukan sampai mendidih dan busa dibuang, pemasukkan cairan ke

dalam nampan sesuai dengan volume yang telah ditentukan,

pendinginan sampai dengan suhu kamar dalam kondisi nampan tertutup

koran, pemberian Acetobacter xylinum dalam kondisi aseptis, nampan

segera ditutup dengan koran dan diikat dengan karet gelang, fermentasi

dilakukan selama 8 hari dalam ruangan sesuai kondisi hidup optimal

bakteri A. xylinum dan melakukan seleksi lembaran nata hasil panen

sesuai kriteria mutu. Standar pengawasan mutu pada proses pembuatan

nata diatas merupakan batasan bahwa mutu yang dihasilkan pada

produk akhir telah dapat diawasi dan memenuhi syarat.

Tabel 4.2 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Proses Produksi

Tahapan Proses Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu Penyaringan Alat penyaring harus bersih Pemeliharaan alat penyaring

Kotoran tidak terikut Menggunakan penyaring ukuran mesh kecil

Perebusan Suhu perebusan 1000C Suhu dinaikkan jika kurang dari 1000C Ammonium sulfat dan gula pasir

terlarut merata

Dilakukan pengadukan sesekali

Pendinginan Media tidak terkontaminasi Media ditutup secara rapat menggunakan kertas berpori-pori untuk mencegah kontaminasi

Inokulasi Media dalam keadaan dingin Dilakukan pendinginan selama 1 malam untuk memastikan media benar-benar dalam keadaan dingin

Tidak terjadi kontaminasi oleh pekerja

Inokulasi dilakukan secara aseptis dan cepat, dilakukan disalah satu sudut nampan dan tidak diaduk

Page 52: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40  

  

Tahapan Proses Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu Fermentasi Suhu penyimpanan fermentasi

300C-310C Menaikkan suhu ruang apabila kurang dari 300C dengan cara menggunakan lampu pijar untuk menghangatkan ruangan

Pencucian Tidak ada lendir dan bersih Pencucian dilakukan beberapa kali hingga bersih menggunakan air bersih mengalir

4.2.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir

Menurut Wahyudi (2003), dalam Standard Operating Process

(SOP) memproduksi nata, produk akhir nata de cassava yang

berkualitas adalah berwarna putih transparan, tidak terdapat jamur dan

noda dan dengan ketebalan 1,5-2 cm, memiliki permukaan yang halus

dan rata memiliki ketebalan sama disemua bagian tidak ada cacat,

memiliki selaput tipis dipermukaan bagian atas yang dapat dengan

mudah dipisahkan dan memiliki lapisan lembek dibagian bawah dan

cairan yang tersisa di nampan fermentasi hampir tidak ada/kering.

Pengendalian mutu produk akhir pada nata de cassava bertujuan

untuk menganalisis faktor yang menyebabkan adanya keragaman yang

dihasilkan pada nata de cassava dan mencari penyebab keragaman yang

dihasilkan. Alat yang digunakan untuk dalam mendeteksi dan

memecahkan masalah dalam sebuah pengendalian mutu antara lain

check sheet, diagram pareto dan diagram tulang ikan.

Menurut Kadarisman dan Wirakartakusumah (1995), diagram

pareto merupakan alat bantu berupa diagram batang terurut berdasarkan

data yang paling besar ke nilai data yang paling kecil. Data yang diplot

kebanyakan data persentase kecacatan atau penyebab kecacatan.

Analisis pareto data kecacatan pada lembaran nata de cassava dapat

dilihat pada Tabel 4.3

Page 53: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41  

  

Tabel 4.3 Kecacatan pada Nata De Cassava

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui jenis kecacatan terbanyak

terdapat pada kecacatan ketebalan nata yang tidak merata dengan

jumlah kecacatan tertinggi, persentase sebesar 23,9%. Pada jenis

kecacatan tekstur nata yang tidak kenyal persentase sebesar 33,3% dan

jenis kecacatan warna nata tidak putih jumlah kecacatan terendah

persentase sebesar 42,8%. Besarnya persentase didapat dari hasil

mengalikan jumlah kecacatan dengan banyaknya sampel kemudian

dibagi dengan 100%. Data tersebut diambil pada saat pemanenan yang

dilakukan pada hari Sabtu tanggal 23 maret 2011. Pada setiap kali

pemanenan tidak selalu terjadi kecacatan sebesar pada Tabel 4.1 tetapi

kecacatan tersebut terjadi dengan jumlah yang berbeda-beda setiap

panennya.

05

101520

Warna nata tidak putih

Tekstur nata tidak kenyal

Ketebalan nata tidak merata

jumlah kecacatan

jenis kecacatan

Gambar 4.9 Diagram Pareto Kecacatan Nata

Berdasarkan Gambar 4.9 dapat diketahui persentase

keseragaman produk akhir nata de cassava. Produk akhir yang

dihasilkan mempunyai kecacatan dengan warna yang tak putih, tekstur

nata tidak kenyal dan ketebalan nata yang dihasilkan tidak merata.

