Bab 2 Rispk Pga

57
Halaman II- 1 Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir 2.1 PENDEKATAN 1. PENDEKATAN ANALISIS RESIKO KEBAKARAN Resiko dalam konteks kebakaran diartikan sebagai kombinasi antara kecenderungan terjadinya kebakaran dan konsekwensi potensi yang ditimbulkannya. Kecenderungan terjadi kebakaran dan bencana lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor : Pertumbuhan kebakaran (fire history) Penggunaan lahan (land use) Kepadatan penduduk Kerapatan bangunan Level proteksi terpasang Level kesiapan masyarakat. Sedang konsekwensi potensial ditunjukkan antara lain dengan korban luka atau meninggal, kerugian materi dan terjadinya stagnasi bisnis atau usaha. Dalam penaksiran resiko bahaya kebakaran perlu dipertimbangkan faktor- faktor sebagai berikut: (1)Kecenderungan terjadinya kebakaran (2) Konsekwensi potensial (yang paling berbahaya) (3) Pertimbangan bobot serangan (4)Memerinci penaksiran resiko (5) Perlakuan terhadap resiko (6) Kondisi institusi pemadam kebakaran (7) Peran masyarakat (8) Manfaat yang ingin diperoleh (outcome). BAB II BAB II PENDEKATAN DAN METODOLOGI PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Transcript of Bab 2 Rispk Pga

Page 1: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-1

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

2.1 PENDEKATAN

1. PENDEKATAN ANALISIS RESIKO KEBAKARAN

Resiko dalam konteks kebakaran diartikan sebagai kombinasi antara kecenderungan

terjadinya kebakaran dan konsekwensi potensi yang ditimbulkannya.

Kecenderungan terjadi kebakaran dan bencana lainnya dipengaruhi oleh faktor-

faktor : Pertumbuhan kebakaran (fire history) Penggunaan lahan (land use) Kepadatan penduduk Kerapatan bangunan Level proteksi terpasang Level kesiapan masyarakat.

Sedang konsekwensi potensial ditunjukkan antara lain dengan korban luka atau meninggal, kerugian materi dan terjadinya stagnasi bisnis atau usaha. Dalam penaksiran resiko bahaya kebakaran perlu dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:(1) Kecenderungan terjadinya kebakaran(2) Konsekwensi potensial (yang paling berbahaya)(3) Pertimbangan bobot serangan(4) Memerinci penaksiran resiko(5) Perlakuan terhadap resiko(6) Kondisi institusi pemadam kebakaran(7) Peran masyarakat(8) Manfaat yang ingin diperoleh (outcome).

BAB II BAB II

PENDEKATAN DAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI METODOLOGI

Page 2: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-2

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Oleh karena itu maka hal penting yang perlu disusun adalah pembuatan peta zonasi bahaya (hazard mapping) dalam rangka memandu IPK untuk mencapai tingkat atau bobot serangan yang paling efektif. Penaksiran resiko dapat dirinci dengan melihat atau memperhitungkan peta resiko bahaya tersebut diatas yang bisa didasarkan pada :

a. Kategori resiko yang lazim digunakan oleh IPK

b. Pembagian zoning yang ditetapkan oleh IPK berdasarkan RTRW

c. Sistem lain seperti adanya benda-benda berbahaya.

Fasilitas industri yang mengandung bahan atau benda berbahaya Dapat disimpulkan bahwa efektivitas pemadaman tidak semata-mata tergantung pada response time dan kualitas serangan, tetapi harus sudah diperluas kepada hal-hal yang menyangkut kondisi apakah upaya pencegahan kebakaran telah dilakukan, sejauh mana analisis resiko bahaya kebakaran telah diterapkan dan setiap pengerahan kendaraan operasional, SDM dan peralatan lain ke lokasi kebakaran atau bencana lainnya didasarkan pada peta resiko bahaya yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Page 3: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-3

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

2. PENDEKATAN PERANAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN

Berangkat dari kedudukan, tugas, dan fungsinya, Direktorat Jenderal Cipta Karya Dep. PU memberikan perhatian yang besar dalam mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas kehidupan serta penghidupan masyarakat, khususnya Bagan Resiko bahaya sebagai kombinasi dari kecenderunganterjadi dan konsekwensi potensial peningkatan kualitas lingkungan permukiman. Adanya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan.

Pelaksanaannya dilakukan secara holistic dan terpadu pada tingkat kawasan/lingkungan permukiman melalui pengembangan kegiatan usaha ekonomi masyarakat, pemberdayaan sumber daya manusia, dengan memperhatikan tatanan sosial kemasyarakatan serta penataan prasarana lingkungan dan kualitas hunian. Melalui program ini diharapkan adanya pembangunan dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan (SEL). Salah satu strateginya adalah dengan pembentukan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) sebagai badan pelayanan masyarakat untuk mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan dan mengelola pembangunan llingkungan di wilayahnya (Community Management), melalui upaya pelatihan-pelatihan. Program ini dapat dikaitkan dengan konsep dan pendekatan upaya pencegahan kebakaran di kawasan permukiman padat. Seperti contoh pada metoda Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK), dimana diharapkan masyarakat dapat menjadi barisan terdepan yang dapat memberikan pertolongan pertama pada saat terjadi kebakaran.

Karena pada banyak kasus kebakaran di permukiman padat, petugas PMK kesulitan untuk menjangkau pusat kebakaran. Dengan adanya barisan relawan kebakaran Balakar diharapkan masyarakat dapat membantu meringankan dan meminimalisir kerusakan akibat kebakaran sebelum petugas PMK tiba. Ada 2(dua) sistem pemberdayaan masyarakat :

1. Top Down : pemerintah berperan memberikan pelatihan kepada masyarakat, ditandai dengan pemberian sertifikat kelulusan. Masyarakat dibekali ilmu cara-cara pemadaman api, pengetahuan mengenai peralatan pemadam sederhana.

Page 4: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-4

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

2. Bottom Up : masyarakat memiliki inisiatif sendiri untuk membentuk regu pemadam kebakaran, biasanya dikarenakan daerah tersebut sangat rawan terhadap bahaya kebakaran.

3. PENDEKATAN FIRE SAFETY AUDIT

Pendekatan ini ditujukan untuk mengetahui kondisi keandalan bangunan dan atau

suatu kawasan yang kita huni, sesuai dengan peraturan/ketentuan yang di tetapkan

untuk kesela matan dan keamanan jiwa dan harta benda, maka perlu kita ketahui

potret kesiapan bangunan tersebut dalam kesiapannya menghadapi ancaman

bahaya kebakaran yang ada.

Untuk itu perlu pelaksanaan audit keselamatan bangunan gedung, dan audit ini

dapat juga digunakan untuk menjamin bahwa sebuah bangunan gedung layak

fungsi Audit yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan dan pengujian proteksi pasif,

proteksi aktif, sarana jalan keluar (evakuasi) dan manajemen keselamatan

kebakaran, jenis audit kebakaran meliputi :

Audit Keandalan Bangunan Gedung

Audit Keandalan Kawasan

Audit Kesiapan Sumber Daya Manusia

Audit Risiko Kebakaran

Audit Bahan yang Disimpan atau Diolah.

4. PENDEKATAN FIRE SAFETY PLAN

Fire Safety Plan dibuat untuk memastikan para pekerja terlindungi dari bencana

kebakaran dan bencana lainnya. Hal ini dibutuhkan agar seluruh pekerja dan bisnis

anda terhindar dari ancaman bencana kebakaran dan bencana lainnya Untuk

melihat potensi bencana kebakaran dan bencana lainnya yang mungkin terjadi di

tempat kerja atau wilayah kerja maka diperlukan satu fire safety plan yang

didalamnya termasuk informasi semua sumber potensi kebakaran.

Manfaat dari pendekatan ini agar dapat membuat satu rencana penyelamatan

kebakaran (fire safety plan) yang andal, dengan mengidentifikasi semua risiko

kebakaran pada suatu bangunan & bangunan sehingga meminimalkan resiko

terjadinya kebakaran dan memaksimalkan keselamatan jiwa & harta benda.

Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk penyusunan fire safety plan ini adalah

peraturan perundangan yang terkait misalnya :

Page 5: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-5

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait

Tahapan Pelaksanaan fire safety plan meliputi :

Pengkajian Dokumen Teknis dan Administratif Bangunan atau Kawasan

Wawancara mengenai pengelolaan bangunan atau kawasan

Penyusunan pola fire safety plan sesuai karakteristik bangunan

Pembuatan laporan dan rekomendasi fire safety plan.

5. FIRE SAFETY MANAGEMENT

Fire safety Management dibuat untuk penanganan masalah kebakaran secara

terpadu baik SDM, SOP, Pelatihan dan Peralatan Proteksi Kebakaran yang ada pada

bangunan agar dapat dilaksanakan secara terencana. Hal ini dibutuhkan agar

seluruh pekerja dan bisnis anda terhindar dari ancaman bencana kebakaran dan

bencana lainnya.

Manfaat pembuatan fire safety management agar dapat direncanakan pola

penanganan ancaman bahaya kebakaran dan bencana lainya yang mungkin terjadi.

Pembuatan satu fire safety management yang andal, dengan cara mengidentifikasi

semua risiko kebakaran pada suatu bangunan & bangunan sehingga meminimalkan

resiko terjadinya kebakaran dan memaksimalkan keselamatan jiwa & harta benda.

Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk penyusunan fire safety management ini

adalah peraturan perundangan yang terkait misalnya :

Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait

Tahapan Pelaksanaan fire safety plan meliputi :

Pengkajian Dokumen Teknis dan Administratif Bangunan atau Kawasan

Wawancara mengenai pengelolaan bangunan atau kawasan

pola fire safety management sesuai karakteristik bangunan

Pembuatan laporan dan rekomendasi fire safety plan.

6. FIRE SAFETY TRAINING

Fire Safety Training merupakan upaya untuk memperoleh kesiagaan personil yang

ada dalam menghadapi ancaman bahaya kebakaran, dalam bentuk keterampilan

dan pengetahuan, agar petugas dan teknisi gedung mampu melakukan tindakan

Page 6: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-6

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

pemadaman awal dan mengetahui apa yang harus dilakukan bila terjadi kebakaran.

Manfaat fire safety training adalah :

Mampu mengoperasikan peralatan prasarana dan sarana keselamatan

kebakaran (Fire Safety) yang terpasang pada bangunan

Mampu memadamkan api

Mampu melakukan evakuasi penghuni dan dokumen penting

Jenis Fire Safety Training meliputi pelatihan :

Pelatihan Petugas Pemadam Kebakaran Gedung, Rumah Sakit & Industri (40 jam)

Pelatihan Pimpinan Pemadam Kebakaran Gedung, Rumah Sakit & Industri (20

jam)

Pelatihan Supervisi Proteksi Kebakaran Gedung, Rumah Sakit & Industri (40 jam)

Pelatihan Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung, Rumah Sakit & Industri

(40 jam)/number.

