Bab 2 Penalaran

61

Click here to load reader

description

TEORI AKUNTANSI

Transcript of Bab 2 Penalaran

Page 1: Bab 2 Penalaran

Penalaran 41

2Penalaran (Reasoning)

Scientists, being only human, cannot always admit their errors,even when confronted with strict proof.

(Thomas S. Kuhn, 1970)

Telah disebutkan dalam Bab 1 bahwa pengertian teori akuntansi dalam buku inidifokuskan pada pengertian teori sebagai suatu penalaran logis untuk menjelas-kan bagaimana suatu standar akuntansi diturunkan, dikembangkan, atau dipilih.Penalaran sangat penting perannya dalam belajar teori akuntansi karena teoriakuntansi menuntut kemampuan penalaran yang memadai. Teori akuntansibanyak melibatkan proses penilaian kelayakan dan validitas suatu pernyataan danargumen. Penalaran memberi keyakinan bahwa suatu pernyataan atau argumenlayak untuk diterima atau ditolak. Penalaran logis merupakan salah satu saranauntuk memverifikasi validitas suatu teori.

Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir logisyang menjadi basis dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu cirisikap (attitude) ilmiah yang sangat menuntut kesungguhan (commitment) dalammenemukan kebenaran ilmiah.1 Sikap ilmiah membentengi sikap untuk meme-cahkan masalah secara serampangan, subjektif, pragmatik, dan emosional. Karenapentingnya masalah penalaran ini, bab ini membahas secara khusus pengertianpenalaran dan berbagai aspeknya serta aplikasinya dalam akuntansi.

Pengertian

Sebagai titik tolak pembahasan, diajukan pengertian penalaran oleh Nickerson(1986) sebagai berikut:2

Reasoning encompasses many of the processes we use to form and evaluatebeliefs—beliefs about the world, about people, about the truth or falsity of claimswe encounter or make. It involves the production and evaluation of arguments,the making of inferences and the drawing of conclusions, the generation and

1Istilah kebenaran dalam pembahasan di sini tidak dimaksudkan dalam pengertian kebenaranmutlak (absolute truth) tetapi lebih dalam pengertian kebenaran ilmiah yang dibatasi oleh kemampuanpenalaran manusia. Kebenaran mutlak adalah milik Tuhan. Oleh karena itu, walaupun digunakan isti-lah kebenaran, kebenaran di sini harus lebih diartikan sebagai validitas. Lihat catatan kaki 16 di Bab 1.

2Raymond S. Nickerson, Reflections on Reasoning (Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates,Publisher, 1986). Pembahasan di bab ini banyak didasarkan atas buku tersebut.

Page 2: Bab 2 Penalaran

42 Bab 2

testing of hypotheses. It requires both deduction and induction, both analysisand synthesis, and both criticality and creativity (hlm. 1-2).

Dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematisuntuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan (belief) terhadap suatupernyataan atau asersi (assertion). Pernyataan dapat berupa teori (penjelasan)tentang suatu fenomena atau realitas alam, ekonomik, politik, atau sosial. Pena-laran perlu diajukan dan dijabarkan untuk membentuk, mempertahankan, ataumengubah keyakinan bahwa sesuatu (misalnya teori, pernyataan, atau penjelas-an) adalah benar. Penalaran melibatkan inferensi (inference) yaitu proses penu-runan konsekuensi logis dan melibatkan pula proses penarikan simpulan/konklusi(conclusion) dari serangkaian pernyataan atau asersi. Proses penurunan simpulansebagai suatu konsekuensi logis dapat bersifat deduktif maupun induktif. Penalar-an mempunyai peran penting dalam pengembangan, penciptaan, pengevaluasian,dan pengujian suatu teori atau hipotesis.

Teori (pernyataan-pernyataan teoretis) merupakan sarana untuk menyata-kan suatu keyakinan sedangkan penalaran merupakan proses untuk mendukungkeyakinan tersebut. Oleh karena itu, keyakinan (terhadap suatu teori atau per-nyataan) berkisar antara lemah sampai kuat sekali atau memaksa (compelling)bergantung pada kualitas atau keefektifan penalaran dalam menimbulkan dayabujuk atau dukung yang dihasilkan.

Unsur dan Struktur Penalaran

Struktur dan proses penalaran dibangun atas dasar tiga konsep penting yaitu:asersi (assertion), keyakinan (belief), dan argumen (argument). Struktur penalaranmenggambarkan hubungan ketiga konsep tersebut dalam menghasilkan dayadukung atau bukti rasional terhadap keyakinan tentang suatu pernyataan.

Asersi adalah suatu pernyataan (biasanya positif) yang menegaskan bahwasesuatu (misalnya teori) adalah benar. Bila seseorang mempunyai kepercayaan(confidence) bahwa statemen keuangan itu bermanfaat bagi investor adalah benar,maka pernyataan “statemen keuangan itu bermanfaat bagi investor” merupakankeyakinannya. Asersi mempunyai fungsi ganda dalam penalaran yaitu sebagai ele-men pembentuk (ingredient) argumen dan sebagai keyakinan yang dihasilkan olehpenalaran (berupa simpulan). Artinya, keyakinan yang dihasilkan dinyatakandalam bentuk asersi pula. Dengan demikian, asersi merupakan unsur pentingdalam penalaran karena asersi menjadi komponen argumen (sebagai masukanpenalaran) dan merupakan cara untuk merepresentasi atau mengungkapkankeyakinan (sebagai keluaran penalaran).

Keyakinan adalah tingkat kebersediaan (willingness) untuk menerima bahwasuatu pernyataan atau teori (penjelasan) mengenai suatu fenomena atau gejala(alam atau sosial) adalah benar. Orang mendapatkan keyakinan akan suatu per-nyataan karena dia melekatkan kepercayaan terhadap pernyataan tersebut.Orang dapat dikatakan mempunyai keyakinan yang kuat kalau dia bersediabertindak (berpikir, berperilaku, berpendapat, atau berasumsi) seakan-akan

Page 3: Bab 2 Penalaran

Penalaran 43

keyakinan tersebut benar. Keyakinan merupakan unsur penting penalaran karenakeyakinan menjadi objek atau sasaran penalaran dan karena keyakinan menentu-kan posisi (paham) dan sikap seseorang terhadap suatu masalah yang menjaditopik bahasan.

Argumen adalah serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan infe-rensi atau penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Biladihubungkan dengan argumen, keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dile-katkan pada suatu pernyataan konklusi atas dasar pemahaman dan penilaiansuatu argumen sebagai bukti yang masuk akal. Oleh karena itu, argumen menjadiunsur penting dalam penalaran karena tia3 digunakan untuk membentuk, meme-lihara, atau mengubah suatu keyakinan. Gambar 2.1 menunjukkan secara diagra-matik proses penalaran secara umum.

Gambar 2.1Proses atau Struktur Penalaran

Gambar di atas menunjukkan bahwa argumen dalam proses penalaran meru-pakan salah satu bentuk bukti yang oleh Mautz dan Sharaf (1964) disebut sebagaiargumentasi rasional (rational argumentation).4 Dua jenis bukti yang lain adalahbukti natural (natural evidence) dan bukti ciptaan (created evidence). Bukti dalambentuk argumen rasional akan banyak diperlukan dalam teori akuntansi yangmembahas masalah konseptual khususnya bila akuntansi dipandang sebagaiteknologi dan teori akuntansi diartikan sebagai penalaran logis. Bukti adalah

3Kata ini digunakan untuk menunjuk kata argumen. Dalam buku ini, kata tia (sebagai padankata it dalam bahasa Inggris) kadangkala digunakan sebagai kata ganti penunjuk nomina sebagaivarian kata dia yang digunakan sebagai kata ganti penunjuk orang ketiga. Sebagai objek (pelengkappenderita) atau untuk menyatakan kata ganti posesif (padan kata its dalam bahasa Inggris), kata nyasebagai akhiran masih tetap dapat digunakan. Dengan penalaran yang sama, kata meretia akandigunakan dalam buku ini sebagai padan kata they untuk kata ganti penunjuk benda (nomina) jamak.

4R. K. Mautz dan Hussein A. Sharaf, The Philosophy of Auditing (Sarasota, FL: AmericanAccounting Association, 1964), hlm. 68.

Asersi

AsersiAsersi

inferensiinferensi

inferensi

Asersi

Asersi

Asersi

Asersikonklusi

Asersi sebagai elemen

argumenArgumen

Keyakinanbahwa asersi

konklusi benar

Masukan Proses Keluaran

Page 4: Bab 2 Penalaran

44 Bab 2

sesuatu yang memberi dasar rasional dalam pertimbangan (judgment) untukmenetapkan kebenaran suatu pernyataan (to establish the truth). Dalam hal teoriakuntansi, pertimbangan diperlukan untuk menetapkan relevansi atau keefek-tifan suatu perlakuan akuntansi untuk mencapai tujuan akuntansi. Gambar 2.2 dibawah ini menunjukkan peran argumen sebagai bukti.

Gambar 2.2Arti Penting Argumen Sebagai Bukti

Perlu dicatat bahwa keyakinan yang diperoleh seseorang karena kekuatanatau kelemahan argumentasi adalah terpisah dengan masalah apakah pernyataanyang diyakini itu sendiri benar (true) atau takbenar (false). Dapat saja seseorangmemegang keyakinan yang kuat terhadap sesuatu yang salah atau sebaliknyamenolak suatu pernyataan yang benar (valid). Berikut ini dibahas lebih lanjutkonsep atau komponen penalaran.

Asersi

Asersi (pernyataan) memuat penegasan tentang sesuatu atau realitas. Padaumumnya asersi dinyatakan dalam bentuk kalimat. Berikut ini adalah contohbeberapa asersi (beberapa adalah asersi dalam akuntansi):

• Manusia adalah makhluk sosial.• Semua binatang menyusui mempunyai paru-paru.• Beberapa obat batuk menyebabkan kantuk.• Tidak ada ikan hias yang melahirkan.• Partisipasi mempengaruhi kinerja. • Statemen aliran kas bermanfaat bagi investor dan kreditor.• Perusahaan besar akan memilih metoda MPKP.• Informasi sumber daya manusia harus dicantumkan di neraca.• Dalam sektor publik, anggaran merupakan alat pengendalian dan

pengawasan yang paling andal.

Beberapa asersi mengandung pengkuantifikasi yaitu semua (all), tidak ada(no), dan beberapa (some). Asersi yang memuat pengkuantifikasi semua dan tidakada merupakan asersi universal sedangkan yang memuat penguantifikasi bebera-pa merupakan asersi spesifik. Asersi spesifik dapat disusun dengan pengkuanti-

Semua A adalah CB bukan AB bukan C

Argumensebagai bukti

membentuk,memelihara,mengubah

Keyakinan bahwa pernyataan benar

sebagai bukti

B bukan C

Page 5: Bab 2 Penalaran

Penalaran 45

fikasi sedikit, banyak, sebagian besar, atau bilangan tertentu. Pengkuantifikasidiperlukan untuk menentukan ketermasukan (inclusiveness) atau keuniversalanasersi. “Burung dapat terbang” tidak dapat diinterpretasi sebagai asersi universalkarena kita tahu kecualian terhadap asersi tersebut yaitu misalnya burung unta(yang tidak dapat terbang). Tanpa pengkuantifikasi ketermasukan akan sangatsulit ditentukan. Misalnya seseorang mengajukan asersi “Pria lebih beratbadannya daripada wanita.” Asersi tersebut meragukan (ambigus) karena sulituntuk diinterpretasi apa maksud sesungguhnya asersi tersebut. Asersi tersebutdapat berarti:

Semua pria lebih berat badannya daripada semua wanita?Beberapa pria lebih berat badannya daripada semua wanita?Beberapa pria lebih berat badannya daripada beberapa wanita?Sebagian besar pria lebih berat badannya daripada sebagian besar wanita?Berat badan rata-rata pria lebih besar daripada berat rata-rata wanita?

Asersi-asersi yang dicontohkan di atas lebih menyatakan makna atau arti(meaning) daripada struktur atau bentuk (form). Menyajikan asersi berdasar artisering menimbulkan salah interpretasi karena keterbatasan bahasa atau karenakesalahan bahasa. Bila digunakan sebagai unsur argumen, penyajian makna dapatmengacaukan evaluasi argumen. Dalam mengevaluasi argumen harus dipisahkanantara validitas penalaran dan kesetujuan terhadap (kebersediaan menerima)kebenaran isi asersi. Oleh karena itu, asersi sering disajikan dalam struktur ataudiagram tanpa menunjukkan arti. Penyajian struktur umum asersi adalah:

Semua A adalah B.Tidak ada satupun A adalah B.Beberapa A adalah B.

Dengan cara di atas, orang akan lebih memperhatikan validitas asersi daripa-da isi asersi karena simbol A atau B dapat diganti dengan apapun sesuai dengantopik yang dibahas. Misalnya A dapat berisi “badan usaha milik negara (BUMN)”dan B berisi “perusahaan pencari laba (PPL).” Dalam contoh ini, badan usahadisamakan dengan perusahaan. Dengan cara ini, asersi lebih dinilai atas dasarstrukturnya daripada atas dasar penerimaan atau kesetujuan terhadap isi asersiyang diajukan. Dengan demikian, dapat terjadi bahwa suatu asersi valid (benarsecara struktural) tetapi tidak mempunyai kandungan empiris. Pernyataan“Semua A adalah B” adalah valid secara struktural tetapi tidak berkaitan dengandunia nyata atau pengamatan empiris.

Struktur asersi dapat disajikan pula dalam bentuk diagram untuk memper-oleh kejelasan mengenai hubungan antara kelas (himpunan) objek yang satudengan lainnya. Gambar 2.3 di halaman berikut merepresentasi asersi berstruk-tur “semua A adalah B” yang berisi “Semua badan usaha milik negara adalahperusahaan pencari laba” dalam bentuk diagram.

Page 6: Bab 2 Penalaran

46 Bab 2

Gambar 2.3Penyajian Asersi Dengan Diagram

Dalam representasi di atas, semua kelas objek di luar lingkaran BUMNmerepresentasi himpunan perusahaan non-BUMN. Demikian juga, semua kelasobjek di luar lingkaran PPL merepresentasi himpunan non-PPL. Dalam hal ini,himpunan yang merepresentasi PPL juga termasuk himpunan yang merepresen-tasi BUMN. Gambar 2.4 di bawah ini menunjukkan dalam bentuk diagram carauntuk merepresentasi himpunan non-BUMN pencari laba (gambar kiri) dan non-perusahaan pencari laba (gambar kanan).

Gambar 2.4

Non-BUMN direpresentasi dalam Gambar 2.4 kiri dengan area abu-abu. Non-perusahaan pencari laba di Gambar 2.4 kanan (area yang diarsir) meliputi segalamacam unit organisasi yang tidak terbatas pada unit organisasi yang disebut peru-sahaan atau pencari laba. Jadi, area non-PPL sebenarnya merepresentasi universa(universe) himpunan yang tak terbatas sehingga areanya tidak dapat dibatasimenjadi empat persegi panjang seperti di atas. Penggambaran seperti itu semata-mata merupakan konvensi untuk merepresentasi suatu universa.

BUMN

Himpunan semua perusahaan milik negara

Asersi:Semua BUMN adalah PPL

Himpunan semua perusahaan pencari laba

Perusahaanpencari laba

BUMN

Perusahaanpencari laba

BUMN

Non-BUMNpencari laba

Non-pencari laba

BUMN

Non-BUMNpencari laba

Page 7: Bab 2 Penalaran

Penalaran 47

Universa non-BUMN dapat direpresentasi seperti pada Gambar 2.4 kanandengan mengarsir pula area pencari laba non-BUMN. Pada contoh di atas, BUMNtermasuk dalam himpunan perusahaan pencari laba. Hubungan semacam inimerupakan hubungan inklusi (inclusion) dengan struktur “Semua A adalah B.”Hubungan dapat pula bersifat peniadaan atau eksklusi (exclusion) atau bersifattumpang-tindih atau saling-isi (overlap) seperti dalam struktur berikut:

Tidak ada satupun A adalah B (eksklusi).Beberapa A adalah B (saling-isi).

Hubungan di atas digunakan untuk merepresentasi kenyataan bahwa tidaksatu pun BUMN adalah perusahan non-pencari laba (NPL) atau kenyataan bahwabeberapa BUMN adalah perusahaan pencari laba (PL). Hubungan ini dapatdilukiskan dengan diagram dalam Gambar 2.5 di bawah ini. Dalam gambar terse-but, diagram kiri merepresentasi asersi eksklusi dan diagram kanan merepresen-tasi asersi saling-isi (bagian yang diarsir).

Gambar 2.5

Representasi asersi dengan diagram bertujuan untuk menjelaskan asersi ver-bal yang meragukan maksudnya. Asersi verbal berbunyi “Beberapa A adalah B”hanya memberitahu bahwa beberapa A adalah B tetapi tidak menunjukkanhubungan antara himpunan A dan himpunan B secara lengkap. Jadi, tidak dike-tahui apakah himpunan B termasuk di dalam himpunan A atau tidak (saling-isi).Gambar 2.6 di halaman berikut menunjukkan cara merepresentasi asersi verbal“Beberapa A adalah B” atas dasar informasi tentang hubungan himpunan.

Bila diketahui bahwa terdapat A yang bukan B dan terdapat B yang bukan A,diagram (1) merupakan representasi yang tepat. Akan tetapi, bila area B yangbukan A tidak mempunyai anggota (kosong), representasi dalam diagram (2) lebihtepat. Bila tidak ada informasi tambahan apapun, kedua diagram tersebut dapatmerepresentasi asersi “Beberapa A adalah B.”5

Dalam bahasa matematika, area yang diarsir pada diagram (1) dalam Gambar2.6 disebut dengan interseksi (intersection), produk (product), atau konjungsi (con-junction). Kombinasi dua kelas atau himpunan disebut dengan uni (union), tam-

BUMN NPL BUMN PL

Page 8: Bab 2 Penalaran

48 Bab 2

bah (sum), atau-inklusif (inclusive or), atau disjungsi (disjunction). Kombinasi duahimpunan tidak termasuk bagian yang saling-isi disebut dengan atau-eksklusif(exclusive or) atau disjungsi eksklusif (exclusive disjunction).

Gambar 2.6

Dalam menyatakan asersi, perlu dibedakan penggunaan kata non dan nir.6

Non (dari kata Inggris non) berarti bukan dan bersifat komplementer. Walaupundemikian, dalam pemakaiannya kata non lebih bermakna sebagai suatu orientasidaripada klasifikasi. Sebagai contoh, kata non-profit lebih bermakna “tidakmementingkan profit” daripada tidak ada atau tanpa profit. Berbeda dengan non,nir (dari kata Inggris -less) berarti tanpa dan tidak harus bersifat komplementerdan juga tidak harus mengklasifikasi. Kata yang tepat menggunakan nir misalnyasugarless (tanpa gula atau nirgula), useless (tanpa guna atau nirguna), riskless(tanpa risiko atau nirrisiko), atau scripless (tanpa skrip). Jadi, non-profit jelas ber-beda dengan nir-profit. Oleh karena itu, tidak tepat pulalah memadankatakannon-profit dengan nirlaba.7

Interpretasi Asersi

Untuk menerima kebenaran suatu asersi, harus dipastikan lebih dahulu apa artiatau maksud asersi. Sangat penting sekali untuk memahami arti asersi untukmenentukan keyakinan terhadap kebenaran asersi tersebut. Untuk memahami

5Bila benar bahwa semua A adalah B atau bila A dan B merupakan himpunan yang sama, benarjuga dikatakan bahwa beberapa A adalah B. Dalam hal ini, representasi dalam diagram akan menun-jukkan area A ada di dalam area B atau area A berimpitan (saling isi penuh) dengan area B. Bila tidakada informasi tersebut, pada umumnya asersi “Beberapa A adalah B” diartikan sebagaimana direpre-sentasi dalam diagram (1) atau (2) dalam Gambar 2.6.

6Dalam tata bahasa, kata-kata semacam ini disebut pro-leksem. Penulisannya di depan dan mele-kat pada kata yang diwatasi.

7Istilah nirlaba digunakan oleh Ikatan Akuntan Indonesa (IAI) dalam Standar Akuntansi Keu-angan 2002 (PSAK No. 45).

A B

A

B

(1) (2)

Page 9: Bab 2 Penalaran

Penalaran 49

maksud asersi, orang juga harus mempunyai pengetahuan tentang subjek atautopik yang dibahas. Kesalahan interpretasi dapat terjadi karena dua bentuk asersiyang berbeda dapat berarti dua hal yang sama atau dua hal yang sangat berbeda.Perhatikan beberapa contoh bentuk asersi berikut:

(1) Semua A adalah B.(2) Semua B adalah A. (3) Tidak satu pun A adalah B.(4) Tidak satu pun B adalah A.(5) Beberapa A adalah B.(6) Tidak semua A adalah B.

Asersi (1) jelas berbeda arti dan bentuknya dengan asersi (3). Demikian juga,asersi (1) jelas berbeda dengan asersi (2). Kesalahan menginterpretasi asersi (1)sama dengan asersi (2) disebut dengan kesalahan konversi premis (premise conver-sion error).

Asersi (3) mempunyai makna yang sama dengan asersi (4) karena kalau asersiyang satu benar, tidak mungkin asersi yang lain salah. Dalam hal ini, asersi yangsatu merupakan implikasi asersi yang lain. Bila asersi (3) benar, dengan sendiri-nya asersi (4) juga benar.