Jumlah sampel (N) = 60 nata Jenis kecacatan Jumlah

kecacatan Persentase

kecacatan (%) Warna nata tidak putih Tekstur nata tidak kenyal Ketebalan nata tidak merata

5 7 9

42,8 33,3 23,9

Jumlah 21 100

Page 54: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42  

  

Berdasarkan persentase diatas diketahui ketebalan nata yang tidak

merata memiliki persentase terbesar.

Menurut Nurrahman (2009), diagram tulang ikan merupakan

suatu alat bantu yang berbentuk garis yang tersusun dari garis-garis dan

simbol untuk menggambarkan hubungan sebab dan akibat dari

permasalahan. Dengan adanya diagram tulang ikan maka dapat

memudahkan dalam mengetahui berbagai penyebab suatu masalah

secara terorganisir sehingga memudahkan dalam mencari atau

memberikan solusi dari permasalahan.

a. Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Warna Nata tidak putih

Gambar 4.10 putih

Gambar 4.10 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Warna Nata tidak Putih

Berdasarkan gambar 4.10 kecacatan warna nata yang tidak putih

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain material, method, machine

dan environtment. Faktor material berupa bahan baku yang digunakan,

pemilihan bahan baku yang kurang tepat dapat mempengaruhi kualitas

warna nata yang dihasilkan. Limbah cair tapioka sebagai bahan baku

menggunakan limbah cair yang berwarna putih keruh berdasarkan

standar yang ditetapkan oleh home industri nata cassava. Bahan baku

limbah cair tapioka harus ditangani dengan baik sebelum diproses.

Warna nata yang tidak putih

Environtment 

Method Material

Machine

Pemilihan bahan baku 

Penanganan limbah cair

Penyaringan limbah cair tidak sempurna 

Kebersihan panci untuk merebus 

Kebersihan alat penyaring Kebersihan ruangan produksi 

Page 55: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43  

  

 

Penanganan yang baik sebelum digunakan dengan menempatkan dalam

bak bersih dan bak ditutup supaya tidak ada kotoran dan debu yang

masuk dalam air limbah.

Method yang digunakan kurang baik yaitu pada proses

penyaringan air limbah, penyaringan yang tidak sempurna seperti alat

yang digunakan untuk menyaring harus menggunakan kain penyaring

yang meshnya kecil supaya kotoran tidak lolos, alat penyaring yang

biasa digunakan adalah kain penyaring untuk pembuatan tahu.

Penyaringan yang tidak sempurna menyebabkan kotoran atau benda-

benda asing masih tercampur dengan air limbah yang menghasilkan

nata yang keruh. Faktor machine atau alat yang digunakan seperti panci

yang digunakan untuk proses perebusan harus bersih. Kain yang

digunakan untuk menyaring air limbah juga harus bersih. Faktor

lingkungan juga mempengaruhi warna nata yang dihasilkan, kebersihan

tempat proses penyaringan dan tempat perebusan antara lain atap pada

ruangan harus bersih supaya pada saat perebusan tidak ada kotoran dari

atap yang masuk kedalam perebusan.

b. Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Tekstur Nata Tidak Kenyal

Gambar 4.11 Diagram Tulang Ikan Karakteristik Tekstur Nata Tidak Kenyal

Berdasarkan Gambar 4.11 penambahan konsentrasi gula dan

ammonium sulfat harus sesuai, menurut Pambayun (2002), penambahan

Penambahan konsentrasi gula dan ammonium sulfat kurang tepat

Persentase sumber N dan C tidak tepat

Suhu inkubasi

tidak tepat 

Tekstur nata tidak kenyal

Environtment 

Method Material

Page 56: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44  

  

gula minimal 2,5 % dan ammonium sulfat maksimal 0,5%. Jumlah

tersebut bertujuan untuk mencapai rasio karbon dan nitrogen (C dan N)

dalam cairan media hingga menjadi rasio 20. Apabila rasio

menyimpang tekstur nata akan sulit untuk digigit. Penambahan gula dan

ammonium sulfat dilakukan bersamaan dengan proses perebusan,

supaya gula dan ammonium sulfat dapat terlarut sempurna.

Penambahan formula (gula dan ammonium sulfat) harus

dilakukan dengan tepat. Menurut Mashudi (1993), dengan

meningkatnya kadar gula yang ada dalam medium, maka kekerasan dari

nata akan semakin rendah dan kekenyalan meningkat. Hal ini diduga

karena kadar gula yang tinggi akan menyebabkan ikatan yang terbentuk

antar serat lebih longgar dan akibatnya sebagian besar gel yang

terbentuk banyak terisi oleh air dan hanya sedikit oleh padatan.

Suhu yang digunakan untuk proses fermentasi harus tepat, suhu

optimum menurut Pambayun (2002), yaitu suhu ruang (280C-300C).

