Bab 2 Portofolio (1)

63
Case TUBERCULOSIS PARU KASUS BARU DALAM FASE PENGOBATAN INTENSIF Oleh: Carollius P Putra, S.Ked 04064881517002

description

Bab 2 Portofolio (1) TB

Transcript of Bab 2 Portofolio (1)

Page 1: Bab 2 Portofolio (1)

Case

TUBERCULOSIS PARU KASUS BARU DALAM FASE PENGOBATAN

INTENSIF

Page 2: Bab 2 Portofolio (1)

Oleh:

Page 3: Bab 2 Portofolio (1)

Carollius P Putra, S.Ked 04064881517002

Pembimbing:

Dr.Hj.Novia Diana Roza M.Kes

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN

KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016

Page 4: Bab 2 Portofolio (1)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Makalah:

TUBERCULOSIS PARU KASUS BARU DALAM FASE PENGOBATAN

INTENSIF

Oleh:

Carollius P Putra, S.Ked 04064881517002

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan

Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 11

Januari 2016 – 21 Maret 2016

Palembang, Februari 2016

Pembimbing,

Dr.Hj.Novia Diana Roza M.Kes

Page 5: Bab 2 Portofolio (1)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas

berkat dan rahmat-Nya penulisan makalah yang berjudul “Tuberculosis Paru

Kasus Baru dalam Fase Pengobatan Intensif” ini dapat diselesaikan.

Laporan makalah ini diajukan untuk memenuhi syarat guna mengikuti

Kepaniteraan Klinik Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan

Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode

11 Januari 2016 – 21 Maret 2016.

Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian telaah ilmiah ini,

terutama kepada yang terhormat Dr.Hj.Novia Diana Roza M.Kes atas

bimbingan dan arahan yang telah diberikan dalam pembuatan makalah. Serta

pembimbing-pembimbing lain dr. Sari, Ibu Ismi, Kak Rendi. Serta teman-teman

yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak

disebutkan namanya dalam makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu

penulis harapkan. Akhir kata, semoga makalah referat ini membawa manfaat bagi

banyak pihak dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.

Palembang, Februari 2016

Penulis

Page 6: Bab 2 Portofolio (1)

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii

KATA PENGANTAR................................................................................................iii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iv

BAB I KASUS

1.1 Identifikasi Pasien dan Keluarga.....................................................1

1.2 Anamnesis ......................................................................................1

1.3 Pemeriksaan Fisik ..........................................................................4

1.4 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................6

1.5 Diagnosa Banding...........................................................................6

1.6 Diagnosa Kerja ...............................................................................6

1.7 Tatalaksana .....................................................................................6

1.8 Komplikasi .....................................................................................7

1.9 Prognosis ........................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru..........................................................................8

2.1.1 Definisi......................................................................8

2.1.2 Epidemiologi......................................................................8

2.1.3 Penemuan Kasus TB

..............................................................................................................10

2.1.4 Klasifikasi........................................................................12

2.1.5 Patogenesis..............................................................13

2.1.5.1 TB Primer..............................................................13

2.1.5.2 TB Sekunder..........................................................15

Page 7: Bab 2 Portofolio (1)

v

2.1.6 Penegakkan Diagnosis

..............................................................................................................16

2.1.6.1 Anamnesis.............................................................16

2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik .................................................17

2.1.6.3 Pemeriksaan Radiologis........................................18

2.1.6.4 Sputum..................................................................20

2.1.6.5 Uji Kepekaan Obat TB..........................................21

2.1.7 Penatalaksanan.................................................................22

2.1.6.3 Medikamentosa.....................................................22

2.1.6.4 Non-medikamentosa .............................................24

2.1.8 Komplikasi..............................................................24

2.1.9 Prognosis..........................................................................25

2.2 Rumah Sederhana Sehat..............................................................25

2.2.1 Definisi....................................................................25

2.2.2 Kriteria.............................................................................25

2.2.2.1 Kebutuhan Minimal dan Ruang. ...........................25

2.2.2.2 Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan...............26

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Penegakkan Diagnosis................................................................29

3.2 Tatalaksana .................................................................................30

3.3 Aspek Kesling ............................................................................30

3.4 Home Visite ...............................................................................31

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................34

Page 8: Bab 2 Portofolio (1)

vi

Page 9: Bab 2 Portofolio (1)

1

BAB I

KASUS

1.1 Identifikasi Pasien dan Keluarga

a. Identifikasi Pasien

Nama : Yenni Oktarina

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Karyawan swasta

Pendidikan terakhir : SMK

Agama : Islam

Alamat : 28 Ilir RT 13

Kebangsaan : Indonesia

Dokter muda Pembina : Carollius Pratama Putra, S.Ked

b. Identitas Kepala Keluarga

Nama : Saudi

Umur : 42 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Tukang Becak

Pendidikan terakhir : SD

Agama : Islam

Alamat : 28 Ilir RT 13

1.2 Anamnesis

(Autoanamnesis dengan penderita pada tanggal 19 Februari 2016 pukul 10.00

WIB)

