BAB 2 new

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. UMUM Perencanaan modifikasi pada Gedung Hotel IBIS ini menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dengan letak bangunan yang berada pada zona gempa sedang diubah dengan asumsi berada di daerah gempa wilayah tinggi. Pada lantai 8 terdapat ruang seminar yang akan dirancang dengan menggunakan beton pratekan, mengingat kebutuhan akan ruangan luas tanpa adanya kolom di tengah bentang. Secara keseluruhan, bab ini akan membahas mengenai teori yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini berdasarkan acuan penelitian dari para ahli. II.2. PERATURAN PERANCANGAN Desain ini dilakukan sesuai dengan peraturan perancangan, antara lain: 1. RSNI 03-2847-201X Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. 2. SNI 03-1726-2012 Struktur Gedung Tahan Gempa. 3. RSNI 03-1727-2-1X tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain. 4. ACI 2008 (American Concrete Institute) khusus untuk pendetailan beton pratekan. 5. Beton Prategang edisi ketiga (T.Y.Lin, 1996). 6. Beton Prategang edisi ketiga (E.G. Nawy, 2001). 7. Perancangan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa (Rahmat Purnowo, 2003). 8. Mekanika Teknik Statis Tak Tentu (Ananta Sigit Sidhart, 2004). 9. Daya Dukung Pondasi Dalam (Herman Wahyudi, 1999). II.3. PEMBEBANAN Jenis beban yang diperhitungkan dalam perancangan ini sesuai pada RSNI 3 1727-201X: 1. Beban Mati Beban mati yang diperhitungkan sesuai degan RSNI 3 1727-201X pasal 3.1. 2. Beban Hidup 3

Transcript of BAB 2 new

Page 1: BAB 2 new

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. UMUMPerencanaan modifikasi pada Gedung Hotel IBIS ini menggunakan Sistem Rangka

Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dengan letak bangunan yang berada pada zona gempa sedang diubah dengan asumsi berada di daerah gempa wilayah tinggi. Pada lantai 8 terdapat ruang seminar yang akan dirancang dengan menggunakan beton pratekan, mengingat kebutuhan akan ruangan luas tanpa adanya kolom di tengah bentang. Secara keseluruhan, bab ini akan membahas mengenai teori yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini berdasarkan acuan penelitian dari para ahli.

II.2. PERATURAN PERANCANGANDesain ini dilakukan sesuai dengan peraturan perancangan, antara lain:

1. RSNI 03-2847-201X Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.2. SNI 03-1726-2012 Struktur Gedung Tahan Gempa.3. RSNI 03-1727-2-1X tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung

dan Struktur Lain.4. ACI 2008 (American Concrete Institute) khusus untuk pendetailan beton pratekan.5. Beton Prategang edisi ketiga (T.Y.Lin, 1996).6. Beton Prategang edisi ketiga (E.G. Nawy, 2001).7. Perancangan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa (Rahmat Purnowo, 2003).8. Mekanika Teknik Statis Tak Tentu (Ananta Sigit Sidhart, 2004).9. Daya Dukung Pondasi Dalam (Herman Wahyudi, 1999).

II.3. PEMBEBANANJenis beban yang diperhitungkan dalam perancangan ini sesuai pada RSNI 3 1727-

201X:1. Beban Mati

Beban mati yang diperhitungkan sesuai degan RSNI 3 1727-201X pasal 3.1.

2. Beban HidupBeban hidup yang diperhitungkan sesuai degan RSNI 3 1727-201X pasal 4.

3. Beban anginBeban mati yang diperhitungkan sesuai degan RSNI 3 1727-201X pasal 6.

4. Beban GempaBeban gempa yang digunakan sesuai RSNI 03-1726-2012, dimana wilayah

gempa terbagi berdasarkan sifat- sifat tanah pada situs yaitu kelas situs SA (Batuan Keras), SB (Batuan), SC (Tanah Keras, sangat padat dan Batuan lunak), SD (tanah sedang), SE (tanah Lunak) , atau SF (tanah Khusus).

Beban-beban yang dibebankan kepada struktur tersebut dibebankan kepada komponen struktur menggunakan kombinasi beban berdasarkan RSNI 03-2847-201X sehingga struktur memenuhi syarat keamanan.

Kekuatan perlu U paling tidak harus sama dengan pengaruh beban terfaktor dalam Pers. (1) sampai (7). Pengaruh salah satu beban atau lebih yang tidak bekerja secara serentak harus diperiksa (beban S (salju) dalam persamaan-persamaan di bawah dihapus karena tidak relevan, lihat Daftar Deviasi.

3

Page 2: BAB 2 new

U = 1,4D (II.1) U = 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R) (II.2) U = 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (1,0L atau 0,5W) (II.3) U = 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5(Lr atau R) (II.4) U = 1,2D + 1,0E + 1,0L (II.5) U = 0,9D + 1,0W (II.6) U = 0,9D + 1,0E (II.7)

kecuali sebagai berikut: (a) Faktor beban pada beban hidup L dalam Pers. (3) sampai (5) diizinkan direduksi sampai 0,5 kecuali untuk garasi, luasan yang ditempati sebagai tempat perkumpulan publik, dan semua luasan dimana L lebih besar dari 4,8 kN/m2. (b) Bila W didasarkan pada beban angin tingkat layan, 1,6W harus digunakan sebagai pengganti dari 1,0W dalam Pers. (4) dan (6), dan 0,8W harus digunakan sebagai pengganti dari 0,5W dalam Pers. (3). (c) Dihilangkan karena tidak relevan, lihat Daftar Deviasi.