Apabila suhu kurang dari 280C tekstur nata yang dihasilkan akan

lembek, karena pertumbuhan bakteri terhambat, sedangkan suhu lebih

dari 300C bakteri mengalami kematian yang menyebabkan tekstur nata

yang dihasilkan lembek.

c. Diagram Tulang Ikan Karakteristik Ketebalan Nata Tidak Merata

Gambar 4.12 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Ketebalan Nata Tidak

Seragam

Method material

environtment

Ketebalan nata tidak merata

Pemilihan bahan baku tidak tepat

Persentase sumber N dan C tidak tepat

Pengadukan tidak homogen

Suhu inkubasi tidak tepat

Page 57: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45  

  

Berdasarkan Gambar 4.12 pemilihan limbah cair tapioka yang

tidak tepat dapat mempengaruhi ketebalan nata yang dihasilkan, limbah

cair yang digunakan harus mempunyai derajat keasaman pada pH 4,3.

pH sebesar 4,3 merupakan pH optimal untuk pertumbuhan bakteri nata.

Jika kondisi media dalam suasana basa, bakteri akan mengalami

gangguan metabolisme selnya, sehingga tidak terbentuk ketebalan.

Persentase sumber C dan N yang tidak tepat juga mempengaruhi

ketebalan nata. Menurut Rosario (1978), ammonium sulfat tidak

selamanya meningkatkan perolehan selulosa dan ketebalan nata.

Penggunaan ammonium sulfat yang berlebihan akan menurunkan pH

medium secara drastis sehingga menyebabkan kondisi fermentasi

menjadi terlalu asam. Dengan adanya penambahan ammonium sulfat

yang merupakan sumber nitrogen maka aktivitas dari Acetobacter

xylinum menjadi lebih sempurna sehingga ketebalan lapisan meningkat.

Tabel 4.4 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Produk Akhir

Produk Akhir Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu Nata de cassava Nata bersih dari kotoran Dilakukan pencucian

beberapa kali hingga bersih

Nata berwarna putih Dilakukan penyaringan pada bahan baku

Tidak berjamur Pada saat fermentasi dilakukan dengan menutup media secara rapat

Ketebalan 1,5-2 cm Penimbangan bahan baku dan formula secara tepat

4.2.4 Hasil Pengujian Produk

Pengujian yang dilalukan pada nata de cassava meliputi

pengujian mikrobiologi menggunakan Angka Lempeng Total (ALT),

selain itu analisis untuk nata adalah keadaan, bahan asing, ketebalan

nata dan serat makanan pada nata.

Page 58: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46  

  

Pengujian mikrobiologi yang dilakukan terhadap sampel nata de

cassava adalah Angka Lempeng Total (ALT). Menurut SNI (1996),

Angka Lempeng Total untuk produk nata dalam kemasan siap santap

maksimum 2.0 x 102 kol/g. Kandungan bakteri sampel produk l nata

mentah rata-rata sebesar 3,1 x 107 CFU/g.

Untuk pengujian keadaan nata dalam kemasan menurut SNI

(1996), keadaan normal. Produk lembaran nata mentah, mempunyai bau

asam yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Nata mentah

mempunyai warna putih, bertekstur kenyal dan tidak terdapat bahan

asing.

Pengukuran ketebalan nata menggunakan alat yang disebut

jangka sorong. Ketebalan pada nata de cassava dari 5 sampel dengan

jumlah perbandingan penambahan bahan yang sama didapat hasil rata-

rata ketebalan sebesar 1,4 cm. Semakin tebal lembaran nata yang

dihasilkan, kualitas nata semakin baik karena nata yang dihasilkan

mempunyai kenampakan yang bagus.

Kandungan serat pangan yang terdapat pada nata de cassava

mentah sebesar 1,1%. Nata dalam kemasan (SNI 1996) mempunyai

kandungan serat pangan maksimal 4,5%. Secara umum nata merupakan

makanan berserat harus mengandung kadar serat yang tinggi, namun

kadarnya tidak boleh terlalu tinggi karena akan mengakibatkan nata

menjadi keras dan sulit digigit. Menurut penelitian Susiantari (1994)

menyimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sukrosa kadar serat

yang dihasilkan semakin tinggi.

4.3 Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

HACCP adalah suatu sistem pengendalian mutu pangan makanan

dengan cara melakukan identifikasi hazard. Pengidentifikasian kemudian

diteruskan dengan pengendalian baik berupa pencegahan dalam suatu mata

rantai (tahap) produksi makanan atau pangan (Sunarya, 2001). Sistem

HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang tanpa

Page 59: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47  

  

resiko (zero-risk), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya

keamanan pangan (Hariyadi, 2001).

Dalam penyusunan rencana HACCP, menggunakan pedoman

BSN 1004-2002 yang mencakup kebijakan mutu, organisasi (pembentukan

tim HACCP, stuktur organisasi, bidang kegiatan, pesonil dan pelatihan),

deskripsi produk, persyaratan dasar, bagan alir, analisis bahaya, lembar

kerja pengendalian mutu, sistem penyimpanan catatan dan prosedur

verifikasi.