Dalam percakapan sehari-hari, asersi (5) sering disamakan dengan asersi (6)dan dapat disaling-tukar penggunaannya. Artinya, dianggap bahwa bila asersi (5)benar dengan sendirinya asersi (6) juga benar. Interpretasi yang lebih teliti secaralogis dapat menunjukkan perbedaan makna kedua asersi tersebut. Asersi (5)menegaskan bahwa terdapat beberapa A yang juga B tetapi tidak mementingkanapakah terdapat beberapa A yang bukan B. Dapat saja beberapa A yang bukan Btidak ada. Di lain pihak, asersi (6) mengandung penegasan bahwa terdapat bebera-pa A yang bukan B tetapi tidak mementingkan informasi bahwa terdapat bebera-pa B yang bukan A. Asersi ini biasanya merupakan penyangkalan terhadap asersi“Semua A adalah B.” Kedua asersi dapat berbeda karena kalau asersi (5) benartidak dengan sendirinya asersi (6) juga benar. Jadi, makna beberapa dan tidaksemua dapat berarti dua hal yang sama atau berbeda bergantung pada konteksyang dibahas atau informasi yang tersedia.

Asersi untuk Evaluasi Istilah

Representasi asersi dalam bentuk diagram dapat digunakan untuk mengevaluasiketepatan makna suatu istilah. Sebagai contoh, manakah istilah yang tepat antarabersertifikat akuntan publik (BAP) dan akuntan publik bersertifikat(APB) sebagai padan kata certified public accountant (CPA).

Bersertifikat akuntan publik bermakna himpunan (set) orang-orang yang ber-sertifikat dan salah satu subhimpunannya adalah akuntan publik. Sesuai denganmakna aslinya, akuntan publik bersertifikat bermakna sebagai subhimpunanakuntan publik dan akuntan publik merupakan subhimpunan akuntan. Diagramberikut menjelaskan perbedaan makna kedua istilah tersebut.

Page 10: Bab 2 Penalaran

50 Bab 2

Gambar 2.7Perbedaan Makna BAP dan APB

Gambar di atas menunjukkan bahwa penggunaan istilah bersertifikat akun-tan publik alih-alih (instead of) akuntan publik bersertifikat merupakan suatukesalahan fatal. Kesalahan tersebut disebabkan oleh tidak dipahaminya maknaistilah aslinya, tidak dipahaminya teori himpunan, dan tidak ditaatinya kaidahditerangkan-menerangkan (DM) dalam bahasa Indonesia. Bahasa Inggris meng-gunakan kaidah menerangkan-diterangkan (MD). Kesalahan paling telak dalamistilah BAP adalah penyimpangan kaidah DM. Sebagai analogi, blue round tablejelas tidak dapat diterjemahkan menjadi biru meja bundar atau meja birubundar karena menyalahi kaidah DM sehingga maknanya menyimpang.

Pada dasarnya, istilah merefleksi suatu asersi. Diagram sebelah kiri mengi-syaratkan asersi-asersi antara lain sebagai berikut:8

Semua akuntan publik adalah bersertifikat.Semua ahli kaca mata adalah bersertifikat.Yang tidak bersertifikat akuntan publik adalah bersertifikat dukun, ahli

pijat, dan ahli kacamata.

Di lain pihak, diagram sebelah kanan menggambarkan secara tepat maknayang dimaksud oleh istilah aslinya dalam bentuk asersi-asersi berikut:

8Bersertifikat dapat dipandang sebagai komplemen himpunan takbersertifikat yang di dalamnyaterdapat subhimpunan akuntan publik, dukun, dan sebagainya. Oleh karena itu, akan didapatkan pulasubhimpunan takbersertifikat akuntan publik. Akan tetapi, untuk menyatakan makna certifiedpublic accountant sebagai pusat perhatian, himpunan takbersertifikat akuntan publik sebagai komple-mennya tidak relevan lagi.

Makna Bersertifikat Akuntan Publik

Akuntan PublikBersertifikat

Akuntan Publik

Akuntan

Makna Akuntan Publik Bersertifikat

AhliPijat

Bersertifikat

AhliKaca Mata

AkuntanPublik

Dukun

Page 11: Bab 2 Penalaran

Penalaran 51

Semua akuntan publik adalah akuntan.Semua akuntan publik bersertifikat adalah akuntan publik.Akuntan merupakan suatu himpunan dalam universa profesi.

Uraian di atas menunjukkan bahwa makna bersertifikat akuntan publik jelassangat berbeda dengan makna akuntan publik bersertifikat. Penyimpangan mak-na tersebut sebenarnya mengisyaratkan bahwa argumen atau penalaran di balikpembentukan istilah tidak valid. Orang mestinya malu menyandang sebutan BAPyang tidak bernalar tersebut. Kriteria validitas argumen dibahas lebih lanjutdalam bagian lain bab ini.

Jenis Asersi (Pernyataan)

Untuk menimbulkan keyakinan terhadap kebenaran suatu asersi, asersi harusdidukung oleh bukti atau fakta. Untuk keperluan argumen, suatu asersi seringdianggap benar atau diterima tanpa harus diuji dahulu kebenarannya. Bila dikait-kan dengan fakta pendukung, asersi dapat diklasifikasi menjadi asumsi (assump-tion), hipotesis (hypothesis), dan pernyataan fakta (statement of fact).

Asumsi adalah asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat menga-jukan atau menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan atauasersi yang orang bersedia untuk menerima sebagai benar untuk keperluan disku-si atau debat.

Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya belum atau tidak diketahui tetapidiyakini bahwa asersi tersebut dapat diuji kebenarannya. Untuk disebut sebagaihipotesis, suatu asersi juga harus mengandung kemungkinan salah. Bila tidak adakemungkinan salah, suatu asersi akan menjadi pernyataan fakta. Hipotesisbiasanya diajukan dalam rangka pengujian teori.9 Dalam pengujian ilmiah suatuteori (hipotesis), terdapat prinsip yang disebut prinsip keterbuktisalahan (princi-ple of falsifiability) yang berbunyi bahwa untuk diperlakukan sebagai teori yangserius dan ilmiah, tia harus dapat dibuktikan salah kalau memang kenyataannyatia salah. Teori yang kuat atau yang meyakinkan adalah teori yang tidak hanyadapat dibuktikan salah tetapi juga yang tegar atau bertahan terhadap segalaupaya untuk membuktikan salah (to disprove). Prinsip ini didasari oleh pemikiranbahwa teori itu tidak dapat dibuktikan benar tetapi yang dapat dibuktikan adalahbahwa tia salah. Oleh karena itu, pengujian suatu teori baru (hipotesis) biasanyadiarahkan untuk menyanggah teori lawan. Pendekatan atau strategi semacam inidikenal sebagai pendekatan penyanggahan ilmiah (scientific refutation).

Pernyataan fakta adalah asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakinisangat kuat atau bahkan tidak dapat dibantah. Contoh asersi sebagai pernyataanfakta adalah: semua orang akan meninggal, satu hari sama dengan 24 jam,matahari merupakan pusat orbit tata surya, dan penduduk kota Jakarta lebihpadat daripada penduduk kota Solo.

9Dalam penelitian empiris, hipotesis merupakan penjabaran suatu proposisi (proposition).

Page 12: Bab 2 Penalaran

52 Bab 2

Fungsi Asersi

Telah ditunjukkan dalam Gambar 2.1 bahwa asersi merupakan bahan olah dalamargumen. Dalam argumen, asersi dapat berfungsi sebagai premis (premise) dankonklusi (conclusion). Premis adalah asersi yang digunakan untuk mendukungsuatu konklusi. Konklusi adalah asersi yang diturunkan dari serangkaian asersi.Suatu argumen paling tidak berisi satu premis dan satu konklusi. Karena premisdan konklusi keduanya merupakan asersi, konklusi (berbentuk asersi) dalamsuatu argumen dapat menjadi premis dalam argumen yang lain.

Ketiga jenis asersi yang dibahas sebelum ini—asumsi, hipotesis, pernyataanfakta—dapat berfungsi sebagai premis dalam suatu argumen. Dalam hal ini, prin-sip yang harus dipegang adalah bahwa kredibilitas konklusi tidak dapat melebihikredibilitas terendah premis-premis yang digunakan untuk menurunkan konklu-si. Artinya, kalau konklusi diturunkan dari serangkaian premis yang salah satumerupakan pernyataan fakta dan yang lain asumsi, konklusi tidak dapat dipan-dang sebagai pernyataan fakta. Dengan kata lain, keyakinan terhadap konklusidibatasi oleh keyakinan terhadap premis.

Keyakinan

Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwaasersi tersebut benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan (confidence) ten-tang kebenaran yang dilekatkan pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercayakarena adanya bukti yang kuat untuk menerimanya sebagai hal yang benar.Orang dikatakan yakin terhadap suatu asersi bila dia menunjukkan perbuatan,sikap, dan pandangan seolah-olah asersi tersebut benar karena dia percaya bahwaasersi tersebut benar.10 Kepercayaan diberikan kepada suatu asersi biasanya sete-lah dilakukan evaluasi terhadap asersi atas dasar argumen yang digunakan untukmenurunkan asersi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keyakinan merupa-kan produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran. Berbagai faktor mempengaruhitingkat keyakinan seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat) asersi menen-tukan mudah-tidaknya keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran.

Properitas Keyakinan

Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi yangmenjadi konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas (sifat)keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargumen. Argumen

10Istilah keyakinan sering digunakan sebagai padan kata belief dan confidence. Istilah confidencesering diterjemahkan menjadi keyakinan atau kepercayaan. Dalam buku ini, keyakinan digunakanuntuk padan kata belief yang dibedakan dengan kepercayaan yang digunakan untuk padan kata confi-dence. Keyakinan adalah hal yang diperoleh dan dianut dari asersi sedangkan kepercayaan adalah halyang diberikan kepada asersi. Dari segi subjek (pemegang keyakinan), keyakinan arahnya masuksedangkan kepercayaan arahnya keluar. Orang menjadi yakin akan sesuatu karena dia percaya padasesuatu tersebut. Tidak ada keyakinan tanpa adanya kepercayaan; keduanya tidak dapat dipisahkan.

Page 13: Bab 2 Penalaran

Penalaran 53

dianggap berhasil kalau argumen tersebut dapat mengubah keyakinan. Berikutini dibahas properitas keyakinan yang perlu disadari dalam berargumen.

Keadabenaran

Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersiharus ada benarnya (plausible). Keadabenaran atau plausibilitas (plausibility)suatu asersi bergantung pada apa yang diketahui tentang isi asersi atau penge-tahuan yang mendasari (the underlying knowledge) dan pada sumber asersi (thesource). Pengetahuan yang mendasari (termasuk pengalaman) biasanya menjaminkebenaran asersi. Oleh karena itu, konsistensi suatu asersi dengan pengetahuanyang mendasari akan menentukan plausibilitas asersi. Dalam hal sumber, autori-tas sumber menentukan plausibilitas asersi. Artinya, kalau sumber asersi diyakinidapat dipercaya dan ahli di bidangnya (knowledgeable) tentang topik asersi, orangakan lebih bersedia meyakini asersi daripada kalau sumbernya tidak dapat diper-caya dan tidak ahli. Oleh karena itu, kadang-kadang orang menyerahkanpenilaian plausibilitas asersi kepada ahli dengan pemeo “serahkan saja pada ahli-nya.” Dengan pikiran ini, keyakinan diperoleh karena keautoritatifan sumber.Mengacu argumen pada autoritas sumber untuk mendukung kebenaran asersidisebut dengan imbauan autoritas (appeal to authority).11

Bukan pendapat

Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secaraobjektif apakah tia salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkankesepakatan (agreement) oleh setiap orang yang mengevaluasinya atas dasar faktaobjektif. Pendapat atau opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan benaratau salah karena berkaitan dengan kesukaan (preferensi) atau selera. Berbedadengan keyakinan, plausibilitas pendapat tidak dapat ditentukan. Artinya, apayang benar bagi seseorang dapat salah bagi yang lain. Walaupun dalam kenyataan-nya kedua konsep tersebut tidak dibedakan secara tegas, penalaran logis yangdibahas di sini lebih ditujukan pada keyakinan daripada pendapat.

Bertingkat

Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasimulai dari sangat maragukan sampai sangat meyakinkan (convincing). Tingkatkeyakinan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung asersi.Orang yang objektif dan berpikir logis tentunya akan bersedia untuk mengubah

11Imbauan yang dimaksud di sini adalah pemanfaatan sesuatu sebagai pelarian atau taktik untuktidak mengajukan argumen yang valid. Pemanfaatan semacam ini sebenarnya merupakan suatukecohan atau salah nalar (fallacy). Imbauan lain yang merupakan kecohan logika antara lain adalahaffirming the consequence, appeal to force, appeal to pity, dan attacking the person. Lihat kecohan laindalam Jerry Cederblom dan David W. Paulsen, Critical Reasoning (Belmont, CA: Wadsworth Publish-ing Co., 1986), hlm. 101-109. Kecohan dan taktik tersebut dibahas lebih lanjut di bagian lain bab ini.

Page 14: Bab 2 Penalaran

54 Bab 2

tingkat keyakinannya manakala bukti baru mengenai plausibilitas suatu asersidiperoleh.

Berbias

Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi,keinginan, dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan.Idealnya, dalam menilai plausibilitas suatu asersi orang harus bersikap objektifdengan pikiran terbuka (open mind). Pada umumnya, bila orang mempunyaikepentingan, sangat sulit baginya untuk bersikap objektif. Dengan bukti objektifyang sama, suatu asersi akan dianggap sangat meyakinkan oleh orang yang mem-punyai kepentingan pribadi yang besar dan hanya dianggap agak atau kurangmeyakinkan oleh orang yang netral. Demikian pula sebaliknya.

Bermuatan nilai

Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan adalahtingkat penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankanseseorang. Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keya-kinan mempunyai implikasi serius terhadap filosofi, sistem nilai, martabat, penda-patan potensial, dan perilaku orang tersebut.

Berkekuatan

Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang padakebenaran suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang ter-kandung dalam asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaranasersi lemah. Dapat dikatakan bahwa semua properitas keyakinan merupakanfaktor yang menentukan tingkat kekuatan keyakinan seseorang.

Veridikal

Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas.Realitas yang dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentangasersi yang diyakini.12 Dengan kata lain, veridikalitas adalah mudah tidaknya fak-ta ditemukan dan ditunjukkan untuk mendukung keyakinan. Misalnya keyakinanbahwa besi yang dipanasi akan memuai lebih mudah ditunjukkan (lebih veridikal)daripada keyakinan bahwa sistem sosialis dapat mengurangi kemiskinan. Dalambanyak hal, penilaian apakah benar suatu asersi sesuai dengan realitas merupa-kan hal yang sangat pelik dan bersifat subjektif. Oleh karena itu, untuk tujuan

12Realitas dalam hal ini jangan dikacaukan dengan realitas sosial yaitu apa yang nyatanya banyakdilakukan orang. Apa yang nyatanya dilakukan banyak orang tidak menjadikan apa yang dilakukan-nya itu benar. Walaupun banyak orang melakukan korupsi, tidak menjadikan korupsi itu benar (palingtidak secara moral). Kenyataan bahwa banyak akuntan menggunakan istilah beban sebagai padan kataexpense tidak menjadikan istilah tersebut benar.

Page 15: Bab 2 Penalaran

Penalaran 55

ilmiah tingkat veridikalitas keyakinan dievaluasi berdasarkan kaidah pengujianilmiah (scientific rules of evidence).

Berketertempaan

Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan denganmudah-tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang rele-van. Berbeda dengan veridikalitas, ketertempaan tidak memasalahkan apakahsuatu asersi sesuai atau tidak dengan realitas tetapi lebih memasalahkan apakahkeyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh bukti. Kelentukan ini biasanyaditentukan oleh kesungguhan pemegang keyakinan, lamanya keyakinan telahdipegang (baik secara pribadi maupun secara sosial/umum), dan konsekuensiperubahan keyakinan bagi diri pemegang. Tujuan suatu argumen adalah untukmengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk untuk berubah.

Beberapa sifat keyakinan di atas perlu disadari mengingat bahwa tujuanargumen adalah dalam rangka mencari kebenaran (the search of truth) dan bukanuntuk menyembunyikan kebenaran dengan cara pengelabuhan (deception) danpengecohan. Jadi, tujuan argumen adalah untuk merekonsiliasi ketidaksepakatan(disagreement) untuk menemukan kebenaran. Hal inilah yang mendasari pemi-kiran ilmiah untuk mengembangkan pengetahuan. Sifat-sifat keyakinan di atasmenunjukkan bahwa mengubah keyakinan melalui argumen dapat merupakanproses yang kompleks karena pengubahan tersebut menyangkut dua hal yang ber-kaitan yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang menjadi objek keyakinan.Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen sementara itu tidaksemua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tuntas.

Argumen

Dalam kehidupan sehari-hari, istilah argumen sering digunakan secara keliruuntuk menunjuk ketidaksepakatan, perselisihan pendapat (dispute), atau bahkanpertengkaran mulut (Jawa: padu). Dalam pengertian ini, argumen mempunyaikonotasi negatif. Orang yang suka bertengkar dan ingin menangnya sendiri akanmenikmati dan memburunya tetapi orang yang ingin mencari solusi atau alterna-tif pemecahan masalah yang terbaik akan menghindarinya. Dalam arti positif,argumen dapat disamakan dengan penalaran logis untuk menjelaskan atau meng-ajukan bukti rasional tentang suatu asersi. Bila seseorang mengajukan alasanuntuk mendukung suatu gagasan atau pandangan, dia biasanya menawarkansuatu argumen. Argumen dalam arti positif selalu dijumpai dalam bacaan, per-cakapan, dan dalam diskusi ilmiah. Argumen merupakan bagian penting dalampengembangan pengetahuan. Agar memberi keyakinan, argumen harus dievaluasikelayakan atau validitasnya.

Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukkan arti argumen sebagai proses dan sebagaisuatu bukti tentang keyakinan. Pengertian argumen seperti itu didasarkan atasdefinisi yang diajukan Nickerson (1986) sebagai berikut:

Page 16: Bab 2 Penalaran

56 Bab 2

An argumen is an effort to convince someone to believe or to do something. Anargumen is a set of assertion, one of which is a conclusion or key assertion, andthe rest of which are intended to support that conclusion or key assertion (hlm.69).

Anatomi Argumen

Dari definisi di atas dan Gambar 2.1 dapat dikatakan bahwa argumen terdiri atasserangkaian asersi. Asersi berkaitan dengan yang lain dalam bentuk inferensiatau penyimpulan. Asersi dapat berfungsi sebagai premis atau konklusi (atauasersi kunci) yang merupakan komponen argumen. Berikut ini adalah beberapacontoh argumen (beberapa merupakan argumen dalam akuntansi):

• Merokok adalah penyebab kanker karena kebanyakan penderita kanker adalah perokok.

• Jika suatu binatang menyusui, maka binatang tersebut mempunyai paru-paru karena semua binatang menyusui mempunyai paru-paru.

• Kreditor adalah pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan sehingga statemen keuangan harus memuat informasi tentang kemampuan membayar utang.

• Karena akuntansi menekankan substansi daripada bentuk, statemen keuangan beberapa perusahaan yang secara yuridis terpisah tetapi secara ekonomik merupakan satu perusahaan harus dikonsolidasi.

• Karena akuntansi menganut kesatuan usaha ekonomik, beberapa perusahaan yang secara yuridis terpisah harus dianggap sebagai satu kesatuan ekonomik kalau perusahaan-perusahaan tersebut ada di bawah satu kendali. Oleh karena itu, laporan konsolidasian harus disusun oleh perusahaan pengendali.

Sebagai suatu argumen, asersi yang satu harus mendukung asersi yang lainyang menjadi konklusi. Kata-kata dengan huruf miring di atas merupakan kataindikator argumen yang dapat digunakan untuk menunjuk mana premis danmana konklusi. Daftar di bagian atas halaman berikut ini memuat beberapa katayang biasanya menjadi indikator suatu argumen.13

Dalam suatu kalimat argumen, kata-kata dalam daftar tersebut secara umummengisyaratkan suatu makna “dengan alasan bahwa.” Di samping kata-kata diatas, beberapa kata kerja (verba) dapat menjadi indikator argumen seperti:menunjukkan bahwa, membuktikan bahwa, menegaskan bahwa, berimplikasibahwa, mengakibatkan bahwa, mempunyai konsekuensi bahwa, menjadi landasanberpikir bahwa, dan semacamnya.

13Dalam tata bahasa Indonesia, kata-kata tersebut berfungsi sebagai kata penghubung kalimatmajemuk (setara atau bertingkat) atau kata pengait kalimat dalam paragraf. Lihat kaidah penempatandan penggunaan kata-kata tersebut dalam kalimat atau paragraf dalam buku tata bahasa Indonesia.