Dimana :Lr = beban hidup atap D = beban matiL = beban hidup E = beban gempaR = beban hujan W = beban angin

Bila beban tanah H bekerja pada struktur, maka keberadaannya harus diperhitungkan sebagai berikut :

1. Bila adanya beban H memperkuat pengaruh variabel beban utama, maka perhitungkan pengaruh H dengan faktor beban = 1,6

2. Bila adanya beban H memberi perlawanan terhadap pengaruh variabel beban utama, maka perhitungkan pengaruh H dengan faktor beban = 0,9 (jika bebannya bersifat permanen) atau dengan faktor beban = 0 (untuk kondisi lainnya).

Pengaruh yang paling menentukan dari beban-beban angin dan seismik harus ditinjau, namun kedua beban tersebut tidak perlu ditinjau secara simultan (SNI 03-1726-2012 pasal 4.2.2).

Dalam parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1

(percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam Peta Gerak Tanah Seismik dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCE, 2 persen dan 50 tahun ), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percapatan gravitasi (SNI 03-1726-2012 pasal 6.1.1).

Sifat- sifat situs diklasifikasikan menurut SNI 03-1726-2012, Bila sifat-sifat tanah tidak teridentifikasi secara jelas sehingga tidak bisa ditentukan kelas situs-nya, maka dapat menentukan kelas situsberdasarkan SNI 03-1726-2012 asal 6.1.2.

Untuk menentukan respon spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parametr spektrum respons percepatan pada perioda

4

Page 3: BAB 2 new

pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini :

SMS = FaSS

SM1 = FvS1

Keterangan :

SS = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek;

S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk period 1,0 detik.

Dan koefisien situs Fadan Fv mengikuti Tabel 4 dan Tabel 5. Jika digunakan prosedur desain sesuai dengan pasal 8, maka nilai Fa harus ditentukan sesuai pasal 8.8.1 serta nilai Fv, SMS, dan SM1 tidak perlu ditentukan (SNI 03-1726-2012 pasal 6.2).

Tabel II.3.1 Koefisien situs, Fa

Kelas situs

Parameter respon spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T=0,2 detik, SS

SS ≤ 0,25

SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1,0 SS ≥ 1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

Catatan :

(a) Untuk nilai-nilai antara SS dapat dilakukan interpolasi linier(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifikasi dan analisis

respons situs-spesifik, lihat SNI 03-1726-2012 pasal 6.10.1

Tabel II.3.2 Koefisien situs, Fv

Kelas situs

Parameter respon spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda 1 detik, SS

SS ≤ 0,1 SS = 0,2 SS = 0,3 SS = 0,4 SS ≥ 0,5

5

Page 4: BAB 2 new

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF SSb

Catatan :

(a) Untuk nilai-nilai antara S1, dapat dilakukan interpolasi liniet(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respons

situs-spesifik, lihat SNI 03-1726-2012 pasal 6.10.1

Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini :

SDS=23

SMS

SD1=23

SM 1

Jika digunakan prosedur desain yang disederhanakan sesuai pasal 8, maka nilai SDS harus ditentukan sesuai pasal 8.8.1 dan nilai SD1 tidak perlu ditentukan (SNI 03-1726-2012 pasal 6.3).

Bila respons spektrum desain diperukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada Gambar 2.3 dan mengikuti ketentuan di bawah ini :

1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil dari persamaan;

Sa(0,4+0,6TT 0

)2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari

atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS;

3. Untuk perioda lebih besar dari Ts, spektrum respon percepatan desain, Sa, diambilberdasarkan persamaan :

Sa=SD1

TKeterangan :SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek;

6

Page 5: BAB 2 new

SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik;T = perioda getar fundamental struktur.

T 0=0,2SD1

S DS

T s=S D1

SDS

Gambar II.3.1 Spektrum respons desain

Peta-peta gerak tanah seismik dan koefisien risiko dari gempa maksimum (Maximum Considered Earthquake, MCE) yang ditunjukkan pada gambar II.4.1 sampai II.4.5 diperlukan untuk menerapkan ketentuan-ketentuan beban gempa dalam standar SNI 03-1726-2012.

II.4. SISTEM STRUKTURSistem struktur yang digunakan harus memperhatikan faktor daya tahan terhadap

gempa sesuai dengan SNI 03-1726-2012. Pembagian sistem struktur menurut sifat sifat tanah pada situs dibagi sebagai berikut:

1. Situs SA dan SB (Resiko Gempa Rendah). Desain menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) dan dinding struktur dengan beton biasa.

2. Situs SC (Resiko Gempa Sedang). Desain menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) dan Sistem Dinding Struktur Biasa (SDSB) dengan beton tanpa detailing khusus.

3. Situs SD, SE dan SF (Resiko Gempa Tinggi). Desain menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Dinding Struktur Khusus (SDSK) dengan beton khusus.