4.3.1 Deskripsi Produk

Home industri inti cassava memproduksi nata nata de cassava yaitu

nata dengan bahan baku dari limbah cair tapioka. Spesifikasi produk nata

de cassava adalah berbahan baku limbah cair tapioka dibuat dengan proses

fermentasi oleh starter Acetobacter xylinum dan penambahan ammonium

sulfat dan gula pasir yang digunakan sebagai nutrisi Acetobacter xylinum.

nata de cassava merupakan produk olahan makanan berserat belum siap

santap. Diagram alir proses pembuatan nata de cassava dapat dilihat pada

gambar 4.7.

4.3.2 Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahan

Menurut Mukartini (2001), tujuan analisis bahaya adalah

melakukan identifikasi potensi bahaya, penentuan signifikasi (pentingnya)

bahaya dan tingkat resiko dalam menimbulkan penyakit atau kematian

konsumen yang disebabkan oleh pencemaran biologis, kimia, atau fisik

dan penetapan tindakan pengendaliannya.

Page 60: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48  

  

Tabel 4.5 Analisis Bahaya pada Proses dan Cara Pengendalian

Tahap pengolahan

Bahaya Penyebab bahaya

Potensi bahaya Resiko (T/S/R)

Cara pengendalian Peluang

(T/S/R) Keparahan

(T/S/R) Penyaringan Fisik :

Kerikil, ampas

Alat penyaring tidak bersih dan ukuran mesh besar

Rendah Rendah Rendah

-Pemeliharaan alat penyaring

Perebusan Biologi : Bakteri Fisik : Filth (benang, semut, kutu)

Suhu perbusan tidak tepat

Berasal dari gula dan

ammonium sulfat yang

ditambahkan

Sedang Sedang Sedang

-Perebusan mencapai suhu

1000C

-Penerimaan bahan sesuai

standar

Pendinginan Biologi : Kontaminan dari udara

Penutupan tidak rapat

Sedang Sedang Sedang -Penutupan rapat

pada media

inokulasi Biologi : Kontaminan dari udara Fisik : rambut

Higiene dan sanitasi pekerja kurang

Tinggi Sedang Sedang -Penginokulasian secara aseptis

fermentasi Biologi : Kontaminasi udara

Ruang fermentasi

kurang higieneSedang Sedang Sedang

-Menjaga kebersihan ruang

fermentasi Keterangan:

T : Tinggi

S : Sedang

R : Rendah

Analisis bahaya dan cara pengendalian pada tahapan proses

pembuatan lembaran nata de cassava. Pada tahapan penyaringan bahaya

yang muncul adalah bahaya fisik berupa kerikil yang berasal dari bahan

baku yang digunakan. Dalam proses penyaringan menggunakan alat

penyaring yang mempunyai mesh kecil dan bersih. Potensi bahaya berada

dalam potensi rendah. Penggunaan ukuran mesh yang kecil supaya bahan

Page 61: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49  

  

asing yang berupa pasir kecil tidak terikut pada tahapan selanjutnya.

Pengendalian dilakukan dengan cara pemeliharaan alat penyaring.

Bahaya yang muncul pada proses perebusan adalah bahaya biologi

karena adanya bakteri. Perebusan menggunakan suhu 1000C supaya

bakteri yang ada pada proses perebusan mati. Bahaya fisik yang muncul

seperti benang, semut, kutu. Bahaya tersebut berasal dari penambahan gula

dan ammonium sulfat pada proses perebusan. Potensi bahaya berada

dalam resiko rendah. Cara pengendalian dilakukan dengan menjaga suhu

perbusan hingga mencapai suhu 1000C dan menjaga kebersihan tempat

penyimpanan bahan baku dan bahan tambahan.

Bahaya yang muncul pada poses pendinginan adalah bahaya

biologi dan bahaya fisik. Bahaya biologi, adanya kontaminan dari udara

penyebabnya karena proses penutupan yang tidak rapat. Potensi bahaya

berada dalam resiko sedang. Cara pengendalian dilakukan dengan cara

penutupan media secara rapat dan pemeliharaan tempat pendinginan

(nampan).

Pada tahapan proses inokulasi bahaya yang muncul, bahaya biologi

kontaminan udara dan bahaya fisik rambut. Bahaya tersebut berasal dari

kurangnya higiene sanitasi tempat dan pekerja. Potensi bahaya berada

dalam resiko sedang. Cara pengendaliannya dilakukan dengan cara

penginokulasian secara aseptis supaya tidak terjadi kontaminasi.

Sedangkan pada proses fermentasi tingkat potensi bahaya dalam resiko

rendah. Bahaya biologi berasal dari kontaminasi udara, tumbuh jamur pada

produk fermentasi. Ruang fermentasi yang kurang higiene dapat

menyebabkan bahaya tersebut muncul. Pengendaliannya dilakukan dengan

memelihara kebersihan ruang fermentasi.

