Bab 2 Lapsus

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Enamel gigi sulung sangat tipis sehingga karies dapat menyerang sampai ke dentin lebih mudah dibandingkan gigi permanen. Karies gigi sulung bersifat kronis dan asimptomatis artinya berlangsung lama dan tidak menunjukan gejala akibatnya saat terdeteksi bakteri telah memasuki permukaan terluar saraf di kamar pulpa sehingga terjadi infeksi yang menyebabkan rasa sakit. Bakteri-bakteri ini terus berpenetrasi ke seluruh pulpa sehingga terbentuk abses. Melihat dampak karies maka gigi sulung maupun permanen yang terinfeksi harus segera dilakukan perawatan untuk mencegah abses dan kehilangan gigi. 2.1 PULPOTOMI Pulpotomi adalah pengambilan pulpa yang telah mengalami infeksi di dalam kamar pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa dibagian radikular. Keuntungan dari pulpotomi : 1) Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan. 2) Pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan sempit. 3) Iritasi obat – obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.

description

m

Transcript of Bab 2 Lapsus

BAB IITINJAUAN PUSTAKAEnamel gigi sulung sangat tipis sehingga karies dapat menyerang sampai ke dentin lebih mudah dibandingkan gigi permanen. Karies gigi sulung bersifat kronis dan asimptomatis artinya berlangsung lama dan tidak menunjukan gejala akibatnya saat terdeteksi bakteri telah memasuki permukaan terluar saraf di kamar pulpa sehingga terjadi infeksi yang menyebabkan rasa sakit. Bakteri-bakteri ini terus berpenetrasi ke seluruh pulpa sehingga terbentuk abses. Melihat dampak karies maka gigi sulung maupun permanen yang terinfeksi harus segera dilakukan perawatan untuk mencegah abses dan kehilangan gigi.2.1 PULPOTOMIPulpotomi adalah pengambilan pulpa yang telah mengalami infeksi di dalam kamar pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa dibagian radikular. Keuntungan dari pulpotomi :1) Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan.2) Pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan sempit.3) Iritasi obat obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.4) Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian :1. Pulpotomi VitalPulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung umunya menggunakan formokresol atau glutaradehid. Pada gigi dewasa muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna. Berdasarkan penelitian, menurut Finn keberhasilan pulpotomi vital formokresol 97% secara rontgenologis dan 82% secara histologis. Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada kamar pulpa. Indikasi :a. Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda tanda gejala peradangan pulpa dalam kamar pulpa.b. Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pulp capping indirek yang kurang hati hati, faktor mekanis selama preparasi kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.c. Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang akar gigi.d. Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.e. Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.Kontra indikasia. Rasa sakit spontan.b. Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.c. Ada mobiliti yang patologik.d. Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar interna maupun eksterna.e. Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat rendah.f. Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.Obat yang dipakai formokresol dari formula Buckley :- Formaldehid 19%- Kresol 35%- Gliserin 15%- Aquadest 100Khasiat formokresol :Formokresol mengkoagulasi protein sehingga merupakan bakterisid yang kuat dan kaustik. Pemakaian formokresol pada pulpotomi tidak merangsang pembentukan dentinal bridge atau calcific barrier, tetapi jaringan pulpa akan membentuk zona fiksasi yang bersifat keras, tahan terhadap autolysis dan merupakan barrier terhadap serangan bakteri yang menuju ke apikal.Pemakaian formokresol pada pulpotomi vital terdiri 2 metode :1) Pulpotomi 1 kali kunjungan atau metode 5 menit. Pada pulpa yang mengalami peradangan kronis jaringan pulpa seharusnya perdarahan akan berhenti dalam 3 5 menit setelah diletakkan formokresol.2) Pulpotomi 2 kali kunjungan atau metode 7 hari. Karena adanya persoalan kontrol perdarahan yaitu perdarahan yang berlebihan.2. Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation)Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung dipakai pasta para formaldehid. Indikasi :1) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.2) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.3) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.4) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan pulpektomi terutama pada gigi posterior.5) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.Kontra indikasi:1) Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak mungkin dilakukan.2) Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.3) Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.3. Pulpotomi Non Vital (Amputasi Mortal)Pulpotomi non vital (amputasi mortal) adalah Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan medikamen / pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan aseptik.TujuanMempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainerIndikasi1) Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.2) Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih diperlukan sebagai space maintainer.3) Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.4) Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat dahulu.Obat yang dipakai :- Formokresol- CHKM2.2 PULPEKTOMIIndikasi perawatan pulpektomi adalah gigi yang dapat direstorasi, tidak ada gambaran patologis dengan resorpsi akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga perempat (Kennedy,1992). Indikasi lain perawatan pulpektomi adalah gigi dengan pulpa radikular mengalami radangkronis atau nekrosis, terdapat rasa sakit spontan atau menetap, tidak ada resorpsi internal,resorpsi eksternal masih terbatas, kegoyangan atau kehilangan tulang interradikular minimal,terdapat abses atau fistula (Bence, 1990).Perawatan pulpektomi merupakan kontraindikasi pada keadaan berikut: gigi tidak dapat direstorasi, panjang akar kurang dari dua pertiga disertai resorpsi internal atau eksternal, resorpsiinternal dalam ruang pulpa dan saluran akar (Mathewson dan Primosch, 1992), pasien dengan penyakit kronis misalnya leukemia, penyakit jantung rematik dan congenital dan penyakit ginjal kronis (Mathewson dan Primosch, 1995).DefinisiPengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa dan saluran akar. Pada gigi molar sulung pengambilan seluruh jaringan secara mekanis tidak memungkinkan sehubungan bentuk morfologi saluran akar yang kompleks. Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara :1) Pulpektomi vital.2) Pulpektomi devital.3) Pulpektomi non vital.Indikasi1) Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non vital.2) Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal.3) Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar.4) Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.