Page 17: Bab 2 Penalaran

Penalaran 57

Dalam banyak hal, argumen tidak menunjukkan secara eksplisit kata-kataindikator sehingga tidak dapat segera diidentifikasi mana premis dan mana kon-klusi. Akibatnya, sulit untuk menentukan mana asersi yang mendukung danmana asersi yang didukung sehingga dapat timbul berbagai interpretasi terhadapargumen. Bila hal ini terjadi, premis dan konklusi dapat diidentifikasi dengankaidah yang oleh Cederblom dan Paulsen (1986) disebut principle of charitableinterpretation (prinsip interpretasi terdukung). Prinsip ini menyatakan bahwabila terdapat lebih dari satu interpretasi terhadap suatu argumen, argumen harusdiinterpretasi sehingga premis-premis yang terbentuk memberi dukungan yangpaling kuat terhadap konklusi yang dihasilkan. Dengan kata lain, argumen yangdipilih adalah argumen yang plausibilitasnya paling tinggi atau yang paling masukakal (valid) dalam konteks yang dibahas. Cederblom dan Paulsen memberi contohsebagai berikut:14

Serangkaian asersi di atas tidak mengandung indikator premis atau konklusisehingga argumen yang terbentuk dapat diinterpretasi sebagai berikut:

Indikator konklusi Indikator premis

Inggris

sothusthereforehencebe concluded thatconsequently

Indonesia

karena itu, jadi, makadengan demikianoleh karena ituoleh karena itudisimpulkan bahwasebagai akibatnya

Inggris

sinceforbecauseassuming thatfor the reason that

Indonesia

oleh karenakarena, mengingat karenadengan asumsi bahwadengan alasan bahwa

Anda harus datang ke seminar itu. Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu. Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.

14Walaupun Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) menganjurkan untuk menuliskata anda dengan huruf kapital, tia ditulis dengan huruf kecil dalam contoh ini (kecuali pada awalkalimat) karena tia dianggap padan kata you dalam bahasa Inggris. Seperti you, kata anda merupakankata ganti orang kedua dan bukan kata sebutan seperti Bapak, Ibu, atau Saudara. Ciri kata sebutanadalah tia dapat diikuti nama orang. Bila tidak, tia merupakan kata ganti. Sebagai kata ganti, kataanda merupakan kata yang netral serta bebas gender dan kelas masyarakat sehingga sangat dianjur-kan agar tia digunakan dalam pergaulan akademik dan ilmiah yang menghendaki kenetralan.

Interpretasi 1: Premis (1)Premis (2)

Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu.

Konklusi: Anda harus datang ke seminar itu.

Page 18: Bab 2 Penalaran

58 Bab 2

Pada interpretasi 1, jelas dapat dirasakan bahwa asersi “Anda harus datang keseminar itu” paling tepat didukung dalam argumen daripada dua asersi yang lain.Interpretasi 1 adalah yang terbaik (paling valid) dibanding interpretasi yang lainkarena bila semua premis benar, maka konklusi juga benar (yang merupakansalah satu syarat validitas argumen). Dalam hal ini, premis (1) menyatakan bahwabila anda memenuhi kondisi tertentu (berjanji) maka anda mempunyai kewajiban(menepati janji). Premis (2) menegaskan bahwa anda memenuhi kondisi berjanji(akan datang ke seminar). Kalau kedua premis benar, maka konklusi (Andaseharusnya datang ke seminar) harus benar. Dengan demikian dapat dikatakankonklusi mengikuti atau diturunkan secara logis dari (follow from) premis. Atasdasar prinsip interpretasi terdukung dan syarat validitas argumen, interpretasi 2dan 3 dapat dianalisis bahwa keduanya kurang valid dibanding interpretasi 1.

Jenis Argumen

Berbagai karakteristik dapat digunakan sebagai basis untuk mengklasifikasi argu-men. Misalnya argumen dibedakan menjadi argumen langsung dan taklangsung,formal dan informal, serta meragukan dan meyakinkan. Klasifikasi yang ditinjaudari bagaimana penalaran (reasoning) diterapkan untuk menurunkan konklusimerupakan klasifikasi yang sangat penting dalam pembahasan buku ini. Dalamhal ini, argumen dapat diklasifikasi menjadi argumen deduktif dan induktif.15

Contoh argumen yang diberikan dalam interpretasi 1, 2, dan 3 di atas sebenarnyamerupakan contoh argumen deduktif. Salah satu jenis argumen yang lain adalahargumen dengan analogi (argument by analogy). Berikut ini dibahas berbagai jenisargumen tersebut.

Interpretasi 2: Premis (1)Premis (2)

Anda harus datang ke seminar itu.Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu.

Konklusi: Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.

Interpretasi 3: Premis (1)Premis (2)

Anda harus datang ke seminar itu.Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.

Konklusi: Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu.

15Karena argumen selalu melibatkan penalaran, argumen itu sendiri sering disebut denganpenalaran. Oleh karena itu, argumen deduktif atau induktif sering disebut juga penalaran deduktifatau induktif (deductive or inductive reasoning). Penalaran induktif sebenarnya hanyalah merupakansalah satu jenis penalaran nondeduktif. Termasuk dalam penalaran nondeduktif adalah penalarandengan analogi, generalisasi empiris, dan generalisasi kausal. Lihat pembahasan lebih lanjut dalamCederblom dan Paulsen (1986), hlm. 171-205.

Page 19: Bab 2 Penalaran

Penalaran 59

Argumen Deduktif

Telah disebutkan bahwa argumen atau penalaran deduktif adalah proses penyim-pulan yang berawal dari suatu pernyataan umum yang disepakati (premis) kepernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi). Argumen deduktif disebut jugaargumen logis (logical argument) sebagai pasangan argumen ada benarnya (plau-sible argument). Argumen logis adalah argumen yang asersi konklusinya tersirat(implied) atau dapat diturunkan/dideduksi dari (deduced from) asersi-asersi lain(premis-premis) yang diajukan. Disebut argumen logis karena kalau premis-premisnya benar konklusinya harus benar (valid). Kebenaran konklusi tidak sela-lu berarti bahwa konklusi merefleksi realitas (truth). Hal inilah yang membedakanargumen sebagai bukti rasional dan bukti fisis/langsung/empiris berupa fakta.16

Salah satu bentuk penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang disebutsilogisma. Silogisma terdiri atas tiga komponen yaitu premis major (majorpremise), premis minor (minor premise), dan konklusi (conclusion). Dalam silogis-ma, konklusi diturunkan dari premis yang diajukan seperti contoh berikut:

“Semua binatang menyusui” dalam contoh di atas disebut anteseden (anteced-ent) sedangkan “mempunyai paru-paru” merupakan konsekuen (consequent).Dalam silogisma, konklusi akan benar bila kedua premis benar dan premis minormenegaskan anteseden (disebut pola modus ponens) atau premis minormenyangkal konsekuen (disebut pola modus tollens). Konklusi di atas benar kare-na “kucing binatang menyusui” menegaskan “semua binatang menyusui” sebagaianteseden. Jadi, konklusi mengikuti kedua premis secara logis. Walaupun keduapremis benar, konklusi dapat saja salah sebagaimana contoh di bawah ini:

Konklusi di atas salah karena premis minor menegaskan konsekuen bukanmenegaskan anteseden. Bila dipandang sebagai argumen, penalaran di atas tidakdapat diterima (tidak valid) karena tidak lengkapnya premis major. Memang benar

16Dalam sistem pengadilan di Amerika, dikenal apa yang disebut bukti situasional (circumstantialevidence) dan bukti langsung (direct evidence). Bukti langsung misalnya adalah orang tertangkap basahpada saat melakukan kejahatan dan ada saksi. Bukti situasional adalah bukti-bukti yang menghubung-kan tertuduh dengan kejahatan meskipun pada saat kejadian tertuduh tidak ada di tempat atau tidakada saksi mata. Orang dapat dinyatakan salah (misalnya membunuh orang) atas dasar bukti situa-sional dan penalaran logis yang meyakinkan walaupun sebenarnya dia tidak bersalah (membunuh).

Premis major:Premis minor:

Semua binatang menyusui mempunyai paru-paru.Kucing binatang menyusui.

Konklusi: Kucing mempunyai paru-paru.

Premis major:Premis minor:

Semua burung bertelur.Kura-kura bertelur.

Konklusi: Kura-kura adalah burung.

Page 20: Bab 2 Penalaran

60 Bab 2

bahwa semua burung bertelur tetapi tidak berarti bahwa binatang lain tidak adayang bertelur. Konklusi akan benar kalau premis minor menyangkal konsekuendan silogisma di atas dimodifikasi seperti berikut:

Penalaran deduktif berlangsung dalam tiga tahap yaitu: (1) penentuan per-nyataan umum (premis major) yang menjadi basis penalaran, (2) penerapan kon-sep umum ke dalam situasi khusus yang dihadapi (proses deduksi), (3) penarikansimpulan secara logis yang berlaku untuk situasi khusus tersebut. Penalarandeduktif lebih dari sekadar silogisma karena penalaran deduktif dan unsur-unsurnya (asersi-asersi) akan membentuk argumen untuk mengubah suatukeyakinan. Misalnya, keyakinan bahwa penilaian aset atas dasar kos sekaranglebih relevan daripada kos historis. Contoh lain adalah keyakinan bahwa istilahbiaya lebih tepat daripada beban sebagai padan kata expense.

Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi keyakinantentang simpulan-simpulan yang diturunkan dari premis yang dianut. Dalam teoriakuntansi, premis major sering disebut sebagai postulat (postulate). Sebagaipenalaran logis, argumen-argumen yang dihasilkan dengan pendekatan deduktifdalam akuntansi akan membentuk teori akuntansi. Gambar 2.8 di halamanberikut ini menunjukkan salah satu contoh penalaran deduktif dalam akuntansi.

Dalam gambar tersebut, premis 1 merupakan premis major yang berfungsisebagai postulat dalam penalaran logis akuntansi. Semua premis dan konklusiberbentuk suatu pernyataan atau penegasan yang semuanya merupakan asersi.

Dalam akuntansi, premis major dapat berasal dari konklusi penalaran deduk-tif. Penalaran deduktif untuk suatu masalah menghasilkan argumen untukmasalah tersebut. Oleh karena itu, penalaran dalam akuntansi dapat menjadi pan-jang dan terdiri atas beberapa argumen. Apakah suatu argumen cukup meyakin-kan? Dengan kata lain, bersediakah orang menerima kebenaran konklusi. Untukmenjawab ini, perlu dinilai apakah struktur penalaran logis dan premis-premisnyadapat diterima (dapat dipercaya sebagai benar).

Evaluasi Penalaran Deduktif

Tujuan utama mengevaluasi argumen adalah untuk menentukan apakah konklusiargumen benar dan meyakinkan. Untuk menilai suatu argumen deduktif (logis),Nickerson (1986) mengajukan empat pertanyaan yang harus dijawab, yaitu:

(1) Apakah tia lengkap?(2) Apakah artinya jelas?(3) Apakah tia valid? (Apakah konklusi mengikuti premis?)(4) Apakah premis dapat dipercaya (diterima)?

Premis major:Premis minor:

Semua burung bertelur.Kelelawar tidak bertelur.

Konklusi: Kelelawar bukan burung.

Page 21: Bab 2 Penalaran

Penalaran 61

Gambar 2.8Penalaran Deduktif Dalam Akuntansi

Keempat pertanyaan di atas merupakan kriteria evaluasi yang terdiri ataskelengkapan, kejelasan, kesahihan, dan kepercayaian. Apabila jawaban untukkeempat pertanyaan di atas adalah positif (ya), maka konklusi memberi keyakinantentang kebenarannya.

Kelengkapan merupakan kriteria yang penting karena validitas konklusimenjadi kurang meyakinkan bila premis-premis yang diajukan tidak lengkap.Dalam hal tertentu, konklusi tidak dapat ditarik karena tidak lengkapnya premis.Bila konklusi dipaksakan, jelas argumen menjadi tidak logis.

Kejelasan arti diperlukan karena keyakinan merupakan fungsi kejelasanmakna. Kejelasan tidak hanya diterapkan untuk makna premis tetapi juga untukhubungan antarpremis (inferensi dan penyimpulan). Keterbatasan bahasa, kesa-lahan bahasa, dan keterbatasan pengetahuan tentang topik yang dibahas merupa-kan faktor yang menentukan kejelasan dan bahkan pemahaman argumen.

Karena argumen merupakan bagian penting dalam pengembangan ilmu danpengetahuan, kecermatan bahasa dalam argumen juga menjadi penting khusus-

Investor dan kreditor merupakan pengambil keputusan dominan dalam perekonomian yang didasarkan pada mekanisme pasar.

Laporan keuangan harus memuat elemen: aset, kewa-jiban, ekuitas, pendapatan, biaya, rugi, untung, investasi pemilik, distribusi ke pemilik, dan laba.

Agar investor dan kreditor bersedia menanamkan modal dalam suatu perusahaan, harus disediakan informasi tentang perusahaan kepada investor dan kreditor.

Keputusan investasi dan kredit memerlukan informasi tentang kemampuan perusahaan menghasilkan laba dan membayar utang.

Kemampuan perusahaan membayar utang dapat ditun-jukkan dengan informasi tentang likuiditas, solvensi, dan profitabilitas melalui statemen keuangan.

Premis 1

Konklusi

Premis 4

Premis 3

Premis 2

Argumen sebagai hasil penalaran deduktif

Page 22: Bab 2 Penalaran

62 Bab 2

nya dalam karya tulis. Arti penting kemampuan berbahasa dan kaitannya denganargumen untuk tujuan ilmiah dinyatakan Suriasumantri (1999) seperti berikut:17

Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mut-lak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komu-nikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosa kata yangbaik akan sukar bagi seorang ilmuwan untuk mengkomunikasikan gagasannyakepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan sajamenyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama (hlm. 14).

Kesahihan (validitas) merupakan kriteria utama untuk menilai penalaranlogis. Validitas berkaitan dengan struktur formal argumen. Perlu dibedakan di siniantara validitas dan kebenaran (truth). Validitas adalah sifat yang melekat padaargumen sedangkan kebenaran adalah sifat yang melekat pada asersi. Secarastruktural, validitas argumen tidak bergantung pada kebenaran asersi. Artinya,argumen dikatakan valid kalau konklusi diturunkan secara logis dari premis tan-pa memperhatikan apakah premis itu sendiri benar atau salah. Oleh karena itu,dapat saja terjadi suatu argumen yang valid dengan premis yang salah. Tentu saja,kalau premis benar dan penalarannya valid, konklusi juga akan benar. Secara dia-gramatik, pengaruh benar tidaknya premis terhadap konklusi dalam argumenyang logis dilukiskan Nickerson (1986) dalam Gambar 2.9 di bawah ini.18

Gambar 2.9Hubungan Kebenaran Premis dan Kebenaran Logis Konklusi

dalam Penalaran Deduktif

17Jujun S. Suriasumantri, “Hakikat Dasar Keilmuan,” dalam M. Thoyibi (editor), Filsafat Ilmudan Perkembangannya (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1999). Penebalan kata argumen-tasi oleh penulis. Kata “di mana” seharusnya diganti dengan “yang di dalamnya.”

18Kata takbenar digunakan sebagai padan kata false. Falsity dipadankan dengan ketakbenaran.

Konklusi

Benar Takbenar

Premis

BenarHarus/pasti

(Konklusi harus benar kalau premis benar)

Tidak mungkin(Konklusi tidak

mungkin takbenar kalau premis benar)

TakbenarMungkin

(Konklusi mungkin benar meskipunpremis takbenar)

Mungkin(Konklusi mungkin

takbenar bila premis takbenar)

Page 23: Bab 2 Penalaran

Penalaran 63

Keterpercayaian melengkapi ketiga kriteria sebelumnya agar konklusimeyakinkan sehingga orang bersedia menerima. Orang bersedia menerima suatuasersi kalau dia percaya pada asersi tersebut. Orang dapat percaya pada suatuasersi kalau asersi tersebut ada benarnya (plausible). Telah disebutkan sebelum-nya bahwa plausibilitas suatu asersi bergantung pada pemahaman pengetahuanyang mendasari dan pada sumber asersi. Pengetahuan yang mendasari (termasukpengalaman) biasanya diyakini kebenarannya. Kesesuaian suatu asersi denganpengetahuan yang mendasari akan menentukan plausibilitas asersi. Dalam halinilah kriteria ketiga berbeda dengan kriteria keempat. Kriteria kesahihan ber-kaitan dengan validitas logis (logical validity) suatu argumen sedangkan kriteriakepercayaan berkaitan dengan kebenaran empiris (empirical truth) suatu asersi(premis). Gabungan antara keduanya menentukan kebenaran konklusi.

Gabungan kriteria kelengkapan dan kejelasan sebenarnya digunakan untukmeyakinkan bahwa semua premis benar atau masuk akal secara struktural.Keempat kriteria di atas dapat diringkas menjadi:

(1) Semua premis benar (lepas dari apakah orang setuju atau tidak).(2) Konklusi mengikuti (follow from) semua premis. (3) Semua premis dapat diterima. Artinya, orang percaya atau setuju

dengan semua premis yang diajukan.

Kriteria (1) dan (2) diperlukan untuk memenuhi validitas logis argumen. Kri-teria (3) diperlukan untuk memenuhi kebenaran empiris asersi untuk melengkapiargumen agar konklusi meyakinkan kebenarannya. Contoh argumen yang hanyamemenuhi kriteria (1) dan (2) diberikan berikut ini.

Secara struktural konklusi di atas akan selalu benar tanpa memperhatikanmakna empiris kata aset. Kata aset dapat diganti dengan kata apapun dan konklu-si akan tetap valid. Jadi, validitas konklusi independen terhadap makna aset.Akan tetapi, secara empiris atau observasi dunia nyata, konklusi tersebut salahsehingga tidak dapat diterima. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa konklusidi atas valid tetapi tidak mempunyai makna empiris (empirical content). Duniapraktik (observasi) menunjukkan bahwa rugi selisih kurs dapat dikapitalisasisehingga menjadi bagian dari aset.

Perlu dicatat bahwa konklusi tidak selalu dapat mengubah keyakinan seseo-rang. Properitas keyakinan yang dibahas sebelumnya menentukan keyakinanseseorang akan suatu asersi konklusi. Demikian juga, dalam beberapa hal orangtidak selalu bersedia menerima atau bahkan mendengarkan argumen. Hal inidibahas di bagian lain bab ini dalam subbahasan stratagem (stratagem) dan salahnalar (reasoning fallacy).

Premis major:Premis minor:

Semua aset mempunyai manfaat ekonomik bagi perusahaan.Rugi selisih kurs tidak mempunyai manfaat ekonomik bagi perusahaan.

Konklusi: Rugi selisih kurs tidak dapat menjadi aset.

Page 24: Bab 2 Penalaran

64 Bab 2

Argumen Induktif

Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan bera-khir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusustersebut. Berbeda dengan argumen deduktif yang merupakan argumen logis (logi-cal argument), argumen induktif lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya(plausible argument). Dalam argumen logis, konklusi merupakan implikasi daripremis. Dalam argumen ada benarnya (plausible), konklusi merupakan generalisa-si dari premis sehingga tujuan argumen adalah untuk meyakinkan bahwa proba-bilitas atau kebolehjadian (likelihood) kebenaran konklusi cukup tinggi atausebaliknya, ketakbenaran konklusi cukup rendah kebolehjadiannya (unlikely).Berikut ini adalah contoh struktur suatu penalaran induktif:

Dalam contoh di atas, argumen mengalir dari informasi atas pengamatankhusus atau tertentu (sampel) menuju ke konklusi yang diterapkan untuk seluruhpengamatan yang mungkin dilakukan (populasi). Konklusi melewati (mencakupilebih dari) apa yang dapat ditunjukkan oleh fakta/bukti empiris (manisnya bebera-pa jeruk yang telah dicicipi) atau meliputi pula apa yang tidak diamati (seluruhjeruk dalam karung). Dengan demikian konklusi atau generalisasi akan bersifatprediktif. Dalam Contoh 1, misalnya, kalau sebuah jeruk diambil dari karung A,dapat diprediksi bahwa jeruk tersebut akan manis. Demikian pula dalam Contoh2, bila konklusi benar maka dapat diprediksi bahwa seorang perokok kemung-kinan besar terkena kanker. Karena konklusi (generalisasi) didasarkan pada peng-amatan atau pengalaman yang nyatanya terjadi, penalaran induktif disebut pulageneralisasi empiris (empirical generalization).

Akibat generalisasi, hubungan antara premis dan konklusi dalam penalaraninduktif tidak langsung dan tidak sekuat hubungan dalam penalaran deduktif.Dalam penalaran deduktif, kebenaran premis menjamin sepenuhnya kebenarankonklusi asal penalarannya logis. Artinya, jika semua premis benar danpenalarannya logis, konklusi harus benar (disebut necessary implication dan olehkarenanya necessarily true). Dalam penalaran induktif, kebenaran premis tidakselalu menjamin sepenuhnya kebenaran konklusi. Kebenaran konklusi hanyadijamin dengan tingkat keyakinan (probabilitas) tertentu. Artinya, jika premisbenar, konklusi tidak selalu benar (not necessarily true). Perbedaan strukturalantara argumen deduktif dan induktif dapat ditujukkan dalam contoh berikut.19

Contoh 1: PremisPremis

Satu jeruk dari karung A manis rasanya.Satu jeruk berikutnya manis rasanya.

Konklusi: Semua jeruk dalam karung A manis rasanya.

Contoh 2: Premis Sekelompok penderita kanker semuanya perokok.

Konklusi: Merokok menyebabkan kanker.