Keluhan Utama : Batuk lama

Keluhan tambahan : Penurunan berat badan drastis

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Page 10: Bab 2 Portofolio (1)

2

Sekitar 2 bulan yang lalu, pasien mulai mengeluh batuk, batuk saat itu

tidak berhenti walaupun pasien mengkonsumsi obat batuk dari warung. Batuk

disertai tenggorokan yang gatal dan dahak berwarna putih dengan jumlah ± 1

sendok makan tiap kali batuk. Pasien merasa batuknya mulai sangat

mengganggu terutama pada malam hari. Selain itu, pasien juga mengeluh

demam yang tidak terlalu tinggi selama 1 minggu pada awal batuk, demam

tidak disertai dengan menggigil dan tidak hilang timbul. Riwayat berkeringat

malam disangkal. Pasien berobat ke mantri dan diberikan obat pelega batuk

dan parasetamol.

Satu bulan kemudian batuk tidak menghilang. Riwayat batuk darah

disangkal. Pasien mengaku berat badan pasien juga mulai turun drastis dari 46

kg menjadi 37 kg. Pasien kemudian berobat ke mantri lalu dianjurkan untuk

ke rumah sakit paru. Pasien datang ke puskesmas Makrayu untuk rujukan ke

rs. paru. Pada tanggal 5 januari dilakukan foto thoraks dan pada tanggal 6

januari dilakukan pemeriksaan BTA, lalu dinyatakan positif TB. Mulai 8

januari 2016 pasien teratur minum Obat TB sebanyak 2 tablet sehari dan tidak

lagi bekerja. Pada tanggal 13 januari 2016 Pasien kembali diperiksa dahaknya

di Puskesmas. Satu bulan setelah mengkonsumsi obat TB, pasien kembali ke

Puskesmas untuk mengambil obat lagi, setelah ditimbang berat badan

penderita naik menjadi 39 kg dan batuk (-) sehingga dosis obat TB dinaikkan

menjadi 3 tablet/hari.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asthma (-), keganasan (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan yang sama dalam keluarga (-)

Keluhan yang sama di sekitar rumah (-)

Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asthma (-), keganasan (-).

Page 11: Bab 2 Portofolio (1)

3

Riwayat Pengobatan

Riwayat alergi obat (-)

Riwayat Kontak

Tn. Saudi (ayah) : Pemeriksaan dahak dan foto thoraks negatif.

Ny. Ningsih (ibu) : Pemeriksaan dahak dan foto thoraks negatif.

Bayu Saputra (saudara) : Pemeriksaan dahak dan foto thoraks negatif.

Feni Juliata (saudara) : Pemeriksaan dahak dan foto thoraks negatif.

Profil Keluarga

No Nama Kedudukan dalam

Keluarga

Sex Umur (tahun)

Pedidikan Pekerjaan Keterangan

1. Tn. Saudi Ayah L 42 SD Tukang Becak

Sehat

2. Ny. Ningsih Ibu P 39 SD PRT Sehat3. Bayu

SaputraAnak L 12 SD siswa Sehat

4 Reni Juliata Anak P 17 SMK Siswi Sehat5 Yenni

OktariaAnak P 20 SMK Karyawati

swastaSakit

Keterangan:

: : Pasien

Page 12: Bab 2 Portofolio (1)

4

: Perempuan

: Laki - laki

Riwayat sosial ekonomi

Penderita merupakan karyawan swasta. Ayah penderita merupakan tukang

becak dan ibu penderita merupakan PRT

Kesan : sosioekonomi menengah ke bawah.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Tanggal pemeriksaan: 19 Februari 2016

Keadaan Umum

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 90x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup

Pernapasan : 22x/menit

Suhu : 37,0oC

Berat Badan : 39 kg

Tinggi Badan : 153 cm

IMT : 16, 6

Status Gizi : Kurang

Keadaan Spesifik

Kepala

Kulit : Anemis (-), ikterik (-)

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.

Mata : Pupil bulat isokor dّ=3mm/3mm, reflek cahaya +/+,

konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), edema palpebra

(-/-), flikten (-/-)

Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-).

Telinga : Sekret (-), serumen plak (-) .

Page 13: Bab 2 Portofolio (1)

5

Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-).