Kontra indikasi1) Bila kelainan sudah mengenai periapikal.2) Resorpsi akar gigi yang meluas.3) Kesehatan umum tidak baik.4) Pasien tidak koperatif.5) Gigi goyang disebabkan keadaan patologisPilihan kasus pulpektomi untuk gigi sulung yaitu pada gigi yang pulpanya telah mengalami infeksi dan jaringan pulpa di saluran akar masih vital. Jika dibiarkan dalam keadaan ini pulpa mengalami degenerasi / nekrose yang akan menimbulkan tanda dan gejala negatif, keadaan akan berkelanjutan. Pulpektomi masih dapat dilakukan tetapi keberhasilannya akan menurun karena degenerasi pulpa bertambah luas. Indikasi tersebut di atas ada hubungan dengan faktor faktor lainnya seperti :Berapa lama gigi masih ada di mulut.Kepentingan gigi di dalam mulut (space maintainer).Apakah gigi masih dapat direstorasi.Kondisi jaringan apikal.Bahan pengisi saluran akar :ZnO eugenolKalsium hidroksid

Syarat bahan pengisi saluran akar gigi sulung :Dapat diresorpsi sesuai kecepatan resorpsi akar.Tidak merusak jaringan periapikal.Dapat diresorpsi bila overfilling.Bersifat antiseptik.Bersifat hermetis dan radiopak.Mengeras dalam waktu yang lama.Tidak menyebabkan diskolorasi.

Hal hal yang harus diperhatikan pada perawatan pulpektomi :Diutamakan memakai file daripada reamer.Memakai tekanan yang ringan untuk menghindari pengisian saluran akar yang berlebihan (overfilling).Diutamakan sterilisasi dengan obat obatan daripada secara mekanis.Pemakaian alat alat tidak sampai melewati bagian apikal gigi.1). Pulpektomi vital Pulpektomi vital adalah pengambilan seluruh jaringan dalam ruang pulpa dan saluran akar secara vital.Indikasi1.Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis.2.Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6 tahun.3.Tidak ada bukti bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang lebih dari 2/32). Pulpektomi devitalPulpektomi devital adalah pengambilan seluruh jaringan pulpa dalam ruang pulpa dan saluran akar yang lebih dahulu dimatikan dengan bahan devitalisasi pulpa.IndikasiSering dilakukan pada gigi posterior sulung yang telah mengalami pulpitis atau dapat juga pada gigi anterior sulung pada pasien yang tidak tahan terhadap anestesi. Pemilihan kasus untuk perawatan pulpektomi devital ini harus benarbenar dipertimbangkan dengan melihat indikasi dan kontra indikasinya. Perawatan pulpektomi devital pada gigi sulung menggunakan bahan devitalisasi yang mengandung para formaldehid seperti toxavit dan lain lain.3). Pulpektomi non vitalPulpektomi non vital adalah gigi sulung yang dirawat pulpektomi non vital adalah gigi sulung dengan diagnosis gangren pulpa atau nekrose pulpa.Indikasia. Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan estetik.b. Gigi tidak goyang dan periodontal normal.c. Belum terlihat adanya fistula.d. Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada granuloma pada gigi-geligi sulung.e. Kondisi pasien baik.f. Keadaan sosial ekonomi pasien baik.Kontra indikasia. Gigi tidak dapat direstorasi lagi.b. Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti diabetes, TBC dan lain-lain.c. Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang sukar dibersihkan.