Page 25: Bab 2 Penalaran

Penalaran 65

Contoh di atas menunjukkan bahwa dalam argumen deduktif bila semua pre-mis benar maka konklusi pasti atau harus benar. Akan tetapi, dalam argumeninduktif, konklusi tidak selalu benar meskipun kedua premis benar. Perbedaantersebut menjadi dasar untuk menilai perbedaan keefektifan atau keberhasilankedua jenis argumen. Argumen deduktif dengan premis benar dapat dikatakanberhasil jika kebenaran premis menjadikan konklusi tidak mungkin (impossible)takbenar. Di lain pihak, argumen induktif dengan premis benar dapat dikatakanberhasil jika kebenaran premis menjadikan konklusi kecil kemungkinan atau kecilkebolehjadian takbenarnya. Karena ada kebolehjadian takbenar, asersi ilmiahyang bersandar pada penalaran induktif diperlakukan sebagai hipotesis bukanpernyataan fakta.

Argumen dengan Analogi

Argumen induktif sebenarnya merupakan salah satu jenis penalaran nondeduktif.Salah satu penalaran nondeduktif lainnya adalah argumen dengan analogi (argu-ment by analogy). Penalaran dengan analogi adalah penalaran yang menurunkankonklusi atas dasar kesamaan atau kemiripan (likeness) karakteristik, pola, fung-si, atau hubungan unsur (sistem) suatu objek yang disebutkan dalam suatu asersi.Analogi bukan merupakan suatu bentuk pembuktian tetapi merupakan suatusarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi mempunyai kebolehjadianuntuk benar. Dengan kata lain, bila premis benar, konklusi atas dasar analogibelum tentu benar. Struktur argumen ini digambarkan sebagai berikut:

Kemiripan dalam suatu analogi merupakan suatu hubungan konseptual danbukan hubungan fisis atau keidentikan. Hubungan analogis bersifat implisit dan

19Dalam percakapan sehari-hari, kata bulu (feather) sering dirancukan dengan rambut atau ram-but kulit (fur). Orang sering mengatakan “bulu kucing” padahal yang dimaksud sebenarnya adalah“rambut kucing.” Kera, anjing, dan kelinci tidak mempunyai bulu tetapi mempunyai rambut sehinggameretia tidak termasuk dalam kelas burung.

Argumen Deduktif Argumen Induktif

Premis (1):

Premis (2):

Semua burung mempunyaibulu.

Bebek adalah burung.

Premis (1):

Premis (2):

Kebanyakan burung dapatterbang.

Bebek adalah burung.

Konklusi:(pasti)

Bebek mempunyai bulu. Konklusi:(boleh jadi)

Bebek dapat terbang.

Premis (1)Premis (2)

X dan Y mempunyai kemiripan dalam hal a, b, c, ...X mempunyai karakteristik z.

Konklusi: Y mempunyai karakteristik z.

Page 26: Bab 2 Penalaran

66 Bab 2

kompleks. Dalam banyak hal, penalar harus mengidentifikasi dan menyimpulkansendiri hubungan kemiripan tersebut dalam analogi. Berikut adalah suatu contohargumen dengan analogi.

Dalam contoh di atas, hubungan kemiripan negara dan kapal dapat diinter-pretasi bahwa keduanya sama-sama merupakan suatu wilayah (teritori) yang didalamnya hidup sekelompok warga yang menyerahkan sebagian kedaulatannyakepada seorang pemimpin. Penalar dapat juga menginterpretasi bahwa kemiripantersebut berkaitan dengan pemerintahan atau manajemen. Karena kemiripantersebut, disimpulkan bahwa kekuasaan (karakteristik, fungsi, atau sistem peme-rintahan) presiden sama dengan kekuasaan nahkoda. Kesamaan kekuasaan meru-pakan argumen untuk mendukung konklusi bahwa presiden dapat mengeluarkanundang-undang darurat dalam situasi krisis.

Walaupun analogi banyak digunakan dalam argumen, argumen semacam inibanyak mengandung kelemahan. Perbedaan-perbedaan penting yang mempe-ngaruhi (melemahkan) konklusi sering tersembunyi atau disembunyikan. Perbe-daan sering lebih dominan daripada kemiripan. Dalam analogi nahkoda misalnya,warga dalam kapal jumlahnya lebih kecil dan tidak terdapat lembaga perwakilanseperti dalam negara. Karena bukan merupakan pembuktian, analogi seringdisalahgunakan untuk pembuktian sebagai cara untuk mengecoh orang.

Argumen Sebab-Akibat

Menyatakan konklusi sebagai akibat dari asersi tertentu merupakan salah satubentuk argumen yang disebut argumen dengan penyebaban (argument by causa-tion) atau generalisasi kausal (causal generalization). Hubungan penyebabanbiasanya dinyatakan dalam struktur “X menghasilkan Y” atau “X memaksa Y ter-jadi” atau “X menyebabkan Y terjadi” atau “Y terjadi akibat X” atau “Y berubahkarena X berubah.” Akan tetapi, pernyataan tersebut sebenarnya hanyalah caramemverbalkan bahwa A bervariasi atau berasosiasi dengan B tetapi tidak menun-jukkan bahwa apa yang sebenarnya terjadi merupakan hubungan kausal.

Untuk dapat menyatakan adanya hubungan kausal perlu diadakan pengujiantentang apa yang sebenarnya terjadi. Kaidah untuk menguji adanya hubungankausal adalah apa yang disebut kaidah kecocokan (method of agreement), kaidahkecocokan negatif (negative canon of agreement) dan kaidah perbedaan (method of

Premis (1)

Premis (2)

Negara adalah ibarat sebuah kapal pesiar dengan presiden sebagai nahkoda.

Dalam keadaan darurat, semua penumpang harus tunduk padaperintah nahkoda tanpa kecuali.

Konklusi: Dalam keadaan krisis, presiden harus diberi kekuasaan khusus untuk mengeluarkan undang-undang darurat yang harus diikuti semua warga tanpa kecuali.

Page 27: Bab 2 Penalaran

Penalaran 67

difference) yang dikemukakan oleh John Stuart Mill (sehingga seluruh kaidahdisebut dengan kaidah Mill).20

Kaidah kecocokan menyatakan bahwa jika dua kasus (atau lebih) dalam suatufenomena mempunyai satu dan hanya satu kondisi atau faktor yang sama (C),maka kondisi tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya gejala (Z).

Kaidah kecocokan negatif menyatakan bahwa jika tiadanya suatu faktor (C)berkaitan dengan tiadanya gejala (Z), maka ada bukti bahwa hubungan faktor dangejala tersebut bersifat kausal.

Kaidah perbedaan menyatakan bahwa jika terdapat dua kasus atau lebihdalam suatu fenomena, dan dalam salah satu kasus suatu gejala (Z) munculsementara dalam kasus lainnya gejala tersebut (Z) tidak muncul; dan jika faktortertentu (C) terjadi ketika gejala tersebut (Z) muncul, dan faktor tersebut (C) tidakterjadi ketika gejala tersebut (Z) tidak muncul; maka dapat dikatakan bahwa ter-dapat hubungan kausal antara faktor (C) dan gejala (Z) tersebut.

Dalam argumen, kasus-kasus dalam ketiga kaidah di atas dapat diperlakukansebagai premis. Kaidah ketiga sebenarnya merupakan gabungan antara kaidahpertama dan kedua. Kaidah Mill didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada faktorlain (selain C) yang mempengaruhi gejala Z. Kaidah Mill digunakan untukmeyakinkan apakah hubungan dua faktor bersifat korelasional atau kausal. Kai-dah Mill ini didiagramkan dalam Gambar 2.10 di halaman berikut.

Kriteria Penyebaban

Kaidah perbedaan Mill sebenarnya merupakan suatu rancangan untuk mengujisecara ekperimental apakah memang terdapat hubungan kausal. Akan tetapi,kaidah tersebut belum dapat sepenuhnya meyakinkan karena mungkin ada faktorlain (selain C) yang menyebabkan gejala Z terjadi. Oleh karena itu, untuk mengujidan menyatakan bahwa suatu faktor atau variabel (C) menyebabkan suatu gejalaatau variabel lain (Z) terjadi, tiga kriteria berikut harus dipenuhi:

(1) C dan Z bervariasi bersama. Bila C berubah, Z juga berubah.(2) Perubahan C terjadi sebelum atau mendahului perubahan Z terjadi.(3) Tidak ada faktor lain selain C yang mempengaruhi perubahan Z.

Kriteria (1) harus dipenuhi karena hubungan sebab-akibat hanya terjadi jikaada perubahan baik faktor sebab maupun faktor akibat. Bila salah satu faktorberubah sementara yang lain tetap, maka jelas bahwa kedua faktor tersebut tidakberhubungan sama sekali. Perubahan di sini harus diartikan secara luas sebagaiperbedaan keadaan (status/klasifikasi/gejala) atau nilai (skor/peringkat). Misalnyakeadaan kena kanker dan tidak kena kanker, merokok dan tidak merokok, diberiobat dan tidak diberi obat, muncul dan tidak muncul, serta sembuh dan tidak sem-buh merupakan suatu perbedaan keadaan yang menggambarkan perubahan.Demikian juga, perbedaan skor hasil pengukuran dua kasus atau lebih menunjuk-

20Lihat Cooper and Schindler (2001), hlm. 148-149.

Page 28: Bab 2 Penalaran

68 Bab 2

kan adanya perubahan. Misalnya perbedaan skor rata-rata tes potensi akademik(TPA) sebelum dan sesudah mengikuti kursus, perbedaan tingkat kecerdasan yangdiukur pada waktu yang berbeda, perbedaan kinerja sekelompok karyawan yangdiukur pada waktu yang berbeda atau, dan perbedaan kinerja dua kelompok sete-lah adanya suatu percobaan merupakan indikasi adanya perubahan.

Gambar 2.10Kaidah Penyebaban Mill

Kriteria (2) harus dipenuhi karena penyebaban menuntut adanya pengaruhsatu faktor terhadap faktor yang lain dalam selang waktu tertentu. Jadi, harusada selang waktu antara terjadinya perubahaan faktor sebab dan faktor akibat.Oleh karena itu, perubahan faktor sebab harus terjadi dahulu sebelum perubahanfaktor akibat terjadi. Dengan kata lain, harus ada semacam ketergantungan ataudependensi faktor akibat pada faktor sebab. Selang waktu tersebut dapat sekejapatau lama bergantung pada masalah yang dibahas.

Untuk meyakinkan bahwa faktor sebab benar-benar menyebabkan faktor aki-bat, kriteria (3) harus dipenuhi. Tidak adanya faktor-faktor lain selain faktorsebab yang diteorikan harus diartikan bahwa faktor-faktor lain tersebut memangtidak ada atau kalau ada, pengaruh faktor-faktor lain tersebut dapat dikendalikan,diukur, atau diisolasi sehingga diperoleh keyakinan yang tinggi bahwa perubahan

A B C Z

GejalaFaktor PenjelasKaidah Kecocokan

E C D Z

C F G Z

C Zmenyebabkan

Kasus 1

Kasus 2

Kasus 3

Konklusi

A B C Z

GejalaFaktor PenjelasKaidah Perbedaan

Kasus 1

A B −C -Z

C Zmenyebabkan

Konklusi

Kasus 2 (Tak ada Z)

Page 29: Bab 2 Penalaran

Penalaran 69

faktor sebab benar-benar menyebabkan perubahaan faktor akibat.21 Misalnya,untuk meyakinkan apakah kegaduhan (noise) menyebabkan turunnya produktivi-tas ayam petelur, faktor lain yang diduga juga merupakan penyebab seperti penyi-naran, temperatur, dan jenis makanan harus dikendalikan atau dijaga konstan.

Penalaran Induktif dalam Akuntansi

Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan untuk menghasil-kan pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala akuntansitertentu. Pernyataan-pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotesisyang diajukan dan diuji dalam suatu penelitian empiris. Hipotesis merupakangeneralisasi yang dituju oleh penelitian akuntansi. Bila bukti empiris konsistendengan (mendukung) generalisasi tersebut maka generalisasi tersebut menjaditeori yang valid dan mempunyai daya prediksi yang tinggi. Contoh pernyataanumum sebagai hasil penalaran induktif (generalisasi) antara lain adalah:

• Perusahaan besar memilih metoda akuntansi yang menurunkan laba.• Tingkat likuiditas perusahaan perdagangan lebih tinggi daripada

tingkat likuiditas perusahaan pemanufakturan.• Tingkat solvensi berasosiasi positif dengan probabilitas kebankrutan

perusahaan.• Partisipasi manajer divisi dalam penyusunan anggaran mempunyai

pengaruh positif terhadap kinerja divisi.• Ambang persepsi etis wanita lebih tinggi dibanding ambang persepsi

etis pria dalam menilai kasus pelanggaran etika atau hukum.• Ukuran atau besar-kecilnya (size) perusahaan berasosiasi positif

dengan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) dalam statemen keuangan.

Secara statistis, generalisasi berarti menyimpulkan karakteristik populasiatas dasar karakteristik sampel melalui pengujian statistis. Misalnya, suatu teoriharus diajukan untuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan luas atau banyak-nya pengungkapan dalam statemen keuangan antarperusahaan. Teori tersebutmisalnya dinyatakan dalam pernyataan umum (proposisi) terakhir dalam daftar diatas yaitu ukuran perusahaan berasosiasi positif dengan tingkat pengungkapansukarela. Proses penalaran induktif dalam contoh ini dapat dilukiskan dalamGambar 2.11 di halaman berikut.

Untuk sampai pada proposisi dalam contoh tersebut, tentu saja diperlukanargumen dalam bentuk rerangka atau landasan teoretis. Dalam proposisi ini,“ukuran perusahaan” dan “tingkat pengungkapan sukarela” merupakan konsepsedangkan “berasosiasi positif” merupakan hubungan yang diteorikan. Agarproposisi dapat diuji, konsep dalam proposisi harus didefinisi secara operasional

21Dalam suatu percobaan atau penelitian eksperimental, tingkat keyakinan bahwa faktor tertentubenar-benar merupakan penyebab faktor yang lain disebut dengan validitas internal.

Page 30: Bab 2 Penalaran

70 Bab 2

menjadi suatu variabel yang dapat diamati dalam dunia nyata sehingga konsepabstrak dapat diukur. Dalam contoh ini, aset (dapat juga penjualan) dijadikan defi-nisi operasional (proksi) ukuran perusahaan sedangkan banyaknya butir peng-ungkapan yang tidak diatur oleh standar akuntansi merupakan definisipengungkapan sukarela. Dalam pengujian statistis, hubungan teoretis antarvaria-bel sering dinyatakan dalam bentuk hipotesis.22

Gambar 2.11Contoh Penalaran Induktif dalam Akuntansi

Setelah definisi operasional diukur untuk sampel amatan, konsep-konsepyang diteorikan direpresentasi dalam bentuk variabel dan diberi notasi (misalnyaX dan Y) agar analisis data mudah dilakukan. Untuk menguji hipotesis, hubungan

22Proposisi sering disebut dengan hipotesis. Istilah proposisi biasanya digunakan dalam tataran(level) teoretis atau abstrak sedangkan istilah hipotesis biasanya digunakan dalam tataran empirisatau pengujian. Dalam penelitian akuntansi, kedua istilah sering tidak dibedakan dan digunakansecara saling tukar.

Tataran abstrak

Tataran empiris

Konsep:Ukuran perusahaan

Konsep:Tingkat pengungkapan

sukarela

Rerangka/landasan teoretis

Variabel X:

Aset

Variabel Y:Banyaknya pengung-

kapan yang tidak diwa-jibkan oleh standar.

X

Hubungan teoretis

Proposisi

Definisi operasional

Y

Pengukuransampel

Pengukuransampel

Hipotesis

Pengujian hubungan secara statistisSampel

(dengan regresi, korelasi, atau lainnya)

Generalisasi sebagai penalaran induktif

Page 31: Bab 2 Penalaran

Penalaran 71

antara variabel diuji dengan alat statistis tertentu (misalnya regresi). Bilapengujian secara statistis menunjukkan bahwa hubungan antara variabel secarastatistis signifikan, berarti ada keyakinan tinggi (misalnya tingkat keyakinan95%) bahwa teori yang diajukan didukung secara empiris sehingga dapat dilaku-kan generalisasi. Dari contoh di atas, generalisasi secara formal dapat dinyatakandalam penalaran induktif sebagaimana tampak pada argumen di bawah ini.

Dalam praktiknya, penalaran induktif tidak dapat dilaksanakan terpisahdengan penalaran deduktif atau sebaliknya. Kedua penalaran tersebut saling ber-kaitan. Premis dalam penalaran deduktif, misalnya, dapat merupakan hasil darisuatu penalaran induktif. Demikian juga, proposisi-proposisi akuntansi yang dia-jukan dalam penelitian biasanya diturunkan dengan penalaran deduktif.

Bila dikaitkan dengan perspektif teori yang lain, teori akuntansi normatifbiasanya berbasis penalaran deduktif sedangkan teori akuntansi positif biasanyaberbasis penalaran induktif. Secara umum dapat dikatakan bahwa teori akuntansisebagai penalaran logis bersifat normatif, sintaktik, semantik, dan deduktifsementara teori akuntansi sebagai sains bersifat positif, pragmatik, dan induktif.Buku ini memandang teori akuntansi sebagai penalaran logis dalam bentukperekayasaan pelaporan keuangan. Oleh karena itu, pembahasan buku ini lebihberhaluan normatif sehingga banyak menerapkan penalaran deduktif denganfokus bahasan yang bersifat struktural (sintaktik) dan semantik.

Kecohan (Fallacy)

Dalam kehidupan sehari-hari (baik akademik maupun nonakademik), acapkalidijumpai bahwa argumen yang jelek, lemah, tidak sehat, atau bahkan tidak masukakal ternyata mampu meyakinkan banyak orang sehingga mereka terbujuk olehargumen tersebut padahal seharusnya tidak. Bila hal ini terjadi, akan banyakpraktik, perbuatan, atau tindakan dalam masyarakat yang dilandasi oleh teoriatau alasan yang tidak sehat. Akibatnya praktik itu sendiri menjadi tidak sehat.Cederblom dan Paulsen (1986) membahas hal ini dengan mengajukan pertanyaan:“Why are bad arguments sometimes convincing?” Pertanyaan tentang adanyakecohan penalaran dalam akuntansi misalnya adalah “Mengapa istilah yang salahbanyak dipakai orang?”

Telah dibahas sebelumnya bahwa keyakinan mempunyai beberapa sifat yangmenjadikan perubahan atau pemertahanan keyakinan tidak semata-mata dilan-dasi oleh validitas dan kekuatan argumen tetapi juga oleh faktor manusia. Dalam

Premis: Pengamatan (sampel) menunjukkan bahwa makin besar aset perusahaan makin banyak butir pengungkapan yang disajikan perusahaan dalam statemen keuangan.Hubungan ini secara statistis signifikan pada α = 0,05.

Konklusi: Ukuran atau besar-kecilnya (size) perusahaan beraso-siasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) dalam statemen keuangan.

Page 32: Bab 2 Penalaran

72 Bab 2

kasus tertentu (bahkan dalam konteks ilmiah atau akademik), manusia lebih ter-bujuk atau terkecoh oleh emosi atau kepentingan pribadi daripada logika. Dengankata lain, keyakinan tidak selalu diperoleh melalui argumen logis atau akal sehat.Apapun faktor yang menyebabkan, bila terdapat suatu asersi yang nyatanya mem-bujuk dan dianut banyak orang padahal seharusnya tidak lantaran argumen yangdiajukan mengandung cacat (faulty), maka pasti terjadi kesalahan yang disebutkecohan atau salah nalar (fallacy). Cederblom dan Paulsen (1986) mendefinisipengertian kecohan sebagai berikut:

A fallacy is a kind of argument or appeal that tends to persuade us, even thoughit is faulty. ... Fallacies are arguments that tend to persuade but should not per-suade (hlm. 102).

Kita harus mengenal berbagai kecohan agar kita waspada bahwa hal semacamitu memang ada sehingga kita tidak terkecoh atau mengecoh orang lain secara taksengaja. Orang dapat terkecoh oleh dirinya sendiri sehingga dia berpikir bahwadia mengajukan argumen yang valid padahal sebenarnya tidak valid. Sebaliknya,orang dapat mengecoh orang lain dengan sengaja semata-mata karena inginmemaksakan kehendak atau ingin menangnya sendiri sehingga dia akan meng-gunakan segala taktik untuk meyakinkan orang lain tentang keyakinan ataupendapatnya dengan menyampingkan masalah pokok atau menyembunyikanargumen yang valid. Oleh karena itu, perlu dibedakan kecohan lantaran taktikatau akal bulus (yang oleh Nickerson disebut dengan stratagem) dan kecohan lan-taran salah logika atau nalar dalam argumen (reasoning fallacy).23 Ciri yang mem-bedakan keduanya adalah maksud atau niat (intention) untuk berargumen.

Stratagem

Stratagem adalah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi keyakinanorang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal (rea-sonable argument). Stratagem merupakan salah satu bentuk argumen karenamerupakan upaya untuk menyakinkan seseorang agar dia percaya atau bersediamengerjakan sesuatu. Berbeda dengan argumen yang valid, stratagem biasanyadigunakan untuk membela pendapat yang sebenarnya keliru atau lemah dan tidakdapat dipertahankan secara logis. Karenanya, stratagem dapat mengandung kebo-hongan (deceit) dan muslihat (trick). Biasanya, stratagem digunakan dengan niatsemata-mata untuk memaksakan kehendak, membujuk orang agar meyakinisesuatu, menjadikan hal yang tidak baik/benar kelihatan baik/benar, atau menja-tuhkan lawan bicara dalam debat atau perselisihan. Stratagem dapat melibatkansalah nalar walaupun tidak harus selalu demikian. Artinya, argumen yang logistidak selalu dapat membujuk. Oleh karena itu, keyakinan kadang-kadang dianutbukan karena kekuatan argumen semata-mata tetapi juga karena stratagem.