7

Page 6: BAB 2 new

Gambar II.4.1 SS, gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko- tertarget (MCER,kelas situs B)

Gambar II.4.2 S1, gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko- tertarget (MCER,kelas situs B)

Gambar II.4.3 PGA,gempa maksimum yang dipertimbangkan rata- rata geometrik (MCEG), kelas situs B

8

Page 7: BAB 2 new

Gambar II.4.4 CRS, koefisien risiko terpetakan, perioda respon spektral 0,2 detik

Gambar II.4.5 CR1, koefisien risiko terpetakan, perioda respon spektral 1 detik

Gedung Hotel Ibis Surabaya terletak pada zona gempa 3 (sedang) yang dirubah dengan asumsi terletak di wilayah gempa tingi, sehingga pada perencanaan desain digunakan sistem struktur berupa Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).

II.5. BETON PRATEKANII.5.1. SISTEM BETON PRATEKAN

Beton pratekan adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan benar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban eksternal sampai batas tertentu. (Abeles,P.W. ;Bardhan-Roy,B.K; Turner,F.H)

Menurut RSNI 03-2847-201X dan ACI 318-2008 pasal. 21.5.2.5 Tendon pratekan diperbolehkan menerima 25% momen positif atau negatif. Maka konstruksi beton pratekan ini didesain menerima gaya gravitasi dan 25% beban gempa. Perencanaan beton pratekan pada Gedung Hotel IBIS ini direncanakan dengan metode pasca tarik (post tension). Metode pasca tarik adalah metode pratekan dimana tendon baja ditarik setelah beton mengeras. Jadi tendon pratekan diangkurkan pada beton tersebut segera setelah gaya pratekan diberikan.

II.5.2. PRINSIP DASAR BETON PRATEKAN1. Sistem Pratekan untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis.

9

Page 8: BAB 2 new

Gambar II.5.2.1 konsep beton pratekan sebagai bahan yang elastis

Konsep ini memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis. Beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan terlebih dahulu pada bahan tersebut. Beton tidak mampu menahan tarikan dan kuat menahan tekanan, namun beton yang elastis dapat memikul tegangan tarik. (Lin & Burns, 1996).

2. Sistem Pratekan untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan betonKonsep ini mempertimbangkan beton pratekan sebagai kombinasi dari baja dan beton, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal (Lin & Burns, 1996).

3. Sistem Pratekan untuk mencapai kesetimbangan beban

Gambar II.5.2.2 konsep beton pratekan untuk mencapai keseimbangan beban.

Konsep ini menggunakan pratekan sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah batang. Pada keseluruhan desain beton pratekan, pengaruh pratekan dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang mengalami lenturan tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi (Lin & Burns, 1996).

II.5.3. TAHAP-TAHAP PEMBEBANANPada struktur beton pratekan, terdapat tahap-tahap pembebanan dimana sebuah

komponen struktur dibebani. Berikut adalah tahap-tahapnya :1. Tahap Awal

Tahap dimana struktur diberi gaya pratekan tetapi tidak dibebani oleh beban eksternal. Tahap ini terdiri dari :

a. Sebelum diberi gaya pratekanb. Pada saat diberi gaya pratekanc. Pada saat peralihan gaya pratekan

10

Page 9: BAB 2 new

2. Tahap AkhirMerupakan tahap dimana beban mati tambahan dan beban hidup telah bekerja pada

struktur (Lin & Burns, 1996).

II.5.4. GAYA PRATEKANGaya pratekan dipengaruhi momen total yang terjadi. Gaya pratekan yang disalurkan

harus memenuhi kontrol batas pada saat kritis. Persamaan ini menjelaskan hubungan momen total dengan gaya pratekan (Lin & Burns, 1996).

F=MT

0.65 h

Dimana MT adalah momen akibat beban mati tambahan, berat sendiri dan beban hidup. Sementara itu h adalah tinggi balok.

II.5.5. TEGANGAN IJIN BAJA DAN BETON

Tegangan tarik pada baja prategang tidak boleh melebihi berikut ini: (a) Akibat gaya penarikan (jacking) baja prategang 0,94 fpy tetapi tidak lebih besar dari

yang lebih kecil dari 0,80 fpu dan nilai maksimum yang direkomendasikan oleh pembuat baja prategang atau perangkat angkur (RSNI 03-2847-201X pasal 18.5.1).

(b) Tendon pasca tarik, pada perangkat angkur dan kopler (couplers), sesaat setelah transfer gaya 0,70 fpu (RSNI 03-2847-201X pasal 18.5.1).

Tegangan ijin pada beton tidak boleh melebihi nilai-nilai berikut :1. Tegangan pada beton sesaat setelah penyaluran prategang (sebelum kehilangan

prategang tergantung waktu):(a) Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan kecuali seperti diizinkan dalam (b)

tidak boleh melebihi 0,60 ci f`ci (RSNI 03-2847-201X pasal 18.4.1)(b) Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan pada ujung-ujung komponen tumpuan

sederhana tidak boleh melebihi 0,70 ci f`ci (RSNI 03-2847-201X pasal 18.4.1)(c) Bila kekuatan tarik beton yang dihitung, ft, melebihi 0.5 ci f`ci pada ujung-ujung

komponen struktur terdukung sederhana, atau 0,25 ci f`ci pada lokasi lainnya, tulangan dengan lekatan tambahan harus disediakan dalam daerah tarik untuk menahan gaya tarik total dalam beton yang dihitung dengan asumsi penampang tak retak (RSNI 03-2847-201X pasal 18.4.1).