Tujuan melaksanakan meningkatkan kemampuan para petugas dan teknisi gedung

dapat melakukan pemadaman awal dan mengetahui apa yang harus dilakukan bila

terjadi kebakaran.

Manfaat Manfaat agar Petugas dan teknisi gedung dapat menanggani ancaman

bahaya kebakaran sedini mungkin, sehingga dapat meminimalkan resiko kerugiaan

material dan korban jiwa pada setiap kejadian kebakaran.

Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk fire safety training keselamatan

kebakaran ini antara lain peraturan perundangan yang terkait misalnya :

Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Peraturan Menteri PU nomor 25/PRT/M/2008, tentang Pedoman Teknis

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait.

7. FIRE SAFETY MAINTENANCE

Adalah upaya agar kondisi peralatan proteksi kebakaran yang terpasang selalu

dalam keadaan siaga dalam menghadapi ancaman bahaya kebakaran yang mungkin

terjadi. Sesuai denga ketentuan NFPA 72 dan NFPA 20 perawatan peralatan proteksi

kebakaran harus diperiksa dan di uji secara periodik meliputi:

Maintenance harian,

Maintenance 2 mingguan dan,

Maintenance bulanan.

Page 7: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-7

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Manfaat Fire Safety Maintenance agar penghuni, harta benda, dan asset yang ada

dapat terlindungi dengan baik dan andal, dengan mengidentifikasi semua risiko

kebakaran pada suatu bangunan & bangunan sehingga meminimalkan resiko

terjadinya kebakaran dan memaksimalkan keselamatan jiwa & harta benda.

Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk penyusunan fire safety management ini

adalah peraturan perundangan yang terkait misalnya :

Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait

Peraturan Menteri PU nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan Teknis

Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

Tahapan Pelaksanaan fire safety plan dilakukan pada bangunan gedung, rumah sakit

dan industri, yang mengacu pada standar/code yang beralku dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

Melakukan assigment awal terhadap peralatan proteksi kebakaran yang

terpasang

Melakukan pemeriksaan, pengujian, dan penilaian kondisi proteksi aktif, pasif

dan sarana jalan keluar

Memberikan saran hal-hal yang perlu diperbaikan dan biaya, bila tidak

memenuhi persyaratan yang berlaku

Memberikan laporan bulanan, kwartalan dan tahunan.

8. FIRE MASTER PLAN COMMUNITY (RISPK)

RISPK yang dimaksud adalah kegiatan penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi

Kebakaran untuk kota, kabupaten dan kawasan (RISPK).

Bahwa semua pemerintahan daerah harus memberikan perlindungan yang

memadai terhadap ancaman bahaya kebakaran dan bencana lainnya. (public fire

protection). Untuk itu perlu disusun acuan pembuatan Rencana Program dan

Tindakan yang terintegrasi dalam rangka mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi

akibat kebakaran dan bencana, serta antisipasi pencegahan dan

penanggulangannya agar dapat mengupayakan penekanan tingkat kerugian akibat

ancaman bahaya kebakaran secara efektif dan efisien dan berkelanjutan

Tujuan kegiatan ini agar tersusunnya RISPK di suatu wilayah atau kawasan guna

memudahkan instansi terkait yang mengelola Pemadam Kebakaran dan

Page 8: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-8

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Penanggulangan Bencana untuk melaksanakan program sesuai tugas pokok dan

fungsi serta keterpaduan dengan instansi terkait lainnya.

Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk penyusunan RISPK adalah :

Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Peraturan Menteri PU nomor 25/PRT/M/2008, tentang Pedoman Teknis

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terkait

National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait

Tahapan Pelaksanaan RISPK meliputi 9 lanfkah :

Komitmen Pemda

Pelibatan Pemangku Kebijakan (stakeholder)

Menetapkan peta dasar yang dipergunakan

Penaksiran resiko kebakaran dan penempatan pos kebakaran

Kajian dan Analisis IPK

Analisis peraturan

Pembiayaan

Pengesahan RISPK

Implementasi dan Monitoring.

9. FIRE INFORMATIOAN & COMMUNICATION TECHNOLOGY (RISPK)

Dalam suatu operasi pemadaman kebakaran dan bencana agar kinerja lebih optimal

maka, system informasi dan komunikasi mutlak diperlukan serta terekam dengan

baik, yang meliputi manajemen pengerahan sumber daya dan standar operasi

prosedur (SOP) yang handal mutlak diperlukan.

Teknologi informasi dan komunikasi kebakaran dan bencana pada kota/

kabupaten/kawasan berwujud Pusat Komando (Command Center), sedangkan pada

bangunan dikenal sebagai Ruang Pengendali. Tujuan Melaksanakan perencanaan

menyeluruh terhadap pengembangan Command Centre meliputi aspek hardware,

netware, software dan sumber daya manusianya serta tata kelola dan manajemen

yang berbasiskan tekhnologi dan komunikasi. Manfaat agar dapat memberikan

gambaran secara menyeluruh mengenai kodisi kota, kabupaten, kawasan dan

bangunan untuk operasi pemadaman dan penyelamatan jiwa yang akan dilakukan.

Page 9: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-9

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Informasi yang didapat dari kegiatan ini yaitu tersedianya kebutuhan anggaran dan

kegiatan untuk pembuatan atau pengembangan Command Center dan Ruang

Pengendali dalam bentuk kebutuhan perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan

data serta sumber daya manusia

Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk Teknologi informasi dan komunikasi

kebakaran dan bencana ini adalah peraturan perundangan yang terkait misalnya :

Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan peraturan

pelaksananya

Peraturan Menteri PU nomor 25/PRT/M/2008, tentang Pedoman Teknis

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

Peraturan Menteri PU nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan Teknis

Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berkaitan dengan aspek

National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait

Tahapan Peraturan Teknologi informasi dan komunikasi kebakaran dan bencana

meliputi :

Melakukan kajian dan proses bisnis pada sistem yang ada

Melakukan kajian dan analisa menyeluruh terhadap sistem informasi dan

komunikasi terkait dengan pengembangan Command Centre atau Ruang

Pengendali

Melakukan penyelarasan terhadap aturan dan kebijakan yang menjadi kerangka

pengembangan Command Centre terkait dengan sistem informasi dan

komunikasi

Menyusun framework teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan proses

bisnis dan integrasi infrastruktur terkait dengan pengembangan Command

Centre dan Ruang Kendali

Menyusun perkiraan alokasi anggaran dan kegiatan

Pembuatan laporan dan rekomendasi.

5.2 METODOLOGI

1. POLA PIKIR PERENCANAAN

Pola pikir perencanaan ini pada dasarnya merupakan landasan berpikir perencana

sebagai upaya untuk memahami konteks persoalan secara utuh dan menyeluruh

Page 10: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-10

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

guna memberikan landasan berpikir sebagai masukan pada rancang bangun

pendekatan perencanaan. Ada 7 (tujuh) hal pokok pemikiran sebagai landasan

pola pikir, yakni :

a. Pemahaman terhadap karakteristik fisik, ruang dan sumber daya lingkungan

pendukung.

Setiap sistem fisik kehidupan mempunyai karakter-karakter khusus yang unik

yang dapat menjadi pendukung maupun kendala perkembangannya, sehingga

upaya untuk mengembangkan fungsi-fungsi kegiatan harus memandang

keberlanjutan daya dukungnya dalam kurun masa datang serta bagaimana

memanfaatkannya secara optimal.

b. Pemahaman terhadap karakteristik sosial, karakteristik ekonomi,

karakteristik kemasyarakatan dan aspirasinya.

Pengembangan suatu kota akan sangat berkaitan dengan bagaimana rencana

tata ruang dapat mendukung perikehidupan sosial masyarakat yang beragam.

c. Pemahaman terhadap keterkaitan timbal balik antara kinerja aktifitas kota

dengan wujud dan perwujudan ruang fisiknya.

Dalam hal ini, kinerja aktifitas yang buruk akan mewujudkan kualitas ruang

fisik kehidupan yang buruk, atau sebaliknya ruang fisik yang tidak tertata

dengan baik akan mewujudkan kinerja aktifitas yang buruk pula. Kondisi ini

bersifat kumulatif dan saling memberikan pengaruh negatif serta akan

semakin menurunkan kualitas kehidupan lingkungan fisik, sosial, ekonomi di

masa yang akan datang.

d. Pemahaman mengenai bagaimana mewujudkan ruang fisik yang kondusif

untuk menunjang kehidupan kota.

Upaya mewujudkan ruang bukan hanya sekedar membuat rencana tata ruang

namun terkait upaya perealisasian serta pengarahannya, dan penciptaan

faktor intensif (menstimulasi) dan disinsentif (mencegah), agar elemen, fungsi

dan infrastruktur, sistem pelayanan sosial ekonomi perkotaan dapat ada dan

tumbuh sesuai dengan harapan.

Page 11: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-11

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

e. Pemahaman terhadap pelaku dan aktor-aktor pembangunan kota dalam

mendukung wujud ruang yang diharapkan.

Setiap rencana pembangunan termasuk rencana tata ruang akan melibatkan

setiap pelakunya sebagai subjek dan harus menjamin adanya mekanisme

partisipasi masyarakat, swasta dan pemerintah dalam mendukung program-

program pembangunan. Upaya untuk mendeseminasikan serta

mensosialisasikan rencana perlu dilakukan untuk menghindari rencana tata

ruang menjadi produk yang tidak dapat/tidak mungkin direalisasikan karena

masyarakat tidak tahu, menganggap tidak perlu atau kepentingannya tidak

terakomodasi atau dianggap merugikan kepentingannya.

f. Pemahaman terhadap aspek kelembagaan, aspek hukum dan aspek

manajemen pembangunan untuk mendukung realisasi wujud ruang yang

diharapkan.

Upaya untuk menata ruang kota akan tidak terlepas dari persoalan

kelembagaan dan manajemen pembangunan yang terkait dengan upaya

mengkonsolidasikan serta mengintegrasikan berbagai perencanaan yang telah

dibuat. Dalam hal lain, upaya mengelola sumber daya dana, tenaga dan waktu

juga menjadi faktor mendukung penataan ruang kota.

g. Pemahaman terhadap aspek eksternal regional/konselasi geografis

perwilayahan sebagai faktor pengaruh terhadap eksistensi kota.

Perkembangan lingkungan eksternal dapat mempengaruhi eksistensi baik

bersifat positif maupun negatif. Pertumbuhan kota sekitar yang pesat dengan

fungsi berbeda, serta pengaruh perkembangan transportasi regional harus

dijadikan landasan makro untuk mengembangkan fungsi mikro/lokal kota

secara saling mendukung.