Tenggorokan : Faring hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5 - 2 cm H20

Thorak

Paru-paru

Inspeksi : statis: simetris, dinamis: retraksi (-)

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronki (-/+), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis, pulsasi tidak terlihat

Palpasi : Thrill dan iktus tidak teraba

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : HR: 90 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,

bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus normal

Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-)

Punggung : Gibbus (-)

Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), capillary

refill < 2 detik, skrofuloderma (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Rontgen thoraks (5 Januari 2016)

Page 14: Bab 2 Portofolio (1)

6

Paru : Tampak infiltrat di seluruh lapangan paru kiri, kedua

sudut costophrenicus tajam

Kesan : TB Paru aktif dd pneumonia

BTA

6 Januari 2016 : +, +, +

13 Januari 2016 : -, +,-

1.5 Diagnosis Banding

1. Pneumonia

1.6 Diagnosis Kerja

TB Paru BTA positif kasus baru dalam fase pengobatan intensif

1.7 Tatalaksana

1. Nonmedikamentosa

Diet: Makan teratur dengan gizi seimbang.

Pasien, keluarga dan masyarakat sekitar diberi edukasi mengenai

penyakit yang diderita pasien, penatalaksanaannya (lama pengobatan,

jumlah tablet yang harus diminum, cara minum obat, efek samping

obat, ciri obat yang rusak) dan pencegahannya, serta menjelaskan

kesembuhan pasien.

Evaluasi BTA menjelang akhir fase intensif jika (+) masuk ke fase

sisipan selama 1 bulan, jika (-) masuk ke fase lanjutan.

Jika keluhan dirasakan kembali segera berobat ke pelayanan medis

terdekat.

2. Medikamentosa : Paket OAT kotak pertama (Rimfapicin 150 mg,

Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 mg, dan Etambutol 275 mg) 3 tablet /

hari selama 2 bulan.

Page 15: Bab 2 Portofolio (1)

7

1.8 Komplikasi

- Hemoptisis

- Pneumotoraks

- Gagal napas

- Gagal jantung

- Efusi pleura

1.9 Prognosis

Tergantung pada luas proses, saat mulai pengobatan, kepatuhan penderita

mengikuti aturan penggunaan dan cara pengobatan yang digunakan.

Pada pasien ini

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB  II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 16: Bab 2 Portofolio (1)

8

2.1. Tuberkulosis Paru

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kumanTB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya

2.1.2. Epidemiologi

Tuberkulosis PARU (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang penting di dunia ini. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa

terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta

adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia

telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah

terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB

di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per

100.000 penduduk.

Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan

penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992

disebutkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua,

sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab

kematian pertama pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil

laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan

tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari

jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini

berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap

tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA

positif) pada setiap 00.000 penduduk.

Saat ini Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan

beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah

sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000

kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000

Page 17: Bab 2 Portofolio (1)

9

kematian per tahunnya. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa

jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000

orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka

mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana

prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus

TB yang muncul.

Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru

(lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari

kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300

kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB

yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden

Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai

target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada

tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB

telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213

diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate

untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata

pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah

sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target

global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB

nasional yang utama.

Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di

seluruh dunia

Page 18: Bab 2 Portofolio (1)

10

Gambar 1. Pencapaian Program Pengendalian TB Nassional 1995 -2009

Meskipun secara nasional menunjukkan perkembangan yang meningkat

dalam penemuan kasus dan tingkat kesembuhan, pencapaian di tingkat

provinsi masih menunjukkan disparitas antar wilayah (Tabel 1).

Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka

penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian

70% CDR dan 85% kesembuhan.

Tabel 1. Pencapaian Target Pengendalian TB per Provinsi 2009

Dengan angka nasional proporsi kasus relaps dan gagal pengobatan di

bawah 2%, maka angka resistensi obat TB pada pasien yang diobati di

pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah.

2.1.3. Penemuan Kasus TB

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan tatalaksana

pasien TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna

akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di

Page 19: Bab 2 Portofolio (1)

11

masyarakat, dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB

yang paling efektif di masyarakat

Penemuan pasien TB umumnya diakukan secara pasif dengan promosi

aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan

didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan

maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

pasien TB.

Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap kelompok khisis yang

rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pasien dengan HIV, kelompok

yang renatan tertular TB seperti rumah tahanan, LP, mereka yang hidup di

daerah kumuh, serta keluarga pasien TB terutama mereka yang memiliki BTA

positif, pemeriksaan terhadap anak balita pada keluarga TB harus dilakukan

untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau

pencegahan.

Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang

memiliki gejala:

Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti

dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,

sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam

meriang lebih dari 1 bulan

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru

yang lain. Namun,mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini

masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan

gejala tersebut, dianggap sebagai seorang tersangka TB dan perlu

dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung

Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB

dengan salah satu atau lebih kriteria di bawah ini:

Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2 (kasus kronik)

Pasien TB tidak konversi pada pengobatan kategori 2.