2. Untuk komponen struktur lentur prategang Kelas U dan Kelas T, tegangan pada beton saat beban layan (berdasarkan pada sifat penampang tak retak, dan setelah pembolehan untuk semua kehilangan prategang) tidak boleh melebihi berikut ini:

(a) Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan akibat prategang ditambah beban tetap 0,45 f`c (RSNI 03-2847-201X pasal 18.4.2).

(b) Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan akibat prategang ditambah beban total 0,60 f`c (RSNI 03-2847-201X pasal 18.4.2).

Dimana : fpu = kekuatan tarik baja prategang yang disyaratkan, MPa fpy = kekuatan leleh baja prategang yang disyaratkan, MPa f`ci = kuat tekan beton pada saat prategang awal, MPa f`c = kuat tekan beton yang disyaratkan, MPa

11

Page 10: BAB 2 new

II.5.6. KEHILANGAN GAYA PRATEKANGaya Prategang yang digunakan dalam perhitungan tegangan tidak akan konstan

terhadap waktu dikarenakan akan terjadi kehilangan gaya pratekan baik kehilangan langsung dan kehilangan tidak langsung.

Kehilangan akibat kekangan kolomKonstruksi beton pratekan dengan desain cor monolit perlu diperhitungkan

kehilangan pratekan akibat kekangan kolom. Hal ini terjadi karena saat dilakukan jacking beton terkekang oleh kekauan kolom. Gaya perlawanan yang diberikan oleh kolom menahan reaksi perpendekan beton akibat gaya jacking yang terjadi. Gaya perlawanan kolom ini menyebabkan berkurangnya gaya pratekan karena sebagian gaya pratekan yang diberikan digunakan mengatasi perlawanan gaya kolom.

Semakin kaku komponen kolom yang mengekang balok pratekan maka semakin besar gaya pratekan yang hilang untuk melawan kolom agar mengikuti lenturan balok akibat gaya jacking. Hal ini juga menyebabkan semakin besarnya momen yang diterima kolom sebagai kontribusi dari jacking yang terjadi. Sebaliknya jika kolom didesain tidak kaku maka gaya pratekan yang hilang semakin kecil serta momen yang diterima kolom juga berkurang.

ΔP = M B−M A

h..........................................................................................(II.12)

Gambar II.5.6.2 skema kehilangan gaya pratekan akibat kekangan kolom

Berdasar Gambar, besarnya gaya yang hilang akibat kekangan dapat dihitung sebagai ΔP dengan persamaan di atas dimana MB dan MA adalah momen muka kolom pada titik A dan titik B akibat gaya P yang bekerja.

II.5.7. MOMEN RETAKPerhitungan kuat ultimate dari beton pratekan harus memenuhi persyaratan RSNI 03-

2847-201X pasal 18.8.2 mengenai Jumlah total tulangan prategang dan bukan prategang pada komponen struktur dengan tulangan prategang dengan lekatan harus cukup untuk mengembangkan beban terfaktor paling sedikit 1,2 kali beban retak yang dihitung dengan dasar modulus retak fr yang ditetapkan dalam 9.5.2.3. Ketentuan ini diizinkan diabaikan untuk komponen struktur lentur dengan kekuatan geser dan lentur paling sedikit dua kali yang disyaratkan oleh 9.2.

−f r=FA

+ F .e .YI

−M cr .Y

I ................................................................ ....................................

(II.17)

12

Page 11: BAB 2 new

M cr=( IA

xIY )+( F . e .Y

Ix

IY )−(f r x

IY )........................................................................ (II.18)

Dimana :F = Gaya pratekan efektif setelah kehilanganI = Inersia baloke = Eksentrisitas dari garis netral beton pratekan (c.g.c.) ke tendon baja (c.g.s.)A = Luas penampang baloky = gaya netral balokfr = modulus keruntuhan

II.5.8. MOMEN NOMINALKontrol penampang dilakukan untuk mengetahui kekuatan batas penampang rencana

apakah mampu menahan momen ultimate yang terjadi. Nilai momen nominal yang terjadi bergantung desain penampang apakah menggunakan tulangan lunak terpasang atau tidak. Selain itu juga bergantung pada jenis penampang balok manakah termasuk balok bersayap atau penampang persegi. Hal ini diatur dalam RSNI 03-2847-201X pasal 18.7

Mn = T (d-a/2)................................................................................................. (II.19)Dimana :

Mn = momen nominal penampang T = gaya tarik (tensile) = Aps x fps

Aps = luas tulangan pratekan dalam daerah tarik fps = tegangan tulangan pratekan di saat mencapai kuat nominalnya d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan prategang a = tinggi blok tekan persegi ekuivalen

II.5.9. KONTROL LENTURKuat lentur beton pratekan sesuai dengan RSNI 03-2847-201X pasal 18.4.1 bahwa

tegangan beton sesaat sesudah penyaluran gaya pratekan (sebelum terjadinya kehilangan tegangan sebagai fungsi waktu) tidak boleh melampaui nilai tegangan ijin (II.2.5.) yang telah ditetapkan.