Page 62: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50  

  

Tabel 4.6 Analisis Bahaya pada Bahan Baku dan Cara Pengendalian

Bahan Baku Bahaya Cara Pengendalian Limbah

Cair Biologi : Jamur

kontrol pemasok pada penerimaan bahan baku di setiap kedatangan, bahan baku tidak sesuai ditolak

Ammonium sulfat

Fisik : Kerikil Kimia : Dosis berlebih

Sortasi pada bahan baku Penggunaan ammonium sulfat disesuaikan dengan standar yaitu maksimal 0,5%

Gula Pasir

Fisik : Semut, benang

Sortasi pada gula untuk menghilangkan bahaya fisik

Acetobacter xylinum

Biologi : Jamur

Pengecekan secara visual, jika starter berbuih tidak digunakan

Analisis bahaya yang terdapat pada bahan baku pembuatan nata de

cassava adalah bahaya biologi berupa jamur pada limbah cair dan starter

Acetobacter xylinum. Cara pengendalian bahaya tersebut pengecekan

secara visual jika terdapat jamur pada bahan baku, pengontrolan dari

pemasok bahan baku dan bahan baku yang tidak sesuai ditolak.

Ammonium sulfat dan gula pasir analisis bahaya yang muncul

adalah bahaya fisik dan kimia. Cara pencegahan bahaya fisik adalah

dengan melakukan sortasi sebelum bahan-bahan tersebut digunakan dalam

proses pembuatan nata de cassava. Bahaya kimia yang muncul pada

ammonium sulfat adalah jika penggunaan ammonium sulfat melebihi

dosis. Cara pencegahan bahaya tersebut dengan cara penggunaan

ammonium sulfat disesuaikan dengan standar yaitu maksimal 0,5%.

Page 63: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51  

  

4.3.3 Penetapan Critical Control Point (CCP)

Penetapan bahan baku dan penetapan CCP Pada Tahapan Proses

 

Gambar 4.13 Decision Tree Pada Bahan Baku /Bahan Pembantu dan penetapan

CCP Pada Tahapan Proses

apakah ada bahaya pada tahap ini ? (P1)

apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikannya (P2)

tidak

ya

ya

tidak

bukan CCP

Bukan CCP

CCP

Apakah tindakan ini direncanakan khusus untuk menghilangkan potensi bahaya sampai pada tahap diterima?

(P3)

tidak

bukan CCP

tidak

Apakah pengendalian diperlukan dalam tahap ini ? ( P2a)

ya

Apakah ada kontaminasi meningkat pada tingkat yang tidak diterima? (P4)

ya

Adakah PROSES SELANJUTNYA yang dapat menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas aman ? (P5)

tidak ya

tidak

ya

Page 64: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52  

  

Tabel 4.7 Penetapan CCP pada Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi lembaran nata

de cassava diantaranya limbah cair tapioka, ammonium sulfat, gula pasir

dan Acetobacter xylinum. Identifikasi bahaya yang mungkin ada pada

semua bahan tersebut mencakup bahaya kimia, bahaya fisik, dan bahaya

mikrobiologi.

Peluang bahaya fisik yang ada berasal dari gula pasir dan

ammonium sulfat yaitu berupa semut, filt (rambut, potongan bagian tubuh

serangga). Dari semua jenis bahaya fisik yang terdapat pada bahan baku

ini dapat dikategorikan bukan CCP (masih bisa dikendalikan) karena pada

proses produksi dilakukan proses pengayakan dan penyaringan.

Peluang bahaya kimia yang ada bersumber dari bahan tambahan

ammonium sulfat, penggunaan bahan tambahan ammonium sulfat yang

berlebih dapat memicu bahaya pada produk lembaran nata. Namun bahaya

tesebut dikategorikan bukan CCP karena penggunaannya dikendalikan

seminimal mungkin.

Peluang bahaya biologi pada bahan baku berasal dari limbah cair

tapioka dan starter Acetobacter xylinum yaitu jamur. Bahaya tersebut

dapat dikendalikan pada saat penerimaan bahan baku. Bahan baku yang

Bahan baku

Bahaya P1 P2 P2a P3 P4 P5 CCP Keterangan

Limbah Cair

Biologi : Jamur

Ya

Ya

-

Tidak

Tidak

-

Tidak

Bukan CCP

Ammonium sulfat

Fisik : Kerikil Kimia : Dosis berlebih

Ya Ya

Ya Ya

-

-

Tidak Tidak

Tidak Tidak

-

-

Tidak Tidak

Bukan CCP

Gula Pasir

Fisik : Semut

Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan CCP

Acetobacter xylinum

Biologi : Jamur

Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan CCP

Page 65: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53  

  

sudah berjamur tidak diterima oleh produsen. Pertumbuhan jamur pada

bahan tersebut dapat diketahui secara visual.