Page 20: Bab 2 Portofolio (1)

12

Pasien TB dengan riwayat pengobatan TB di fasyankes Non

DOTS

Pasien TB gagal pengobatan kategori 1

Pasien TB tidak konversi setelah pemberian sisipan

Pasien TB kambuh

Pasien TByang kembali berobat setelah default

Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB MDR

ODHA dengan gejala TB-HIV

2.1.4. Klasifikasi

I. Klasifikasi Berdasarkan bagian tubuh yang terkena

a) Tuberkulosis Paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan paru tidak termasuk pleura dan kelenjar pada hilus

b) Tuberkulosis ekstra paru; tuberkulosis yang menyerang

organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,

selaput jantung (pericardium), dll

II. Klasifikasi Berdasarkan Pemeriksaan dahak

a) Tuberkulosis Paru BTA Positif

a. Sekurang - kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS

(sewaktu - pagi - sewaktu) hasilnya BTA positif

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto

thoraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan

kuman TB positif

d. 1 atau lebuh spesimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumny

hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT

b) Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Page 21: Bab 2 Portofolio (1)

13

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

negatif

b. Foto toraks abnormal sesuai gambaran tuberklosis

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non

OAT, bagi pasien dengan HIV negatif

d. Ditentukan / dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi

pengobatan

III. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya

a) Kasus Baru; adalah pasien yang belum pernah diobati

dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1

bulan (4 minggu). Pemeriksaan bisa positif atu negatif

b) Kasus yang sebelumnya diobati

a. Kasus sembuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang

sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosa kembali dengan BTA positif (apusan atau

kultur).

b. Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien

yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

c. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil

pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan

c) Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindah

keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya.

2.1.5. Patogenesis

2.1.5.1. Tb Primer

Page 22: Bab 2 Portofolio (1)

14

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman yang dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.

Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 - 2 jam,

tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan

kelembapan. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-

hari sampai buerbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang

sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel

dapat masuk ke alveoolar bila ukurannya <5 mikrometer. Kuman akan

dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan makrofag dan keluar

dari percabangan trakeobronkial bersamaan dengan gerakan silia dan

sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam

sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh

lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang

tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer atau fokus Ghon.

Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian paru. Bila menjalar sampai

ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui

saluran gastro intestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi

limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan

menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening

menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar

getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal

+ limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini

memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat

menjadi:

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat ini yang banyak

terjadi

Page 23: Bab 2 Portofolio (1)

15

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis

fibrotik, kalsifikasi di hillus, keadaan ini terdapat pada lesi

pneumonia yang luasnya >5mm dan 10% diantaranya dapat

terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

Berkomplikasi dan menyebar secara a). Perkontinuantum, yakni

menyebar kesekitarnya b). Secara bronkogen pada paru yang

bersangkitan maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga

tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus

d). Secara limfogen dan hematogen ke organ tubuh lainnya.

2.1.5.2. Tb Sekunder

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul

bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis

sekunder. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder

terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit

maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai

dengan sarang dini yang berlikasi di regio atas paru (bagian apikal-

posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah

parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru

Sarang dini ini mula-mula juga berebentuk sarang pneumonia kecil.

Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma

yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan

banyak inti) yang dikelilingi oleh sel - sel limfosit dan berbagai jaringan

ikat

TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia

muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensi,

imunitas pasien, sarang dini ini dapat berubah menjadi:

Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh

dengan serbukan jaringan firbosis. Ada yang membungkus diri

Page 24: Bab 2 Portofolio (1)

16

menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang

meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan

ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis,

menjadi lembek dan membentuk jaringan keju. Bila jaringan

keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-

mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena

infiltasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi

kavitas sklerotik. Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena

hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang

diproduksi oleh makrofag dan aktivitas sitokin yang berlebihan.

Di sini lesi sangat kecil, tertapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas

dapat: a). Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila

isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB

millier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk

lambung dan selanjutnya masuk ke usus dan menjadi TB usus. Sarang ini

selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa

juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila

ruptur ke pleura; b). Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi

tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau

dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik

kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian

menjadi mycetoma; c). Bersih dan menyembuh dengan membungkus diri

menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus,

menciut dan berbentuk seperti bintang disebut dengan stellate shaped.

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni: 1). Sarang

yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi; 2).

Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap

dan sempurna; 3). Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang

bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan

terjadinya eksaserbasi balik, sebaiknya diberi pengobatan sempurna juga

Page 25: Bab 2 Portofolio (1)

17

2.1.6. Penegakkan Diagnosis

2.1.6.1. Anamnesis

1. Gejala lokal respiratori antara lain:

Batuk – batuk lebih dari 2 minggu

Batuk berdahak dengan kadang disertai darah

Sesak nafas

Nyeri dada

Gejala – gejala diatas sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi

2. Gejala sistemiki antara lain:

Demam yang lebih dari sebulan

Malaise

Keringat malam walaupun sedang tidak beraktifitas

Anoreksia

Berat badan yang menurun dengan cepat

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain

tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang dengan gejala

tersebut diatas harus dianggap sebagai seorang “ Suspek tuberkulosis “

atau tersangka penderita TBC dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis langsung.