σ ct , b=FA∓ F . e

w t , b

±M DL

wt , b

±M¿

wt ,b

≤ σ ijin ct ,b ........ ......................................................... (II.20)

Gambar II.5.9.1 tegangan ijin lentur akibat gaya pratekan dan beban yang bekerja

Dimana :

13

Page 12: BAB 2 new

σ ct , b = tegangan lentur yang terjadi pada serat atas dan bawahF = Gaya pratekan efektif setelah kehilanganA = Luas penampangw t , b = Modulus elastis penampange = Eksentrisitas dari garis netral beton pratekan (c.g.c.) ke tendon baja (c.g.s.)MDL = Momen akibat berat sendiriMlL = Momen akibat beban hidupσ ijin ct , b = Tegangan ijin sesuai dengan ketentuan

II.5.10. KONTROL GESERKuat geser beton pratekan sesuai dengan RSNI 03-2847-201X pasal 11.3 dimana bila

perhitungan tidak dihitung secara rinci menurut ketemtuan 11.3.2, maka perumusan V c

komponen struktur dengan gaya prategang efektif tidak kurang dari 40% kuat tarik tulangan lentur dapat dihitung dari ΦV c ≥V u

V c=(0,05 λ√ f c+4,8V u

M u

. d )bw . d,................................................................................(II.21)

serta Vc harus memenuhi persyaratan berikut

0,17 λ √ f c bw . d≤ V c ≤ 0.42 λ√ f c bw . d.........................................................................(II.22)

Bila diperlukan perhitungan geser secara rinci, maka dapat digunakan ketentuan RSNI 03-2847-201X pasal 11.3.3 dengan Vc harus diambil sebagai nilai yang terkecil di antara Vci dan Vcw.

V ci=0,05 λ(√ f c bw . d+V d+V i . M cr

M max

.)......................................................................(II.23)

Tetapi d tidak perlu diambil kurang daripada 0,80h, dengan V ci tidak perlu diambil kurang dari 0,17 λ √ f c bw . d

M cr=( Iy t

)(0,5 λ√ f c+ f pe−f d).................................................................................(II.24)

Dan nilai-nilai Mmax dan Vi harus dihitung dari kombinasi beban yang mengakibatkan momen terfaktor maksimum untuk terjadi pada penampang. V cw=0,29 λ (√ f c+0,3 f pc )+bw . d+V p..................................................................(II.25)

Dimana : Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton Vu = kuat geser ultimate dari kombinasi beban yang ada Vci = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton pada saat terjadinya keretakan diagonal akibat kombinasi momen dan geser Vcw = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton pada saat terjadinya keretakan diagonal akibat tegangan tarik utama yang berlebihan pada badan penampang

14

Page 13: BAB 2 new

Vd = gaya geser pada penampang akibat beban mati tidak terfaktor Vi = gaya geser terfaktor pada penampang akibat beban luar yang terjadi bersamaan dengan Mmax

Vp = komponen vertikal gaya pratekan efektif pada penampangI = momen inersia penampang yag menahan beban luar terfaktor yang bekerjayt = garis netralbw = lebar badan / garis tengah penampangd = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarikMcr = momen yang menyebabkan terjadinya retak lentur pada penampang akibat beban luarMmax = momen terfaktor maksimum pada penampang akibat beban luarfd = tegangan akibat beban mati tak terfaktor, pada serat terluar penampang dimana tegangan tarik disebabkan oleh beban luarfpc = tegangan tekan pada beton (setelah memperhitungkan semua kehilangan pratekan) pada titik berat penampang yang menahan beban luar atau pertemuan antara badan dan flens jika titik berat terletak dalam flensfpe = tegangan tekan pada beton akibat gaya pratekan efektif saja (setelah memperhitungkan semua kehilangan pratekan) pada serat terluar penampang dimana tegangan tarik terjadi akibat beban luar

II.5.11. KONTROL LENDUTANKemampuan layan struktur beton pratekan ditinjau dari perilaku defleksi komponen

tersebut. Elemen beton pratekan memiliki dimensi yang lebih langsing dibanding beton bertulang biasa sehingga kontrol lendutan sangat diperlukan untuk memenuhi batas layan yang diisyaratkan.

a. Lendutan akibat tekanan tendonTekanan tendon menyebabkan balok tertekuk keatas sehingga lendutan yang terjadi berupa lendutan keatas (chambre)

Δl po=5

384x

Po x l 4

Ec x I ( ).............................................................................(II.26)

Dengan nilai Po sebesar

Po=8 x Fo x f

l2 ............................................................................................(II.27)

Dimana: Po = Gaya Pratekan (N)f = fokus tendon (eksentrisitas dari c.g.c,mm)l = panjang efektif (mm)Ec = modulus elastisitas beton (MPa)I = Inersia Balok (mm)

b. Lendutan akibat eksentrisitas tepi balok Eksentrisitas tepi balok terhadap c.g.c. pada letak tendon menyebabkan lendutan ke arah bawah (karena menyebabkan momen negatif)

15

Page 14: BAB 2 new

Δlme=Po x e x l2

8 x Ec x I ( ) ..............................................................................(II.38)

Dimana: Po = Gaya Pratekan (N) e = eksentrisitas dari c.g.c dari tepi balok (mm) l = panjang efektif (mm) Ec = modulus elastisitas beton (MPa) I = Inersia Balok (mm)

c. Lendutan akibat beban sendiriBerat sendiri balok menyebabkan balok tertekuk kebawah sehingga lendutan yang terjadi berupa lendutan ke bawah.