23Pengertian kecohan yang diajukan oleh Cederblom dan Paulsen meliputi pula stratagem sedang-kan istilah kecohan oleh Nickerson dibatasi pada pengertian sebagai salah nalar. Stratagem juga seringdisebut sebagai argumen informal sementara penalaran logis disebut sebagai argumen formal.

Page 33: Bab 2 Penalaran

Penalaran 73

Stratagem banyak dijumpai dalam arena politik walaupun tidak tertutup kemung-kinan bahwa hal tersebut dijumpai dalam diskusi ilmiah. Pakar atau ilmuwankadang kala lebih menunjukkan stratagem daripada argumen yang valid. Berikutini dibahas beberapa stratagem yang sering dijumpai dalam diskusi atau perde-batan baik politis maupun akademik.

Persuasi Taklangsung

Persuasi taklangsung merupakan stratagem untuk menyakinkan seseorang akankebenaran suatu pernyataan bukan langsung melalui argumen atau penalaranmelainkan melalui cara-cara yang sama sekali tidak berkaitan dengan validitasargumen. Contoh persuasi taklangsung banyak dijumpai dalam periklanan (adver-tising). Untuk membujuk agar orang mau membeli produk, orang tidak disuguhiargumen tentang mengapa produk tersebut berkualitas melainkan ditunjukipemandangan bahwa seorang selebritis menggunakan produk tersebut. Harapan-nya adalah orang yang tidak menggunakan produk akan merasa bahwa dia tidaktermasuk dalam golongan yang bergaya hidup selebritis.

Orang yang rasional tentunya tidak mudah terbujuk oleh stratagem tersebut.Akan tetapi, teknik-teknik persuasi sudah canggih dan halus sehingga orang yangrasional pun masih terkecoh secara emosional.

Membidik Orangnya

Stratagem ini digunakan untuk melemahkan atau menjatuhkan suatu posisi ataupernyataan dengan cara menghubungan pernyataan atau argumen yang diajukanseseorang dengan pribadi orang tersebut.24 Alih-alih mengajukan kontra-argumen(counter-argument) yang lebih valid, pembicara mengajukan kejelekan atau sifatyang kurang menguntungkan dari lawan berargumen. Jadi, yang dilawan orang-nya bukan argumennya. Dengan cara ini diharapkan bahwa daya bujuk argumenakan menjadi turun atau jatuh. Taktik ini sering disebut argumentum ad hom-inem. Berikut ini adalah beberapa contoh stratagem ini.

• Dia tidak mungkin menjadi pemimpin yang andal karena dia bekas militer (atau tahanan politik yang pernah dihukum).

• Praktisi akuntansi yang tidak mengikuti standar akuntansi seperti apa adanya adalah orang yang tidak loyal dan tidak profesional.

• Jangan menggunakan istilah tersebut karena yang mengusulkan orang Yogya. (Saya tidak setuju istilah itu karena itu istilah Yogya.)

• Program tersebut tidak valid didukung karena yang mengajukan adalah partai politik A.

• Kurikulum ini harus diganti total karena yang mengembangkan adalah pengelola lama (rezim orde baru).

24Posisi yang dimaksud di sini adalah posisi setuju (mendukung) atau tidak sejutu (menolak) ter-hadap suatu gagasan, ide, usul, konsep, atau kebijakan.

Page 34: Bab 2 Penalaran

74 Bab 2

Berkaitan dengan stratagem ini, orang sering menggunakan taktik ungkapanmerendahkan (put-downs) untuk menyanggah/menghindari argumen denganungkapan-ungkapan berikut (diucapkan dengan nada meninggi):

• “Semua orang tahu itu!”• “Saya tidak percaya anda dapat mengatakan hal itu!”• “Yang anda katakan itu adalah lelucon baru yang belum pernah saya

dengar!”• “Apa itu kok aneh-aneh, seperti kurang pekerjaan saja!” (Sebagai

reaksi terhadap istilah akuntansi baru yang baru saja didengarnya.)

Menyampingkan Masalah

Stratagem ini dilakukan dengan cara mengajukan argumen yang tidak bertumpupada masalah pokok atau dengan cara mengalihkan masalah ke masalah yang lainyang tidak bertautan. Hal ini sering dilakukan orang jika dia (karena sesuatu hal)tidak bersedia menerima argumen yang dia tahu lebih valid dari argumen yangdipegangnya. Penyampingan masalah ini juga merupakan salah satu contoh salahnalar karena penyampingan dilakukan dengan memberi penjelasan yang tidakmenjawab masalah. Berikut ini adalah beberapa contoh stratagem ini.

• Gerakan antikorupsi tidak perlu digalakkan lagi karena nyatanya banyak orang yang melakukan korupsi tidak mendapatkan sanksi hukum.

• Pembenahan istilah akuntansi tidak perlu dilakukan karena dalam komunikasi yang penting kita tahu maksudnya.

• Mengapa istilah kos seharusnya digunakan alih-alih biaya? Stratagem: Apa bedanya dengan kos-kosan (tempat mondok)?

Dari contoh di atas, penyampingan masalah terjadi karena orang tidak lagimenyajikan argumen tandingan yang valid terhadap pernyataan yang ingindisanggahnya (yaitu perlunya pemberantasan korupsi). Dalam contoh kedua,misalnya, orang tidak lagi membahas arti pentingnya pembenahan melainkanmematikan atau memotong diskusi dengan mengajukan alasan yang menyimpangdari masalah pokok. Dalam contoh ketiga, penyanggah tidak bertanya secara ilmi-ah atau akademik mengapa demikian tetapi malahan mengolok-olok penggagasatau gagasan untuk menyampingkan masalah pokok. Bila hal semacam ini terjadidalam forum ilmiah atau akademik, hal tersebut sebenarnya merefleksi kepicikanpenyanggah yang justru pantas untuk diolok-olok.

Stratagem penyampingan masalah (avoiding the issue) sering digunakan olehpolitikus untuk menghidari pertanyaan yang dapat memalukannya dalam suatujumpa pers dengan cara menyalahartikan pertanyaan dan menjawab pertanyaanyang disalahartikan tersebut. Hal ini sama dengan taktik mahasiswa yang tidakdapat menjawab pertanyaan dalam ujian tetapi kemudian sengaja menyalaharti-kan maksud pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang disalahartikan tersebut

Page 35: Bab 2 Penalaran

Penalaran 75

dengan baik. Kemudian dia datang ke dosennya, setelah tahu nilainya jelek, untukmemprotes dan berargumen bahwa itulah yang dipahami tentang pertanyaanujian (meskipun dia tahu benar maksud sebenarnya pertanyaan).

Penyampingan masalah pokok sering disebut dengan taktik red herring dalamperdebatan politik untuk menutupi atau menghindari kekalahan dalam argumen.Red herring adalah praktik dalam perburuan untuk menghalangi anjing pelacakmembaui sasaran dengan cara memasang ikan herring melintang pada jalan seta-pak atau jejak (trail).

Misrepresentasi

Stratagem ini digunakan biasanya untuk menyanggah atau menjatuhkan posisilawan dengan cara memutarbalikkan atau menyembunyikan fakta baik secarahalus maupun terang-terangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara misalnya:mengekstremkan posisi lawan, menyalahartikan maksud baik posisi lawan, ataumenonjolkan kelemahan dan menyembunyikan keunggulan argumen lawan.

Sebagai contoh, seorang anggota DPR dari Partai A mengajukan argumenuntuk mendukung agar pemerintah mengurangi anggaran untuk pertahanan danmenambah anggaran untuk pendidikan. Anggota dari Partai B, sebagai penyang-gah, menuduh anggota dari Partai A ingin menghancurkan militer dan menempat-kan negara pada kondisi kurang aman. Ini merupakan misrepresentasi denganmengekstremkan posisi lawan.

Contoh lain misalnya adalah seorang mahasiswa, Amin, meminta dosennyauntuk mengomentari tulisan atau proposal skripsinya. Dosennya menyarankanperbaikan-perbaikan yang rinci dan jelas. Amin, yang mengharapkan untukmendapat pujian dari dosennya, mengeluh dengan mengatakan kepada teman-temannya bahwa dosen tersebut sangat rewel padahal tulisan atau proposalnyamemang amburadul.

Berkaitan dengan strategi ini adalah apa yang dikenal dengan istilah thedeceptive use of truth. Dengan taktik ini, penalar menunjukkan fakta atau kebe-naran (truth) tetapi tidak secara utuh atau hanya sebagian. Pengiklan obatmenunjukkan khasiat obat tanpa menunjukkan efek samping. Peneliti menunjuk-kan perbedaan karakteristik dua kelompok dengan menggambar grafik perbedaandi bagian ujung saja sehingga perbedaan yang secara statistis tidak signifikanmenjadi tampak secara ekonomik signifikan. Ada berbagai cara lain untuk menge-labuhi dengan statistik tanpa harus berbohong.

Imbauan Cacah

Stratagem ini biasanya digunakan untuk mendukung suatu posisi dengan menun-jukkan bahwa banyak orang melakukan apa yang dikandung posisi tersebut.Sebagai contoh, suatu kelompok memegang posisi untuk membolehkan penaikanharga (mark-up) kontrak atau tender karena banyak rekanan melakukan haltersebut. Dalam promosi produk, pengiklan membuat klaim “Sembilan dari sepu-luh bintang film menggunakan sabun merek X” untuk membujuk konsumer agar

Page 36: Bab 2 Penalaran

76 Bab 2

membeli sabun tersebut. Imbauan cacah (appeal to number) didasarkan padaasumsi bahwa majoritas orang melakukan suatu hal atau popularitas suatu halmenunjukkan bahwa hal tersebut adalah benar atau tidak dapat salah. Mengaju-kan asumsi ini untuk mendukung posisi tidak sama dengan mengajukan argumentetapi lebih merupakan stratagem.

Agar tidak terkecoh, orang harus memegang prinsip bahwa suatu hal tidakmenjadi benar lantaran banyak orang yang melakukannya atau popular sebagai-mana pepatah yang berbunyi the fact that many people do thing does not make itright. Misalnya, kenyataan bahwa banyak orang melakukan korupsi tidak mem-buat korupsi menjadi benar. Penalar (reasoner) yang bijak, lebih-lebih akademisi,akan mempertimbangkan suatu gagasan atas dasar bukti pendukung (argumen)yang valid dan bukan atas dasar banyaknya orang yang memegang gagasan itu.

Mirip dengan stratagem ini adalah apa yang dikenal dengan istilah peringan-an lewat generalisasi (dilution by generalization). Misalnya seorang politikus men-dukung posisi bahwa Ketua DPR yang dijatuhi hukuman karena tindakan korupsimasih tetap dapat menjabat dengan argumen bahwa tidak ada orang yang sem-purna (no one is perfect). Apa yang sebenarnya dikatakan adalah bahwa melaku-kan korupsi adalah suatu bentuk ketidaksempurnaan manusia. Tindakan korupsisah-sah saja selama orang mengakui ketidaksempurnaan manusia. Akan tetapi,penalar terkecoh dalam hal ini karena dia menyamaratakan semua jenis ketidak-sempurnaan. Dengan kecohan ini, orang dapat menerima argumen bahwa pem-bunuh dan pencuri tidak perlu dihukum karena tidak seorangpun sempurna.

Imbauan Autoritas

Stratagem ini mirip dengan imbauan cacah kecuali bahwa banyaknya orang ataupopularitas diganti dengan autoritas. Stratagem ini dapat juga dianggap sebagaisalah satu jenis argumen ad hominem (membidik orangnya). Argumen membidikorangnya yang dibahas sebelumnya berusaha menjatuhkan daya bujuk argumendengan menjatuhkan kredibilitas penggagasnya. Dengan imbauan autoritas,orang berusaha meningkatkan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bah-wa posisi tersebut dipegang oleh orang yang mempunyai autoritas dalam masalahbersangkutan tanpa menunjukkan bagaimana autoritas bernalar. Apakah strata-gem ini dapat dianggap sebagai kecohan bergantung pada situasi nyata yang mela-tarbelakangi karena kalau autoritas dan penalarannya memang layak orang akanterbujuk ke arah yang benar. Akan tetapi, kalau autoritas semata-mata dijadikanalat untuk membujuk maka kecohanlah yang terjadi. Lebih-lebih dalam hal aka-demik atau pengembangan ilmu pengetahuan, kalau autoritas akademik digantidengan autoritas politis (kekuasaan/jabatan) dalam mengevaluasi suatu gagasanatau idea, kemungkinan terjadinya kecohan akan semakin besar. Memang selayak-nyalah bahwa pernyataan orang autoritatif akan lebih mendapat bobot dibandingorang awam. Akan tetapi, penalaran di balik pernyataan harus tetap menjadi per-timbangan utama.

Sebagai contoh, seorang akademisi ditanya mengapa dia memakai istilahbeban bukan biaya untuk padan kata expense. Akademisi tersebut dapat menga-

Page 37: Bab 2 Penalaran

Penalaran 77

jukan stratagem bahwa dia menggunakan istilah beban karena autoritas (IkatanAkuntan Indonesia) menggunakan istilah tersebut tanpa mempersoalkan apakahistilah tersebut layak atau tidak padahal dia tahu bahwa istilah beban tidak valid(tidak dapat didukung secara argumentatif).25

Agar kita tidak terkecoh atau terperangkap ke stratagem, beberapa prinsipyang diajukan Nickerson (1986, hlm. 114-115) berikut dapat dijadikan dasaruntuk mengembangkan argumen atau penalaran:

• The fact that an authoritative person holds a particular view does not make that view correct.

• The fact that a highly knowledgeable individual holds a certain belief with respect to his particular area of knowledge should carry some weight.

• A belief is not necessarily right because it is held by an expert.

Berkaitan dengan stratagem ini adalah imbauan autoritas yang tidak tepat(appeal to inappropriate authority). Dengan taktik ini, penalar berusaha untukmeningkatkan kredibilitas dan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bah-wa posisi tersebut juga dipegang oleh orang yang diakui sebagai ahli di bidangyang tidak berpautan dengan masalah yang dibahas. Memang orang yang telahmenyandang julukan ahli atau pakar pada umumnya mempunyai kemampuanyang baik juga dalam menalar suatu gagasan di luar bidang keahliannya. Akantetapi, tidak selayaknyalah dalam berargumen kita berasumsi bahwa orang yangmemenuhi kualifikasi untuk berbicara dengan penuh autoritas dalam suatubidang ilmu (karena telah menekuninya cukup lama) juga dengan sendirinyamemenuhi kualifikasi untuk berbicara dengan penuh autoritas dalam bidang ilmulain yang tidak berkaitan. Untuk tujuan sensasional, jurnalis media masa atautelevisi sering mengundang pakar atau penguasa untuk berbicara tentangmasalah yang tidak dikuasainya atau yang keahliannya tidak bersangkutan samasekali dengan masalah yang diberitakan.

Imbauan Tradisi

Dalam beberapa hal, orang sering mengerjakan sesuatu dengan cara tertentusemata-mata karena memang begitulah cara yang telah lama dikerjakan orang.Dalam dunia ilmiah atau akademik, orang sering memegang suatu keyakinandengan mengajukan argumen bahwa memang demikianlah orang-orang mempu-nyai keyakinan. Namun, kenyataan bahwa sesuatu telah lama dikerjakan dengancara tertentu di masa lampau tidak dengan sendirinya menjadi argumen untuk

25Stratagem yang lebih parah adalah bilamana ada seorang akademisi yang memilih istilah aka-demik yang menyimpang dengan alasan enak didengar bukan dengan alasan kaidah bahasa. Di sini,suatu istilah yang sifatnya akademik dinilai atas dasar telinga bukan atas dasar apa yang ada di baliktelinga. Alasan enak didengar saja tidak cukup untuk membentuk istilah. Bila alasan ini digunakanpadahal terdapat alternatif istilah yang lebih baik maka alasan tersebut dapat dikatakan sebagai strat-agem menyampingkan masalah.

Page 38: Bab 2 Penalaran

78 Bab 2

meneruskan cara tersebut khususnya kalau terdapat cara lain yang terbukti lebihvalid atau baik (secara rasional dan praktis).

Misalnya seorang dosen berargumen bahwa skripsi mahasiswa harus ditulisdengan mesin ketik (bukan komputer) karena tradisi penulisan jaman dulu atau,bila boleh menggunakan komputer, dosen melarang mahasiswa mencetak katayang biasanya diberi garis bawah dengan huruf miring karena mempertahankantradisi penulisan ilmiah jaman sebelum datangnya komputer. Di sini, dosen terse-but tidak lagi berkepentingan untuk mengevaluasi argumen bahwa jaman dulusuatu kata diberi garis bawah karena mesin ketik tidak dapat menghasilkan hurufmiring sementara itu secara tipografis penekanan kata akan lebih baik tampilan-nya kalau kata dicetak dengan huruf miring (garis bawah merupakan distraksi).

Imbauan terhadap tradisi juga mempunyai justifikasi sehingga tradisi tidakdapat ditinggalkan begitu saja. Akan tetapi, justifikasi tersebut dapat menjadikecohan kalau tia dipaksakan secara membabi buta. Hal yang perlu dicatat dalamkaitannya dengan argumen ini adalah bahwa maksud baik tradisi tidak merupa-kan alasan yang kuat untuk mempertahankannya atau untuk menolak memper-timbangkan bukti baru kalau memang terdapat bukti kuat baru bahwa maksudtersebut tidak lagi valid. Prinsip ini sering disebut the purpose defeats the law.

Dilema Semu

Dilema semu (false dilemma) adalah taktik seseorang untuk mengaburkan argu-men dengan cara menyajikan gagasannya dan satu alternatif lain kemudianmengkarakterisasi alternatif lain sangat jelek, merugikan, atau mengerikansehingga tidak ada cara lain kecuali menerima apa yang diusulkan penggagas.Misalnya, dalam suatu perdebatan tentang amandemen udang-undang dasar, seo-rang anggota fraksi mengatakan (untuk meyakinkan anggota dewan yang lain):

“Kita harus menyetujui amandemen ini atau negara kita akan hancur.”

Dasar pikiran argumen di atas adalah bahwa negara kita tidak boleh hancurdan karenanya simpulannya adalah kita harus menyetujui amandemen. Kecohanterjadi karena pengargumen mengklaim bahwa hanya ada dua alternatif dan yangsatu jelas tidak diinginkan sehingga hanya alternatif yang diusulkannya yangharus diterima. Akan tetapi, dia mengecoh seakan-akan hanya ada dua alternatifpadahal kenyataannya ada beberapa alternatif lain yang lebih valid. Sayangnya,dalam banyak hal, orang tidak cukup kritis untuk menanyakan apakah ada alter-natif lain yang lebih masuk akal. Struktur dilema semu (sering disebut inapprori-ate dichotomizing) dapat dinyatakan secara umum sebagai berikut:

Kalau kita tidak memilih alternatif A, maka kita akan mengalami penderitaan atau kerugianakibat dipilihnya alternatif B.

Dalam mengajukan stratagem di atas, orang sering menambahkan ungkapanpenyangat seperti take it or leave it atau “pokoknya.” Penyangat “pokoknya”

Page 39: Bab 2 Penalaran

Penalaran 79

sering dilandasi oleh kekuasaan atau autoritas pengargumen (arguer). Argumen diatas memang valid kalau dievaluasi atas dasar struktur argumen saja, yaitu:

Walaupun valid strukturnya, dilema semu merupakan argumen yang tidaklayak (unsound) karena premis majornya “Baik A atau B” adalah takbenar meng-ingat bahwa kenyataannya ada alternatif-alternatif lain yang tidak disebutkan.

Imbauan Emosi

Apa yang dibahas sebelumnya adalah stratagem yang semata-mata menggunakanmuslihat (trick) yang oleh Cederblom dan Paulsen (1986) disebut tipu daya(kecekatan) tangan pesulap (sleight of hand) tanpa melibatkan emosi pihak yangdituju. Daya bujuk argumen sering dicapai dengan cara membaurkan emosidengan nalar (disebut confusing emotion with reason atau motive in place of sup-port). Pendeknya, daya nalar orang dimatikan dengan cara menggugah emosinya.Membidik orangnya (argumen ad hominem) atau imbauan autoritas sebenarnyamerupakan salah satu bentuk imbauan emosi.

Dengan menggugah emosi, pengargumen sebenarnya berusaha menggeserdukungan nalar (support) validitas argumennya dengan motif (motive). Dengantaktik ini, emosi orang yang dituju diagitasi sehingga dia merasa tidak enak untuktidak menerima alasan yang diajukan. Dua stratagem yang dapat digunakanuntuk mencapai hal ini adalah imbauan belas kasih (appeal to pity) dan imbauantekanan/kekuasaan (appeal to force).