2.1.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin

ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu

demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.

Pada pemeriksaan fisik pasiensering tidak menunjukkan suatu

kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi

secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di

Page 26: Bab 2 Portofolio (1)

18

dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik, karena

hantaran suara yang lebih dari 4cm ke dalamparu sulit dinilai secara

palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik,

TB paru sulit dibedakan dari pneumonia biasa

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah apeks

paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan

perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan

juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar dan nyaring.

Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh pleura, suara nafasnya menjadi

vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi akan

memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan

suara amforik.

Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering

ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit

menjadi ciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang

sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih

dari setengah jumlah paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah

paru-paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis

(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya cor pulmonale dan gagal jantung

kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda seperti takipneu, takikardi,

sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur graham steel,

bunyi p2 mengeras, tekanan vena jugularis meningkat, asites.

Bila tuberkulosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura. Paru

yang sakit terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan

suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai

tidak terdengar sama sekali.

2.1.6.3. Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang

praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang

membutuhkan biaya lebih dibandingkan dengan pemeriksaan stputum,

Page 27: Bab 2 Portofolio (1)

19

tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pada

tuberkulosis pada anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal

tersebut pemeriksaan sputum hampir selalu negatif

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang

pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak seperti awan dengan batas

yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan

terlihat berupa bulatan dengan batas tegas. Lesi ini dikenal dengan nama

tuberkuloma.

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding

tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi

fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi

bayangannya tampak sebagai bercak padat dengan densitas tinggi. Pada

atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapt

terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun satu bagian paru.

Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak bercak halus

yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.

Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru

adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru

(efusi), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru (pneumotoraks).

Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan

sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas

(sklerotik/non sklerotik) maupun atelektasis, dan emfisema.

Tuberkulosis seringkali memberikan gambaran yang beragam.

Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering kali diartikan sebagai

pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus. Gambaran kavitas sering

diartikan sebagai abses paru. Disamping itu perlu diingat juga faktor

kesalahan dalam membaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai

25%. Oleh sebab itu untuk diagnostik foto radiologi sering juga dilakukan

foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi, dan foto dengan proyeksi

densitas keras.

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan

Page 28: Bab 2 Portofolio (1)

20

dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto

toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu

dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus

ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung

diagnosis TB paru BTA positif

Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak

ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.

Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotoraks, pleuritis

eksudatif, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang

mengalami hemoptosis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis

atau aspergiloma).

2.1.6.4. Sputum

Pemeriksaan sputum berfungsi utnuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan

dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3

spesimen dahak yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang

berurutan berupa Sewaktu - Pagi - Sewaktu (SPS)

S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa

sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari

kedua

P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,

segera setelah bangun tidur. Pota dahak dibawa dan diserahkan

kepada petugas Fasyankes.

S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua,

saat menyerahkan dahak pagi,

Page 29: Bab 2 Portofolio (1)

21

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD

(International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease):

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif

Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan

dengan jumlah kuman yang ditemukan

Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1)

Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2)

Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3)

2.1.6.5. Uji Kepekaan Obat Tb

Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M tuberculosis

terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di

laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu. Pemeriksaan

tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria

suspek TB-MDR

Page 30: Bab 2 Portofolio (1)

22

Gambar 2. Alur Diagnosis TB

2.1.7. Penatalaksanaan

2.1.7.1. Medikamentosa

Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan

lanjutan;

Tahap Intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan

diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap

semua OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif

tersebut diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi

tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu sebagian besar

penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada

akhir pengobatan intensif.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,

namum dalam jangka waktu yang lebih lama, pengawasan ketat

dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya

kekebalan obat. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Panduan OAT Di Indonesia

WHO dan IUATLD (Internatioal Union Against Tuberculosis and

Lung Disease) merekomendasikan panduan OAT Standart. Paduan

Page 31: Bab 2 Portofolio (1)

23

OAT ini disediakan dalam bentuk FDC (Fixed Drug Combination)

dengan tujuan untuk memudahkam pemberian obat dan menjamin

kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai satu (1)

paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa pengobatan.

a. Kategori -1 ( 2HRZE / 4H3R3 )

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),

Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) Obat-obat tersebut diberikan

setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan

tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid (H) dan Rifampisin (R)

diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk:

• Penderita baru TBC Paru BTA Positif

• Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “

sakit berat”

• Penderita TBC Ekstra Paru berat

b. Kategori –2 ( 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 )