Δlqo=5

384x

qo x l4

Ec x I.......................................................................................(II.39)

Dimana: qo= Beban terbagi rata (N) e = eksentrisitas dari c.g.c dari tepi balok (mm) l = panjang efektif (mm) Ec = modulus elastisitas beton (MPa) I = Inersia Balok (mm)

II.5. 12. PENGANGKURAN

Balok pratekan pasca tarik, kegagalan bisa disebabkan oleh hancurnya bantalan beton pada daerah tepat dibelakang angkur tendon akibat tekanan yang sangat besar. Kegagalan ini diperhitungkan pada kondisi ekstrim saat transfer, yaitu saat gaya pratekan maksimum dan kekuatan beton minimum. Kuat tekan nominal beton pada daerah pengankuran global di isyaratkan oleh RSNI 03-2847-201X pasal 18.13.4.2. Bila diperlukan, pada daerah pengangkuran dapat dipasang tulangan untuk memikul gaya pencar, belah dan pecah yang timbul akibat pengankuran tendon sesuai pasal 18.13.1.2

II.6. PERHITUNGAN STRUKTUR STATIS TAK TENTUStruktur Gedung Hotel IBIS Surabaya merupakan struktur statis tak tentu, sehingga

kita perlu untuk menganalisa reaksi dan gaya dalam struktur dengan menggunakan metode perhitungan struktur statis tak tentu.

II.6.1. DERAJAT STATIS TAK TENTUDalam permodelan struktur statis tak tentu, maka kita harus menentukan terlebih

dahulu derajat statis tak tentu struktur. Perhitungan derajat statis tak tentu dari portal seperti pada gambar di bawah ini adalah seperti berikut

16

Page 15: BAB 2 new

Gambar II.6.1.2 pemodelan struktur portal3n + s > 3b + r (tidak stabil) .................(II.40)3n + s = 3b + r (statis tertentu) .................(II.41)3n + s < 3b + r (statis tak tentu) .................(II.42)

Dimana :n = banyaknya jointb = banyaknya komponen strukturr = banyaknya reaksi dari perletakans = derajat statis tak tentu

II.6.2. METODE DISTRIBUSI MOMEN (HARDY CROSS)Untuk perhitungan reaksi dan gaya dalam batang, terdapat beberapa metode yang dapat

kita gunakan untuk perhitungan, salah satunya adalah metode Hardy Cross / metode distribusi momen.

Analisis struktur dengan metode distribusi momen pertama kali diperkenalkan oleh Hardy Cross pada tahun 1933 dalam bukunya yang berjudul "Analysis of Continous Frames by Distributing Fixed-End Moments", dan disebarluaskan oleh ilmuan lainnya. Metode distribusi momen juga dikenal sebagai metode Cross. Metode ini merupakan salah satu metode yang dipakai untuk analisis struktur balok menerus dan portal statis tak tentu.

Metode distribusi momen didasarkan pada anggapan sebagai berikut:1. Perubahan bentuk akibat gaya normal dan gaya geser diabaikan, sehingga panjang batang-

batangnya tidak berubah.2. Semua titik simpul (buhul) dianggap kaku sempuma.

Dalam proses analisis, metode ini melakukan distribusi momen dan induksi (carry over) terhadap momen primer (Fixed End Moment) sebanyak beberapa putaran (iterasi) guna mendapatkan keseimbangan di setiap titik simpul. Hal ini dilakukan karena momen-momen primer yang bekerja di setiap tumpuan maupun simpul suatu struktur tidak sama besarnya, sehingga simpul tidak seimbang. Untuk mendapatkan keseimbangan simpul melakukan perputaran, sehingga momen-momen primer di tiap simpul melakukan distribusi (pembagian) sampai jumlah momen primer di masing-masing simpul sama dengan nol. Proses distribusi dan induksi secara manual dapat dilakukan sebanyak empat putaran (iterasi), dan dianggap semua simpul sudah seimbang atau mendekati nol.

II.6.2.1 MOMEN PRIMERMomen primer adalah momen yang terjadi pada ujung batang sebagai akibat dari

beban-beban yang bekerja di sepanjang batang. Besarnya momen primer sama dengan momen jepit (momen reaksi) dengan tanda atau arah yang berlawanan. Dengan kata lain, momen jepit atau momen reaksi merupakan kebalikan dari momen primer. Momen primer biasanya digambarkan melengkung ke luar pada bagian dalam ujung batang dengan arah tertentu sesuai dengan pembebanan. Arah momen primer ditentukan berdasarkan kecenderungan melenturnya batang, seolah-olah batang akan patah akibat momen yang bekerja di ujung batang.