Tabel 4.8 Penetapan CCP Pada Tahapan Proses

Tahapan proses

Bahaya P1 P2 P2a P3 P4 P5 CCP Keterangan

Penerimaan Bahan baku

Fisik : Adanya ampas

Ya

Ya

-

Tidak

Tidak

-

Tidak

Bukan CCP

Penyaringan Fisik : Benda asing yang masih bisa lolos saringan

Ya

Ya

-

Tidak

Tidak

-

Tidak

Bukan CCP

Perebusan Biologi : Masih adanya bakteri patogen Fisik : Terikutnya benda asing dari alat

Ya

Ya

Ya

Ya

- -

Ya

Tidak

-

Tidak

- -

Ya

Tidak

CCP 1

Bukan CCP

Pendinginan Biologi : Kontaminan dari udara

Ya Ya - Ya - - Ya Bukan CCP

Inokulasi Biologi : Kontaminan dari udara

Ya

Ya

-

Ya

-

-

Ya

CCP 2

Fermentasi Fisik : Debu

Tidak - - - - - Tidak Bukan CCP

Pencucian Nata

Biologi : Masih ada lendir Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan CCP

Berdasarkan hasil penentuan CCP pada tahap proses pembuatan

lembaran nata de cassava adalah tahap perebusan dan tahap inokulasi

dikategorikan sebagai CCP. Titik kendali kritis pada semua tahapan

ditekankan pada bahaya biologi. Sedangkan tahapan lainnya yang tidak

CCP pada proses produksi masih dapat dikendalikan bahayanya.

Peluang bahaya biologi yang mungkin ada pada tahapan CCP

terjadi karena kontaminan dari udara dalam ruangan. Kebersihan sanitasi

pekerja dan sanitasi ruang sangat mempengaruhi adanya kontaminan.

Page 66: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54  

  

4.3.4 Parameter CCP, Penentuan batas kritis, Monitoring dan Tindakan Koreksi

Tabel 4.9 Rencana HACCP

Tahap CCP

Cara Pengendalian

Parameter CCP

Batas Kritis

Nilai Target

Monitoring Tindakan Koreksi

Perebusan

Perebusan hingga

mendidih mencapai suhu

1000C dan dipertahankan

selama 10 menit

Suhu perebusan mencapai

suhu 1000C

Suhu dijaga mencapai

1000C, selama 10

menit  

Bakteri kontaminan

mati

Mengecek perebusan

hingga mendidih

dan di pertahankan selama 10

menit

Memastikan suhu 1000C

dan memperta hankan 10

menit

Inokulasi Secara aseptis Media yang diinokulasi

tidak terkontami

nasi

Media tidak terkontami

nasi

Starter tumbuh sempurna

dalam media dan tidak

terkontaminasi

Inokulasi dilakukan

disalah satu sudut

nampan

Inokulasi secara aseptis

Rencana HACCP pada tahapan CCP proses pembuatan nata de

cassava. Tahapan CCP antara lain pada tahapan perebusan, pengdinginan

dan inokulasi. Bahaya yang ditekankan pada tahapan CCP adalah bahaya

biologi.

Pada tahapan perebusan bahaya yang muncul adalah kemungkinan

adanya bakteri tahan panas belum mati. Pengendalian yang dilakukan

untuk menghilangkan bahaya yaitu dengan melakukan perebusan hingga

mendidih mencapai suhu 1000C dan dipertahankan selama 10 menit.

Parameter CCPnya adalah perebusan mencapai suhu 1000C, batas kritis

yang dilakukan adalah menjaga suhu hingga mencapai 1000C. Nilai target

yang diinginkan bakteri yang berada pada bahan mati pada saat perebusan

suhu 1000C. Kegiatan monitoring dilakukan dengan mengecek perebusan

hingga mendidih dan mempertahankan selama 10 menit. Tindakan

koreksi, memastikan suhu 1000C dan setelah mencapai suhu 1000C

dipertahankan selama 10 menit.

Tahapan inokulasi bahaya biologi yang muncul berasal dari

kontaminasi udara dan pekerja. Cara pengendalian bahaya tersebut yaitu

Page 67: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55  

  

pada proses penginokulasian dilakukan secara aseptis. Parameter CCPnya

media yang diinokulasi tidak terkontaminasi, karena apabila proses

tersebut tersentuh oleh tangan menyebabkan media terkontaminasi dan

akan tumbuh jamur pada proses fermentasi. Batas kritis pada tahapan ini

media tidak terkontaminasi oleh pekerja dan udara. Nilai target yang

diinginkan starter tumbuh sempurna dalam media dan tidak

terkontaminasi. Monitoring dilakukan dengan cara penginokulasian

dilakukan di salah satu sudut nampan tidak perlu membuka seluruh tutup

nampan dan tidak diaduk. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah

inokulasi dilakukan secara aseptis.

4.4 Sanitasi Home Industri

Sanitasi menurut Thaheer (2005), adalah serangkaian proses yang

dilakukan untuk menjaga kebersihan. Sanitasi merupakan hal penting yang

harus dimiliki industri pangan dalam menerapkan Good Manufacturing

Practices (GMP). Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah

penyakit/kecelakaan dari konsumsi pangan yang diproduksi dengan cara

menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor didalam pengolahan

pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya (hazard).

Untuk menjalankan aktivitas produksinya, suatu industri pangan

harus memperhatikan sanitasi untuk mendukung aktivitas produksi dan

memberikan kelancaran dalam menjalankan aktivitas dalam produksi.