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan

dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z),dan

Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap

lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali

dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin

diberikan setelah pemderita selesai menelan obat. Obat ini

diberikan untuk:

• Penderita kambuh (relaps)

• Penderita Gagal (failure)

• Penderita dengan Pengobatan setelah lalai (after default)

c. Kategori –3 ( 2HRZ / 4H3R3 )

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2

Page 32: Bab 2 Portofolio (1)

24

bulan ( 2HRZ ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR

selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3 ).7 Obat ini

diberikan untuk:

• Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

• Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe ( limfadenitis )

pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit , tb tulang ( kecuali tulang

belakang ) sendi dan kelenjar adrenal.

d. OAT sisipan ( HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA

positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan

ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA

positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan.

2.1.7.2. Non-medikamentosa

a) Jauhi dan bentuk lingkungan yang dapat meminimalisir faktor-

faktor risiko penyebab TB dan penyulit untuk penyembuhan TB,

seperti keadaan rumah yang lembab, asupan makanan yang

bergizi, dsb.

b) Edukasi pasien mengenai penyakit yang diderita pasien,

penatalaksanaannya (lama pengobatan, jumlah tablet yang harus

diminum, cara minum obat, efek samping obat, ciri obat yang

rusak) dan pencegahannya, serta menjelaskan kesembuhan

pasien

c) Himbau pasien untuk tidak menularkan penyakitnya ke orang

sekitarnya dengan cara tidak batuk sembarangan, menutup mulut

disaat batuk, dan tidak membuang dahak ke sembarang tempat

d) Edukasi PMO untuk menjalankan tugasnya dengan baik.

Pengawas Minum Obat (PMO) sendiri adalah salah satu

komponen dari DOTS yang berfungsi sebagai pengawasan

Page 33: Bab 2 Portofolio (1)

25

langsung kepada pasien untuk menjamin keteraturan pengobatan

pasien

2.1.8. Komplikasi

Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan

menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema,

laringitis,TB usus. Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi

pada penderita TB Paru stadium lanjut:

a) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang

dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau

tersumbatnya jalan nafas

b) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial

c) Bronkiectasis dan fribosis pada Paru

d) Peumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan

Paru

e) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,

persendian, ginjal,dll

f) Insufisiensi Kardio Pulmoner

2.1.9. Prognosis

Pasien yang tidak diobati setelah 5 tahun akan:

1. 50% meninggal

2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

2.2. Rumah Sederhana Sehat

2.2.1. Definisi

Tempat kediaman yang layak dihuni dan harganya terjangkau oleh

masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang, berupa bangunan yang

luas lantai dan luas kavelingnya memadai dengan jumlah penghuni serta

memenuhi persyaratan kesehatan rumah tinggal.

Page 34: Bab 2 Portofolio (1)

26

2.2.2. Kriteria

2.2.2.1. Kebutuhan Minimal dan Ruang

Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan

aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang

tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi,

kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil

kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan

perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m.

Ruangan minimal yang dibutuhkan:

1 ruang tidur yang memnuhi persyaratan keamanan dengan

bagian- bagiannya tertutup oleh dinding dan atap serta

memiliki pencahayaan yang cukup berdasarkan perhitungan

serta ventilasi cukup dan terlindung dari cuaca. Bagian ini

merupakan ruang yang utuh sesuai dengan fungsi utamannya.

1 ruang serbaguna merupakan ruang kelengkapan rumah

dimana didalamnya dilakukan interaksi antara keluarga dan

dapat melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. Ruang ini

terbentuk dari kolom, lantai dan atap, tanpa dinding sehingga

merupakan ruang terbuka namun masih memenuhi

persyaratan minimal untuk menjalankan fungsi awal dalam

sebuah rumah sebelum dikembangkan.

1 kamar mandi/kakus/cuci marupakan bagian dari ruang

servis yang sangat menentukan apakah rumah tersebut dapat

berfungsi atau tidak, khususnya untuk kegiatan mandi cuci

dan kakus.

2.2.2.2. Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan

a) Pencahayaan

Page 35: Bab 2 Portofolio (1)

27

Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan

sebagai pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan

yang dimaksud adalah penggunaan terang langit, dengan

ketentuan sebagai berikut:

cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan,

ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya,

ruang kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara

merata.

Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke

dalam ruangan ditentukan oleh:

kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata),

lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya

penglihatan

sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1

jam setiap hari,

cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan

jam 16.00.

Nilai faktor langit minimum dalam ruangan pada siang hari

tanpa bantuan penerangan buatan, akan sangat dipengaruhi

oleh:

tata letak perabotan rumah tangga, seperti lemari, meja tulis

atau meja makan,

bidang pembatas ruangan, seperti partisi, tirai masif.

b) Penghawaan

Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk

bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan sangat

berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada

Page 36: Bab 2 Portofolio (1)

28

bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan

kesegaran terhadap penghuni dan terciptanya rumah

yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau pergantian

udara secara kontinyu melalui ruangan- ruangan, serta

lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau

partisi sebagai ventilasi.

Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan

dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan

dengan memberikan atau mengadakan peranginan

silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai

berikut:

Lubang penghawaan minimal 5% (lima persen) dari luas

lantai ruangan.

Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara

yang mengalir keluar ruangan.

Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau

kamar mandi/WC.

c) Suhu Udara dan Kelembapan

Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara

dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh

manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan

sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan.

Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan

ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan

kelembaban tinggi dalam ruangan.

Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk

ruangan dan penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu

memperhatikan:

Page 37: Bab 2 Portofolio (1)

29

keseimbangan penghawaan antara volume udara yang

masuk dan keluar.

pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan

tidak bergerak.

menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas

lantai ruangan.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Penegakkan diagnosisDari anamnesis Pasien YO mengeluh batuk kronis lebih kurang

1 bulan, berat badan menurun, dan mengalami demam yang tidak terlalu

tinggi sekitar 7 hari pertama sakit. Dari gejala diatas dapat dikatakan YO

merupakan suspek TB dan dirujuk ke RS Paru. Pada tanggal 5 januari

2016 pasien YO melakukan foto rontgen, dari situ dilihat bahwa terdapat

infiltrat diseluruh lapang paru sebelah kiri hal ini mirip dengan

pneumonia. Lalu pada tanggal 6 januari 2016 dilakukan pemeriksaan

dahak SPS yang hasilnya +, +, +. Dari pemeriksaan dahak SPS dapat

disimpulkan YO menderita TB.

Dari kasus diatas juga dapat dilihat RS paru tidak mengikuti

strategi DOTS yang disepakati. Seharusnya pasien yang dirujuk dengan

suspek TB langsung dilakukan pemeriksaan sputum SPS. Pada pasien ini

(+,+,+) tidak perlu dilakukan pemeriksaan rontgen sehingga dapat

menghemat biaya yang dikeluarkan.

Page 38: Bab 2 Portofolio (1)

30

Pada pasien YO tidak ditemukan adanya manifestasi klinis

tuberkulosis di bagian tubuh yang lain seperti skrofuloderma, gibbus,

flekten. Manifestasi klinis dari TB hanya ditemukan di paru-paru yaitu

berupa batuk kronis dan adanya gambaran infiltrat di lapang paru sebelah

kiri. Jadi dapat disimpulkan, pasien YO menderita TB paru.

Pada pemeriksaan dahak SPS di RS Paru didapatkan hasil +,+,

+ , hasil rontgen menunjukkan adanya infiltrat di seluruh lapang paru

bagian kiri, serta ada perbaikan setelah minum OAT, maka dapat

disimpulkan YO menderita TB paru dengan BTA positif.

Pasien belum pernah mengalami penyakit TB sebelumnya dan

tinggal di 28 Ilir yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Makrayu. Dari

sini dapat disimpulkan kasus ini bukan merupakan kasus Transfer In dan

merupakan kasus TB baru (kategori I)

Pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik pasien YO sedang

menjalani terapi intensif pengobatan TB yang sudah berlangsung selama 1

bulan. Jadi berdasarkan seluruh data diatas pasien YO dapat didiagnosis

dengan TB paru BTA positif kasus baru dalam fase pengobatan intensif.

3.2. Tatalaksana

Pasien YO berdasarkan diagnosisnya yaitu TB paru BTA positif

kasus baru dalam fase pengobatan intensif ditatalaksana dengan

pengobatan OAT berupa 4 FDC selama 1 bulan lagi sebanyak 3 tablet

sehari (sebelumnya 2 tablet sehari) , jumlah tablet ini ditentukan

berdasarkan berat badan pasien. Menjelang akhir pengobatan dilakukan

pemeriksaan dahak kembali untuk menentukan tindakan selanjutnya. Bila

masih positif dilakukan fase sisipan, jika negatif dilakukan fase lanjutan.

Pada kasus ini FDC diberikan selama 1 bulan. Hal ini benar dengan

pertimbangan seperti rumah pasien yang jauh dan sulitnya transportasi dan

juga sudah dituliskan di etiket nama, alamat, tanggal pemakaian obat, dan

kapan pasien harus kembali. Namun, jika tidak ada kendala seperti yang

disebutkan diatas sebaiknya FDC diberikan untuk 1 minggu.

Page 39: Bab 2 Portofolio (1)

31

3.3. Aspek Kesling

Berdasarkan kriteria yang ada dalam Keputusan Menteri

Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002

tempat tinggal pasien YO belum memenuhi standart, hal ini bisa

dilihat dari Aspek:

Kebutuhan Minimal dan ruang. Rumah YO tidak memenuhi ini

karena hanya seluas 15m2 dimana terdapat 5 anggota keluarga.