Orang dikatakan telah memanfaatkan imbauan belas kasih ke anda bilamanadia memaksa anda menyetujui sesuatu karena kalau anda tidak setuju dia akanmenderita. Misalnya, seorang mahasiswa yang telah dikeluarkan dari universitas(memang secara akademik tidak mampu menyelesaikan kuliahnya dalam waktuyang ditentukan) datang ke anda (kebetulan menjabat rektor) dan mengajukanpencabutan keputusan tersebut dan mengajukan argumen bahwa keputusanpengeluarannya akan menyebabkan dia dalam kesulitan dan penderitaan. Hal itudiajukan karena dia tahu benar bahwa memang dia pantas dikeluarkan atas dasarargumen akademik dan rasional. Anda tidak jadi mengeluarkannya karena andatahu bahwa orang tersebut akan makin menderita kalau permohonan tidak dika-bulkan. Akhirnya anda mengeluarkan surat untuk membolehkan mahasiswatersebut meneruskan kuliah dengan menyatakan bahwa mahasiswa tersebutmampu secara akademik. Konklusi di sini adalah mahasiswa mampu menyelesai-kan kuliah meskipun bukti tidak mendukung.

Kebalikan dari imbauan belas kasih adalah bilamana seseorang mamaksaanda menyetujui sesuatu karena kalau anda tidak setuju anda akan menderitaatau menanggung akibatnya. Anda (mahasiswa) diminta untuk mengevaluasi

Premis major:Premis minor:

Baik A atau B.Bukan B.

Konklusi: A.

Page 40: Bab 2 Penalaran

80 Bab 2

pendapat dalam artikel dosen anda. Anda tidak setuju dengan pendapat tersebutkarena memang pendapat itu tidak valid secara akademik tetapi anda mendukungsecara penuh pendapat tersebut karena dosen tersebut akan keras terhadap anda.Konklusi di sini adalah pendapat dosen tersebut valid meskipun bukti akademiktidak mendukung.

Dari dua contoh di atas, faktor yang membuat argumen menjadi persuasifadalah motif bukan validitas argumen. Kedua stratagem tersebut menempatkanorang menjadi tidak enak kalau tidak menerima (meyakini) konklusi meskipunkeduanya tidak mengajukan bukti pendukung untuk meyakinkan bahwa konklusiadalah benar (valid). Cederblom dan Paulsen (1986) mendeskripsi karakteristikkedua stratagem ini sebagai berikut:

When a person gets you to agree to something because he will be hurt if youdon’t agree, this is an appeal to pity. If someone gets you to agree because he willhurt you if you don’t agree, this is an appeal to force (hlm. 115).

Salah Nalar (Reasoning Fallacy)

Suatu argumen boleh jadi tidak meyakinkan atau persuasif karena argumen terse-but tidak didukung dengan penalaran yang valid. Dengan kata lain, argumen men-jadi tidak efektif karena tia mengandung kesalahan struktur logika atau karenatia tidak masuk akal (unreasonable). Salah nalar terjadi apabila penyimpulantidak didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran yang valid. Jadi, salah nalaradalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan sim-pulan sehingga simpulan menjadi salah atau tidak valid.

Berbeda dengan stratagem yang lebih merupakan taktik atau pendekatanyang sengaja digunakan untuk meyakinkan kebenaran suatu asersi, salah nalarmerupakan suatu bentuk kesalahan penyimpulan lantaran penalarannya mengan-dung cacat sehingga simpulan tidak valid atau tidak dapat diterima. Demikianjuga, salah nalar biasanya bukan kesengajaan (intentional) dan tidak dimaksud-kan untuk mengecoh atau mengelabuhi (to deceive). Kalau toh kecohan ataupengelabuhan terjadi, hal tersebut semata-mata karena penalar tidak menyadaribahwa proses atau struktur penalarannya keliru sehingga dia sendiri terkecoh.Jadi, kecohan atau salah nalar terjadi lantaran penalar salah dalam mengaplikasikaidah penalaran.

Walaupun salah nalar dapat dipakai sebagai suatu stratagem atau penalaranyang layak sering didukung dengan stratagem, tidak selayaknyalah kaidah pena-laran yang sangat baik ditolak semata-mata karena tia sering disalahgunakan.Penalaran juga bersifat kontekstual. Artinya, penalaran valid yang efektif dalamkonteks yang satu belum tentu efektif dalam konteks yang lain. Demikian juga,stratagem yang efektif dalam suatu situasi belum tentu efektif dalam situasi yanglain. Berikut ini dibahas beberapa salah nalar yang banyak dijumpai dalam diskusiatau karya tulis profesional, akademik, atau ilmiah.

Page 41: Bab 2 Penalaran

Penalaran 81

Menegaskan Konsekuen

Telah disinggung sebelumnya bahwa agar argumen valid maka tia harus mengiku-ti kaidah menegaskan anteseden (affirming the antecedent atau modus ponens).Bila simpulan diambil dengan pola premis yang menegaskan konsekuen, akan ter-jadi salah nalar. Berikut struktur dan contoh argumen yang valid dan salah nalar.

Contoh:

Dalam contoh di atas, premis (2) “Saya di Semarang” menegaskan anteseden“Jika saya di Semarang” sehingga konklusi pasti benarnya secara umum sedang-kan premis (2) “Saya di Jawa Tengah” di sebelah kanan menegaskan konsekuensehingga konklusinya tidak valid secara umum. Jadi, untuk contoh sebelah kanan,simpulan “Saya di Semarang” adalah tidak valid karena simpulan tidak mengikutipremis (does not follow from the premises). Kenyataan bahwa seseorang ada diJawa Tengah tidak dengan sendirinya dia ada di Semarang.

Dalam hal ini, penalar terkecoh karena menyamakan atau merancukan per-nyataan atau premis (1) “Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah”dengan premis “Jika saya di Jawa Tengah, maka saya di Semarang.” Premis tera-khir ini menjadikan konklusi di sebelah kanan (“Saya di Semarang”) valid.26 Salahnalar terjadi karena premis “Jika A, maka B” disamakan dengan premis “Jika B,maka A” padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Kecohan ini sering terjadikarena dalam beberapa hal memang benar bahwa kalau B mengikuti A makabenar pula bahwa A mengikuti B. Misalnya pernyataan “bila ada api, maka adaasap” dapat dinyatakan pula “bila ada asap, maka ada api” karena memangdemikian adanya. Kedua pernyataan tersebut merupakan pernyataan fakta yangtidak dapat disangkal.

Valid:Menegaskan anteseden (modus ponens)

Takvalid:Menegaskan konsekuen

Premis (1):Premis (2):

Jika A, maka B.A.

Premis (1):Premis (2):

Jika A, maka BB.

Konklusi: B. Konklusi: A.

Premis (1):

Premis (2):

Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah.Saya di Semarang.

Premis (1):

Premis (2):

Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah.Saya di Jawa Tengah.

Konklusi: Saya di Jawa Tengah. Konklusi: Saya di Semarang.

26Walaupun demikian, makna kedua pernyataan tersebut berbeda. “Jika saya di Semarang, makasaya di Jawa Tengah” merupakan pernyataan fakta sedangkan “Jika saya di Jawa Tengah, maka sayadi Semarang” merupakan pernyataan empiris atau sekadar janji.

Page 42: Bab 2 Penalaran

82 Bab 2

Menyangkal Anteseden

Kebalikan dari salah nalar menegaskan konsekuen adalah menyangkal anteseden.Suatu argumen yang mengandung penyangkalan akan valid apabila konklusiditarik mengikuti kaidah menyangkal konsekuen (denying the consequent ataumodus tollens). Bila simpulan diambil dengan struktur premis yang menyangkalanteseden, simpulan akan menjadi tidak valid. Berikut struktur dan contoh argu-men yang valid dan salah nalar.

Contoh:

Konklusi di sebelah kanan tidak valid karena premis (2) menyangkal antese-den (“Jika saya di Semarang”). Konklusi akan valid bila premis (1) diubah menjadi“Jika saya di Jawa Tengah, maka saya di Semarang” sehingga argumen mengikutipola modus tollens. Akan tetapi, makna premis ini tidak lagi sama dengan maknapremis semula. Jadi, salah nalar akibat menegaskan konsekuen atau menyangkalanteseden dapat terjadi karena makna “jika A, maka B” disamakan atau dikacau-kan dengan “jika B, maka A.”

Pentaksaan (Equivocation)

Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis yang satu mempunyaimakna yang berbeda dengan makna ungkapan yang sama dalam premis lainnya.Dapat juga, salah nalar terjadi karena konteks premis yang satu berbeda dengankonteks premis lainnya. Argumen dalam bahasa Inggris berikut memberi ilustrasisalah nalar ini (Nickerson, 1986, hlm. 4).

Valid:Menyangkal konsekuen (modus tollens)

Takvalid:Menyangkal anteseden

Premis (1):Premis (2):

Jika A, maka B.Tidak B.

Premis (1):Premis (2):

Jika A, maka BTidak A.

Konklusi: Tidak A. Konklusi: Tidak B.

Premis (1):

Premis (2):

Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah.Saya tidak di Jawa Tengah.

Premis (1):

Premis (2):

Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah.Saya tidak di Semarang.

Konklusi: Saya tidak di Semarang. Konklusi: Saya tidak di Jawa Tengah.

Premis major:Premis minor:

Nothing is better than eternal happiness.A ham sandwhich is better than nothing.

Konklusi: A ham sandwhich is better than eternal happines.

Page 43: Bab 2 Penalaran

Penalaran 83

Secara struktural, argumen di atas menjadi salah nalar karena kata nothingdalam premis major berbeda maknanya dengan kata nothing dalam premis minor.Dalam premis major, nothing bermakna tidak ada satupun dari himpunan objekyang memenuhi syarat sehingga kebahagiaan abadi adalah satu-satunya yang ter-baik.27 Sementara itu, nothing dalam premis minor bermakna tidak tersedianyaanggota lain dalam himpunan yang di dalamnya ham sandwhich merupakan salahsatu anggota sehingga ham sandwhich bukan satu-satunya yang terbaik.28 Jadi,nothing dalam premis major mensyiratkan kebahagiaan abadi sebagai sesuatuyang terbaik sedangkan nothing dalam premis minor mensyiratkan ham sand-which sebagai sesuatu yang terjelek sehingga konklusi tidak masuk akal atautidak valid. Salah nalar seperti ini terjadi karena penalar bermaksud menerapkankaidah transitivitas (transitivity) tetapi tidak memenuhi syarat. Transitivitas dancontoh dapat dinyatakan sebagai berikut:

Argumen dalam contoh di atas valid apabila unsur B atau Baroto mengacupada makna atau objek yang sama sehingga tidak terjadi pentaksaan.

Perampatan-lebih (Overgeneralization)29

Salah nalar yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah melekat-kan (mengimputasi) karakteristik sebagian kecil anggota ke seluruh anggota him-punan, kelas, atau kelompok secara berlebihan. Bila seseorang menyimpulkanbahwa warga Kampung X adalah pencuri karena dia mendapati bahwa dua pen-curi yang baru saja ditangkap berasal dari Kampung X maka dia telah melakukansalah nalar.

Perampatan atau generalisasi itu sendiri bukan merupakan salah nalar.Kemampuan merampatkan merupakan suatu kemampuan intelektual yangsangat penting dalam pengembangan ilmu. Masalahnya adalah bila derajat peram-patan begitu ekstrem (atas dasar sampel atau pengamatan terbatas) sehinggamengabaikan kemungkinan bahwa apa yang diamati merupakan peluar (outlier)atau pengecualian (exceptions to the rule). Dalam penelitian empiris, ukuran

27Dalam bahasa statistika atau matematika, nothing di sini bermakna himpunan kosong (tidakmempunyai anggota).

28Ham sandwhich merupakan salah satu anggota himpunan sandwhich yang dapat terdiri atasbeef, cheese, chicken, ham, peanut-butter, dan tuna sandwhich. Dalam hal ini, dapat saja beef atau cheesesandwhich lebih baik daripada ham sandwhich.

Kaidah: Contoh:

Premis (1):Premis (2):

B > C.A > B.

Premis (1):Premis (2):

Baroto lebih rajin daripada Candra.Anton lebih rajin daripada Baroto.

Konklusi: A > C. Konklusi: Anton lebih rajin daripada Candra.

29Istilah perampatan digunakan oleh Anton M. Moeliono dalam Kembara Bahasa: KumpulanKarangan Tersebar (Jakarta: PT Gramedia, 1989), hlm. 125.

Page 44: Bab 2 Penalaran

84 Bab 2

sampel yang terlalu kecil dan kurangnya kerepresentatifan sampel dapat meng-hasilkan konklusi yang keliru.

Salah nalar yang bartalian dengan perampatan lebih adalah apa yang dikenaldengan istilah penstereotipaan (stereotyping). Salah nalar ini terjadi bila penalarmengkategori seseorang sebagai anggota suatu kelompok kemudian melekatkansemua sifat atau kualitas kelompok kepada orang tersebut. Misalnya, orangmengetahui bahwa para akuntan publik umumnya adalah kaya (sifat kelompok).Salah nalar dapat terjadi kalau penalar menyimpulkan bahwa Hariman pasti kayakarena dia adalah akuntan publik.

Parsialitas (Partiality)

Penalar kadang-kadang terkecoh karena dia menarik konklusi hanya atas dasarsebagian dari bukti yang tersedia yang kebetulan mendukung konklusi. Hal inimirip dengan perampatan lebih lantaran sampel kecil atau ketakrepresentatifanbukti. Kadang-kadang kita sengaja memilih dan melekatkan bobot yang tinggipada bukti (argumen) yang cenderung mendukung konklusi atau keyakinan yangkita sukai dengan mengabaikan bukti yang menentang konklusi tersebut. Kesa-lahan semacam ini tidak harus merupakan suatu stratagem karena penalar tidakbermaksud mengecoh atau menjatuhkan lawan tetapi karena semata-mata diatidak objektif (bias) dalam penggunaan atau pengumpulan bukti.

Dalam penelitian, peneliti sering bias dalam pengumpulan data dengan mem-buat pertanyaan yang mengarahkan responden (disebut leading questions). Bilapeneliti berupaya untuk mendukung teori yang disukainya dengan mengarahkanbukti secara bias, hal tersebut disebut membangun kasus (building the case).

Pembuktian dengan Analogi

Telah dibahas sebelumnya bahwa analogi bukan merupakan cara untuk membuk-tikan (to prove) validitas atau kebenaran suatu asersi. Analogi lebih merupakansuatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi mempunyai kebolehjadian(likelihood) untuk benar. Dengan kata lain, bila premis benar, konklusi atas dasaranalogi belum tentu benar. Jadi, analogi dapat menghasilkan salah nalar.

Menyatakan bahwa dua objek sama atau serupa dalam beberapa aspek (misal-nya a, b, dan c) lebih dimaksudkan untuk menunjukkan kemiripan kedua objektersebut. Namun demikian, mengetahui bahwa dua objek sama dalam aspek a, b,dan c tidak menjadi bukti bahwa kedua objek tersebut juga sama dalam aspek d.Bila diketahui bahwa kedua objek tersebut serupa dalam aspek d maka analogitidak diperlukan untuk membuktikannya.

Bila tidak diketahui bahwa dua objek sama dalam aspek d, salah nalar dapatterjadi bila orang mengatakan bahwa karena X analogus dengan Y dalam aspek a,b, dan c, X juga pasti punya d karena Y punya d. Jadi, Y punya d bukan merupa-kan bukti bahwa X punya d meskipun X dan Y analogus. Kesalahan semacam inidapat dicontohkan sebagai berikut:

Page 45: Bab 2 Penalaran

Penalaran 85

Dalam pengembangan istilah, analogi sering diartikan sebagai mengikutikaidah atau struktur ungkapan yang sama. Dengan makna ini, menggunakananalogi untuk menurunkan istilah bukan merupakan salah nalar tetapi merupa-kan sarana untuk mengaplikasi kaidah secara taat asas. Salah nalar justru akanterjadi kalau kaidah tidak diikuti. Berikut ini adalah contoh penurunan istilah(padan kata) Indonesia atas dasar penerjemahan istilah Inggris dengan analogi.

Konklusi atas dasar analogi di atas valid karena konklusi mengikuti kaidah(struktur) yang melekat pada tiap premis. Bahasa Indonesia mengikuti kaidah DM(diterangkan-menerangkan) sedangkan bahasa Inggris mengikuti kaidah MD(menerangkan-diterangkan). Salah nalar terjadi justru kalau real estate diserapmenjadi real estat sebagaimana terlihat dalam Standar Akuntansi Keuangan,PSAK No. 44. Salah nalar terjadi karena kaidah penalaran pembentukan istilahdilanggar yaitu menggunakan kaidah MD untuk istilah bahasa Indonesia.30

Merancukan Urutan Kejadian dengan Penyebaban

Dalam percakapan sehari-hari atau diskusi, kesalahan yang sering dilakukanorang adalah merancukan urutan kejadian (temporal succession) dengan penye-baban (causation). Bila kejadian B selalu mengikuti kejadian A, orang cenderungmenyimpulkan bahwa B disebabkan oleh A. Karena malam selalu mengikutisiang, tidak berarti bahwa siang menyebabkan malam. Salah nalar terjadi bilaurutan kejadian disimpulkan sebagai penyebaban. Kesalahan ini sering disebutdalam bahasa Latin post hoc ergo propter hoc (setelah ini, maka karena ini).

Telah dibahas sebelumnya bahwa urutan kejadian hanyalah merupakan salahsatu syarat untuk menyatakan adanya penyebaban (lihat kembali subbahasanArgumen Sebab-Akibat di halaman 60). Syarat ini merupakan syarat perlu (neces-sary condition) untuk penyebaban tetapi bukan syarat cukup (sufficient condi-tion). Kalau A memang menyebabkan B maka perlu dipenuhi syarat bahwa Aselalu mendahului B. Syarat ini makin kuat mendukung penyebaban bilamana

Premis (1):Premis (2):

Komputer mempunyai CPU yang bekerja seperti otak.Otak berpikir.

Konklusi: Komputer berpikir.

Premis (1):Premis (2):Premis (3):

Real number diterjemahkan atau diserap menjadi bilangan real.Real asset diterjemahkan atau diserap menjadi aset real.Round table diterjemahkan atau diserap menjadi meja bundar.

Konklusi: Real estate diterjemahkan atau diserap menjadi estat real.

30Penerjemahan atau penyerapan estate menjadi estat sudah sangat tepat mengikuti analogipenyerapan accurate, senate, candidate, carbonate, atau variate menjadi akurat, senat, kandidat,karbonat, atau variat sebagaimana ditentukan dalam Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI).

Page 46: Bab 2 Penalaran

86 Bab 2

hubungan A dan B adalah asimetri. Artinya, kejadian “A mendahului B” tidaksama atau tidak berpasangan dengan kejadian “B mendahului A” (kejadian “Bmendahului A” tidak ada). Dua syarat lain yang harus dipenuhi agar cukup untukmenyatakan adanya penyebaban adalah B bervariasi dengan A dan tidak ada fak-tor lain selain A yang menyebabkan B berubah.

Dalam penelitian ekperimental yang bertujuan untuk menguji hubunganpenyebaban, konklusi dapat salah atau meragukan karena terdapat faktorpenyebab selain yang diteliti yang ternyata juga mempengaruhi faktor akibat. Bilahal ini terjadi, maka dikatakan bahwa penelitian tersebut mempunyai validitasinternal (internal validity) yang rendah.31

Menarik Simpulan Pasangan

Kemampuan seseorang untuk menyajikan argumen sering menjadikan argumenyang valid atau benar menjadi kurang meyakinkan. Akibatnya, orang sering lalumenyimpulkan bahwa konklusinya tidak benar atau valid. Hal penting yang perludiingat adalah bahwa kemampuan seseorang untuk menyajikan argumen yangmendukung atau menyangkal suatu posisi tidak menentukan kebenaran (truth)atau ketakbenaran (falsity) konklusi (posisi). Kebenaran konklusi atau posisimemang harus didukung oleh argumen yang meyakinkan.

Salah nalar terjadi kalau orang menyimpulkan bahwa suatu konklusi salahlantaran argumen tidak disajikan dengan meyakinkan (tidak konklusif) sehinggadia lalu menyimpulkan bahwa konklusi atau posisi pasanganlah yang benar.Kecohan ini mirip dengan bentuk salah nalar menyangkal anteseden yang telahdibahas sebelumnya. Kecohan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Jadi, mengambil konklusi pasangan lantaran konklusi yang diajukan tidakdisajikan secara meyakinkan merupakan suatu salah nalar. Kalau suatu per-nyataan yang memang valid disajikan dengan argumen yang kurang efektif, makahal terbaik yang dapat disimpulkan adalah bahwa validitas atau kebenaran per-nyataan tersebut belum terungkap atau ditunjukkan tetapi tidak berarti bahwapernyataan tersebut takbenar. Dengan demikian, kurang meyakinkannya suatukonklusi tidak dengan sendirinya membenarkan konklusi yang lain (pasangan).

Dalam pengembangan ilmu dikenal suatu pendekatan atau semangat untukmenguji suatu teori yang disebut penyanggahan atau refutasi ilmiah (scientific

31Validitas internal dapat menjadi rendah karena hal-hal yang dikenal sebagai: history, maturity,mortality, pretesting, instrumentation, selection bias, dan statistical regression. Lihat pembahasan lebihlanjut dalam Uma Sekaran, Research Methods for Business: A Skill Building Approach (New York:John Wiley & Sons, Inc., 2003), hlm. 151-156.

Premis (1):

Premis (2):

Jika seseorang dapat menyajikan suatu argumen yang meyakinkan, maka konklusinya benar (valid).Pak Antoni menyajikan argumennya dengan tidak meyakinkan.

Konklusi: Konklusi atau posisinya takbenar. Posisi pasangannya yang benar.