Page 12: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-12

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Page 13: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-13

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Page 14: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-14

DED Percontohan

RISPK Kota Pagar Alam(Rencana Induk Sistem Penanggulangan Kebakaran)

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) Kota Pagar AlamPenyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) Kota Pagar Alam

Permen PU No. 25/PRT/M/2008Permen PU No. 20/PRT/M/2009

Bencana Kebakarandapat terjadi setiap saat, dimana saja, kapan saja

Bencana Kebakarandapat terjadi setiap saat, dimana saja, kapan saja

Dampak Bencana Kebakaran:Kerugian harta, korban jiwa, imaterial,

kerusakan sarana-prasarana

Dampak Bencana Kebakaran:Kerugian harta, korban jiwa, imaterial,

kerusakan sarana-prasarana

Penanggulangan bencana kebakaran dapat berupa sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif

Kota Pagar AlamBerpotensi/ sering terjadi bencana kebakaran

Kota Pagar AlamBerpotensi/ sering terjadi bencana kebakaran

Rencana pemenuhan kebutuhan air kebakaran

Penentuan Wilayah Manajemen Kota (WMK)

RSCK(Rencana Sistem Pencengahan Kebakaran)

RSCK(Rencana Sistem Pencengahan Kebakaran)

Perlu tindakan untuk mengantisipasi dan meminimalisir dampak bencana

Analisis Resiko Bencana Kebakaran

Analisis Infrastruktur Perkotaan

Analisis Sarana-Prasarana Pemadam Kebakaran

Analisis Kelembagaan & Sumber Daya Manusia

RSPK(Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran)

RSPK(Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran)

Peta daerah rawan kebakaran

Rencana pemenuhan jumlah & lokasi pos pemadam

Rencana pengembangan jaringan & jumlah hidran

Rencana pengembangan sarana-prasarana pemadam

Rencana pengembangan lembaga & organisasi

Rencana pengembangan SDM dan masyarakat

Rencana pengembangan infrastruktur perkotaan

1. Analisis Kebutuhan Air Minimum2. Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran (ARK)3. Angka Klasifikasi Konstruksi Resiko Kebakaran (AKK)

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Kerangka Pemikiran Penyusunan RISPK Kota Pagar Alam

Page 15: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-15

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

2. ASPEK PERENCANAAN

Ada 3 (tiga) aspek yang harus dipertimbangkan dalam pendekatan perencanaan kota, yaitu :

1. Aspek Strategis

2. Aspek Teknis

3. Aspek Pengelolaan

Ketiga aspek tersebut selanjutnya dijabarkan dalam rangka penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam adalah sebagai berikut :

A. Aspek Strategis

Aspek strategis ini akan menyangkut penentuan fungsi kota, pengembangan kegiatan kota dan pengembangan tata ruang kota. Aspek strategis ini telah dibahas dalam penyusunan RTRW Provinsi Sumatera Selatan dan RTRW Kota Pagar Alam. Adapun dalam Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam merupakan penjabaran dari RTRW Kota Pagar Alam ke dalam RISPK. Penyusunan Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) Kota Pagar Alam merupakan upaya untuk menciptakan pembangunan yang bersifat komprehensif.

B. Aspek Teknis

Aspek teknis ini akan menyangkut upaya mengoptimalkan pengelolaan sistekproteksi kebakaran. Seperti yang telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan maupun Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan yang nantinya dapat menjadi pedoman untuk pemberian advis planning, pengaturan bangunan setempat, penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan atau rencana, tata bangunan dan lingkungan, dan pelaksanaan program pembangunan.

C. Aspek Pengelolaan

Aspek pengelolaan akan menyangkut administrasi, keuangan, hukum dan perundangan agar rencana kota dapat dilaksanakan melalui koordinasi, penelitian, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian rencana. Dimana RISPK sebagai pedoman untuk pemberian advis planning, pengaturan pencegahan penanggulngan kebakaran dan bencana, maka kajian-kajian yang akan dilakukan menyangkut beberapa hal, yaitu :

Page 16: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-16

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

1. Kemampuan aparat dan personalnya, dalam arti kualitas dan kuantitas sumber daya manusianya.

2. Kemampuan pendanaan/keuangan, dalam arti mengkaji sumber-sumber dana untuk pembangunan baik peningkatan PADS maupun sumber dana lainnya.

3. Kemampuan perangkat keras dan lunak dinas/instansi, terutama yang terkait langsung dalam proses dan mekanisme pengaturan pencegahan penanggulngan kebakaran dan bencana. Hal ini penting dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.

4. Menyusun RISPK yang optimal sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kebijakan Pemerintah Daerah, sehingga dapat dijadikan pedoman pengaturan pencegahan penanggulngan kebakaran dan bencana,yang diperkuat dengan kepastian hukum dalam bentuk Perda dan pengesahan dari tingkat yang lebih tinggi.

Pada poin 4) dikatakan bahwa dalam penyusunan RISPK harus melibatkan peran serta masyarakat dalam proses penyusunannya. Hal ini dimaksudkan untuk menampung aspirasi masyarakat, agar kepentingannya dapat terakomodasi dalam RISPK Kota Pagar Alam yang akan disusun. Penegasan keterlibatan peran serta masyarakat dalam proses penyusuanan RISPK Kota Pagar Alam..

Dari berbagai praktik peran serta langsung masyarakat dalam perencanaan RISPK terdapat beberapa bentuk yang mungkin dilaksanakan dengan segala keuntungan dan kerugiannya masing-masing, baik yang akan dilaksanakan secara berkelompok maupun perorangan. Berikut ini adalah kemungkinan bentuk penyelenggaraan yang berbentuk kelompok:

1. Diskusi kelompok kecil: jumlah peserta sedikit, cenderung terarah/terfokus, inklusif dari komunitas yang lebih luas, memerlukan waktu yang sangat panjang (time consuming).

2. Rapat umum: jumlah pemeranserta besar, sulit untuk mengarahkan pada isu-isu tertentu saja, cenderung mengesampingkan sektor-sektor tertentu dari komunitas, artikulasi perorangan dan kelompok-kelompok yang berkepentingan mungkin sangat dominan.

3. Konferensi: pemeranserta adalah kalangan terpilih, teknik pendahuluan yang baik untuk menggambarkan isu-isu yang muncul, boros waktu bagi perencana untuk memberikan respon dan interaksi.

4. Lokakarya: dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil, dapat digunakan di setiap proses, menjanjikan keterlibatan dan kontribusi aktif.

Page 17: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-17

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Bentuk lainnya yang biasa muncul misalnya adalah seminar, yang relatif mirip dengan konferensi. Satu bentuk lain yang agak radikal adalah langsung beramai-ramai terlibat praktik dalam perancangan rencananya di studio, yang tentunya memerlukan studio yang sangat besar.

Beberapa bentuk peran serta yang bersifat perorangan misalnya adalah:

Wawancara : dapat lebih terwakili. langsung dan personal, akan tetapi boros waktu. Pendapat tertulis atau verbal: komitmen ditunjukkan secara formal, sarana yang baik bagi para kelompok pe-lobby.

Jalur khusus (hot line) telepon: lebih luwes dari segi waktu, interaksi langsung.

Survey Kuesioner: memberikan data/fakta tertulis, dalam hal tertentu dapat untuk mengukur reaksi masyarakat, akan tetapi interaksi terbatas/kurang.

Bentuk lainnya untuk yang perorangan ini misalnya adalah observasi, pameran/display, membuka kantor informasi di lapangan, dan penggunaan media massa.

So, Hand dan McDowell (1982) mengelompokkan bentuk peran serta ke dalam kelompok besar berdasarkan tujuannya yaitu yang disebut publicity (dalam rangka membangun dukungan masyarakat), public education (dalam rangka diseminasi informasi), public input (dalam rangka mengumpulkan informasi), public interaction (dalam rangka pembangunan komunikasi dua arah), public partnership (dalam rangka mengamankan saran dan consent).

3. KOMPILASI DATA

A. Rona Wilayah Kota Pagar Alam

Kajian terhadap rona wilayah Kota Pagar Alam adalah dalam rangka untuk mengidentifikasi potensi dan permasalahan pada kawasan tersebut sebagai dasar untuk menyusun perencanaan lebih lanjut. Rona wilayah Wilayah Kawasan Perkotaan yang akan dikaji mencakup :

Rona fisik dasar dan lingkungan

Rona kegiatan ekonomi

Rona sosial-kependudukan

Rona sarana dan prasarana

Struktur dan pola pemanfaatan ruang.

Page 18: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-18

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

B. Rona Fisik Dasar dan Lingkungan

Kajian terhadap rona fisik/lingkungan ini ditujukan untuk mengindentifikasi keadaan fisik dasar dan lingkungan hidup yang akan menjadikan pertimbangan dalam melihat daya dukung kemampuan fisik kawasan. Penelahaan keadaan fisik dasar ini dilakukan dengan mengunakan skala peta Rencana Detail Tata Ruang Kota (1 : 5.000).

Cakupan dari penalahaan kedaan fisik dasar antara lain meliputi :

1. Klimatologi

2. Topografi/Kemiringan Lahan

3. Hidrologi

Air tanah

Air permukaan

4. Geologi dan Tata Lingkungan

Geomorfologi

Struktur geologi

5. Keadaan Flora dan Fauna.

C. Rona Kegiatan Ekonomi

Kajian terhadap kegiatan ekonomi akan memberikan gambaran mengenai kondisi perekonomian Kawasan Perkotaan serta bagaimana kebijakan pengembangan kegiatan perekonomian yang diterapkan di Kota Pagaralam pada khususnya.

D. Rona Sosial-Kependudukan

Identifikasi terhadap masalah sosial-kependudukan yang mencakup perkembangan dan pertumbuhan kependudukan beserta komposisinya.

E. Pola Pemanfaatan Ruang

Identifikasi pola pemanfaatan ruang adalah untuk menggambarkan distribusi kegiatan dan interaksinya yang berdimensi ruang. Adapun pola pemanfaatan ruang mencakup :

Pola pusat-pusat permukiman.

Sistem transportasi.

Persebaran kegiatan.