17

Page 16: BAB 2 new

II.6.2.2 FAKTOR DISTRIBUSI DAN MOMEN DISTRIBUSIFaktor distribusi adalah perbandingan kekakuan batang dengan kekakuan batang total

di suatu titik simpul. Sementara momen distribusi adalah hasil perkalian faktor distribusi dengan rnomen primer

II.6.2.3 MOMEN INDUKSI

1. Untuk ujung sendi di A dan jepit di B diberi momen MAB maka B menerima induksi sebesar MBA = ½ MAB, jadi faktor induksi = ½.

2. Untuk ujung sendi di B, jika di A diberi momen MAB maka di B tidak menerima induksi atau MBA = 0 jadi faktor induksi = 0.

Gambar II.6.2.3.1 pemodelan momen induksi

II.6.2.4 FAKTOR KEKAKUANKekakuan batang (K) adalah besarnya momen untuk memutar sudut sebesar satu

satuan sudut (θ = 1 rad), bila ujung batang yang lain berupa jepit. Kekakuan batang bergantung pada bentuk penampang, yang dinyatakan dengan EI.

II.6.3. PENGGUNAAN APLIKASI BANTU SIPILDalam analisa struktur statis tak tentu, penggunaan aplikasi bantu sipil seperti SAP

2000 ataupun ETABS sangat membantu dalam menghitung reaksi dan gaya dalam struktur, selain dengan pemahaman teori mekanika teknik statis tak tentu.

II.7. SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK)Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) digunakan pada bangunan beton

bertulang yang terletak di daerah situs SD,SE, dam SF (wilayah gempa tinggi). SRPMK pada wilayah dengan resiko gempa tinggi memiliki syarat-syarat detailing sesuai dengan RSNI 03-2847-201X pasal 21.5 .

Pada RSNI 03-2847-201X merupakan persyaratan umum desain konstruksi beton bertulang, persyaratan umum tersebut dipandang cukup memberikan daktailitas untuk intensitas gempa berdasarkan wilayah situsnya. Sedangkan untuk komponen SRPMK yang disyaratkan sesuai dengan SNI 03-2847-201X adalah sebagai berikut :

1. Gaya aksial tekan berfaktor pada komponen struktur PUtidak boleh melebihi Ag x f c

10 (SNI 03-2847-201X Ps.21.5.1.1 )

2. Kekuatan momen positif pada muka joint harus tidak kurang dari setengah (12

)

kekuatan momen negatif yang disedikan pada muka joint tersebut. Baik kekuatan momen negatif atau positif pada sebarang penampang sepanjang

18

Page 17: BAB 2 new

panjang komponen struktur tidak boleh kurang dari seperempat kekuatan momen maksimum yang disediakan pada muka salah satu dari joint tersebut. (RSNI 03-2847-201X pasal 21.5.2.2)

3. Sengkang harus dipasang pada daerah komponen struktur rangka berikut (Gambar S21.5.3): (RSNI 03-2847-201X pasal 21.5.3.1)

(a) Sepanjang suatu panjang yang sama dengan dua kali tinggi komponen struktur yang diukur dari muka komponen struktur penumpu ke arah tengah bentang, di kedua ujung komponen struktur lentur; (b) Sepanjang panjang-panjang yang sama dengan dua kali tinggi komponen struktur pada kedua sisi suatu penampang dimana pelelehan lentur sepertinya terjadi dalam hubungan dengan perpindahan lateral inelastis rangka.

4. Sengkang tertutup pertama harus ditempatkan tidak lebih dari 50 mm dari muka komponen struktur penumpu. Spasi sengkang tertutup tidak boleh melebihi yang terkecil dari (a), (b), dan (c): (RSNI 03-2847-201X pasal 21.5.3.2) (a) d/4; (b) Enam kali diameter terkecil batang tulangan lentur utama tidak termasuk tulangan kulit longitudinal yang disyaratkan oleh 10.6.7; dan (c) 150 mm

5. Pada setiap penampang komponen struktur lentur dimana tulangan tarik diperlukan oleh analisis, kecuali seperti yang disediakan dalam 10.5.2, 10.5.3, dan 10.5.4, As yang tersedia tidak boleh kurang dari nilai yang diberikan oleh

Jumlah tulangan tarik (As) tidak boleh kurang dari :

A s=0,25√ f c bw x d

f y

....(II.37)

dan tidak lebih kecil dari : 1.4 bw x d

f y... (II.38)

(RSNI 03-2847-201X pasal 10.5.1)6. Untuk struktur kolom disyaratkan menurut (RSNI 03-2847-201X pasal

21.6.2.2 dan pasal 21.6.2.3)

7. Panjang lo harus lebih besar dari : (RSNI 03-2847-201X pasal 21.6.4.1)a) Tinggi komponen struktur pada muka joint atau pada penampang

dimana pelelehan lentur sepertinya terjadi;b) Seperenam bentang bersih komponen struktur; dan

19

Page 18: BAB 2 new

c) 450 mm.

II.8. PERENCANAAN PONDASI

Dalam perencanaan tugas akhir ini pondasi dari struktur yang akan dihitung dan dan direncanaan menggunakan grup tiang pancang. Hal ini mendasari perlunya perhitungan efisiensi grup tiang pancang.