Berikut adalah sanitasi yang dilakukan di home industri inti cassava

4.4.1 Sanitasi Ruangan Industri

Kebersihan ruangan pabrik adalah salah satu hal yang perlu

diperhatikan. Karena hal ini akan berpengaruh pada kenyamanan pekerja

dan kualitas produk yang dihasilkan. Bangunan tempat proses produksi di

home industri inti cassava dibuat sedemikian rupa sehingga mudah

dibersihkan. Usaha yang perlu dilakukan yaitu menyapu lantai kotor dan

tempat produksi sebelum memulai proses produksi dan sesudah proses

produksi selesai. Namun pada home industri inti cassava tempat

Page 68: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56  

  

produksinya masih dalam satu ruangan tidak bersekat. Ruangan perebusan

bercampur dengan ruangan fermentasi. Hal ini dapat menyebabkan nata

kurang menarik. Nata yang dihasilkan akan berdebu. Tempat pembuatan

nata harus bersih dan saniter, bebas debu dan bahan kontaminan lainnya.

4.4.2 Sanitasi Peralatan

Sanitasi peralatan dilakukan dengan cara membersihkan alat-alat

yang digunakan dalam proses produksi baik sebelum proses produksi dan

sesudah proses produksi, alat-alat ini antara lain adalah nampan, botol

untuk starter, koran, panci (stainless steel), bak penampung limbah dan

drum plastik.

Nampan dibersihkan dengan cara membasahinya dengan air bersih

dan dicuci menggunakan sabun. Sabun yang digunakan seperti sabun

colek atau sabun pembersih yang berbentuk cair. Nampan digosok

menggunakan spon sampai tidak ada kotoran yang menempel kemudian

dibilas menggunakan air bersih hingga bersih dan tidak ada busa. Busa

yang berlebihan, akan meninggalkan noda setelah nampan kering dan

mengganggu pertumbuhan bakteri. Selanjutnya nampan dijemur di bawah

sinar matahari dalam keadaan tengkurap supaya air sisa pencucian yang

masih menempel akan cepat hilang. Penjemuran nampan dilakukan

dilantai jemur. Nampan yang telah dijemur tersebut digosok dengan kain

bersih sampai tidak terdapat noda atau sisa air yang masih menempel.

pengosokan dilakukan dengan teliti, terutama bagian sudut nampan.

Botol yang digunakan dalam pembuatan starter harus bersih. Cara

untuk membersihkan botol dengan cara merendam botol menggunakan

sabun cair dan air, untuk menghilangkan kotoran di dalam botol digunakan

sikat botol kemudian dikocok-kocok sampai bersih. Untuk kotoran yang

ada di luar digosok menggunakan spon busa sampai tidak terdapat lagi

kotoran yang menempel kemudian dibilas menggunakan air bersih sampai

tidak ada kotoran dan busa sabun. Botol yang telah dicuci ditempatkan di

atas rak dengan posisi terbalik bertujuan untuk mempercepat hilangnya air

sisa dari pencucian kemudian dijemur.

Page 69: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57  

  

Panci berbahan stainless steel untuk merebus limbah cair tapioka

dibersihkan dengan menggunakan air bersih dan sabun, bagian dalam

panci digosok menggunakan spon untuk menghilangkan sisa limbah yang

berkerak. Stainless steel merupakan bahan yang standar untuk digunakan

dalam industri pangan karena bersifat kuat, tidak mudah berkarat dan

mudah dibersihkan sehingga aman bagi produk yang dihasilkan.

Bak penampung air limbah tapioka dibersihkan hanya dengan air

bersih, dibersihkan 2 hari sekali. Sedangkan bak penampung nata atau

drum palstik dibersihkan menggunakan air bersih. Drum plastik

dibersihkan sebelum digunakan untuk menampung lembaran nata dan

sesudah digunakan untuk menampung nata.

Koran yang digunakan untuk menutup media harus bersih (tidak

lapuk, bekas minyak, tidak basah, sobek dan bolong). Koran perlu

disterilkan sebelum digunakan untuk penutup, dengan cara dijemur

bersama-sama dengan nampan atau dipanaskan di atas kompor.

4.4.3 Sanitasi Tenaga Kerja

Sanitasi dari pekerja yang menangani produk makanan dalam suatu

industri pangan sangat penting peranannya untuk mencegah kontaminasi

mikroorganisme yang berasal dari manusia yang masuk ke dalam

makanan. Kesehatan karyawan harus diperiksa secara periodik untuk

menjamin agar tidak seorang pun yang sakit karena karyawan yang tidak

sehat dapat menjadi sumber kontaminasi bagi produk.

Pekerja di Home Industri Inti Cassava sebelum memulai bekerja,

seluruh pekerja yang terlibat langsung dalam proses produksi

menggunakan penutup kepala dan untuk mencuci tangan. Penutup kepala

digunakan untuk mencegah supaya rambut tidak jatuh pada proses

pembuatan nata. Kebersihan pekerja sangat diperlukan dalam semua

tahapan pembuatan nata. Pada home industri inti cassava tidak disediakan

tempat untuk mencuci tangan (wastafel).