Page 19: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-19

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

4. ANALISIS DAERAH RAWAN KEBAKARAN

Penentuan daerah rawan kebakaran di Kota Pagar Alam dilakukan dengan melakukan kajian terhadap variabel/kriteria yang mempunyai keterkaitan dengan bencana kebakaran, antara lain:

a) Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran (ARK)

ARK adalah suatu angka atau nilai yang diberikan kepada suatu bangunan/ kelompok bangunan beserta fungsi/ peruntukannya yang dinilai mempunyai resiko terhadap bahaya kebakaran mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah.

b) Angka Klasifikasi Konstruksi Resiko Kebakaran (AKK)

Angka Klasifikasi Konstruksi adalah suatu angka atau nilai yang diberikan kepada suatu bangunan/kelompok bangunan berdasarkan kajian terhadap klasifikasi konstruksinya yang dinilai mempunyai resiko terhadap bahaya kebakaran mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah.

c) Historis Kebakaran

Historis menjelaskan fakta tentang kejadian-kejadian kebakaran yang telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, atau runtutan sejarah kebakaran pada suatu daerah tertentu. Hal ini

d) Luas wilayah terbangun

Merupakan perbandingan luas lahan yang tertutup (bangunan dan prasarana serta lainnya seperti : jalan, perparkiran, dll) dalam tiap unit lingkungan dan atau kawasan dengan luas kawasan.

e) Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk menunjukkan perbandingan jumlah penduduk dibagi dengan jumlah luas area/ daerah yang ditinggali penduduk tersebut

f) Pos PMK

Jarak layanan Pos PMK mempunyai keterkaitan yang erat dengan response time

g) Rasio Jalan

Rasio jalan merupakan ukuran aksesibilitas kawasan berdasarkan pedoman SPM Permukiman, yang membandingkan antara luas jalan yang ada dengan luas wilayah yang dilayani.

Page 20: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-20

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

h) Pasokan Air

Pasokan air merupakan sumber air baku yang ada di Kota Pagar Alam yang dapat digunakan sebagai bahan pasokan air untuk pemadaman kebakaran.

5. ANGKA KLASIFIKASI RESIKO BAHAYA KEBAKARAN (ARK)

Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran, adalah suatu angka atau nilai yang diberikan kepada suatu bangunan/ kelompok bangunan beserta fungsi/ peruntukannya yang dinilai mempunyai resiko terhadap bahaya kebakaran mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah.

Angka Resiko Kebakaran dimulai dari nilai 3 (tertinggi) dan nilai 7 (terendah). Bila terdapat lebih dari satu jenis peruntukan dalam sebuah bangunan, maka angka klasifikasi resiko bahaya kebakaran paling banyak yang digunakan untuk mewakili seluruh bangunan, pada bangunan tersebut ditentukan oleh tingkat resiko bahaya kebakaran tertinggi. Data klasifikasi bangunan sesuai dengan data standar.

a) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 3

Kawasan dengan angka resiko kebakaran 3 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran yang paling rawan, dimana jumlah dari isi bahan mudah terbakarnya sangat tinggi. Kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang sangat cepat dan mempunyai nilai pelepasan panas yang tinggi.

Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai berikut; hangar pesawat terbang, pabrik gandum, pabrik kimia, pemintalan, penyulingan, pabrik/gudang bahan mudah terbakar, penggilingan lemak, gudang padi, penggilingan minyak pelicin, tempat penyimpanan kayu, penyulingan minyak, pabrik/gudang plastik, penggergajian kayu, pemisahan minyak pencuci logam, tempat penimpanan jerami, pabrik pernis dan cat.

b) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 4

Kawasan dengan angka resiko kebakaran 4 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran tinggi, dimana kuantitas dan kandungan bahan mudah terbakarnya tinggi. Kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang cepat dan mempunyai nilai pelepasan panas yang tinggi.

Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai berikut; kandang kuda, gudang bahan bangunan, pusat perbelanjaan, ruang pamer, auditorium dan bioskop,

Page 21: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-21

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

tempat penyimpanan, terminal pengangkutan, pertokoan, pabrik kertas dan pulp, pemrosesan kertas, pelabuhan, bengkel, pabrik karet, gudang untuk mebel, umum, cat, kertas dan minuman keras, industri kayu.

c) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 5

Kawasan dengan angka resiko kebakaran 5 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran sedang, dimana kuantitas dan kandungan bahan mudah terbakarnya sedang dan tinggi tumpukan bahan mudah terbakarnya tidak melebihi 3,7 m. kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang sedang dan mempunyai nilai pelepasan panas yang sedang. Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai berikut; tempat hiburan, parkir pangkalan, gudang pendingin, gudang kembang gula, gudang hasil pertanian, ruang pamer dagang, binatu, pabrik penyamakan kulit, perpustakaan (dengan gudang buku yang besar), kios sablon, toko mesin, toko besi, asrama perawat, pabrik farmasi, percetakan, rumah makan, pabrik tali, pabrik gula, pabrik perekat, pabrik tekstil, gudang tembakau, bangunan kosong.

d) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 6

Kawasan dengan angka resiko kebakaran 6 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran rendah, dimana kuantitas dan kandungan bahan mudah terbakarnya sedang dan tinggi tupukan bahan mudah terbakarnya tidak melebihi 3,7 m. kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang sedang dan mempunyai nilai pelepasan panas yang sedang. Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai berikut; gudang minyak, parkir mobil, pabrik roti, tempat potong rambut, pabrik minuman, ruang boiler, pabrik bir, pabrik bata, pabrik kembang gula, pabrik semen, rumah ibadah, pabrik susu, tempat praktik dokter, pabrik elektronik, tungku/dapur, pabrik pakaian bulu hewan, pompa bensin, pabrik gelas, kamar mayat, gedung pemerintah, kantor pos, rumah pemotongan hewan, kantor telepon, pabrik arloji/perhiasan, pabrik anggur.

e) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 7

Kawasan dengan angka resiko kebakaran 7 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran rendah, dimana kuantitas dan kandungan bahan mudah terbakarnya rendah. Kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang rendah dan mempunyai nilai pelepasan panas yang relatif rendah. Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan

Page 22: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-22

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai berikut; apartemen, universitas, asrama, perumahan, pos kebakaran, asrama, rumah sakit.

6. ANGKA KLASIFIKASI KONSTRUKSI RESIKO KEBAKARAN (AKK)

Angka Klasifikasi Konstruksi adalah suatu angka atau nilai yang diberikan kepada suatu bangunan/kelompok bangunan berdasarkan kajian terhadap klasifikasi konstruksinya yang dinilai mempunyai resiko terhadap bahaya kebakaran mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah.

Angka Klasifikasi Konstruksi dimulai dari nilai 0,5 (tertinggi) dan nilai 1 (terendah). Angka maksimum klasifikasi konstruksi bangunan rumah tinggal adalah 1. Tidak diperkenankan memberikan angka klasifikasi konstruksi terhadap suatu bangunan yang tidak diteliti/dikaji. Dalam hal terdapat beberapa macam tipe konstruksi dalam satu bangunan yang diteliti maka angka klasifikasi ditentukan dari angka klasifikasi konstruksi tertinggi. Jika terdapat bangunan lain dengan luas lebih besar dari 10 m dalam jarak tidak lebih dari 15 M, maka bangunan lain tersebut dipandang sebagai bangunan berdekatan yang mempunyai resiko ancaman kebakaran (exposure hazard) sehingga kebutuhan air untuk kebakaran pada bangunan induk ditentukan dengan perkalian 1,5.

a) Resiko Kebakaran Konstruksi Tipe I (Kontruksi Tahan Api)

Bangunan yang dibuat dengan bahan tahan api (Beton, Bata, dan lain-lain dengan bahan logam yang dilindungi) dengan struktur yang sedemikian rupa hingga tahan api, dengan angka klasifikasi 0,5

b) Resiko Kebakaran konstruksi Tipe II (tidak mudah terbakar, konstruksi kayu berat)

Bangunan yang seluruh bagian konstruksinya terdiri dari bahan yang tidak mudah terbakar yang tidak termasuk kedalam bahan tahan api, termasuk bangunan konstruksi kayu dengan dinding bata. Angka klasifikasi konstruksi 0,8.

c) Resiko Kebakaran konstruksi Tipe III (Biasa)

Yaitu bangunan dengan dinding luar bata atau bahan tidak mudah terbakar lainnya, sedangkan bagian bangunan lainnya terdiri dari kayu atau bahan mudah terbakar. Memiliki angka angka klasifikasi konstruksi 1,0.

d) Resiko Kebakaran konstruksi Tipe IV (kerangka kayu)

Bangunan (kecuali bangunan rumah tinggal) yang strukturnya, saebagian atau keseluruhan, terdiri dari kayu atau bahan mudah terbakar yang tidak tergolong dalam konstruksi biasa (tipe III), dengan angka klasifikasi 1,0.

Page 23: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-23

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

7. KETERSEDIAAN PASOKAN AIR

Pasokan air berperan penting dalam suatu operasi pemadam kebakaran, meskipun kebutuhan pasokan air terpenuhi untuk sebuah WMK harus dipertimbangkan lokasi dari pasokan air. Kemudahan pencapaian dan kedekatan jarak tentunya akan menguntungkan dalam efisiensi pemadaman kebakaran (catatan: api yang bisa dipadamkan dengan bahan air). Kecuali pasokan air tersedia di lokasi kebakaran atau tersambung ke sebuah sistem hidran, maka instansi pemadam kebakaran perlu mengangkut air dari lokasi pasokan ke titik keperluan. Pada praktik operasi pemadaman, seringkali dipergunakan kendaraan khusus pengangkut air (mobil tangki) jika tidak ditemukan sumber air yang bisa dihisap dalam jarak dekat. Analisis ketersediaan pasokan air mempertimbangkan dua faktor utama yaitu:

a) Volume Sumber Air

Ketersediaan pasokan air, dalam hal ini volume air yang dibutuhkan suatu kawasan dan ketersediaan air sepanjang tahun/setiap saat dibutuhkan. Berdasarkan hasil Studi Potensi Sumber Air Alternatif Kota Pagar Alam didapakan beberapa lokasi sumber air eksisting dan potensial.

b) Laju Pengiriman Air

Laju pengiriman air akan sangat dipengaruhi oleh jarak dan kecepatan mobil pengangkut air dari lokasi kebakaran menuju ke lokasi sumber air dan sebaliknya. Dengan mempertimbangkan jarak antara sumber air dengan lokasi kebakaran. Hal ini sangat penting terutama untuk wilayah seperti Kota Pagar Alam yang masih belum menyediakan sarana hidran kebakaran dalam sistem jaringan air bersihnya (kecuali untuk kawasan khusus lagoi dan kawasan industri lobam). Laju pengiriman air akan mempengaruhi operasi pemadaman kebakaran yang dilakukan. Semakin besar volume bangunan yang terbakar semakin besar pula kebutuhan laju penerapan air. Berdasarkan Pedoman Teknis Manajemen Kebakaran Kementerian PU no.20/2009 menyebutkan penerapan air ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Q =V

- 10% A + (T1 + T2) + B

Dimana:

Q = Kemampuan dalam mengeluarkan air secara terus menerus dan maksimum (liter/menit)

V = kapasitas pasokan air oleh kendaraan pemadam dalam liter

Page 24: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-24

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

A = waktu dalam menit (untuk kendaraan pemasok air) dalam menempuh perjalanan sejarak 61m (200feet) dalam rangka mengisap air dari sumber air ke mobil tangki dan kembali 61m (200 feet) ke titik awal atau lokasi kebakaran

T1 = waktu dalam menit (untuk kendaraan pemasok air) untuk menempuh perjalanan dari lokasi kebakaran ke sumber air, dihitung dengan rumus T1 = 0.65 + x.D1

T2 = waktu dalam menit (untuk kendaraan pemasok air) untuk menempuh perjalanan dari sumber air ke lokasi kebakaran, dihitung dengan rumus T1 = 0.65 + x.D1

B = waktu dalam menit (untuk kendaran pemasok air) mengisi kendaraan kendaraan pemasok air

-10%= jumlah pasokan air dikaitkan yang hilang karena kebooran atau kekurangan dalam proses pengsisian.