2.3. APEKSOGENESIS Apeksogenesis merupakan salah satu perawatan pada gigi permanen muda dengan mempertahankan pulpa yang vital dan atau menyingkirkan pulpa yang terinflamasi reversibel dengan bertujuan agar pembentukan akar dan pematangan apeks dapat dilanjutkan. Perawatan apeksogenesis hampir sama dengan perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung (Walton, 1998).

Indikasi: Pada gigi yang dalam masa pertumbuhan dengan foramen apical yang belum tertutup sempurna, adanya kerusakan pada pulpa koronal sedangkan pulpa radicularnya dalam keadaan sehat (Budiyanti, 2006).

Kontraindikasi:1. Pada gigi yang mengalami avulsi dan replantasi atau sangat goyang.2. Pada gigi yang fraktur mahkota dan akar yang berat sehingga dibutuhkannya pada intraradikuler, gigi dengan fraktur akar yang horizontal yang berada dekat dengan gingiva.3. Gigi karies yang tidak dapat ditumpat lagi (Budiyanti, 2006).

Ada beberapa tindakan yang termasuk kedalam apeksogenesis, diantaranya protective liner, indirect pulp treatment, direct pulp cap, partial pulpotomy for carious exposure, partial pulpotomy for traumatic exposures (Cvek pulpotomy) (Grossman, 1995). Pada protective liner, diindikasi pada gigi dengan pulpa normal, ketika karies disingkirkan dan akan dilakukan pemasangan restorasi, bahan protective liner diletakkan pada daerah terdalam preparasi untuk meminimalkan injuri pada pulpa, mendukung penyembuhan jaringan, dan/atau meminimalkan sensitivitas pasca perawatan. Dengan tujuan untuk memelihara kevitalan gigi, mendukung penyembuhan jaringan, dan memfasilitasi pembentukan dentin tersier (Grossman,1995). Untuk apeksogenesis dengan indirect pulp treatment dapat dilakukan dengan indikasi gigi permanen dengan diagnosa pulpa normal atau pulpitis tanpa keluhan atau dengan diagnosa pulpitis reversibel. Penegakan diagnosanya dilakukan dengan pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan klinis dan prognosis gigi dapat sembuh dari gangguan karies. Tujuannya yaitu restorasi akhir harus dapat menjaga bagian interna gigi termasuk dentin dari kontaminasi lingkungan oral. Kevitalan gigi harus dipertahankan. Tidak ada gambaran resorpsi interna atau eksterna atau perubahan patologis lainnya. Gigi dengan akar yang belum sempurna akan melanjutkan perkembangan akarnya dan apeksogenesis. Sedangkan direct pulp cap diindikasi pada gigi dengan lesi karies kecil atau terpapar karena tindakan mekanis dengan pulpa yang normal. Tujuannya agar vitalitas gigi dapat dipertahankan (Grossman,1995). Pulpotomi parsial yang disebabkan oleh karies atau trauma, dapat diindikasi pada gigi permanen muda dengan karies pulpa terbuka dan perdarahan pulpa dapat dikontrol dalam beberapa menit setelah penyingkiran jaringan pulpa yang terinflamasi. Gigi harus vital dengan diagnosis pulpa normal atau pulpitis reversibel. Tujuan partial pulpotomy ini agar pulpa yang tertinggal diharapkan tetap vital setelah pulpotomi parsial. Seharusnya tidak ada tanda klinis yang merugikan atau keluhan seperti sensitif, sakit, atau pembengkakan. Tidak ada perubahan radiografis atau perubahan patologis lainnya. Dan proses apeksogenesis tidak akan terganggu (Grossman,1995). Kerusakan pada gigi permanen muda lebih banyak disebabkan oleh karies yang luas dan fraktur akibat traumatik injuri. Pada keadaan ini, jaringan pulpa bagian koronal biasanya telah rusak dan tidak bisa dipertahankan lagi. Jaringan pulpa bagian koronal yang terinfeksi dan mengalami inflamasi ireversibel dibersihkan agar vitalitas pulpa radikular dapat dipertahankan, sehingga dapat terjadi apeksogenesis atau penutupan bagian apeks dan terbentuk jembatan dentin. Perawatan ini disebut dengan pulpotomi (Grossman,1995).