Setidaknya untuk 5 anggota keluarga rumah YO harus seluas 45m2.

Ketinggian rumah YO pun kurang dari minimal yaitu hanya setinggi

2,5 m. Di rumah YO tidak ada ruang khusus kamar tidur, ruang

serbaguna (ruang keluarga) dan ruang untuk MCK. Di rumah YO

hanya hanya terdapat 1 ruangan yang multifungsi baik sebagai dapur,

ruang keluarga, maupun ruang tidur, untuk MCK sendiri YO

menggunakan kamar mandi umum yang ada di dekat rumahnya

Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan

Pencahayaan, di rumah YO pencahayaannya kurang, hal ini bisa

dilihat ketika sianghari, keluarga YO masih menggunakan

penerangan buatan. Walaupun jendela dan pintu selalu dibuka

pada saat pagi hingga sore hari namun cahaya yang masuk masih

kurang

Penghawaan, Luas lubang penghawaan dri rumah YO adalah

seluas 0,15m2 dimana luas lantainya 15 m2 atau hanya 1% daru

luas lantai, hal ini masih kurang, minimal luas lubang

penghawaan adalah 5% dari luas lantai. Udara yang masuk tidak

berasal dari asap dapur atau kamar mandi. Di dalam rumah

walaupun sudah menggunakan kompor gas hawa di dalam

rumah masih tercampur dengan asap dapur.

Suhu Udara dan Kelembapan. Suhu udara dalam rumah cukup

nyaman sedangkan kelembapannya cukup lembab hal ini

dikarenakan sinar matahari yang masuk kurang.

Page 40: Bab 2 Portofolio (1)

32

3.4. Home Visite

1. Fungsi Holistik, merupakan fungsi keluarga yang meliputi fungsi

biologis, fungsi psikologis, dan fungsi sosial ekonomis.

Fungsi biologis : didalam kelurga ini tidak terdapat penyakit

yang menurun yaitu seperti thalasemia, hemophilia, dll. Namun

terdapat penyakit menular.

Fungsi psikologis : keluarga ini memiliki fungsi psikologis yang

baik, tidak terdapat kesulitan dalam menghadapi setiap masalah

yang ada pada keluarga, serta hubungan antara anggota keluarga

yang harmonis.

Fungsi sosial ekonomi ; kondisi ekonomi keluarga ini menengah

ke bawah, ayah bekerja sebagai tukang becak dan Ibu bekerja

sebagai PRT, keluarga ini juga berperan aktif dalam setiap

kegiatan dan kehidupan sosial di masyarakat.

2. Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR

score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga

ditinjau dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap

hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score

meliputi:

Adaptation : keluarga ini sudah mampu beradaptasi antar

sesama anggota keluarga, saling mendukung, saling menerima

dan memberikan saran satu dengan yang lainnya.

Partnership : komunikasi dalam keluarga ini sudah baik,

mereka saling membagi, saling mengisi antar anggota keluarga

dalam setiap masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.

Growth : Keluarga ini juga saling memberikan dukungan antar

anggota keluarga akan hal-hal yang baru yang dilakukan anggota

keluarga tersebut.

Page 41: Bab 2 Portofolio (1)

33

Affection : interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota

keluarga ini sudah terjalin dengan cukup baik.

Resolve : keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup

tinggi dan kadang-kadang menghabiskan waktu bersama dengan

anggota keluarga lainnya.

3. Fungsi Patologis dinilai dengan SCREEM score.

Social , interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar sudah

cukup baik.

Culture , keluarga ini memberikan apresiasi dan kepuasan yang

cukup terhadap budaya, tata karma, dan perhatian terhadap

sopan santun.

Religious , keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai

dengan ajaran agama yang dianutnya.

Economic , status ekonomi keluarga ini menengah ke bawah.

Educational , tingkat pendidikan keluarga ini kurang, dimana

ayah dan ibu tamatan SD.

Medical , keluarga ini sudah mampu mendapat pelayanan

kesehatan yang memadai.

Page 42: Bab 2 Portofolio (1)

34

DAFTAR PUSTAKA

CDC. 2013. Tuberculosis. (http://www.cdc.gov/tb/). Diakses tanggal 29 Juli 2015

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI, 2011

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta:PDPI.

Raviglione MC, O’Brien RJ. Tuberculosis, In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th edition. New York : The McGraw-Hill Companies, 2005 : 953-966

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan. 2011. Stop TB Terobosan Menuju Akses Universal: Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010 – 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kementrian Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No: 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembanguan Rumah sederhana Sehat

Page 43: Bab 2 Portofolio (1)

35