Page 47: Bab 2 Penalaran

Penalaran 87

refutation). Semangat ini dilandasi oleh pikiran bahwa suatu teori ilmiah tidakharus dapat dibuktikan benar tetapi harus dapat disanggah (dibuktikan salah)kalau tia memang salah; misalnya dengan pengajuan teori baru yang lebih baik.Dasar pikiran ini sering disebut dengan prinsip ketersalahan atau keterbuktisa-lahan (principle of falsifiability). Bila ilmuwan tidak dapat menunjukkan denganmeyakinkan bahwa teori barunya lebih valid, maka ilmuwan terpaksa “meneri-ma” teori yang disanggahnya.32 Prosedur penyimpulan semacam ini bukan meru-pakan salah nalar tetapi lebih merupakan usaha untuk mencapai ketegaranilmiah (scientific rigor). Hal ini penting agar orang tidak dengan mudah menggan-ti teori dengan teori yang belum teruji secara meyakinkan. Namun, prosedur inimengandung risiko yaitu ilmuwan tidak menolak teori yang disangkalnya padahalteori tersebut sebenarnya salah. Jadi, ilmuwan “menerima” teori yang salah. Risi-ko ini disebut kesalahan penyimpulan (error of inference) dan harus dihindari.

Dalam penelitian ilmiah (empiris), konklusi atau teori biasanya dinyatakandalam bentuk hipotesis. Konklusi pasangan yang dibahas di atas sering ditempat-kan sebagai hipotesis nol (null atau default hypothesis) sedangkan hipotesis (teoribaru) yang diajukan dan akan diuji ditempatkan sebagai hipotesis alternatif (alter-native hypothesis). Kalau peneliti tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yangsangat kuat untuk mendukung teorinya (bukti-bukti empiris yang diajukan tidakmendukung secara statistis hipotesis alternatif), maka peneliti terpaksa menyim-pulkan (tidak menolak) hipotesis nol. Jadi, bila bukti empiris tidak cukupmeyakinkan untuk menyimpulkan hipotesis alternatif, maka dikatakan bahwapeneliti gagal menolak hipotesis nol (to fail to reject the null or default hypothesis).Dalam hal ini, peneliti menghadapi dua jenis risiko kesalahan penyimpulan yaitumenyimpulkan hipotesis nol padahal sebenarnya tia salah atau menyimpulkanhipotesis alternatif padahal sebenarnya tia salah.

Dalam bahasa statistika, kesalahan menyimpulkan hipotesis alternatif (ataumenolak hipotesis nol) padahal kenyataannya hipotesis alternatif adalah salahdisebut dengan kesalahan Tipa I atau α. Sebaliknya, kesalahan menyimpulkanhipotesis nol (tidak menolak hipotesis nol) padahal kenyataannya hipotesis noladalah salah disebut dengan kesalahan Tipa II atau β.

Prosedur refutasi ilmiah juga diterapkan dalam sistem pengadilan dengandianutnya asas praduga takbersalah (presumption of innocence). Pengadilan harusmemutuskan (menyimpulkan) bahwa seorang terdakwa bersalah (guilty) atau tak-bersalah (innocent atau not guilty). Penyimpulan ini sejalan dengan pengujianhipotesis yang dibahas di atas. Dengan asas praduga takbersalah, terdakwa harusdianggap takbersalah sampai terbukti memang bersalah (until proven guilty)sehingga posisi takbersalah ditempatkan sebagai hipotesis nol dan posisi bersalahsebagai hipotesis alternatif. Tugas jaksalah atau penuntutlah untuk menunjukkanbukti-bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah. Dengan kata lain, beban

32Bahwa ilmuwan menerima teori yang disangkal tidak berarti bahwa teori tersebut benar. Maknamenerima di sini harus diinterpretasi bahwa ilmuwan tidak dapat menolak teori tersebut karena tidakdapat menunjukkan bukti yang meyakinkan untuk menyanggahnya. Jadi, masih ada kemungkinanteori yang disanggahnya tersebut salah. Itulah sebabnya buku-buku statistika menganjurkan meng-gunakan ungkapan “tidak menolak H0” untuk menyimpulkan H0 bukan “menerima H0.”

Page 48: Bab 2 Penalaran

88 Bab 2

pembuktian (burden of proof) ada di tangan penuntut. Bila penuntut tidak dapatmengajukan bukti-bukti yang sangat meyakinkan, maka hakim atau juri harusmemutuskan bahwa terdakwa takbersalah dengan risiko kesalahan bahwa terdak-wa sebenarnya memang bersalah (benar-benar melakukan kejahatan yang ditu-duhkan). Kesalahan ini dapat dipadankan dengan kesalahan Tipa II. Dapat jugaterjadi risiko kesalahan bahwa terdakwa yang memang tidak bersalah dinyatakansalah. Risiko ini merupakan kesalahan Tipa I. Hal yang perlu diingat adalahbahwa, dengan bukti yang sama, mengecilkan risiko yang satu akan berakibatmemperbesar risiko yang lain. Masalah bagi pengadilan atau negara adalah mana-kah risiko yang akan ditekan sekecil-kecilnya. Asas praduga takbersalah padaumumnya diterapkan dengan harapan bahwa risiko kesalahan Tipa I adalahsekecil-kecilnya atau bahkan mendekati nol.33

Aspek Manusia Dalam Penalaran

Stratagem dan salah nalar yang dibahas di atas belum mencakup semua stratagemdan kecohan yang mungkin terjadi. Masih banyak cara atau proses yang mengaki-batkan kecohan. Uraian di atas juga belum menyinggung aspek manusia dalampenalaran. Namun, pembahasan di atas memberi gambaran bahwa penalaranuntuk meyakinkan kebenaran atau validitas suatu pernyataan bukan merupakanproses yang sederhana.

Telah disinggung sebelumnya bahwa mengubah keyakinan melalui argumendapat merupakan proses yang kompleks karena pengubahan tersebut menyangkutdua hal yang berkaitan yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang menjadiobjek keyakinan. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen sementa-ra itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tun-tas. Hal ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan umum sehari-hari tetapi jugadalam dunia ilmiah dan akademik yang menuntut keobjektifan tinggi. Yang mem-prihatikan dunia akademik adalah kalau para pakar pun lebih suka berstratagemdaripada berargumen secara ilmiah. Berikut ini dibahas beberapa aspek manusiayang dapat menjadi penghalang (impediments) penalaran dan pengembanganilmu, khususnya dalam dunia akademik atau ilmiah.

Penjelasan Sederhana

Rasionalitas menuntut penjelasan yang sesuai dengan fakta. Kebutuhan akanpenjelasan terhadap apa yang mengusik pikiran merupakan fundasi berkembang-nya ilmu pengetahuan. Namun, keingingan yang kuat untuk memperoleh penje-lasan sering menjadikan orang puas dengan penjelasan sederhana yang pertama

33Untuk melindungi hak sipil warga negara, pengadilan di Amerika menetapkan bahwa risikoyang sekecil-kecilnya dinyatakan dalam ungkapan beyond reasonable doubt. Artinya, juri sangat dian-jurkan untuk tidak membuat keputusan (verdict) bahwa terdakwa bersalah kalau terdapat keraguansedikit pun akan bukti-bukti yang diajukan penuntut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terja-dinya orang yang tidak bersalah masuk penjara. Namun akibatnya, akan sering terjadi bahwa orangyang bersalah dibebaskan (dinyatakan tak bersalah) dan berkeliaran di masyarakat.

Page 49: Bab 2 Penalaran

Penalaran 89

ditawarkan sehingga dia tidak lagi berupaya untuk mengevaluasi secara saksamakelayakan penjelasan dan membadingkannya dengan penjelasan alternatif.Dengan kata lain, orang menjadi tidak kritis dalam menerima penjelasan. Akibat-nya, argumen dan pencarian kebenaran akan terhenti sehingga pengembanganilmu pengetahuan akan terhambat.

Kepentingan Mengalahkan Nalar

Hambatan untuk bernalar sering muncul akibat orang mempunyai kepentingantertentu (vested interest) yang harus dipertahankan. Kepentingan sering memaksaorang untuk memihak suatu posisi (keputusan) meskipun posisi tersebut sangatlemah dari segi argumen.

Dalam dunia akademik dan ilmiah, kepentingan untuk menjaga harga diriindividual atau kelompok (walaupun semu) dapat menyebabkan orang (akademisiatau ilmuwan) berbuat yang tidak masuk akal. Hal ini terjadi umumnya padamereka yang sudah mendapat julukan pakar atau ilmuwan yang kebetulan mem-punyai kekuasaan politis (baik formal atau informal). Nickerson (1986) menggam-barkan hal ini dengan mengatakan bahwa people with good reasoning ability mayfind themselves behaving in an unreasonable way.34

Kebebasan akademik merupakan suatu ciri penting lingkungan akademikyang kondusif untuk pengembangan pengetahuan dan profesi (khususnya akun-tansi). Kebebasan akademik harus diartikan sebagai kebebasan untuk berbedapendapat secara akademik dalam suatu forum yang memungkinkan akademisiberargumen secara terbuka. Sikap akademisi yang patut dihargai adalah keberse-diaan untuk berargumen.

Sikap ilmiah menuntut akademisi (termasuk pengelola suatu institusi) untukberani membaca dan memahami gagasan alternatif dan, kalau gagasan tersebutvalid dan menuju ke perbaikan, bersedia membawa gagasan tersebut ke kelasatau diskusi ilmiah dan bukan malahan mengisolasinya. Keberanian dan keberse-diaan seperti itu merupakan suatu ciri sikap ilmiah dan akademik yang sangat ter-puji (respected). Ini tidak berarti bahwa ilmuwan/akademisi harus selalu setujudengan suatu gagasan. Ketidaksetujuan dengan suatu gagasan itu sendiri (setelahberani membaca) merupakan suatu sikap ilmiah asal dilandasi dengan argumenyang bernalar dan valid. Ketidakberanian dan ketidakbersediaan itulah yangmerupakan sikap tidak ilmiah (akademik) dan justru hal ini sering terjadi dalamdunia akademik tidak hanya pada masa sekarang tetapi juga masa lalu.

Sikap pakar dan akademisi yang tidak masuk akal tersebut, yang sering dise-but sebagai sikap yang insulting the intelligence, dikemukakan Hirshleifer (1988,hlm. 4) sebagai berikut:35

34Pakar atau akademisi dapat dianggap mempunyai kemampuan penalaran yang baik karenapengetahuan ilmiah atau akademiknya umumnya harus dipahami dengan proses penalaran yang baikdan objektif.

Page 50: Bab 2 Penalaran

90 Bab 2

All sciences advance through disagreement. In astronomy the geocentricmodel of Ptolemy was opposed by the new heliocentric model of Copernicus; inchemistry Priestley supported the phlogiston theory of combustion while Lavoisi-er propounded the oxidation theory; and in biology the creationisme of earliernaturalists was countered by Darwin’s theory of evolution. It is not universalagreement but rather the willingness to consider evidence that signals thescientific approach. For Galileo’s opponents to disagree with him about Jupi-ter’s moons was not unscientific of itself; what was unscientific wastheir refusal to look through his telescope and see.

Sikap kolega senior Galileo untuk tidak bersedia mempertimbangkan buktiyang diajukan Galileo melalui teleskopnya sebenarnya merupakan sikap tidakilmiah. Apapun motifnya, sikap tersebut menjadi tidak masuk akal mengingatkolega Galileo tersebut adalah para pakar dan ilmuwan (bahkan juga merupakanpemuka masyarakat dan penguasa). Sikap kurang terpuji ini akan menjadikanperbedaan pandangan (disagreement) tidak akan terbuka untuk didiskusi dankebenaran ilmiah tidak akan dicapai. Keadaan ini dapat membingungkanmasyarakat akademik dan menghambat pengembangan pengetahuan.

Lingkungan akademik seperti di atas biasanya berkembang akibat sikap aka-demisi itu sendiri yang membentuk budaya akademik. Budaya akademik yangdapat menghambat kemajuan pengetahuan adalah apa yang penulis sebut sebagaisindroma tes klinis (kalau diinggriskan menjadi clinical test syndrom) dan men-talitas Djoko Tingkir (Djoko Tingkir mentality).

Sindroma Tes Klinis

Sindroma ini menggambarkan seseorang yang merasa (bahkan yakin) bahwa ter-dapat ketidakberesan dalam tubuhnya dan dia juga tahu benar apa yang terjadikarena pengetahuannya tentang suatu penyakit. Akan tetapi, dia tidak beraniuntuk memeriksakan diri dan menjalani tes klinis karena takut bahwa dugaantentang penyakitnya tersebut benar. Akhirnya orang ini tidak memeriksakan dirike dokter dan mengatakan pada orang lain bahwa dirinya sehat. Jadi, orang initakut mengetahui kebenaran gagasan sehingga menghindarinya secara semu.

Dalam dunia akademik, sindroma semacam ini dapat terjadi kalau seseorangmempunyai pandangan yang menurut dirinya sebenarnya keliru atau tidak validlagi karena adanya pandangan atau gagasan baru. Gagasan baru dia peroleh kare-na dia sering mendengar dari kolega atau mahasiswa. Orang lain memperolehgagasan baru tersebut dari artikel atau hasil penelitian ilmiah. Dalam kondisi

35Jack Hirshleifer, Price Theory and Applications (Englewoods Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1988),hlm. 4. Penebalan oleh penulis. Konon pada suatu petang, para lawan (para kolega senior) Galileodatang ke apartemen Galileo untuk mengejek dan mengancam Galileo agar tidak menyebarkan danmengajarkan teorinya. Pada saat para senior akan meninggalkan apartemen Galileo, mereka bertanyatentang sikap Galileo. Galileo mengatakan bahwa dia tidak dapat mengatakan lain daripada apa yangtelah dipikir dan ditulisnya dan kemudian meminta kepada para seniornya untuk membuktikansendiri apa yang diteorikannya dengan melihat teleskop di apartemennya. Ternyata tidak seorangkolega seniorpun bersedia melakukan hal itu.

Page 51: Bab 2 Penalaran

Penalaran 91

seperti ini, akademisi sering tidak berani untuk membaca sumber gagasan karenatakut jangan-jangan pendapatnya yang telah telanjur disebarkan kepada maha-siswa benar-benar keliru. Dapat juga, akademisi tersebut memang berani mem-baca dan benar-benar dapat menerima argumen tetapi di muka umum (kelas) diabersikap seolah-olah tidak pernah tahu gagasan baru tersebut (bersikap tak pedu-li) apalagi membahasnya di kelas dengan cukup dalam. Manifestasi lain dari sin-droma ini adalah akademisi (dosen) mengisolasi gagasan baru agar mahasiswatidak pernah tahu semata-mata untuk menutupi kelemahan suatu gagasan lamayang dianutnya.

Bila sindroma semacam ini banyak diindap oleh akademisi, dapat dipastikankemajuan pengetahuan dan profesi akan terhambat dan rugilah dunia pendidikan.

Mentalitas Djoko Tingkir

Bila kepentingan mengalahkan nalar sebagaimana digambarkan dalam kasusGalileo di atas, maka pengembangan ilmu pengetahuan dapat terhambat dan padagilirannya praktik kehidupan yang lebih baik juga ikut terhambat. Sayangnya,ilmuwan atau akademisi yang merasa ada di bawah kekuasaan kolega seniorsering memihak seniornya dan mengajarkan apa yang sebenarnya salah denganmenyembunyikan apa yang sebenarnya valid semata-mata untuk menghormatikolega senior (atau kelompoknya) atau untuk melindungi diri dari tekanan senior.Akibatnya, timbul situasi yang di dalamnya argumen yang lemah harus dimenang-kan dan dilestarikan semata-mata karena kekuasaan. Ini berarti kekuasaan lebihunggul dari penalaran.

Budaya Djoko Tingkir digunakan untuk menggambarkan lingkungan aka-demik atau profesi seperti ini karena konon perbuatan Djoko Tingkir yang tidakterpuji harus dibuat menjadi terpuji dengan cara mengubah skenario yang sebe-narnya terjadi semata-mata untuk menghormatinya karena dia bakal menjadi raja(kekuasaan). Dalam dunia akademik, status pakar merupakan kekuasaan atauautoritas akademik. Kepakaran merupakan kekuasaan karena orang dapat mem-peroleh kekuasaan dan kedudukan (baik politik, struktural, atau institusional)lantaran pengetahuan atau ilmunya. Namun, tidak semestinya kalau kekuasaantersebut lalu menentukan ilmu. Dunia akademik harus mengembangkan ilmuatas dasar validitas argumen dan bukan atas dasar kekuasaan politik/jabatan.

Merasionalkan Daripada Menalar

Bila karena keberpihakan, kepentingan, atau ketakkritisan, orang telanjur meng-ambil posisi dan ternyata posisi tersebut salah atau lemah, orang ada kalanyaberusaha untuk mencari-cari justifikasi untuk membenarkan posisinya. Dalam halini, tujuan diskusi bukan lagi untuk mencari kebenaran atau validitas tetapiuntuk membela diri atau menutupi rasa malu. Bila hal ini terjadi, orang tersebutsebenarnya tidak lagi menalar (to reason) tetapi merasionalkan (to rationalize).

Sikap merasionalkan posisi dapat terjadi karena keterbatasan pengetahuanorang bersangkutan dalam topik yang dibahas tetapi orang tersebut tidak mau

Page 52: Bab 2 Penalaran

92 Bab 2

mengakuinya. Agar argumen berjalan dengan baik, para penalar paling tidakharus mempunyai pengetahuan yang cukup dalam topik yang dibahas. Kurangnyapengetahuan (topical knowledge) dapat menjebak orang untuk lari ke stratagemdaripada argumen yang layak.

Sikap merasionalkan dalam diskusi dapat menimbulkan pertengkaran mulut,perselisihan pendapat (dispute), atau debat kusir. Dalam situasi ini, pihak yangterlibat dalam diskusi biasanya tidak lagi mengajukan argumen yang sehat untukmendukung posisi tetapi mengajukan argumen kusir (pedestrian argument) untukmenyalahkan pihak lain dan memenangi perselisihan. Jadi, tujuan diskusi bukanlagi mencari solusi tetapi mencari kemenangan (kadang-kadang menangnya sendi-ri). Memenangi debat (selisih pendapat) dan meyakinkan suatu gagasan adalahdua hal yang sangat berbeda. Untuk memenangi selisih pendapat, faktor emosio-nal lebih banyak berperan daripada faktor rasional atau penalaran. Pakarpunkadang-kadang lebih suka berdebat daripada berargumen. Hal ini dikemukakanNickerson (1986, hlm. 97) sebagai berikut:36

Disputes often arise when each of the two people builds a case favoring the oppo-site conclusion and tries to convince the other person that he or she is wrong.Disputes can be very frustrating. Even highly intelligent people sometimesact childishly when engaged in them.

... “winning” a dispute and persuading someone to believe something arenot necessarily the same things. Indeed, winning a dispute may be the least like-ly way of winning an opponent over your point of view. Disputes are rarelyresolved by reason, because the disputing parties typically are not seeking resolu-tion; rather each is seeking to win.

Persistensi

Karena kepentingan tertentu harus dipertahankan atau karena telah lama mele-kat dalam rerangka pikir, seseorang kadang-kadang sulit melepaskan suatu keya-kinan dan menggantinya dengan yang baru. Dengan kata lain, orang seringberteguh atau persisten terhadap keyakinannya meskipun terdapat argumen yangkuat bahwa keyakinan tersebut sebenarnya salah sehingga dia seharusnyamelepaskan keyakinan tersebut.

Sampai tingkat tertentu persistensi merupakan sikap yang penting agarorang tidak dengan mudahnya pindah dari keyakinan atau paradigma yang satuke yang lain. Paradigma adalah satu atau beberapa capaian ilmu pengetahuanpada masa lalu (past scientific achievements) yang diakui oleh masyarakat ilmiahpada masa tertentu sebagai basis atau tradisi untuk mengembangkan ilmu penge-tahuan dan praktik selanjutnya. Capaian (achievements) dalam ilmu pengetahuan(sciences) dapat berupa filosofi, postulat, konsep, teori, prosedur ilmiah, ataupendekatan ilmiah. Untuk menjadi paradigma, suatu capaian harus mempunyaipenganut yang cukup teguh dan capaian tersebut bersaing dengan capaian ataukegiatan ilmiah lain yang juga mempunyai sekelompok penganut. Paradigma

36Penebalan oleh penulis.

Page 53: Bab 2 Penalaran

Penalaran 93

harus terbuka untuk diperbaiki atau diganti oleh capaian pesaing atau barusehingga dimungkinkan terjadi pergeseran atau pergantian paradigma dari masake masa (conversion of paradigm). Konversi dapat terjadi pada diri ilmuwan secaraindividual pada masa hidupnya atau pada generasi ilmuwan ke generasi ilmuwanberikutnya. Riwayat terjadinya konversi paradigma antargenerasi disebut olehThomas Kuhn sebagai revolusi ilmiah (scientific revolution).37

Dalam dunia ilmiah, persistensi untuk tidak melepaskan suatu keyakinandapat dimaklumi kalau tujuannya adalah untuk memperoleh argumen atau buktiyang kuat untuk menunjukkan bahwa keyakinan yang dianut memang salah.Tidak selayaknyalah suatu keyakinan atau paradigma dipertahankan kalaumemang terdapat bukti yang sangat meyakinkan bahwa tia salah. Namun, manu-sia tidak selalu dapat bersikap objektif dan tidak memihak (impartial). Karenakepentingan tertentu yang perlu dipertahankan, ilmuwan atau pakar pun seringbersikap demikian sehingga konversi keyakinan sulit terjadi. Thomas Kuhn (1970)menunjukkan contoh sebagai berikut:

Priestley never accepted the oxygen theory, nor Lord Kelvin the electromagnetictheory, and so on. The difficulties of conversion have often been noted by scien-tists themselves. Darwin, in a particulary perceptive passage at the end of hisOrigin of Species, wrote: “Although I am fully convinced of the truth of the viewsgiven in this volume..., I by no means expect to convince experienced naturalistswhose mind are stocked with a multitude of facts all viewed, during a longcourse of years, from a point of view directly opposite to mine. ... [B]ut I look withconfidence to the future, —to young and rising naturalists, who will be able toview both sides of the question with impartiality.” And Max Planck, ..., sadlyremarked that “a new scientific truth does not triumph by convincing its oppo-nents and making them see the light, but rather because its opponents eventuallydie, and a new generation grows up that is familiar with it” (hlm. 151).