II.8.1. DAYA DUKUNG GRUP TIANG PANCANGDi saat sebuah tiang merupakan bagian dalam grup tiang pancang, daya dukungnya

mengalami modifikasi, karena pengaruh dari grup tiang tersebut. Untuk kasus daya dukung pondasi, kita harus memperhitungkan sebuah faktor koreksi, yang menjadi efisiensi dari grup tiang pancang tersebut. (Wahyudi,Herman. 1999)

QL(grup) = QL(1 tiang) x n x Ce ....................................(II.43)Dimana,

QL = daya dukung tiang pancang n = jumlah tiang dalam grup Ce = efisiensi grup tiang pancang

II.8.2. PERUMUSAN MENGHITUNG EFISIENSI GRUP TIANG PANCANG1. Conversi – Labarre

C e=1−arctan ( d

s )90

.(2− 1m

−1n ) ............................(II.44)

Dimana : m = Jumlah baris tiang dalam grup n = Jumlah kolom tiang dalam grup d = Diameter sebuah tiang pondasi s = Jarak as ke as tiang dalam grup

2. Los Angeles

C e=1−

BL∗1

. πm .n∗¿ ..................(II.45)

Dimana : B = Lebar grup tiang L = Panjag grup tiang

3. Di sisi lain Terzaghi telah memberikan perumusan untuk menghitung daya dukung grup untuk lempung

QG=α 2CU N c+4 α CU D .................................................................................(II.46)

α=(n−1 ) s+d

20

Page 19: BAB 2 new

Dimana :D = Kedalaman tiang pondasis = Jarak as ke as tiang dalam grupCu = Kohesi Undrainedn = Jumlah tiang dalam grupd = Diameter tiang

Untuk grup tiang pancang pada tanah tanpa kohesi, pemakaian praktis harga koefisien efisiensi Ce adalah sebagai berikut :Pasir lepas : Untuk tiang-tiang pendek

Ce = 1.5 (untuk s = 2d ) hingga 1 (untuk s = 4d) Untuk tiang-tiang panjang

Ce = 2 (untuk s = 2d ) hingga 1 (untuk s = 6d)

Pasir padat : Ce =0.7 (untuk s = 3d ) hingga 1 (untuk s = ± 8d)

II.8.3. PERENCANAAN PILE CAP PONDASI GRUP TIANG PANCANGDalam perancangan pile cap pada tugas besar ini penulis meninjau gaya geser pons

pada penampang kritis dan penulangan akibat momen lentur.II.8.3.1. KONTROL GESER PONS

Pile cap harus mampu menyebarkan beban dar kolom ke pondasi, sehingga perlu dilakukan kontrol kekuatan geser ponds untuk memastikan bahwa kekuatan geser nominal beton harus lebih besar dari geser pons yang terjadi. Perencanaan geser pons pada pile cap sesuai ketentuan RSNI 201X Pasal 11.11.2.1 Dalam perencanaan tebal pile cap, syarat bahwa kekuatan geser nominal beton harus lebih besar dari geser pons yang terjadi.

V c=0,17 (1+ 2β❑

)λ √ f c . bo .d ............................(II.47)

ϕ V c=0,33 λ√ f c . bo . d .............................(II.48)Dimana :βc = rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek kolom dari daerah beban terpusatbo = keliling dari penampang kritis pada pile capbo = 2 (bk + d) + 2 (hk + d)dengan :

bk = lebar penampang kolomhk = tinggi penampang kolomd = tebal efektif pile cap

II.8.3.2. PENULANGAN PILE CAPUntuk penulangan lentur, pile cap dianalisa sebagai balok kantilever dengan

perletakan jepit pada kolom. Sedangkan beban yang bekerja adalah beban terpusat di tiang kolom yang menyebabkan reaksi pada tanah dan berat sendiri pile cap. Perhitungan gaya dalam pile cap didapat dengan teori mekanika statis tertentu.

II.8.3.3. PERENCANAAN SLOOF PONDASI (TIE BEAM)

21

Page 20: BAB 2 new

Struktur sloof dalam hal ini digunakan agar penurunan yang terjadi pada pondasi terjadi secara bersamaan pada pondasi. Dalam hal ini sloof berfungsi sebagai pengaku yang menghubungkan pondasi yang satu dengan yang lainnya. Adapun beban yang ditimpakan ke sloof meliputi : berat sendiri sloof, berat dinding pada lantai paling bawah, beban aksial tekan atau tarik yang yang berasal dari 10% beban aksial kolom.

II.8.3.4. KONTROL DESAINMelakukan analisa struktur bangunan, dimana harus memenuhi syarat keamanan dan

rasional sesuai batas-batas tertentu menurut peraturan. Dilakukan pengambilan kesimpulan, apakah desain telah sesuai dengan syarat-syarat perencanaan dan peraturan angka keamanan, serta efisiensi. Bila telah memenuhi persyaratan, maka dapat diteruskan ke tahap pendetailan dan apabila tidak memenuhi persyaratan, maka dilakukan pendesainan ulang.

II.8.3.5. PENGGAMBARAN HASIL PERHITUNGANPenggambaran hasil perencanan dan perhitungan dalam teknik ini menggunakan

software AutoCAD.

22