Dengan menggunakan asumsi perhitungan waktu perjalanan (T) 5 menit atau radius 2,5km, kecepatan kendaraan pengangkut air/ pemadam maksimum 48.3km/jam dan volume tangki air kendaraan pemadam sebesar 5000lt, maka didapatkan:

Tabel Laju penerapan air wilayah Kota Pagar Alam

No. Jarak tempuh (km)

Waktu tempuh (menit)

Laju pengiriman air (liter/menit)

1 0 s/d 2,5 5 menit 246 s/d 562 2 2.5 s/d 5 10 menit 193 s/d 2453 5 s/d 7,5 15 menit 135 s/d 1924 >7,5 >15 menit <134

8. RASIO JALAN

Analisis rasio jalan bermanfaat untuk mendapatkan gambaran mengenai

kemampuan pencapaian kendaraan pemadam terhadap suatu wilayah.

Berdasarkan Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan

Ruang, Perumahan Dan Permukiman Dan Pekerjaan Umum (Keputusan Menteri

Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001), rasio jalan dihitung

berdasarkan perbandingan antara luas jalan perkotaan (lebar > 5m) dengan luas

wilayah keseluruhan. Dari hasil perhitungan dan analisis terhadap peta jaringan

jalan Kota Pagar Alam didapatkan bahwa rata-rata rasio jalan terhadap wilayah

hanya mencapai 0.41%, masih dibawah standar minimal yang ditentukan.

Page 25: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-25

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Tabel Angka Rasio Jalan Kota Pagar Alam

No

Kecamatan

Desa/Kelurahan

Luas Wilayah

(km2)

panjang jalan

luas jalan km2

rasio jalan/luas

(%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7=6/4*100)

1

2

3

4

5

9. PENENTUAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN

Penentuan daerah rawan kebakaran dilakukan dengan menggunakan metode

pembobotan dan skoring terhadap variabel yang telah ditentukan sebelumnya.

Pembobotan menunjukkan besar pengaruh dari variabel tersebut terhadap resiko

kebakaran. Selain mempunyai bobot (tingkat pengaruh), masing-masing variabel

tersebut juga mempunyai nilai. Penilaian terhadap masing-masing variabel,

dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Tabel 4. 1 Tingkat klasifikasi masing-masing variabel dan penilaiannya

VARIABEL BOBOT TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA

ARK 15% Kriteria penentuan nilai ARK sesuai dengan KEPMEN PU no. 11/KPTS/2000. Resiko Kebakaran dimulai dari nilai 3 (tertinggi) dan nilai 7 (terendah). Bila terdapat lebih dari satu jenis peruntukan dalam sebuah bangunan, maka angka klasifikasi resiko bahaya kebakaran paling banyak yang digunakan untuk mewakili seluruh bangunan, pada bangunan tersebut ditentukan oleh tingkat resiko bahaya kebakaran tertinggi. Data klasifikasi bangunan sesuai dengan data standar.

Tingkat Klasifikasi untuk variabel ARK adalah sebagai berikut:

Nilai 5 = Diberikan untuk kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran yang paling rawan (seperti hangar pesawat terbang, pabrik gandum, pabrik kimia, pemintalan, penyulingan, pabrik/gudang bahan mudah terbakar, penggilingan lemak, gudang padi, penggilingan minyak pelicin, tempat penyimpanan kayu,

Page 26: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-26

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

VARIABEL BOBOT TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA

penyulingan minyak, pabrik/gudang plastik, penggergajian kayu, pemisahan minyak pencuci logam, tempat penimpanan jerami, pabrik pernis dan cat.). Termasuk dalam katergori ARK III

Nilai 4 = Diberikan untuk kawasan dengan resiko bahaya kebakaran tinggi (jenis penggunaan lahan seperti; kandang kuda, gudang bahan bangunan, pusat perbelanjaan, ruang pamer, auditorium dan bioskop, tempat penyimpanan, terminal pengangkutan, pertokoan, pabrik kertas dan pulp, pemrosesan kertas, pelabuhan, bengkel, pabrik karet, gudang untuk mebel, umum, cat, kertas dan minuman keras, industri kayu). Termasuk dalam katergori ARK IV

Nilai 3 = Diberikan untuk kawasan dengan resiko bahaya kebakaran sedang (jenis penggunaan lahan sebagai berikut; tempat hiburan, parkir pangkalan, gudang pendingin, gudang kembang gula, gudang hasil pertanian, ruang pamer dagang, binatu, pabrik penyamakan kulit, perpustakaan (dengan gudang buku yang besar), kios sablon, toko mesin, toko besi, asrama perawat, pabrik farmasi, percetakan, rumah makan, pabrik tali, pabrik gula, pabrik perekat, pabrik tekstil, gudang tembakau, bangunan kosong). Termasuk dalam katergori ARK V

Nilai 2 = Diberikan untuk kawasan dengan resiko bahaya kebakaran rendah (jenis penggunaan lahan sebagai berikut; gudang minyak, parkir mobil, pabrik roti, tempat potong rambut, pabrik minuman, ruang boiler, pabrik bir, pabrik bata, pabrik kembang gula, pabrik semen, rumah ibadah, pabrik susu, tempat praktik dokter, pabrik elektronik, tungku/dapur, pabrik pakaian bulu hewan, pompa bensin, pabrik gelas, kamar mayat, gedung pemerintah, kantor pos, rumah pemotongan hewan, kantor telepon, pabrik arloji/perhiasan, pabrik anggur). Termasuk dalam katergori ARK VI

Nilai 1 = Diberikan untuk kawasan dengan resiko bahaya kebakaran rendah, (jenis penggunaan lahan sebagai berikut; apartemen, universitas, asrama, perumahan, pos kebakaran, asrama paroki, rumah sakit). Termasuk dalam katergori ARK VII

Historis 15% Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat klasifikasi dan nilai untuk variabel historis adalah dengan mencari rata-rata jumlah kebakaran terbanyak yang pernah terjadi selama 4 tahun kemudian dibagi menjadi 5 tingkat klasifikasi. Berdasarkan catatan kejadian kebakaran Kota Pagar Alam tahun 2006-2010, data kebakaran tiap lokasi diklasifikasikan sebagi berikut:

Frekuensi kebakaran sangat tinggi, kejadian kebakaran pada suatu lokasi >10 kejadian/tahun. Diberikan nilai kerawanan 5.

Frekuensi kebakaran tinggi, kejadian kebakaran pada suatu lokasi 7-10 kejadian/tahun. Diberikan nilai kerawanan 4.

Frekuensi kebakaran sedang, kejadian kebakaran pada suatu lokasi 4-6 kejadian/tahun. Diberikan nilai kerawanan 3.

Page 27: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-27

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

VARIABEL BOBOT TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA

Frekuensi kebakaran rendah, kejadian kebakaran pada suatu lokasi 1-3 kejadian/tahun. Diberikan nilai kerawanan 2.

Frekuensi kebakaran sangat rendah, tidak ada kejadian kebakaran pada suatu lokasi. Diberikan nilai kerawanan 1.

Rasio Luas kawasan terbangun

15% Besaran luas terbangun suatu kawasan akan mempengaruhi kebutuhan proteksi terhadap kebakaran. Klasifikasi rasio kawasan terbangun dengan luas wilayah merupakan “Perbandingan luas lahan yang tertutup (bangunan dan prasarana serta lainnya seperti : jalan, perparkiran, dll) dengan luas wilayah keseluruhan (land coverage)”. Tingkat klasifikasi rasio luas terbangun adalah sebagai berikut:

Kawasan dengan kepadatan sangat tinggi (lebih besar dari 75%); Kawasan dengan kepadatan tinggi (60% - 75%); Kawasan dengan kepadatan menengah (45 % - 60%); Kawasan dengan kepadatan rendah (30% - 45 %); Kawasan dengan kepadatan sangat rendah (30%).

Berdasarkan tingkat klasifikasi tersebut, maka penilaian tingkat kepadatan bangunan di Kota Bireuen adalah sebagai berikut:

Nilai 5= Sangat Padat; yaitu kawasan dengan kepadatan sangat tinggi (lebih besar dari 75%);

Nilai 4= Padat; yaitu kawasan dengan kepadatan tinggi (60% - 75%);

Nilai 3 = Sedang; yaitu kawasan dengan kepadatan menengah (45 % - 60%);

Nilai 2 = Rendah; yaitu kawasan dengan kepadatan rendah (30% - 45 %);

Nilai 1 = Sangat Rendah; yaitu kawasan dengan kepadatan sangat rendah (30%).

Kepadatan Penduduk

5% Persyaratan dan kriteria untuk menentukan nilai dari kepadatan penduduk adalah berdasarkan SNI 03-1733-1989 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Persyaratan dan kriteria tersebut adalah:

Klasifikasi Kawasan

Tingkat Kepadatan

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

∑ Penduduk < 150 jiwa/ ha

151 – 200 jiwa/ ha

200 – 400 jiwa/ ha

> 400 jiwa/ ha

Berdasarkan tabel tersebut, maka tingkat klasifikasi dan penilaian untuk kepadatan penduduk adalah:

Nilai 5 = Rendah, diberikan apabila kepadatan penduduk < 150 jiwa/ ha

Nilai 4 = Sedang, diberikan apabila kepadatan penduduk 151 – 200 jiwa/ ha

Nilai 3 = Tinggi, diberikan apabila kepadatan penduduk 200 – 400 jiwa/ ha

Nilai 2 = Sangat Padat, diberikan apabila kepadatan penduduk > 400 jiwa/ ha

Page 28: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-28

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

VARIABEL BOBOT TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA

Jangkauan Pos PMK (Respon Time)

20% Peraturan Menteri PU No. 20/PRT/M/2009 menyebutkan bahwa pos pemadam kebakaran memiliki jarak layanan pos : 2,5 km, sehingga penanggulangan kebakaran di wilayah yang mempunyai pos pemadam kebakaran cenderung lebih cepat (< 15 menit) dibandingkan wilayah yang berada di luar jangkauan wilayah tersebut. Dengan membagi kawasan berdasarkan waktu perjalanan tiap 5 menit, penilaian jangkauan Pos Pemadam Kebakaran adalah sebagai berikut:

Nilai 5 = Diberikan untuk wilayah yang berada diiluar radius pelayanan pos pemadam kebakaran (2.5km) hingga perjalanan lebih dari 15 menit atau diluar radius 15km dan dikategorikan sebagai unprotected area

Nilai 4 = Diberikan untuk wilayah yang berada diiluar radius pelayanan pos pemadam kebakaran (2.5km) dengan waktu perjalanan antara 10 hingga 15 menit atau dalam radius 10-15km

Nilai 3 = Diberikan untuk wilayah yang berada diiluar radius pelayanan pos pemadam kebakaran (2.5km) dengan waktu perjalanan antara 5 hingga 10 menit atau dalam radius 4.6-10km

Nilai 2 = Diberikan untuk wilayah yang berada diiluar radius pelayanan pos pemadam kebakaran (2.5km) dengan waktu perjalanan antara hingga 5 menit atau dalam radius 2.5-4.6km

Nilai 1 = Diberikan untuk wilayah yang berada didalam radius pelayanan pos pemadam kebakaran terdekat antara 0-2.5km

Rasio jalan terhadap luas kawasan

15 Penilaian tingkat kerwanan berdasarkan aspek prasarana jalan didasarkan pada kebutuhan minimal suatu wilayah terhadap pelayanan jalan. Dengan menggunakan Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan Dan Permukiman Dan Pekerjaan Umum (Kepmen PU no.534/2001), rasio luas jalan perkotaan (lebar lebih dari 5m) terhadap luas wilayah minimal adalah 5%. Penilaian aspek prasarana jalan adalah sebagai berikut:

Nilai 5 = Rasio jalan sangat rendah. Yaitu luas jalan perkotaan tidak melebihi angka 1% terhadap luas wilayah yang dilayani.

Nilai 4 = Rasio jalan rendah. Yaitu luas jalan perkotaan antara 1 s/d 2% terhadap luas wilayah yang dilayani.

Nilai 3 = Rasio jalan rendah. Yaitu luas jalan perkotaan antara 2 s/d 3% terhadap luas wilayah yang dilayani.

Nilai 2 = Rasio jalan rendah. Yaitu luas jalan perkotaan antara 3 s/d 5% terhadap luas wilayah yang dilayani.

Nilai 1 = Rasio jalan rendah. Yaitu luas jalan perkotaan >5% terhadap luas wilayah yang dilayani.

Pasokan Air

15 Kriteria untuk menentukan nilai pasokan air untuk pemadaman kebakaran di Kota Pagar Alam adalah faktor lokasi (kedekatan) dan faktor kapasitas (jumlah debit). Untuk sementara ini UPT Pemadam Kebakaran Kota Pagar Alam tidak

Page 29: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-29

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

VARIABEL BOBOT TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA

pernah menggunakan air yang berasal dari PDAM. Penilaian aspek pasokan air didasarkan pada penghitungan delivery rate mobil pengangkut air dengan kapasitas 5000lt yang dimiliki oleh pemkab Bireuen. Atau menggunakan rasio jarak tiap 2.5km yang merupakan radius pelayanan pos.Tingkat Klasifikasi dan nilai untuk pasokan air adalah sebagai berikut:

Nilai 5 = diberikan kepada kawasan yang berada diluar jarak 10km dari sumber air

Nilai 4 = diberikan kepada kawasan yang berada pada jarak 7.5 s/d 10km dari sumber air

Nilai 3 = diberikan kepada kawasan yang berada pada jarak 5 s/d 7.5 km dari sumber air

Nilai 2 = diberikan kepada kawasan yang berada pada jarak 2.5 s/d 5 km dari sumber air

Nilai 1 = diberikan kepada kawasan yang berada pada jarak 0 s/d 2.5 km dari sumber air

Sumber: Hasil analisis

Untuk menentukan daerah yang memiliki potensi kebakaran paling tinggi,

digunakan metode skoring dengan menggunakan beberapa variabel yang

berpengaruh terhadap variabel-variabel kebakaran baik potensi penyebab

bencana kebakaran, maupun pencegahan dan penanggulangannya. Dari hasil

perkalian nilai aspek dengan bobot maka didapatkan peringkat kerawanan

kawasan, dalam hal ini akan dibagi dalam lima peringkat sebagai berikut.

Wilayah dengan nilai 1,00 s/d 1,80 dikategorikan sebagai wilayah yang aman

Wilayah dengan nilai 1,81 s/d 2,60 dikategorikan sebagai wilayah yang agak

aman

Wilayah dengan nilai 2,61 s/d 3,40 dikategorikan sebagai wilayah agak rawan

Wilayah dengan nilai 3,41 s/d 4,20 dikategorikan sebagai wilayah rawan

Wilayah dengan nilai 4,21 s/d 5,00 dikategorikan sebagai wilayah sangat

rawan.

Dari hasil penilaian kerwanan bahaya kebakaran diatas dapat disimpulkan bahwa

nilai tertinggi untuk kerwanan wilayah Kota Pagar Alam paling tinggi mencapai

3.55 poin dengan kategori rawan yakni kijang kota dan tanjung uban selatan..

Page 30: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-30

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel Klasifikasi Kerawanan Kebakaran Kota Pagar Alam

No Klasifikasi Wilayah

1 Kategori Aman

2 Kategori Agak Aman

3 Kategori Agak Rawan

4 Kategori Rawan

5 Kategori Sangat Rawan

10. PENENTUAN WILAYAH MANAJEMEN KEBAKARAN (WMK)

Setiap kota dapat mempunyai lebih dari satu Wilayah Manajemen Kebakaran

(WMK), tergantung kepada persyaratan waktu tanggap, ketersediaan air dan

kondisi lingkungannya.

a) WMK dibentuk oleh pengelompokan hunian yang memiliki kesamaan

kebutuhan proteksi kebakaran dalam batas wilayah yang ditentukan secara

alamiah maupun buatan. Selanjutnya dibuat suatu sistem pemberitahuan

kebakaran kota untuk menjamin respon yang tepat terhadap berbagai masalah

yang mungkin terjadi dalam setiap WMK.

b) Wilayah manajemen kebakaran ditentukan pula oleh ”waktu tanggap“ dari pos

pemadam kebakaran yang terdekat. Apabila pemberitahuan kebakaran

mengalami perubahan dan pos-pos pemadam kebakaran harus memberikan

respon terhadap pemberitahuan tersebut dikaitkan dengan jarak atau

aksesibilitas, maka perencanaan wilayah manajemen kebakaranpun harus

disesuaikan dengan perubahan tersebut.

c) Daerah layanan dalam setiap WMK tidak melebihi dari radius 7,5 km. Di luar

daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah yang tidak terlindungi

(unprotected area). Daerah yang sudah terbangun harus mendapat

perlindungan oleh mobil kebakaran yang pos terdekatnya berada dalam jarak

2,5 km dan berjarak 3,5 km dari sektor.

d) Berdasarkan unsur-unsur di atas, selanjutnya dibuat peta jangkauan layanan

penanggulangan kebakaran secara rinci yang menunjukkan lokasi dari setiap

Page 31: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-31

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

pos pemadam di dalam wilayah tersebut, dengan memperhatikan juga kondisi

geografis, jalan yang melingkar, sungai, bukit-bukit dan batas fisik lainnya

mempengaruhi jangkauan layanan proteksi kebakaran.

11. KEBUTUHAN PRASARANA DAN SARANA PROTEKSI KEBAKARAN (PER WMK)

Prasarana Penanggulangan Bahaya Kebakaran

a. Pasokan Air

Analisis estimasi kebutuhan air ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri

Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia. No 20/2009tentang petunjuk

teknis Manejemen Penanggulangan Kebakaran Kota.

a) perencanaan sistem proteksi kebakaran di perkotaan di dasarkan kepada

penentuan Wilayah Manejemen Kebakaran (WMK).

b) perencanaan harus dimulai dengan evaluasi terhadap tingkat resiko

kebakaran dalam suatu WMK oleh instansi kebakaran setempat

c) unsur utama yang penting dalam dalam perencanaan ini adalah penentuan

penyediaan air untuk pemadam kebakaran di setiap WMK.

Penentuan kebutuhan air didasarkan pada pendekatan tingkat resiko

kebakaran di WMK. Kebutuhan air untuk pemadam kebakaran ini terkait

dengan faktor penting antara lain resiko kebakaran dan klasifikasi konstruksi.

Jumlah kebutuhan air minimum tersebut akan dihitung dengan rumus :

Pasokan Air Total = V

X AKK x FB ARK

dimana:

V = Volume total bangunan dalam (m3)

ARK = Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran

AKK = Angka Klasifikasi Konstruksi Resiko Kebakaran

FB = Faktor Bahaya dari bangunan yang berdekatan

b. Bahan pemadam bukan air

Bahan pemadam bukan air dapat berupa ”foam“ atau bahan kimia lain.

Penggunaan bahan pemadam bukan air harus disesuaikan dengan kebutuhan

berdasarkan potensi bahaya kebakaran dan harus memenuhi ketentuan dan

Page 32: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-32

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

standar yang berlaku termasuk aman terhadap lingkungan.

c. Aksesibilitas

Pasokan air untuk keperluan pemadam kebakaran harus dapat dijangkau oleh

peralatan pemadam kebakaran setempat, harus menetapkan batas

pembebanan maksimum yang aman dari jalan, belokan, jalan penghubung,

jembatan serta menetapkan jalur masuk ke lokasi sumber air pada berbagai

kondisi alam. Setiap jalur masuk harus dikonstruksi sesuai dengan ketentuan

dan standar yang berlaku.

d. Bangunan Pemadam Kebakaran.

12. POS PEMADAM KEBAKARAN (PPK)

a) Bangunan Pos untuk Pemadam Kebakaran minimal membutuhkan lahan 200

m2 dan meliputi kebutuhan ruang untuk :

Ruang siaga untuk 2 regu (1 regu = 6 orang),

Ruang administrasi,

Ruang tunggu,

Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker),

Gudang peralatan, yang mampu menampung garasi untuk 2 mobil pompa

4.000 liter,

Tandon air 12.000 liter,

Halaman untuk latihan rutin.

Untuk mengantisipasi perkembangan penggunaan lahan di kota Batam perlu

dikembangkan pos pemadam kebakaran pada lokasi-lokasi strategis. Untuk

kebutuhan dimasa mendatang diperlukan sejumlah 24 pos pemadam di kota

batam. Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi kebutuhan pos pemdam

kebakaran dapat dilihat pada Peta 5.8.

Bangunan sektor pemadam kebakaran (SPK); minimal membutuhkan lahan 400 m2

dan meliputi kebutuhan ruang untuk :

Ruang siaga untuk 4 regu,

Page 33: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-33

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Ruang administrasi,

Ruang tunggu,

Ruang rapat,

Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker),

Gudang peralatan dan bahan pemadam kebakaran yang mampu

menampung garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter, 1 mobil tangga 17

meter, 2 mobil tangga > 30 meter, 2 mobil rescue/ambulans, 1 mobil

pemadam khusus, 1 mobil alat bantu pernafasan, 2 perahu karet,

Tandon air 24.000 liter,

Halaman tempat latihan rutin.