Page 70: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58  

  

4.4.4 Sanitasi Bahan Baku

Sanitasi bahan baku sangat menentukan kualitas produk akhir

karena akan menentukan kondisi dari bahan baku yang nantinya akan

diproses. Sanitasi bahan baku ini bertujuan untuk menjamin didapatkannya

bahan baku yang baik sebelum sampai dengan setelah diolah sehingga

diperoleh produk akhir yang baik dan terjamin keamanannya.

Bahan baku yang digunakan adalah limbah cair tapioka. Limbah

cair tersebut sangat mudah terkontaminasi mikroorganisme seperti jamur

karena bersifat asam. Penanganan yang dilakukan oleh home industri Inti

cassava dalam menerapkan sanitasi terhadap limbah cair tapioka adalah

meletakkan dalam bak yang bersih. Bak diletakkan dalam ruangan supaya

tidak terkena air hujan. Jika terkena air hujan limbah cair cepat basi dan

jika berada diluar ruangan diberi penutup yang bersih.

4.4.5 Sanitasi limbah

Limbah yang dihasilkan di home industri inti cassava berupa nata

yang berjamur, sisa media yang tidak semua menjadi nata dan limbah air

pencucian lembaran nata. Penanganan limbah di home industri tersebut

sudah baik limbah air pencucian nata dibuang dan dibuatkan saluran

khusus pembuangan. Sedangkan nata yang berjamur digunakan untuk

pakan ternak, sebelum diberikan pada ternak dicuci dan dipotong kecil-

kecil terlebih dahulu. Untuk sisa media yang tidak terbentuk nata

penanganan limbah tersebut sama dengan limbah air sisa pencucian. Pada

pembuatan nata tidak selalu menghasilkan limbah sisa media.

Page 71: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

 

  59 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada Laporan Tugas Akhir “Konsep Pengendalian Mutu dan

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Nata De Cassava” di

Home Industri Inti Cassava di Dukuh Nangsri, Pundong, Srihardono,

Bantul, Yogyakarta ini dapat disimpulkan :

1. Proses pembuatan nata de cassava terdiri beberapa tahapan proses

diantaranya penyaringan, penambahan gula, ammonium sulfat (ZA),

perebusan, pewadahan dan pendinginan, pemberian starter, fermentasi

dan pemanenan.

2. Pengendalian mutu yang dilakukan mulai dari pengendalian bahan

baku, pengendalian proses produksi hingga pengendalian mutu produk

akhir.

3. Pengawasan mutu dan Pengendalian mutu proses produksi

a) Pengawasan pada tahap penyaringan menggunakan alat penyaring

yang bersih dan bahan dapat tersaring sempurna. Pengendalian

mutu dengan cara pemeliharaan alat dan menggunakan alat

penyaring yang mempunyai ukuran mesh kecil.

b) Proses perebusan dilakukan sampai mendidih suhu 1000C.

c) Pendinginan dilakukan dalam kondisi nampan tertutup supaya

tidak terjadi kontaminasi.

d) Proses inokulasi pemberian bibit Acetobacter xylinum dalam

kondisi aseptis dan media dalam keadaan benar-benar dingin. Perlu

pendinginan selama 1 malam untuk memastikan media dingin.

e) Fermentasi dilakukan selama 7-8 hari dalam ruangan sesuai

kondisi hidup optimal bakteri A. xylinum. Suhu penyimpanan

300C-310C.

Page 72: Laporan Analisis Mutu Tepung (Tapioka)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60 

 

 

f) Pencucian dilakukan untuk membersihken lendir yang menempel

pada lembaran nata. Pencucian dilakukan berulang-ulang hingga

bersih.

4. Pengendalian mutu produk akhir

a) Pengujian angka lempeng total, uji keadaan, ketebalan nata, bahan

asing dan serat pada nata.

b) Nata de cassava yang berkualitas adalah berwarna putih transparan,

tidak terdapat jamur dan noda dan dengan ketebalan 1,5-2 cm,

memiliki permukaan yang halus dan rata memiliki ketebalan sama

disemua bagian tidak ada cacat, memiliki selaput tipis dipermukaan

bagian atas yang dapat dengan mudah dipisahkan dan memiliki

lapisan lembek dibagian bawah.

5. Ada 2 tahapan proses pembuatan nata de cassava yang merupakan

CCP yaitu perebusan dan inokulasi.

5.2 Saran

1. Perlunya memperhatikan masalah kebersihan dari peralatan yang

digunakan dan sanitasi pekerja. Hal ini perlu diterapkan supaya

meminimalisasi kontaminasi kotoran terhadap produk. Sebelum dan

setelah digunakan, alat harus dibersihkan dahulu.

2. Sebaiknya ruangan tempat produksi terpisah-pisah, tidak dijadikan

dalam satu ruangan. Untuk meminimalisasi terjadinya kontaminasi

bahan mentah dengan produk jadi.

3. Perlunya meningkatkan pengendalian mutu mulai dari bahan baku

hingga produk akhir.