Memang menyedihkan apa yang dikatakan Planck bahwa gagasan baru yangbenar (a new scientific truth) mengungguli atau menang atas gagasan yang kelirubukan lantaran pemegang gagasan lama sadar dan melihat sinar kebenaranmelainkan lantaran generasi baru telah menggantinya. Mengapa hal ini terjadi?Kuhn menjelaskan hal ini dengan menyatakan (penebalan oleh penulis):

... scientists, being only human, cannot always admit their errors, even whenconfronted with strict proof. I would argue, rather, that in these matters neitherproof nor error is at issue. The transfer of allegience from paradigm to paradigmis a conversion experience that cannot be forced (hlm. 151).

Sebagai manusia, ilmuwan atau pakar tidak selalu dapat mengakui kesalah-annya meskipun dihadapkan pada bukti yang sangat telak (strict proof). Lagi pula,

37Lihat pembahasan selanjutnya dalam Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions(Chicago: The University of Chicago Press, 1970). Thomas Kuhn menyebut tradisi kegiatan ilmuwanyang mendasarkan diri pada capaian-capaian ilmiah pada masanya disebut ilmu normal (normal sci-ences). Ilmu ini biasanya terefleksi dalam buku-buku teks pada masa dianutnya paradigma.

Page 54: Bab 2 Penalaran

94 Bab 2

konversi paradigma (atau keyakinan) bukanlah hal yang dapat dipaksakan sehing-ga resistensi adalah takterhindarkan dan sah-sah saja (legitimate).

Berkaitan dengan persistensi adalah gejala psikologis atau perilaku manusiauntuk terpaku pada makna suatu simbol atau objek dan kemudian menjadikanorang tidak mampu melihat makna alternatif atau objek alternatif. Orang secaraintuitif melekatkan makna pada suatu objek melalui pengalamannya dan seringtidak menyadari bahwa makna tersebut bersifat kontekstual di masa lalu dantidak lagi relevan dengan situasi yang baru. Perilaku semacam ini dikenal denganistilah keterpakuan atau fiksasi fungsional (functional fixation). Dalam akuntansi,keterpakuan ini digunakan untuk menjelaskan mengapa investor tidak mampuuntuk mengubah keputusannya sebagai tanggapan atas perubahan proses akun-tansi dalam menyediakan data laba. Orang hanya melihat angka laba (bottom line)dalam statemen laba-rugi tanpa memperhatikan bagaimana laba tersebut ditentu-kan atau terpengaruh oleh perubahan metoda (proses) akuntansi. Keterpakuanfungsional juga merupakan penghambat terjadinya argumen yang sehat.38 Orangyang sudah terpaku dengan istilah “harga pokok penjualan” akan sangat sulituntuk dapat menerima istilah “kos barang terjual” yang sebenarnya lebih tepatmenggambarkan makna istilah aslinya yaitu cost of goods sold.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek manusia sangat berperandalam argumen yang bertujuan mencari kebenaran. Rasionalitas merupakanunsur penting dalam argumen. Walaupun demikian, faktor-faktor psikologis danemosional, kekuasaan, dan kepentingan pribadi atau kelompok juga berperan dandapat menghalangi terjadinya argumen yang sehat.

Rangkuman

Praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula. Teori yang sehatharus dilandasi oleh penalaran yang sehat karena teori akuntansi menuntutkemampuan penalaran yang memadai. Penalaran merupakan proses berpikir logisdan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan akan asersi.

Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen. Interaksiantara ketiganya merupakan bukti rasional untuk mengevaluasi kebenaran suatupernyataan teori. Asersi merupakan pernyataan bahwa sesuatu adalah benar ataupenegasan tentang suatu realitas. Keyakinan merupakan kebersediaan untukmenerima kebenaran suatu pernyataan. Argumen adalah proses penurunan sim-pulan atau konklusi atas dasar beberapa asersi yang berkaitan secara logis.

Asersi dapat dinyatakan secara verbal atau struktural. Asumsi, hipotesis, danpernyataan fakta merupakan jenis tingkatan asersi. Jenis tingkatan konklusitidak dapat melebihi jenis tingkatan asersi yang terendah.

Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan mengan-dung beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan pendapat, bertingkat,mengandung bias, memuat nilai, berkekuatan, veridikal, dan tertempa.

38Lihat pembahasan lebih mendalam dalam Belkaoui, op. cit., hlm.117-118.

Page 55: Bab 2 Penalaran

Penalaran 95

Argumen bertujuan untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinantersebut lentuk untuk berubah. Argumen terdiri atas beberapa asersi yang ber-fungsi sebagai premis dan konklusi. Argumen dapat bersifat deduktif dan non-deduktif (induktif dan analogi).

Argumen deduktif berawal dari pernyataan umum dan berakhir dengan suatupernyataan khusus berupa konklusi. Penalaran ini terdiri atas tiga tahap yaitu:penentuan premis, proses deduksi, dan penarikan konklusi. Kelengkapan, keje-lasan, kesahihan, dan keterpercayaan merupakan kriteria validitas konklusi yangditurunkan atas dasar penalaran deduktif.

Argumen induktif berawal dari suatu keadaan khusus dan berakhir denganpernyataan umum berupa konklusi sebagai hasil generalisasi. Berbeda denganpenalaran deduktif yang kebenaran konklusinya merupakan konsekuensi logis(pasti benar atau takbenar), penalaran induktif menghasilkan konklusi yang bolehjadi benar atau takbenar. Bila premis benar, konklusi penalaran deduktif harus(necessarily) benar sedangkan konklusi penalaran induktif tidak harus (not neces-sarily) benar atau boleh jadi benar.

Di samping argumen deduktif dan induktif, dikenal pula argumen dengananalogi dan argumen penyebaban. Kemiripan merupakan basis untuk menurun-kan simpulan dengan analogi. Analogi bukan merupakan pembuktian tetapi lebihmerupakan alat untuk menjelaskan atau klarifikasi. Argumen penyebaban bertu-juan untuk meyakinkan bahwa suatu gejala timbul karena gejala yang lain atauperubahan suatu variabel diakibatkan oleh perubahaan variabel tertentu. Keya-kinan tentang adanya penyebaban dapat dicapai kalau tiga kriteria penyebabandipenuhi yaitu: adanya kovariasi, adanya urutan kejadian, dan tiadanya faktorlain selain faktor sebab yang diamati.

Karena tujuan argumen adalah untuk mengevaluasi dan mengubah keyakin-an, ada kalanya argumen yang jelek dapat meyakinkan banyak orang. Orangsering terkecoh oleh atau mengecoh dengan argumen. Kecohan atau salah nalaradalah argumen yang dapat membujuk meskipun penalarannya mengandungcacat. Kecohan dapat terjadi akibat stratagem atau akibat salah logika.

Stratagem adalah cara-cara untuk meyakinkan orang akan suatu pernyataan,konklusi, atau posisi selain dengan mengajukan argumen yang valid. Cara-cara inidapat berupa persuasi taklangsung, membidik orangnya, menyampingkanmasalah pokok, misrepresentasi, imbuan cacah, imbauan autoritas, imbauan tra-disi, dilema semu, dan imbuan emosi. Pada umumnya stratagem digunakandengan niat semata-mata untuk memenangkan posisi dan bukan untuk mencarisolusi yang terbaik. Argumen yang valid tidak selalu dapat membujuk sehinggastratagem sering digunakan tanpa melibatkan salah nalar.

Salah nalar adalah kesalahan konklusi akibat tidak diterapkannya kaidah-kaidah penalaran yang valid. Beberapa bentuk salah nalar adalah menegaskankonsekuen, menyangkal anteseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas,pembuktian analogis, perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, dan peng-ambilan konklusi pasangan.

Aspek manusia sangat berperan dalam argumen khususnya apabila suatukepentingan pribadi atau kelompok terlibat dalam suatu perdebatan. Orang cen-

Page 56: Bab 2 Penalaran

96 Bab 2

derung bersedia menerima penjelasan sederhana atau penjelasan yang pertamakali didengar. Sebagai manusia, orang tidak selalu dapat mengakui kesalahan.Sindroma tes klinis dan mentalitas Djoko Tingkir dapat menghalangi terjadinyaargumen yang sehat. Bila keputusan telanjur diambil padahal keputusan tersebutmengandung kesalahan, orang cenderung melakukan rasionalisasi bukan lagiargumen untuk mendukung keputusan. Karena tradisi atau kepentingan, orangsering bersikap persisten terhadap keyakinan yang terbukti salah.

Sampai tingkat tertentu persistensi mempunyai justifikasi yang dapat diper-tanggungjelaskan. Namun, bila sikap persisten menghalangi atau menutup diriuntuk mempertimbangkan argumen-argumen baru yang kuat dan lebih mengarahuntuk meninggalkan keyakinan atau paradigma yang tidak valid lagi, sikap persis-ten menjadi tidak layak lagi. Lebih-lebih, bila sikap tersebut dilandasi oleh motifuntuk melindungi kepentingan tertentu (vested interest). Persistensi semacam iniakan menjadi resistensi terhadap perubahan yang pada gilirannya akan meng-hambat pengembangan pengetahuan.

Diskusi

1. Jelaskan pengertian penalaran serta sebutkan unsur-unsur penalaran.2. Berilah beberapa contoh asersi.3. Jelaskan pengertian argumen dan apa bedanya dengan perselisihan pendapat (dispute).4. Apa yang dimaksud bahwa penalaran merupakan suatu bentuk bukti? Berilah suatu

contoh situasi yang menunjukkan bahwa penalaran merupakan suatu bukti.5. Apakah suatu pernyataan atau asersi selalu benar apabila didukung oleh argumen

yang kuat? Berilah suatu contoh.6. Dapatkah seseorang memegang keyakinan yang kuat terhadap suatu asersi yang salah

atau sebaliknya menyangkal suatu asersi yang benar? Berilah contoh.7. Interpretasilah berbagai makna asersi yang berbunyi “Manajer perusahaan swasta

lebih profesional daripada manajer perusahaan negara (BUMN).”8. Berilah beberapa contoh cara menyatakan asersi dalam strukturnya bukan maknanya.9. Bedakan antara asersi universal dan asersi spesifik serta berilah beberapa contoh

untuk masing-masing sifat asersi.10. Berilah contoh-contoh asersi yang menunjukkan hubungan inklusi, eksklusi, dan

saling-isi dan gambarkan dengan diagram asersi-asersi tersebut.11. Gambarkan dengan diagram asersi “Beberapa burung adalah karnivor.”12. Bedakan makna nir dan non sebagai proleksem serta berilah beberapa contoh peng-

gunaan kedua proleksem tersebut secara benar dalam istilah akuntansi.13. Dapatkah rumah sakit dikatakan sebagai organisasi nirlaba?14. Jelaskan apakah makna asersi-asersi berikut sama atau berbeda antara satu dan lain-

nya. Bila perlu gambarkan secara diagramatik asersi tersebut.

(1) Semua mahasiswa adalah anggota Koperasi Serba Usaha.(2) Semua anggota Koperasi Serba Usaha adalah mahasiswa.(3) Tidak satu pun mahasiswa adalah anggota Koperasi Serba Usaha.(4) Tidak satu pun anggota Koperasi Serba Usaha adalah mahasiswa.(5) Beberapa mahasiswa adalah anggota Koperasi Serba Usaha.(6) Tidak semua mahasiswa adalah anggota Koperasi Serba Usaha.

Page 57: Bab 2 Penalaran

Penalaran 97

15. Berilah suatu contoh situasi untuk menunjukkkan bahwa pernyataan “Beberapa Aadalah B” berbeda dengan “Tidak semua A adalah B.”

16. Sebut dan jelaskan jenis tingkatan asersi dan berilah contoh untuk masing-masing. 17. Jelaskan pengertian keyakinan (belief) terhadap suatu asersi.18. Sebut dan jelaskan sifat-sifat keyakinan. Mengapa mengubah suatu keyakinan melalui

argumen merupakan suatu proses yang tidak mudah dan kompleks?19. Apakah perbedaan karakteristik antara keyakinan dan opini?20. Jelaskan apakah pernyataan berikut merupakan keyakinan atau pendapat:

(1) Sepakbola lebih mengasyikkan daripada badminton.(2) Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia.(3) Pisang lebih banyak mengandung potasium daripada pepaya.(4) Merokok dapat menyebabkan kanker.(5) Susu lebih banyak mengandung nutrisi daripada kopi.(6) Teori akuntansi adalah pelajaran yang sangat sulit dan membosankan.(7) Es krim rasa coklat lebih enak daripada rasa vanila.(8) Informasi aliran kas bermanfaat bagi investor.(9) Kolesterol adalah penyebab utama gangguan jantung.

(10) Istilah estat real lebih tepat daripada real estat.(11) Menjadi auditor lebih memberi tantangan daripada menjadi pengacara.(12) Ada makluk hidup di Planet Mars.

21. Sebutkan komponen-komponen pembentuk argumen dan berilah beberapa contohargumen dalam akuntansi.

22. Apakah yang dimaksud dengan prinsip interpretasi terdukung (principle of charitableinterpretation) dalam suatu argumen dan berilah beberapa contoh.

23. Jelaskan secara umum pengertian argumen deduktif dan induktif serta berilah contohuntuk tiap jenis argumen tersebut.

24. Apakah syarat-syarat (kriteria) validitas suatu argumen deduktif?25. Apakah perbedaan antara kebenaran/validitas logis dan kebenaran/validitas empiris?

Berilah suatu contoh untuk menjelaskan perbedaan atara kedua konsep tersebut.26. Dalam argumen deduktif, apakah premis yang benar dapat menghasilkan konklusi

yang salah?27. Jelaskan pengertian argumen logis (logical argument) dan argumen ada benarnya

(plausible argument) sebagai pembeda argumen deduktif dan induktif.28. Berilah beberapa contoh pernyataan dalam akuntansi yang dapat dikatakan sebagai

hasil penalaran induktif.29. Gambarkan secara diagramatik suatu proses penalaran induktif dalam akuntansi.30. Berilah suatu contoh argumen dengan analogi dalam akuntansi.31. Apakah kelemahan argumen dengan analogi (argument by analogy)?32. Jelaskan kaidah Mill untuk mengidentifikasi adanya kausalitas antara dua faktor.33. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk meyakinkan bahwa faktor X benar-

benar merupakan penyebab faktor Y. Mengapa syarat-syarat tersebut harus dipenuhi?34. Jelaskan pengertian kecohan (fallacy) dalam berargumen. Mengapa argumen yang

tidak valid (cacat) kadang-kadang dapat meyakinkan dan dianut orang banyak?35. Jelaskan perbedaan dan persamaan antara stratagem (stratagem) dan salah nalar (rea-

soning fallacy).36. Sebut dan jelaskan serta berilah contoh berbagai jenis stratagem (sedapat-dapatnya

dalam bidang akuntansi).

Page 58: Bab 2 Penalaran

98 Bab 2

37. Sebut dan jelaskan serta berilah contoh berbagai jenis salah nalar (sedapat-dapatnyadalam bidang akuntansi).

38. Evaluasilah penyimpulan deduktif berikut ini:

39. Aspek-aspek apa saja yang harus anda perhatikan agar anda tidak terjebak dalamstratagem?

40. Bagaimana pendapat anda tentang prisip penilaian plausibilitas asersi yang berbunyi:“Serahkan saja pada ahlinya.” Apa kelemahan prinsip ini?

41. Seseorang yang cukup terpandang di bidang profesi dan penyusunan standar akuntansimembuat pernyataan dalam suatu seminar nasional di bawah ini. Evaluasilah apakahpernyataan tersebut merupakan stratagem atau salah nalar?

“Kita tidak perlu macam-macam tentang istilah beban. Istilah beban untuk expense adalahbenar karena nyatanya semua kantor akuntan publik menggunakan istilah tersebut.”

42. Evaluasilah kecohan (fallacy) yang terkandung dalam pernyataan-pernyatan berikut:

“Karena saya berada di Amerika, daging ayam yang disembelih tanpa mengikuti rukunagama adalah halal.”

“Dia pasti kaya karena dia seorang pejabat.”“Dia pasti rajin belajar Akuntansi Pengantar karena dia mendapat nilai A untuk mata kuliah

tersebut.” “Dalam pembentukan istilah tidak perlu kita memperhatikan kaidah bahasa karena dalam

komunikasi yang penting adalah orang tahu maksudnya.”“Sekarang ini adalah jaman globalisasi. Oleh karena itu, kita harus mampu berbahasa Ing-gris. Tanpa kemampuan berbahasa Inggris kita tidak akan mampu mengglobal.”

“Walaupun dia telah terbukti sebagai koruptor, dia tetap dapat menjadi presiden karenatidak ada seorangpun yang sempurna.”

43. Jelaskan pengertian beberapa konsep berikut ini dan bila perlu berilah contoh situasinyata untuk lebih menjelaskan konsep tersebut.

44. Sebut dan jelaskan berbagai aspek manusia yang dapat menjadi penghalang terjadinyaargumen yang sehat.!

Premis major:Premis minor:

Semua burung mempunyai bulu.Kucing mempunyai bulu.

Konklusi: Kucing adalah burung.

put-downsred herringdeceptive use of truthsleight of handdilution by generalizationappeal to inappropriate

authorityinappropriate dechotomizing

appeal to pityappeal to forcemodus tollensmodus ponensaffirming the consequentdenying the antecedentprinciple of falsifiabilityfalse dilemma

leading questionbuilding the casestereotypingerror of inferencepedistrian argumentsfunctional fixationclinical test syndrom

Page 59: Bab 2 Penalaran

Penalaran 99

Bahan ini diambil dari buku:

Teori AkuntansiPerekayasaan Pelaporan Keuangan

Suwardjono

Fakultas Ekonomika dan BusinesUniversitas Gadjah Mada

Penerbit:

2005

Walaupun buku Teori Akuntansi ditujukan untuk bidang akuntansi,Bab 2 membahas topik yang cukup umum dan relevan untuk bidangilmu yang lain. Bahan ini khusus disediakan oleh penulis untuk bahandiskusi terbatas dalam mata kuliah Filsafat Ilmu program pascasarja-na. Bahan ini digunakan pula sebagai pengganti bahan Logika Formal(Formal Logics) yang mendasari mata kuliah, kursus, atau pelatihanNegosiasi atau Pelobian. Penggandaan/penggunaan untuk keperluandi luar pendidikan harus mendapat persetujuan dari penulis/penerbit.

BPFEYogyakarta

Page 60: Bab 2 Penalaran

100 Bab 2

Daftar Isi

Kecohan (Fallacy) 71Strategem 72

Persuasi Taklangsung 73Membidik Orangnya 73Menyampingkan Masalah 74Misrepresentasi 75Imbauan Cacah 75Imbauan Autoritas 76Imbauan Tradisi 77Dilema Semu 78Imbauan Emosi 79

Salah Nalar (Reasoning Fallacy) 80Menegaskan Konsekuen 81Menyangkal Anteseden 82Pentaksaan (Equivocation) 82Perampatan-lebih (Overgeneral-

ization) 83Parsialitas (Partiality) 84Pembuktian dengan Analogi 84Merancukan Urutan Kejadian

dengan Penyebaban 85Menarik Simpulan Pasangan 86

Aspek Manusia dalam Penalaran 88Penjelasan Sederhana 88Kepentingan Mengalahkan

Nalar 89Sindroma Tes Klinis 90Mentalitas Djoko Tingkir 91Merasionalkan Daripada

Menalar 91Persistensi 92

Rangkuman 94Diskusi 96

Pengertian 41Unsur dan Struktur Penalaran 42Asersi 44

Interpretasi Asersi 48Asersi untuk Evaluasi Istilah 49Jenis Asersi (Pernyataan) 51Fungsi Asersi 52

Keyakinan 52Properitas Keyakinan 52

Keadabenaran 53Bukan Pendapat 53Bertingkat 53Berbias 54Bermuatan nilai 54Berkekuatan 54Veridikal 54Berketertempaan 55

Argumen 55Anatomi Argumen 56Jenis Argumen 58

Argumen Deduktif 59Evaluasi Penalaran Deduktif 60

Argumen Induktif 64Argumen dengan Analogi 65Argumen Sebab-akibat 66

Kriteria Penyebaban 67Penalaran Induktif dalam

Akuntansi 69

Kontak: [email protected]

Page 61: Bab 2 Penalaran

Penalaran 101

Penalarandan

Sikap Ilmiah

SuwardjonoFakultas Ekonomika dan Busines

Universitas Gadjah MadaYogyakarta