BAHAN Ca(OH)2 DALAM PERAWATAN APEKSOGENESISKalsium hidroksida adalah garam dasar putih, berkristal,mudah larut yang terpisah menjadi ion kalsium dan ion hidroksil dalam larutan dan kandungan alkali yang tinggi (pH 11). Bahan ini digunakan dalam bentuk Setting dan Nonsetting pada kedokteran gigi. Codman ialah yang pertama menggunakan kalsium hidroksida karena sifat antimikrobanya dan kemampuannya merangsang pembentukan jaringan keras (Mohammadi, 2012).Terdapat beberapa teori bagaimana kalsium hidroksida merangsang pembentukan jaringan keras. Termasuk kandungan alkali yang tinggi (pH 11), yang menghasilkan lingkungan menguntungkan untuk pengaktifan alkalin fosfatase, suatu enzim yang terlibat dalam mineralisasi. Ion kalsium mengurangi permeabilitas bentuk kapiler baru dalam jaringan yang diperbaiki, menurunkan jumlah cairan intersel dan meningkatkan konsentrasi ion kalsium yang diperoleh dari pasokan darah di awal mineralisasi. Hal ini dapat memiliki dua efek pada mineralisasi, dapat memberikan sumber ion kalsium untuk mineralisasi, dan dapat merangsang aktivitas kalsium pyrophosphatase, yang mengurangi tingkat ion pyrophosphatase penghambat mineralisasi dalam jaringan (Mohammadi, 2012).Penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium hidroksida membentuk jembatan dentin ketika ditempatkan berkontak dengan jaringan pulpa. Kalsium hidroksida harus berkontak dengan jaringan untuk terjadinya mineralisasi. Permulaannya, zona nekrotik dibentuk berbatasan dengan bahan, dan tergantung pada pH bahan kalsium hidroksida, jembatan dentin langsung dibentuk berlawanan dengan zona nekrotik atau zona nekrotik diresorbsi dan diganti dengan jembatan dentin. Pembatas ini tidak selalu sempurna. Ion kalsium dalam kalsium hidroksida tidak menjadi tergabung dalam bentuk jaringan keras (Mohammadi, 2012).Perawatan kalsium hidroksi juga telah menunjukkan penurunan efek bakteri dihubungkan dengan lipopolisakarida (LPS). Hal ini dapat menghidrolisis lipid dari bakteri LPS dan dapat mengeliminasi kemampuan LPS menstimulasi produksi nekrosis tumor faktor alpha pada monosit darah perifer. Aksi ini menurunkan kemampuan bakteri merusak jaringan. Kemampuan untuk mencegah penetrasi bakteri ke dalam pulpa mempengaruhi pertahanan pulpa secara signifikan (Mohammadi, 2012).Untuk efek antimikroba dari kalsium hidroksida berhubungan dengan kemampuan bahan membunuh bakteri yang ada dan mencegah bakteri masuk lagi dari rongga mulut ke dalam pulpa. Sifat antimikroba dari kalsium hidroksida berasal dari beberapa faktor. pH yang tinggi menghasilkan lingkungan yang tidak baik untuk pertumbuhan bakteri. Ada tiga mekanisme kalsium hidroksida merangsang lisis bakteri, ion hidroksil menghancurkan phospholipids sehingga membran sel dihancurkan, adanya kadar alkali yang tinggi merusak ikatan ion sehingga protein bakteri dirubah, dan ion hidroksil bereaksi dengan DNA bakteri, menghambat replikasi (Mohammadi, 2012).Kalsium hidroksida diindikasikan untuk gigi permanen anak-anak yang melibatkan pulpa dengan apeks akar yang belum terbentuk sempurna. Jika perawatan membutuhkan radiopaqsity, gigi permanen anterior pada anak dengan apeks terbuka lebar yang mengalami fraktur saat olahraga atau kecelakaan, atau gigi posterior dengan apeks terbuka yang juga memiliki pembukaan karies kecil yang asimtomatik, dapat digunakan kalsium hidroksida (Mohammadi, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Walton RE. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Alih bahasa. Sumawinata N. Jakarta: EGC, 1998: 495-498.Budiyanti A. Perawatan Endodontik pada Anak. Jakarta: EGC, 2006: 50-55.Grossman LI. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Alih bahasa. Abyono R. Jakarta: EGC, 1995: 250-251.Mohammadi Z, Dummer. Properties and applications of Calcium Hydroxide in Endodontics and Dental Traumatology. 11 Oktober 2012.