Bangunan sektor pemdam kebakaran diperlukan sebagai pos yang membawahi

beberapa wilayah pemdaman dengan sarana yang lebih lengkap, dimaksudkan

untuk memudahkan pencapaian pada lokasi yang membutuhkan sarana khusus

(mobil tangga, rescue dll). Namun karena batasan tertentu dapat juga

dirangkap oleh bangunan pos WMK dengan dukungan peralatan yang

memadai.

Bangunan Wilayah Pemadam Kebakaran (WPK); minimal membutuhkan lahan 1.600

m2 dan meliputi kebutuhan ruang untuk:

Ruang siaga untuk 4 regu,

Ruang administrasi,

Ruang tunggu,

Ruang rapat,

Ruang komando,

Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker),

Gudang peralatan dan bahan pemadam yang mampu menampung garasi

untuk 2 mobil pompa 4.000 liter, 1 mobil tangga 17 m, 3 mobil tangga > 30

m, 2 mobil rescue/ambulans, 2 mobil pemadam khusus, 2 mobil alat bantu

pernafasan, 2 perahu karet.

Tandon air 24.000 liter,

Page 34: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-34

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Halaman tempat latihan rutin.

Bangunan perbengkelan ; bangunan perbengkelan diberlakukan bila jumlah mobil

telah mencapai 20 unit mobil pemadam kebakaran. Kemampuan bengkel disesuaikan

dengan kebutuhan. Bengkel diperlukan agar kondisi kendaraan pemadam kebakaran

sebagai alat yang vital untuk memadamkan kebakaran selalu dalam kondisi siap untuk

digunakan.

Bangunan Asrama ; Seperti diketahui bahwa petugas pemadam kebakaran harus selalu

siaga setiap saat dan bekerja dengan pola: tugas, lepas/libur dan cadangan. Bila

diperlukan petugas pemadam kebakaran harus siap untuk bekerja, walaupun dalam

keadaan lepas atau libur. Untuk mobilitas secara cepat, diperlukan asrama untuk

petugas di sekitar kompleks pemadam kebakaran. Kemampuan asrama disesuaikan

dengan kebutuhan.

Bangunan Pendidikan dan Latihan ; Untuk mendapatkan tenaga yang terampil di

lapangan secara operasional diharuskan mengikuti pendidikan dan latihan

berkesinambungan. Prasarana Diklat yang berupa bangunan, dapat dibangun untuk

tingkat propinsi, atau gabungan beberapa propinsi maupun tingkat nasional.

Komunikasi

Pusat alarm kebakaran ; Untuk bangunan vital dan yang beresiko tinggi

terhadap ancaman kebakaran sebaiknya memiliki Pusat Alarm Kebakaran yang

terhubung secara langsung ke Kantor Wilayah Pemadam Kebakaran. Telepon

darurat kebakaran ; Setiap kota perlu menyediakan nomor telepon khusus

untuk pelayanan pemadam kebakaran dan bencana. Hingga saat ini, belum ada

line atau saluran telepon khusus bagi masyarakat yang melaporkan adanya

kebakaran ke dinas pemadam kebakaran. Masyarakat harus menghubungi

nomor telepon genggam yang disediakan oleh Badan Kesbanglinmas. Hal ini

terbukti efektif untuk memperlancar arus komunikasi antara pelapor dengan

pos pemadam. Namun telepon genggam juga memiliki banyak kelemahan

karena tergantung oleh sinyal yang dipancarkan oleh penyedia jaringan. Karena

itu perlu adanya line khusus atau sambungan telepon langsung ke Dinas

Pemadam Kebakaran sehingga kebakaran lebih cepat diantisipasi dan diatasi.

13. SARANA PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

Sarana penanggulangan kebakaran terdiri atas kendaraan operasional lapangan,

Page 35: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-35

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

peralatan teknik operasional dan kelengkapan perorangan.

Kendaraan operasional lapangan antara lain:

Mobil pompa pengangkut air dan foam berikut kelengkapannya, seperti

selang, kopling dan nozzle,

Mobil tangki berikut kelengkapannya,

Mobil tangga,

Snorkel,

Mobil BA,

Mobil komando,

Mobil rescue,

Mobil ambulans,

Perahu karet,

Mobil pendobrak (Bridge squad),

Mobil angkut pasukan pemadam kebakaran,

Peralatan teknik operasional antara lain:

Peralatan pendobrak antara lain: kapak, gergaji, dongkrak, linggis, spreader;

Peralatan pemadam, antara lain: pompa jinjing (portable pump) dan

kelengkapannya;

Peralatan ventilasi, antara lain: blower jinjing (portable blower) dan

kelengkapannya;

Peralatan penyelamat (rescue), antara lain: sliding roll, davy escape, fire

blanket, alat pernafasan buatan, usungan.

Kelengkapan perorangan, antara lain:

Pakaian dan sepatu tahan panas,

Topi (helm tahan api),

Alat pernafasan buatan jinjing (self contained breathing apparatus),

Peralatan Komunikasi perorangan (HT).

Page 36: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-36

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Peralatan-peralatan dan kelengkapan tersebut diatas, harus sesuai dengan

ketentuan dan standar yang berlaku.

14. ANALISIS KELEMBAGAAN DAN SDM

Fungsi utama manajemen Instansi Pemadam Kebakaran (IPK ) meliputi

pencegahan kebakaran, komando lapangan, physical resources, personal dan

pelatihan. Penetapan tujuan suatu organisasi merupakan unsur utama dalam

membina efektivitas manajemen tidak terkecuali didalam Instansi sendiri. Tujuan

IPK secara umum dan tradisional mencakup:

a) Mencegah timbulnya kebakaran

b) Mencegah korban jiwa dan kerusakan harta-benda saat kebakaran terjadi

c) Membatasi penyebaran kebakaran

d) Memadamkan kebakaran

Beberapa fungsi berikut menjadi relevan untuk dilaksanakan, yakni:

a) Kemampuan menghadapi keadaan darurat yang disebabkan oleh adanya

benda-benda berbahaya (hazardous materials)

b) Layanan medis saat emergency dan rescue

c) Perencanaan menghadapi bencana seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor,

dan sebagainya

KepMen PU No. 11/KPTS/2000, telah menjelaskan mengenai ketentuan teknis

manajemen dan jumlah kebutuhan personil untuk penanggulangan kebakaran di

perkotaan. Tersirat bahwa hirarki organisasi pemadam kebakaran

kota/kabupaten, yang dimulai dari tingkat bawah yaitu pos, sektor, sampai ke

wilayah. Pada analisis penentuan wilayah manajemen kebakaran ini, dirancang

bahwa kota dapat dilayani berdasarkan:

a) Wilayah Manajemen Kebakaran

b) Sektor Pemadam Kebakaran

c) Pos Pemadam Kebakaran.

Dimana untuk setiap tingkatan hirarki pelayanan ini dibutuhkan tenaga teknis

fungsional pencegahan dan tenaga teknis fungsional pemadaman, yang dibentuk

dalam satuan regu dan setiap regu terdiri dari 6 (enam) personil.

Page 37: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-37

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

d) Pada tingkatan wilayah, diperlukan terdapat 4 (empat) regu, terbagi 2 (dua)

regu tenaga teknis fungsional pencegahan dan 2 (dua) regu tenaga teknis

fungsional pemadaman.

e) Pada tingkatan sektor, diperlukan terdapat 4 (empat) regu, terbagi 1 (satu) regu

tenaga teknis fungsional pencegahan dan 3 (tiga) regu tenaga teknis fungsional

pemadaman.

f) Pada tingkatan pos, diperlukan terdapat 2 (dua) regu tenaga teknis fungsional

pemadaman.

Sehingga dibutuhkan personil tenaga teknis fungsional pencegahan dan tenaga

teknis fungsional pemadam secara keseluruhan dapat dihitung sebagai berikut :

Tabel 2. 1Perhitungan Jumlah Personil Tenaga Teknis Fungsional Pencegahan dan Personil

Tenaga Teknis Fungsional Pemadaman Pada Tingkat Wilayah, Sektor, dan pos

Teknis Fungsional

Tingkatan Hirarki Jumlah TotalWilayah Sektor Pos

Regu Satuan Personil

Jumlah Regu Satuan Personil

Jumlah Regu Satuan Personil

Jumlah

Pencegahan 2 1 6 12 1 4 6 24 36

Pemadaman 2 1 6 12 3 4 6 72 2 21 6 252 336

Jumlah Personil

24 96 252 372

15. PERAN SERTA MASYARAKAT

a. Peningkatan Peran Serta Masyarakat

Terdapat persepsi negatif dalam pemikiran/persepsi masyarakat dan

kurangnya sosialisasi untuk peningkatan kesadaran tentang kebakaran

b. Adanya perspesi bahwa bencana/ kejadian kebakaran adalah “nasib”;

Sebagian masyarakat menganggap bahwa musibah kebakaran adalah nasib/

ketentuan takdir, sehingga usaha untuk mencegah terjadinya kebakaran atau

upaya-upaya dan tindakan untuk menghindari bencana kebakaran sangat

minim. Sosialisasi tentang bahaya kebakaran dan upaya pencegahan masih

kurang.

Sosialisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memegang peranan penting

dalam sistem penanggulangan kebakaran tentang pentingnya kesadaran dan

Page 38: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-38

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

partisipasi masyarakat bahwa kebakaran seringkali terjadi karena human errors,

bisa berupa kebiasaan atau kegiatan masyarakat yang salah (tidak baik) bisa

menyebabkan kebakaran, masih sangat kurang dan belum menjangkau seluruh

masyarakat

Pembinaan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya

upaya-upaya terhadap pencegahan dan penanggulangan kebakaran termasuk

apresiasi terhadap setiap tindakan pengamanan terhadap bahaya kebakaran

adalah salah satu bagian utama dari tugas dan fungsi Dinas Kebakaran. Agar

upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran berhasil, maka salah satu

langkah penting adalah melibatkan masyarakat dalam kegiatan pencegahan

dan penanggulangan kebakaran. Bilamana seluruh warga kota memiliki safety

minded ness yang tinggi serta berperan aktif dalam setiap usaha pencegahan

dan penaggulangan kebakaran, maka ada jaminan bahwa kota tersebut relatif

aman dan dengan demikian beban kerja Instansi Pemadam Kebakarandapat

menjadi lebih terbantu

Beberapa Instansi Pemadam Kebakaran seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya

memiliki Sub Dinas atau seksi tersendiri yang mengurusi masalah ini. Di dinas

kebakaran DKI Jakarta disebut Sub dinas peran serta masyarakat (PERTAMAS),

sedangkan di Kota Bandung ditangani oleh seksi penyuluhan. Untuk Kota Pagar

Alam, menurut hasil wawancara diketahui bahwa untuk sampai sekarang ini

peran serta masyarakat dalam penanggulangan kebakaran sangat besar, tetapi

belum ada lembaga atau badan dalam lingkungan kantor kebakaran yang

menangani masalah peran serta masyarakat dalam pencegahan dan

penanggulangan kebakaran. Secara umum sub dinas atau seksi mempunyai

fungsi sebagai berikut:

a) Menyelenggarakan penyuluhan dan penerangan

b) Meningkatkan ketrampilan masyarakat di bidang pencegahan dan

penanggulangan kebakaran

c) Pembinaan SATLAKAR (Satuan Sukarelawan Kebakaran) dan Masyarakat

d) Menangani urusan dokumentasi penyelenggaraan pameran dan

perpustakaan

e) Membina hubungan baik dengan pihak luar

Page 39: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-39

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Strategi yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan sebagai realisasi fungsi

tersebut diatas adalah dapat dilakukan dengan

a) Bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan, sekolah-sekolah,

masyarakat wilayah dan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan tertentu

dengan organisasi masyarakat

b) Memanfaatkan media elektronik seperti Sinetron, Film, Video, Presentasi,

Drama, Wawancara Radio dan Talk-Show di TV, dalam upaya mengajarkan/

menyiarkan kepada pemirsa tentang bahaya kebakaran

c) Penyuluhan lewat media cetak seperti stiker, leaflet, brosur, dan pamlet

d) Menggunakan media Bill Board yang memuat antara lain:

Telepon dinas kebakaran

Pesan singkat cara pencegahan kebakaran

Pesan singkat cara penanggulangan kebakaran

Pesan singkat cara penyelamatan jiwa pada kebakaran.

16. SISTEM KETAHANAN KEBAKARAN LINGKUNGAN

SKKL

Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang proteksi

kebakaran maka perlu dibentuk sistem ketahanan kebakaran lingkungan (SKKL)

dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) SKKL Merupakan model tentang pendayagunaan seluruh potensi masyarakat

secara sukarela dan bersifat mandiri dalam pencegahan dan penanggulangan

kebakaran;

b) Model SKKL terdiri dari: satuan organisasi satlakar, forum (dewan) keselamatan

kebakaran, sarana prasarana dan program latihan.

c) Sarana-prasarana dan program pelatihan untuk lingkungan padat hunian

difasilitasi dan dibiayai oleh pemerintah daerah, selanjutnya diharapkan dapat

dibiayai sendiri oleh masyarakat.

Satlakar

a) Satlakar merupakan organisasi sosial berbasis pada masyarakat yang bersifat

nirlaba yang secara sukarela berpartisipasi mewujudkan keamanan lingkungan

Page 40: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-40

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

dari bahaya kebakaran dan bencana lainnya.

b) Merupakan mitra kerja Instansi Pemadam Kebakaran (IPK) dalam upaya

mengatasi kebakaran dan bencana lain di lingkungannya;

c) Wadah yang dibentuk dari, oleh dan untuk warga masyarakat yang berbasis

pada lingkungan RW;

d) Pembentukan organisasi Satlakar sepenuhnya atas inisiatif masyarakat yang

dalam pelaksanaannya dapat difasilitasi pemerintah daerah;

e) Fasilitas yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah terdiri dari :

Prasarana : Pos Jaga dengan luas bangunan minimal 30 m2, tandon air

minimal 40 m3,

Sarana : APAR, Pompa Jinjing, Slang kebakaran 1.5” minimal 200m,

Diklat Kepala Satlakar, 100 jam,

Diklat anggota Satlakar, 40 jam,

Latihan pemadaman dan penyelamatan minimal 3 kali setahun,

Membantu penyusunan SOP.

f) Khusus Rumah Susun Sederhana “Sewa” (RUSUNAWA) pengembang wajib

menyediakan pos kebakaran, mobil pompa, mobil tangga, tandon air minimal

100 m3 dan sistem peringatan dini yang terpusat pada pos kebakaran;

g) Satlakar terdiri dari anggota Satlakar RW, Satlakar Rumah Susun Sederhana

serta Satlakar Pasar Tradisional yang dipimpin oleh salah satu Ketua Satlakar

yang dipilih di antara mereka; Satlakar RW, Satlakar Rumah Susun Sederhana

serta Satlakar Pasar Tradisional harus disediakan 4 sampai dengan 6 regu

Satlakar yang tiap regunya minimal 5 (lima) orang dan tersedia pula sarana

prasarana pemadaman kebakaran;

h) Untuk kawasan estat dan atau kawasan tertentu pembentukan Satlakar

menjadi tanggung jawab pengelola.

i) Dalam melakukan tugas pokoknya Satlakar melaksanakan fungsi-fungsi sebagai

berikut:

Page 41: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-41

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Melaksanakan program-program yang disusun oleh Forum Komunikasi

Keselamatan Kebakaran Tingkat Kecamatan;

Melakukan koordinasi dengan Lurah, Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK)

dan Seksi Sektor Dinas Pemadam Kebakaran;

Membantu Instansi Pemadam Kebakaran dalam melaksanakan penyuluhan

pencegahan kebakaran dan keselamatan bencana lain;

Membantu Instansi Pemadam Kebakaran dalam upaya melakukan

pemadaman awal pada saat terjadi kebakaran di lingkungannya;

Membantu Instansi Pemadam Kebakaran dalam upaya melakukan

pertolongan awal korban bencana lain di lingkungannya;

Membantu Instansi Pemadam Kebakaran dalam menyiapkan laporan

kebakaran di lingkungannya.

Forum (Dewan) Keselamatan Kebakaran

a) Pembentukan organisasi Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran

sepenuhnya atas inisiatif masyarakat dan dapat difasilitasi oleh pemerintah

daerah.

b) Pembentukan organisasi Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran

sepenuhnya atas inisiatif masyarakat dan dapat difasilitasi oleh pemerintah

daerah.

c) Pembentukan Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran dilakukan secara

berjejang berdasarkan tugasnya, dikelompokkan menjadi :

Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran Tingkat Kecamatan;

Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran Tingkat Kota /Provinsi.

d) Bentuk organisasi Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran ditentukan

sendiri oleh para anggota.

e) Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran sebagai mana dimaksud ayat (1)

terdiri dari sekurang-kurangnya diselenggarakan oleh seorang Ketua, seorang

Sekretaris dan sejumlah anggota.

f) Berjenjang berdasarkan tugasnya, dikelompokkan menjadi :

Page 42: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-42

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran Tingkat Kecamatan;

Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran Tingkat Kota/Propinsi.

g) Bentuk organisasi Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran ditentukan

sendiri oleh para anggota

h) Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Forum Komunikasi Keselamatan

Kebakaran melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

Melakukan koordinasi kebijakan dengan DPRD dan Walikota/Gubernur.

Mengusulkan alternatif kebijakan kepada Gubernur dalam pencegahan dan

penanggulangan kebakaran kota Jakarta.

Melakukan survey-survey dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah

kebakaran.

Menggalang partisipasi aktif masyarakat, khususnya dari golongan mampu,

dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran di kota Jakarta.

Menggalang sumber daya dalam masyarakat untuk memfasilitasi kegiatan-

kegiatan Forum Komunikasi Keselamatan Kebakaran dan kegiatan-kegiatan

Satlakar.

Memfasilitasi Satlakar dalam menyusun program kegiatan tahunan;

Mengevaluasi dan memonitor program kegiatan Satlakar.

i) Dalam hal belum dapat dipenuhinya persyaratan-persyaratan seperti yang

disebutkan pada butir-butir diatas merujuk pada tingkat kebutuhan di

kabupaten/kota maka dapat ditetapkan secara tersendiri oleh kepala daerah

dengan tetap menerapkan standarisasi dan program sertifikasi.

17. MASYARAKAT PROFESI DAN FORUM KOMUNIKASI

Masyarakat profesi adalah orang perorangan dan atau badan yang mempunyai

profesi terkait, dalam hal ini yang berhubungan dengan disiplin pencegahan dan

penanggulangan kebakaran sedangkan forum komunikasi adalah forum yang

terdiri dari anggota yang berasal dari asosiasi profesi dan tokoh masyarakat. Peran

masyarakat profesi dan forum komunikasi:

a) Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran perlu

mengikutsertakan pihak swasta, dalam hal ini masyarakat profesi dan/ atau

forum komunikasi

Page 43: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-43

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

b) Konstribusi masyarakat profesi yang dalam bentuk tenaga bantuan, sumber

daya, pemikiran, dan/ pengawasan yang diberikan oleh masyarakat profesi atau

forum komunikasi

c) Memberikan saran teknis terutama untuk lingkungan hunian padat, dimana

hasil kajiaannya menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan

saran dan prasarana lingkungan

Pemerintah wajib mendorong, memberikan fasilitas keberadaan peran serta

masyarakat profesi dalam mengontrol dan mengendalikan hal teknis yang

berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan kebakaran terutama

mengenai persamaan persepsi dalam strategi, taktis dan tugas-tugas pencegahan

dan penanggulangan bahaya kebakaran.

18. POLA KEMITRAAN

Pola kemitraan antara Pemerintah, pemerintah daerah, Masyarakat Profesi,

Perguruan Tinggi dan institusi lain serta pihak swasta dapat dilakukan dalam

kegiatan antara lain :

Perolehan Data dan Informasi

Dalam rangka memperoleh data dan informasi mengenai daya tahan bahan

bangunan dan konstruksi terhadap bahaya kebakaran, Pemerintah

(Departemen Pekerjaan Umum) dapat meminta bantuan dari masyarakat

profesi, perguruan tinggi dan instansi daerah yang bersangkutan.

Inspeksi

Inspeksi bangunan gedung yang berisiko kebakaran dilakukan oleh pihak

pemilik/pengelola bangunan gedung atau oleh konsultan pengkaji teknis di

bidang proteksi kebakaran.

Hasil inspeksi menjadi bagian tidak terpisahkan dari penerbitan Sertifikat

Laik Fungsi untuk bangunan gedung dari pemerintah daerah.

Sistem Tanda Bahaya Kebakaran Kota

Sistem Tanda Bahaya Kebakaran Kota adalah sistem pemberitahuan bahaya

kebakaran dengan menggunakan alat yang secara otomatis atau manual

berhubungan langsung dengan Instansi Pemadam Kebakaran.

Page 44: Bab 2 Rispk Pga

Halaman II-44

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir

Pemilik atau Pengelola bangunan gedung umum, vital dan berisiko

kebakaran tinggi harus memasang/menggunakan peralatan yang dapat

bekerja otomatis berhubungan dengan Instansi Pemadam Kebakaran atau

bentuk mekanisme.